You are on page 1of 8

Rukun & Syarat Nikah

www.ilmuseksislam.com/?id=nunu
17 Desember 2007 — tafany

By. Agung, M.Santoso, Ahmadi, Nur Muthmainnah, Ayuningtyas

Rukun Nikah

Rukun adalah bagian dari sesuatu, sedang sesuatu itu takkan ada
tanpanya.Dengan demikian, rukun perkawinan adalah ijab dan kabul yang
muncul dari keduanya berupa ungkapan kata (shighah). Karena dari shighah ini
secara langsung akan menyebabkan timbulnya sisa rukun yang lain.
o Ijab: ucapan yang terlebih dahulu terucap dari mulut salah satu kedua
belah pihak untuk menunjukkan keinginannya membangun ikatan.
o Qabul: apa yang kemudian terucap dari pihak lain yang menunjukkan
kerelaan/ kesepakatan/ setuju atas apa yang tela siwajibkan oleh pihak
pertama.

Dari shighah ijab dan qabul, kemudian timbul sisa rukun lainnya, yaitu:
o Adanya kedua mempelai (calon suami dan calon istri)
o Wali
o Saksi

Shighah akad bisa diwakilkan oleh dua orang yang telah disepakati oleh
syariat, yaitu:
o Kedua belah pihak adalah asli: suami dan istri
o Kedua belah pihak adalah wali: wali suami dan wali istri
o Kedua belah pihak adalah wakil: wakil suami dan wakil istri
o Salah satu pihak asli dan pihak lain wali
o Salah satu pihak asli dan pihak lain wakil
o Salah satu pihak wali dan pihak lain wakil

Syarat-syarat Nikah

Akad pernikahan memiliki syarat-syarat syar’i, yaitu

terdiri dari 4 syarat:


o Syarat-syarat akad
o Syarat-syarat sah nikah
o Syarat-syarat pelaksana akad (penghulu)
o Syarat-syarat luzum (keharusan)

1. Syarat-syarat Akad

a). Syarat-syarat shighah: lafal bermakna ganda, majelis ijab qabul harus
bersatu, kesepakatan kabul dengan ijab, menggunakan ucapan ringkas
tanpa menggantukan ijab dengan lafal yang menunjukkan masa depan.

b). Syarat-syarat kedua orang yang berakad:

± keduanya berakal dan mumayyiz


± keduanya mendengar ijab dan kabul , serta memahami maksud dari ijab dan
qabul adalah untuk membangun mahligai pernikahan, karena intinya
kerelaan kedua belah pihak.

c). Syarat-syarat kedua mempelai:


o suami disyaratkan seorang muslim

• istri disyaratkan bukan wanita yang haram untuk dinikahi, seperti; ibu,
anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari bapak dan dari ibunya.

o disyaratkan menikahi wanita yang telah dipastikan kewanitaannya, bukan


waria.

2. Syarat-syarat Sah Nikah

a). Calon istri tidak diharamkan menikah dengan calon suami

b). Kesaksian atas pernikahan

³ keharusan adanya saksi

³ waktu kesaksian, yaitu kesaksian arus ada saat pembuatan akad

³ Hikmah adanya kesaksian


Pernikahan mengandung arti penting dalam islam, karena dapat
memberi kemaslahatan dunia dan akhirat. Dengan demikian ia harus
diumumkan dan tidak disembunyikan. Dan cara untuk mengumumkannya
adalah dengan menyaksikannya.

³ Syarat-syarat saksi

¥ berakal, baligh, dan merdeka

¥ para saksi mendengar dan memahami ucapan kedua orang yang berakad
¥ jumlah saksi, yatu dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan dua
orang perempuan. Q. S. Al-Baqoroh : 282

¥ Islam

¥ adil

c). Lafal (Shighah) akad perkawinan bersifat kekal


Demi keabsahan akad nikah, shighah disyaratkan untuk selamanya (kekal)
dan tidak bertempo (nikah mut’ah).

3. Syarat-syarat Pelaksana Akad (Penghulu)

Maksudnya ialah orang yang menjadi pemimpin dalam akad adalah orang
yang berhak melakukannya.

a). Setiap suami istri berakal, baligh, dan merdeka

b). Setiap orang yang berakad harus memiliki sifat syar’I : asli, wakil, atau
wali dari salah satu kedua mempelai.

4. Syarat-syarat Luzum (Keharusan)

a). Orang yang mengawinkan orang yang tidak memiliki kemampuan adalah
orang yang dikenal dapat memilihkan pasangan yang baik, seperti keluarga
atau kerabat dekat.

b). Sang suami harus setara dengan istri

c). Mas kawin harus sebesar mas kawin yang sepatutnya atau semampunya.

d). Tidak ada penipuan mengenai kemampuan sang suami.


e).Calon suami harus bebas dari sifat-sifat buruk yang menyebabkan
diperbolehkannya tuntutan perpisahan (perceraian).

