You are on page 1of 6

Perbandingan UU No 23 Tahun 1997 dan UU No 32 Tahun 2009

Mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Di susun Oleh :
Rina Suliastini
E0008223 / C

Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
2009
Sejak tanggal 3 Oktober 2009, Undang-Undang No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku lagi, yang kemudian digantikan dengan hadirnya Undang-Undang No. 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Undang-undang ini terdiri dari 17 bab dan 127 pasal yang mengatur
secara lebih menyeluruh tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang ini adalah adanya
penguatan yang terdapat dalam Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola
pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan
instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta
penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek
transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan

Beberapa point penting dalam UU No. 32 Tahun 2009 antara lain:

1. Keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;


2. Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
3. Penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
4. Penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup
strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan
hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup,
anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan
instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi;
5. Pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
6. Pendayagunaan pendekatan ekosistem;
7. Kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan
global;
8. Penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
9. Penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
10. Penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yang lebih efektif dan responsif; dan
11. Penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik
pegawai negeri sipil lingkungan hidup.

Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri


untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi
lain. Melalui Undang-Undang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang
sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Oleh karena itu, lembaga yang mempunyai beban kerja berdasarkan


Undang-Undang ini tidak cukup hanya suatu organisasi yang menetapkan dan
melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan, tetapi dibutuhkan suatu organisasi
dengan portofolio menetapkan, melaksanakan, dan mengawasi kebijakan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, lembaga ini
diharapkan juga mempunyai ruang lingkup wewenang untuk mengawasi sumber
daya alam untuk kepentingan konservasi. Untuk menjamin terlaksananya tugas
pokok dan fungsi lembaga tersebut dibutuhkan dukungan pendanaan dari
anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai untuk Pemerintah dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memadai untuk pemerintah daerah.
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup sebagai pengganti UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Yang dimaksud perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam


undang-undang tersebut meliputi:

1. Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan


hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
2. Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alama yang dilakukan berdasarkan
RPPLH. Tetapi dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu
daerah belum menyusun RPPLH maka pemanfaatan sumber daya alam
dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup.
3. Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan
pemulihan.

Dimasukkan pengaturan beberapa instrumen pengendalian baru, antara


lain: KLHS, tata ruang, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL,
UKL-UPL, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan
perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan
hidup, analisis resiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen
lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya konservasi sumber
daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan/atau pelestarian fungsi atmosfer.
Aspek pengawasan dan penegakan hukum, meliputi : Pengaturan sanksi yang
tegas (pidana dan perdata) bagi pelanggaran terhadap baku mutu,
pelanggar AMDAL (termasuk pejabat yang menebitkan izin tanpa AMDAL atau
UKL-UPL), pelanggaran dan penyebaran produk rekayasa genetikan tanpa hak,
pengelola limbah B3 tanpa izin, melakukan dumping tanpa izin, memasukkan
limbah ke NKRI tanpa izin, melakukan pembakaran hutan, Pengaturan tentang
pajabat pengawas lingkungan hidup (PPLH) dan penyidik pengawai negeri
sipil (PPNS), dan menjadikannya sebagai jabatan fungsional.
Ada pasal-pasal yang mengatur sanksi pidana dan perdata yang
mengancam setiap pelanggaran peraturan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, baik kepada perseorangan, korporasi,
maupun pejabat. Sebagai contoh, pelanggaran terhadap baku mutu dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) dan
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Dalam UU No 32 Tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup
banyak dibandingkan instrumen lingkungan lainnya, dari 127 pasal yang ada, 23
pasal diantaranya mengatur tentang AMDAL. Tetapi pengertian AMDAL pada
UU No. 32 Tahun 2009 berbeda dengan UU No. 23 Tahun 1997, yaitu hilangnya
“dampak besar”. Jika dalam UU No. 23 Tahun 1997 disebutkan bahwa
“AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup ......”, pada UU No.
32 Tahun 2009 disebutkan bahwa “ AMDAL adalah kajian mengenai dampak
penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan .....”. Dari ke 23 pasal
tersebut, ada pasal-pasal penting yang sebelumnya tidak termuat dalam UU No.
23 Tahun 1997 maupun PP No.27 Tahun 1999 dan memberikan implikasi yang
besar bagi para pelaku AMDAL, termasuk pejabat pemberi ijin.
Hal-hal penting baru yang terkait dengan AMDAL yang termuat dalam
UU No. 32 Tahun 2009, antara lain:

1. AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan


pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
2. Penyusun dokumen AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi
penyusun dokumen AMDAL;
3. Komisi penilai AMDAL Pusat, Propinsi, maupun kab/kota wajib memiliki
lisensi AMDAL;
4. Amdal dan UKL/UPL merupakan persyaratan untuk penerbitan izin
lingkungan;
5. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai
kewenangannya.

Selain ke - 5 hal tersebut di atas, ada pengaturan yang tegas yang


diamanatkan dalam UU No. 32 Tahu 2009, yaitu dikenakannya sanksi pidana dan
perdata terkait pelanggaran bidang AMDAL. Pasal-pasal yang mengatur tentang
sanksi-sanksi tersebut, yaitu:

1. Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin


lingkungan;
2. Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki
sertifikat kompetensi;
3. Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa
dilengkapi dengan dokumen AMDAl atau UKL-UPL.

You might also like