Professional Documents
Culture Documents
A. Jagung
Gambar 1. Satu kelompok telur Ostrinia furnacalis yang baru diletakkan (atas)
dan yang akan menetas (bawah).
Gambar 2. Pupa betina (kiri) dan pupa jantan (kanan) Ostrinia furnacalis.
Pengendalian :
Pengendalian Hayati
Musuh alami yang digunakan sebagai pengendali hayati dan cukup efektif
untuk mengendalikan penggerek tongkol adalah Parasit, Trichogramma spp yang
merupakan parasit telur dan Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) parasit pada
larva muda. Cendwan, Metarhizium anisopliae.menginfeksi larva. Bakteri, Bacillus
thuringensis dan Virus Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV).
Menginfeksi larva.
Kultur Teknis
Pengelolaan tanah yang baik akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah
dan dapat mengurangi populasi H. armigera berikutnya.
Kimiawi
Untuk mengendalikan larva H. armigera pada jagung, penyemprotan
insektisida Decis dilakukan setelah terbentuknya rambut jagung pada tongkol dan
diteruskan (1-2) hari hingga rambut jagung berwarna coklat.
d. Lalat bibit (Atherigona sp, Ordo: Diptera)
Imago, Lama hidup serangga dewasa bervariasi antara lima sampai 23 hari
dimana betina hidup dua kali lebih lama dari pada jantan. Serangga dewasa sangat
aktif terbang dan sangat tertarik pada kecambah atau tanaman yang baru muncul di
atas permukaan tanah. Imago kecil dengan ukuran panjang 2,5 mmsampai 4,5 mm.
Telur Imago betina mulai meletakkan telur tiga sampai lima hari setelah
kawin dengan jumlah telur tujuh sampai 22 butir atau bahkan hingga 70 butir. Imago
betina meletakkan selama tiga sampai tujuh hari, diletakkan secara tunggal, berwarna
putih, memanjang, diletakkan dibawah permukaan daun.
Larva terdiri dari tiga instar yang berwarna putih krem pada awalnya dan
selanjutnya menjadi kuning hingga kuning gelap. Larva yang baru menetas melubangi
batang yang kemudian membuat terowongan hingga dasar batang sehingga tanaman
menjadi kuning dan akhirnya mati.
Pupa terdapat pada pangkal batang dekat atau di bawah permukaan tanah,
umur pupa 12 hari pada pagi atau sore hari. Puparium berwarna coklat kemerah-
merahan sampai coklat dengan ukuran panjang 4,1 mm.
Pengendalian Hayati
Parasitoid yang memarasit telur adalah Trichogramma spp. dan parasit larva
adalah Opius sp. dan Tetrastichus sp. Predator Clubiona japonicola yang merupakan
predator imago.
e. Busuk pelepah
Gejala : Gejala penyakit busuk pelepah pada tanaman jagung umumnya
terjadi pada pelepah daun, bercak berwarna agak kemerahan kemudian berubah
menjadi abu-abu, bercak meluas dan seringkali diikuti pembentukan sklerotium
dengan bentuk yang tidak beraturan mula-mula berwarna putih kemudian berubah
menjadi cokelat.
Gejala hawar dimulai dari bagian tanaman yang paling dekat dengan
permukaan tanah dan menjalar kebagian atas, pada varietas yang rentan serangan
jamur dapat mencapai pucuk atau tongkol. Cendawan ini bertahan hidup sebagai
miselium dan sklerotium pada biji, di tanah dan pada sisa-sisa tanaman di lapang.
Keadaan tanah yang basah, lembab dan drainase yang kurang baik akan merangsang
pertumbuhan miselium dan sklerotia, sehingga merupakan sumber inokulum utama.
Penyebab : Penyebab penyakit busuk pelepah adalah Rhizoctonia solani
Cara pengendalian : Menggunakan varietas/galur yang tahan sampai agak
tahan terhadap penyakit hawar pelepah misalnya: Semar 2, Rama, Galur GM 27,
diusahakan agar pertanaman tidak terlalu rapat sehingga kelembaban tidak terlalu
tinggi, lahan mempunyai drainase yang baik, mengadakan pergiliran tanaman, tidak
menanam jagung terus menerus di lahan yang sama, penggunaan fungisida dengan
bahan aktif mancozeb dan carbendazim
f. Busuk Batang
Gejala : Tanaman jagung tampak layu atau kering seluruh daunnya.
Umumnya gejala tersebut terjadi pada stadia generatif, yaitu setelah fase pembungaan.
Pangkal batang yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi kecoklatan, bagian
dalam busuk, sehingga mudah rebah, pada bagian kulit luarnya tipis. Pada pangkal
batang terinfeksi tersebut ada yang memperlihatkan warna merah jambu, merah
kecoklatan atau coklat.
Penyakit busuk batang jagung dapat disebabkan oleh delapan
spesies/cendawan seperti Colletotrichum graminearum, Diplodia maydis, Gibberella
zeae, Fusarium moniliforme, Macrophomina phaseolina, Pythium apanidermatum,
Cephalosporium maydis, dan Cephalosporium acremonium. Di Sulawesi Selatan
penyebab penyakit busuk batang yang telah berhasil diisolasi adalah Diplodia sp.,
Fusarium sp. dan Macrophomina sp.
Pengendalian : (1) waktu tanam pada saat tanah masih lembab dan subur
(tidak pada bulan-bulan kering); (2) penyemprotan Agrothion 50 EC,Sumithoin 50
EC, Suprecide 25 EC.
Kumbang berwarna merah dan larvanya yang berbulu duri, pemakan daun dan
merusak bunga. Pengendalian : sama dengan terhadap kumbang daun tembukur.
Ulat yang berasal dari kupu-kupu ini bertelur di bawah daun buah, setelah
menetas, ulat masuk ke dalam buah sampai besar, memakan buah muda. Gejala : pada
buah terdapat lubang kecil. Waktu buah masih hijau, polong bagian luar berubah
warna, di dalam polong terdapat ulat gemuk hijau dan kotorannya.
Pengendalian : (1) kedelai ditanam tepat pada waktunya (setelah panen padi),
sebelum ulat berkembang biak; (2) penyemprotan obat Dursban 20 EC sampai 15 hari
sebelum panen. 6. Kepala polong (Riptortus linearis) Gejala : polong bercak-bercak
hitam dan menjadi hampa. Pengendalian : penyemprotan Surecide 25 EC, Azodrin 15
WSC.
