You are on page 1of 22

Perkembangan Islam Abad Ke-21

Oleh: Andi Wiliandi/08 PEDI 1232

A. Pendahuluan.

Dalam menganalisa dinamika dan perkembangan Islam di


setiap tahap perkembangannya, kita tidak boleh mengacuhkan
kebenaran bahwa setiap dimanmika selalu berhubungan dan
dipengaruhi oleh dinamika sebelumnya. Artinya rantai sejarah
adalah mutlak mempengaruhi dinamika suatu hal termasuk
Islam.

Bila kita melihat sekilas kembali kepada masa-masa


keemasan Islam, kita akan melihat bahwa hal tersebut
merupakan dampak dari sejarah yang terjadi pada masa
sebelumnya. Hal serupa juga terjadi ketika Islam mengalami
keterpurukan, keterbelakangan pengetahuan, mobilitas dan
moral ketika masyarakat-masyarakat muslim di negara-negara
Asia dijajah oleh negara-negara Barat.

Uraian tentang perkembangan Islam pada Abad ke-


21merupakan rangkaian sejarah yang tidak akan terlepas dari
perkembangan Islam pada abad-abad sebelumnya, abad yang
sering dinamakan dengan modernisasi, pembaharuan dan
sebagainya.

Apa yang terjadi dalam pada Islam pada abad ke-21


merupakan dampak dari segala hal yang sangat komplek yang
terjadi pada abad sebelumnya. Munculnya isu-isu sekularisme,
terorisme dan sebagainya yang ramai diperbincangkan pada
abad ke-21 merupakan rangkaian peristiwa yang tidak bisa
dilihat dari abad ke-21 saja.

Artinya apa yang terjadi pada abad ke-21 merupakan

Page | 1
2

rangkaian peristiwa yang tidak bisa dilepaskan dari abad-abad


sebelumnya. Namun demikian, adalah menarik untuk mengkaji
dinamika Islam pada abad 21.

Makalah ini akan mencoba mengupas dinamika dan


perkembangan Islam pada abad ke-21 terkait dengan dinamika
sosial, agama, ekonomi, politik dan kebudayaan.

B. Islam
dan
Isu

Globalisasi.

Secara tekstual sejak 14 abad yang lalu Alquran telah


menegaskan bahwa Islam adalah ajaran universal, dimana misi
serta klaim kebenaran ajarannya melampaui batas-batas suku,
etnis, bangsa dan bahasa. Oleh karenanya tidaklah
mengherankan jika berbagai seruan Alquran banyak sekali
menggunakan ungkapan yang berciri kosmopolitanisme ataupun
globalisme. Misalnya saja banyak firman Allah yang memulai
seruan-Nya dengan ungkapan "Wahai manusia...." Lebih dari itu,
karena Islam kita yakini sebagai agama penutup, maka secara
instrinsik jangkauan dakwah Islam mestilah mendunia, bukannya
agama suku, rasial dan parokhial sebagaimana agama-agama
terdahulu yang hanya dialamatkan pada suatu kaum tertentu.

Secara historis-sosiologis, baru abad sekarang ini umat


Islam semakin sadar bahwa Islam benar-benar tertantang
memasuki panggung dakwah dan percaturan politik yang
berskala global, yang antara lain disebabkan oleh revolusi
teknologi transportasi dan informatika serta komunikasi. Ketika
sistem informasi dibantu dengan satelit, maka planet bumi
seakan menjadi kecil. Barangkali hampir seluruh sudut bumi ini,
dapat dipotret oleh manusia dan dalam waktu yang bersamaaan
gambar dan berbagai penjelasan detailnya bisa disebarluaskan
ke seluruh penjuru dunia.

Masyarakat muslim ternyata keteteran menghadapi


globalisasi yang dicanangkan oleh negara-negara Barat.
Masyarakat Muslim secara keseluruhan tidak bisa mengimbangi
laju budaya, informasi, politik dan ekonomi yang dibawa oleh
globalisasi.

Masyarakat-masyarakat Muslim pada abad ke-21


mengalami keterpurukan bila dibandingkan dengan masyarakat-
masyarakat lainya. Ketinggalan-ketinggalan ini merupakan
akibat dari perkembangan masyarakat yang tidak dinamis-sekali
lagi kejumudan pergerakan itu tentu saja merupakan dampak
dari berbagai hal yang terjadi pada masa sebelumnya-, tidak
mampu berkompetisi dengan masyarakat lainnya.

