You are on page 1of 10

STRATEGI DAN PERANAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DALAM

PENGEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN TRADISONAL

Ade Chandra Iwansyah dan Taufik Rahman


Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna – LIPI
Jl. K. S. Tubun No. 5 Subang 41213; Telp. (0260) 411478, Fax (0260) 411239
Email: a_choy83@yahoo.com or adec002@lipi.go.id

PENDAHULUAN
Sektor industri pengolahan merupakan salah satu sektor dominan (44%
total kegiatan perekonomian) di provinsi Jawa Barat. Dari sektor tersebut,
sebagian besar adalah industri skala kecil dan menengah. Hal ini dapat dilihat dari
data 196.800 unit usaha yang berada di Jawa Barat, sekitar 98% tergolong industri
kecil dan menengah (IKM). Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Jabar, terdapat rata-rata 192.452 unit IKM di Jabar dengan
nilai potensi nilai produksi Rp. 6,11 triliun per tahun. Jumlah ini terus bertambah
setiap tahunnya dan diperkirakan rata-rata unit industri baru yang muncul sebesar
950 unit.
Selain itu menurut data yang diperoleh menunjukan sepertiga IKM di Jawa
Barat berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi (Jakarta dan Bandung).
(Anonymous 2008). Potensi Industri Kecil Menengah di Jawa Barat dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 1. Potensi industri kecil menengah di Jawa Barat
Daerah Unit Usaha Tenaga kerja
Kabupaten Sukabumi 15.075 105.355
Kabupaten Bogor 14.043 110.945
Kabupaten Bandung 11.834 117.633
Kabupaten Purwakarta 10.933 91.642
Kota Bandung 10.400 103.208
Kabupaten Cirebon 10.247 100.293
Kabupaten Bekasi 10.179 105.722
.
Dst
Jumlah 193.557 2.088.101
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
Jawa Barat 2007(kompas 2008)

*) Disampaikan pada kegiatan “Pengembangan Produk KUKM melalui TTG di Kab. 1


Bandung, Jawa Barat”, 19 November 2008
Dampak krisis ekonomi global yang dialami akhir-akhir ini, berdampak
sekali terhadap unit usaha mikro kecil menengah (UMKM). Berbagai persoalan
dari masalah penurunan permintaan pasar luar negeri, bahan baku impor yang
semakin sulit mahal dan masalah permodalan untuk industri mikro kecil
menengah menjadi hambatan IKM kedepannya. Penguatan dengan pemilihan
bahan baku lokal dan memperkuat pasar dalam negeri merupakan salah satu cara
dalam mempertahankan industri kecil menengah. (Anonymous 2008).

INDUSTRI/USAHA KECIL OLAHAN PANGAN


Salah satu bentuk unit usaha kecil menengah yang ada di provinsi Jabar
ialah unit usaha kecil di bidang olahan pangan. Sebelum kita membahas lebih
lanjut, maka kita lihat dulu batasan atau definisi dari masing-masing penggalan
kalimat usaha kecil olahan pangan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), usaha
kecil didefinisikan sebagai perusahaan/usaha industri pengolahan (baik yang
berbadan hukum atau tidak) yang mempunyai pekerja 5-19 orang, sedangkan
usaha rumah tangga ialah usaha yang mempunyai pekerja antara 1-4 orang.
Pangan menurut Undang-undang No. 7 tahun 1996 didefinisikan sebagai
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun
yang tidak diolah, yang diperuntukan untuk makanan atau minuman bagi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, atau pembuatan makanan atau
minuman sendiri. Jadi usaha olahan pangan ialah kegiatan industri/usaha yang
mengolah komoditas pangan yang bersumber dari hasil pertanian (buah-buahan,
sayuran, tepung, umbi-umbian, padi-padian, kacang-kacangan, daging, telur, hasil
perikanan dan sebagainya) menjadi produk olahan (makanan dan minuman)
hingga perdagangan dan distribusinya dikenal luas di masyarakat. (Hubeis 2000).
Industri olahan pangan menurut Hubeis (2000) memiliki dua keunggulan.
Pertama, keunggulan komparatif atau sumberdaya, seperti: penyedian lapangan
pekerjaan, bahan baku berbasis lokal, skala usaha, pasar lokal dan sebagainya.
Kedua, keunggulan kompetitif atau spesialisasi industri (ragam produk, nilai
tambah, dll) yang dimilikinya, mulai dari tahap pengenalan, pertumbuhan,
pemantapan dan penurunan produk. Sehingga kedua keunggulan tersebut erat

*) Disampaikan pada kegiatan “Pengembangan Produk KUKM melalui TTG di Kab. 2


Bandung, Jawa Barat”, 19 November 2008
sekali dengan faktor seperti: sumberdaya alam (SDA), sumberdaya manusia
(SDM), teknologi, skala ekonomi dan diferensiasi produk.

