Professional Documents
Culture Documents
Tak pelak lagi kasus perselisihan warga yang hampir menyeret konflik etnis
tersebut telah mengusik ingatan kita tentang kasus konflik etnis antara tahun 1997-1999.
Semua konflik yang melibatkan komunal selalu dimulai oleh permasalahan-permasalahan
yang terkesan sepele, yang kadang tidak ada hubungannya dengan masalah etnis
sekalipun. Namun dengan cepat ia membakar sentimen keetnisan warganya dengan cepat,
hingga menjadi tidak terkendali.
Isu konflik etnis sendiri dalam banyak kasus hanyalah bungkusan dari isu-isu
marginalitas dari rasa ketidakadilan dan ketidaksejajaran, baik dalam domain politik,
ekonomi, maupun sosial budaya. Banyak sudah penelitian yang membahas hal itu di
Kalbar. Saya tidak berpretensi untuk mengulasnya lebih jauh. Namun apabila
permasalahan-permasalahan tersebut tidak diagendakan untuk diselesaikan oleh
pemerintah daerah di Kalbar, maka dapat dipastikan konflik etnis yang ada di Kalbar
suatu saat akan muncul kembali dalam wujud ketidakpuasan yang berbeda. Etnis dalam
hal ini menjadi sentimen yang sangat mudah dipicu untuk memwujudkan afiliasi-afiliasi
politik seseorang.
Penyelesaian Konflik Yang Tidak Pernah Selesai
Dalam konteks Kalbar, pemerintah menganggap konflik telah selesai ketika para
pengungsi akibat konflik telah dipindah lokasi pemukiman baru Tebang Kacang. Mereka
tidak melihat bahwa perasaan-perasaan curiga, stereotype, dan prasangka antara etnis
masih berkembang ditingkat masyarakat Kalbar. Masih adanya penolakan oleh kelompok
etnis tertentu kepada kelompok etnis yang lain di Kalbar untuk kembali ke asalnya
hingga kini masih terjadi. Permasalahan-permasalahan kejelasan hak para pengungsi dan
korban konflik etnis, terutama bagi etnis yang kalah, hingga kini masih buram.
Pemerintah daerah tidak mau secara terbuka membicarakan kasus-kasus tersebut secara
terbuka. Dilain sisi muncul dugaan bahwa pemerintah daerah mencoba untuk membatasi
ruang dialog antar etnis pada isu-isu tertentu karena alasan sensitivitas isu yang
ditakutkan akan menganggu stabilitas keamanan.
Salah satu dampak yang timbul ditingkat publik adalah adanya penolakan-
penolakan dan keengganan sebagian masyarakat di Kalbar untuk membicarakan isu-isu
etnis secara terbuka untuk mencari penyelesaiannya. Atau misalnya penolakan
masyarakat Melayu diSambas yang hingga kini menolak kembalinya masyarakat Madura
di wilayah Sambas. Oleh pemerintah sendiri kasus konflik antar sukubangsa ini
dinyatakan telah selesai dengan dipindahkannya para pengungsi ke tempat pemukiman
baru (Tebang Kacang). Namun permasalahannya tidak sesederhana itu. Banyak persoalan
dilapangan yang belum terselesaikan hingga saat ini. Seperti misalnya bagaimana hak-
hak milik para pengungsi di daerah asal (Sambas) yang telah ditinggalkan dan pemulihan
kehidupan mereka dilokasi pengungsian yang menurut mereka lebih menyerupai lokasi
pengucilan dari kelompok masyarakat lainnya.