You are on page 1of 85

ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

A. Jagung

1. Hama Tanaman Jagung

a. Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis Guen ) (Ordo :


Lepidoptera, Famili : Noctuidae)

Bioekologi : Ngengat aktif malam hari, dan menghasilkan beberapa generasi


pertahun, umur imago/ngengat dewasa 7-11 hari. Telur diletakkan berwarna putih,
berkelompok, satu kelompok telur beragam antara 30-50 butir, seekor ngengat betina
mampu meletakkan telur 602-817 butir, umur telur 3-4 hari. Ngengat betina lebih
menyukai meletakkan telur pada tanaman jagung yang tinggi dan telur di letakkan
pada permukaan bagian bawah daun utamanya pada daun ke 5-9, umur telur 3-4 hari,
Larva, larva yang baru menetas berwarna putih kekuning-kuningan, makan
berpindahpindah, larva muda makan pada bagian alur bunga jantan, setelah instar
lanjut menggerek batang, umur larva 17-30 hari. Pupa biasanya terbentuk di dalam
batang, berwarna coklat kemerah merahan, umur pupa 6-9 hari.

Gambar 1. Satu kelompok telur Ostrinia furnacalis yang baru diletakkan (atas)
dan yang akan menetas (bawah).
Gambar 2. Pupa betina (kiri) dan pupa jantan (kanan) Ostrinia furnacalis.

Gambar 3. Ngengat betina (kiri) dan ngengat jantan (kanan) Ostrinia


furnacalis.

Gejala serangan Larva O. furnacalis ini mempunyai karakteristik kerusakan


pada setiap bagian tanaman jagung yaitu lubang kecil pada daun, lubang gorokan
pada batang, bunga jantan, atau pangkal tongkol, batang dan tassel yang mudah patah,
tumpukan tassel yang rusak.

Pengendalian :

a). Kultur teknis

- Waktu tanam yang tepat,

- Tumpangsari jagung dengan kedelai atan kacang tanah.


- Pemotongan sebagian bunga jantan (4 dari 6 baris tanaman)

b). Pengendalian hayati


Pemanfaatan musuh alami seperti : Parasitoid Trichogramma spp. Parasitoid
tersebut dapat memarasit telur O. furnacalis. Predator Euborellia annulata
memangsa larva dan pupa O. furnacalis. Bakteri Bacillus thuringiensis Kurstaki
mengendalikan larva O. furnacalis, Cendawan sebagai entomopatogenik adalah
Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae mengendalikan larva O. furnacalis.
Ambang ekonomi 1 larva/tanaman.
c). Pengendalian kimiawi
Penggunaan insektisida yang berbahan aktif monokrotofos, triazofos,
diklhrofos, dan karbofuran efektif untuk menekan serangan penggerek batang jagung.
b. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) (Ordo : Lepidoptera, Famili :
Noctuidae)
Bioekologi: Ngengat dengan sayap bagian depan berwarna coklat atau
keperak-perakan, sayap belakang berwarna keputihan, aktif malam hari.
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang
tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing
berisi 25 – 500 butir) tertutup bulu seperti beludru.
Larva mempunyai warna yang bervariasi, ulat yang baru menetas berwarna
hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok. Ulat
menyerang tanaman pada malam hari, dan pada siang hari bersembunyi dalam tanah
(tempat yang lembab). Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol
dalam jumlah besar.
Pupa. Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa
(kokon) berwana coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm.
Siklus hidup berkisar antara 30 – 60 hari (lama stadium telur 2 – 4 hari, larva
yang terdiri dari 5 instar : 20 – 46 hari, pupa 8 – 11 hari).
Gejala Serangan larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara
serentak berkelompok. dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas,
transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan
bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau.
Gambar 1. Satu kelompok telur Spodoptera litura.

Larva menyebar dengan menggunakan benang


sutera dari mulutnya. Ulat menyerang tanaman
pada malam hari, dan pada siang hari bersembunyi
dalam tanah (tempat yang lembab). Biasanya ulat
berpindah ke tanaman lain secara bergerombol
dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat
instar terakhir mirip ulat tanah, perbedaannya
hanya pada tanda bulan sabit, berwarna hijau
gelap dengan garis punggung warna gelap
memanjang. Umur 2 minggu panjang ulat sekitar
5 cm.

Gambar : Pupa Spodoptera litura

Gambar : Gambar 4. Ngengat betina (kiri) dan ngengat jantan (kanan)


Spodoptera litura
Tanaman Inang Hama ini bersifat polifag, selain jagung juga menyerang
tomat, kubis, cabai, buncis, bawang merah, terung, kentang, kangkung, bayam, padi, ,
tebu, jeruk, pisang, tembakau, kacang-kacangan, tanaman hias, gulma Limnocharis
sp., Passiflora foetida, Ageratum sp., Cleome sp., dan Trema sp.
Pengendalian :
a). Kultur teknis
- Pembakaran tanaman
- Pengolahan tanah yang intensif.
b). Pengendalian fisik / mekanis
- Mengumpulkan larva atau pupa dan bagian tanaman yang terserang kemudian
memusnahkannya - Penggunaan perangkap feromonoid seks untuk ngengat sebanyak
40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang di tengah pertanaman sejak
tanaman berumur 2 minggu.
c). Pengendalian hayati
Pemanfaatan musuh alami seperti : patogen Sl-NPV (Spodoptera litura –
Nuclear Polyhedrosis Virus), cendawan Cordisep, Aspergillus flavus, Beauveria
bassina, Nomuarea rileyi, dan Metarhizium anisopliae, bakteri Bacillus thuringensis,
nematoda Steinernema sp., predator Sycanus sp., Andrallus spinideus, Selonepnis
geminada, parasitoid Apanteles sp., Telenomus spodopterae, Microplistis similis, dan
Peribeae sp.
d). Pengendalian kimiawi Beberapa insektisida yang dianggap cukup efektif
adalah monokrotofos, diazinon, khlorpirifos, triazofos, dikhlorovos, sianofenfos, dan
karbaril apabila berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, intensitas serangan
mencapai lebih atau sama dengan 12,5 % per tanaman contoh.
c. Penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera Hbn. Noctuidae:
Lepidotera)
Imago betina H. armigera meletakkan telur pada rambut jagung. Rata-rata
produksi telur imago betina adalah 730 butir, telur menetas dalam tiga hari setelah
diletakkan . Larva spesies ini terdiri dari lima sampai tujuh instar .Khususnya pada
jagung, masa perkembangan larva pada suhu 24 sampai 27,2oC adalah 12,8 sampai
21,3 hari. Larva serangga ini memiliki sifat kanibalisme . Spesies ini mengalami masa
pra pupa selama satu sampai empat hari. Masa pra pupa dan pupa biasanya terjadi
dalam tanah dan kedalamannya bergantung pada kekerasan tanah.
Pupa, pada umumnya pupa terbentuk pada kedalaman 2,5 sampai 17,5 cm.
Terkadang pula serangga ini berpupa pada permukaan tumpukan limbah tanaman atau
pada kotoran serangga ini yang terdapat pada tanaman. Pada kondisi lingkungan
mendukung, fase pupa bervariasi dari enam hari pada suhu 35oC sampai 30 hari pada
suhu 15oC.
Gejala Serangan Imago betina akan meletakkan telur pada silk jagung dan
sesaat setelah menetas larva akan menginvasi masuk kedalam tongkol dan akan
memakan biji yang sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan
menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung.

Pengendalian Hayati
Musuh alami yang digunakan sebagai pengendali hayati dan cukup efektif
untuk mengendalikan penggerek tongkol adalah Parasit, Trichogramma spp yang
merupakan parasit telur dan Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) parasit pada
larva muda. Cendwan, Metarhizium anisopliae.menginfeksi larva. Bakteri, Bacillus
thuringensis dan Virus Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV).
Menginfeksi larva.
Kultur Teknis
Pengelolaan tanah yang baik akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah
dan dapat mengurangi populasi H. armigera berikutnya.
Kimiawi
Untuk mengendalikan larva H. armigera pada jagung, penyemprotan
insektisida Decis dilakukan setelah terbentuknya rambut jagung pada tongkol dan
diteruskan (1-2) hari hingga rambut jagung berwarna coklat.
d. Lalat bibit (Atherigona sp, Ordo: Diptera)
Imago, Lama hidup serangga dewasa bervariasi antara lima sampai 23 hari
dimana betina hidup dua kali lebih lama dari pada jantan. Serangga dewasa sangat
aktif terbang dan sangat tertarik pada kecambah atau tanaman yang baru muncul di
atas permukaan tanah. Imago kecil dengan ukuran panjang 2,5 mmsampai 4,5 mm.
Telur Imago betina mulai meletakkan telur tiga sampai lima hari setelah
kawin dengan jumlah telur tujuh sampai 22 butir atau bahkan hingga 70 butir. Imago
betina meletakkan selama tiga sampai tujuh hari, diletakkan secara tunggal, berwarna
putih, memanjang, diletakkan dibawah permukaan daun.
Larva terdiri dari tiga instar yang berwarna putih krem pada awalnya dan
selanjutnya menjadi kuning hingga kuning gelap. Larva yang baru menetas melubangi
batang yang kemudian membuat terowongan hingga dasar batang sehingga tanaman
menjadi kuning dan akhirnya mati.
Pupa terdapat pada pangkal batang dekat atau di bawah permukaan tanah,
umur pupa 12 hari pada pagi atau sore hari. Puparium berwarna coklat kemerah-
merahan sampai coklat dengan ukuran panjang 4,1 mm.
Pengendalian Hayati
Parasitoid yang memarasit telur adalah Trichogramma spp. dan parasit larva
adalah Opius sp. dan Tetrastichus sp. Predator Clubiona japonicola yang merupakan
predator imago.

Kultur Teknis dan Pola Tanam


Oleh karena aktivitas lalat bibit hanya selama satu sampai dua bulan pada
musim hujan maka dengan mengubah waktu tanam, pergiliran tanaman dengan
tanaman bukan padi tanaman dengan tanaman bukan padi, tanam serempak serangan
dapat dihindari.
Varietas Resisten
Galur-galur jagung QPM putih yang tahan terhadap lalat bibit adalah MSQ-
P1(S1)-C1-11, MSQ-P1(S1)-C1-12, MSQ-P1(S1)-C1-44, MSQ-P1(S1)-C1-45,
sementara galurgalur jagung QPM kuning yang tahan terhadap serangga hama ini
adalah MSQ-K1(S1)-C1-16, MSQ-K1(S1)-C1-35, MSQ-K1(S1)-C1-50.
Kimiawi
Pengendalian dengan insektisida dapat dilakukan dengan perlakuan benih
(seed dressing) yaitu thiodikarb dengan dosis 7,5-15 g b.a./kg benih atau karbofuran
dengan dosis 6 g b.a./kg benih. Selanjutnya setelah tanaman berumur 5-7 hari,
tanaman disemprot dengan karbosulfan dengan dosis 0,2 kg b.a./ha atau thiodikarb
0,75 kg b.a/ha. Penggunaan insektisida hanya dianjurkan di daerah endemik .
2. Penyakit Tanaman Jagung
a. Bulai
Gejala : Gejala penyakit ini terjadi pada permukaan daun jagung berwarna
putih sampai kekuningan diikuti dengan garis-garis klorotik dan ciri lainnya adalah
pada pagi hari di sisi bawah daun jagung terdapat lapisan beledu putih yang terdiri
dari konidiofor dan konidium jamur. Penyakit bulai pada tanaman jagung
menyebabkan gejala sistemik yang meluas keseluruh bagian tanaman dan
menimbulkan gejala lokal (setempat). Gejala sistemik terjadi bila infeksi cendawan
mencapai titik tumbuh sehingga semua daun yang dibentuk terinfeksi. Tanaman yang
terinfeksi penyakit bulai pada umur masih muda biasanya tidak membentuk buah,
tetapi bila infeksinya pada tanaman yang lebih tua masih terbentuk buah dan
umumnya pertumbuhannya kerdil.
Penyebab : Penyakit bulai di Indonesia disebabkan oleh cendawan
Peronosclerospora maydis dan Peronosclerospora philippinensis yang luas
sebarannya, sedangkan Peronosclerospora sorghii hanya ditemukan di dataran tinggi
Berastagi Sumatera Utara dan Batu Malang Jawa Timur.