Gejala : polong dan biji mengempis serta kering. Biji bagian dalam atau kulit
polong berbintik coklat. Pengendalian : Azodrin 15 WCS, Dursban 20 EC, Fomodol
50 EC.
h. Ulat grayak (Prodenia litura)
Gejala : kerusakan pada daun, ulat hidup bergerombol, memakan daun, dan
berpencar mencari rumpun lain. Pengendalian: (1) dengan cara sanitasi; (2)
disemprotkan pada sore/malam hari (saat ulat menyerang tanaman) beberapa
insektisida yang efektif seperti Dursban 20 EC, Azodrin 15 WSC dan Basudin 50 EC.
Penyakit ini menyerang tanaman umur 2-3 minggu, saat udara lembab, dan
tanaman berjarak tanam pendek. Gejala: daun sedikit demi sedikit layu, menguning.
Penularan melalui tanah dan irigasi. Pengendalian: (1) varietas yang ditanam
sebaiknya yang tahan terhadap penyakit layu; (2) menyemprotkan Dithane M 45,
dengan dosis 2 gram/liter air.
Penyakit ini menyerang daun dan polong yang telah tua. Penularan dengan
perantaraan biji-biji yang telah kena penyakit, lebih parah jika cuaca cukup lembab.
Gejala: daun dan polong bintik-bintik kecil berwarna hitam, daun yang paling rendah
rontok, polong muda yang terserang hama menjadi kosong dan isi polong tua menjadi
kerdil. Pengendalian: (1) perhatikan pola pergiliran tanam yang tepat; (2)
penyemprotan Antracol 70 WP, Dithane M 45, Copper Sandoz.
Gejala: dapat dilihat pada daun, batang dan tangkai serta batang. Mula-mula
gejala penyakit ini terdapat bercak-bercak kecil berwarna kelabu yang pada akhirnya
berubah menjadi coklat tua. Kemudian bercak-cak tampak bersudut karena dibatsi
oleh tulang daun didekat terjadinya infeksi. Perkembangan berikutnya setelah
tanaman mulai berbunga, bercak-cak menjadi lebih besar dan menjadi coklat tua,
kadang-kadang hitam. Kemudian tanaman yang terserang berat daun-daunnya lebih
cepat gugur.
Penyakit ini menyerang Yang diserang daun dan tunas. Penularan vektor
penyebar virus ini adalah Aphis glycine (sejenis kutu daun). Gejala: perkembangan
dan pertumbuhan lambat, tanaman menjadi kerdil. Pengendalian: (1) penanaman
varietas yang tahan terhadap virus; (2) menyemprotkan Tokuthion 500 EC.
C. Cabai
Hama thrips (Thrips Sp.) sudah tidak asing lagi bagi para petani cabe. Menurut
beberapa sumber, thrips yang menyerang cabe tergolong sebagai pemangsa segala
jenis tanaman, jadi serangan pada tanaman cabe hanya salah satunya saja. Dengan
panjang tubuh sekitar + 1 mm, serangga ini tergolong sangat kecil namun masih bisa
dilihat dengan mata telanjang. Thrips biasanya menyerang bagian daun muda dan
bunga. Serangan paling parah biasanya terjadi pada musim kemarau, namun tidak
menutup kemungkinan pada saat musim hujan bisa juga terjadi serangan.
Gejala yang bisa dikenali dari kehadiran hama ini adalah adanya strip-strip
pada daun dan berwarna keperakan. Adanya noda keperakan itu tidak lain akibat
adanya luka dari cara makan hama thrips. Dalam beberapa waktu kemudian, noda
tersebut akan berubah warna menjadi coklat muda. Yang paling membahayakan dari
thrips adalah selain dia sebagai hama perusak namun juga sebagai carrier atau
pembawa bibit penyakit (berupa virus) yang menyebabkan penyakit pada tanaman
cabe. Untuk itu, bila kita mampu mengendalikan hama thrips, tidak hanya
memberantas dari serangan hama namun juga bisa mencegah penyebaran penyakit
akibat virus yang dibawanya.
Nimfa trips instar pertama berbentuk seperti kumparan, berwarna putih jernih
dan mempunyai 2 mata yang sangat jelas berwarna merah, aktif bergerak memakan
jaringan tanaman. Sebelum memasuki instar kedua warnanya berubah menjadi kuning
kehijauan, berukuran 0,4 mm, kemudian berganti kulit.
Pada instar kedua ini trips aktif bergerak mencari tempat yang terlindung,
biasanya dekat urat daun atau pada lekukan-lekukan di permukaan bawah daun. Trips
instar ke dua berwarna lebih kuning, panjang 0,9 mm dan aktifitas makannya
meningkat. Pada akhir instar ini, trips biasanya mencari tempat di tanah atau timbunan
jerami di bawah kanopi tanaman.
Pada stadium prapupa maupun pupa, ukuran trips lebih pendek dan muncul 2
pasang sayap dan antena, aktifitas makan berangsur berhenti. Setelah dewasa, sayap
bertambah panjang sehingga melebihi panjang perutnya. Ukuran trips betina 0,7–0,9
mm, trips jantan lebih pendek.
b. Tungau (Mite)
Hama mite selain menyerang jeruk, dan apel menyerang tanaman cabe juga.
Tungau bersifat parasit dimana dia merusak daun, batang maupun buah yang
mengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Pada tanaman cabe, serangannya adalah
dengan menghisap cairan daun sehingga warna daun terutama pada bagioan bawah
menjadi berwarna kuning kemerahan , bentuk daun menjadi menggulung ke bawah
dan akibatnya pucuk bisa mengering yang akhirnya menyebabkan daun rontok.
Dalam klasifikasi tungau termasuk dalam Ordo Acarina, Kelas Arachnidae bukan
termasuk golongan serangga. Tungau berukuran sangat kecil dengan panjang badan
sekitar 0.5 mm, berkulit lunak dengan kerangka chitin. Seperti halnya thrips, hama ini
juga berpotensi sebagai pembawa virus. Pengendalian hama mite secara kimia dapat
kita lakukan penyemprotan menggunakan akarisida Samite 135EC. Konsentrasi yang
dianjurkan adalah 0.25 - 0.5 ml/L.