Globalisasi yang selalu berkonotasi informasi menguasai


segala bentuk kehidupan masyarakat dunia, baik kebudayaan,
politik dan ekonomi. Ketika Yahudi memasuki jalur Gaza dan
mendirikan pemukiman di tanah Palestina, media informasi yang
berbasis di Amerika dan negara Eropa lainnya tidak meyebutnya
sebagai teoris. Terjadi kepincangan informasi dalam abad
globalisasi yang menyudutkan masyarakat Muslim.

Kepincangan informasi yang terjadi pada abad globalisasi


merupakan ketidak mampuan masyarakat muslim bersaing
dengan masyarakat Barat dalam teknologi informasi. Ketika

Page | 3
4

pusat-pusat pendidikan teknologi di Barat terus berkembang,


pusat pendidikan Islam di Timur Tengah dan di tempat lainnya
masih berkutat dengan sejarah, pemikiran tokoh-tokoh
terdahulu, perdebatan tentang kehendak tuhan dan manusia,
perdebatan tentang akal pertama hingga ke-sepuluh, sistem
pendidikan pada masa Abbasiyah dan sebagainya yang
menunjukkan bahwa masyarakat muslim hanya mampu
bercerita zaman keemasan tanpa bisa bersaing secara praktis di
dunia nyata.

Jika kita ikuti berbagai jurnal, buku dan komentar para


pakar politik dan kebudayaan, setelah berakhirnya Perang Dingin
antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, perhatian Barat terhadap
Islam kelihatan semakin meningkat, baik dalam kontrol positif
maupun negatif. Para pengamat politik internasional, di antara
yang paling vokal adalah Samuel P Huntington, mengatakan
bahwa kini kontak yang intens antara Barat dan Islam muncul
kembali dan sisa-sisa benturan masa lalu ternyata masih laten.
Tentu saja pernyataan ini perlu dikaji ulang. Namun yang pasti
adanya kebangkitan dunia Islam dan kekhawatiran Barat
terhadap dunia Islam merupakan kenyataan yang sulit di ingkari.

C. Dinamika Sosial Islam.

1. Agama.

Berbicara tentang dinamika keagamaan yang muncul


dan mencuat dalam masyarakat muslim khususnya di
Indonesia, kita tidak bisa mengindahkan fenomena-fenomena
munculnya nabi-nabi palsu. Fenomena-fenomena kemunculan
oknum yang mengaku dirinya sebagai nabi sampai saat ini
hanya terdengar di Indonesia.

Orang Indonesia yg mengaku dirinya sebagai nabi


adalah sebagai berikut:1

a. Ali Taetang, berasal dari Banggai pada


tahun 1956 ali taetang mendirikan aliran
alian Imamullah. Aliran ini didirikan Haji Ali
Taetang Likabu di Dusun Sampekonan,
Kecamatan Liang, Kabupaten Banggai
Kepulauan, Sulawesi Tengah. Tak ada data
pasti jumlah pengikutnya tetapi diduga
ribuan orang menjadi anggotanya dan
tersebar di seluruh Indonesia. Sebelumnya
di daerah ini masyarakat menganut
animisme, dinamisme, dan mistik. Secara
umum ajaran Alian Imamullah sama dengan
Islam tetapi paham ini mempunyai dua
penyimpangan pokok yakni kepercayaan
terbukanya pintu kenabian setelah wafatnya
Nabi Muhammad SAW sehingga Ali Taetang
menyebut diri nabi. Kedua, dia mengubah
syahadat rasul.

b. Zikrullah Aulia Allah, berasal dari Sulawesi


Tengah. Zikrullah Anak kedua dari istri kedua
Taetang ini mengaku mendapat wahyu tentang
kenabian melalui mimpi. Aliran Zikrullah Aulia
Allah baru berdiri pada 29 Agustus 2004 lalu.
Aliran ini merupakan versi terbaru dari aliran Alian

1 “Nabi-Nabi Palsu” Artikel internet pada www.Indonesiaindonesia.com


didownload pada 10 April 2008.

Page | 5
6

Imamullah yang didirikan ayahnya, Ali Taetang


Likabu pada 1970-an. Pada saat pendirian aliran
itu, Zikrullah mengumumkan kenabiannya di atas
mimbar Masjid Barokah, Dusun Sampekonan,
Desa Labibi, Kecamatan Liang, Kabupaten
Banggai Kepulauan. Saat itu, Zikrullah mengaku
telah diangkat Allah menjadi nabi meneruskan
almarhum ayahnya Ali Taetang Likabu yang juga
mengaku sebagai nabi.

c. Dedi Mulyana alias Eyang Ended, berasal dari


Banten. Nabi palsu ini sebenarnya malah dukun
cabul. ajaran eyang model ajaran agama yang
memastikan tentang kiamat dan membolehkan
seks bebas.

d. Lia Eden,dengan sekte kerajaan Tuhan berasal


dari Jakarta. Lia yang pintar menggubah puisi
mengaku mendapat wahyu dari malaikat Jibril.

e. Ahmad Moshaddeq berasal dari Jakarta mengaku


dirinya mendapat perintah dari Allah untuk
menyatakan kerasulannya dan memurnikan
ajaran Musa, Isa dan Muhammad atau Din Al-
Islam melalui mimpi setelah bertapa selama 40
hari 40 malam di salah satu villanya di Gunung
Bunder, Bogor pada 23 Juli 2006.

