Professional Documents
Culture Documents
Limbah B3
HASTOMO/ REGULER POLTEKKES KESEHATAN
LINGKUNGAN
Click to edit Master subtitle style
LICENSE BY :
1. Melakukan Amdal.
2. Mempunyai fasilitas pengolahan dan/atau penimbunan
limbah B3 yang memenuhi ketentuan dari Bapedal.
3. Mendapat izin dari Bapedal.
4. Tatacara penimbunan limbah B3 dan pemantauan dampak
lingkungan harus memenuhi ketentuan Bapedal.
5. Membantu pengawas dalam melaksanakan pengawasan.
6. Mempunyai sisten tanggap darurat.
D. Kewajiban bagi pengangkut limbah B3
Ø Sanksi
§ Pidana
§ Sanksi administratif
§ Biaya pemulihan lingkungan
Ø Jika limbah padatan B3 ini tidak ditangani secara benar,
maka komponen-komponen yang terdapat pada limbah
tersebut dan yang berpotensi mencemari lingkungan
akan terlepas ke badan air atau lahan sehingga
mencemari lingkungan.
Ø Efek dari pencemaran komponen ke lahan atau tanah,
terutama adalah terjadinya remediation senyawa-
senyawa organik dan inorganik (logam-logam berat)
yang termasuk kategori B3, yang menimbulkan efek
pencemaran lebih jauh dari sumber pencemar.
Ø Penanganan secara tidak benar tersebut di antaranya:
§ pelepasan limbah tanpa pengolahan terlebih dahulu,
§ penimbunan limbah lebih dari waktu yang
ditentukan pada tempat penimbunan/kolam lumpur
tanpa pengendalian,
§ pembakaran limbah untuk bahan bakar maupun
sekedar dimusnahkan tanpa adanya pengendali
pencemaran udara,
§ ditimbun pada drum-drum yang berkarat dan bocor.
Diagram alur tata cara pengelolaan limbah B3
Klasifikasi Limbah
Kandungan
Tipe/Jenis Lumpur Kadar Air, %
Senyawa Organik, %
Primary sludge 93 – 97 40 – 80
Activated sludge 98 – 99.5 65 – 75
Digested sludge 96 – 99 30 – 60
Humus sludge 94 – 99 65 – 75
High rate plastic media sludge 92 – 97 65 – 75
Ø Volume Padatan
§ Kandungan padatan di dalam limbah lumpur umumnya hanya
sekitar 1 sampai dengan 10 % (berat basah) dan sisanya adalah
air. Untuk lumpur yang memiliki kandungan padatan kering 1%
(berat kering) atau kandungan air 99%, maka setiap 1 gram
padatan kering setara dengan 99 gram air atau 10 kg padatan
setara dengan 990 kg air. Densitas rata-rata dari limbah padatan
lumpur adalah 1400 kg/m3 dan densitas air 1000 kg/m3.
§ Jadi setiap (10 kg/(1400/1000 kg/L) = 7 L padatan setara dengan
990 L = 990 kg air atau setiap 10 kg padatan kering pada lumpur
yang memiliki konsentrasi padatan 1%, memiliki volume total
sebesar 997 L.
§ Hal yang sama dengan lumpur yang memiliki kandungan
padatan 2%, memiliki volume total 994 liter.
Ø Untuk setiap jenis lumpur, volume dapat diperkirakan dengan
persamaan:
Vlumpur = massa / densitas
Ø Untuk limbah lumpur yang memiliki kandungan padatan kurang
dari 20% (misture content > 80%), maka densitas lumpur basah
dapat diasumsikan sama dengan densitas air. Volume lumpur (m3)
dapat diperkirakan sebagai berikut:
100 - PM2
=
100 - PM1
Karakter atau Sifat B3
Tidak Evaluasi
Mudah Mudah Sifat Racun Tes Bukan
Karakteristik Korosif Reaktif Infeksi
Terbakar Meledak (TCLP 7 EPT) Toksikologi Limbah B3
Limbah
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Masuk Dalam
Daftar Limbah Limbah B3
1, 2, 3
Ya
Ø Pengujian limbah B3 mencakup :
1) analisis komposisi kandungan komponen bahan
kimia (senyawa dioksin, nitrogen, sulfur/sulfida,
halogen, logam berat, kromium valensi +6, sianida,
pestisida);
2) karakteristik limbah (sifat mudah meledak,
terbakar, reaktif, beracun, menyebabkan infeksi,
korosif, maupun toksik), dan
3) nilai bakar (heating value).
Penanganan dan Pengolahan Limbah
Lumpur dan Padat B3
Ø Minimisasi limbah
Ø Penanganan atau pengolahan limbah padat atau
lumpur B-3 pada dasarnya dapat dilaksanakan di dalam
unit kegiatan industri (on-site treatment), maupun oleh
pihak ketiga (off-site treatment) di pusat pengolahan
limbah industri.
