You are on page 1of 11

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan tuntutan terhadap kelalaian kepada institusi kesehatan di dunia


semakin meningkat jumlahnya sejak tahun 1980-an. Hal ini mendesak
departemen kesehatan berbagai negara, seperti Inggris dan negara-negara
persemakmurannya untuk berpikir ekstra. Sampai awal tahun 1990-an tuntutan
hukum yang diterima institusi kesehatan seperti rumah sakit mencapai 75 milyar
ponsterling. Jumlah yang sangat besar ini memaksa departemen kesehatan
Inggris merombak keseluruhan sistem pelayanan kesehatan, utamanya budaya
kerja para pemberi layanan kesehatan.1

Maka mulai diperkenalkan dan dibuat manajemen risiko dalam kerangka kerja
departemen kesehatan di Inggris, diberlakukan untuk seluruh trust dan board
yang menjadi afiliasinya. Selanjutnya disadari bahwa tidak hanya
penanggulangan risiko saja yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhan masyarakatnya. Perlunya evaluasi berkelanjutan,
fokus pada kepentingan pasien, dan komponen-komponen lain membentuk
sebuah kerangka kerja baru yang disebut clinical governance. Manajemen risiko
merupakan salah satu pilar penerapan clinical governance dalam institusi
pelayanan kesehatan.

Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai proses berkelanjutan dari


identifiasi secara sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko dengan tujuan
mengurangi dampak buruk bagi organisasi maupun individu. Dengan penekanan
pada perubahan budaya kerja dari yang reaksioner dan penanggulangan menjadi
pencegahan dan pengelolaan.2

Risiko yang dicegah dalam pengelolaan manajemen risiko berupa risiko klinis dan
non klinis sifatnya. Risiko klinis adalah seluruh risiko yang dapat dikaitkan
langsung dengan layanan medis, maupun layanan lain yang dialami pasien
selama dalam institusi kesehatan. Seperti manajemen farmasi, masuk dan keluar
rawat inap, kontrol infeksi, kecukupan jumlah perawat yang melayani, dan
sebagainya. Sementara risiko non medis ada yang berupa risiko bagi organisasi,
maupun risiko finansial. Risiko organisasi adalah yang berhubungan langsung
dengan komunikasi, produk layanan, proteksi data, sistem informasi dan semua
risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organsisasi. Risiko dalam
segi finansial tentunya yang dapat menganggu kontrol finansial yang efektif,
termasuk sistem yang harusnya dapat menyediakan pencatatan akuntasi yang
baik.3

Tujuan

Kegiatan pelayan kesehatan adalah suatu aktivitas berisiko tinggi, baik untuk
pengguna yaitu pasien maupun bagi penyedia layanan. Sehingga peran
manajemen risiko sangat penting dan esesial dalam sebuah institusi layanan
kesehatan.

Tujuan penerapan manajemen risiko dalam institusi kesehatan untuk


meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa datang. Dengan adanya
tindakan yang bersifat antisipatif dari manajer risiko, bila terjadi insiden maka
sudah tersedia alternatif keputusan yang dilihat dari berbagai sisi dilengkapi
dengan pengetahuan akan konsekuensi dan dampak yang diakibatkannya.
Secara singkat, tujuan manajemen risiko pada akhirnya akan melindungi pasien,
karyawan, pengunjung dan pemangku kepentingan lainnya dalam ruang lingkup
3
institusi pelayanan kesehatan.

“Accidents hardly ever happen without warning. The combination or sequence of


failures and mistakes that cause an accident may indeed be unique, but the
individual failures and mistakes rarely are.”