Fenomena-fenomena munculnya nabi palsu ini


menunjukkan betapa terbelakangnya pengetahuan
keagamaan umat Islam. Selain itu, fenomena ini juga
menunjukkan adanya kerinduan tokoh sentral dalam Islam
yang mampu membawa perubahan yang signifikan bagi
kehidupan ummat Muslim.

Selain fenomena nabi palsu, pertikaian aliran-aliran


dalam Islam juga masih sering terjadi. Di Iran, kontak fisik
antara penganut Syi’ah dan Sunni masih terdengar di berita
hingga sekarang ini.

2. Politik.
Berbicara hubungan internasional seharusnya berbicara
tentang hubungan antar negara, baik dalam kebudayaan,
ekonomi, politik dan sebagainya. Akan tetapi, memang selalu
terdapat penekanan-penekanan bahwa dalam hubungan negara-
negara Eropa dengan negara-negara selain Barat yang dihuni
oleh mayoritas masyarakat Muslim merupakan hubungan antara
Barat dengan Islam, bukan hubungan negara dengan negara.
Setidaknya begitulah yang ada di benak para sarjana muslim.

Ketegangan hubungan Islam dan Barat.


Ketika kita mencermati keseluruhan sisi konfrontasi antara
Islam dan Kristen pada Abad pertengahan, menjadi jelas buat
kita bahwa pengaruh Islam atas dunia Kristen Eropa lebih besar
ketimbang yang selama ini kita sadari. Bersama-sama Islam,
Eropa barat tidak saja menikmati produk-produk material dan
temuan-temuan teknologi: Islam bukan saja mendorong
tumbuhnya intelektualisme Eropa, dalam lapangan-lapangan
ilmu pengetahuan dan filsafat. Di samping itu Islam telah
mendorong Eropa untuk membentuk citra baru mengenai dirinya

Page | 7
8

sendiri.2

Walaupun mempunyai akar teologis yang sama dan terjadi


interaksi selama berabad-abad, hubungan Islam dengan Barat
seringkali ditandai dengan saling tidak tahu, saling memberi
stereotype, menghina dan konflik.3

Inovasi kerajaan Islam yang berlangsung begitu cepat di


wilayah Eropa-terutama Spanyol, Italia, Sisilia, dan Mediterania,
yang disertai perkembangan pesat peradaban Islam-
menimbulkan bahaya langsung di pihak Kristen di seluruh dunia,
baik secara teologis maupun politis. Seperti yang diamati oleh
Maxim Rodinson, “kaum Muslim merupakan ancaman terhadap
Kristen Barat jauh sebelum mererka sendiri jadi masalah.4

Persamaan teologis yang ada antara Kristen, Yahudi


(Yudaisme), dan Islam bisa berwajah ganda: satu sisi bisa
menjadi pendorong integrasi, tapi di sisi lain bisa menimbulkan
benturan-benturan, karena masing-masing dari mereka saling
mengklaim bahwa agamanyalah yang paling benar di hadapan
Tuhan, sementara yang lainnya sudah mengalami
penyelewengan.

Ketegangan yang paling menonjol dan mempunyai


dampak yang berlarut-larut bagi hubungan Islam-Barat adalah
Perang Salib. Bagi kaum Muslim misalnya, kenangan mengenai
Perang Salib itu tetap hidup dan menjadi representasi Kristen
militan yang menendai awal agresi dan imperialisme Barat
Kristen, kenangan yang hidup akan permusuhan awal Kristen
2 W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia, Pengaruh Islam atas
Eropa Abad Pertengahan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama-MISSI, 1995), h. 125
3 John L. Esposito, Ancaman Islam Mitos Atau Realitas (Bandung:
Mizan, 1994), h. 35
4 Ibid. h. 48.
terhadap Islam.5

Ketegangan hubungan ini kemudian diperparah oleh


situasi konflik di kawasan Timur Tengah. Dalam pertikaian antara
negara-negara Arab melawan Israel pada tahun 1968, Barat
secara kasatmata memberikan dukungan terhadap Israel, suatu
langkah yang semakin menumbuhkan kebencian Arab (Islam)
terhadap Barat.