Dampak secara tidak langsung : kutu daun merupakan vektor lebih dari 150
strain virus, terutama penyakit virus CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato
Virus Y), dan CVMV.
Gejala akibat serangan
hama kutu daun (Mizus
persicae)
Tanaman Inang : Hama ini bersifat polifag, dengan lebih dari 400 jenis
tanaman inang. Inang utama selain cabai adalah kentang dan tomat. Inang lainnya
antara lain tembakau, petsai, kubis, sawi, terung, ketimun, buncis, semangka, jagung,
jeruk, dan kacang-kacangan.
Pengendalian :
Larva masuk ke dalam tanah dan memasuki stadium pupa tepat di bawah
permukaan tanah. Pupa berwarna kecoklatan, berbentuk oval dengan bentuk panjang
± 5 mm. Lama stadia pupa 4–10 hari dan ke luar serangga dewasa (imago) lalat buah.
Hama ini tak berbeda dengan jenis ulat lain yang juga suka makan daun.
Namun keistimewaannya adalah saat memasuki stadia larva, dia termasuk hewan
yang sangat rakus. Hanya dalam waktu yang tidak lama, daun-daun cabe bisa rusak
olehnya. Ulat yang setelah dewasa berubah menjadi sejenis ngengat ini akan
memakan daun-daunan pada masa larva untuk menunjang perkembangan
metamorfosis-nya.
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang
tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing
berisi 25 – 500 butir) yang bentuknya bermacam-macam pada daun atau bagian
tanaman lainnya, tertutup bulu seperti beludru.
Tanaman Inang
Hama ini bersifat polifag, selain tomat juga menyerang kubis, cabai,
buncis, bawang merah, terung, kentang, kangkung, bayam, padi, jagung, tebu,
jeruk, pisang, tembakau, kacang-kacangan, tanaman hias, gulma Limnocharis sp.,
Passiflora foetida, Ageratum sp., Cleome sp., dan Trema sp.
Pengendalian
Daerah Sebaran : Hama ini tersebar luas di daerah tropis dan subtropis
sedangkan di Indonesia propinsi yang melaporkan adanya serangan hama ini adalah
Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.
Gejala Serangan : Hama menghisap cairan tanaman dan menyebabkan
kerusakan sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi abnormal dan perubahan warna
seperti daun menebal dan berubah warna menjadi tembaga/kecoklatan, terpuntir,
menyusut serta keriting, tunas dan bunga gugur. Pada awal musim kemarau biasanya
serangan bersamaan dengan serangan trips dan kutu daun.
Pengendalian
a). Kultur teknis
Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan
pestisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian apabila berdasarkan
hasil pengamatan tanaman contoh, intensitas serangan mencapai lebih atau sama
dengan 15 % per tanaman contoh.
a.Antracnose
Tidak ada yang memungkiri bahwa Antracnose atau yang lebih dikenal
dengan istilah “pathek” adalah penyakit yang hingga saat ini masih menjadi momok
petani cabe. Bagaimana tidak? Buah yang menunggu panen dalam beberapa waktu
berubah menjadi busuk oleh penyakit ini. Sudah banyak petani yang menjadi korban
keganasannya. Sekali tanaman cabe kita terkena antraknosa, maka akan sulit bagi kita
untuk mengendalikannya. Oleh karena itu tindakan paling baik untuk penyakit ini
adalah melakukan pencegahan sebelum terjadinya serangan.
Gejala awal yang dapat dikenali dari serangan penyakit ini adalah adanya
bercak yang agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair. Lama – kelamaan busuk
tersebut akan melebar membentuk lingkaran konsentris. Dalam waktu yang tidak
lama maka buah akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk. Ledakan
penyakit ini sangat cepat pada musim hujan.
Penyebab penyakit ini tidak lain adalah jamur C. capsici. Jamur ini menyerang
tidak pandang bulu, karena baik buah cabe yang masih hijau atau sudah masak pun
tidak luput darinya. Penyakit ini sangat mudah menyebar ke buah atau tanaman lain.
Penyebarannya tidak hanya melalui sentuhan antara tanaman saja melainkan juga bisa
karena percikan air, angin, maupun melalui vektor.
Tidak ada satu pun cara yang bisa dilakukan agar penyakit ini bisa 100% ,
namun kita bisa mencegahnya dengan kultur teknis yang baik. Dapat juga dilakukan
pembersihan atau pembuangan bagian tanaman yang sudah terserang agar tidak
menyebar. Selain dengan cara budidaya yang baik, saat pemilihan benih harus kita
lakukan secara selektif . Disarankan agar menanam benih cabe yang memiliki
ketahanan terhadap penyakit pathek. Penggunaan benih sembarangan akan beresiko
terjadinya serangan penyakit. Secara kimia, pengendalian penyakit ini dapat
disemprot dengan fungisida bersifat sistemik yang berbahan aktif triadianefon
dicampur dengan fungisida kontak berbahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide
54WDG, atau yang berbahan aktif Mankozeb seperti Victory 80WP.
Gambar : Tanaman Cabe yang terserang antracnose
b. Layu Bakteri
Selain itu bakteri ini mampu bertahan selama bertahun-tahun di dalam tanah
dalam keadaan tidak aktif. Bakteri layu cepat meluas terutama di tanah dataran
rendah, gejala kelayuan yang mendadak seringkali tidak bisa diantisipasi. Tanaman
yang sehat tiba –tiba saja layu yang dalam waktu tidak sampai 3 hari besoknya
langsung mati. Itulah gambaran serangan penyakit layu yang sangat menyeramkan.
Untuk memastikan penyebab layu tersebut kita bisa mengambil tanaman yang
terserang , kemudian pangkal batangnya dibelah untuk direndam pada gelas yang
berisi air bening.