6 ARC. NHSQI Scotland. Risk Management Report.2004


7 NHS Ambulance service trust. Risk Management Strategy.2007
8 Owles & Karim. Vulnerablity & Risk Assesment in the environment of care.2006
9 Steele. An introduction to risk management. 2001.
10 How do I asses or analyse risk?. www.clinicalgovernance.scot.nhs.uk
Page 2
ISI

A. Pengorganisasian dan kebijakan manajemen risiko

Dalam sebuah sistem pelayanan kesehatan, manajemen risiko merupakan salah


satu komponen yang membentuk kerangka kerja institusi. Dimana, kerangka
kerja yang ditujukan untuk menghasilkan layanan berkualitas dengan fokus pada
kebutuhan pasien disebut sebagai clinical governance. Yang menentukan
dampak dari pelaksanaan clinical governance adalah interaksi seluruh
komponen pembentuknya yang saling melengkapi. Sehingga manajemen risiko
tanpa adanya evaluasi dan pembelajaran berkesinambungan, kerjasama tim,
dedikasi terhadap kepentingan pasien serta komponen lainnya tidak akan
berhasil. Bagaikan buah jigsaw yang saling melengkapi membentuk gambaran
2, 4
utuh karakteristik layanan kesehatan yang berkualitas.

Karena pengaruhnya sangat besar dalam menentukan kualitas produk layanan,


posisi seorang manajer risiko atau ketua komite manajemen risiko rumah sakit
atau institusi layanan kesehatan lainnya bergabung atau sejajar dengan quality
assurance dan bertanggung jawab langsung kepada direktur atau board of trust.
Tetapi adapula yang meletakkan sub komite manajemen risiko dibawah komite
audit, baru kemudian langsung bertanggung jawab kepada board of trust.
Sedangkan, manajer risiko akan membawahi seluruh ketua departemen yang ada
dalam institusi tersebut. Hal ini berhubungan dengan risiko yang dapat timbul,
3
kemungkinannya bersumber dari seluruh departemen terkait.

Apapun bentuk struktur organisasinya, yang terpenting adalah pelaksanaanbya


secara prinsip. Bahwa input dalam kegiatan manajemen risiko berasal dari
seluruh unit, berupa segala hal yang dapat mempengaruhi kualitas produk
layanan kesehatan atau mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Setelah
dilakukan proses dan pengolahan, outputnya akan disampaikan kepada direktur
5
sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan.

Sebuah organisasi layanan kesehatan tidak cukup hanya sebatas memiliki


manajemen atau sub komite atau komite manajemen risiko saja. Arah kebijakan
yang terkait pengelolaan risiko harus terpampang dengan jelas. Untuk rumah
sakit khususnya di Indonesia masih cukup jarang yang memiliki kebijakan

1. Manth. Managing Clinical Risk. BMJ. 1994


2. NHSQI Scotland. Clinical Governance & Risk Management.2005
3. Bury PCT. Risk Management Policy & Strategy.2007
4. NHS. Clinical Governance into Practice.
5. Kerringan. NHS Direct, Corporate Risk Management & Policy.2008
Page 3
manajemen risiko yang jelas dan tranparan. Sementara diluar negeri tidak hanya
rumah sakit, intitusi layanan kesehatan lainnya sudah memilikinya.

Bila kita lihat contoh-contoh kebijakan manajemen risiko dari Negara lain
bunyinya sangat bervariasi, namun memiliki beberap prinsip yang terikat dalam
benang merah “menciptakan lingkungan yang aman”. Aman disini artinya sangat
luas, aman bagi organisasi dari masalah hukum dan finansial; aman bagi pasien
dari kesalahan medis dan fasilitas fisik kurang baik; aman bagi karyawan dapat
bekerja dengan tenang dan mau melaporkan setiap insiden karena yakin tidak
akan disalahkan.

Beberapa prinsip yang disarikan dari beberapa contoh kebijakan manajemen


risiko adalah:2,3,5
1. Kebijakan dan kegiatan manajemen risiko harus diintegrasikan sebagai
filosofi, sebagai komponen manajerial secara umum dan dalam kegiatan
praktis sehari-hari. Ini berlaku disemua unit maupun level organisasi.
Termasuk dalam rencana bisnis awal.
2. Strategi pengelolaan risiko juga harus sejalan dengan tujuan organisasi,
karena akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam
menciptakan organisasi pembelajar (learning organization) yang
melakukan perbaikan secara berkelanjutan (continual improvement).
3. Adanya keterbukaan, komunikasi yang baik dan responsif terhadap
perubahan maupun risiko yang terjadi dapat menghindarikan organisasi
dari kesulitan dengan pihak eksternal (media massa, masyarakat) dan
meminimalisir kerugian.
4. Pengelolaan risiko melibatkan pasien secara aktif serta pemangku
kepentingan lain secara bahu-membahu (partnership).
5. Adanya monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan risiko secara
periodik, dan terus menerus melakukan perubahan kearah perbaikan.
6. Tujuan akhir kebijakan adalah agar dapat mengidentifikasi dan
mengontrol risiko yang mengancam organisasi, kesehatan, keamanan dan
kesejahteraan karyawan, pasien dan pemangku kepentingan lainnya.