Dalam konflik Israel-Palestina, Amerika dan sekutu-


sekutunya yang sebagian besar negara Barat, cenderung
memperlakukan Palestina secara tidak adil. Politik standar ganda
Amerika, di satu sisi secara gigih menyuarakan demokrasi dan
penegakkan hak-hak asasi manusia (HAM), tapi di sisi lain
memberi dukungan agresi Israel terdapa Palestina, telah
memunculkan kebencian di negara-negara Islam. Kebencian ini
tak jarang diekspresikan dengan tindakan anarkis, atau bahkan
teror dan ancaman gangguan keamanan terhadap kepentingan
AS dan negara Barat lain.

Artinya, tindakan teror tersebut, kalaulah benar pelakunya


adalah para militan Islam, pada hakikatnya tidak terkait dengan
doktrin Islam, melainkan lebih karena dampak dari kebijakan
politik global yang diwakili AS dan sekutunya yang tidak adil.
Dominasi negara adikuasa yang tak terkontrol dan mengabaikan
hukum internasional telah berdampak pada lahirnya mekanisme
kontrol yang inkonvensional, antara lain dalam bentuk kekerasan
dan teror.

Kesimpulan itu sejalan dengan pendapat ilmuwan


kelahiran Norwegia yang banyak mendapatkan penghargaan di

5 Ibid. h. 50.

Page | 9
10

bidang kemanusiaan dan perdamaian, Johan Galtung. Meskipun


dunia saat ini ditandai dengan munculnya aliran-aliran
fundamentalisme, namun, menurut Galtung, teror-teror dan
kekerasan yang menonjol belakangan, -seperti Teror 11
September 2001 dan lain-lain--terkait dengan globalisasi atau
kebijakan luar negeri AS. Dibandingkan serangan yang dilakukan
teroris, kata Galtung, terorisme negara yang dilakukan AS jauh
lebih berbahaya karena menggabungkan fundamentalisme
agama dan fundamentalisme pasar. Serangan AS terhadap
Afghanistan memenuhi kriteria tindakan teroris. Akan halnya
teror Bali, Galtung melihat kemungkinan terkait dengan
fundamentalisme agama, tapi, kata dia, belum tentu pelakunya
fundamentalis Islam.6

Di sisi lain, masih banyak juga kalangan umat Islam yang


beranggapan bahwa sampai saat ini Perang Salib belum
berakhir. Perang yang dilakukan negara-negara Barat melawan
Irak, kekerasan yang dilakukan pada kaum muslim di Bosnia dan
Chechnya, penerapan sanksi terhadap Libya, memberikan kesan
yang kuat pada umat Islam bahwa Perang Salib masih
berlangsung.

Dengan dalih bahwa Amerika adalah musuh Islam, Osama


bin Laden, dalam pidatonya yang disiarkan al-Jazira Minggu
malam (7 Oktober 2001), menyatakan syukur alhamdulillah atas
tindakan teror yang meluluhlantakkan menara kembar World
Trade Center (WTC) di Manhattan.

Namun demikian, menurut Osama, apa yang Amerika


rasakan sekarang (setelah peristiwa 11 September 2001),

6 Baca, Kompas, 17 September 2002.


tidaklah berarti dibandingkan dengan apa yang dirasakan umat
Islam selama bertahun-tahun. Bangsa-bangsa Islam masih
merasakan penghinaan dan keperihan selama 80 tahun
lamanya. Putra-putri mereka dibunuh, darahnya ditumpahkan,
pemukimannya diserang, dengan tanpa seorang pun
mendengarnya, tak seorang pun memperhatikannya. Jutaan
anak di Irak, Pelestina, Bosnia, Chechnya, dan lain-lain dibunuh
tanpa dosa. Tank-tank Israel yang didukung AS mencaplok
Palestina -di Jenin, Ramallah, Rafah, Bait Jalla, dan tempat-
tempat lainnya di wilayah Islam.7

Karena itu, Presiden AS, George Walker Bush, pun -entah


disengaja atau tidak, atau lantaran merespon pernyataan
Osama--menyatakan bahwa perang melawan teroris merupakan
crusades (Perang Salib).

Pandangan serta sentimen negatif antara kedua pihak


menyebabkan rasa permusuhan yang terpendam. Implikasi dari
kondisi semacam ini akan melahirkan prasangka buruk yang
sering menjadi hambatan bagi perbaikan hubungan di antara
keduanya.

