You are on page 1of 10

PENERAPAN FUNGSI MANAJEMEN DALAM RANGKA

MENINGKATKAN KUALITAS KINERJA FUNGSI RESKRIM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Polri sebagai salah satu institusi yang mengemban fungsi pelayanan publik dituntut
untuk mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dengan menampilkan
kinerja kesatuan yang profesional dan handal di bidangnya. Kompleksitas dan ragam tugas
Polri menuntut kemampuan pimpinan dalam mengorganisir dan memanage seluruh lapis
kemampuan dalam organisasi Polri dalam pelaksanaan tugasnya. Berdasarkan undang-
undang, Polri memiliki tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
masyarakat sebagaimana disebutkan dalam pasal 13 Undang-Undang No. 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam era reformasi dan globalisasi sekarang ini, tuntutan tugas Polri semakin tinggi
dan berat sehingga tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat semakin sulit
dilaksanakan, sebagai akibat dari perkembangan kejahatan yang meningkat baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Selain dari itu sikap kritis dari masyarakat terhadap kinerja
Polri dan semakin banyaknya lembaga-lembaga pemerhati maupun lembaga-lembaga
swadaya masyarakat yang tumbuh berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
serta tidak kalah pentingnya perubahan struktural Polri yang dulunya merupakan bagian dari
institusi militer yang tergabung dalam ABRI dan sekarang berdiri sendiri sehingga banyak
harapan dari masyarakat agar Polri mampu membangun postur yang ideal sebagai polisi
yang berwatak sipil dan mampu menjadi tulang punggung bangsa ini dalam menangani
permasalahan kamtibmas yang perkembangannya makin kompleks.

Pasca pemisahan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dari Tentara


Nasional Indonesia (TNI), Polri berusaha membangun image, sekaligus paradigma baru.
Image Polri yang semula militeristik dan cenderung represif berangsur-angsur mulai berubah
dengan paradigma barunya sebagai pengayom, pelayan dan pelindung masyarakat (to serve
and protect). Menuju "Profesionalisme Polri" merupakan koridor yang hendak diwujudkan
dalam perubahan ini. Memang disadari tidaklah mudah melakukan perubahan terhadap
budaya militeristik serta paradigma alat negara yang sudah mengakar di Polri.

Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat juga terkandung dalam tugas-tugas


penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri yang dalam hal ini dilaksanakan oleh satuan
reskrim yang mana dalam pelaksanaan penyidikan perlu diterapkan prinsip-prinsip
manajemen sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Di dalam rumusan Pasal 14 ayat (1)
huruf g Undang-undang No.2 tahun 2002 disebutkan bahwa Dalam melaksanakan Tugas
Pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia
bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Undang-undang
No.8 tahun 1981 (KUHAP) memberikan peran utama kepada Kepolisian Negara Republik
Indonesia untuk melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana (secara
umum) tanpa batasan lingkungan kuasa soal-soal sepanjang masih termasuk dalam lingkup
hukum publik, sehingga pada dasarnya Polri oleh KUHAP diberi kewenangan untuk
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana, tetapi disamping itu
KUHAP juga memberikan kewenangan kepada PPNS tertentu untuk melakukan penyidikan
sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya masing-masing.1

Salah satu bentuk nyata dari pelayanan kepada masyarakat adalah dengan
menegakkan supremasi hukum dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban yang
diwujudkan dalam upaya meningkatkan profesionalisme Polri di bidang penyidikan Tindak
Pidana yang dilakukan dengan penerapan fungsi manajemen sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai yaitu penyelesaian perkara secara tuntas serta penyidikan yang
efektif dan efesien.2 Penerapan fungsi manajemen dalam penyidikan tindak pidana ini sudah
tentu berakibat positif dalam membantu tugas-tugas penyidik dan atau penyidik pembantu
dalam pelaksanaan tugasnya yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.

1
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 3209 tahun 1981).
2
Drs. H. Pakpahan Msi, (2009), Catatan Kuliah Manajemen Reskrim Mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian
angkatan 55, tidak diterbitkan.

2
B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas yang menjadi masalah dalam pembahasan makalah ini
adalah “Bagaimana penerapan fungsi manajemen dalam meningkatkan kualitas kinerja
fungsi reskrim ?”