6 ARC. NHSQI Scotland. Risk Management Report.2004


7 NHS Ambulance service trust. Risk Management Strategy.2007
8 Owles & Karim. Vulnerablity & Risk Assesment in the environment of care.2006
9 Steele. An introduction to risk management. 2001.
10 How do I asses or analyse risk?. www.clinicalgovernance.scot.nhs.uk
Page 4
Selain tingkat lokal institusi provider layanan kesehatan, penetapan kebijakan
manajemen risiko pada level yang lebih tinggi memiliki beberapa keuntungan.
Seperti yang dialami negara-negara persemakmuran, yang menggunakan
guidelines manajemen risiko versi Australia/New Zealand. Karena sistem yang
digunakan sama, database risikonya pun serupa. Sehingga dapat berbagi
informasi dan pengalaman dengan kondisi serupa pula. Pengelolaan risiko pun
menjadi lebih ringan karena bisa melihat pengalaman negara lain dalam
menghadapi masalah serupa, bahkan dapat melakukan perbaikan bersama-
sama. Lesson learnt pun lebih mudah tercapai.6

Bila di Indonesia sudah ditetapkan kebijakan manajemen risiko ditingkat depkes,


rumah sakit diseluruh Indonesia tinggal menerapkan dengan penyesuaian
tertentu. Yang penting dapat berbagi identifikasi risiko, analisa dan
pengelolaannya. Sehingga pencapaian perbaikan kualitas pun lebih mudah.

A. Proses manajemen risiko

Manajemen risiko adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Berbagai literatur


memiliki perbedaan konteks namun kontennya sama. Secara singkat proses
manajemen risiko dimulai dengan identifikasi risiko, analisa risiko mana yang
perlu tindakan segera mana yang hanya sebagai catatan, pengelolaan risiko
adalah action atau tindakan sebagai respon terhadap risiko yang terjadi dan
selanjutnya dilakukan follow up.

NHS (National Health Sistem) Direct dari negara persemakmuran menjelaskan


proses manajemen risiko dalam organisasi mereka sebagai Risk management
pathway. Proses ini dimulai dari pemahaman mengenai tujuan organisasi
kemudian penentuan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Saat
inilah mulai dipertimbangkan risiko apa saja yang mungkin terjadi selama
pelaksanaan kegiatan. Lalu dibuatkan daftar risiko diteruskan dengan
pengelolaan risiko (risk assessment). Selanjutnya ditentukan tindakan apa yang
akan diambil untuk mengatasi risiko. Lalu dibuat rencana pelaksanaan tindakan
dan melengkapi register risiko. Tidak lupa perlunya dilakukan evaluasi terhadap
5
pengelolaan risiko minimal.

1. Manth. Managing Clinical Risk. BMJ. 1994


2. NHSQI Scotland. Clinical Governance & Risk Management.2005
3. Bury PCT. Risk Management Policy & Strategy.2007
4. NHS. Clinical Governance into Practice.
5. Kerringan. NHS Direct, Corporate Risk Management & Policy.2008
Page 5
Proses identifikasi risiko NHS Direct melakukan workshop, analisa skenario,
investigasi insiden dan teknik-teknik lainnya. Kemudian risiko tersebut
dikelompokkan kedalam 7 jenis yaitu: Clinical risk, finansial risk, operational risk,
hazard risk, compliance risk, clinical and reputation risk. Selanjutnya dibuatkan
deskripsi risiko, termasuk menjelaskan kejadian dan peristiwa yang mungkin
5
terjadi serta dampak yang akan ditimbulkan.

Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yangdapat diakibatkan


sebuah insiden dan kemungkinan terjadinya risiko setelah teridentifikasi.
Kemudian risiko dievaluasi lalu diberikan skor untuk menentukan bobot dan
prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan bobotnya, ditentukan tindakan
yang akan diberlakukan terhadap masing-masing risiko. Bila bobotnya ringan dan
tidak prioritas tindakannya dapat hanya mentoleransi saja dan menjadikannya
sebagai catatan. Namun bila risiko yang terjadi memiliki bobot besar dan
mengganggu pencapaian tujuan organisasi sehingga prioritas utama, maka harus
diatasi atau ditransfer bahkan menghentikan kegiatan yang meningkatkan
terjadinya risiko.

Setelah tindakan diputuskan dan dilakukan selanjutnya adalah melengkapi


register risiko. Evaluasi kegiatan dan proses keseluruhan sebagai tindak
lanjutnya sangat penting. Bila terjadi eskalasi risiko, manajer dapat mengambil
tindakan untuk menerima risiko dan memasukkannya kedalam register atau
memodifikasi risiko dengan mengubah deskripsi risiko, memodifikasi karakteristik
risiko atau menolak eskalasi risiko.5,7

Sudut pandang lain dalam mengidentifikasi risiko ditawarkan oleh JCAHO


mengupas kerentanan organisasi terhaap faktor keamanan. Kerentanan
(vulnerability) disini dimaksudkan terhadap kejahatan, pelanggaran peraturan
dan kerentanan akan kerugian. Kerentanan dapat diartikan sebagai kelemahan
program pengamanan sebuah institusi sehingga dimanfaatkan oleh oknum yang
tidak berkepentingan mengakses asset. Pengelolaan selanjutnya serupa walau
tak sama dengan yang dilakukan NHS direct terhadap risiko yang telah
8
teridentifikasi.

Ada beberapa istilah yang terkait dengan insiden dan risiko. Kegagalan aktif
(active failures) adalah perilaku berisiko yang dilakukan oleh ujung tombak
6 ARC. NHSQI Scotland. Risk Management Report.2004
7 NHS Ambulance service trust. Risk Management Strategy.2007
8 Owles & Karim. Vulnerablity & Risk Assesment in the environment of care.2006
9 Steele. An introduction to risk management. 2001.
10 How do I asses or analyse risk?. www.clinicalgovernance.scot.nhs.uk
Page 6
organisasi, dalam waktu singkat, spontan dan sulit diprediksi. Berlawanan
dengan sebelumnya, kondisi laten adalah kondisi dimana risiko berkembang
seiring waktu, bila bertemu faktor lain atau kegagalan aktif dapat membuahkan
insiden. Sering berupa rutinitas lama yang dapat diidentifikasi dan dihilangkan
9
sebelum menimbulkan dampak buruk.

Istilah lainnya yang seringkali berhubungan dengan identifikasi risiko dan


pelaporan insiden adalah Adverse incident dan near miss. Adverse event adalah
kejadian yang timbul secara tidak konsisiten dengan pelayanan rutin untuk
pasien atau operasional rutin organisasi. Near miss adalah kejadian yang dengan
keberuntungan atau keterampilan tertentu dapat dicegah sehingga tidak menjadi
9
insiden.

Bila proses manajemen risiko dapat terlaksana disetiap unit manajer dapat
mengantisipasi situasi sebelum terjadi kecelakaan. Analisis proaktif terhadap
data insiden dapat mengurangi risiko, yaitu menganalisa apa saja yang potensial
menimbulkan kesalahan. Juga membantu identifikasi biaya yang diperlukan
9
melakukan sesuatu dengan benar dan biaya yang keluar bila terjadi kesalahan.