Pertanyaan-pertanyaan:

1. Bayu

S: Kenapa wali dalam perkawinan harus laki-laki dan bukan perempuan?


J: “ janganlah perempuan menikahkan perempuan-perempuan lain, dan
jangan pula seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri.”

(H.R. Ibnu Majah dan Daruquthni)

2. Zainal

S: a). Apa yang dimaksud ‘telah dipastikan / disahkan kewanitaannya’?

b). Apa yang dimaksud ‘mas kawin sepatutnya’?


J: a). Maksudnya ialah orang yang akan dijadikan istri adalah benar-benar
seorang wanita, bukan waria. Cara mengetahui bahwa ia seorang wanita
atau waria, yaitu dalam proses ta’aruf atau masa perkenalan, kita bisa
melihat dari sikapnya, pergaulannya (dngan siapa ia bergaul), dari
keluarganya, serta dari tetangga atau kerabat dekatnya.
b). Sepatutnya disini mas kawin/ mahar yang diberikan dengan
kesepakatan dan keridhaan kedua belah pihak. Definisi ‘sepatutnya’
biasanya lebih condong ke permpuan, laki-laki menyesuaikan dengan
keadaan perempuan.
Sedangkan ‘semampunya’ lebih condong ke laki-laki dalam menentukan
mahar, tidak memberatkan pihak laki-laki karena sesuai kemampuan laki-
laki.

3. Khadijah
S: Dalam ijab qabul tidak disbutkan yang menikah itu sesame manusia,
bagaimana kalau salah satu pihaknya jin atau syaithan?
J: Kembali lagi ke tujuan menikah, kalau memang tidak tercapai maka
tidak bisa. Menikah adalah ibadah dan kalau ibadah itu sbaiknya dicari
yang di perintahkan, bukan dicari yang dilanggar. Karena sudah menjadi
fitrah manusia untuk menyukai sesama manusia, bukan terhadap hal yang
ghaib dan menentang syara’. Allah swt. telah mnciptakan manusia
berpasang-pasangan, yaitu manusia dengan manusia yang brlainan jenisnya
(laki-laki dan perempuan).

4. Ibu Sari

S: a). Kenapa rukunnya hanya ijab dan qabul?


b). Bagaimana kalau menikah tetapi wali (ayah kandung) tidak diketahui
keberadaannya?
J: a). Kami meringkas menjadi ijab qabul saja, karena dalam ijab qabul itu
sendiri rukun lainnya sudah pasti termasuk dalam ijab qabul itu. Rukun
lengkapnya yaitu: shighat (Ijab dan Qabul), kedua mempelai (calon suami
dan calon istri), wali, dan saksi.
b). Berusaha mencari ayah kandungnya dulu, karena yang diberi hak
menikahkan anaknya terutama yang perawan adalah ayah kandung. Ayah
mmiliki keistimewaan dari wali yang lain. Jika memang tidak ditemukan
maka walinya adalah wali jauh, ika tidak ada wali jauh maka wali hakim.

5. Maulana

S: a). Bagaimana menikah dengan orang yang berbeda agama?


b). Bagaimana hukumnya menikah dibawah tangan (nikah sirri)?
J: a). Tidak halal perkawinan wanita muslimah dengan laki-laki musyrik dan
sebaliknya dan uga ahli kitab. Lihat Q.S. Al-mumtahanah: 10 dan Q.S. Al-
Baqarah: 22.
b). Menikah dibawah tangan sah hukumnya menurut agama, tetapi tidak
tercatat di KUA. Hendaknya dalam pernikahan dipakai konsep halalan
toyyiban. Menikah jenis ini memang baik dan sah menurut rukun dan
syaratnya, tapi konsekuensi dari pernikahan ini agak lebih berisiko. Selain
itu, tujuan adanya pencatatan di KUA agar kedua belah pihak bisa
mempunyai hak yang sama di mata hokum dan tidak ada yang dirugikan.
Selama tujuan dari pemerintah dalam mengadakan pencatatan sipil adalah
baik, maka kita harus mematuhinya.

6. Indah
S: Lebih baik mana ijab qabul secara terpisah atau digabung antara kedua
calon mempelai?
J: Baiknya secara terpisah agar tidak terjadi kontak fisik sebelum
menjadi muhrim. Akan tetapi, dilihat kondisinya, jika dalam kesehariannya
calon mempelai biasa dengan khalwat ataupun tidak memakai syari’at Islam
dalam membina hubungan sebelum menikah, maka penggunaan hijab tidak
akan ada manfaatnya.