Persoalan-persoalan yang akan dijawab dalam makalah ini adalah :


a. Bagaimana kondisi nyata kinerja fungsi Reskrim saat ini ?
b. Faktor-faktor yang menghambat kinerja fungsi Reskrim ?
c. Bagaimana fungsi manajemen dapat diimplementasikan dalam
pelaksaan tugas fungsi reskrim sehingga kualitas kinerja dapat meningkat ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi nyata kinerja fungsi reskrim saat ini

Selama ini fungsi reserse yang menjadi ujung tombak keberhasilan Polri cukup
banyak memberikan andil dalam membentuk penilaian yang positif terhadap kinerja Polri,
pengungkapan jaringan teroris di Indonesia, pengungkapan kasus kejahatan berskala
nasional dan internasional dan berbagai kasus besar lainnya menunjukkan eksistensi fungsi
reserse. Namun disadari juga bahwa masih banyak kekurangan fungsi reskrim sebagaimana
hasil analisa pelayanan pengaduan masyarakat yang menunjukkan hasil sekitar 80% dari
pengaduan yang masuk ke Mabes Polri adalah berhubungan dengan kinerja fungsi reskrim
yang dinilai kurang bahkan tidak profesional.

Beberapa sisi negatif Reserse Polri saat ini, sebagaimana diungkapkan Jenderal Polisi
Kunarto3, beberapa keluhan masyarakat terhadap Polri khususnya pada peran Reskrim antara
lain :
a. Aparat yang tidak profesional sehingga semakin banyak kasus tak terungkap dan daerah
rawan kejahatan semakin bertambah.
b. Penyelesaian perkara kejahatan yang rendah.
3
Jenderal Polisi Kunarto, “Polisi : Harapan dan Kenyataan” (1996)

3
c. Perilaku aparat yang menyimpang dan penyalahgunaan wewenang dirasakan semakin
meresahkan.
d. Aparat dinilai ragu-ragu bertindak apalagi terhadap kasus-kasus tertentu yang justru
memiliki derajat keresahan tinggi.

B. Faktor yang menghambat kinerja fungsi reskrim

Selama penulis selama lebih dari 5 tahun menjadi seorang penyidik reserse banyak
kendala yang secara umum dialami sendiri oleh penyidik dalam menjalankan fungsi reserse
baik dalam tahapan penyelidikan maupun penyidikan, diantaranya adalah :
1. Kompetensi Penyidik
Seorang penyidik pada fungsi reserse semestinya bisa mempertanggung jawabkan hasil
penyidikannya berdasarkan hukum yang berlaku dalam arti bahwa dalam melaksanakan
kegiatan penyidikan adalah benar-benar secara profesional, namun pada kenyataannya
masih banyak kegiatan dan tindakan penyidik sehingga proses penyidikan tidak berjalan
secara optimal, efektif dan efisien. Contohnya adalah dimulai dengan dasar diberikannya
seorang penyidik sebelum melakukan penyidikan adalah banyak penyidik yang tidak
memiliki Sprin Penyidikan yang ini berarti sebenarnya berkas penyidikan yang ditanda
tangani oleh penyidik sebelumnya cacat hukum atau tidak sah karena penyidik belum
mempunyai kompetensi dalam melaksanakan kegiatan penyidikan.
2. Penentuan Status
Seringkali dalam menangani suatu perkara penyidik ragu-ragu untuk menetapkan status
tersangka apabila calon tersangka adalah orang yang memiliki kekuasaan dan pengaruh,
sehingga biasanya dipanggil dengan surat panggilan untuk diperiksa sebagai saksi
(terlebih dahulu) sampai adanya bukti yang lebih kuat mengarah kepada terperiksa
barulah status ditingkatkan.4 Belum lagi intervensi yang mungkin dihadapi oleh penyidik
terhadap kasus yang ditanganinya.
3. Dukungan Anggaran
Merupakan alasan fundamental yang biasanya dijadikan kambing hitam bila kinerja
Polres tidak optimal karena kurangnya dana operasional, namun pada kenyataannya bila
dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu anggaran penyidik cukup memberikan
harapan dimana bila penyidik mampu menyelesaikan suatu kasus pidana sampai dengan
4
“Status ditingkatkan” adalah istilah yang digunakan yang sering digunakan oleh penyidik saat merubah status
dari saksi menjadi tersangka