Gambar : Penyakit bulai disebabkan oleh Peronosclerospora maydis


Daur penyakit : Penyakit ini tidak dapat hidup secara saprofit dan harus
bertahan darimusim kemusim tanaman hidup sampai sakarang belum ditemukan
adanya inang alternatif dari jamur ini di alam, mengingat di daerah Indonesia selalu
terdapat tanaman jagung maka jamur selalu dapat hidup pada tanaman yang hidup,
jamur ini dapat terbawa pada biji jagung, konidium terbentuk di waktu malam hari
pada daun berembun, dan konidium segera berkecambah dengan membentuk
pembuluh kecambahan yang akan mengadakan infeksi pada daub muda
Faktor yang mempengaruhi perkembangan jamur ini adalah jamur ini
umumnya terdapat pada dataran rendah dan jarang terdapat di tempat yang tinggi dari
900 – 1200 dpl,konidium paling baik berkecambah pada suhu 30 C penyakit ini lebih
baik berkembang pada musim hujan, interaksi hanya terjadi kalau ada air baik air
embun, air hujan dan air gutasi. Tanaman jagung yang baik pertumbuhannya biasanya
kurang mendapat gangguan dari penyakit ini dan kelebihan N akan memperberat
penyakit ini. Tanaman yang berumur lebih dari 3 minggu cukup tahan terhadap
terinfeksi dan semakin muda tanaman makin rentan.
Cara pengendalian : Menanam varietas tahan: Sukmaraga, Lagaligo,
Srikandi, Lamuru dan Gumarang,melakukan periode waktu bebas tanaman jagung
minimal dua minggu sampai satu bulan, penanaman jagung secara serempak,
eradikasi tanaman yang terinfeksi bulai. Penggunaan fungisida metalaksil pada benih
jagung (perlakuan benih) dengan dosis 0,7 g bahan aktif per kg benih
b. Bercak daun
Gejala : Penyakit bercak daun pada tanaman jagung dikenal dua tipe menurut ras
patogennya yaitu ras O, bercak berwarna coklat kemerahan dengan ukuran 0,6 x
(1,2_1,9) Cm. Ras T bercak berukuran lebih besar yaitu (0,6_1,2) x (0,6_2,7) Cm,
berbentuk kumparan dengan bercak berwarna hijau kuning atau klorotik kemudian
menjadi coklat kemerahan. Kedua ras ini, ras T lebih virulen dibanding ras O dan
pada bibit jagung yang terserang menjadi layu atau mati dalam waktu 3_4 minggu
setelah tanam. Tongkol yang terinfeksi dini, biji akan rusak dan busuk, bahkan
tongkol dapat gugur. Bercak pada ras T terdapat pada seluruh bagian tanaman (daun,
pelepah, batang, tangkai kelobot, biji dan tongkol). Permukaan biji yang terinfeksi
ditutupi miselium berwarna abu-abu sampai hitam sehingga dapat menurunkan hasil
yang cukup besar. Cendawan ini dalam bentuk miselium dan spora dapat bertahan
hidup dalam sisa tanaman di lapang atau pada biji di penyimpanan. Konidia yang
terbawa angin atau percikan air hujan dapat menimbulkan infeksi pertama pada
tanaman jagung.
Penyebab : penyakit bercak daun adalah : Bipolaris maydis Syn. Pada B.
maydis ada dua ras yaitu ras O dan ras T

Gambar a : Penyakit bercak disebabkan Bipolaris maydis ras T


Gambar a : Penyakit bercak disebabkan Bipolaris maydis ras O

Cara pengendalian : Menanam varietas tahan : Bima 1, Srikandi Kuning -1,


Sukmaraga dan Palakka, eradikasi tanaman yang terinfeksi bercak daun, penggunaan
fungisida dengan bahan aktif mancozeb dan carbendazim.
c. Hawar daun
Gejala : Pada awal infeksi gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval
kemudian bercak semakin memanjang berbentuk ellips dan berkembang menjadi
nekrotik dan disebut hawar, warnanya hijau keabu-abuan atau coklat. Panjang hawar
2,5_15 Cm, bercak muncul awal pada daun yang terbawah kemudian berkembang
menuju daun atas. Infeksi berat dapat mengakibatkan tanaman cepat mati atau
mengering dan cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau klobot. Cendawan ini
dapat bertahan hidup dalam bentuk miselium dorman pada daun atau pada sisa sisa
tanaman di lapang.

Gambar 1 : Penyakit Hawar daun (Helminthosporium turcicum)


Gambar 2 : Penyakit Hawar daun (Helminthosporium turcicum)
Penyebab : Penyebab penyakit hawar daun adalah : Helminthosporium
turcicum.
Cara pengendalian : Menanam varietas tahan Bisma, Pioner2, pioner 14,
Semar 2 dan 5, eradikasi tanaman yang terinfeksi bercak daun, penggunaan fungisida
dengan bahan aktif mankozeb dan dithiocarbamate.
d. Karat
Gejala : Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat
pada permukaan daun jagung di bagian atas dan bawah, uredinia menghasilkan
uredospora yang berbentuk bulat atau oval dan berperan penting sebagai sumber
inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung yang lain dan sebarannya melalui
angin. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya
berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau. Penyebab : Penyebab
penyakit karat adalah Puccinia polysora dan P. sorghi.
Gejala Puccinia polysora : membentuk urediospoa bulat atau jorong,
dilapangan kadang-kadang epidermis tetap menutupi Urediospora sampai matang,
bila epidermis pecah dari massa spora dalam jumlah yang besar akan tampak
urediospora berwarna jingga atau jingga tua. Urediospora tebentuk pada daun dan
upih daun, permukaan daun menjadi kasar dan mengering.
Gejala Puccinia sorghii : membentuk urediospora panjang atau bulat panjang
pada daun, urediospora berwarna coklat atau coklat tua, dan urediospora yang masak
berupa menjadi hitam bila terbentuk teliospora.
Gambar a : Penyakit Puccinia polysora Gambar b : Penyakit
Puccinia polysora

Daur penyakit : Puccinia polysoramem pertahankan dari dari musim


kemusim pada tanaman jagung bersifat pecah obligat dan Puccinia polysora
udiospora dipencarkan melalui udara tidak bersifat seed borne dan jamur ini bersifat
saprofit.
Faktor yang mempengaruhi perkembang jamur Puccinia polysora: jamur ini
merugikan didaerah basah (kelembaban tinggi) urediospora paling banyak
dipencarkan menjelang tengah hari. Suhu optimum untuk perkecambahan urediospora
adalah 27 – 28 C . pada suhu ini uredium terbentuk selama 9 hari setelah infeksi.
Jamur P. sorghi.jamur ini terdapat pada suhu yang rendah di daerah pegungungan
tropik atau di daerah beriklim sedang . Suhu optimum untuk perkembangan jamur ini
adalah 16 – 23 C. Urediospora terdapat di udara yang paling banyak di waktu siang,
pada tengah malam
Cara pengendalian : Menanam varietas tahan Lamuru, Sukmaraga, Palakka,
Bima 1 dan Semar 10, eradikasi tanaman yang terinfeksi karat daun dan gulma,
penggunaan fungisida dengan bahan aktif benomil.

e. Busuk pelepah
Gejala : Gejala penyakit busuk pelepah pada tanaman jagung umumnya
terjadi pada pelepah daun, bercak berwarna agak kemerahan kemudian berubah
menjadi abu-abu, bercak meluas dan seringkali diikuti pembentukan sklerotium
dengan bentuk yang tidak beraturan mula-mula berwarna putih kemudian berubah
menjadi cokelat.
Gejala hawar dimulai dari bagian tanaman yang paling dekat dengan
permukaan tanah dan menjalar kebagian atas, pada varietas yang rentan serangan
jamur dapat mencapai pucuk atau tongkol. Cendawan ini bertahan hidup sebagai
miselium dan sklerotium pada biji, di tanah dan pada sisa-sisa tanaman di lapang.
Keadaan tanah yang basah, lembab dan drainase yang kurang baik akan merangsang
pertumbuhan miselium dan sklerotia, sehingga merupakan sumber inokulum utama.
Penyebab : Penyebab penyakit busuk pelepah adalah Rhizoctonia solani
Cara pengendalian : Menggunakan varietas/galur yang tahan sampai agak
tahan terhadap penyakit hawar pelepah misalnya: Semar 2, Rama, Galur GM 27,
diusahakan agar pertanaman tidak terlalu rapat sehingga kelembaban tidak terlalu
tinggi, lahan mempunyai drainase yang baik, mengadakan pergiliran tanaman, tidak
menanam jagung terus menerus di lahan yang sama, penggunaan fungisida dengan
bahan aktif mancozeb dan carbendazim
f. Busuk Batang
Gejala : Tanaman jagung tampak layu atau kering seluruh daunnya.
Umumnya gejala tersebut terjadi pada stadia generatif, yaitu setelah fase pembungaan.
Pangkal batang yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi kecoklatan, bagian
dalam busuk, sehingga mudah rebah, pada bagian kulit luarnya tipis. Pada pangkal
batang terinfeksi tersebut ada yang memperlihatkan warna merah jambu, merah
kecoklatan atau coklat.
Penyakit busuk batang jagung dapat disebabkan oleh delapan
spesies/cendawan seperti Colletotrichum graminearum, Diplodia maydis, Gibberella
zeae, Fusarium moniliforme, Macrophomina phaseolina, Pythium apanidermatum,
Cephalosporium maydis, dan Cephalosporium acremonium. Di Sulawesi Selatan
penyebab penyakit busuk batang yang telah berhasil diisolasi adalah Diplodia sp.,
Fusarium sp. dan Macrophomina sp.

