Pengaruh Gejala Sesak Nafas Terhadap Timbulnya Penyakit
Gagal Jantung Akut Apriandy Pariury 102011299/A9 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510 ria_pariury@rocketmail.com
Pendahuluan Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia sekaligus penyebab signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan menghabiskan biaya yang tinggi. Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka keselamatan (survival) setelah serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak pasien yang hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung kronis. Akibatnya angka perawatan di rumah sakit karena gagal jantung dekompensasi juga ikut meningkat. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 2%. Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kirakira mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan usia, dan mempengaruhi 6-10% individu lebih dari 65 tahun. Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia.
Skenario Seorang pria 62 thn dengan keluhan sesak nafas yang memperberat sejak 2 hri terakhir. 1 minggu yg lalu pasien juga mengatakan mengalami nyeri dada namun membaik sendiri, setelah itu mulai timbul sesak, namun lama kelamaan timbul sesak yg bertambah terutama saat beraktifitas. Pasien sering terbangun malam hari karena sesak dan tidur dengan menggunakan 2 bantal untuk mengurangi sesaknya. Sejak 2 hari terakhir sesak semakin bertambah dan timbul secara terus-menerus. Pasien memiliki riwayat merokok namun sudah 2
berhenti sejak 5 tahun terkhir dan riwayat diabetes. Sejak setahun terakhir sebetulnya pasien sudah merasa kondisi badannya menurun dan sering mudah lelah.
Pembahasan Anamnesis Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai alloanamnesis. Termasuk didalam alloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Yang perlu ditanyakan dalam anamnesis, yaitu: o Identitas pasien - Nama - Umur - Pekerjaan - Alamat o Keluhan utama o Riwayat penyakit sekarang - Kapan gejala timbul, apakah mulainya mendadak atau berangsur. Umur permulaan timbulnya gejala dapat menuntun kita untuk membedakan apakah kondisi tersebut diperantarai IgE atau tidak. - Karakter, lama, frekuensi dan beratnya gejala. - Saat timbulnya gejala. Apakah keluhan paling hebat di waktu pagi, siang, malam atau tidak menentu. - Bagaimana perjalanan penyakitnya dari permulaan sampai sekarang, apakah betambah baik, tidak berubah, atau bertambah berat. Bagaimana pengaruh pengobatan sebelumnya. - Adakah jangka waktu lama tanpa serangan, bilamana dan dimana. - Apakah timbul keluhan setelah mengeluarkan tenaga. - Faktor-faktor yang memepengaruhi serangan penting ditanyakan dalam rangka penanganan pasien. o Riwayat penyakit dahulu o Riwayat kesehatan keluarga 3
o Riwayat sosial dan ekonomi - Pekerjaan dan hobi. Keluhan pasien dapat timbul saat berada di rumah, di sekolah, atau di tempat kerja.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik, selain berguna untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, juga berguna untuk mengetahui penyakit-penyakit yang mungkin menyertai gagal jantung akut. Pemeriksaan fisik meliputi seluruh badan, mulai dari kepala sampai ke kaki. Penilaian secara sistematik presentasi klinik adalah sangat penting meliputi riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penilaian perfusi perifer, suhu kulit, peninggian tekanan pengisian vena adalah sangat penting, adanya sistolik murmur dan diastolik murmur, demikian juga irama gallop sangat perlu dideteksi pada auskultasi bunyi jantung. Mitral insufisiensi sangat sering ditemukan pada fase akut. Adanya stenosis aorta atau insufisiensi aorta juga harus dideteksi. Kongesti paru dideteksi dengan auskultasi dada dimana ditemukan ronchi basah pada kedua basal paru dan konstriksi bronchial pada seluruh lapangan paru sebagai petanda peninggian dari tekanan pengisian ventrikel kiri. Tekanan pengisian jantung kanan dapat dinilai dari evaluasi pengisian vena jugularis. 1