4
tahap ke-2 yaitu penyerahan berkas perkara, barang bukti dan tersangka ke kejaksaan
maka penyidik akan menerima dana penyidikan yang sudah dialokasikan oleh negara.
Hal tersebut sesuai dengan Teori Harapan oleh Victor Vroom yang menyatakan dimana
kekuatan suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu tergantung
pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh sesuatu
keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu.5

Untuk membahas kendala yang menghambat kinerja fungsi reskrim, penulis


menggunakan suatu konsep analisa. Konsep analisa yang akan dipergunakan adalah Konsep
Analisa Lingkungan Organisasi,6 yang merumuskan bahwa keadaan lingkungan suatu
organisasi dapat dipahami melalui analisa terhadap segmen-segmennya, yaitu bagian-bagian
dari dari lingkungan organisasi yang berpengaruh terhadap perilaku maupun performansi
organisasi. Menurut Djasmin Saladin, lingkungan organisasi dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal.

a. Lingkungan Internal
1. Personil Penyidik / Penyidik Pembantu (Man)
Faktor personil yang ada di dalam fungsi reserse menurut penulis menjadi faktor
yang paling mendasar perlu mendapatkan perhatian tentang bagaimana kompetensi
kemampuan seorang penyidik / penyidik pembantu dalam melaksanakan
penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana. Seperti yang sudah disampaikan
sebelumnya apakan penyidik sudah memiliki kewenangan penyidikan yang
dibuktikan dengan adanya Skep Penyidik, pengetahuan penyidik tentang kejahatan
dan perkembangannya, teknis penyelidikan dan penyidikan dan faktor kompetensi
personal penyidik yang lainnya seperti motivasi anggota dalam melaksanakan tugas.
2. Anggaran Penyidikan (Money)
Setelah pisahnya Polri dengan TNI, dukungan anggaran yang diberikan oleh negara
kepada Polri jauh lebih besar, fungsi reskrim pun mendapatkan dukungan anggaran
penyidikan yang jauh lebih besar yang walaupun pada kenyataannya tidak semua
kasus bisa terdukung oleh anggaran dikarenakan adanya “jatah”7 yang diberikan oleh
negara. Walaupun saat ini penyidikan sudah terdukung oleh anggaran, memunculkan
5
Steven P. Robbins, Perilaku Organisasi Jilid I, PT. Indeks Gramedia Group, Jakarta, 2003, hlm: 229.
6
Djasmin Saladin, “Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan”, dalam Said Saile dkk, Himpunan Teori /
Pendapat Para Sarjana yang Berkaitan dengan Kepolisian, (Jakarta : PTIK, 2009), hlm: 90.
7
“Jatah” istilah yang digunakan penulis untuk menggambarkan alokasi dana yang diberikan oleh Negara sebagai
anggaran penyidikan yang tidak sesuai dengan kondisi riil jumlah kejadian perkara pidana yang ditangani oleh
penyidik di suatu kesatuan.

5
suatu permasalahan baru adalah bagaimana mengatur penggunaan anggaran tersebut.
Maka penggunaan alokasi dana haruslah dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin
untuk benar-benar dapat mendukung pelaksanaan tugas fungsi reskrim sehingga
kualitas pelayanan dapat meningkat.
3. Sarana dan Prasarana (Material)
Perangkat penunjang lain sangat akan membantu fungsi reskrim dalam meningkatkan
kualitas kinerjanya, dengan berkembangnya teknologi informasi saat ini semestinya
mampu dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin tidak hanya dalam membantu
pelaksanaan tugas saja namun juga untuk mengikuti perkembangan kejahatan saat ini
yang semakin berkembang dalam bidang kejahatan berbasis teknologi informasi dan
komunikasi. Perangkat tersebut dapat berupa piranti keras maupun piranti lunak
berbasis teknologi seperti suatu program memanfaatkan database dalam proses
penyidikan seperti contoh Crime Investigation System (CIS).
4. Kemampuan teknis dan taktis penyidikan (Method)
Seperti yang sudah penulis sampaikan sebelumnya bahwa kemampuan ini merupakan
suatu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh penyidik / penyidik pembantu.
Disamping itu juga harus didukung dengan suatu pola kierja atau secara teknis adalah
Cara Bertindak (CB) yang benar dan tepat guna dalam melaksanakan kegiatan
penyidikan sehingga akan tercapai suatu peningkatan kualitas kinerja fungsi reserse.