PANGAN TRADISONAL DAN FUNGSIONAL, MENGAPA TIDAK?


Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman dan variasi makanan
tradisonal. Menurut Apriyantono (2000) pangan tradisional didefinisikan sebagai
makanan yang diproduksi oleh masyarakat secara turun temurun, baik itu yang
berasal dari dalam negeri atau dahulunya berasal dari negara lain namun
kemudian dianggap sebagai makanan lokal. Pangan tradisional ini umumnya
dikenal dan dikonsumsi masyarakat, sehingga pemenuhan gizi dan kesehatan
masyarakat cukup signifikan. selain itu harganya yang relatif murah menjadi
pilihan untuk pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat menengah ke bawah.
Dilihat dari segi skala usaha, pangan tradisional ini umumnya diproduksi
oleh industri kecil skala mikro yang tersebar diseluruh Indonesia. Segi teknologi,
umumnya teknologi masih sederhana dan tradisonal serta proses dan peralatan
yang digunakan seringkali kurang higienis. Segi produk, produk mempunyai
ketahanan simpan pendek, umumnya diserap langsung oleh pasar lokal, kemasan
memadai dan desain produk kurang menarik.
Tabel 2. Beberapa daftar makanan tradisional dan fungsional
yang ada di Indonesia
Makanan Tradisional Makanan Fungsional
o Tempe o Yoghurt, yakult, keffir
o Oncom o Minuman berserat
o Gula merah o Minuman sarang burung
o Manisan buah-buahan o Ready meals
o Tape singkong o Cereal
o Tape ketan o Biskuit (berserat
o Brem bali dan bervitamin tinggi)
o Tahu o Makanan bayi
o Kecap o Es krim
o Tauco o Salad dressing
o Minuman temulawak o Wafer cookies
o Minuman jamu o Low Calories jams
o Sari kedelai
o Opak ketan
o Ranginang
o Tiwull
Sumber : Apriyantono (2000)

*) Disampaikan pada kegiatan “Pengembangan Produk KUKM melalui TTG di Kab. 3


Bandung, Jawa Barat”, 19 November 2008
Sedangkan Pangan fungsional menurut Golberg (1994) didefinisikan
sebagai pangan yang memberikan efek positif terhadap kesehatan individu,
kesehatan fisik dan kesehatan pikiran terutama dari nilai kandungan gizinya.
Pangan fungsional harus memiliki karakteristik sebagai pangan yang memberikan
khasan sensori, baik dari segi warna dan cita rasa, mengandung gizi dan
mempunyai fungsi fisiologis (menjaga daya tahan tubuh, mempertahankan
kondisi fisik dan sebagainya).

PELUANG, TANTANGAN DAN HAMBATAN INDUSTRI MAKANAN


TRADISONAL

Prospek industri pengolahan pangan, khususnya industri makanan


tradisional sangatlah menjanjikan. Hal ini dapat dilihat dari peluang-peluang
(oppurtunity), seperti: (1) ketersediaan pasar domestik dan ekspor produk industri
pangan yang masih terbuka lebar; (2) ragam dan tingkat teknologi proses telah
dapat dikuasai sehingga banyak produk yang dapat dikuasai, (3) potensi hasil
pertanian sebagai bahan baku lokal, mengingat indonesia ialah negara agraris; (4)
permintaan produk olahan pangan sejalan dengan dinamika pertumbuhan ekonomi,
sosial, budaya dan arus globalisasi; (5) makanan tradisonal merupakan makan
spesifik sehingga dapat dikembangkan menjadi produk eksklusif dan tidak
besaing dengan produk impor; (6) makanan tradisonal banyak yang mengandung
khasiat khusus, sehingga dapat dikembangkan menjadi makanan fungsional; dan
(7) berubahnya kesadaran masyarakat, dari paradigma kuratif menjadi paradigma
preventif.
Tantangan dalam industri pengolahan pangan, yaitu: (1) pasokan bahan
baku yang tidak kontinu baik kuantitas maupun kualitas; (2) beberapa industri
pangan kurang/belum memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan; (3) dukungan
teknologi budidaya khususnya penyediaan bibit dan penanganan pasca panen; (4)
skema pendanaan yang mendukung pengembangan agribisnis sebagai penghasil
bahan baku pangan belum memadai; (5) ketergantungan produsen terhadap
jaringan multi nasional dibidang distribusi dan pemasaran, sehingga
memperlemah bargaining power produsen.