Pemeriksaan Penunjang 1 a. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG) Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting, meliputi frekuensi debar jantung, irama jantung, system konduksi dan kadang etiologi dari Gagal jantung akut. Kelainan segmen ST, berupa ST segmen elevasi infark miokard (STEMI) atau Non STEMI. Gelombang Q pertanda infark transmural sebelumnya. Adanya hipertrofi, bundle branch block, disinkroni elektrikal, interval QT yangmemanjang, disritmia atau perimiokarditis harus diperhatikan. b. Pemeriksaan Foto Thoraks Foto thoraks harus diperiksa secepat mungkin saat masuk padasemua pasien yang diduga gagal jantung akut, untuk menilai derajat kongesti paru,dan untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali. c. Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan Darah Rutin 4
Lebih dari setengah pasien yang masuk karena GJA memiliki anemia (Hb <12gr/dl) dan 8-16% memilik Hb <10 gr/dl. Prevalensi ini ditemukan lebih banyak pada pasien dengan gagal jantung kronis, sehingga dapat dipikirkan bahwa hemodilusi akibat meningkatnya volume plasma menjadi mekanisme penyebabanemia pada pasien GJA. Supresi sumsum tulang akibat peningkatan sitokin pro-inflamasi dan memburuknya fungsi ginjal dapat pula mengakibatkan penurunan massa sel darah merah. 2) Elektrolit Perubahan elektrolit pada GJA mirip dengan temuan pada GJK. Hiponatremi umum ditemukan, 25- 30% pasien memiliki kandungan natrium <135 mEq/L, hiponatremi berat (<130 mEq/L) jarang (5%). Kalium umumnya normal padaGJA (mean sekitar 4.3-4.6 mEq/L), hipokalemia (3% <3.6 mEq/L) dan hiperkalemia (8% >5.5% mEq/L) jarang. 3) Fungsi Ginjal Blood urea nitrogen (BUN) lebih berhubungan langsung dengan beratnya GJA dibandingkan kreatinin dan biasanya ditemukan meningkat pada saat masuk. Nilainya meningkat pada GJA karena penurunan pada Glomerular Filtration Rate (GFR) dan meningkatnya reabsorpsi natrium. Konsentrasi serum BUN meningkat seiring dengan meningkatnya vasokontriksi perifer akibat gangguan hemodinamik dan aktivasi neurohormonal pada GJA. Nilainya meningkat dari sedang (30 mg/dl) hingga berat (81 mg/dl), tergantung pada populasi pasien yang dipelajari. Peningkatan ini biasanya disertai dengan meningkatnya kreatinine, yang merupakan akibat langsung dari penurunan GFR. Nilai kreatinine saat masuk pada kebanyakan kasus sekitar 1.7 mg/dl dan pada 20% pasien nilainya meningkat >2.0 mg/dl.Estimasi GFR harus dilakukan karena peningkatan serum kreatinine tidak mencerminkan beratnya disfungsi renal. d. Ekokardiografi Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat dalam membantu menilai struktur dan fungsi jantung. Pemeriksaan ini merupakan baku utama (gold standar) untuk menilai gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan membantu memperkirakan hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung. Penilaian ekokardiografi/doppler dapat mengevaluasi dan memonitor regional dan global dari fungsi sistolik dan diastolik baik jantung kiri maupun yang kanan, struktur dan fungsi katup, patologi perikardium, komplikasi mekanik akibat miokard infark akut. Semua pasien dengan gagal jantung akut sebaiknya dengan segera dilakukan pemeriksaan ekokardiografi. Temuan kelainan yang didapat dapat membantu strategi
Diagnosis Differential Diagnosis (DD) 5
Indikator Pneumonia Gagal Jantung Akut Gagal Jantung Kronis Infark Miokardium Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa. Kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau hilangnya otot jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler dengan hipertensi, atau berkembangnya takiaritmiaseperti atrial fibrilasi (AF). Aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal, peradangan atau degeneratif, faktor sistemik : tirotoksikosis, hipoksia, anemia, asidosis danhipokisa, anemia, asidosis dan ketidakseimbangan elektrolit. Suplai darah oksigen ke miokard berkurang, curah jantung yang meningkat (emosi, aktivitas berlebih, hipertiroidisme), dan kebutuhan oksigen miokard meningkat (kerusakan miokard, hpertropi miokard,hipertensi diastolik). Gejala Klinik Penderita sakit tampak berat, kadang-kadang cyanosis, nafas cepat dan dangkal, kadang- kadang ada nafas cuping hidung, adanya herpes simplex disekitar bibir, Demam dan nadi cepat.
