Dicky Budi Nurcahya Diwiasti F. Yasmin Antonius Bagus Budi K. Annisa Budiastuti Mathan Amuthan Billy Joe
Pembimbing: DR.dr.Hj. Noer Rachma, Sp. KFR SLE merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. SLE merupakan penyakit yang kompleks dengan presentasi klinis dan prognosis yang bervariasi, ditandai dengan adanya fase remisi dan aktif. Pada populasi secara keseluruhan SLE mengenai sekitar 1:2000 orang, dan bervariasi dipengaruhi jenis kelamin, ras, etnis, dan status sosial ekonomi. Sembilan puluh persen pasien SLE adalah wanita usia produktif. Puncak insidensinya usia antara 15 - 40, dengan perbandingan pria dan wanita 6-10:1 GENETIK LINGKUNGAN STRESS DEFISIENSI KOMPLEMEN HORMON OBAT- OBATAN SLE 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Muskuloskeletal Kardiopulmonal Fotosensitifitas Sistem Renal Hematologi Oral MANIFESTASI SLE Otak dan Sistem Saraf Orang dengan lupus sering mengalami tanda-tanda yang berhubungan dengan otak dan sistem saraf. Hal ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang) dan sistem saraf perifer. Komplikasi dari ini dapat menyebabkan sakit kepala, depresi, perubahan suasana hati, disfungsi kognitif, stroke dan kejang
Opthalmologic: Mata Komplikasi yang dapat terjadi meliputi; mata kering, sumbatan saluran air mata, katarak, penglihatan kabur, gangguan penglihatan atau bahkan kehilangan penglihatan. Ini dapat berhubungan dengan proses inflamasi dari lupus itu sendiri tetapi dalam kasus lain, masalah mungkin karena terapi obat (kortikosteroid atau antimalaria) atau mungkin menjadi masalah tersendiri (glaukoma atau ablasi retina). Hal ini sangat penting untuk menjadwalkan pemeriksaan mata tahunan yang komprehensif untuk mengetahui dan mengobati masalah apapun yang mungkin terjadi.
Kulit Sekitar dua pertiga dari orang yang hidup dengan lupus akan mengalami beberapa jenis penyakit kulit atau cutaneous lupus. Ruam dan luka adalah komplikasi umum dari lupus. Sampai dengan 70 persen penderita lupus mengalami photosensitivity (sensitif terhadap ultraviolet, UV, cahaya.)
Hematologi Sekitar 50 persen pasien lupus dengan lupus aktif mengalami anemia. Sedangkan lainnya dapat mengalami leukopenia, trombositopenia atau trombosis
Kardiopulmoner penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian nomor satu pada orang dengan SLE. Sekitar 50% orang dengan SLE akan mengalami keterlibatan paru-paru selama perjalanan penyakit mereka.
Renal System (Ginjal) Diperkirakan bahwa sebanyak 40 persen dari semua orang dengan lupus, dan sebanyak dua-pertiga dari semua anak dengan lupus, akan mengalami komplikasi ginjal (nephritis lupus) yang memerlukan evaluasi medis dan pengobatan. Gastrointestinal komplikasi sistem GIT umum terjadi pada pasien lupus. Hal ini dapat mencakup organ sekitarnya seperti lambung, hati, pankreas, saluran empedu, dan kantong empedu. Seringkali otot-otot tidak bekerja secara efektif menyebabkan banyak masalah ini pencernaan.
Musculoskeletal System Lebih dari 90 persen orang dengan SLE akan mengalami nyeri sendi dan atau otot pada beberapa waktu selama perjalanan penyakit. Peradangan pada sendi dan otot adalah penyebab paling umum untuk komplikasi ini. Lupus Arthritis dirasakan sebagai nyeri, kekakuan, pembengkakan dan rasa panas pada sendi. Arthritis pada lupus terlihat mirip rheumatoid arthritis sehingga seringkali terjadi kesalahan diagnosis Tulang Penggunaan obat kortikosteroid sering diresepkan untuk mengobati SLE dapat meningkatkan risiko, bahkan memicu osteoporosis. Asupan kalsium dan vitamin D, olahraga teratur, dan menghindari merokok dapat membantu mencegah tingkat keparahan dari osteoporosis yang dapat timbul.
Penyakit Lupus Oral Sekitar 95 persen pasien lupus menderita beberapa bentuk komplikasi oral seperti pengembangan luka dan lesi di dalam mulut atau hidung. Sariawan juga dapat menjadi lebih umum. Steroid topikal sering diresepkan dan dapat membantu meringankan masalah ini.