Penularan : Cendawan patogen penyebab penyakit busuk batang


memproduksi konidia pada permukaan tanaman inangnya . Konidia dapat disebarkan
oleh angin, air hujan ataupun serangga. Pada waktu tidak ada tanaman, cendawan
dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dalam fase hifa atau piknidia
dan peritesia yang berisi spora. Pada kondisi lingkungan yang sesuai untuk
perkembangannya, spora akan keluar dari piknidia atau peritesia.
Spora pada permukaan tanaman jagung akan tumbuh dan menginfeksi melalui
akar ataupun pangkal batang. Infeksi awal dapat melalui luka atau membentuk sejenis
apresoria yang mampu penetrasi ke jaringan tanaman. Spora/konidia yang terbawa
angin dapat menginfeksi ke tongkol, dan biji yang terinfeksi bila
ditanam dapat menyebabkan penyakit busuk batang.
Cara pengendalian :
a). Pengendalian penyakit busuk batang jagung dapat dilakukan dengan
menanam varietas tahan, hasil pengujian 54 varietas/galur jagung terhadap Fusarium
sp. Melalui inokulasi tusuk gigi di dapat 17 varietas/galur yang paling tinggi
ketahanannya yaitu BISI-1, BISI-4, BISI-5, Surya, Exp.9572, Exp. 9702, Exp. 9703,
CPI-2, FPC 9923, Pioneer-8, Pioneer-10, Pioneer-12, Pioneer-13, Pioneer-14, Semar-
9, Palakka, dan J1-C3.
b). Pergiliran tanaman, pemupukan berimbang, menghindari pemberian N
tinggi dan K rendah, dan drainase yang baik.
c). Pengendalian penyakit busuk batang (Fusarium) secara hayati dapat
dilakukan dengan cendawan antagonis Trichoderma sp.
g. Busuk tongkol
Penyakit busuk tongkol dapat disebabkan oleh beberapa jenis cendawan antara lain :
1. Busuk tongkol Fusarium
Gejala : Permukaan biji pada tongkol berwarna merah jambu sampai coklat,
kadangkadang diikuti oleh pertumbuhan miselium seperti kapas yang berwarna merah
jambu. Cendawan berkembang pada sisa tanaman dan di dalam tanah, cendawan ini
dapat terbawa benih , dan penyebarannya dapat melalui angin atau tanah.
Penyakit busuk tongkol fusarium disebabkan oleh infeksi cendawan Fusarium
Moniliforme
Gambar : Penyakit busuk tongkol Fusarium Moniliforme

2. Busuk tongkol Diplodia


Gejala :Kelobot yang terinfeksi pada umumnya berwarna coklat, infeksi pada
kelobot setelah 2 minggu keluarnya rambut jagung, menyebabkan biji berubah
menjadi coklat, kisut dan busuk. Miselium berwarna putih, piknidia berwarna hitam
tersebar pada klobot infeksi dimulai pada dasar tongkol berkembang ke bongkol
kemudian merambat ke permukaan biji dan menutupi klobot. Cendawan dapat
bertahan hidup dalam bentuk spora dan piknidia yang berdinding tebal pada sisa
tanaman di lapang. Gejala busuk tongkol Dilodia disebabkan oleh infeksi cendawan
Diplodia maydis.
Daur penyakit : jamur dapat bertahan hidup sebagi saprofit dalam bentuk
teliospora pada sisa-sisa tanaman yang sakit, pada pupuk organik atau dalam tanah,
spora tersebut mempunyai ketahanan yang sandat tinggi sehingga dapat bertahan
selama bertahun-tahun, pada keadaan yang cocok theliospora berkecambah sehingga
membentuk sporadium yang dipencarkan oleh angin atau air. Jamur ini dapat
mengadakan infeksi secara langsung menembus epidermis atau melalui kulit pada
semua jaringan maristem yang terdapat pada bagian tanaman di atas tanah. Gejalanya
terjadi terutama pada tongkol karena disini banyak terdapat jaringan maristemik yaitu
bakal biji. Infeksi kebakal biji berlangsung melalui tangkai putik (rambut buah
jagung).

Faktor yang berpengaruh : penyakit lebih banyak terdapat dipegunungan,


didaerah beriklim sedang penyakit gosong mempunyai arti yang lebih penting.
Gambar a : Penyakit tongkol disebabkan oleh (Diplodia maydis)

Gambar b : Penyakit tongkol disebabkan oleh (Diplodia maydis)


3. Busuk tongkol Gibberella
Gejala : Tongkol yang terinfeksi dini oleh cendawan dapat menjadi busuk dan
klobotnya saling menempel erat pada tongkol, badan buah berwarna biru hitam
tumbuh di permukaan klobot dan bongkol. Gejala busuk tongkol Gibberella
disebabkan oleh infeksi cendawan Gibberella roseum
Cara pengendalian : Pemeliharaan tanaman yang sebaik-baiknya, antara lain
dengan pemupukan seimbang, tidak membiarkan tongkol terlalu lama mengering di
lapangan, jika musim hujan bagian batang dibawah tongkol dipatahkan agar ujung
tongkol tidak mengarah keatas, mengadakan pergiliran tanaman dengan tanaman yang
bukan termasuk padipadian, karena patogen ini mempunyai banyak tanaman inang

h. Virus mosaik kerdil jagung


Gejala : Gejala penyakit ini tanaman menjadi kerdil, daun berwarna mosaik atau
hijau dengan diselingi garis-garis kuning, dilihat secara keseluruhan tanaman tampak
berwarna agak kekuningan mirip dengan gejala bulai tetapi apabila permukaannya
daun bagian bawah dan atas dipegang tidak terasa adanya serbuk spora. Penularan
virus dapat terjadi secara mekanis atau melalui serangga Myzus percicae dan
Rhopalopsiphum maydis secara non persisten. Tanaman yang terinfeksi virus ini
umumnya terjadi penurunan hasilnya.
Cara pengendalian : Mencabut tanaman yang terinfeksi seawal mungkin agar tidak
menjadi sumber infeksi bagi tanaman sekitarnya ataupun pertanaman yang akan
datang, mengadakan pergiliran tanaman, tidak menanam jagung terus menerus di
lahan yang sama, penggunaan peptisida apabila di lapangan populasi vektor cukup
tinggi, tidak penggunakan benih yang berasal dari tanaman yang terinfeksi virus.
B. Kedelai
1. Hama Tanaman Kedelai
a. Aphis spp. (Aphis glycine)
Kutu dewasa ukuran kecil 1-1,5 mm berwarna hitam, ada yang bersayap dan
tidak. Kutu ini dapat dapat menularkan virus SMV (Soybean Mosaik Virus).
Menyerang pada awal pertumbuhan dan masa pertumbuhan bunga dan polong.
Gejala : layu, pertumbuhannya terhambat.
Pengendalian : (1) menanam kedelai pada waktunya, mengolah tanah dengan
baik, bersih, memenuhi syarat, tidak ditumbuhi tanaman inang seperti: terung-
terungan, kapas-kapasan atau kacang-kacangan; (2) membuang bagian tanaman yang
terserang hama dan membakarnya; (3) menggunakan musuh alami (predator maupun
parasit); (4) penyemprotan insektisida dilakukan pada permukaan daun bagian atas
dan bawah.

Gambar : Imago Aphis glycine

b. Melano Agromyza phaseoli;


Lalat bertelur pada leher akar, larva masuk ke dalam batang memakan isi
batang, kemudian menjadi lalat dan bertelur. Lebih berbahaya bagi kedelai yang
ditanam di ladang. Ukuran lalat ini sekitar 1,5 mm

Pengendalian : (1) waktu tanam pada saat tanah masih lembab dan subur
(tidak pada bulan-bulan kering); (2) penyemprotan Agrothion 50 EC,Sumithoin 50
EC, Suprecide 25 EC.

c. Kumbang daun tembukur (Phaedonia inclusa)

Bertubuh kecil, hitam bergaris kuning. Bertelur pada permukaan daun.


Gejala : larva dan kumbang memakan daun, bunga, pucuk, polong muda, bahkan
seluruh tanaman. Pengendalian : penyemprotan, Diazinon 60 EC, dan Agrothion 50
EC.

d. Cantalan (Epilachana soyae)

Kumbang berwarna merah dan larvanya yang berbulu duri, pemakan daun dan
merusak bunga. Pengendalian : sama dengan terhadap kumbang daun tembukur.

Gambar 1 : Epilachana soyae


e. Ulat polong (Etiela zinchenella)

Ulat yang berasal dari kupu-kupu ini bertelur di bawah daun buah, setelah
menetas, ulat masuk ke dalam buah sampai besar, memakan buah muda. Gejala : pada
buah terdapat lubang kecil. Waktu buah masih hijau, polong bagian luar berubah
warna, di dalam polong terdapat ulat gemuk hijau dan kotorannya.

Pengendalian : (1) kedelai ditanam tepat pada waktunya (setelah panen padi),
sebelum ulat berkembang biak; (2) penyemprotan obat Dursban 20 EC sampai 15 hari
sebelum panen. 6. Kepala polong (Riptortus linearis) Gejala : polong bercak-bercak
hitam dan menjadi hampa. Pengendalian : penyemprotan Surecide 25 EC, Azodrin 15
WSC.

f. Lalat kacang (Ophiomyia phaseoli)

Menyerang tanaman muda yang baru tumbuh. Pengendalian : Saat benih


ditanam, tanah diberi Furadan 36, kemudian setelah benih ditanam, tanah ditutup
dengan jerami . Satu minggu setelah benih menjadi kecambah dilakukan
penyemprotan dengan insektisida Azodrin 15 WSC, dengan dosis 2 cc/liter air,
volume larutan 1000 liter/ha. Penyemprotan diulangi pada waktu kedelai berumur 1
bulan.

g. Kepik hijau (Nezara viridula)

Panjang 16 mm, telur di bawah permukaan daun, berkelompok. Setelah 6 hari


telur menetas menjadi nimfa (kepik muda), yang berwarna hitam bintik putih. Pagi
hari berada di atas daun, saat matahari bersinar turun ke polong, memakan polong dan
bertelur. Umur kepik dari telur hingga dewasa antara 1 sampai 6 bulan.

Gejala : polong dan biji mengempis serta kering. Biji bagian dalam atau kulit
polong berbintik coklat. Pengendalian : Azodrin 15 WCS, Dursban 20 EC, Fomodol
50 EC.
h. Ulat grayak (Prodenia litura)

Serangan: mendadak dan dalam jumlah besar, bermula dari kupu-kupu


berwarna keabu-abuan, panjang 2 cm dan sayapnya 3-5 cm, bertelur di permukaan
daun. Tiap kelompok telur terdiri dari 350 butir.

Gejala : kerusakan pada daun, ulat hidup bergerombol, memakan daun, dan
berpencar mencari rumpun lain. Pengendalian: (1) dengan cara sanitasi; (2)
disemprotkan pada sore/malam hari (saat ulat menyerang tanaman) beberapa
insektisida yang efektif seperti Dursban 20 EC, Azodrin 15 WSC dan Basudin 50 EC.

2. Penyakit Tanaman Kedelai

a. Penyakit layu bakteri (Pseudomonas solanacearum)

Penyakit ini menyerang pangkal batang. Penyerangan pada saat tanaman


berumur 2-3 minggu. Penularan melalui tanah dan irigasi. Gejala: layu mendadak bila
kelembaban terlalu tinggi dan jarak tanam rapat. Pengendalian: (1) biji yang ditanam
sebaiknya dari varietas yang tahan layu dan kebersihan sekitar tanaman dijaga,
pergiliran tanaman dilakukan dengan tanaman yang bukan merupakan tanaman inang
penyakit tersebut. Pemberantasan: belum ada.

b. Penyakit layu (Jamur tanah : Sclerotium rolfsii)

Penyakit ini menyerang tanaman umur 2-3 minggu, saat udara lembab, dan
tanaman berjarak tanam pendek. Gejala: daun sedikit demi sedikit layu, menguning.
Penularan melalui tanah dan irigasi. Pengendalian: (1) varietas yang ditanam
sebaiknya yang tahan terhadap penyakit layu; (2) menyemprotkan Dithane M 45,
dengan dosis 2 gram/liter air.

c. Penyakit lapu (Witches Broom: Virus)

Penyakit ini menyerang polong menjelang berisi. Penularan melalui


singgungan tanam karena jarak tanam terlalu dekat. Gejala: bunga, buah dan daun
mengecil. Pengendalian: menyemprotkan Tetracycline atau Tokuthion 500 EC.
d. Penyakit anthracnose (Cendawan Colletotrichum glycine Mori)

Penyakit ini menyerang daun dan polong yang telah tua. Penularan dengan
perantaraan biji-biji yang telah kena penyakit, lebih parah jika cuaca cukup lembab.
Gejala: daun dan polong bintik-bintik kecil berwarna hitam, daun yang paling rendah
rontok, polong muda yang terserang hama menjadi kosong dan isi polong tua menjadi
kerdil. Pengendalian: (1) perhatikan pola pergiliran tanam yang tepat; (2)
penyemprotan Antracol 70 WP, Dithane M 45, Copper Sandoz.

e. Penyaklit karat (Cendawan Phachyrizi phakospora)

Penyakit ini menyerang daun. Penularan dengan perantaraan angin yang


menerbangkan dan menyebarkan spora. Kerugian terhadap tanaman kedelai pada
tanaman menurunkan hasil 36 %, pada tanaman yang rentan menurunkan hasil 81 %,
dan rata-rata kerugian dari penyakit ini 40 – 90 %.