Meskipun agama Islam menurut Al-Quran mengajarkan


tentang dirinya sebagai kelanjutan dan perkembangan agama
Kristen, kaum Kristen tidak dapat menerima, dan tetap
memandang Islam sebagai agama baru dan tampil sebagai
tantangan kepada Kristen. Demikian juga sbaliknya, meskipun
Kristen -juga Yahudi--disebut dalam Al-Quran sebagai “Ahli
Kitab” yang memeluk agama nabi-nabi terdahulu, umat Islam
menganggap kedua agama itu telah diselewengkan dan sudah

7 Baca, Deklarasi Perang Usamah Bin Ladin (Jakarta: Ababil Press, 2001),
h. 58 .

Page | 11
12

jauh dari perspektif agama yang hanif sebagaimana disebutkan


Al-Quran.

Sejatinya, ketika Islam berada dalam masa-masa


keemasan pada abad ke-8, populasi Islam dan Kristen Eropa
relatif seimbang, masing-masing memiliki sekitar 30 juta
penduduk. Bahkan kota-kota di negara Islam saat itu menjadi
pusat perekonomian dunia. Waktu itu ada sekitar tigabelas kota
Islam dengan lebih dari 50.000 penduduknya, termasuk
Iskandaria, Bagdad, Kairo dan Mekah. Sedangkan benua Eropa
yang relatif maju hanyalah di wilayah Barat, dan itupun mereka
cuma punya kota Roma.

Tak lama setelah Perang Salib berlalu, Eropa sekali lagi


harus berhadapan dengan ancaman kekuatan kaum Muslim yang
berupa kerajaan Utsmaniyah. Kerajaan ini merupakan salah satu
di antara tiga kesultanan besar Muslim abad pertengahan:
Utsmaniyah, Safawiyah di Iran, dan Mogul di India.

Setelah merebut Konstantinopel pada tahun 1453,


Utsmaniyah mulai membangun negara besar yang benar-bernar
terorganisasi, hierarkis, dan efisien. Ibukota negaranya,
Istambul, berpenduduk kurang lebioh 700.000, dua kali lebih
besar dari penduduk negara lawan, Eropa. Istambul menjadi
pusat kekuasaan dan kebudayaan internasional.

Dari Konstantinopel, kerajaan Utsmaniyah terus bergerak


menyempurnakan ekspansi atas wilayah Balkan. Dalam
setengah abad kemudian Ustmaniyah telah menguasai Yunani,
Bosnia, Herzegovina, dan Albania. Kesuksesan Utsmaniyah ini
tak lepas dari dukungan politik dari budak-budak kewargaan
Bizantium, dan tokoh-tokoh Kristen yang tergabung dalam tugas
kemiliteran dan administrasi imperium Ustmaniyah. Kerajaan
Ustmaniyah juga melindungi Gereja Ortodoks Yunani dengan
konsesi mendapatkan dukungan ndari masyarakat Balkan.8

Sayangnya, dalam perjalanan abad-abad berikutnya,


disebabkan karena kekalahan dan kehancuran pusat-pusat
peradaban Islam, Eropa kembali mendominasi seraya
mengembangkan teknologi seperti alat pembajakan modern bagi
tekstur tanah yang keras hutan-hutan kawasan Utara benua itu.
Jumlah penduduknya pun tumbuh pesat setelah abad ke-10,
hingga mencapai sekitar 100 juta pada awal abad ke-17.

Sementara di wilayah Islam, telah terjadi fenomena


sebaliknya. Secara geografis, mereka dibatasi dan dikelilingi oleh
kegersangan dan keterbatasan sumber daya alam, seperti hutan
untuk kebutuhan akan kayu. Jumlah populasi Islam tidak
mengalami perkembangan yang berarti hingga berabad-abad.
Pada saat Barat mengalami kemajuan tajam pada akhir abad ke-
19 dengan kemajuan revolusi industri dan teknologi yang
dijalankannya, kawasan Islam masih belum beranjak dari derita
keterbelakangannya.

Ada yang berpendapat bahwa awal mula kesulitan yang


melilit masyarakat Islam untuk berkembang adalah dikarenakan
Islam tidak dilibatkan dalam membangun rute perjalanan laut
Afrika hingga Asia, khususnya oleh pelayar Portugis Vasco da
Gama, pada akhir abad le-15. Waktu itu da Gama berupaya
menyatukan Eropa dan Asia melalui perdagangan lewat jalur
samudera yang seluruhnya mengambil jalan pintas rute-rute
Jalur Sutera dan Laut Merah Asia Tengah serta Timur Tengah.

8 Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies (New York: Cambridge


University Press, 1988), h. 132.

Page | 13
14

Kesulitan semakin mencekik setelah usaha kontrol yang


dilakukan Islam terhadap perdagangan samudera Hindia
akhirnya jatuh juga pada kekuasaan angkatan laut Eropa yang
tangguh. Dan upaya perbaikan perdagangan pada saat yang
sama yang dilakukan Islam atas Terusan Suez melalui Laut
Merah pada 1869 sudah sangat terlambat. Eropa saat itu telah
menang dan akan terus mengontrol Terusan Suez dan
perdagangan-perdagangan jalur laut serupa melalui pendudukan
militer dan kontrol finansial.