Apabila bakteri maka akan ditandai dengan keluarnya cairan berwarna coklat
susu berlendir semacam asap yang keluar pembuluh batangnya di dalam air. Untuk
mengatasinya tak ada jalan lain selain menyingkirkan tanaman yang terserang, dan
tetap menjaga agar bedengan tanam selalu dalam kondisi kering di luar. Selain itu ,
melakukan rotasi tanaman dengan tanaman yang tidak sefamili bisa mengurangi
resiko serangan penyakit tersebut. Secara kimiawi, penyakit ini dapat dicegah dengan
menyiram larutan Kocide 77WP konsentrasi 5 - 10 gr/liter pada lubang tanam
sebanyak 200 ml/tanaman interval 10 - 14 hari dan dimulai saat tanaman mulai
berbunga.
c. Bercak Daun
D. TOMAT
Ulat ini termasuk golongan ngengat, tubuh berwarna cokelat tua dengan garis-
garis cokelat pada kedua sisi dan bagian depan berwarna abu-abu, panjang ngengat
2,2 cm. Telur diletakkan berkelompok atau tunggal pada daun, pangkal tanaman
muda, berbentuk bulat kecil diameter 0,5 mm, warna kuning muda.
Telur diletakkan di pucuk tanaman dan apabila buah tomat sudah mulai keluar,
ditempatkannya di atas benang putik. Warna telur putih, telur menetas dalam 2-5 hari.
Ulat kecil mempunyai warna yang menarik dan berubah sesuai dengan
pertumbuhannya. Pertama-tama berwarna putih kekuningan dengan kepala berwarna
hitam, kemudian hijau pucat, kemerah-merahan, kekuning-kuningan dan hitam
kemerah-merahan. Panjang ulat dapat mencapai 3,45 cm. Kepompong dibentuk di
dalam tanah, lama masa kepompong 12-14 hari.Serangan ulat buah mula-mula
melubangi buah tomat, kemudian masuk kedalam buah tomat yang sedang tumbuh.
Hama ini menyukai berbagai jenis tanaman, selain tomat dapat juga menyerang
cantel, tembakau, kapas, jagung dan kentang.
Memiliki bentuk seperti cacing kecil, ukuran betina lebih gemuk. Nematoda
ini meletakkan telur dan membentuk larva didalam akar sehingga menyebabkan sel
akar membesar dan menyebabkan bisul akar. Akar tanaman membengkak dan
berbintil-bintil mengakibatkan terganggunya fungsi akar dalam menyerap air dan
unsur hara. Pertumbuhan tanaman terhambat serta tanaman menjadi layu.
Cara Pengendalian Tanam varitas yang tahan serangan nematoda, cabut dan
bakar yang terserang. Gunakan nematisida seperti Curater, Indofuran, dan Furadan.
h. Tungau Kuning (Polyphagotarsonemus latus Banks) Ordo :Acarina;
Famili : Tarsonematidae
Imago : Imago bertungkai 8, tungau ukurannya kecil dan mengisap cairan sel
daun.
Penegendalian :
a. Kultur Teknis
- Populasi hama biasanya meningkat pada kondisi kering. Oleh karena itu pengairan
yang cukup merupakan salah satu cara pengendalian yang tepat untuk hama-hama
tersebut.
b. Biologi
c. Kimia
Penegendalian :
a)Kultur teknis
d)Pengendalian kimiawi
f. Penyakit Cekik
h. Penyakit Mosaik
Disebabkan oleh virus mosaik (Tomato mosaic virus). Virus ini berbentuk
batang. Gejala serangan menunjukkan tanaman lebih kerdil, buah sedikit kecil-kecil,
warna daun belang-belang antara hijau tua, hijau muda, hijau dan kekuningan
(mosaik). Cara Pengendalian Jaga kebersian pada semua peralatan kebun, bersihkan
gula di dalam areal pertanaman, lakukan pergiriran tanaman.
E. PADI
1. HAMA PADI
Hama endemis ini berkembang dari pantai hingga daerah pedalaman dengan
ketinggian 200 m dpl, dengan curah hujan (kurang dari 200 mm) terjadi bulan
Oktober-November. Tanda-tanda hama ini dimulai dengan melakukan invasi
(terbangnya ribuan kupu-kupu berwarna putih pada sore dan malam hari) setelah 35
hari masa hujan. Kupu-kupu ini melakukan terbang sekitar 2 minggu, menuju daerah-
daerah persemaian padi. Selanjutnya telur-telur (170-240 telur) diletakkan di bawah
daun padi yang masih muda dan akan menetas menjadi ulat perusak tanaman padi
setelah seminggu. Penyerangan ini dikenal dengan nama Hama Sundep dan Hama
Beluk.
Perbedaan hama sundep dengan hama beluk yaitu hama sundep menyerang
daun padi muda, menguning dan mati. Walaupun batang padi bagian bawah masih
hidup atau membentuk anak tanaman baru tapi pertumbuhan daun baru tidak terjadi.
Sedangkan hama beluk yaitu menyerang titik tumbuhh tanaman padi yang sedang
bunting sehingga bulirpadi keluar, berguguran, gabah-gabah kosong dan berwarna
keabu-abuan (Kartasapoetra, 1993).
Untuk membasmi hama-hama ini ditempuh dengan cara yaitu (1) petani
menyebarkan bibit-bibit tanaman padi di persemaian setelah tahu jadwal invasi
serangan ulat-ulat ini diperkirakan telah selasai, (2). Penanaman padi yang memiliki
daya regenerasi yang tinggi, (3). Menghancurkan telur-telur Scirpophaga innotata
yang terdapat dilingkungan persemaian dan membunuh larva-larva yang baru
menetas, (4). Melakukan tindakan preventif dengan penyemprotan persemaian
menggunakan insektisidayang resistensi, (5). Bibit-bibit tanaman padi yang akan
disemai dicelupkan dalam herbisida, (6). Setelah Scirpophaga innotata dilakukan
penyemprotan insektisida yang mematikan telur dan larva.
Hama ini pada tahun 1968 menyerang tanaman padi di Philipina Metamorfosa
: Telur, larva, pupa, dan imago. Stadia telur selama 6 hari, stadia larva selama 10
hari, stadia pupa selama 8 hari dan stadi imago selama 10 hr. Imago berwarna abu-abu
kekuningan. Hama ini aktif pada siang hari dan imago berukuran 8 – 2,3 mm dan
lama siklus hidupnya sekitar 3 – 7 hari. Telur diletakkan secara tidak berkelompok
dan setiap imago betina dapat mengahsilkan 100 butir telur.
