You are on page 1of 13

Pendahuluan

An-Nikah atau az-Zuwaj secara bahasa berarti al-‘Aqdu (perjanjian) dan al-
Wath’u (persetubuhan), sedangkan menurut istilah, an-Nikah atau az-Zuwaj
adalah:

‫عقد يتضمن إباحة وطء بلفظ إنكاح أو تزويج أو ترجمة‬


1

“Aqad yang menimbulkan dampak halalnya persetubuhan, yang mana aqad


tersebut diutarakan dengan mengunakan kata Inkah, Tazwuj, atau
terjemahannya”.

Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal ke-dua, perkawinan atau


pernikahan adalah:

“akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidhan untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah”.

Jika dikaitkan dengan konsep al-Maqashid al-‘ummah min at-Tasyri’


(tujuan-tujuan universal dari penetapan hukum), tujuan dari pernikahan yaitu:

A. Hifzh ad-Din (memelihara agama), maksudnya adanya sebuah pernikahan


yang diatur oleh Islam bertujuan untuk memelihara agama seorang
muslim, Nabi bersabda:

‫يامعشرالشباب من استطاع منكففم البففاءة فليففتزوج فففإنه‬


‫أغففض للبصففر وأحصففن للفففرج ومففن لففم يسففتطع فعليففه‬
. ( ‫بالصوم فإنهل هوجاء ) رواه الشيخان‬

Artinya: “Wahai para pemuda, siapa diantara kalian yang mampu untuk
menikah, maka menikahlah, karena dengan menikah mata lebih tertunduk
dan kemaluan lebih terjaga, sedangkan yang belum mampu menikah
1
Muhammad al-Khatib as-syarbini, Mugni al-Mutij, jld lll, Dar al-Fikr, Bairut, t.
Th, h. 123.
hendaklah ia berpuasa, karena puasa melemahkan syahwat”. (H.R.
Bukhari dan Muslim).

B. Hifzh an-Nafs (memelihara kelangsungan hidup), Islam menetapkan


adanya pernikahan untuk melestarikan keturunan2, Nabi bersabda:

ُ
‫م ) رواه أبففو‬
َ ‫مف‬
َ ‫م ال‬ ُ ‫دود َ ال ْوَل ُففود َ َفففإ ِّنى‬
ُ ‫مكففاث ٌِر ب ِك ُف‬ ُ َ‫جففوا ال ْفو‬
ُ ّ‫ت ََزو‬
. ( ‫داود‬

Artinya: “nikahilah perempuan yang penuh cinta kasih lagi subur


rahimnya, sungguh aku bangga memiliki banyak umat”. (H.R. Abu
Dawud).

Berdasarkan dua tujuan ini, Islam menetapkan adanya pernikahan


serta mengaturnya, dengan adanya ketetapan dan aturan Islam, pernikahan
tidak hanya dipandang sebagai hubungan keperdataan saja. Artinya
perkawinan adalah hubungan antara satu manusia dengan manusia laini
yang disahkan pegawai catatan sipil, tanpa memperhatikan tuntunan-
tuntunan agama, tetapi Islam memandang pernikahan sebagai ibadah dan
muamalat yang melibatkan manusia dengan manusia lainnya dan Allah
SWT.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat yang


pluralistik dengan beragam suku dan agama,dalam kondisi keberagaman
seperti ini, bisa saja terjadi interaksi sosial di antara kelompok-kelompok
masyarakat yang berbeda yang kemudian berlanjut pada hubungan
pernikahan.Makalah ini memaparkan bagai mana pernikahan lintas agama
dalam persepektif Fiqih Islam dan hukum positif Indonesia.