Pada akhir abad ke-19, saat keruntuhan akhir Kerajaan


Utsmaniyah di Turki, Eropa memiliki sumber daya alam yang
relatif melimpah: batubara, gas-air, kayu, dan biji besi.
Sedangkan negara-negara Islam hanya memiliki sedikit dari stok
kebutuhan abad ke-19 tersebut untuk menyokong industrialisasi.
Sementara penemuan ladang-ladang minyak di negara-negara
Islam baru dieksplorasi setelah Eropa telah menggenggam
kontrol kolonial. Maka tak perlu disesali jika pada abad ke-20
negara-negara Islam telah kehilangan kontrol atas rute-rute
perdagangan, komoditas-komoditas primer seperti minyak, dan
bahkan kedaulatan mereka sendiri di banyak wilayah. Negara-
negara Islam secara sempurna berada di bawah kontrol Barat.

Kekalahan politik umat Islam yang berdampak pada


hubungan Islam-Barat yang tak seimbang, telah mendatangkan
blessing in disguise (rahmat terselubung) berupas tumbuhnya
kesadaran untuk kembali mengembangkan agamanya melalui
pengembangan budaya dan ilmu pengetahun. Maka belakangan
ini telah muncul pusat-pusat Islam di berbagai negara-negara
Barat.
Pusat-pusat Islam, ditambah migrasi sejumlah kaum
Muslim ke negara-negara Barat, dalam beberapa tahun terakhir,
telah mendorong tumbuhnya populasi Islam di berbagai negara
Eropa sehingga Islam sudah berkembang menjadi agama
terbesar kedua setelah Kristen dan menjadi agama dengan
kemungkinan perkembangan terbesar. Di negeri Belanda yang
berpenduduk sekitar 15 juta jiwa, misalnya, dalam waktu 10
tahun ke depan diperkirakan jumlah kaum Muslim sudah akan
menyamai jumlah penganut agama Kristen.

Perkembangan positif dari populasi Islam ini, telah


memunculkan upaya-upaya dialog yang konstruktif antara Islam
dan Barat. Di negara-negara Eropa, dan juga di Amerika, dialog
antara Islam dan Barat terus bergulir dalam berbagai format.
Substansinya tetap, mencari titik-titik temu di antara dua
peradaban besar itu, agar para pendukungnya dapat terus
bergandengan tangan dan bekerja sama untuk meraih masa
depan yang lebih cemerlang.

Baik Islam maupun Barat tampaknya sudah menyadari


bahwa ekspansi militer, sebagaimana yang dilakukan imperium
Islam pada abad pertengahan, dan oleh Barat terhadap negeri-
negeri Muslim pada abad ke-19 dan ke-20, telah mewariskan
dendam kesumat yang berkepanjangan. Dan, bangsa-bangsa
Barat sekarang ini, tentunya tak mau negeri-negeri mereka yang
makmur kembali bersimbah darah gara-gara perang bernuansa
ras dan agama, seperti yang kini masih terjadi di berbagai
tempat lain di dunia, termasuk di Indonesia.

Untuk mencegah meluasnya kemungkinan buruk itu,


sekarang ini telah bermunculan lembaga-lembaga di luar sektor

Page | 15
16

negara yang bertujuan mebangun dialog antar-peradaban. Di


Indonesia misalnya, lembaga-lembaga seperti International
Center for Islam and Pluralism (ICIP), Indonesian Conference of
Religious and Peace (ICRP), Masyarakat Dialog Antar Agama
(MADIA), Dialog Antar Iman (DIAN), Center for Moderate Muslim
(CMM), dan Maarif Institute for Culture and Humanity, yang
masing-masing berupaya mengambangkan pemahaman dan
peradaban Islam yang ramah dan toleran, diharapkan ikut
memberi andil yang signifikan dalam membangun kehidupan
bersama yang damai, termasuk dalam hal hubungan Islam dan
Barat.

Terorisme
Tidak ada istilah yang serumit “terorisme”. Istilah tersebut
bukan sekadar istilah biasa, melainkan wacana baru yang ramai
diperbincangkan khalayak dunia dan mempunyai impilikasi besar
bagi tatanan politik global. Terorisme bukan sekadar diskursus,
akan tetapi sebuah gerakan global yang hinggap di mana pun
dan kapan pun.