Gejala gagal jantung akut terutama disebabkan oleh kongesti paru yang berat sebagai akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, dapat disertai penurunan curah jantung ataupun tidak. Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri (orthopneu, paroksimal nokturnal dyspneu, batuk, mudah lelah, gelisah dan cemas) diikuti gagal jantung kanan (pitting edema, hepatomegali, anoreksia, nokturia, kelemahan) dapat terjadinya di dada karena peningkatan kebutuhan oksigen. Nyeri dada secara mendadak dan terus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, seperti ditusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri). ke arah rahang dan leher, nyeri mulai secara spontan, meningkat secara menetap sampai nyeri tidak dapat tertahankan, menetap beberapa jam, sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pusing, mual serta muntah.
6
Pemeriksaan Fisik - Inspeksi: Bagian yang sakit tertinggal dalam pernafasan - Palpasi: Fremitus meningkat - Perkusi: Pada perkusi redup/ pekak - Auskultasi: Adanya pleural friction rub, Nafas bronkial, Ronkhi basah
Penilaian perfusi perifer, suhu kulit, peninggian tekanan pengisian vena adalah sangat penting, adanya sistolik murmur dan diastolik murmur, demikian juga irama gallop sangat perlu dideteksi pada auskultasi bunyi jantung. Pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda gejala gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan bising akibat regurgitasi mitral Pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI.
Working Diagnosis (WD) Gagal Jantung Akut Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda- tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Gagal jantung akut dapat berupa serangan pertama gagal jantung, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. Pasien yang mengalami gagal jantung akut dapat memperlihatkan kedaruratan medik (medical emergency) seperti edema paru akut (acute pulmonary oedema). Etiologi Ada beberapa keadaan yang mempengaruhi fungsi jantung. Penyebab yang paling umumadalah kerusakan fungsional jantung dimana terjadi kerusakan atau hilangnya otot jantung, iskemik akut dan kronik, peningkatan tahanan vaskuler dengan hipertensi, atau berkembangnya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF). Penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab penyakit miokard, menjadi penyebab gagal jantung pada 70% dari pasien gagal jantung. Penyakit katup sekitar 10% dan kardiomiopati sebanyak 10%. 2 Kardiomiopati merupakan gangguan pada miokard dimana otot jantung secara struktur dan fungsionalnya menjadi abnormal [dengan ketiadaan penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakitkatup, atau penyakit jantung kongenital lainnya] yang berperan terjadinya abormalitas miokard.
7
Epidemiologi Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia. American Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa diperkirakan mencapai 1 2%. Namun, studi tentang gagal jantung akut masih kurang karena belum adanya kesepakatan yang diterima secara universal mengenai definisi gagal jantung akut serta adanya perbedaan metodologi dalam menilai penyebaran penyakit ini. 2 Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka survival setelah serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak pasien yang hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung kronis. Akibatnya, angka perawatan di rumah sakit karena gagal jantung dekompensasi.
Klasifikasi Berat Gagal Jantung (Killip) - Stage I: Tidak terdapat gagal jantung. Tidak terdapat tanda dekompensasi jantung. Prognosis kematian sebanyak 6%. - Stage II: Gagal jantung. Terdapat : ronkhi, S3 gallop, dan hipertensi vena pulmonalis, kongesti paru dengan ronkhi basah haluspada lapang bawah paru. Prognosis kematian sebanyak 17%. - Stage III: Gagal jantung berat, dengan edema paru berat dan ronkhi pada seluruh lapang paru. Prognosis kematian sebanyak 38%. - Stage IV: Shock Kardiogenik. Pasien hipotensi dengan SBP <90mmHg,dan bukti adanya vasokontriksi perifer seperti oliguria, sianosis, dan berkeringat. Prognosis kematian sebanyak 67%.