2
‘Abd al-Wahhab Khallaf, ‘Ilmu Ushal al-Fiqh, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Bairut,
2008, h. 161.
Pembahasan

A. Nikah dengan Perempuan Musyrik (Animis /Paganis)


Allah berfirman:

َ
‫خْيففٌر‬َ ‫ة‬ ِ ْ ‫مؤ‬
ٌ ‫مَنفف‬ ّ ‫ة‬ ٌ ‫م‬َ ‫ن وَل‬ ّ ‫م‬ِ ْ‫حّتى ي ُؤ‬َ ‫ت‬ ِ ‫كا‬َ ِ‫شر‬
ْ ‫م‬ ُ ْ ‫حوا ْ ال‬
ُ ِ ‫وَل َ َتنك‬
َ
‫حّتى‬ َ ‫ن‬َ ‫كي‬ ِ ِ‫شر‬ ِ ‫م‬ُ ْ ‫حوا ْ ال‬
ُ ِ ‫م وَل َ ُتنك‬ َ ْ‫شرِك َةٍ وَل َوْ أع‬
ْ ُ ‫جب َت ْك‬ ْ ‫م‬ ّ ‫من‬ ّ
َ
‫م‬ْ ‫جب َك ُف‬َ ْ‫ك وَل َفوْ أع‬ ٍ ِ‫شفر‬ ْ ‫م‬ ّ ‫مففن‬ ّ ‫خي ْفٌر‬ َ ‫ن‬
ٌ ‫م‬ ّ ٌ ‫مُنوا ْ وَل َعَب ْد‬
ِ ْ ‫م فؤ‬ ِ ْ‫ي ُؤ‬
‫ة‬
ِ ‫جن ّف‬َ ْ ‫ه ي َفد ْعُوَ إ ِل َففى ال‬ُ ‫ن إ ِل َففى الن ّففارِ َوالل ّف‬َ ‫عو‬ُ ْ ‫ك ي َفد‬ َ ِ ‫أ ُوَْلف فئ‬
‫ن‬ ْ ُ‫س ل َعَل ّه‬
َ ‫م ي َت َذ َك ُّرو‬ َ ْ ‫َوال‬
ُ ّ ‫مغِْفَرةِ ب ِإ ِذ ْن ِهِ وَي ُب َي‬
ِ ‫ن آَيات ِهِ ِللّنا‬
artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari
wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah: 221)

Nash diatas dengan jelas melarang mengawini wanita musyrik.Demikian juga


pendapat para ulama menegaskan demikian.

B. PERKAWINAN PRIA MUSLIM DENGAN WANITA AHLI KITAB

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum perkawinan pria muslim


dengan wanita ahli kitab.
1. Menurut pendapat Jumhur Ulama Baik Hanafi,Maliki,Syafi’i
maupun Hambali,seorang pria muslim diperbolehkan kawin dengan wanita
ahli kitab yang berada dalam lindungan (kekuasaan) negara Islam(ahli
Dzimmah)3

2. Ibn Umar, salah satu putra Umar bin Khattab, berpendapat bahwa
ahli kitab itu sebagai penganut kemusyrikan yang lebih besar daripada
kemusyrikan yang dianut bangsa Arab. Apakah statemen Ibn Umar ini
berarti ia mengharamkan pernikahan dengan ahli kitab? Mengomentari
pernyataan Ibn b. Umar ini, al-Jashshas, salah seorang mufassir kesohor
bermazhab Hanafi, seperti dikutip Tafsir Tematik al-Qur’an, menyatakan
bahwa sebetulnya Ibn Umar tidak sampai mengharamkan, tetapi tidak
senang melihat orang Islam menikah dengan ahli kitab.4

3. Golongan Syi’ah Imamiah dan syi’ah Zaidiyah berpendapat,bahwa


pria muslim tidak boleh kawin dengan wanita ahli kitab.5

Golongan pertama, (Jumhur Ulama) mendasarkan pendapat mereka


kepada beberapa dalil Firman Allah dalam surah al-maidah ayat 5




 
 
 

 
 
    

   
     
 

 


 
 
   

3
M. Ali Ashhabuni. Rawai’ul Bayan. Dar El-Kutub Islamiyah: Jakarta, 2001. Juz
1. Hal. 425
4
Al-Jashshash, Ahkâm al-Qur’an (Beirut: Dar al-Kitab al-`Araby, 1335 H), 332-
3
5
Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu. Dar El-Fikr: Suriah, th) Juz 9.
Hal. 168.
artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-
baik.Makanan(sembelihan)orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal
bagimu,dan makanan kamu halal pula bagi mereka (dan dihalalkan
mengawini)wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara Jaga
kehormatan diantara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu.