Gejala: dapat dilihat pada daun, batang dan tangkai serta batang. Mula-mula
gejala penyakit ini terdapat bercak-bercak kecil berwarna kelabu yang pada akhirnya
berubah menjadi coklat tua. Kemudian bercak-cak tampak bersudut karena dibatsi
oleh tulang daun didekat terjadinya infeksi. Perkembangan berikutnya setelah
tanaman mulai berbunga, bercak-cak menjadi lebih besar dan menjadi coklat tua,
kadang-kadang hitam. Kemudian tanaman yang terserang berat daun-daunnya lebih
cepat gugur.

Daur penyakit : dapat menginfeksi banyak jenis tanaman kacang-kacangan


seperti: Gude (Cajarus cajan), kacang asu (Colopogonium muconoide), buncis (P.
vulgaris), bengkuang (Pachyrhizus ensus), kacang hijau (P. vulgaris), orok-orok
(crutalani spp), dan tanaman penutup tanah.

Faktor yang mempengaruhi : suhu optimum untuk perkecambahan


urediospora adalah 15 – 25 C. Interaksi pada kedelai biasanya terjadi pada suhu 20 –
25 C. Penyakit ini berkembang pada tanaman kedelai musim hujan, ketahanan
tanaman jenis tanaman antara lain : Ringgit, Sumbung, Daurus, jenis tanah,
Lumajang, dan San kuo. Ketahanan tanaman menurun dengan bertemunya umur
tanaman
Pengendalian: (1) penanaman jenis yang tahan antara lain : Mojosone, Orba,
Galunggung, dan Guntur; (2) pergiliran tanaman dengan tanaman jagung yang tidak
dapat menjadi inang; (3) penyemprotan dengan fungisida antara lain : M-45,
klorotalom, thopsim M, Thiadimefor dan benomil, dan (4) pengaturan waktu tanam
yaitu pada awal musim kemarau atau pada awal musim hujan.

f. Penyakit bercak daun bakteri (Xanthomonas phaseoli)

Penyakit ini menyerang daun. Gejala: permukaan daun bercak-bercak


menembus ke bawah. Pengendalian: menyemprotkan Dithane M 45.

g. Penyakit busuk batang (Cendawan Phytium sp.)

Penyakit ini menyerang batang. Penularan melalui tanah dan irigasi.Gejala:


batang menguning kecokllat-coklatan dan basah, kemudian membusuk dan mati.
Pengendalian: (1) memperbaiki drainase lahan; (2) menyemprotkan Dithane M 45.

h. Virus mosaik (virus)

Penyakit ini menyerang Yang diserang daun dan tunas. Penularan vektor
penyebar virus ini adalah Aphis glycine (sejenis kutu daun). Gejala: perkembangan
dan pertumbuhan lambat, tanaman menjadi kerdil. Pengendalian: (1) penanaman
varietas yang tahan terhadap virus; (2) menyemprotkan Tokuthion 500 EC.

C. Cabai

1. Hama Tanaman Cabai

a. Trhrip (Thrips Sp.)

Hama thrips (Thrips Sp.) sudah tidak asing lagi bagi para petani cabe. Menurut
beberapa sumber, thrips yang menyerang cabe tergolong sebagai pemangsa segala
jenis tanaman, jadi serangan pada tanaman cabe hanya salah satunya saja. Dengan
panjang tubuh sekitar + 1 mm, serangga ini tergolong sangat kecil namun masih bisa
dilihat dengan mata telanjang. Thrips biasanya menyerang bagian daun muda dan
bunga. Serangan paling parah biasanya terjadi pada musim kemarau, namun tidak
menutup kemungkinan pada saat musim hujan bisa juga terjadi serangan.
Gejala yang bisa dikenali dari kehadiran hama ini adalah adanya strip-strip
pada daun dan berwarna keperakan. Adanya noda keperakan itu tidak lain akibat
adanya luka dari cara makan hama thrips. Dalam beberapa waktu kemudian, noda
tersebut akan berubah warna menjadi coklat muda. Yang paling membahayakan dari
thrips adalah selain dia sebagai hama perusak namun juga sebagai carrier atau
pembawa bibit penyakit (berupa virus) yang menyebabkan penyakit pada tanaman
cabe. Untuk itu, bila kita mampu mengendalikan hama thrips, tidak hanya
memberantas dari serangan hama namun juga bisa mencegah penyebaran penyakit
akibat virus yang dibawanya.

Biologi : Bila kondisi menguntungkan dan makanan cukup tersedia, maka


seekor trips betina mampu meletakkan telur 200–250 butir. Telur berukuran sangat
kecil, biasanya diletakkan di jaringan muda daun, tangkai kuncup dan buah. Telur
menetas menjadi nimfa 6–8 hari setelah diletakkan.

Nimfa trips instar pertama berbentuk seperti kumparan, berwarna putih jernih
dan mempunyai 2 mata yang sangat jelas berwarna merah, aktif bergerak memakan
jaringan tanaman. Sebelum memasuki instar kedua warnanya berubah menjadi kuning
kehijauan, berukuran 0,4 mm, kemudian berganti kulit.

Pada instar kedua ini trips aktif bergerak mencari tempat yang terlindung,
biasanya dekat urat daun atau pada lekukan-lekukan di permukaan bawah daun. Trips
instar ke dua berwarna lebih kuning, panjang 0,9 mm dan aktifitas makannya
meningkat. Pada akhir instar ini, trips biasanya mencari tempat di tanah atau timbunan
jerami di bawah kanopi tanaman.

Pada stadium prapupa maupun pupa, ukuran trips lebih pendek dan muncul 2
pasang sayap dan antena, aktifitas makan berangsur berhenti. Setelah dewasa, sayap
bertambah panjang sehingga melebihi panjang perutnya. Ukuran trips betina 0,7–0,9
mm, trips jantan lebih pendek.

Dalam satu tahun terdapat 8–12 generasi. Pada musim kemarau,


perkembangan telur sampai dewasa   13–15 hari dan stadium dewasa berkisar 15–20
hari. bila suhu di sekitar tanaman meningkat, maka trips akan berkembang sangat
cepat.
Pengendalian hama ini bisa dilakukan secara kultur teknis maupun kimiawi.
Secara teknis dapat dilakukan dengan melakukan pergiliran tanaman atau tidak
menanam cabe secara bertahap dengan selisih waktu lebih lama, selain itu dapat juga
menggunakan perangkap kuning yang dilapisi lem. Sedangkan pengendalian kimia
bisa dilakukan dengan penyemprotan insektisida Winder 25WP konsentrasi anjuran
0.25 - 0.5 gr /liter atau bisa juga menggunakan insektisida bentuk cair Winder 100EC
dengan konsenstrasi 0.5 – 1 cc/L.

b. Tungau (Mite)

Hama mite selain menyerang jeruk, dan apel menyerang tanaman cabe juga.
Tungau bersifat parasit dimana dia merusak daun, batang maupun buah yang
mengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Pada tanaman cabe, serangannya adalah
dengan menghisap cairan daun sehingga warna daun terutama pada bagioan bawah
menjadi berwarna kuning kemerahan , bentuk daun menjadi menggulung ke bawah
dan akibatnya pucuk bisa mengering yang akhirnya menyebabkan daun rontok.
Dalam klasifikasi tungau termasuk dalam Ordo Acarina, Kelas Arachnidae bukan
termasuk golongan serangga. Tungau berukuran sangat kecil dengan panjang badan
sekitar 0.5 mm, berkulit lunak dengan kerangka chitin. Seperti halnya thrips, hama ini
juga berpotensi sebagai pembawa virus. Pengendalian hama mite secara kimia dapat
kita lakukan penyemprotan menggunakan akarisida Samite 135EC. Konsentrasi yang
dianjurkan adalah 0.25 - 0.5 ml/L.

c. Kutu (Myzus persicae) (Ordo : Homoptera, Famili : Aphididae)

Aphids merupakan serangga hama yang juga andil dalam merusak


perkembangan tanaman cabe. Serangannya hampir sama dengan tungau namun akibat
cairan dari daun yang dihisapnya menyebabkan daun melengkung ke atas, keriting
dan belang-belang hingga akhirnya dapat menyebabkan kerontokan. Tidak sepeti
mite, kutu persik ini memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat karena
selain bisa memperbanyak dengan perkawinan biasa, dia juga mampu bertelur tanpa
pembuahan.
Morfologi /Bioekologi : Nimfa dan imago mempunyai antena yang relatif
panjang / sama dengan panjang tubuhnya. Nimfa dan imago yang bersayap dengan
warna hitam mempunyai sepasang tonjolan pada ujung abdomen yang disebut
konikel, berwarna hitam. Imago yang tidak bersayap tubuhnya berwarna merah atau
kuning atau hijau kekuningan. Umumnya warna tubuh nimfa dan imago berwarna
sama, kepala dan dada berwarna coklat sampai hitam, perut berwarna hijau
kekuningan. (Gambar 9.).

Siklus hidup 7 – 10 hari, berkembang biak secara partenogenesis, dan seekor


kutu dapat menghasilkan keturunan 50 ekor.

Gejala Serangan : Dampak langsung serangan : tanaman menjadi keriput,


tumbuh kerdil, warna daun kekuningan, terpuntir, layu dan mati. Kutu biasanya
berkelompok di bawah permukaan daun, menghisap cairan daun muda dan bagian
tanaman yang masih muda (pucuk). Eksudat yang dikeluarkan kutu mengandung
madu, sehingga mendorong tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yang
dapat menghambat proses fotosintesa.

Dampak secara tidak langsung : kutu daun merupakan vektor lebih dari 150
strain virus, terutama penyakit virus CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato
Virus Y), dan CVMV.
Gejala akibat serangan
hama kutu daun (Mizus
persicae)

Tanaman Inang : Hama ini bersifat polifag, dengan lebih dari 400 jenis
tanaman inang. Inang utama selain cabai adalah kentang dan tomat. Inang lainnya
antara lain tembakau, petsai, kubis, sawi, terung, ketimun, buncis, semangka, jagung,
jeruk, dan kacang-kacangan.