Patofisiologi Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit jantung. Pada disfungsi sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah terganggu karena gangguan kontraktilitas otot jantung yang dapat disebabkan oleh rusaknya miosit, abnormalitas fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat pressure overload yang menyebabkan resistensi atau tahanan aliran sehingga stroke volume menjadi berkurang. Sementara itu, disfungsi diastolik terjadi akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. 8
Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofi. Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal jantung sebagai respon terhadap menurunnya curah jantung serta untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk memastikan perfusi organ yang cukup. Mekanisme tersebut mencakup: 1. Mekanisme Frank Starling Menurut hukum Frank-Starling, penambahan panjang serat menyebabkan kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat. 2. Perubahan neurohormonal Peningkatan aktivitas simpatis Salahmerupakan mekanisme paling awal untuk mempertahankan curah jantung. Katekolamin menyebabkan kontraksi otot jantung yang lebih kuat (efek inotropik positif) dan peningkatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga turut berperan dalam aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) yang bersifat mempertahankan volume darah yang bersirkulasi dan mempertahankan tekanan darah. Selain itu dilepaskan juga counter-regulator peptides dari jantung seperti natriuretic peptides yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi perifer, natriuresis dan diuresis serta turut mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA. 3. Remodeling dan hipertrofi ventrikel Dengan bertambahnya beban kerja jantung akibat respon terhadap peningkatan kebutuhan maka terjadi berbagai macam remodeling termasuk hipertrofi dan dilatasi. Bila hanya terjadi peningkatan muatan tekanan ruang jantung atau pressure overload (misalnya pada hipertensi, stenosis katup), hipertrofi ditandai dengan peningkatan diameter setiap serat otot. Pembesaran ini memberikan pola hipertrofi konsentrik yang klasik, dimana ketebalan dinding ventrikel bertambah tanpa penambahan ukuran ruang jantung. Namun, bila pengisian volume jantung terganggu (misalnya pada regurgitasi katup atau ada pirau) maka panjang serat jantung juga bertambah yang disebut hipertrofi eksentrik, dengan penambahan ukuran ruang jantung dan ketebalan dinding. Mekanisme adaptif tersebut dapat mempertahankan kemampuan jantung memompa darah pada tingkat yang relatif normal, tetapi hanya untuk sementara. Perubahan patologik lebih lanjut, seperti apoptosis, perubahan sitoskeletal, sintesis, dan remodelling matriks ekstraselular (terutama kolagen) juga dapat timbul dan menyebabkan gangguan fungsional dan struktural yang semakin mengganggu fungsi ventrikel kiri. 3
Gejala Klinis 9
Gejala gagal jantung akut terutama disebabkan oleh kongesti paru yang berat sebagai akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, dapat disertai penurunan curah jantung ataupun tidak. 4
Manifestasi klinis GJA meliputi: 4 1. Gagal jantung dekompensasi (de novo atau sebagai gagal jantung kronik yang mengalami dekompensasi). 2. Gagal jantung akut hipertensi yaitu terdapat gagal jantung yang disertai tekanan darah tinggi dan gangguan fungsi jantung relatif dan pada foto toraks terdapat tanda-tanda edema paru akut. 3. Edema paru yang diperjelas dengan foto toraks, respiratory distress, ronki yang luas, dan ortopnea. Saturasi oksigen biasanya kurang dari 90% pada udara ruangan. 4. Syok kardiogenik ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg dan atau penurunan pengeluaran urin kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam, frekuensi nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. 5. High output failure, ditandai dengan curah jantung yang tinggi, biasanya dengan frekuensi denyut jantung yang tinggi, misalnya pada mitral regurgitasi, tirotoksikosis, anemia, dan penyakit Pagets. Keadaan ini ditandai dengan jaringan perifer yang hangat dan kongesti paru, kadang disertai tekanan darah yang rendah seperti pada syok septik. 6. Gagal jantung kanan yang ditandai dengan sindrom low output, peninggian tekanan vena jugularis, serta pembesaran hati dan limpa.
Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut 5 Tujuan dalam penanganan gagal jantung akut adalah untuk memperbaiki keluhan dan menstabilkan hemodinamik. Pendekatan umum dalam managemen Gagal Jantung Akut meliputi satu atau lebih dari strategi pengobatan berikut: - Oksigen diberikan secepat mungkin pada penderita hipoksemia - Diuretik intravena (IV) untuk menurunkan kelebihan cairan intravena - Vasodilator IV untuk menurunkan tekanan pengisian dan relesistensi vaskuler sistemik - Inotropik positif untuk menurunkan kardiak output pada keadaan rendahnya aliran darah. Rekomendasi yang ada mengenai tatalaksana GJA sebagian besar berupa konsensus para ahli tanpa didukung oleh uji klinis acak yang kuat. Pada gagal jantung penatalaksanaan yang utama yaitu penanganan simptomatik yang segera sehingga teratasi. 10
Terapi Medika Mentosa Morfin diindikasikan pada tahap awal pengobatan GJA berat, khususnya pada pasien gelisah dan dispnea. Morfin menginduksi venodilatasi, dilatasi ringan pada arteri dan dapat mengurangi denyut jantung. Antikoagulan terbukti dapat digunakan untuk sindrom koroner akut dengan atau tanpa gagal jantung. Namun, tidak ada bukti manfaat heparin atau low molecular weight heparin (LMWH) pada GJA saja. Vasodilator diindikasikan pada kebanyakan pasien GJA sebagai terapi lini pertama pada hipoperfusi yang berhubungan dengan tekanan darah adekuat dan tanda kongesti dengan diuresis sedikit. Obat ini bekerja dengan membuka sirkulasi perifer dan mengurangi preload. Beberapa vasodilator yang digunakan adalah: 1. Nitrat bekerja dengan mengurangi kongesti paru tanpa mempengaruhi stroke volume atau meningkatkan kebutuhan oksigen oleh miokardium pada GJA kanan, khususnya pada pasien sindrom koroner akut. Pada dosis rendah, nitrat hanya menginduksi vena dilatasi, tetapi bila dosis ditingkatkan secara bertahap dapat menyebabkan dilatasi arteri koroner. 2. Nesiritid merupakan rekombinan peptida otak manusia yang identik dengan hormon endogen yang diproduksi ventrikel, yaitu B-type natriuretic peptides dalam merespon peningkatan tegangan dinding, peningkatan tekanan darah, dan volume overload. Kadar B-type natriuretic peptides meningkat pada pasien gagal jantung dan berhubungan dengan keparahan penyakit. Efek fisiologis BNP mencakup vasodilatasi, diuresis, natriuresis, dan antagonis terhadap sistem RAA dan endotelin. Nesiritid memiliki efek vasodilator vena, arteri, dan pembuluh darah koroner untuk menurunkan preload dan afterload, serta meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik langsung. Nesiritid terbukti mampu mengurangi dispnea dan kelelahan dibandingkan plasebo. Nesiritid juga mengurangi tekanan kapiler baji paru. 3. Dopamine merupakan agonis reseptor -1 yang memiliki efek inotropik dan kronotropik positif. Pemberian dopamine terbukti dapat meningkatkan curah jantung dan menurunkan resistensi vaskular sistemik. 4. Milrinone merupakan inhibitor phosphodiesterase-3 (PDE3) sehingga terjadi akumulasi cAMP intraseluler yang berujung pada inotropik dan lusitropik positif. Obat ini biasanya digunakan pada pasien dengan curah jantung rendah dan tekanan pengisian ventrikel yang tinggi serta resistensi vaskular sistemik yang tinggi. 5. Dobutamin merupakan simpatomimetik amin yang mempengaruhi reseptor -1, -2, dan pada miokard dan pembuluh darah. Walaupun mempunyai efek inotropik positif, efek 11