Larva: transparan, pada setiap instar warna berubah putih-kuning. Pupa:
coklat tua, ditemukan pada anakan yg sudah tua. Kerusakan : Pada daun yang baru
membuka/jaringan sehingga daun berubah berwarna menjadi putih sehingga serangan
tanaman menjadi kerdil. Inang : dari rumputan cynodon dactylon, Echinochloa sp.
Panicum repens. Pengendalian: kultur tekh, hayati, kimia.
Siklus hidup hama ini sekitar 35 hari. Metamorfosa (Telur, larva, pupa,
imago), stadia telur selama 3 hari, stadia larva sekitar 20 hari, stadia pupa selama 7
hari dan stadia imago selama 5 hari. Imago memiliki panjang sekitar 2,2 – 3 mm dan
meletakkan telur malam hari, jumlah telur yang dihasilkan satu betina sekitar 50
butir dan hama ini tertarik pd lampu perangkap. Telur berwarna kuning pucat, bentuk
seperti cawan/tak beraturan, diletakan pada bagian bawah daun yg terendam air,
sebelum menetas warna berubah menjadi kuning gelap. Larva:instar awal makan
dengan mengikis daun. Pupa ditemukan dalam tabung.
Hama putih akan menjadi kepompong, sarung atau kantong yang selalu
dibawanya akan ditinggalkan dan diletakkan pada batang oadi, kemudian
dimasukinya lagi dan tidak keluar sampai menjadi kepompong (sekitar 2 minggu).
Pembasian ini dapat dilakukan dengan mempelajari siklus hidup, mengeringkan
petakan-petakan sawah, membiarkan petak sawah berair dan diberi minyak lampu
atau penggunaan insektisida ramah lingkungan.
Gambar : Metamorfosis Nympula depunctalis
Hama ini selalu menghisap cairan dan air dari batang padi muda atau bulir-
bulir buah muda yang lunak, dapat meloncat tinggi dan tidak terarah, berwarna coklat,
berukuran 3 – 5 mm, habitat ditempat lembab, gelap dan teduh. Telur banyak
ditempatkan dibawah daun padi yang melengkung dengan masa ovulasi 9 hari
menetas, 23 hari membentuk sayap dan 2 minggu akan bertelur kembali. Hama ini
meluas serangannya dilihat dari bentuk lingkaran pada tanaman dalam petakan padi.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk memberantas ini dengan cara prefentif, represif
dan kuratif.
Tindakan preventif dengan cara : (1). Serumpun daun padi layu, lakukan
pemeriksaan dengan teliti, (2). Apabila dirumpun padi ditemukan se ekor wereng,
bunuh dan periksa telur-telurnya didaun lalu di cabut dan di bakar. Periksa tanaman-
tanaman lainnya yang berdekatan, (3) apabila dalam serumpun terdapat banyak
wereng, lakukan penyemprotan massal dengan insektida.
Gejala : dapat timbul pada bibit, daun dan buah. Bibit mula-mula terjadi busuk
pada koleoptilnya, batang dan akar menyebabkan kematian. Pada biji menyebabkan
turunnya mutu biji dan bersifat (seep borne), dan pada daun tanaman yang sudah
dewasa terjadi bercak coklat yang memanjang, bercak kercil warna coklat tua atau
coklat ungu.
Daur penyakit: dapat bertahan sebagai meselium atau konidium dalam biji,
dan dapat bertahan pada biji selama 4 tahun, dapat bertahan pada jerami, tanah
bersifat parasit fakultatif, konidium dapat dipencarkan oleh angin, dan jamur dapat
mengadakan infeksi dengan menembus epidermis dan stomata.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : (1). Pemberian unsur hara yang
seimbang, (2). Sanitasi dan rotasi tanaman, (3). Penanaman jenis yang tahan, (4).
Perawatan biji, dan (5). Penyemprotan dengan menggunakan fungisida antara lain
Hinosan 50 BC, Dithane M-45, antracol 70 WP, Delsene MX 200.
Gambar : Gejala serangan Drechslera oryzae
Gejala : dapat timbul pada daun (balst daun), bunga, malai, dan biji. Daun
(balst daun) bercak berbentuk jorong dengan ujung-ujung runcing. Pusat bercak
berwarna kelabu atau keputihan dan tepinya coklat atau coklat kemerahan, coklat
cenderung berkumpul dipangkal helaian daun. Pada malai dapat menyebabkan busuk
pada tangkai malai yang dikenal dengan busuk leher (heck blast). Serangan ini
menyerang kerugian yang besar karena hampir semua biji pada malai tersebut hampa
dan tangkai malai yang busuk mudah patah. Pada biji terdapat bercak-cak kecil yang
bulat.
Daur penyakit ; bakteri ini menginfeksi melalui luka-luka pada daun karena
biasanya bibit padi di potong ujung sebelum ditanam juga sering masuk melalui luka
pada akar sebagai pencabutan, bakteri tidak dapat bertahan lama pada biji jingga
akibat pencabutan, dan pada umumnya bakteri dapat tersebar melalui hujan yang
berangin.
D. Tungro
Daur penyakit ini adalah virus ini ditularkan oleh wereng hijau, vektor ini
ditulari virus secara non persisten, vektor lain dari virus ini adalah Nephotetix paruus,
N. malayanus, dan Recelia dorsatis. Serangga ini mempertahankan virus didalam
badannya selama 5 atau 6 hari, virus tidak menular melalui biji dan tanah dan tidak
dapat tertular secara mekanis, dan virus mempunyai tanaman inang lain seperti
rumput belulang dan rumput ketelah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ini adalah (1). Populasi serangga,
tanpa adanya serangga virus tidak akan bisa hidup dan tidak mampu menyebabkan
penyakit pada tanaman, (2). Adanya sumber virus, di tempat ada virus dan ada
tanaman dan ada serangga sehingga serangga tersebut membawa virus dan membawa
penyakit dan kemudian tanaman muda lebih rentan dibandingkan dengan tanaman
muda, (3). Kerentanan dan umur tanaman, tanaman muda lebih rentan, tanaman muda
baik yang sehat bisa terserang sehingga diduga ini penyakit fisiologis, dan (5). Hama
yang menjadi vektor dan yang menjadi inang virus.