Apa yang terjadi bila terlanjur terjadi sebuah insiden? Harus segera
mengumpulkan data-data untuk membuat pencatatan kronologis yang akurat.
Selanjutnya dianalisa insiden yang terjadi memiliki kecenderungan dampak
kemana. Selain pengumpulan data, pelaporan juga harus up to date dan
sesegera mungkin. Hal ini akan menyediakan peringatan awal dari kemungkinan
tuntutan hukum. Hal ini termasuk dalam tindakan mengontrol risiko dan
meminimalisir risiko.9

Pelaporan insiden lebih awal dan analisisnya memungkinkan terjadi


pembelajaran lebih cepat. Pembelajaran adalah tujuan pengelolaan risiko akibat
kesalahan manusia. Sehingga perlu dipupuk budaya melaporkan dengan
sukarela, tanpa takut disalahkan. Insiden dan near miss bukanlah mengenai
9
disiplin, menutup-nutupinya akan menyulitkan organisasi.

Proses manajemen risiko di pelayanan primer juga merupakan proses


berkelanjutan yang memastikan institusi tersebut bekerja dalam kerangka kerja
dan kerangka hukum yang sesuai. Identifikasi dan pengelolaan risiko harus

1. Manth. Managing Clinical Risk. BMJ. 1994


2. NHSQI Scotland. Clinical Governance & Risk Management.2005
3. Bury PCT. Risk Management Policy & Strategy.2007
4. NHS. Clinical Governance into Practice.
5. Kerringan. NHS Direct, Corporate Risk Management & Policy.2008
Page 7
termasuk dalam strategi kerja, lengkap dengan perencanaan untuk pencegaha
terjadinya risiko. Alur proses manajemen risiko dalam PCT (primary care trust)
sebagai berikut: identifikasi risiko, assessment atau analisa dan pengelolaan
risiko, evaluasi penatalaksanaan terhadap risiko yang menjadi insiden,
pencatatan dan monitoring berkala.3

Manajer berperan untuk memastikan bahwa proses diatas berjalan disetiap area.
Adanya metode reaktif untuk pelaporan insiden, komplain dan klaim serta
metode proaktif seperti survey kepuasan pelanggan, inspeksi kepatuhan dari
laporan, dan lain-lain dapat membantu manajer mengidentifikasi risiko pada
pelayanan primer.3

Pengelolaan/ assessment risiko meliputi:3

1. Identifikasi potensial hazard dan risiko

2. Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan serta bagaimana caranya

3. Evaluasi temuan risiko, analisa apakah pengelolaannya sudah cukup atau


perlu dirubah untuk mencegah terjadinya insiden

4. Catat temuan lalu buat rencana pengelolaannya

5. Evaluasi pengelolaan secara keseluruhan, perbaiki bila perlu

Langkah awal untuk menganalisa risiko dapat dibantu dengan beberapa


pertanyaan berikut ini:10

1.apakah kita mampu mengontrol untuk mencegah terjadinya risiko?

2.apa konsekuensinya bila risiko benar terjadi?

3.apa sajakah yang mungkin menyebabkan timbulnya risiko?

4.apa level risiko ini ?

Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak dari risiko
tersebut bila benar terjadi. Dampak terhadap produk layanan maupun
pencapaian tujuan organisasi. Standar Australia menyebutkan bahwa risiko =
dampak x kemungkinan terjadi. Hal inilah yang menelurkan matriks analisa
6 ARC. NHSQI Scotland. Risk Management Report.2004
7 NHS Ambulance service trust. Risk Management Strategy.2007
8 Owles & Karim. Vulnerablity & Risk Assesment in the environment of care.2006
9 Steele. An introduction to risk management. 2001.
10 How do I asses or analyse risk?. www.clinicalgovernance.scot.nhs.uk
Page 8
risiko. Risiko yang dampaknya signifikan mendapat prioritas tinggi adalah risiko
yang sangat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Semua risiko yang
termasuk kategori ini harus mendapat perhatian utama dari direktur atau board
of trust dan dibuat rencana tindak lanjutnya. Risiko yang dampaknya medium-
rendah akan dikumpulkan menjadi sebuah register oleh manajer risiko bekerja
sama dengan kepala-kepala departemen untuk pembuatan rencana tindak
3
lanjutnya dan pengawasan.

Jadi perbedaan status risiko berhubungan dengan pengambil keputusan


selanjutnya. Status risiko yang tinggi, membutuhkan pengambilan keputusan
langsung dari top manegement organisasi. Untuk status yang sedang and rendah
cukup middle manager yang mengambil keputusan.