Pengendalian :

a).  Kultur teknis


Sanitasi gulma dan bagian tanaman yang terserang, dan selanjutnya
dibakar atau dimusnahkan.

b).  Pengendalian fisik / mekanis


-          Penggunaan kain kassa / kelambu di bedengan pesemaian baik untuk
menekan serangan kutu daun,
-          Penggunaan perangkap air berwarna kuning sebanyak 40 buah per hektar
atau 2 buah per 500 m2 dipasang ditengah pertanaman sejak tanaman
berumur 2 minggu. 

c).  Pengendalian hayati


Pemanfaatan parasitoid Aphidius sp., predator kumbang Coccinella
transversalis, Menochillus sexmaculata, Chrysopa sp., larva syrphidae, Harmonia
octomaculata, Microphis lineata, Veranius sp. dan patogen Entomophthora sp.,
Verticillium sp.
d).  Pengendalian kimiawi
Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan
insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian apabila berdasarkan
hasil pengamatan tanaman contoh, jumlah kutu daun lebih dari 7 ekor per 10 daun
contoh atau intensitas serangan mencapai lebih atau sama dengan 15 % per tanaman
contoh. Pengendalian hama aphids secara kimia dapat dilakukan dengan menyemprot
insektisida Winder 100EC konsentrasi 0.5 – 1.00 cc/L.

d. Lalat Buah (Bactrocera dorsalis) (Ordo : Diptera, Famili : Tephritidae)

Kehadiran lalat ternyata tidak hanya mengganggu sekaligus menjijikkan


namun bisa menjadi hama perusak khususnya tanaman cabe. Buah cabe yang
menunggu panen bisa menjadi santapannya dalam sekejap dengan cara menusukkan
ovipositornya pada buah serta meletakkan telur, menetas menjadi larva yang
kemudian merusak buah cabe dari dalam. Kerusakan buah dari luar bisa kita
perhatikan dari bekas tusukan yang berupa bintik hitam. Buah yang rusak tentu saja
tidak akan laku dijual sehingga menyebabkan kerugian bagi petani. Pengendalian
hama lalat buah cabe tergolong agak sulit karena menyerangnya dari dalam buah,
untuk itu satu-satunya jalan adalah dengan mencegah lalat tersebut meletakkan
telurnya pada cabe. Pengendalian kultur teknis dapat dilakukan dengan membuat
perangkap dari botol bekas air kemasan yang didalamnya diberi umpan yang telah
diberi sex feromon seperti metil eugenol dan insektisida. Hal ini karena lalat buah
betina sangat tertarik dengan bau lalat buah jantan sehingga dia akan memburunya.
Selain itu dapat juga digunakan perangkap kuning seperti yang dilakukan pada hama
thrips. Karena umumnya serangga-serangga tersebut sangat menyukai warna-warna
mencolok.

Biologi : Lalat buah mempunyai empat stadium metamorfosis, yaitu telur,


larva, pupa, dan imago (serangga dewasa). Telur lalat buah berbentuk bulat panjang,
berwarna putih, dan diletakkan berkelompok 2–15 butir pada buah-buah yang agak
tersembunyi atau tidak terkena sinar matahari langsung, serta pada buah yang agak
lunak dan permukaannya agak kasar. Seekor lalat buah betina dapat meletakkan telur
1–40 butir/hari, dengan jumlah 1.200 -1.500 butir. Telur akan menetas menjadi larva
2 hari setelah diletakkan di dalam buah.
Bentuk dan ukuran larva famili Tephritidae umumnya bervariasi, tergantung
dari spesies dan ketersediaan zat gizi esensial dalam media makanannya. Larva
berwarna putih keruh atau putih kekuningan, berbentuk bulat panjang dengan salah
satu ujungnya runcing. Larva hidup berkembang dalam daging buah selama 6–9 hari,
menyebabkan buah menjadi busuk. Apabila larva sudah dewasa, kemudian akan
keluar dari buah, dan biasanya larva jatuh (melenting) ke tanah sebelum berubah
menjadi pupa (kepompong).

Larva masuk ke dalam tanah dan memasuki stadium pupa tepat di bawah
permukaan tanah. Pupa berwarna kecoklatan, berbentuk oval dengan bentuk panjang 
± 5 mm. Lama stadia pupa 4–10 hari dan ke luar serangga dewasa (imago) lalat buah.

Imago berwarna merah kecoklatan, abdomen umumnya terdapat 2 pita


melintang dan satu pita membujur berwarna hitam atau bentuk T yang kadang-kadang
tidak jelas. Ujung abdomen lalat betina lebih runcing dan mempunyai alat peletak
telur (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah, sedangkan pada lalat
jantan abdomennya lebih bulat. Siklus hidup dari telur sampai lalat dewasa di daerah
tropis berlangsung  ±  25 hari.

e. Ulat Grayak (Spodptera litura) (Ordo : Lepidoptera, Famili :


Noctuidae)

Hama ini tak berbeda dengan jenis ulat lain yang juga suka makan daun.
Namun keistimewaannya adalah saat memasuki stadia larva, dia termasuk hewan
yang sangat rakus. Hanya dalam waktu yang tidak lama, daun-daun cabe bisa rusak
olehnya. Ulat yang setelah dewasa berubah menjadi sejenis ngengat ini akan
memakan daun-daunan pada masa larva untuk menunjang perkembangan
metamorfosis-nya.

Morfologi /Bioekologi : Ngengat dengan sayap bagian depan berwarna coklat


atau keperak-perakan, sayap belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam.
Malam hari ngengat dapat terbang sejauh 5 kilometer.

Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang
tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing
berisi 25 – 500 butir) yang bentuknya bermacam-macam pada daun atau bagian
tanaman lainnya, tertutup bulu seperti beludru.

Larva mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung / bulan sabit


warna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan
dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi
coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok.

Larva menyebar dengan menggunakan benang


sutera dari mulutnya. Ulat menyerang tanaman
pada malam hari, dan pada siang hari bersembunyi
dalam tanah (tempat yang lembab). Biasanya ulat
berpindah ke tanaman lain secara bergerombol
dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat
instar terakhir mirip ulat tanah, perbedaannya
hanya pada tanda bulan sabit, berwarna hijau
gelap dengan garis punggung warna gelap
memanjang. Umur 2 minggu panjang ulat sekitar
5 cm.

Pupa. Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah


pupa (kokon) berwana coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm.

Siklus hidup berkisar antara 30 – 60 hari (lama stadium telur 2 – 4 hari,


larva yang terdiri dari 5 instar : 20 – 46 hari, pupa 8 – 11 hari). Seekor ngengat
betina dapat meletakkan telur 2.000 – 3.000 telur.

Gejala Serangan : dermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-


tulang daun saja. Larva instar lanjut merusak tulang daun. Gejala serangan pada
buah ditandai dengan timbulnya lubang tidak beraturan pada buah tomat.
Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, menyerang secara serentak
berkelompok. Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan
buah habis dimakan ulat, umumnya terjadi pada musim kemarau.

Tanaman Inang

Hama ini bersifat polifag, selain tomat juga menyerang kubis, cabai,
buncis, bawang merah, terung, kentang, kangkung, bayam, padi, jagung, tebu,
jeruk, pisang, tembakau, kacang-kacangan, tanaman hias, gulma Limnocharis sp.,
Passiflora foetida, Ageratum sp., Cleome sp., dan Trema sp.
Pengendalian

a).  Kultur teknis


-     Sanitasi lahan dari gulma,
-     Pengolahan tanah yang intensif.

b).  Pengendalian fisik / mekanis


-     Pembutitan, mengumpulkan larva atau pupa  dan bagian tanaman yang
terserang kemudian memusnahkannya,
-     Penggunaan perangkap feromonoid seks untuk ngengat sebanyak 40 buah
per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang di tengah pertanaman sejak
tanaman berumur 2 minggu. 

c). Pengendalian hayati


Pemanfaatan musuh alami seperti :  patogen Sl-NPV (Spodoptera
litura – Nuclear Polyhedrosis Virus), cendawan Cordisep, nematoda
Steinernema sp., predator Sycanus sp., Andrallus spinideus, Selonepnis
geminada, parasitoid Apanteles sp., Telenomus spodopterae, Microplistis
similis, dan Peribeae sp.

d).  Pengendalian kimiawi


Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, digunakan
insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian apabila
berdasarkan hasil pengamatan tanaman contoh, intensitas serangan mencapai
lebih atau sama dengan 12,5 % per tanaman contoh.

f. Tungau Kuning (Polyphagotarsonemus latus Banks) (Famili :


Tarsonematidae Ordo : Acarina)

Imago bertungkai 8 sedangkan nimfa bertungkai 6, berukuran tubuh sekitar


0,25 mm, lunak, transparan dan berwarna hijau kekuningan. Telur berbintik-bintik
putih, berwarna kuning muda berdiameter 0,1 mm. Berkembang biak secara
berkopulasi biasa dan partenogenesis. Tungau betina mampu meletakkan telur
sebanyak 40 butir selama 15 hari. Sejak menetas dari telur hingga dewasa dan siap
berkembang biak sekitar 15 hari.

Daerah Sebaran : Hama ini tersebar luas di daerah tropis dan subtropis
sedangkan di Indonesia propinsi yang melaporkan adanya serangan hama ini adalah
Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.
Gejala Serangan : Hama menghisap cairan tanaman dan menyebabkan
kerusakan sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi abnormal dan perubahan warna
seperti daun menebal dan berubah warna menjadi tembaga/kecoklatan, terpuntir,
menyusut serta keriting, tunas dan bunga gugur. Pada awal musim kemarau biasanya
serangan bersamaan dengan serangan trips dan kutu daun.

Pengendalian
a). Kultur teknis

Sanitasi dengan mengeradikasi bagian tanaman terserang dan


memusnahkannya.

b). Pengendalian hayati

Pemanfaatan musuh alami yaitu predator Amblyseius cucumeris. Pengendalian


hayati juga dapat dilakukan dengan entomopatogen Hirsutella sp. dan Chrysopidae.

c). Pengendalian kimiawi

Dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi hama, dapat digunakan
pestisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian apabila berdasarkan
hasil pengamatan tanaman contoh, intensitas serangan mencapai lebih atau sama
dengan 15 % per tanaman contoh.

Tanaman inang lain


Hama ini bersifat polifag, diketahui di Indonesia terdapat lebih dari 57 jenis
tanaman inang antara lain tomat, karet, teh, kacang panjang, tembakau, jeruk dan
tanaman hias

2. Penyakit Tanaman Cabai

a.Antracnose

Tidak ada yang memungkiri bahwa Antracnose atau yang lebih dikenal
dengan istilah “pathek” adalah penyakit yang hingga saat ini masih menjadi momok
petani cabe. Bagaimana tidak? Buah yang menunggu panen dalam beberapa waktu
berubah menjadi busuk oleh penyakit ini. Sudah banyak petani yang menjadi korban
keganasannya. Sekali tanaman cabe kita terkena antraknosa, maka akan sulit bagi kita
untuk mengendalikannya. Oleh karena itu tindakan paling baik untuk penyakit ini
adalah melakukan pencegahan sebelum terjadinya serangan.

Gejala awal yang dapat dikenali dari serangan penyakit ini adalah adanya
bercak yang agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair. Lama – kelamaan busuk
tersebut akan melebar membentuk lingkaran konsentris. Dalam waktu yang tidak
lama maka buah akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk. Ledakan
penyakit ini sangat cepat pada musim hujan.

Penyebab penyakit ini tidak lain adalah jamur C. capsici. Jamur ini menyerang
tidak pandang bulu, karena baik buah cabe yang masih hijau atau sudah masak pun
tidak luput darinya. Penyakit ini sangat mudah menyebar ke buah atau tanaman lain.
Penyebarannya tidak hanya melalui sentuhan antara tanaman saja melainkan juga bisa
karena percikan air, angin, maupun melalui vektor.

Tidak ada satu pun cara yang bisa dilakukan agar penyakit ini bisa 100% ,
namun kita bisa mencegahnya dengan kultur teknis yang baik. Dapat juga dilakukan
pembersihan atau pembuangan bagian tanaman yang sudah terserang agar tidak
menyebar. Selain dengan cara budidaya yang baik, saat pemilihan benih harus kita
lakukan secara selektif . Disarankan agar menanam benih cabe yang memiliki
ketahanan terhadap penyakit pathek. Penggunaan benih sembarangan akan beresiko
terjadinya serangan penyakit. Secara kimia, pengendalian penyakit ini dapat
disemprot dengan fungisida bersifat sistemik yang berbahan aktif triadianefon
dicampur dengan fungisida kontak berbahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide
54WDG, atau yang berbahan aktif Mankozeb seperti Victory 80WP.
Gambar : Tanaman Cabe yang terserang antracnose

b. Layu Bakteri

Bakteri penyebab layu merupakan penyakit kedua yang meresahkan petani


setelah antraknosa. Penyebab layu bakteri ini adalah Pseudomonas solanacearum yang
serangannya ditandai dengan gejala layu pada tanaman cabe yang mengalami
kesembuhan pada waktu sore hari, tetapi lama kelamaan kelayuannya terjadi secara
keseluruhan dan menetap. Bakteri ini biasanya ditularkan melalui tanah, benih, bibit,
sisa-sisa tanaman , pengairan, nematoda atau alat-alat pertanian.