b. Lingkungan Eksternal
Faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi kinerja reserse adalah faktor
diluar kedinasan atau lingkungan di sekitar fungsi kinerja penyidik, diantaranya adalah :
1. Wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada Polri sangatlah besar
sehingga menuntut penguasaan terhadap penegakan undang-undang tersebut yang
pada kenyataannya belum bisa dilaksanakan sepenuhnya oleh Polri.
2. Perkembangan kejahatan yang sangat pesat terutama kejahatan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi.
3. Jumlah kejahatan yang sangat tinggi menuntut mobiltas petugas penyidik yang
sebanding.
4. Banyaknya intervensi terhadap penyidikan, baik dari atasan penyidik sendiri maupun
instansi lain yang terkait dengan penyidikan.
5. Birokrasi yang masih rumi dan menyulitkan pada beberapa penyidikan tindak
kejahatan tertentu seperti dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang yang

6
untuk mendapakan barang bukti penyidik perlu untuk mendapakan file rekening
koran tersangka sedangkan surat permohonan pembukaan rahasia bank haruslah
ditujukan kepada Gubernur Bank Indonesia dengan pengirim tertanda tangan oleh
Kapolda.
6. Anggapan dan penilaian masyarakat yang masih cenderung negatif terhadap Polri
khususnya penyidik seperti yang sudah penulis sampaikan pada bab pendahuluan
bahwa 80% pengaduan yang masuk ke Mabes Polri adalah terhadap pelayanan fungsi
reserse.

Analisa terhadap kendala tersebut haruslah mendapat perhatian baik oleh organisasi,
pimpinan, anggota reserse sendiri dan pihak lain yang terkait seperti pemerintah. Karena
suatu keadaan akan menjadi semakin buruk kalau tidak ada seorangpun atau instansi yang
dipercaya menangani pemeliharaannya memberikan perhatiannya pada keadaan tersebut
(Teori Fixing Broken Windows – George L. Kelling dan Chatherine M.). Dalam
memperbaiki situasi yang ada kendala di dalamnya terutama terhadap pelaksanaan tugas
fungsi reserse dalam penanggulangan kejahatan harus ada institusi dalam hal ini internal
kepolisian bekerjasama dan dibantu oleh masyarakat yang berkonsentrasi melalui tindakan
kepolisian dalam rangka melindungi, mengayomi masyarakat guna terciptanya rasa aman
dan tentram dalam masyarakat.8

C. Implementasi manajemen dalam pelaksaan tugas fungsi reskrim sehingga kualitas


kinerja dapat meningkat

Dari uraian pada pembahasan permasalahan dan kendala diatas maka timbul
pertanyaan yaitu bagaimana penerapan manajemen tersebut dalam proses penyidikan?

Untuk menjawab pertanyaan diatas maka perlu menerapkan prinsip-prinsip


manajemen tersebut (planning, organizing, actuating dan controlling) dalam setiap proses
penyidikan dalam hal ini mulai dari proses pembuatan laporan polisi, penyelidikan,
pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan,
pemberrkasan, penyerahan berkas perkara dan tsk serta barang bukti sehingga tindakan yang
dilakukan oleh penyidik / penyidik pembantu dalam setiap upaya atau langkah tindakannya
adalah efektif dan efisien. Mengapa penyidikan tersebut harus efektif dan efisien, karena:
8
Kunarto, Fixing Broken Window, PT. Cipta Manunggal Kebudayaan, 1998, hlm: 373.

7
1. Masa penahanan yang dilakukan penyidik adalah terbatas dan dibatasi.
2. Banyaknya kasus atau perkara yang diterima oleh Polri dan tidak bisa ditolak.
3. Sumber daya manusia Polri yang masih rendak dan tidak konsisten.
4. Anggaran yang dibutuhkan dan dikeluarkan cukup besar dalam proses penyidikan.
5. Sarana dan prasarana yang dimiliki Polri terbatas.9
Sebelum membahas lebih jauh perlu dipahami apa definisi dari penyidikan yang
merupakan inti dari penyelenggaraan fungsi reskrim. Penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur oleh KUHAP untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.10 Pengertian manajemen berasal dari bahasa
Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Karenanya,
Dwight Waldo memberikan pengertian manajemen sebagai ilmu dan seni tentang upaya
untuk memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan secara efektif
dan efesien.11

