Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
bersifat reaksioner. Beranjak dari pengalaman getir bahwa kebijakan otonomi daerah di
mulai memiliki alternatif bentuk aplikasi yang terencana, inovatif, dan tentunya
reformis. Jumlahnya tidak banyak, memang, tetapi taksiran awal sebanyak hanya 5%
dari seluruh kabupaten/ kota dan propinsi di Indonesia yang berinovasi serta
bahwa otonomi daerah memiliki dampak positif dalam skala lokal, regional, dan
nasional.
salah satu syarat mutlak dalam era kebebasan dan keterbukaan ini. Pengabaian terhadap
faktor ini, terbukti telah menyebabkan terjadinya deviasi yang cukup signifikan
implikasi lain deviasi tersebut. Proses pelibatan partisipasi masyarakat lokal dalam
1
pembangunan, perlu diyakini oleh aparatur pemerintah daerah sebagai strategi yang
keyakinan itu juga perlu terus ditanamkan dalam diri aparatur yang secara fungsional
yang nyata. Upaya-upaya ke arah tersebut tidak secara serta merta dapat terwujud dan
tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan, melainkan harus melalui proses
berliku-liku yang akan menghabiskan banyak waktu serta tenaga, dan tampaknya harus
dilakukan oleh aparatur yang memiliki integritas dan hati nurani yang jernih, karena
komunikasi timbal balik, mendengar dan menampung dengan penuh kesabaran, dan
B. PERUMUSAN MASALAH
Pembangunan daerah tentu memiliki banyak aspek dan pekerjaan rumah yang
menumpuk sehingga sulit bagi pemerintah daerah jika harus menggarap semua aspek
daerah mesti mencari daya pengungkit (leverage) yang berujung pada penentuan skala
2
BAB II
PEMBAHASAN
8 Tahun 2003. Lebih dari itu, reformasi birokrasi publik juga mencakup perubahan
secara gradual terhadap nilai (public value) dan budaya aparat pemerintah daerah yang
berimplikasi pada etos kerja, kualitas pelayanan publik, hingga perubahan perilaku
dengan penambahan satuan kerja adhoc. Kelembagaan satker adhoc ini tidak masuk ke
dalam struktur birokrasi pemda tetapi mengemban fungsi yang justru menunjang
(MU) dibentuk Pemkab Sragen sebagai unit fungsional yang bertugas dalam
kelembagaan adhocracy unit fungsional ini tidak hanya menjadikan MU dapat lincah
dan leluasa bergerak dengan koordinasi langsung dengan Bupati/ Wakil Bupati tetapi
juga memenuhi ketentuan PP No. 8 Tahun 2003 yang lebih menekankan keterpenuhan
Lembaga adhoc lain yang dibentuk adalah Engineering Services ((ES) yang
berikut estimasi yang dibuat oleh satker ini akan menyelaraskan kebutuhan biaya
konstruksi dengan sumberdaya yang harus dikeluarkan pada setiap proyek konstruksi.
3
Cara kerja ini mirip sekali dengan Tim Owner Estimate (OE) bentukan Pemkab
Jembrana, Bali. Tim OE, melalui estimasi dan kalkulasi matematis atas kebutuhan
yang sesungguhnya dari suatu pekerjaan konstruksi. Kerja kedua satker ini, baik ES
maupun OE, diarahkan pada minimasi praktek korupsi yang hamper menjadi
rekayasa mekanisme pelayanan publik yang dilekatkan dengan aspek struktural suatu
birokrasi publik. Contoh nyata varian reformasi ini adalah pelayanan satu pintu (one
stop service), tidak sekadar satu atap, untuk melaksanakan pelayanan perizinan dan
nonperizinan. Bentuk pelayanan ini baru bisa direkayasa dengan restrukturisasi organ
satuan kerja ke dalam satu Badan berikut pelimpahan kewenangan padanya, dipadukan
dalam pengertian yang sebenarnya. Sebagai contoh, Pemkab Kutai Timur membentuk
melayani 42 jenis pelayanan. Dalam ragam yang sama, Pemkab Sragen membentuk
Badan Pelayanan Terpadu (BPT) yang melayani 62 jenis pelayanan dengan batas
keputusan dalam pemberian izin tidak lagi bergantung pada Bupati tetapi telah
dalam aplikasi Kantaya (Kantor Maya) yang secara resiprokal menjamin pertukaran
4
kerja pemda sehingga tidak terbatas pada BPT. Keberadaan Badan pelayanan satu pintu
mindset dan perilaku, serta revitalisasi etos kerja. Beranjak dari keinginan untuk
melepaskan diri dari budaya birokratis yang kaku, beberapa kepala daerah
semangat kewirausahaan. Bupati Sragen, misalnya, selama enam bulan pertama masa
kemudian dipecahkan bersama saat pertemuan itu juga. Bupati juga mencanangkan
dengan tupoksi Bupati/ Wakil Bupati. Pemkab Sragen juga mengundang pelaku bisnis
BPT agar mereka berperilaku dan bertindak selayaknya karyawan swasta yang
honorarium sebagai cara pemberian insentif berbasis take-home pay. Sebagai gantinya,
sehingga diterapkan insentif bagi pegawai yang tercatat berprestasi dalam aktivitas
menggunakan sistem proyek. Setiap elemen dalam satuan kerja telah memiliki
5
pembagian tugasnya masing-masing dan bertindak atas job specification yang telah
dibagi itu. Inilah salah satu wujud penerapan anggaran berbasis kinerja, pegawai
media massa.