1. Manth. Managing Clinical Risk. BMJ. 1994


2. NHSQI Scotland. Clinical Governance & Risk Management.2005
3. Bury PCT. Risk Management Policy & Strategy.2007
4. NHS. Clinical Governance into Practice.
5. Kerringan. NHS Direct, Corporate Risk Management & Policy.2008
Page 9
PENUTUP

Kesimpulan

1. Pengorganisasian manajemen risiko dalam struktur organisasi institusi


pelayanan kesehatan terletak bersama dengan manajemen mutu.

2. Kebijakan manajemen risiko harus menjadi satu kesatuanh dengan


kegiatan sehari-hari dan bagian dari rancangan bisnis secara
keseluruhan

3. Proses manajemen risiko terdiri dari identifikasi, assessment, evaluasi


dan follow up berkala.

4. Manajemen risiko merupakan bagian dari kerangka kerja clinical


governance untuk mencapai kualitas layanan prima.

Saran

1. Diperlukan manajemen risiko layanan kesehatan ditingkat lokal institusi


(rumah sakit) dan umum (departemen kesehatan) untuk meningkatkan
kualitas dan kemampuan rumah sakit memenuhi kebutuhan pasien.

2. Diperlukan lembaga independen yang berfungsi sebagai pengawas


kualitas produk rumah sakit, termasuk komponen manajemen risikonya.
Yang akan berfungsi sebagai pemberi masukan secara periodic untuk
perbaikan kualitas layanan kesehatan. Agar praktisi kesehatan tidak lagi
menjadi bulan-bulanan media massa dengan peliputan yang timpang.

6 ARC. NHSQI Scotland. Risk Management Report.2004


7 NHS Ambulance service trust. Risk Management Strategy.2007
8 Owles & Karim. Vulnerablity & Risk Assesment in the environment of care.2006
9 Steele. An introduction to risk management. 2001.
10 How do I asses or analyse risk?. www.clinicalgovernance.scot.nhs.uk
Page 10
KEPUSTAKAAN

1. J Manth, A Gatherer. Editorials: Managing Clinical Risks. BMJ vol 308. Juni
1994. Disitasi dari www.bmj.com tanggal 22 Februari 2009.
2. NHS QI Scotland. Clinical Governance & Risk Management: Achieving safe,
effective, patient-fokused care and service. 2005. Disitasi dari
www.nhshealthquality.org tanggal 22 februari 2009.
3. Bury Primary Care Trust. Risk management policy & strategy. 2007.
Disitasi dari www.burypct.nhs.uk tanggal 22 februari 2009.
4. Clinical governance into practice. Disitasi dari www.nhs.org tanggal 22
februari 2009.
5. Kerringan, Helen. NHS direct: Corporate Risk management and Policy.
Desember 2008. Disitasi dari www.nhsdirect.nhs.uk tanggal 22 februari
2009.
6. ARC. NHS QI Scotland- Risk management report. Agustus 2004. Disitasi
dari www.nhs.scot.org tanggal 22 februari 2009.
7. NHS ambulance service trust. Risk management strategy. 2007. Disitasi
dari www.nhs.org.
8. Owles Jr, Robert E. Karim H Vellani. Vulnerability and risk assessment in
the environment of care. 2006. Disitasi dari www.jcaho.org tanggal 22
februari 2009.
9. Steele, chris. An introduction to clinical risk management. 2001.disitasi
dari www.optometry.co.uk tanggal 22 februari 2009.
10.Educational resources clinical governance. How do I asses or analyse risk.
Disitasi dari www.clinicalgovernance.scot.nhs.uk tanggal 22 februari 2009.

1. Manth. Managing Clinical Risk. BMJ. 1994


2. NHSQI Scotland. Clinical Governance & Risk Management.2005
3. Bury PCT. Risk Management Policy & Strategy.2007
4. NHS. Clinical Governance into Practice.
5. Kerringan. NHS Direct, Corporate Risk Management & Policy.2008
Page 11

You might also like