Reproductive Sistem Kehamilan dengan lupus selalu dianggap "berisiko tinggi" karena potensi untuk kemungkinan peningkatan pengiriman keguguran atau prematur. Diagnosis SLE dapat ditegakkan bila memenuhi empat atau lebih dari 11 kriteria yang terjadi saat ini, secara serial, atau secara simultan. NSAID Anti-malaria Steroid topikal Kortikosteroid Imunosupresan Pada tahun 1950, angka harapan hidup pasien SLE hanya 50% setelah didiagnosis, SLE juga tidak dapat diprediksi dalam hal remisi dan eksaserbasi. Sekarang prognosis SLE semakin baik berupa usia harapan hidup, lamanya remisi ataupun remisi lengkap, disebabkan diagnosis dini penyakit dengan pendekatan terapi yang lebih baik. Angka harapan hidup pasien dengan SLE adalah 90-95% pada dua tahun, 82-90% pada lima tahun, 71- 80% pada 10 tahun, dan 63-75% pada 20 tahun. Program rehabilitasi tergantung dari manifestasi penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi sehingga terjadi limitasi aktivitas dan gangguan mobilisasi. Rehabilitasi yang diberikan dapat berupa terapi latihan, terapi modalitas, terapi relaksasi, ortotik dan alat bantu jalan. Stretching exercise
Dilakukan perlahan untuk menghindari penekanan pada sendi. Latihan ini membantu mempertahankan atau meningkatkan gerak sendi sebesar mungkin pada semua arah gerakan sehingga mencegah kehilangan gerak sendi, memulihkan gerakan yang hilang, dan mengurangi kekakuan sendi. merupakan cara paling baik untuk memulai dan mengakhiri setiap program latihan karena membantu mengeliminasi kekakuan/ketegangan pada otot, tendon, dan ligamen di sekitar sendi, meringankan nyeri, mencegah cedera, memperbaiki sirkulasi, dan meningkatkan fleksibilitas. Latihan ini juga berfungsi mempertahankan ROM fungsional dan mempertahankan sendi dalam posisi alignment yang terbaik. ROM exercise
Strengthening exercise
Berguna untuk melakukan aktivitas menahan secara statis dan dinamis yang harus ada dalam fungsi-fungsi dasar, seperti mengangkat gelas, bangun dari atau duduk ke kursi, berjalan, dan berpakaian. Latihan isometrik merupakan pilihan karena merupakan latihan penguatan yang tidak melibatkan pergerakan sendi. Latihan isotonik diberikan bila tanda radang pada sendi, miositis aktif, dan nekrosis tulang avaskular tidak ditemukan. Latihan diberikan dengan beban yang rendah, repetisi yang minimal, dan lengkung gerak yang dibatasi untuk mencegah penekanan pada sendi dan terjadi inflamasi. Latihan isotonik pada pasien SLE lebih sering diresepkan dalam air karena air dapat menghilangkan gravitasi, menurunkan tekanan otot dan sendi pada ekstremitas bawah sehingga nyeri minimal. Latihan isokinetik tidak direkomendasikan, kecuali pada pasien dengan aktivitas penyakit tidak aktif. Endurance exercise
dapat digabung dengan terapi rekreasi, berupa aktivitas seperti berenang, berjalan, berlari, aerobik low-impact, bersepeda. Latihan ini selain meningkatkan atau mempertahankan kekuatan dan endurans, juga memberikan kontak sosial yang penting, dan memperbaiki harga diri. Latihan ini juga memberikan efek anti depresi yang kemungkinan berhubungan dengan produksi endorfin. Terapi modalitas
Terapi modalitas yang dipakai untuk inflamasi akut dan nyeri adalah terapi dingin dan TENS, sedangkan terapi panas dangkal digunakan untuk nyeri tanpa inflamasi. Peralatan adaptif mungkin diperlukan bagi pasien untuk menyelesaikan tugas-tugas ADL teknik konservasi energi untuk mencegah kelelahan meningkatkan kemandirian dan keselamatan pasien dengan mobilitas di rumah Pada pasien SLE, alat bantu jalan seperti tongkat dan walker mungkin dapat membantu, tergantung dari masing-masing individu. Splin dan ortotik digunakan untuk menstabilisasikan sendi, mengurangi pergerakan sendi, dan menyokong sendi pada posisi fungsi maksimal. Sedangkan alat bantu jalan dipakai untuk mengurangi beban pada sendi yang nyeri atau rusak. PASIEN DAN KELUARGA Penjelasan penyakit Gejala Pencetus kekambuhan memberikan harapan yang realistik sesuai keadaannya, mengatasi stress dan masalah yang terkait dengan sosial, serta mengatasi rasa nyeri.
Memberi anjuran untuk mematuhi jenis pengobatan dan melakukan konsultasi secara teratur