Selain itu bakteri ini mampu bertahan selama bertahun-tahun di dalam tanah
dalam keadaan tidak aktif. Bakteri layu cepat meluas terutama di tanah dataran
rendah, gejala kelayuan yang mendadak seringkali tidak bisa diantisipasi. Tanaman
yang sehat tiba –tiba saja layu yang dalam waktu tidak sampai 3 hari besoknya
langsung mati. Itulah gambaran serangan penyakit layu yang sangat menyeramkan.
Untuk memastikan penyebab layu tersebut kita bisa mengambil tanaman yang
terserang , kemudian pangkal batangnya dibelah untuk direndam pada gelas yang
berisi air bening.

Apabila bakteri maka akan ditandai dengan keluarnya cairan berwarna coklat
susu berlendir semacam asap yang keluar pembuluh batangnya di dalam air. Untuk
mengatasinya tak ada jalan lain selain menyingkirkan tanaman yang terserang, dan
tetap menjaga agar bedengan tanam selalu dalam kondisi kering di luar. Selain itu ,
melakukan rotasi tanaman dengan tanaman yang tidak sefamili bisa mengurangi
resiko serangan penyakit tersebut. Secara kimiawi, penyakit ini dapat dicegah dengan
menyiram larutan Kocide 77WP konsentrasi 5 - 10 gr/liter pada lubang tanam
sebanyak 200 ml/tanaman interval 10 - 14 hari dan dimulai saat tanaman mulai
berbunga.

Gambar : Tanaman Cabe yang terserang layu bakteri

c. Bercak Daun

Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak-bercak berupa bulatan seperti


cacar pada daun. Bila dibiarkan akan menyebabkan daun-daun cabe gugur sehingga
pertumbuhan kurang optimal. Gejala pada daun tersebut ternyata baru serangan awal
saja karena bila dibiarkan, akan menyerang batang, tangkai daun serta tangkai bunga.
Seperti halnya layu bakteri, cendawan Cercospora capsici penyebab bercak daun ini
dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman. Pengendalian terhadap penyakit ini
dapat dilakukan dengan membuang tanaman yang terserang sekaligus membersihkan
sanitasi lingkungan tanaman. Secara kimia dapat juga dicegah dengan fungisida
kontak bahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide 54WDG, Kocide 77WP, dan
atau fungisida bahan aktif Mankozeb yaitu Victory 80WP.
Gambar : Tanaman Cabe yang terserang bercak daun

D. TOMAT

1. Hama Tanaman Tomat

a. Biologi Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.) (Ordo : Hemiptera Famili :


Aleyrodidae)

Telur : Telur serangga memiliki ukuran panjang 0,2 mm dan 0,1 mm


bulatnya. Telur-telurnya diletakkan di permukaan daun bagian bawah. Masing-masing
serangga betina secara acak meletakkan telur sebanyak 50 hingga 400 butir telur
(dengan rata-rata 160 butir). Telur yang baru diletakkan berwarna kuning-keputihan
selanjutnya berubah warna menjadi agak kecoklatan dan akan menetas setelah tujuh
hingga 10 hari. Setelah telur menetas serangga memasuki empat fase nimfa sebelum
akhirnya menjadi imago (dewasa).

Gambar : Telur Bemisia tabaci


Nimfa : Nimfa terdiri atas tiga instar.  Instar ke - 1 berbentuk bulat telur dan
pipih, berwarna kuning kehijauan, dan bertungkai yang berfungsi untuk merangkak. 
Nimfa instar ke - 2 dan ke - 3 tidak bertungkai, dan selama masa pertumbuhannya
hanya melekat pada daun.  Stadium nimfa rata-rata 9,2 hari.

Crawlers (instar pertama) Setelah penetasan, muncul instar pertama


berwarna kuning-kehijauan, berbentuk datar-oval, nimfa instar pertama memiliki
panjang kurang-lebih 0,3 mm. Nimfa bergerak dalam jarak yang dekat kemudian
menusuk ke dalam sumber sap di dalam jaringan floem dan tinggai di situ sampai
menjadi dewasa.
Nimfa instar ke-2 dan ke-3
Selama dalam stadia berdiam diri serangga bentuk serangga menyerupai sisik
halus berbentuk oval tetapi ramping. Pada fase ini serangga tidak memiliki tungkai
atau bentuk lain yang khusus dan menghisap sap dari tanaman.
Nimfa instar ke-4 (Pupa). Nimfa instar ke-4 berwarna kuning dan kisaran panjang
ukuran antara 0,6 sampai 0,8 mm. Pada akhir masa instar ke-4, serangga
menghentikan aktifitas makan dan terjadi perubahan warna menjadi putih-
kekuningan.

Gambar : Nimfa Bemisia tabaci


Imago : Imago berukuran kecil antara (1 - 1,5 mm), berwarna putih, dan
sayapnya jernih ditutupi lapisan lilin yang bertepung.  Serangga dewasa biasanya
berkelompok pada bagian permukaan bawah daun, dan bila tanaman tersentuh
biasanya akan berterbangan seperti kabut atau kebul putih. Lama siklus hidup (telur -
nimfa - imago)rata-rata 24,7 hari
Gambar : Imago Bemisia tabaci
Dewasa. Dewasa umumnya muncul dari pupa (nimfa instar 4) pada pagi hari,
dan yang lebih dulu muncul adalah serangga jantan. Kemunculan serangga dewasa
tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi temperature. Serangga dewasa akan muncul
lebih cepat jika temperatur tinggi. Kemunculan itu memerlukan kurang lebih empat
jam sebelum serangga dapat terbang dan sekitar 10 sampai 12 jam sebelum serangga
siap kawin. Dengan demikian menunjukkan bahwa, serangga betina dapat menerima
ajakan kawin oleh serangga jantan dalam waktu 10 sampai 12 jam setelah munculnya
dewasa dari pupa, yaitu ketika umur jantan lebih tua minimal 10 jam dari betina.
Waktu preoviposisi berbeda-beda tergantung temperatur, preoviposisi di lapang akan
berlangsung dalam jangka waktu antara satu hingga 22 hari, sedangkan jika
dikondisikan pada temperatur yang terkontrol (konstan) antara 16-28 0C preoviposisi
akan berlangsung dalam kurun waktu 2-5 hari.
Seks rasio bervariasi antara 0,5 sampai 0,8 betina, dan pada beberapa kasus di
lapang dan di kotak serangga, populasi betina dilaporkan lebih dominan. Hasil
penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa, proporsi anakan betina dipengaruhi
oleh suhu. proporsi anakan betina meningkat sejajar dengan meningkatnya suhu.
Rasio seks akan meningkat dari 0,60 ke 0,63; 0,69; dan 0,76betina pada temperatur
19, 22, 25 dan 280C.
Gejala Serangan: Kerusakan langsung pada tanaman disebabkan oleh imago
dan nimfa yang mengisap cairan daun, berupa gejala becak nekrotik pada daun akibat
rusaknya sel-sel dan jaringan daun.  Ekskresi  kutu kebul menghasilkan madu yang
merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya embun jelaga yang berwarna
hitam.  Hal ini menyebabkan proses fotosintesa tidak berlangsung normal.
Selain kerusakan langsung oleh isapan imago dan nimfa, kutu kebul sangat
berbahaya karena dapat bertindak sebagai vektor virus. Sampai saat ini tercatat 60
jenis virus yang ditularkan oleh kutu kebul antara lain : Geminivirus, Closterovirus,
Nepovirus, Carlavirus, Potyvirus, Rod-shape DNA Virus.
Pengendalian :
a).  Kultur teknis
- Pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman bukan inang (terutama bukan famili
Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan Cucurbitaceae seperti mentimun). 
- Sanitasi lingkungan
- Tumpang sari antara tanaman sayuran, cabai atau tomat dengan tagetes
b)Pengendalian fisik / mekanis
- Pemasangan perangkap likat berwarna kuning (40 buah per ha).
- Pemasangan kelambu di pembibitan sampai di pertanaman.
- Sisa tanaman terserang dikumpulkan dan dibakar.
c).Biologi
- Kumbang predator Menochilus sexmaculatus (Coccinelidae), mampu memangsa 200
- 400 ekor nimfa kutu kebul.
- Tabuhan parasitoid nimfa Encarcia formosa
d). Pengendalian kimiawi
- Insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian.
- Penyemprotan diusahakan mengenai daun bagian bawah
- Penggunaan pestisida nabati seperti : nimba, tagetes, eceng gondok

b. Ulat tanah (Agrotis ipsilon Hubner)

Ulat ini termasuk golongan ngengat, tubuh berwarna cokelat tua dengan garis-
garis cokelat pada kedua sisi dan bagian depan berwarna abu-abu, panjang ngengat
2,2 cm. Telur diletakkan berkelompok atau tunggal pada daun, pangkal tanaman
muda, berbentuk bulat kecil diameter 0,5 mm, warna kuning muda.

Larva berwarna cokelat tua sampai kehitam-hitaman panjang 30-35 mm.


Larva aktif pada senja dan malam hari, pada siang hari bersembunyi di permukaan
tanah disekitas batang tanaman muda, celah-celah tanah. Saat istirahan larva
melingkarkan tubuh.
Gambar : Larva dan imago Agrotis ipsilon Hubner

Serangan ulat tanah ditandai dengan terpotongnya tanaman pada pangkal


batang sehingga tanaman rebah. Tanaman muda yang berbatang kecil sering dipotong.
Cara pengendalian Membunuh satu-persatu. Penggunaan insektisida seperti Furadan
3G di sekitar pangkal batang.

c. Ulat Buah (Heliotis armigera) Ordo : Lepidoptera Famili : Noctuidae

Telur diletakkan di pucuk tanaman dan apabila buah tomat sudah mulai keluar,
ditempatkannya di atas benang putik. Warna telur putih, telur menetas dalam 2-5 hari.
Ulat kecil mempunyai warna yang menarik dan berubah sesuai dengan
pertumbuhannya. Pertama-tama berwarna putih kekuningan dengan kepala berwarna
hitam, kemudian hijau pucat, kemerah-merahan, kekuning-kuningan dan hitam
kemerah-merahan. Panjang ulat dapat mencapai 3,45 cm. Kepompong dibentuk di
dalam tanah, lama masa kepompong 12-14 hari.Serangan ulat buah mula-mula
melubangi buah tomat, kemudian masuk kedalam buah tomat yang sedang tumbuh.
Hama ini menyukai berbagai jenis tanaman, selain tomat dapat juga menyerang
cantel, tembakau, kapas, jagung dan kentang.

Cara Pengendalian Apabila ditemukan serangan dapat dilakukan


penyemprotan dengan insektisida seperti Azodrin 15 WSC, Nogos 50 EC, Diazinon,
Cymbush, Bayrusil. Perlakuan insektisida dapat dilakukan pada saat ulat belum
masuk ke dalam buah tomat. Faktor pembatas bagi perkembangan ulat buah adalah:
hujan lebat dapat menyapu sebagian telur yang berada diatas daun tanaman tomat.
Tanah yang kering dapat menghalangi keluarnya kupu dari kepompong yang berada
dalam tanah. Mempunyai sifat kanibalisme yang merupakan faktor utama dalam
menekan populasinya.
d. Ulat grayak (Spodoptera litura F).