Timur, melakukan outsourcing SDM dari luar jajaran Pemkot untuk duduk menjabat
sebagai kepala satker tertentu. Kepala Bappeda Kota Tarakan bisa menjadi salah satu
contoh. Target yang hendak dicapai melalui cara ini adalah terjadinya transfer
pengetahuan, budaya, cara berpikir, dan cara kerja baru di lingkungan Pemkot. Pihak
luar yang digandeng untuk ikut menjalankan roda pemerintahan daerah diasumsikan
memiliki karakter yang masih segar dan belum mengalami kontak asimilasi budaya
tender yang terbuka dan akuntabel, dikelola perusahaan swasta dengan regulasi tetap di
tangan Pemkot sehingga intervensi pengelolaan pasar dan pengelolaan keuangan oleh
Pemkot melalui Perusahaan Daerah (Perusda) menjadi berkurang. Hal ini di Tarakan
kreativitas penggalian potensi laba, bersih dan apik, berbeda dengan kondisi pasar-
pasar tradisional pada umumnya. Perusahaan swasta dalam mengelola pasar hanya
6
B. Peningkatan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat
kota dan kabupaten serta keberpihakan pemerintah pada sektor pengusaha kecil dan
menengah sebagai pelaku ekonomi, GBHN telah menggariskan arah kebijakan dalam
a. Mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam
Menurut Effendi (2001) pembangunan daerah pada dasarnya adalah upaya untuk :
d. Mengembangkan peradaban
7
Pembangunan daerah pada era otonomi tidak terlepas dari implementasi dari
implikasinya kewenangan pemerintah daerah lebih luas baik dari derajat kuantitas dan
tetapi juga mulai dari pemikiran, pengkonsepan dan perencanaannya. Hal ini semua di
Pemerintah sendiri tidak bisa lepas tangan begitu saja dalam pembangunan
daerah sebagaimana dikemukakan oleh Arsyad (1999:121) ada empat peran yang
dengan aktivitas ekonomi di daerah agar lebih melokalisasi dampak multiplier suatu
pengusaha lokal sebagai pelaku ekonomi lokal yang diharapkan dapat meraup
sebagian tetesan dari output ekonomi yang dihasilkan oleh pengusaha luar daerah.
Tumbuhnya pengusaha lokal sebagai pelaku ekonomi yang tangguh dalam jangka
2002:154-155)
memperbaiki kehidupan material secara adil dan merata yang pada ujungnya
pada satu pemikiran bahwa pembangunan akan berjalan dengan sendirinya apabila
masyarakat diberi hak untuk mengelola sumber daya alam yang mereka miliki dan
8
Paradigma pemberdayaan masyarakat menjadi sangat populer dikalangan para
daerahnya dengan sasaran peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) tanpa harus
potensi daerah termasuk ekonomi kerakyatan. Hal itu tidak hanya berarti materi,
melebihi usia tampuk pemerintahan seorang kepala daerah, bahkan hingga dua kali
masa jabatannya. Inilah yang menyebabkan tidak banyak kepala daerah menjejakkan
program-programnya pada sektor ini karena dalam kurun waktu periode kekuasaannya,
hasilnya tidak langsung dirasakan, pun bersifat intangible. Tidak banyak pula pemda
dalam mencapai kemajuan daerah. Namun, yang menjadi tren adalah mengasumsikan
pengungkit kemajuan daerah. Hal ini tidak sepenuhnya salah, memang, tetapi
memandang dunia pendidikan sebelah mata jelas bukan sikap yang bijak.
9
Ditengah-tengah menjamurnya tren tersebut, terdapat beberapa pemda yang
model sekolah ini berorientasi pada pengembangan pendidikan secara lebih inovatif,
muatan disiplin yang tinggi, pendidikan akhlak secara intensif, keterampilan praktis,
penguasaan IPTEK sejak dini, dan berwawasan global. Secara praktis sekolah ini
dilaksanakan dengan sistem asrama (boarding school) dengan konsep full-day school
dalam pengertian yang sebenarnya, ditandai dengan waktu belajar yang lebih lama
Indonesia, jumlah rumahsakit milik pemerintah sejak tahun 1995 berkurang sedikit.
Sebaliknya di sektor swasta antara 1995 – 2000 tercatat pendirian73 rumahsakit swasta
baru. Pertumbuhan ini berarti kenaikan 15%. Krisis ekonomi terlihat tidak
rumahsakit pemerintah. Pemerintah tetap menjadi pemilik rumahsakit. Akan tetapi ada
fungsi pemerintah sebagai pemberi biaya atau regulator dengan fungsi pelayanan.
Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain adanya perubahan RSUP menjadi Perjan, atau
10
.BAB III
KESIMPULAN
mayarakat. Oleh karena itu upaya peningkatan peran serta masyarakat dan swasta dalam
dunia usaha dan investasi terus dintensifkan melalui peningkatan kapasitas maupun
birokrasi pemerintah daerah sebelum akhirnya merambah pada pembenahan di sektor lain,
pemda masih terkait erat dengan langgam keterikatan sistem yang diberlakukan secara
birokratis. Belum ada penemuan mutakhir bahwa perubahan tersebut mencakup perubahan
secara ideologis dan paradigmatik, dua hal yang justru menjadikan perubahan lebih
Hal yang sangat penting adalah penggunaan manajemen strategis dalam mengelola
aparat pemerintah daerah. Manajemen strategis, yang diarahkan dengan pemikiran yang
periode kepemimpinan seorang kepala daerah. Di samping itu, manajemen strategis juga
memberikan manfaat dalam jangka menengah dan panjang, misalnya sektor pendidikan
dan kesehatan.
11