Golongan kedua, (Syi’ah) melandaskan pendapatnya pada beberapa


dalil, Firman Allah:


 
 


 


Artinya: Dan jangan lah kamu nikahi wanits-wanita musyrik ,sebelum


mereka beriman... (al-Baqarah:221)

Kalau kita perhatikan pendapat Syi’ah (Imamiyah dan Zaidiyah)


maka mereka menganggap bahwa ahli kitab itu musyrik. Akan tetapi
didalam Al-quran sendiri dinyatakan bahwa ahli kitab dan musyik itu tidak
sama, sebagaimana firman Allah:


  
 

 

  
 


 
 

 

  

 

Artinya: Sesungguhnya orang-orang kafir,yakni ahli kitab dan orang-


orang musyrik (akan masuk) keneraka jahanam ,mereka kekal
didalamnya.Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk (al-Bayinah:6)
Dalam ayat diatas cukup jelas,bahwa ahli kitab dan musyrik itu
berbeda.Kemudian dikalangan Jumhur Ulama membolehkan kawin
dengan ahli kitab, juga berbeda pendapat:

1. Sebagian mazhab Hanafi,Maliki,Syafi’i dan Hambali mengatakan


bahwa perkawinan itu makruh.6

2. Menurut pendapat sebagian mazhab Maliki,Ibnul Qosim,Khalil


bahwa perkawinan itu diperbolehkan secara mutlak dan ini merupakan
pendapat Malik.7

3. Az-Zarkasyi(mazhab Syafi’i)mengatakan bahwa pernikahan itu


disunatkan apabila wanita ahli kitab itu diharapkan dapat masuk
Islam,Sebagai contohnya adalah perkawinan Usman bin Affan dengan
Nailah.8

C. Pernikahan antara wanita muslimah dengan laki-laki non muslim.

Di dalam al-Qur’an Allah berfirman dalam surat al-Mumtahanah ayat 10:



 
 
 


 


  

 

 
 

 

 

6
Abu Bakar bin Muhammad Syata.I’ana ath-Thalibin, (Dar El-Fikr: Beirut, tt)
juz. 3. Hal. 294.
7
Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala Madzah al-Arba’ah. (melalui aplikasi
maktabah Syamilah) Juz. 4. Hal. 45.
8
Manshur ath-Thabalawi. Tuhfah al-Muhtaj fi syarh Mahaj. (melalui aplikasi
maktabah syamilah.) Juz. 30. Hal. 355.
    
   




Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu


perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu
telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah
kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir.
mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu
tiada halal pula bagi mereka.

Ketetapan bahwa perempuan muslim tidak boleh menikahi laki-laki non


muslim (musyrik dan ahlu kitab) juga di dukung olek ijma’ ulama. 9

D. Kawin Beda Agama Menurut Undang-undang

Dalam kasus yang nyata, bahwa untuk mengadakan perkawinan yang


berbeda keyakinan tentu menemukan banyak kendala dan kesulitan-kesulitan.
Kita lihat saja dalam Undang-undang yang menjadi dasar aturan kita,
Undang-undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 2 ayat 1
mengungkapkan : “perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.”10 Berarti perkawinan
hanya dapat dilangsungkan bila para pihak (calon suami dan isteri) menganut
agama yang sama. Dari perumusan pasal 2 ayat 1 ini tidak ada perkawinan di
luar hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Bila ingin
melangsungkan perkawinan, salah satu pihak harus menundukkan diri atau
harus menganut satu agama yang sama. Sehingga pelaksanaan perkawinan
harus menggunakan tata cara perkawinan yang sama, misalnya menurut
hukum Islam atau Kristen, atau Protestan, dan seterusnya.
9
Sayyid Sabiq, Fiqhas-Sunnah (melalui aplikasi maktabah syamilah). Juz. 2
Hal. 105
10
Undang-undang perkawinan di Indonesia, Surabaya : Arloka, hlm 6
Penundukan diri terhadap salah satu hukum agama lebih sering
digunakan dalam menyiasati problem perkawinan beda agama. Dengan
demikian perkawinan baru dapat dicatatkan dan sah menurut hukum negara.
(Pasal 2 ayat 2 : bahwa perkawinan harus dicatat.). 11 Perkawinan di Kantor
Catatan Sipil sebenarnya bukan merupakan perkawinan karena pencatatan
hanya berfungsi untuk mencatat telah terjadi perkawinan, sehingga tidak
hanya sah secara agama tetapi juga sah menurut hukum negara. Artinya para
pihak mendapat perlindungan hukum berupa akta perkawinan dan bagi anak
kelak mendapat akta kelahiran. Bila perkawinan tidak dilakukan pencatatan,
mereka tak mendapat akta perkawinan dan anaknya tak mendapat akta
kelahiran. Dengan demikian pencatatan merupakan bentuk pengesahan
perkawinan oleh hukum negara.