Tanaman Inang : Hama ini bersifat polifag lebih dari 20 jenis tanaman
menjadi inangnya pada tanaman sayuran selain bawang , asparagus, bit,
brokoli,bawang putih, kucai, cabai, kentang, tomat, lobak, bayam.Tanaman lainnya
selain sayuran diantaranya kapas, padi, jagung, kacang-kacangan seperti kacang tanah
dan kedelai, jeruk, dan melon.
Telur : Telur diletakkan telur pada daun bawang secara berkelompok dan
ditutupi oleh bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum
terdapat 80 butir. Jumlah telur yang dihasilkan seekor betina sekitar 1.000 butir.Telur
berwarna putih,berbentuk bulat sampai bulat telur (lonjong) dengan ukuran sekitar 0,5
mm. Setelah 2-6 hari telur menetasmenjadi larva.
Gambar : Telur S. exigua
Pupa : Pupa berwarna cokelat muda dengan panjang 9-11 mm. Pupa berada di
dalam tanah ± 1 cm, dan sering dijumpai juga pada pangkal batang, terlindung di
bawah daun kering. Lama hidup pupa berkisar antara 6 – 7 hari.
Pengendalian :
a. Kultur Teknis
b. Fisik/Mekanik
bawang lalu dibutit (dimasukkan dalam kantong plastik dan diikat), terutama
pada saat tanaman bawang merah berumur 7 – 35 hari kemudian dimusnahkan.
c. Biologi
d. Kimia
Larva : Larva yang baru keluar, berwarna putih susu atau putih kekuningan,
segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal dalam liang korokan selama
hidupnya Larva instar 3 ini kemudian keluar dari liang korokan untuk membentuk
pupa.
Pengendalian :
a. Kultur Teknis
b. Fisik/Mekanik
Lindungilah setiap bedengan bawang merah dengan kelambu yang terbuat dari
plastik kasa dengan menggunakan kerangka bambu, sejak sebelum tanam.
Pemasangan kartu perangkap; lalat pengorok daun tertarik pada warna kuning.
Pasanglah kartu perangkap kuning (dari kertas atau plastik) berperekat, dengan
ukuran 16 cm x 16 cm yang dipasang pada triplek/seng berukuran sama,
dengan ketinggian ± 0,5 m dari permukaan tanah. Jumlah perangkap 80 – 100
buah/ha, disebar merata di pertanaman.
Perangkap lampu neon (TL 10 watt) dengan waktu nyala mulai pukul 18.00 –
24.00 paling efisien dan efektif untuk menangkap imago.
c. Biologi
Melarang masuknya benih atau bagian tanaman lain terutama dari daerah
terserang, dikhawatirkan membawa telur atau larva pengorok daun ke daerah
yang masih bebas dari serangan pengorok daun.
e. Kimia
Aplikasi pestisida kimia sintetik yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri
Pertanian apabila pengendalian lain tidak mengurangi intensitas serangan
hama, misalnya yang berbahan aktif Kartap hidroksida.
c. Biologi
- Pemanfaatan musuh alami trips seperti predator Coccinella sp., Chellomenes
sexmaculatus, Maculate Scymnuslatermaculatus, Amblyseius cucumeris, Orius
insidiosus, Lycosa sp. dan patogen serangga Beauveria bassiana, Aspergillus sp,
Entomophthora sp., Metarhizium anisopliae, Paecilomyces sp., Verticillium lecanii.
d. Pengendalian kimia
- Jika saat pengamatan ditemukan 0,7 ekor kutu daun /tanaman contoh ( 7 ekor
nimfa/10 daun contoh) atau persentase kerusakan oleh serangan hama pengisap telah
mencapai 15% per tanaman contoh dianjurkan menggunakan pestisida kimia sintetik
yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian, misalnya yang berbahan aktif
kartap hidroklorida.
d. Orong – orong atau Anjing Tanah (Gryllotalpa africana Pal.) (Ordo :
Orthoptera; Famili : Gryllotalpidae)
Morfologi/Bioekologi : Orong – orong tinggal dibawah permukaan tanah.
Imago menyerupai jengkrik, panjang kira – kira 3 cm, dan berwarna merah tua.
Mempunyai sepasang kaki depan yang kuat untuk melindungi diri, dan terbang pada
malam hari.
Telur berwarna putih kekuning – kuningan, diletakkan pada sel – sel keras
yang dibuat dari tanah. Didalam satu sel terdapat 30 – 50 butir telur. Nimfa seperti
serangga dewasa, tetapi ukurannya lebih kecil. Sifatnya sangat polifag, mamakan
akar, umbi, tanaman muda dan serangga kecil seperti kutu daun. Lamanya daur hidup
3 – 4 bulan.
Gejala Serangan : Hama ini umumnya banyak dijumpai menyerang tanaman
bawang merah pada fase penanaman ke dua atau sekitar umur tanaman kira – kira 1 –
2 minggu setelah tanam. Serangan ditandai dengan layunya tanaman, karena akar
tanaman rusak, bahkan pada umbi kadang terdapat lubang dengan bentuk yang tidak
beraturan.
Inang Lain : Inang lain pada tanaman sayuran selain bawang antara lain pada
cabai, kentang, kubis, Tanaman lain selain sayuran diantaranya adalah gandum, padi,
rami, dan tembakau.
Pencaran : Di dunia hama ini dilaporkan telah ada di Eropa, Asia, Afrika,
Amerika Selatan, Amerika Utara dan Oceania. Di Indonesia hama ini terdapat di
seluruh wilayah seperti di pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
Pengendalian
a. Kultur Teknis
- Penggunaan pupuk kandang yang matang dapat mengurangi serangan Gryllotalpa
sp.
- Menjaga kebersihan kebun (sanitasi) dapatmengurangi serangan Gryllotalpa sp.
b. Fisik/Mekanik
- Pemasangan umpan beracun yang terdiri dari 10 kg dedak dicampur dengan 100 ml
insektisida yang dianjurkan kemudian campuran tersebut diaduk secara merata dan
disebar diatasbedengan pertanaman pada senja hari
c. Biologi
- Pemanfaatan musuh alami seperti predator Chlaenius, Labidura riparia, parasitoid
Neothrombium gryllotalpae , dan patogen serangga Beauveria
bassiana, Paecilomyces sp.
d. Pengendalian kimia
- Aplikasi pestisida kimia sintetik yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian
apabila pengendalian lain tidak mengurangi intensitas serangan hama, misalnya yang
berbahan aktif Fibronil.