Bila mengkaji tentang perkembangan politik Islam,


khususnya dengan hubungannya dengan negara-negara Barat,
maka isu terorisme adalah salah satu isu yang paling menarik.
Isu terorisme selalu menjadi alasan negara-negara Barat untuk
menyudutkan negara-negara atau kelompok-kelompok Islam
demi kemananan dunia.

Saat ini, di mata politik negara Amerika Serikat, Islam


identik dengan terorisme. Hegemoni Amerika dalam
mengopinikan Islam telah membawa dampak yang sangat besar
terhadap Islam.
Tampaknya, lemahnya sikap politik negara-negara muslim
telah mendorong beberapa pihak seperti Osamah, Abu Hamzah
dan sebagainya untuk melakukan aksi perlawanan atas
perlakuan negara Barat terhadap negara-negara Islam dengan
kekerasan. Perlawanan yang dilakukan beberapa kelompok ini
memang cukup signifikan. Ada ratusan peristiwa “terorisme”
yang umumnya ditujukan untuk melawan sikap politik negara-
negara Barat, khususnya Amerika, mulai dari serangan terhadap
WTC, Pentagon, pemukiman pekerja minyak di Arab Saudi,
kedubes-kedubes dan sebagainya.

Islam pada abad ke-21 harus menghadapi streotip “teroris”


yang disandangkan pada dirinya. Streotip ini memang sangat
merugikan bagi perkembangan Islam. Serangan Amerika
terhadap Afganistan contohnya, yang beralasan untuk
memberantas teroris.

Terorisme kian mencuat ke permukaan, tatkala gedung


pencakar langit, World Trade Center (WTC) dan gedung
Pentagon, New York, hancur-lebur diserang sebuah kelompok,
yang sampai detik ini masih misterius. Jaringan internasional al-
Qaedah sering disebut-disebut sebagai aktor di balik aksi
penyerangan tersebut. Pada titik ini, terorisme kian
dipertanyakan dan dipersoalkan.

Pengeboman bus turis asing di Kairo, penembakan para


turis di Luxor, Mesir, pengeboman kedubes AS di Kenya dan
insiden yang serupa merupakan salah satu bentuk aksi-aksi
terorisme. Pada titik ini, terorisme mendapatkan sorotan serius
dari masyarakat dunia, bahwa cara-cara yang ditempuh para
teroris dapat mewujudkan instabilitas, kekacauan dan

Page | 17
18

kegelisahan yang berkepanjangan. Masyarakat senantiasa


dihantui perasaan was-was dan tidak aman.9

3. Ekonomi.
Sebagai salah satu fondasi kehidupan masyarakat,
ekonomi Barat juga mendominasi dunia perekonomian Islam.
Pusat-pusat industri terbesar di dunia tidak ditemukan di negara-
negara yang dihuni masyarakat Islam. Bahkan industri-industri
besar yang terdapat di negara-negara Muslim tidak lepas dari
campur tangan orang-orang Eropa. Lebih menyedihkan lagi,
industri perminyakan yang seharusnya dikuasai penuh oleh
masyarakat Islam ternyata tunduk di bawah kebijakan
perekonomian Barat. Di Arab Saudi, terdapat sebuah pemukiman
yang dikhususkan untuk enginer perminyakan yang berasal dari
Eropa. Di Indonesia, tambang Emas terbesar dimiliki oleh orang-
orang Amerika.

Pada tataran yang lebih mikro, daya beli masyarakat Islam


masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan masyarakat Eropa.
Standar kehidupan masyarakat muslim jauh di bawah standar
kehidupan masyarakat Eropa. Sekali lagi, salah satu faktor yang
menyebabkan hal tersebut adalah fakta bahwa segala yang
bercorak Barat laku dijual di pasaran.

4. Pendidikan
Susah untuk menjelaskan bagaimana dinamika pendidikan
Islam berkembang pada abad 21, kecuali hanya sebatas opini-
9 “Islam dan Terorisme” artikel internet pada www.Islamlib.org.
didownload pada April 11, 2008.
opini, karena abad ke-21memang baru saja dimulai. Kita hanya
bisa memperkirakan bagaimana dinamika pendidikan Islam
nantinya.

Namun dapat dikatakan bahwa apabila pendidikan Islam


hanya berkutat pada masalah romatisme kemenangan Islam
pada masa lampau, maka masyarakat muslim pada abad ke-21
tidak akan jauh berbeda kondisinya dengan kondisi satu hingga
dua abad silam. Di lingkaran pendidikan Islam, kita sering
mendapatkan kajian tentang bagaimana konstribusi Islam atas
kejaan Barat, tanpa memikirkan bagaimana sebaliknya.
Pendidikan Islam-layaknya sekarang ini-akan bercorak
pendidikan masyarakat yang lebih maju seperti pada masyarakat
Eropa.