peningkatan denyut jantung lebih rendah dibanding dengan agonis -adrenergik. Obat ini juga menurunkan Systemic Vascular Resistance (SVR) dan tekanan pengisian ventrikel kiri. 6. Epinefrin dan norepinefrin menstimulasi reseptor adrenergik -1 dan -2 di miokard sehingga menimbulkan efek inotropik kronotropik positif. Epinefrin bermanfaat pada individu yang curah jantungnya rendah dan atau bradikardi. 7. Digoksin digunakan untuk mengendalikan denyut jantung pada pasien gagal jantung dengan penyulit fibrilasi atrium dan atrial flutter. Amiodarone atau ibutilide dapat ditambahkan pada pasien dengan kondisi yang lebih parah. 8. Nitropusid bekerja dengan merangsang pelepasan nitrit oxide (NO) secara nonenzimatik. Nitroprusid juga memiliki efek yang baik terhadap perbaikan preload dan after load. Venodilatasi akan mengurangi pengisian ventrikel sehingga preload menurun. Obat ini juga mengurangi curah jantung dan regurgitasi mitral yang diikuti dengan penurunan resistensi ginjal. Hal ini akan memperbaiki aliran darah ginjal sehingga sistem RAA tidak teraktivasi secara berlebihan. Nitroprusid tidak mempengaruhi sistem neurohormonal. ACE-inhibitor tidak diindikasikan untuk stabilisasi awal GJA. Namun, bila stabil 48 jam boleh diberikan dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap dengan pengawasan tekanan darah yang ketat. Diuretik diindikasikan bagi pasien GJA dekompensasi yang disertai gejala retensi cairan. Pemberian loop diuretic secara intravena dengan efek yang lebih kuat lebih diutamakan untuk pasien GJA. Sementara itu, pemberian -blockermerupakan kontraindikasi pada GJA kecuali bila GJA sudah stabil. Obat inotropik diindikasikan apabila ada tanda-tanda hipoperfusi perifer (hipotensi) dengan atau tanpa kongesti atau edema paru yang refrakter terhadap diuretika dan vasodilator pada dosis optimal. Pemakaiannya berbahaya, dapat meningkatkan kebutuhan oksigen dan calcium loading sehingga harus diberikan secara hati-hati.
Prognosis 6 Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Dalam satu randomized trial yang besar pada pasien yang dirawat dengan gagal jantung yang mengalami dekompensasi, mortalitas 60 hari adalah 9,6% dan apabila dikombinasi dengan mortalitas dan perawatan ulang dalam 60 hari jadi 35,2%. Sekitar 45% pasien GJA akan dirawat ulang paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua kali dalam 12 bulan pertama. Angka kematian 12
lebih tinggi lagi pada infark jantung yang disertai gagal jantung berat dengan mortalitas dalam 12 bulan adalah 30%. Prognosis gagal jantung akut dapat menggunakan klasifikasi Killip. Persentase kematian 1. Kilip I sebanyak 6% 2. Kilip II sebanyak 17%, 3. Kilip III sebanyak 38%, 4. KilipIV sebanyak 67%.
Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah dibahas di dalam makalah ini, dapat dibuat suatu kesimpulan yaitu pasien pria yang berumur 62 tahun menderita penyakit gagal jantung akut. Alasan diambil kesimpulan di atas karena dilihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, gejala klinis, patofisiologi, etiologi maupun epidemiologi dari penyakit gagal jantung akut. Oleh karena itu, pasien harus tetap menjaga pola hidupnya supaya tidak menambah parah penyakit yang dideritanya.
Daftar Pustaka 1. Gheorghiade M, Pang PS. Acute heart failure syndromes. J Am Coll Cardiol. Feb 17 2009;53(7):557-73. 2. Fonarow GC. Epidemiology and risk stratification in acute heart failure. Am Heart J. Feb 2008;155(2):200-7. 3. Onwuanyi A, Taylor M. Acute decompensated heart failure: pathophysiology and treatment. Am J Cardiol. Mar 26 2007;99(6B):25D-30D. 4. Hunt SA, Abraham WT, Chin MH, et al, and the American College of Cardiology Foundation; American Heart Association. 2009 Focused update incorporated into the ACC/AHA 2005 guidelines for the diagnosis and management of heart failure in adults: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart 13
Association Task Force on practice guidelines developed in collaboration with the International Society for Heart and Lung Transplantation. J Am Coll Cardiol. Apr 14 2009;53(15):e1-e90. 5. Massie BM, O'Connor CM, Metra M, Ponikowski P, Teerlink JR, Cotter G, et al. Rolofylline, an adenosine A1-receptor antagonist, in acute heart failure. N Engl J Med. Oct 7 2010;363(15):1419-28. 6. Ketchum ES, Levy WC. Establishing prognosis in heart failure: a multimarker approach. Prog Cardiovasc Dis. Sep-Oct 2011;54(2):86-96.