Namun, kalau diteliti lebih lanjut Undang-undang perkawinan ini tidak


menjelaskan secara tegas apakah kawin beda agama dibolehkan atau tidak.
Karena konteks yang dipakai dalam pasal 2 ayat 1 tersebut mengesahkan
perkawinan menurut hukum masing-masing agama. Dengan demikian, boleh
tidaknya perkawinan beda agama dikembalikan pada agama masing-masing
dan hukum negara tinggal mengikutinya. Jadi, apabila hukum agama itu
membolehkannya, misalnya saja Islam dan Kristen. Dalam hukumnya sama
sekali tidak melarang mengadakan pernikahan silang (beda agama) maka
tentu negara tidak bisa menghalang-halangi terjadinya perkawinan tersebut.

E. Kawin Beda Agama Menurut KHI

Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), menyebutkan bahwa dasar-


dasar perkawinan yang sah adalah perkawinan yang didasarkan pada hukum
Islam. Ini dapat dilihat pada pasal 4 bab 2 dalam KHI, menyebutkan :
“perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai
dengan pasal 2 ayat I Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

11
H Sudarsono SH MS, Konsultasi : Rumitnya Kawin Beda Agama, 02
September 2007, http://www.surya.co.id/web Powered by Joomla.
perkawinan.”12 Jadi bagi orang Islam, perkawinan tidak akan dianggap sah
apabila dilakukan di luar hukum Islam. Sedangkan bagi non muslim harus
sesuai hukum agamanya sendiri, sesuai pasal 2 ayat 1 Undang-undang No. 1
Tahun 1974 tadi.

F. Kawin Beda Agama dari Aspek HAM

Penitikberatan terhadap larangan kawin beda agama oleh UU dan


hukum agama ternyata ditentang keras oleh para pejuang HAM. Adanya
penolakan terhadap perkawinan beda agama di Indonesia pada dasarnya
merupakan tindakan yang diskriminatif yang tidak sesuai prinsip-prinsip
HAM itu sendiri. Padahal, masalah agama merupakan salah satu komponen
HAM yang dijamin oleh UUD sebagai peraturan perundang-undangan
tertinggi di Indonesia. Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD NRI
1945 dengan tegas menjamin adanya kebebasan menjalankan agama dan
kepercayaan yang dianut oleh setiap orang. Kebebasan beragama ini pada
dasarnya juga berarti negara tidak turut campur dalam masalah-masalah
agama, tak terkecuali dalam masalah perkawinan. Karena dalam UU HAM
Pasal 10 ayat 2 menyatakan bahwa perkawinan yang sah hanya dapat
dilakukan atas kehendak bebas dari kedua pihak. Jadi, prinsip perkawinan
hanya bisa dilakukan jika tidak ada paksaan dari kedua belah pihak. Dan
larangan yang menyatakan keharaman tentang perkawinan ini sangatlah
bertolak belakang dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia.