Sedangkan Teori Manajemen Henry Fayol memberikan difinisi manajemen adalah


suatu rangkaian tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai hubungan kerjasama yang
rasional dalam suatu sistem organisasi.12 Dari definisi di atas mengandung maksud di dalam
manajemen terfokus pada masalah-masalah yang ada di dalam ruang lingkup internal
organisasi. Manajemen dapat diartian sebagai sebuah seni. Ungkapan ini sering digunakan
para pakar manajemen di dalam mengelola organisasi yang ingin mencapai tujuannya
dengan cara-cara yang efektif, efisien dan optimal melalui kegiatan yang terencana,
terkordinir, terkendali dan terawasi. Didalam proses pencapaian tujuan tersebut dibutuhkan
pentahapan yang sering disebut fungsi manajemen. Prinsip dasar dari sebuah manajemen
adalah POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controling)13 atau diartikan sebagai
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan atau pengendalian.

Perencanaan (Planning)

Kegiatan seorang manajer adalah menyusun rencana. Menyusun rencana berarti


memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Agar dapat membuat
9
Drs H. Pakpahan Msi, (2009), Catatan Kuliah Manajemen Reserse Kriminal Mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu
Kepolisian angkatan 55, tidak diterbitkan.
10
Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-udang Hukum Acara Pidana
11
Pengertian manajemen dari www.wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.Htm
12
Teori manajemen menurut Dwight waldo.
13
Teori manajemen menurut Henry Fayol

8
rencana secara teratur dan logis, sebelumnya harus ada keputusan terlebih dahulu sebagai
petunjuk langkah-langkah selanjutnya.

Pengorganisian (Organizing)

Pengorganisasian atau organizing berarti menciptakan suatu struktur dengan bagian-


bagian yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga hubungan antar bagian-bagian satu sama
lain dipengaruhi oleh hubungan mereka dengan keseluruhan struktur tersebut.

Pengorganisasian bertujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan


yang lebih kecil. Selain itu, mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan
menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi
tersebut.

Menggerakkan (Actuating)

Menggerakkan atau Actuating adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar


semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan
manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-
orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah
kepemimpinan (leadership).

Pengawasan (Controling)

Pengawasan merupakan tindakan seorang manajer untuk menilai dan mengendalikan


jalannya suatu kegiatan yang mengarah demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.14

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyidikan yang profesional dan berorientasi kepada rasa keadilan masyarakat adalah
merupakan wujud pelayanan Polri kepada masyarakat dalam penegakan hukum, dimana
terwujudnya kondisi penyidikan yang demikian akan mendorong pula kepada meningkatnya
partisipasi masyarakat dalam membantu tugas-tugas kepolisian, termasuk dalam tugas-tugas

14
Dikutip dari situs Wikipedia.com tentang Manajemen-Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa
Indonesia.htm

9
penyidikan. Profesionalisme di bidang penyidikan adalah merupakan suatu hal yang dapat
dicapai dengan penerapan fungsi manajemen dalam tiap langkah penyidikan. Perencanaan
yang matang didukung oleh pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan yang mengacu
kepada rencana yang telah ditetapkan dengan kepemimpinan yang teruji serta pengendalian /
pengawasan yang baik, akan menghasilkan suatu mekanisme penyidikan efektif dan efisien
serta berorientasi kepada kepentingan masyarakat, yang merupakan salah satu upaya dari
Polri dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat dibidang penegakan hukum.
Untuk itulah dibutuhkan suatu fungsi manajemen yang baik untuk meningkatkan kualitas
kinerja fungsi reserse.

B. Saran
1. Perlu diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan penerapan fungsi manajemen
dalam setiap tahap penyidikan agar penyidikan yang dilakukan dapat efektif dan efisien
serta pelayanan kepada masyarakat dalam bidang penegakan hukum dapat terwujud.
2. Perlunya pembekalan pengetahuan dan pelatihan untuk menerapkan manajemen dalam
penyidikan di setiap lembaga pendidikan Polri baik pendidikan pembentukan maupun
pendidikan pengembangan Polri sehingga sumber daya manusia Polri khususnya
penyidik dan penyidik pembantu dapat memiliki kemahiran dan pengetahuan yang cukup
dalam melakukan penyidikan dan kesalahan dalam penyidikan dapat diminimalisir.

Jakarta, Oktober 2009


Penulis

SETYO BIMO ANGGORO


Gakkum-B / No.Mhs. 6874

10

You might also like