Minimisasi Limbah Sebagai Salah Satu Strategi
Pencegahan Pencemaran Limbah B3
Ø Pencegahan Pencemaran (Pollution Prevention)
Pencegahan terbentuknya polutan di sumber pencemaran
§ minimisasi limbah (prevention-reduction, recycling-re-use-
recovery);
§ pengolahan limbah (padat-cair-gas);
§ penanganan pada saat penyimpanan dan penanganan
disposal.
Ø Minimisasi Limbah
Reduksi limbah dari sistem produksi sebelum limbah mengalami
proses pengolahan, penyimpanan, dan pembuangan akhir pada
tingkat yang dimungkinkan dari segi volume maupun tingkat
bahaya/toksisitas limbah yang bersangkutan.
Pollution Prevention Hierarchy
Treatment
Disposal
secure disposal or direct
release to the environment
Siklus Material dalam Penjelmaan dan Penggunaannya
Lingkungan merupakan sumberdaya material :
Ø yang dapat diperbaharui seperti biomassa, dan
Ø yang tidak dapat diperbaharui, seperti gas/minyak bumi,
batubara, mineral logam (besi, aluminum), bahan bukan
logam (pasir, batu kapur), dan lain-lain.
Proses-proses
U menggunakan
Laju pembentukan
spent resources
Laju sumberdaya S
penggunaan siap digunakan
r r r
1
Laju recycling 2
Laju regenerasi Laju 3
reklasifikasi
Laju penimbunan spent resources: dS/dt = S – r1 – r 2 – r3;
Agar dS/dt = 0 maka harus dipenuhi persyaratan S = r1+ r2+ r3
Gangguan terhadap fungsi dan kualitas lingkungan berupa
munculnya persoalan-persoalan akan terjadi bila alam ataupun
proses buatan manusia tidak dapat mendaurulang ‘spent
resources’ yang memungkinkan terjadinya akumulasi ‘spent
resources’ dan penurunan kualitas lingkungan dan daya
dukung alam, yang diakibatkan oleh:
Original Process
Umpan REAKTOR
Produk +
Limbah
Source Reduction
Produk +
Umpan REAKTOR Sedikit
Limbah
In-Process Recycle
Produk +
Umpan Produk
yang tidak
bereaksi
SEPARAT
Umpan REAKTOR
OR
Umpan yang Tidak bereaksi
On-site recycle
Produk +
Umpan Produk
yang tidak
bereaksi
SEPARA
Umpan
TOR
REAKTOR
Reaktor
Produk Lain
Lainnya
Off-site recycle
Produk +
Umpan Produk
yang tidak
SEPARAT
Umpan bereaksi
OR
REAKTOR
Site Boundary
Reaktor
Produk Lain
Lainnya Limbah
SEPAR
ATOR
Umpan REAKTOR
Waste
Limbah Lain
Treatment Limbah
Secure Disposal
Produk +
Umpan Produk
yang tidak
bereaksi
SEPARAT
Umpan
OR
REAKTOR
Limbah
Land Fill
' LUHFW
5 HOHDVH
3 URGXN
8 P SDQ 3 URGXN
\DQJ WLGDN
EHUHDNVL
6( 3 $ 5 $ 7
8 P SDQ
25
5( $. 72 5
/ LP EDK
5 HOHDVHW
RWKH( QYLURQP HQW
Implementasi Minimisasi Limbah
Ø Perubahan jadwal
Selama produksi batch berjalan dapat menurunkan
frekuensi pembersihan peralatan dan tangki
Ø Contoh
Penjadwalan batch di pabrik cat harus berturut-turut dari
terang ke gelap untuk mengurangi kebutuhan pembersihan dan
untuk memperbaiki keseragaman warna.
Segregasi
Ø Mengurangi volume limbah berbahaya dengan mencegah
tercampurnya limbah B3 dan non B3.
Ø Menganjurkan semua pekerja melaksanakan aturan-aturan vital
dalam program pencegahan pencemaran.
Ø Pertama-tama para pekerja harus memahami mengapa prosedur
pengelolaan limbah diterapkan.
PERUBAHAN TEKNOLOGI
Ø Contoh:
ü Perusahaan electroplating dapat mengubah laju alir kromium dalam
bak plating hingga kondisi optimum untuk mengurangi konsentrasi
kromium yang digunakan sehingga limbah kromium yang terbentuk
berkurang.
Hambatan
• Kualitas produk yang harus dipenuhi
• Biaya besar
• Kualitas produk tidak dapat dikorbankan sebagai hasil usaha
pencegahan pencemaran
Ø Teknologi pengolahan setempat (on-site) dapat
dilaksanakan dengan menggunakan satu atau beberapa
teknologi berikut :
§ perlakuan lumpur dan chemical conditioning,
§ incineration,
§ solidification (stabilisasi),
§ penanganan limbah padat atau lumpur B3, dan
§ disposal (land fill dan injection well).
