Professional Documents
Culture Documents
Artikulasi sering disebut dengan bina wicara atau terapi wicara. Bina wicara berarti
upaya untuk meningkatkan mutu penggunaan rangkaian bunyi bahasa yang
dipergunakan untuk berkomunikasi/tutur kata/bicara. Pengertian artikulasi
“menurut” “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah:
Anak tunarungu sering salah melafalkan atau mengucapkan kata pada waktu
berbicara atau membaca. Untuk mengatasinya anak tersebut perlu mengikuti
pelajaran artikulasi. Anak tersebut harus diberikan speech correction yaitu
pembetulan fonem-fonem. bagi SLB yang belum punya guru artikulasi, setiap guru
diwajibkan mampu membetulkan dan membina ucapan muridnya sehingga murid
dapat berbicara dengan benar dan jelas.
Pada waktu membina wicara, guru tidak hanya dituntut membetulkan fonem-
fonem, guru juga harus bisa membangun fonem anak tersebut (speech building).
Guru artikulasi juga harus mampu bertindak sebagai artikulator. Pelajaran artikulasi
sebaiknya dilakukan secara khusus di ruang sendiri dan tiap-tiap anak akan
mendapatkan giliran untuk belajar artikulasi. Pelajaran artikulasi sebaiknya dimulai
sejak dini, yaitu pada waktu anak pertama kali masuk sekolah.
Pada waktu pertama kali belajar artikulasi, vokal “a” dapat digunakan pada waktu
itu. Mengajarkan vokal “a” tidak hanya disuruh melafalkan atau menirukan “a” saja
tetapi ditunjuk dalam kata yang konkrit. Artinya sebagai simbol nama suatu benda
yang mudah diragakan, mudah diingat dan selalu ada di sekitarnya. Dalam
pelajaran artikulasi digunakan dengan medote “Global Kata”. Menghubungkan
benda dengan namanya bisa melalui tulisan.
LANGKAH-LANGKAH ARTIKULASI
3) Konsonan “b” dan “t” dalam kata pilihannya “bata”. Dilanjutkan dengan
“batu” untuk latihan. Suara letupan lebih mudah diucapkan daripada suara
konsonan-konsonan lain.
8) Konsonan “d” dalam kata “dua”. Dilanjutkan dengan latihan dengan kata
“dadu”, “padi”, “dari”.
9) Sesudah itu dilanjutkan dengan konsonan “m” dalam kata “dam’. Kata-kata
untuk latihan yaitu:”mata”, “asam”, “bambu”, “sumbu”, “timba”.
10) Dilanjutkan lagi dengan vokal “o” dan konsonan “l”. kata yang dipilih
ialah “bola”, “mobil’.
11) Konsonan “k” dalam kata kapal. Dilanjutkan dengan kata “ketam”,
“katak”, “kuda”, “aku”, “paku”.
14) Bersama “c” dalam kata “cabai”, “kacang”, “celana”, “peci”, “kaca’.
Pelajaran artikulasi di atas sudah dibahas tetapi ada yang belum termasuk ke dalam
bahan artikulasi yaitu; “z”, “kh”, ‘f”, dan “u”. Kata ini boleh ditambahkan ke
dalamnya, bisa dilakukan apabila ada kata dengan huruf tersebut. Pada waktu
mengajarkan artikulasi, pilihlah kata yang konkrit dan mudah diragakan. Bisa
melalui dengan benda yang sesungguhnya, dengan tiruannya dan dengan
gambarnya. Bila mengajar artikulasi dengan kata yang abstrak dan tidak punya arti,
akan mengakibatkan anak tunarungu sukar memahami dan mengingatnya. Anak
tunarungu cenderung polos, lebih percaya dan lebih paham hal-hal yang konkrit.
Bahasa tersebut merupakan suatu pedoman yang mutlak yang artinya tidak harus
kata yang sesuai dengan urutan tetapi dapat sesuai dengan keadaan dan
kemampuan anak tersebut. Misalnya, anak tidak dapat mengucapkan “a” tetapi dia
bisa mengucapkan “u”. Mungkin anak tidak sengaja mengucapkan “u” dengan
benar, mulainya mengajar dengan “u’. Kata pilihan terserah kepada guru.
Anak yang sudah dapat menyelesaikan artikulasi, belum tentu menjamin bahwa
anak tersebut sudah betul ucapannya. Mereka kadang tidak dapat mengontrol
ucapannya sendiri. Pada waktu membaca kalimat yang panjang akan membuat
ucapannya lebih kabur lagi. Satu-satu jalan yang terbaik ialah bila anak salah
mengucapkan kalimat, ucapan tersebut harus diucapkan secara berulang. Semakin
banyak berulang akan semakin baik dan lancar wicaranya.
Guru kelas wajib memantau dan meperhatikan anak yang sudah selesai belajar
artikulasi, apakah anak tersebut memang sudah bagus dalam wicara atau tidak.
Bila terjadi, guru berusaha mebetulkan wicaranya. bila anak tersebut masih tetap
saja sukar pelafalan kata yang benar dan akan memakan waktu yang lama untuk
membetulkan fonem anak tersebut. Anak ini lebih baik di kirim lagi kepada guru
artikulasi. Ucapannya harus dibetulkan dengan seksama. Anak akan dilatih dengan
latihan yang lebih banyak.
Bagi orang yang sama sekali belum tahu tentang ketunarunguan, sering muncul
pertanyaan-pertanyaan tentangnya. Saya berusaha menjawab sebaik mungkin.
Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan, yaitu sebagai berikut:
Apakah anak bisu tidak bisa bicara?
Mengapa anak tunarungu cenderung bisu atau walaupun sudah di didik dan
bisa bicara tetapi ucapannya tidak jelas?
Anak berpendengar normal pun bila hidup sendiri dan tidak pernah
mendengar bunyi bahasa orang lain sekaligus tidak pernah bicara, maka
anak tersebut bisu. Ucapan anak tunarungu ada yang mudah dipahami dan
ada yang pula sulit dipahami. Hal ini tergantung dari beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Ucapan anak tunarungu sulit dipahami terlebih orang
yang baru pertama kali kenal dengan suara anak tunarungu. Bagi yang sudah
terbiasa bergaul dengan anak tunarungu, misalnya; gurunya bisa memahami
apa yang diucapkan oleh anak tunarungu tersebut.
a) Awal layanan.
b) Kemampuan dengarnya.
c) Inteligensinya.
e) Faktor guru.
f) Frekuensi latihan.
g) Situasi.
Masih banyak lagi ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan
pekerjaan artikulasi bagi anak yang bersangkutan.
Pada dasarnya bahasa ibu anak tunarungu adalah bahasa isyarat. Bahasa lisan
merupakan bahasa asing dan kadang tidak bisa dinikmati oleh anak tunarungu.
Anak tersebut akan merasa dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan bahasa lisan.
Dalam berbicara, setiap anak tunarungu berusaha mengucapkan fonem dengan
benar agar maknanya jelas. Hal ini memang berat bagi anak dan mengeluarkan
banyak energy. Meskipun begitu, nanti lama-lama anak tersebut menjadi terbiasa
dan fasih menggunakan bahasa lisan dengan benar dan jelas.