7. Nur Mawadah

S: Bagaimana jika walimatu ‘ursy dipisah antara ikhwan dengan akhwat?

J: Tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Jika keduanya sepakat


untuk dipisah atau digabung, pastinya mempunyai kelebihan dan kekurangan
tersendiri. Selain itu, lihatlah kondisi adat (kebiasaan) dan budaya yang biasa
dipakai, karena masing-masing daerah maupun negara mempunyai adat dan
budaya yang berbeda dalam hal ini.
Ditulis dalam Fiqih. 23 Komentar »

23 Tanggapan ke “Rukun & Syarat Nikah”

1. Khadijah, winda,eli, ridwan, faiz Says:


19 Desember 2007 pukul 13:30

A. Pengertian thalaq
- menurut bahasa : memutuskan ikatan
- menurut istilah : memutuskan ikatan pernikahan yang dilakukan oleh suami.

- Dalil tentang thalaq ada pada surat Al-baqarah: 227.

B. Hukum thalaq
Asal hukum thalaq adalah makruh karena Allah tidak menyukai hal tersebut,
walaupun sebenarnya thalaq itu boleh.
Dalam hadits dikatakan: “Suatu yang halal tetapi dibenci Allah ialah thalaq.( HR.
Abu Daud, Ibnu Majah)

C. Macam-macam Thalaq
thalaq dibagi menjadi dua, yaitu :
1) thalak secara jelas. contohnya : sang suami mengatakan kepada isterinya “Aku
menceraikan Engkau”.
thalaq secara jelas rukunnya ada 3, yaitu :
- yang menalak (suami)
-yang ditalak (isteri)
-lafadz
2) thalaq secara kinayah. contohnya: sang suami mengatakan kepada isterinya
“Pulanglah Engkau ke rumah orang tuamu”.
thalaq kinayah rukunnya ada 4, yaitu:
-yang menalak (suami)
-yang ditalaq (isteri)
-niat
-lafazh

D. Syarat- syarat Thalaq :


a. tidak dipaksa
b. sehat akalnya
c. tidak dalam keadaan mabuk

pertanyaan-pertanyaan:

1. syifa

S : -bagaimana jika seorang suami lupa bahwa dia sudah


menceraikan isterinya berapa kali?

- Dan bagaimana bila sang isteri membayar laki-laki untuk menikahinya agar sah
ruju’nya?

J : -Kalau dia lupa seperti lupa pada shalat, maka dihitung yang paling kecil
hitungan thalaknya, atau bertanya pada isterinya atau orang lain yang mengetahui
ucapan thalak tersebut.
– Boleh laki-laki dibayar untuk menghalalkan ruju’ kembali asal dalam
pernikahannya ini dia sudah melakukan ijma’. tetapi bila sang isteri dalam
pernikahannya yang kedua dia menyukai lelaki bayarannya, maka berhak baginya
untuk tidak ruju’ kepada mantan suaminya.

2. Agung

S : Jelaskan surat Al- Baqarah ayat 227


J : Jadi maksudnya, apabila sang suami bertekad untuk mentalak isterinya, maka
jatuhkanlah talaknya karena Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar apa
yang ada di dalam hati setiap manusia.

3. Taufan

S : Sahkah apabila suami mengucapkan thalaq dengan main-main?


J : Sah, karena menurut sebagian ulama,kata thalaq yang diucapkan secara jelas
maka sah thalaknya walaupun dalam keadaan main-main.

4. Bu Sari

S : Apabila suami dalam keadaan sakaratul maut menceraikan isterinya agar si


isteri tidak mendapatkan warisan, maka sahkah perceraiannya itu?

J : Sah, lagipula dilihat dulu sang suami menceraikan isterinya saat si isteri dalam
keadaan apa. jika dalam keadaan iddah, maka si isteri bisa mendapatkan warisan.
Namun apabila masa iddahnya sudah lewat, maka isteri tidak mendapatkan
warisan.

5. muthmainah

S : Kenapa KUA dengan mudahnya menyetujui gugatan cerai?


J : KUA memutuskan perceraian melalui berbagai prosedur yang panjang. salah
satunya dengan mengirim bawahannya untuk menyelusuri permasalahan suami-
isteri yang ingin bercerai, apabila benar-benar tidak bisa disatukan lagi, maka
pengadilan memutuskan perceraian. itupun dengan thalak satu karena pengadilan
tidak mau mengambil resiko.

You might also like