INCINERATOR
LAND FILL
Ø Pengurangan kadar air dilakukan secara bertahap, yaitu :
§ mengurangi kadar air lumpur: (i) dari 99% menjadi 97%
pada tahap A dan (ii) 97% menjadi 85% pada tahap C.
§ pengadukan pada tahap B berfungsi mengatur kondisi
yang memudahkan proses pengurangan kadar air pada
tahap C.
§ proses pengeringan lumpur selanjutnya adalah
pengeringan yang umumnya dilakukan dengan cara
filtrasi (sand filter, vacuum filtration, pressure filtration),
penguapan dengan bantuan sinar matahari (drying
beds), dan mobile dewatering unit.
Stabilization/ Partial Ultimate
Thickening De-watering
Conditioning Disposal Disposal
Sanitary
Gravitation Lagooning Drying Bed Incineration
Landfill
Aerobic
Flotation Filter Press Pyrolisis Crop Land
Digestion
An-aerobic Wet Air
Centrifugation Centrifuge Ocean
Digestion Oxidation
Polyelectrolyte
Vacuum Filter Composting Solidification
Flocculation
Chemical
Belt Press
Conditioning
Elutriation
Heat treatment
ü flotasi
1.1.1 Gravity Thickening
Ø Pada proses ini, lumpur dicuci dengan efluen atau air untuk
menghilangkan kandungan amonia yang bercampur dengan
koagulan maupun padatan tersuspensi sehingga sulit untuk
dilakukan de-watering.
Ø Proses ini umumnya digunakan sebelum chemical
conditioning maupun proses filtrasi.
1.3 Pengurangan Kadar Air (De-Watering)
Ø Karakteristik yang menggambarkan kinerja proses pengurangan
kadar air dengan cara filtrasi pada lumpur dinyatakan sebagai:
§ specific restance untuk proses filtrasi ( r ) dan
§ capillary suction time (cst).
Ø Specific resistance adalah parameter yang umum digunakan
untuk menentukan karakteristik proses de-watering (filtrasi)
limbah lumpur. Parameter ini dapat dicari dengan
menggunakan persamaan matematika hubungan antara t/v
terhadap v, sebagai :
dV PA 2
=
dt μ(rCV + Rm A)
tμrC μR
= 2
V + m
V 2PA PA
Ø Dari kurva hubungan t/v dengan v akan diperoleh:
2
μrC 2PA b
b = slope = 2
, r=
2 P Aμ r C
Ø Besaran r, resistansi spesifik dapat digunakan untuk menghitung
A (luas permukaan atau bidang proses filtrasi).
Ø Capillary suction time, cst, adalah ukuran kemampuan lumpur di
filtrasi untuk memisahkan air dari dalam lumpur. Besaran ini
bergantung pada banyaknya air yang dapat melalui pori-pori filter.
Waktu yang digunakan air melalui pori-pori filter ini disebut
capillary suction time. Pengujian ‘cst’ sangat cepat dan sederhana
serta dapat digunakan untuk menilai kinerja pengoperasian
proses filtrasi.
Tipe Lumpur r, m/kG
3 9 – 300 200
5 10 – 500 300
7 10 – 700 400
2
ηR0,5 2 e C Sf dg
s 2
tf = k 1-s - 1
P C
E dg S f
L=
2 t cy 100
Diagram sederhana sebuah filter press
2. Insinerasi
§ Proses oksidasi bahan organik menjadi bahan anorganik.
§ Sistem insinerasi dapat mengurangi volume dan berat padatan
hingga masing-masing 90% dan 75%.
§ Sebenarnya bukan suatu solusi dari sistem pengelolaan sampah
karena sistem ini pada dasarnya hanya memindahkan sampah
dari bentuk padat yang kasat mata menjadi sampah yang tidak
kasat mata (gas).
§ Banyak difungsikan sebagai sistem pembangkit energi.
§ Jika berlangsung secara sempurna, komponen utama penyusun
bahan organik (C dan H) akan dikonversi menjadi gas karbon
dioksida dan uap air. Unsur penyusun lain (S dan N) dioksidasi
menjadi oksida dalam fasa gas (SOx dan NOx), sedangkan
unsur inert tetap berada pada fasa padat atau teruapkan dan
terbawa oleh gas-gas.
Ketentuan Pengolahan B-3 dengan Insinerator
berdasarkan PP No. 18/1999
Ø Kandungan air
Ø Nilai kandungan panas
Ø Garam-garaman anorganik
Ø Kandungan sulfur dan halogen
Pada prinsipnya limbah dapat dikategorikan menjadi tiga
macam berdasarkan kemampuan untuk dibakar yaitu :
1) limbah yang tidak dapat dibakar, yaitu limbah dengan heating value di
bawah 1700 kkal/kg;
2) limbah yang dapat dibakar dengan bantuan bahan bakar, yaitu limbah
dengan heating value 1700-5000 kkal/kg, dan
3) limbah yang dapat terbakar dengan sendirinya, yaitu limbah dengan
heating value di atas 5000 kkal/kg.