5. Masyarakat Sosial
Salah satu akibat dari globalisasi adalah interaksi budaya.
Pertukaran budaya yang dibatasi oleh batas-batas negara
merupakan salah satu aspek yang sering dan bahkan lazim
dalam hubungan dua kebudyaan yang berbeda. Pada abad ke-
20, Media massa secara sederhana telah menjadi alat
imperialisme kultural, yang sebelumnya dilakukan melalui
interaksi perorangan seperti melalui perdagangan, missi relijius,
misi diplomatis dan perdagangan, penaklukan, pembelian
teroterial dan pemberian hadiah, juga akan membawa kultur
dominan kepada kultur minoritas di daerah tersebut. 10

Dengan melihat ke belakang, seperti pada awal tahun


1972, diadakanlah conferrensi Unesco yang merupakan bentuk

10 James R. Wilson danStan Le Roy Wilson, Media Massa dan


Kebudayaan Massa; Sebuah Pengantar, terj. Artikel tidak dipublikasikan. h. 1.

Page | 19
20

perhatian dalam hal dominasi media Barat dalam membentuk


opini dunia. Kemampuan media massa untuk diserap oleh
masyarakat merupakan salah satu bentuk hegemoni Barat di
masa lalu, hal ini diidentifikasi sebagai sumber utama dominasi
kultural Barat atas Timur yang ini kemudian mengkibatkan
munculnya detoriorasi nilai kebudaayaan dalam masyarakat
dunia dunia ke-tiga.

Maraknya sajian-sajian budaya dan gaya hidup yang


disajikan kepada masyarakat muslim menyebabkan masyarakat
Muslim pada abad ke-21seolah kehilangan identitas
kebudayaannya. Media massa internasional yang berhasil
menyentuh masyarakat-masyarakat di lain benua tidak hanya
menyajikan politik akan tetapi juga gaya hidup dan kebudayaan.

Pengaruh kebudayaan Barat terhadap Islam tidak terbatas


kepada kelompok-kelompok khusus masyarakat akan tetapi
semua lapisan, akademis, ulama, anak-anak, remaja maupun
dewasa, dalam hal berkomunikasi, bertindak, berpakaian dan
berpikir.

Di dalam tataran masyarakat, identitas kebudayaan Islam


dikalahkan oleh identitas kebudayaan Barat. Konten-konten
kebudayaan Islami nampaknya hanya bisa bertahan dalam
tingkat kehidupan personal masyarakat Muslim atau paling tidak
di dalam keluarga.Kebudayaan keTimuran yang sering dikatakan
sebagai kebudayaan Islam tidak mampu bersaing dan bertahan
di dalam diri masyarakat muslim.

D. Penutup.
Kajian menarik dinamika perkembangan Islam abad ke-
21terfokus kepada beberapa isu yang mencuat dalam Islam dan
di luar kalangan Islam yang terkait dengannya, seperti isu
terorisme, ketegangan hubungan antara Islam dengan Barat,
dominasi Barat atas Islam dalam ekonomi, politik dan
kebudayaan.
Isu penting lainnya yang menjadi sorotan pemerhati
perkembangan Islam khususnya dalam hubungannya dengan
Barat adalah media informasi yang menjadi sarana dan
perluasan ide-ide dan kebudayaan Barat.
Tampaknya, Islam harus berusaha keras untuk bisa
menghadapi abad ke-21 yang penuh dengan tantangan
teknologi dan informasi global yang mengalir tidak seimbang.
Kegagalan ummat muslim dalam berkompetisi dengan
masyarakat lainnya merupakan dampak dari stagnasi pemikiran
dan pergerakan Islam pada abad-abad sebelumnya.

Page | 21
22

Daftar Pustaka

Esposito, John L., Ancaman Islam Mitos Atau Realitas. Bandung: Mizan,
1994.

Kompas, 17 September 2002

Lapidus, Ira M. A History of Islamic Societies. New York: Cambridge


University Press, 1988.

Penulis, Deklarasi Perang Usamah Bin Ladin. Jakarta: Ababil Press,


2001.

Watt, W. Montgomery, Islam dan Peradaban Dunia, Pengaruh Islam


atas Eropa Abad Pertengahan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama-MISSI, 1995.

Wilson, James R. dan Stan Le Roy Wilson, Media Massa dan


Kebudayaan Massa; Sebuah Pengantar, terj. Artikel tidak
dipublikasikan.

www.Indonesiaindonesia.com, “Nabi-Nabi Palsu” Artikel internet


didownload pada tanggal 20 Juni 2009.

www.Islamlib.org. “Islam dan Terorisme” artikel internet didownload


pada tanggal 20 Juni 2009

You might also like