Daun bolong-bolong pertanda serangan ulat grayak. Kalau dibiarkan tanaman


bisa gundul atau tinggal tulang daun saja. Ia juga memakan buah hingga berlubang
akibatnya tomat tidak laku dijual.

Cara Pengendalian Mengumpulkan telur dan ulat-ulat langsung


membunuhnya. Jaga kebersihan kebun dari gulma dan sisa tanaman yang menjadi
tempat persembunyian hama dan pergiliran tanaman. Pasang perangkap ngengat
UGRATAS, dengan cara dimasukkan kedalam botol bekas air mineral ½ liter yang
diberi lubang kecil sebagai sarana masuknya kupu jantan. Karena UGRATAS adalah
zat perangsang sexual pada serangga jantan dewasa dan sangat efektif untuk dijadikan
perangkap. Jika terpaksa atasi serangan ulat grayak dengan Decis 2,5 EC, Curacron
500 EC, Orthene 75 Sp, Match 50 EC, Hostathion 40 EC, Penyemprotan kimia
dengan cara bergantian agar tidak terjadi kekebalan pada hama.

e. Lalat putih/kutu kebul (Bemisica tabaci)

Hama berwarna putih kekuning-kuningan, bermata merah, dua pasang sayang


berwarna putih dengan bentangan 1 mm, panjang tubuh 1 mm, yang betina lebih besar
dari jantan. Tubuh tertutup serbuk putih seperti lilin, jika terganggu akan
menghamburkan serbuk putih seperti kabut. Hama ini menyerang dan mengisap
cairan sel daun sehingga sel-sel dan jaringan daun menjadi rusak. Cara Pengendalian
Gunakan mulsa plastik atau jerami, hilangkan gulma sebagai inang. Semprot dengan
Diazinon, dan Malathion.

f. Nematoda bisul akar

Memiliki bentuk seperti cacing kecil, ukuran betina lebih gemuk. Nematoda
ini meletakkan telur dan membentuk larva didalam akar sehingga menyebabkan sel
akar membesar dan menyebabkan bisul akar. Akar tanaman membengkak dan
berbintil-bintil mengakibatkan terganggunya fungsi akar dalam menyerap air dan
unsur hara. Pertumbuhan tanaman terhambat serta tanaman menjadi layu.

Cara Pengendalian Tanam varitas yang tahan serangan nematoda, cabut dan
bakar yang terserang. Gunakan nematisida seperti Curater, Indofuran, dan Furadan.
h. Tungau Kuning (Polyphagotarsonemus latus Banks) Ordo :Acarina;
Famili : Tarsonematidae

Morfologi : Paurometabola (Telur- nimfa-Imago). Telur : Telur berbintik –


bintik putih, warna kuning muda berdiameter 0,1 mm. Diletakkan terpisah – pisah di
permukaan bawah daun. Berkembang biak secara berkopulasi biasa dan
partenogenesis. Betina mampu bertelur sebanyak 40 butir selama 15 hari. Siklus
hidup tungau sejak menetas dari telur hingga dewasa dan siap berkembangbiak sekitar
15 hari. Nimfa : Nimfa bertungkai 6,tubuh berukuran sekitar 0,25 mm, lunak,
transparan dan berwarna hijau kekuningan.

Imago : Imago bertungkai 8, tungau ukurannya kecil dan mengisap cairan sel
daun.

Distribusi : Hama ini bersifat kosmopolit, di dunia dilaporkan hama ini


terdapat di Eropa,Asia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara dan Oceania. Di
Indonesia hama ini di laporkan telah ada di seluruh wilayah seperti di pulau Sumatera,
Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
Tanaman inang : Hama ini bersifat polifag. Tanaman yang menjadi inangnya
lebih dari 57 jenis diantaranya adalah cabai, kentang, paprika, kacang panjang, karet,
teh, tembakau, jeruk, papaya, dan tanaman hias.

Gejala Seranga: Tungau menyerang tangkai, daun dan buah. Hama


menghisap cairan tanaman dan menyebabkan kerusakan sehingga terjadi perubahan
bentuk menjadi abnormal seperti perubahan warna daun menjadi
tembaga/kecoklatan, terpelintir, menyusut serta keriting, tunas dan bunga gugur.

Penegendalian :

a. Kultur Teknis

- Sanitasi dengan mengeradikasi bagian tanaman terserang dan memusnahkannya.

- Populasi hama biasanya meningkat pada kondisi kering. Oleh karena itu pengairan
yang cukup merupakan salah satu cara pengendalian yang tepat untuk hama-hama
tersebut.

b. Biologi

- Pemanfaatan musuh alami yaitu predator Amblyseius cucumeris, pathogen


Beauveria bassiana.

c. Kimia

- Penggunaan pestisida sintetik


h. . Lalat Pengorok Daun (Liriomyza huidobrensis Blanchard) Ordo :
Diptera, FamiliAgromyzidae

Telur : Telur berwarna putih bening berukuran 0,28 mm x 0,15 mm,


diletakkan pada jaringan epidermis daun melalui ovipositor. Jumlah telur yang
diletakkan serangga betina selama hidupnya berkisar 50 – 300 butir dengan rata-rata
160 butir. Lama stadium telur berlangsung antara 2 – 4 hari. Larva berbentuk silinder,
tidak punya kaki, larva yang baru keluar berwarna putih susu atau putih kekuningan,
segera mengorok jaringan misofil daun dan tinggal dalam liang korokan selama
hidupnya. Fase larva antara 6 – 12 hari. Pupa berwarna kuning kecoklatan dan
terbentuk di dalam tanah. Fase pupa berkisar 9 – 12 hari. Imago berupa lalat kecil
berukuran sekitar 2 mm. Imago lalat betina mampu hidup selama 6 – 14 hari dan
imago jantan antara 3 – 9 hari

Gambar : Telur, Larva, Pupa dan imago Liriomyza huidobrensis


Distribusi : Hama ini bersifak kosmopolit.di dunia dilaporkan hama ini
terdapat di Eropa,Asia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara dan Oceania. Di
Indonesia hama ini di laporkan telah ada di seluruh wilayah seperti di pulau Sumatera,
Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.

Tanaman Inang : Hama ini selain menyerang tanaman tomat, juga


menyerang tanaman kentang, seledri, wortel, ketimun, bit, selada, kacang merah,
kacang panjang, cabai, gambas, kapri, brokoli, lettuce, bawang daun, bayam, buncis,
terung, semangka, krisan, babadotan, sawi tanah, bayam liar.

Gejala Serangan : Daun yang terserang memperlihatkan gejala bintik-bintik


putih akibat tusukan ovipositor, dan berupa liang korokan larva yang berkelok-kelok.

Penegendalian :

a)Kultur teknis

• Budidaya tanaman sehat, upayakan pengairan yang cukup, pemupukan


berimbang, pembumbunan dan penyiangan gulma. Tanaman yang tumbuh
subur lebih toleran terhadap serangan hama.

b)Pengendalian fisik / mekanis

• Pengambilan daun yang menunjukkan gejala korokan dengan dipotong,


dikumpulkan lalu dimusnahkan.
• Penggunaan mulsa plastik warna perak,

• Pemasangan perangkap kuning


c)Pengendalian hayati

• Pemanfaatan musuh alami seperti : parasitoid Asecodes sp., Chrysocharis sp.,


Closterocerus sp., Cirrospilua ambigus, Neochrysocharis formosa, Phigalia
sp., Quadrastichus sp.

d)Pengendalian kimiawi

• insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian

2. Penyakit Tanaman Tomat

a. Penyakit layu fusarium

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan fusarium oxysporium. Gejalanya


terjadi layu pada daun-daun tua terus menyebar ke daun-daun muda dan menguning.
Patogen menyerang pada akar dan berlanjut pada pembuluh xilem yang menyebabkan
tranportasi air terganggu. Cara Pengendalian Gunakan mulsa PHP, hindari terjadinya
luka pada akar, tidak menanam pada bekas serangan patogen.

b. Penyakit bercak daun septoria

Disebabkan oleh cendawan Septoria lycopersici Speg. Gejalanya berupa


bercak-bercak bulat kecil pada permukaan daun bagian bawah sehingga merusak
jaringan daun. Cara Pengendalian Lakukan rotasi tanaman dengan tanaman lain selain
famili Solanaceae. Lakukan penyemprotan dengan fungisida seperti Klorotalonil.

c. Penyakit busuk daun

Disebabkan oleh cendawan Phytopthora infestan (Mont.) Patogen menyerang


semua umur, terutama jika kelembaban udara tinggi, menyerang dari tepi daun dan
menjalar terlihat bercak-berjak tidak beraturan. Daun menjadi agak basah dan lunak
selanjutnya membusuk. Juga menyerang batang dan buah sehingga membusuk. Cara
Pengendalian Kendalikan dengan fungisida seperti Clorotaloni, Acylalamine,
Propamocarb, Oxadityl, gunakan varietas yang tahan dan musnahkan tanaman yang
terserang.
d. Penyakit layu bakteri

Disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum. Bakteri menyerang


jaringan xilem sehingga menyebabkan tanaman mengalami kelayuan pada daun yang
diawali dari daun-daun muda, terlihat seperti kekurangan air. Cara Pengendalian
Gunakan varietas unggul yang tahan serangan bakteri. Rotasi tanaman dengan
tanaman lain yang beda famili. Pengaturan air yang lebih baik.

e. Penyakit bercak bakteri

Disebabkan Xantomonas vesicatoria, pada saat musim hujan


perkembangannya sangat pesat. Gejala yang timbul berupa bercak-bercak berwarna
gelap mengkilap pada daun, batang, dan buah tomat. Pada buah bercak dapat
membesar. Cara Pengendalian Gunakan varietas unggul yang tahan serangan bakteri.
Rotasi tanaman dengan tanaman lain yang beda famili.

f. Penyakit Cekik

Disebabkan oleh cendawan Phytium sp. Patogen menyerang pangkal batang


tanaman hingga mati. Kebanyakan menyerang dipesemaian, di kebun menyerang jika
keadaan tanah becek. Cara Pengendalian Lakukan pengolahan tanah dengan baik,
musnahkan tanaman terserang, semprot dengan larutan fungisida

g. Penyakit busuk buah

Disebabkan oleh cendawan Botrytis cinerea. Patogen menyerang pada saat


buah dalam wadah yang terlalu lembab dan temperatur tinggi. Buah membusuk,
berair dan bau tak sedap. Cara Pengendalian Pengendaliannya dengan memperbaiki
wadah penyimpanan agar tidak lembab yaitu ada tempat keluar masuknya udara.

h. Penyakit Mosaik

Disebabkan oleh virus mosaik (Tomato mosaic virus). Virus ini berbentuk
batang. Gejala serangan menunjukkan tanaman lebih kerdil, buah sedikit kecil-kecil,
warna daun belang-belang antara hijau tua, hijau muda, hijau dan kekuningan
(mosaik). Cara Pengendalian Jaga kebersian pada semua peralatan kebun, bersihkan
gula di dalam areal pertanaman, lakukan pergiriran tanaman.

E. PADI

1. HAMA PADI

a. Hama Sundep (Scirpophaga innotata)

Hama endemis ini berkembang dari pantai hingga daerah pedalaman dengan
ketinggian 200 m dpl, dengan curah hujan (kurang dari 200 mm) terjadi bulan
Oktober-November. Tanda-tanda hama ini dimulai dengan melakukan invasi
(terbangnya ribuan kupu-kupu berwarna putih pada sore dan malam hari) setelah 35
hari masa hujan. Kupu-kupu ini melakukan terbang sekitar 2 minggu, menuju daerah-
daerah persemaian padi. Selanjutnya telur-telur (170-240 telur) diletakkan di bawah
daun padi yang masih muda dan akan menetas menjadi ulat perusak tanaman padi
setelah seminggu. Penyerangan ini dikenal dengan nama Hama Sundep dan Hama
Beluk.

