Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Persaingan yang ketat dalam memperebutkan ceruk pasar kredit UMKM saat ini
membutuhkan kesiapan para pelaku perbankan yang fokus dalam penyaluran kredit
ke sektor usaha yang digolongkan sebagai usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM).Sebagai contoh Bank BRI dengan 4800 lebih unit yang tersebar di seluruh
pelosok nusantara, saat ini dihadapkan pada kompetisi yang lebih ketat untuk
mempertahankan 60% pangsa pasarnya di segmen ini yang terbukti lebih tahan
banting di saat krisis dibanding dengan sektor korporat. Hal ini pula yang
menyebabkan banyak pelaku perbankan yang mulai menggarap segmen ini dengan
lebih serius, terbukti dengan banyaknya bank-bank umum yang melakukan
ekspansi besar-besaran dengan target penyaluran kredit tinggi untuk sektor ini
hingga menimbulkan perseteruan dari beberapa pihak sehingga Bank Indonesia
sebagai regulator perbankan harus turun tangan.
BRI yang selama ini dikenal sebagai market leader, tentu saja tidak boleh lengah
dengan peta persaingan yang telah berubah. Bisa dikatakan sebelum banyaknya
bank-bank umum lain yang bermain di segmen ini, pesaing BRI unit hanyalah BPR
yang notabene memiliki sumber daya dan lingkup kerja yang lebih terbatas di
banding BRI sehingga tidak sulit untuk menguasai pasar. Tetapi tentu saja BRI unit
adalah sebuah pioner yang patut bangga sebagai pelaku perbankan pertama yang
mampu menunjukkan bahwa sektor usaha kecil dan menengah cukup potensial.
II. PERMASALAHAN
Krisis ekonomi telah memberikan suatu pembelajaran bagi para pelaku perbankan
kita, bahwa dengan ‘ menganak-emaskan ‘ sektor korporat rentan menyebabkan
kredit macet. Berbeda dengan sektor usaha kecil dan menengah yang mampu
memberikan performa NPL yang rendah (3,44 persen dari total kredit UMKM di
tahun 2004). Pemerintah pun akhirnya menyadari adanya “penganaktirian” yang
dilakukan sektor perbankan terhadap pengusaha kecil dan menengah. Untuk itu
pemerintah secara khusus meminta Bank Indonesia memberikan kelonggaran
aturan untuk kredit mikro, kecil dan menengah.
Pasar yang belum tergarap di sektor UMKM ini masih sangat luas. Hasil dari riset BI
dan Biro Pusat Statistik di Indonesia terdapat 42 juta usaha mikro dan kecil dengan
kebutuhan kredit sekitar 110 triliun, sementara lembaga mikro yang ada seperti BRI
dan BPR hanya mampu melayani 16 juta nasabah (Kontan, 2005).
Lalu sisa Usaha mikro yang berjumlah 26 juta belum tersentuh oleh perbankan
tentu bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Apakah memang sulit digarap karena
mereka belum bank minded atau karena perbankan belum dapat mencapai mereka.
Tantangan ini perlu dijawab oleh pelaku perbankan dengan melakukan perubahan-
perubahan dalam strategi pemasaran terutama di sektor nasabah UMKM.
Dengan adanya register rencana kunjual Mantri Unit tersebut akan berdampak
besar bagi perkembangan Kupedes baik dari sisi outstanding maupun dari jumlah
debitur. Jika satu nasabah menyumbang satu informasi nasabah baru dan dari
informasi tersebut setelah ditindaklanjuti separuhnya terealisir menjadi nasabah
baru kupedes berarti jumlah nasabah kupedes akan meningkat sebesar 50%.
Jumlah ini belum lagi ditambah dari informasi pihak ketiga, nasabah lama yang
tidak pinjam lagi, dan dari suplesi Kupedes nasabah yang kurang tiga kali angsuran.
Tidak hanya sampai disitu, sasaran yang sesungguhnya yang akan diharapkan
adalah adanya multiplier effect yang berkelanjutan.
c. Hasil akhir yang akan dicapai adalah adanya peningkatan outstanding maupun
jumlah nasabah Kupedes. Tentu saja usaha ini harus dilakukan secara
berkesinambungan dan di evaluasi sacara periodik.