2. Penyakit Bawang Daun dan Bawang Merah
a. Penyakit Becak Ungu (Alternaria porri Ell)
Gejala : gejala pertama adalah terjadinya becak kecil, melekuk, berwarna
putih sampai kelabu. Jika membesar, bercak tampak bercincin, dan berwarnanya agak
keunguan. Tepinya agak kemerahan atau keunguan dan dikelilingim oleh zone
berwarna kuning, yang dapat meluas agak jaud di atas atau di bawah becak. Infeksi
pada umbi lapis terjadi pada saat panen atau sesudahnya. Umbi yang membusuk
tampak agak berair.
Daur penyakit : patogen bertahan dari musim ke musim pada sisa-sisa
tanaman dan sebagai konodium. Di lapang jamur membentuk konidium pada malam
hari. Konidium disevarkan oleh angin. Infeksi terjadi melalui mulut kulit dan melalui
luka-luka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ini adalah tanaman yang baik
pertumbuhannya karena di pupuk secara seimbang dan dapat penyiraman yang cukup
kurang mendapat gangguan penyakit. Demikian juga tanaman bawang semusim
kemarau (Anon, 1984). Menurut Suhardi (1988) terdapat tanda-tanda bahwa
pemupukan dengan urea pada musim hujan akan meningkatkan serangan Alternaria
porri.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara menanam bawang
dilahan yang mempunyai drainase baik. Menggunakan fungisida seperti tembaga,
ferbam, zineb, dan nabam yang di tambah sulfat seng. Fungisida perlu ditambah
perata agar dapat membasmi daun bawang yang berlilin. Anon (1984) menganjurkan
pemakaian antracol 70 WP dan Dithane M-45.
b. Bercak Daun ( Cercospora duddiae Wells)
Gejala mula-mula terjadi bercak klorosis, bulat, berwarna kuning, dengan
garis tengah 3 – 5 mm. Bercak paling banyak terdapat pada ujung sebelum luar daun.
Becak-becak sering bersatu pada ujung daun yang pada sebelah pangkalnya terdapat
banyak becak yang terpisah, sehingga daun tampak belang. Ujung mengering dan
menjadi coklat kelabu. Becak-becak yang terpisah mempunyai pusat berwarna coklat
yang terdiri dari jaringan mati. Pada waktu lembab di bagian daun yang mati terdapat
bintik-bintik yang terdiri dari berkas konidiofor dengan konidium jamur.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara menanam bawang
dilahan yang mempunyai drainase baik. Menggunakan fungisida seperti tembaga,
ferbam, zineb, dan nabam yang di tambah sulfat seng. Fungisida perlu ditambah
perata agar dapat membasmi daun bawang yang berlilin. Anon (1984) menganjurkan
pemakaian antracol 70 WP dan Dithane M-45.
c. Busuk Daun (Peronospora destructor Berk)
Gejala pada saat tanaman mulai membentuk umbi lapis di dekat ujung daun
timbul becak hijau pucat . Pada waktu cuaca lembab pada permukaan daun
berkembang kapang (mould) yang berwarna putih lembayung atau ungu. Daun segera
menguning, layu dan mengering. Daun mati yang berwarna putih oleh kapang hitam.
Penyakit dapat berkembang pada musim hujan bila udara sangat lembab dan
suhu matahri rendah.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pemakaian bibit yang sehat, jika
penyakit banyak timbul setelah panen daun-daun dibakar dan tanaman disemprot
dengan fungisida.
Gambar : Imago jantan (kiri) lebih kecil dari imago betina (kanan)
Pengendalian :
1. Secara kultur teknis : Mengumpulkan kel. Telur dan larva, tanaman campuran
dengan akar tuba, bawang putih
2. Secara hayati : parasitoid telur (Telenomus spodopterae), Virus (Nuclear
polyhedrosis virus), nematoda
Distribusi : Kosmopolit. Tanaman inang : polifag, lebih dari 400 sp tan dari 40
famili, tomat, kentang, tembakau, kubis, cabai, terung, semangka, ubi jalar dll.
Perkembangan : Partenogenesis, seksual (telur, nimfa dan imago).
Gejala Secara langsung, kutu daun ini mengisap cairan tanaman. Akibatnya,
daun yang terserang keriput, berwarna kekuningan, terpuntir dan pertumbuhan
tanaman terhambat (kerdil), sehingga tanaman menjadi layu dan mati.
Gejala Secara tidak langsung, kutu daun berperan sebagai penyebar (vektor)
penyakit virus. Tanaman yang terserang penyakit virus akan menjadi kerdil, daun
berukuran kecil dan pertumbuhannya terhambat.Dampak langsung serangan hama ini
adalah tanaman menjadi keriput, tumbuh kerdil, warna daun kekuningan, terpuntir,
layu lalu mati. Secara tidak langsung, kutu ini merupakan vektor lebih dari 150 strain
virus terutama penyakit virus CMV, PVY. Kutu ini biasanya hidup berkelompok dan
berada di bawah permukaan daun, menghisap cairan daun muda dan bagian tanaman
yang masih muda (pucuk). Eksudat/cairan yang dikeluarkan kutu ini mengandung
madu sehingga mendorong tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yang dapat
menghambat proses fotosintesa.
Pengendalian :
4. Insektisida
Telurnya berwarna putih kekuningan dan imago biasanya bertelur pada senja
hari. Telur biasanya diletakkan secara tunggal pada bungan dan akan berubah warna
menjadi merah tua atau kecoklatan setelah 24 jam, yang selanjutnya akan menetas
dalam waktu kira-kira 3-5 hari. Satu ekor imago mampu bertelur 1000 butir.
Ukuran larva stadia akhir berkisar antara 2-4 cm dengan warna bervariasi
mulai dari hijau, cokelat kemerahan ataupun cokelat kehitaman. Larva merusak daun,
bunga dan buah, bersifat kanibal, masa larva 16-25 hari. Pupa terbentuk di dalam
tanah, masa pupa 17 hari. Imago : berukuran sedang, pj rentang sayap 30-40 mm,
berwarna coklat, pada bgn tengah sayap terdapat bintik berwarna coklat tua. Siklus
hidup : 35 hari.