12
Ibid. UU perkawinan Indonesia
Penutup

Analisis

1. Di dalam fiqih Islam tidak menutup kemungkinan terjadinya nikah


lintas agama secara menyeluruh, islam masih membolehkan pernikahan
lintas agama dengan model pernikahan seorang laki-laki muslim dengan
wanita ahli kitab sedangkan hukum positif indonesia dan kompilasi hukum
islam menutup seluruh kemungkinan terjadinya pernikahan lintas agama.
Menurut hemat penulis, jalan yang lebih aman adalah menghindar dari
persoalan-persoalan yang banyak mengandung teka-teki dan memilih jalan
yang sudah jelas arahnya, yaitu kawin dengan sesama muslim. Dengan
demikian, resiko yang dihadapi lebih kecil, dalam membina rumah tangga.

Kemudian perlu diingat, bahwa dalam agama islam ada suatu


prinsip, yaitu suatu tindakan previntif (pencegahan). Ibarat, menjaga
kesehatan lebih utama atau lebih baik dari pada mengobati setelah
dibiarkan sakit lebih dahulu.

Membenarkan kawin dengan waniuta non muslim, berarti


mengundang penyakit, yaitu penyakit kufur (murtad). Menghindari kawin
dengan mereka, berarti telah mengdakan tindakan previntif. Dalam istilah

agama dikenal dengan ‫الدريعة‬ ‫سد‬ (menutup jalan), yaitu menjaga


sebelum terjadi hal-hal yang tidak baik.

Disamping itu ada lagi kaidah fiqih yang mengatakan:

‫درء المفاسففد مقففدم علففى جلففب الصففالح‬ menghindari dari


kemudharatan harus didahulukan atas mncari/menarik maslahat (kebaikan)

Setelah ditimbang-timbang, maka lebih banyak muhdaratnya daipada


manfaatnya. Umpamanya. Denganalasan dakwah, supaya wanita non
muslim itu dapat memeuk agama islam. Kita khawatir ibarat pepatah:
“tukang pancing dilarikan ikan”.

Pendapat penulis sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat


dalam kompilasi hukum islam, pasal 40 ayat (c), dilarang melangsungkan
perkawinan antara seorang pria beragama islam dengan seorang wanita
yang tidak beragama Islam. Sebaliknya pada 44 disebutkan, dilarang
melangsungkan perkawinan antara wanita beragama islam dengan seorang
pria tidak beragama islam.

Menurut hemat penulis, apa yang telah ditetapkan dalam kompilasi


Hukum Islam itu telah tepat dan keputusan yang amat bijaksana bagi
bangsa kita, yang mayoritas memeluk agama islam.

2. Kasus pernikahan laki-laki non muslim (Ahlu kitab dan Musyrik)


dengan wanita muslim tidak bisa dibenarkan baik menurut fiqih islam,
kompilasi hukum islam dan hukum positif negara indonesia.
Daftar Pustaka

Muhammad al-Khatib as-syarbini.. Mugni al-Mutij. jld lll. Dar al-Fikr: Bairut.

‘Abd al-Wahhab Khallaf. 2008. ‘Ilmu Ushal al-Fiqh. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah:
Bairut.

M. Ali Ashhabuni. 2001. Rawai’ul Bayan. Juz 1. Dar El-Kutub Islamiyah:


Jakarta.

Al-Jashshash. 1335 H. Ahkâm al-Qur’an. Dar al-Kitab al-`Araby: Beirut.

Wahbah Zuhaily. t. Th. Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu. Juz 9. Dar El-Fikr:


Suriah.

Abu Bakar bin Muhammad Syata. t. Th. I’anatu ath-Thalibin. Juz 3. Dar El-Fikr:
Beirut.

Abdurrahman al-Jaziri. al-Fiqh ‘ala Madzah al-Arba’ah. Juz 4. (melalui aplikasi


maktabah Syamilah).

Manshur ath-Thabalawi. Tuhfah al-Muhtaj fi syarh Mahaj. Juz 30. (melalui


aplikasi maktabah syamilah).

Sayyid Sabiq, Fiqhas-Sunnah. Juz 2. (melalui aplikasi maktabah syamilah).


Undang-undang perkawinan di Indonesia, Arloka : Surabaya.

Sudarsono. 02 September 2007. Konsultasi : Rumitnya Kawin Beda Agama.


(Diambil dari http://www.surya.co.id/web Powered by Joomla).

You might also like