*) Disampaikan pada kegiatan “Pengembangan Produk KUKM melalui TTG di Kab. 4


Bandung, Jawa Barat”, 19 November 2008
Selain itu terdapat pula hambatan dan kendala dalam usaha industri
pengolahan pangan terutama industri kecil makanan tradisional, yaitu: (1) kualitas
sumberdaya manusia yang terlibat dalam industri kecil makanan tradisional
umumnya renda, sehingga sulit berkembang; (2) teknologi dan proses masih
sangat tradisional (keterbatasan kapasitas, tingkat higienis yang rendah, ketahanan
simpan dan penampilan produk kurang menarik; dan (3) lemahnya akses
pengusaha makanan tradisional pada sumber-sumber pendanaan, teknologi, pasar
dan informasi.

STRATEGI KEBERHASILAN INDUSTRI PANGAN

Di era globalisasi dan perdagangan bebas ini, faktor dominan dalam


menentukan tingkat daya saing suatu produk atau perusahaan ialah teknologi dan
sumberdaya manusia. Saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa derajat penguasaan
dan pengembangan teknologi oleh usaha kecil menengah masih sangat rendah.
Pemerintah melalui lembaga seperti Menegkop dan UKM, Depperindag, Menteri
Keuangan, Menteri perekonomian, dan BAPPENAS berupaya untuk
meningkatkan kesempatan dan kemampuan usaha kecil. Salah satu contoh
program pemerintah ialah “PNPM Mandiri”, “Kuur”, yang berfungsi untuk
penguatan modal dan pendanaan bagi usaha kecil. Selain itu LIPI sebagai lembaga
non departemen yang mempunyai salah satu tanggung jawab kepada masyarakat
dengan program “Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Daerah (IPTEKDA)”
fokus terhadap UMKM di daerah melalui penguatan modal dan investasi serta
bantuan teknologi peralatan.
Strategi pengembangan industri pangan dapat dilihat dalam skema
pengembangan agroindustri lokal yang dikemukakan oleh Dahrul Syah (2008),
berikut:

*) Disampaikan pada kegiatan “Pengembangan Produk KUKM melalui TTG di Kab. 5


Bandung, Jawa Barat”, 19 November 2008
Gambar 1. Skema pengembangan agroindustri pangan lokal
(Dahrul Syah 2008)

Pada Gambar 1. dapat dilihat strategi keberhasilan agroindustri pangan


lokal/ industri pangan ialah produk yang bernilai tinggi yang sesuai dengan pasar
dan konsumen. Agar produk pangan yang kita produksi memiliki nilai tambah dan
mutu yang baik, maka ilmu pengetahuan dan teknologi pangan sangatlah
dibutuhkan. Hal ini agar produk yang kita produksi dapat dipertanggung jawabkan
dari segi keamanan, mutu dan gizinya. Selain itu peran pemerintah untuk
memfasilitasi melalui dinas/instansi sesuai tugas pokok dan fungsinya.

PERANAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DALAM INDUSTRI PANGAN


Teknologi ada dikarenakan kebutuhan dan mempermudah manusia dalam
mengerjakan sesuatu. Namun terkadang teknologi yang diciptakan kurang
bermanfaat bahkan tidak tepat guna. Oleh karena itu istilah teknologi tepat guna
sangatlah penting, terutama dalam penerapannya di usaha kecil dan menengah.
Teknologi memiliki dua dimensi, yaitu ilmu pengetahuan (sciences) dan rekayasa
(engineering). Wujud teknologi tidak hanya berupa peralatan (fisik), namun dapat
pula berupa teknik, metode atau cara berproduksi.
Terkait dengan penguasaan teknologi sebagai upaya peningkatan kualitas
produk, diperlukan suatu strategi penguatan UKM melalui pemanfaatan teknologi
yang mempertimbangkan permasalahan UKM itu sendiri. Sebagai faktor pemicu
pembangunan, penguasaan teknologi yang sesuai (tepat guna) akan meningkatkan

