Professional Documents
Culture Documents
Potret Buram
Meski harus diakui ada beberapa film sampah, tetapi film berkualitas
hadir dengan prosentase lebih besar. Ini patut disyukuri.
Konotasi film dewasa, film panas dan film porno jelas berbeda.
Umumnya film dewasa jika dalam poster film tercantum tulisan 17
Tahun ke atas (ada pula film untuk semua umur).
Film untuk 17 tahun ke atas jelas film dewasa. Sebab tidak ada
kategori lainnya, seperti film untuk 20 tahun ke atas dan seterusnya.
Hal itu menunjukkan bahwa film dewasa layak ditonton untuk yang
berusia di atas 17 tahun (tetapi banyak bioskop tidak peduli. Pelajar
SMP bebas menonton).
Ambil contoh, film Last Tango in Paris yang dibintangi Marlon Brando.
Film tersebut masuk kategori film panas terbesar dalam sejarah
industri perfilman Hollywood. Padahal adegan seks yang ditampilkan
hanya gerakan tubuh menirukan adegan seks, tetapi tidak ada
visualisasi alat kelamin.
Pada era 70-80 an, aktris panas seperti: Sylvia Kristel, Nastassja Kinski,
Edwige Fenech dan Gloria Guida sempat populer di negeri ini. Mereka
sering menampilkan adegan seks, tetapi hanya sekadar gerakan
sensual. Busana tetap dipakai, setidaknya masih mengenakan celana
dalam. Pada masanya, mereka adalah simbol seks.
Meski tidak jelas, apakah celana dalam itu bersih atau celana dalam
yang sedang dipakainya. (Andaikan celana dalam itu yang sedang
dipakai, tidak jelas pula apakah pembelinya yang melepas celana
dalam tersebut dari tubuh Edwige atau dia sendiri yang melepasnya).
Tetapi yang pasti kedatangannya sangat meriah. Ada banyak orang
yang berminat melihatnya secara langsung. Dan tentu lebih banyak
lagi yang ingin tidur bersamanya.
Aktris film panas seperti Edwige Fenech cukup banyak di negeri ini.
Sebut saja, Kiki Fatmala dan Inneke Kusherawati (subhanallah, kini
Inneke berjilbab). Keduanya sering tampil dengan pakaian seksi dan
transparan. Tetapi payudara dan vagina tetap tertutup rapat bagi mata
penonton. Keduanya sering disebut aktris panas. Film-film Warkop DKI
sering menghadirkan sensualitas perempuan.
Harus diakui bahwa adakalanya saat dilakukan syuting, aktris bisa saja
tampil telanjang bulat. Tetapi setelah proses editing, gambar yang
muncul tidak secara vulgar menampilkan ketelanjangan.
Sebab mereka memang tidak sedang membuat film porno atau film
biru (blue film/hardcore). Visualisasi yang ditampilkan hanya
ketelanjangan, meski rambut kemaluan terkadang terlihat jelas.
Tentu saja tidak ada data seberapa banyak lelaki dan perempuan
negeri ini yang pernah melihat vagina Miyabi. Tetapi dapat diduga,
jumlah orang yang ingin melihat vagina Miyabi akan semakin
meningkat dengan tampilnya dia di layar lebar.
Dan yang pasti, para produsen DVD bajakan yang paling diuntungkan
dengan kedatangan Miyabi. Mereka melihatnya sebagai peluang bisnis
besar yang tidak boleh dikesampingkan.
Penonton bioskop yang akan melihat film Menculik Miyabi tidak puas
sebelum melihat vagina Miyabi secara jelas. Bahkan usai menonton di
bioskop, para penonton berbondong-bondong melanjutkan melihat
koleksi film porno Miyabi di rumah masing-masing.
Fantasi kelamin
Dengan kata lain, Raditya dan Maxima tidak lebih hanya mencontek.
Tetapi dengan pijakan rapuh atau malah sangat bodoh. Memang
belum jelas, apakah itu murni ide Raditya atau Odi Mulya Hidayat,
produser Maxima. Yang pasti, produsen film ingin meraup untung
besar
Maka dari itulah, ide cerdas, seperti dikatakan Raditya di awal tulisan,
tidak lebih dari upaya pemuasan fantasi kelamin lelaki dan
perempuan.
BaNi MusTajaB
Gambar
-(1-2)Edwige Fenech
-(3-4)Gloria Guida
-(5-6)Sylvia Kristel
-(7-9)Sasha Grey
Sumber:
http://gus7.wordpress.com/2009/09/27/pesona-vagina-maria-ozawa-
dan-fantasi-kelamin-raditya-dika/