Pengendalian :
3. Tanaman perangkap
4. Pengolahan tanah
5. Insektisida
Gejala serangan Buah yang terserang ditandai oleh lubang titik hitam pada
bagian pangkalnya, tempat serangga dewasa memasukkan telur. Umumnya telur
diletakkan pada buah yang agak tersembunyi dan tidak terkena sinar matahari
langsung, pada buah yang agak lunak dengan permukaan agak kasar. Larva membuat
saluran di dalam buah dengan memakan daging buah serta menghisap cairan buah dan
dapat menyebabkan terjadi infeksi oleh OPT lain, buah menjadi busuk dan biasanya
jatuh ke tanah sebelum larva berubah menjadi pupa. Serangga dewasa mirip lalat
rumah, panjang sekitar 6 - 8 mm dan lebar 3 mm. Torak berwarna oranye, merah
kecoklatan, coklat atau hitam biasanya pada B. dorsalis terdapat 2 garis membujur
dan sepasang sayap transparan. Pada abdomen terdapat 2 pita melintang dan satu pita
membujur warna hitam atau bentuk buruf T yang kadang-kadang tidak jelas. Pada
lalat betina ujung abdomen lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur
(ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah sedangkan lalat jantan
abdomen lebih bulat. Telur berwarna putih berbentuk bulat panjang yang diletakkan
secara berkelompok 2-15 butir di dalam buah.
Larva terdiri atas 3 instar berbentuk belatung/bulat panjang dengan salah satu
ujungnya (kepala) runcing dengan 2 bintik hitam yang jelas merupakan alat kait
mulut, mempunyai 3 ruas torak, 8 ruas abdomen, berwarna putih susu atau putih
keruh atau putih kekuningan, larva menetas di dalam buah cabai.
Pengendalian :
1. Rotasi tanaman
2. Pembungkusan buah
Tanaman inang : Hama ini bersifat polifag dengan tanaman inang utama selain
cabai yaitu bawang merah, bawang daun dan jenis bawang lainnya dan tomat.
Tanaman inang lain yaitu tembakau, kopi, ubi jalar, waluh, bayam, kentang,
kapas, tanaman dari famili crusiferae, crotalaria dan kacang-kacangan tetapi tidak
dijumpai pada gulma.
Secara tidak langsung: trips merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus
keriting.
Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat
kehitam-hitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak kehitaman, berbercak-
bercak merah atau bergaris-garis. Imago betina mempunyai 2 pasang sayap yang
halus dan berumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim kemarau populasi
lebih tinggi dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga
dewasa dapat mencapai 20 hari.
Pengendalian :
1. Sanitasi
2. Rotasi tanaman
4. Parasitoid
5. Insektisida
Gejala pada buah terung mula-mula terjadi bercak kebasahan yang bergaris
tengah lebih kurang 0,5 cm. Becak meluas dengan cepat ke arah sumbu panjang,
sehingga becak bentuknya memanjang. Pada jenis berbuah bulat dan warnanya
ungu becak tetap berbentuk bulat dan berwarna gelap. Bagian dalam buah berubah
warnanya, kebasah-basahan, dan berbatas coklat tidak teratur. Akhirnya buah
terlepas dari kelopaknya dan menjadi busuk sama sekali.
b. Mosaik
c. Antraknosa terung
Penyakit ini disebabkan oleh Gloeosporium melongena Ell. Gejala pada buah
becak-becak melekuku, bulat, yang dapat bersatu menjadi becak besar yang tidak
teratur. Becak berwarna coklat dengan titik-titik hitam yang terdiri dari aservulus
jamur.
Gejala pada permukaan atas daun terdapat becak-becak kuning, sering agak
bersudut karena terbatas oleh tulang-tulang daun. Pada cuaca lembab pada sisi
bawah becak terdapat kapang seperti bulu yang warnanya keunguan. Pada daun
ketimun yang sakit dapat mati.
Daur penyakit : penyakit ini tidak dapat hidup sebagai saprofit pada sisa-sisa
tanaman, dan jamur tidak mempertahankan dari musim ke musim pada tanaman
mentimun. Spora dipencarkan oleh angin. Infeksi terjadi melalui mulut kulit.
Gejala pada permukaan daun dan batang muda terdapat lapisan putih
betepung, yang terdiri dari miselium, konidiofor, dan konidiofor jamur penyebab
penyakit. Becak kemudian menjadi kuning dan akhirnya mengering.
Pada penyakit berat daun dan batang muda dapat mati. Jika semua daun pada
tanaman yang bersangkutan terinfeksi sehingga tanaman menjadi lemah,
pertumbuhannya terhambat dan buahnya dapat terbakar, atau masak sebelum
waktunya.
Daur penyakit : penyakit ini dapat mempertahankan diri dari musim kemusim
pada tanaman-tanaman hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ini
pada konidium jamur tepung ini dapat berkecambah dan mengadakan infeksi
tanpa adanya tetes air, dengan kelembaban udara sedikit di bawah 100 %. Lapisan
jamur putih mulai kelihatan setelah 8 – 10 hari.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara tanaman yang keras dipendam dan
dicabut, memberantas gulma yang dapat menjadi tumbuhan inang jamur tepung,
antara lain yang termasuk famili labu-labuan dan terungan.Penyakit tepung dapat
dikendalikan dengan penyemprotan karathane.
DAFTAR PUSTAKA
http://images.google.co.id/images?
hl=id&um=1&ei=NaraSvavC5KA7QPR6b2aBg&sa=X&oi=spell&resnum=1&ct
=result&cd=1&q=Tungro&spell=1&start=0
http://images.google.co.id/images?hl=id&source=hp&q=nymphula
%20depunctalis&um=1&ie=UTF-8&sa=N&tab=wi
http://images.google.co.id/images?
hl=id&um=1&sa=1&q=Nephotettix+apicalis&btnG=Telusuri+gambar&aq=f&oq
=&start=0
http://aceh1234567890.wordpress.com/bahan-btp3-hama-dan-penyakit-pada-
tanaman-kedelai/http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/leaflet/opt.pdf
http://www.tanindo.com/abdi13/hal2401.htm.
Kartasapoetra, AG. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara.
Jakarta
Tjoe Tjien Mo. 1953. Pemberantasan Hama Padi di Sawah dan Gudang.
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2009