*) Disampaikan pada kegiatan “Pengembangan Produk KUKM melalui TTG di Kab. 6


Bandung, Jawa Barat”, 19 November 2008
produksi dan kulitas produk UKM yang otomatis akan mendorong penguatan
usaha. Dengan kata lain, teknologi menjadi kata kunci dalam mengenal,
memahami permasalahan dan kebutuhan UKM. Disisi lain, penggunaan teknologi
yang tidak memperhatikan sosial budaya masyarakat dapat menciptakan
kesenjangan (social lag) yang dapat menimbulkan permasalahan bagi UKM.
Pemanfaatan teknologi proses produksi diharapkan bisa selaras dengan
kebutuhan dan permintaan dari para pengusaha kecil, menengah dan mikro
(UMKM). Dimana mereka merupakan motor penggerak serta pengguna dari
teknologi proses yang ada. Pada saat ini UMKM masih memiliki keterbatasan
dalam pengembangan usahanya, termasuk dalam penguasaan dan pemanfaatan
teknologi. Padahal penguasaan dan pemanfaatan teknologi penting mengingat
penguasaan dan pemanfaatan teknologi akan meningkatkan kuantitas produk dan
jasa yang akhirnya meningkatkan nilai tambah.
Tanpa dukungan kemampuan penguasaan dan pemanfaatan teknologi
yang andal, maka UMKM akan semakin jauh tertinggal dengan usaha besar.
Istilah teknologi tepat guna tidak lagi dibatasi pada teknologi sederhana, tapi telah
mengalami perkembangan yang didasarkan pada konteks daya guna dan manfaat
dari suatu teknologi. Teknologi tepat guna yang lebih dikenal dengan TTG
dipahami sebagai teknologi yang sesuai dengan kondisi, waktu, ruang, serta
mudah dijangkau dan dipahami oleh masyarakat pengguna. Dalam pengembangan
teknologi tepat guna ini, dilakukan penelitian yang juga membutuhkan dukungan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian istilah TTG akan selalu aktual
sepanjang masa dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Teknologi proses produksi merupakan suatu cara untuk merubah bahan
mentah menjadi suatu produk yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Teknologi ini tidak hanya menyangkut pada pengolahaan pada saat prosesnya saja
akan tetapi ini juga melibatkan berapa aspek yang sangat terkait diantaranya
adalah bagaimana penanganan dari bahan baku (seperti mutu bahan baku yang
akan diolah), proses produksi yang efisen dan efektif dalam penggunaannya
sampai kepada teknologi untuk menangani produk yang dihasilkan (pengemasan
produk) sehingga produk yang dihasilkan bisa diterima oleh masyarakat.

*) Disampaikan pada kegiatan “Pengembangan Produk KUKM melalui TTG di Kab. 7


Bandung, Jawa Barat”, 19 November 2008
Pada prinsipnya proses pengolahan pangan dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu penanganan secara fisik dan penanganan secara kimiawi. Proses
pengolahan pangan secara fisik diantaranya adalah dengan pemanasan,
pembekuan, pengeringan dan pengawetan makanan dengan menggunakan garam,
gula dan asam. Sedangkan proses pengolahan secara kimiawi dilakukan dengan
penambahan enzim dan bahan-bahan kimia dalam proses pengolahan pangannya.
Teknologi proses yang digunakan untuk UMKM pada prinsipnya harus memenuhi
syarat mudah, murah dan bisa dimodifikasi dalam penggunaannya.
Salah satu contoh penggunaan teknologi dalam proses produksi, misalkan
anda ingin mengawetkan ikan bandeng. Anda memiliki beberapa pilihan cara
pengawetan: dikeringkan, diasinkan atau diasapkan. Cara-cara pengawetan ini
dinamakan sistem proses. Jika Anda memilih sistem proses pengasapan untuk
mengawetkan bandeng, untuk selanjutnya hanya dinamakan sistem pengasapan.
Produk Anda adalah bandeng asap. Untuk membuat bandeng asap, sekali lagi
Anda menjumpai pilihan sistem proses, menggunakan asap dalam bentuk gas atau
asap cair. Jika Anda memilih menggunakan asap gas, Anda membutuhkan tungku
untuk menghasilkan asap dan ruang pengasapan. Jika Anda memilih
menggunakan asap cair, Anda membutuhkan wadah, ember misalnya, untuk
merendam bandeng dalam asap cair. Tungku penghasil asap, ruang pengasapan
dan ember adalah sistem pemroses. Ilustrasi mengenai bandeng asap ini
diharapkan dapat memantapkan pemahaman terhadap sistem proses dan sistem
pemrosesan.