Temperatur yang digunakan untuk membakar limbah padatan
tersebut dipengaruhi oleh kandungan atau komposisi limbah
tersebut.
1. Rotary Kiln
2. Multiple Hearth
3. Fluidized Bed
4. Open pit
5. Single Chamber
6. Multiple Chamber
7. Aqueous Waste Injection
8. Starved Air Unit
2.1 Rotary Kiln
ü Zona pengeringan
v terletak di bagian atas furnace
v gunanya untuk memanaskan dan menguapkan
kandungan air (moisture) yang dikandung oleh
umpan sekaligus mendinginkan gas panas yang akan
keluar dari furnace.
ü Zona pembakaran
v terletak di bagian tengah furnace
v limbah lumpur yang memasuki zona ini
dipanaskan sampai terbakar (temperatur
pembakaran)
v jika lumpur terlalu kering (berisi lebih dari 25 %-
berat padatan) atau kandungan minyak dalam
limbah tinggi maka sebuah afterburner perlu
ditambahkan. Afterburner ini berguna untuk
menjaga kalau ada senyawa volatil yang tidak
terbakar yang menyebabkan asap dan bau emisi.
Letak afterburner yang efektif adalah pada aliran
sebelum gas keluar dari insinerator
ü Zona pendinginan
v terletak di bagian bawah furnace
v untuk mendinginkan abu sisa pembakaran
dengan cara memindahkan panas sensibelnya
pada udara pembakar yang diumpankan dari
bawah furnace.
Multiple Hearth
2.3 Fluidized Bed Incinerator
§ In-drum mixing
ü Limbah B-3 yang berada di dalam drum dapat
disolidifikasi dengan memasukkan bahan tambahan,
yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, dan
kemudian diikuti dengan pengadukan.
ü Untuk melaksanakan proses ini perlu diperhatikan
kondisi drum yang digunakan, agar tidak terjadi
kebocoran.
§ In-situ mixing
ü Metoda ini merupakan metoda yang paling banyak
digunakanuntuk solidifikasi di lapangan.
ü Komposisi campuran yang umum digunakan adalah 100
bagian lumpur limbah, 15 bagian kapur, dan 5 bagian
debu kiln semen.
ü Bahan tersebut dimasukkan ke dalam lagoon, kemudian
diaduk dengan alat pengaduk.
ü Karena keterbatasan kemampuannya dalam
mensolidifikasi/stabilisasi limbah, metoda ini sebaiknya
diterapkan jika tidak diperlukan pengadukan seluruh
limbah secara seragam dengan bahan tambahannya.
§ Plant mixing
ü Untuk pengadukan dan pencampuran yang lebih
sempurna, dapat digunakan metoda pencampuran di
dalam plant.
ü Pencampuran dapat dilakukan dengan menggunakan
pug mill atau extruder.
ü Pelaksanaan metoda ini dapat pula dilakukan dengan
peralatan yang bersifat mobile (transportable).
Peraturan yang Berlaku
Ø Produk limbah yang telah disolidifikasi perlu dikontrol
untuk menentukan tingkat kestabilan produk tersebut,
dan membandingkannya dengan standar yang berlaku.
Ø Standar kualitas produk solidifikasi yang dapat dibuang
ke land fill ditetapkan berdasarkan :
§ KEP-03/BAPEDAL/09/1995 dan
§ KEP-04/BAPEDAL/09/1995.
Ø Beberapa karakter penting yang perlu diperhatikan:
§ Kelarutan bahan pencemar dan
§ Kekuatan mekanis produk ( compressive strength )
Pemilihan limbah
1. Kelas I, untuk membuang limbah B3, non B3, juga limbah rumah
tangga (municipal waste) ke lapisan yang berada di bawah lapisan
sumber air yang paling bawah (underground source of drinking
water).
2. Kelas II, membuang air yang dikeluarkan dari dalam bumi pada
produksi minyak dan gas bumi, yang dapat pula tercampur
dengan limbah bukan B3.
3. Kelas III, untuk menginjeksikan fluida untuk ekstraksi mineral.
4. Kelas IV, untuk pembuangan limbah yang mengandung
radioaktif, (sumur jenis ini tidak lagi digunakan).
5. Kelas V, yang tidak termasuk kelas-kelas di atas, biasanya untuk
pembuangan limbah bukan B3 ke dalam atau ke bagian atas
lapisan sumber air.
Mekanisme Pengikatan Limbah dalam Sumur