STUDI KASUS PEMANFAATAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA DI


INDUSTRI PANGAN
Pemanfaatan teknologi proses yang bisa diterapkan oleh pengusaha kecil
dan menengah antara lain teknologi pengolahan tahu, tempe, kerupuk, wajit,
dodol, kecap, tauco, pembuatan tepung pisang, pengolahan minyak kelapa dan
lain sebagainya. Pada makalah ini yang akan dibahas yaitu teknologi tepat guna
pada proses pengolahan tahu.
Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang
difermentasikan dan diambil sarinya. Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti

*) Disampaikan pada kegiatan “Pengembangan Produk KUKM melalui TTG di Kab. 8


Bandung, Jawa Barat”, 19 November 2008
kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan
bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya
dalam kehidupan. Sebagaimana tempe, tahu dikenal sebagai makanan rakyat.
Beraneka ragam jenis tahu yang ada di Indonesia umumnya dikenal dengan
tempat pembuatannya, misalnya tahu Sumedang dan tahu Kediri. Sebagai contoh
berikut proses produksi tahu dan letak introduksi teknologi tepat guna.(lihat
Gambar 2)
Kacang kedelai

Sortasi dan dicuci

Direndam semalam

Dikupas kulitnya

Digiling/dihancurkan
Pelecet kedelai
Bubur kedelai

Penghancur Dimasak selama 15 menit

Disaring

Bungkil bagian cair (whey)

Disaring

Bagian padat bagian cair (whey)

Pengepresan

Pengepres manual
Dipotong sesuai ukuran t ertentu

Didiamkan satu malam

Di rebus.
Teknologi
TAHU Pengemasan

Gambar 2. Skema pembuatan tahu

*) Disampaikan pada kegiatan “Pengembangan Produk KUKM melalui TTG di Kab. 9


Bandung, Jawa Barat”, 19 November 2008
PENUTUP
Makanan tradisional memiliki potensi untuk dikembangkan terutama
menjadi makanan fungsional sesuai dengan permintaan pasar dan konsumen.
Pengembangan industri kecil makanan tradisonal dapat dilakukan dengan
meningkatkan kemampuan (dari segi proses, kapasitas, teknologi, pengolahan
hingga pengemasan produk). Selain itu dalam usaha mengembangkan industri
kecil makanan tradisonal, keterkaitan pelaku usaha, pemerintah, swasta dan
akademisi sangatlah penting.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2008. IKM Penopang utama sektor Industri. Media cetak Kompas,
22 Oktober 2008.

__________. 2008. Optimalkan Pasar Dalam Negeri; harus mencari alternatif


pengganti bahan baku impor. Media cetak Kompas, 22 Oktober 2008

Apriyantono, A. 2000. Kumpulan Materi Pelatihan Industri Pengolahan Pangan


untuk Daerah Pedesaan. Materi: Kebijakan Pengembangan Industri Pangan
di Indonesia. Kerjasama B2PTTG-LIPI dengan Japan International
Cooperation Agency (JICA), Subang

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 1996. Undang-


undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan.
www.legalitas.org.

Dahrul Syah. 2008. Agroindustri Pangan Lokal untuk Menggerakan Ekonomi


Masyarakat untuk Meningkatkan Akses Terhadap Pangan. Prosiding Widya
Nasional Pangan dan Gizi IX 2008. Sub tema : Aksessibilitas Terhadap
Pangan. LIPI, Jakarta.

Golberg I. 1994. Functional Foods Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals.


Chapman & Hall. United State of America.

Hubeis, M. 2000. Kumpulan Materi Pelatihan Industri Pengolahan Pangan untuk


Daerah Pedesaan. Materi: Manajemen Industri Pangan. Kerjasama
B2PTTG-LIPI dengan Japan International Cooperation Agency (JICA),
Subang

*) Disampaikan pada kegiatan “Pengembangan Produk KUKM melalui TTG di Kab. 10


Bandung, Jawa Barat”, 19 November 2008

You might also like