Distribusi: Ind, india, pakistan, filipina, Vietnam, australia.Inang: Millet,


paspalum, tebu, panicum dll Karakter pembeda: kelompok telur betuk pipih ditutupi
lapisan rambut.ditemukan pada tunggul batang padi.pupa tinggal pada bagian bawah
batang selama dormansi.

Telur: berkelompok, coklat kuning, ditutupi rambut diletakkan pada bagian


bawah ujung daun, pd anakan pada bagian atas daun. Larva: langsung menggerek
batang, waktu baru menetas, menyebar melalui air irigasi. Pupa : terdapat pada bagian
bawah batang. Imago : jantan dan betina warna sama. Tidak punya bintik hitam pada
sayap depan. Inang; millet, tebu, gulma.

Perbedaan hama sundep dengan hama beluk yaitu hama sundep menyerang
daun padi muda, menguning dan mati. Walaupun batang padi bagian bawah masih
hidup atau membentuk anak tanaman baru tapi pertumbuhan daun baru tidak terjadi.
Sedangkan hama beluk yaitu menyerang titik tumbuhh tanaman padi yang sedang
bunting sehingga bulirpadi keluar, berguguran, gabah-gabah kosong dan berwarna
keabu-abuan (Kartasapoetra, 1993).
Untuk membasmi hama-hama ini ditempuh dengan cara yaitu (1) petani
menyebarkan bibit-bibit tanaman padi di persemaian setelah tahu jadwal invasi
serangan ulat-ulat ini diperkirakan telah selasai, (2). Penanaman padi yang memiliki
daya regenerasi yang tinggi, (3). Menghancurkan telur-telur Scirpophaga innotata
yang terdapat dilingkungan persemaian dan membunuh larva-larva yang baru
menetas, (4). Melakukan tindakan preventif dengan penyemprotan persemaian
menggunakan insektisidayang resistensi, (5). Bibit-bibit tanaman padi yang akan
disemai dicelupkan dalam herbisida, (6). Setelah Scirpophaga innotata dilakukan
penyemprotan insektisida yang mematikan telur dan larva.

Gambar : Larva Scirpophaga innotata

Gambar : Pupa Scirpophaga innotata

b. Wereng Coklat (Nephotetix apicalis (Stal) (Homoptera: Cicalidae)

Wereng padi hijau sesuai dengan warnanya.Kerusakan tidak begitu berarti


dibandingkan dengan wereng coklat. Wereng coklat dapat membantu penularan virus
pada tanaman padi. Serangga muda berwarna hijau muda. Dewasa mempunyai bintik
bintik hitam pada ujung dan tengah sayap. Pada jantan bintik bintik lebih jelas. Betina
menghasilkan telur 100-200 butir, yg diletakkan pada pelepah daun. Stadia telur
selama 1 minggu,stadia nimpha selama 3 minggu dan stadia imago selama 4 minggu.
Wereng coklat dapat merusak kelopak-kelopak dan urat-urat daun padi dengan
alat penghisap pada moncong yang kuat. Jumlah telur satu betina wereng coklat
adalah 25 butir yang ditempatkan dibawah daun padi selama tiga kali sampai dia mati.
Cara pemberantasan hama dilakukan dengan insektisida, pembunuhan hama, rotasi
tanaman, perangkap lampu jebak dan lain-lain.

Gambar : Gejala kerusakan yang disebabkan oleh Nephotetix apicalis

Gambar : Imago Nephotetix apicalis

c. Lalat bibit padi sawah (Hydrellia philipina Ferino) (Ordo diptera,


Ephydridae)

Hama ini pada tahun 1968 menyerang tanaman padi di Philipina Metamorfosa
: Telur, larva, pupa, dan imago. Stadia telur selama 6 hari, stadia larva selama 10
hari, stadia pupa selama 8 hari dan stadi imago selama 10 hr. Imago berwarna abu-abu
kekuningan. Hama ini aktif pada siang hari dan imago berukuran 8 – 2,3 mm dan
lama siklus hidupnya sekitar 3 – 7 hari. Telur diletakkan secara tidak berkelompok
dan setiap imago betina dapat mengahsilkan 100 butir telur.
Larva: transparan, pada setiap instar warna berubah putih-kuning. Pupa:
coklat tua, ditemukan pada anakan yg sudah tua. Kerusakan : Pada daun yang baru
membuka/jaringan sehingga daun berubah berwarna menjadi putih sehingga serangan
tanaman menjadi kerdil. Inang : dari rumputan cynodon dactylon, Echinochloa sp.
Panicum repens. Pengendalian: kultur tekh, hayati, kimia.

d. Hama putih (Nympula depunctalis Guence) (Lepidoptera:Pyralidae)

Menyerang dan bergelantungan pada daun padi sehingga berwarna keputihan-


putihan, bersifat semi aquatil (menggantungkan hidup pada iar untuk bernafas dan
udara). Kerusakan yang ditimbulkannya dapat mematikan tanaman padi disebabkan
oleh gerakan-gerakan invasi melibatkan banyak hama yang menyerang tanaman padi
sebagai sumber makanan, dan tanaman padi yang diserang kebanyakan berasal dari
bibit lemah.

Siklus hidup hama ini sekitar 35 hari. Metamorfosa (Telur, larva, pupa,
imago), stadia telur selama 3 hari, stadia larva sekitar 20 hari, stadia pupa selama 7
hari dan stadia imago selama 5 hari. Imago memiliki panjang sekitar 2,2 – 3 mm dan
meletakkan telur malam hari, jumlah telur yang dihasilkan satu betina sekitar 50
butir dan hama ini tertarik pd lampu perangkap. Telur berwarna kuning pucat, bentuk
seperti cawan/tak beraturan, diletakan pada bagian bawah daun yg terendam air,
sebelum menetas warna berubah menjadi kuning gelap. Larva:instar awal makan
dengan mengikis daun. Pupa ditemukan dalam tabung.

Hama putih akan menjadi kepompong, sarung atau kantong yang selalu
dibawanya akan ditinggalkan dan diletakkan pada batang oadi, kemudian
dimasukinya lagi dan tidak keluar sampai menjadi kepompong (sekitar 2 minggu).
Pembasian ini dapat dilakukan dengan mempelajari siklus hidup, mengeringkan
petakan-petakan sawah, membiarkan petak sawah berair dan diberi minyak lampu
atau penggunaan insektisida ramah lingkungan.
Gambar : Metamorfosis Nympula depunctalis

Gambar : Imago Nympula depunctalis

d. Hama wereng coklat (Nilapervata lugens) (Homoptera:Delphacidae)

Penyebaran: Asia selatan, Asia tenggara, Asia timur, Australia timur


dan kepulauan Fiji. Gejala : tanaman menguning dan mati. Padi yang terserang belum
masuk masa panen dan persemaian. Hama ini sebagai vektor virus. Satu betina dapat
menghasilkan 100 – 500 telur dengan kelompok telur sampai 10 butir. Metamorfosis
hama ini yaitu Telur , nymph (5 instar), dan dewasa selama empat minggu. Dalam 1
padi : 4-5 generasi. Dewasa: Brachypters dan macropters.

Hama ini selalu menghisap cairan dan air dari batang padi muda atau bulir-
bulir buah muda yang lunak, dapat meloncat tinggi dan tidak terarah, berwarna coklat,
berukuran 3 – 5 mm, habitat ditempat lembab, gelap dan teduh. Telur banyak
ditempatkan dibawah daun padi yang melengkung dengan masa ovulasi 9 hari
menetas, 23 hari membentuk sayap dan 2 minggu akan bertelur kembali. Hama ini
meluas serangannya dilihat dari bentuk lingkaran pada tanaman dalam petakan padi.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk memberantas ini dengan cara prefentif, represif
dan kuratif.

Tindakan preventif dengan cara : (1). Serumpun daun padi layu, lakukan
pemeriksaan dengan teliti, (2). Apabila dirumpun padi ditemukan se ekor wereng,
bunuh dan periksa telur-telurnya didaun lalu di cabut dan di bakar. Periksa tanaman-
tanaman lainnya yang berdekatan, (3) apabila dalam serumpun terdapat banyak
wereng, lakukan penyemprotan massal dengan insektida.

Tindakan reppresif dapat dilakukan dengan cara : (1). Pengeringan pada


petakan sawah, (2). Pencabutan dan pembakaran seluruh tanaman, (3). Memilih bibit
unggul (PB 30, 32, 34, Sicantik, Bengawan, dan lain-lain) yang direndam dengan
Aldrien 40 % (12 Kg/ ha) atau Dildrien 50 % WP (10 gr/ Kg benih). (4).Crop rotation
(pergiliran padi dan palawija).

Tindakan kuratif dapat dilakukan dengan cara : (1) Insektisida butiran


menggunakan Furadan 30 (17 – 20 Kg / ha), Basudin 10 gr 9 – 15 Kg / ha) dan
Diazinon 10 G (10 – 15 Kg / ha) yang ditaburkan di antara larikan petak sawah tiiga
atau empat minggu sekali. (2). Penyemprotan insektisida cair seminggu sekali atau
maksimal 10 hari menggunakan Agrothion 50, Sumithion 50 EC (2 liter/ha), Karphos
50 EC (2 liter/ha), DDVP 50 EC (0,6 liter/ha), Nogos 50 (0,6 liter/ha), Servin 85 Sp
(1,2 liter/ ha).

Gambar : Imago Nilapervata lugens


2. Penyakit Padi

a. Bercak Coklat (Drechslera oryzae)

Gejala : dapat timbul pada bibit, daun dan buah. Bibit mula-mula terjadi busuk
pada koleoptilnya, batang dan akar menyebabkan kematian. Pada biji menyebabkan
turunnya mutu biji dan bersifat (seep borne), dan pada daun tanaman yang sudah
dewasa terjadi bercak coklat yang memanjang, bercak kercil warna coklat tua atau
coklat ungu.

Serangan berat dapat menyerang daunnya menjadi kering jika lingkungan


yang cocok patogen dapat menyerang batang dan tangkai bulir, dan tidak bisa
membentuk malai atau malai tidak keluar dari upih daun.

Daur penyakit: dapat bertahan sebagai meselium atau konidium dalam biji,
dan dapat bertahan pada biji selama 4 tahun, dapat bertahan pada jerami, tanah
bersifat parasit fakultatif, konidium dapat dipencarkan oleh angin, dan jamur dapat
mengadakan infeksi dengan menembus epidermis dan stomata.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jamur ini adalah ketahanan,


kerentanan, kelembaban dan suhu. Ketahanan dapat ditentukan oleh tebal atau
tipisnya sel-sel epidermis. Kerentanan : meningkat bertambahnya umur tanaman
paling rentan pada fase pembentukan buah dan bunga. Kelembaban : (1). Tanah yang
kering lebih rentan terhadap patogen ini, (2). Juga mempengaruhi lamanya jamur
bertahan dalam tanah makin tinggi kelembaban tanah makin pendek waktu
bertahannya jamur, (3). Kelembaban 20 % dengan suhu 31 C jamur bertahan 6 bulan,
kelembaban 96 % dengan suhu yang sama bertahan selama 1 bulan. Suhu optimum
untuk berkecambahan konidium 25 – 30 C untuk menginfeksi diperlukakan
kelembaban udara paling rendah 92 % dengan suhu 25 C dan infeksi tidak dapat
terjadi pada kelembaban 89 %.

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : (1). Pemberian unsur hara yang
seimbang, (2). Sanitasi dan rotasi tanaman, (3). Penanaman jenis yang tahan, (4).
Perawatan biji, dan (5). Penyemprotan dengan menggunakan fungisida antara lain
Hinosan 50 BC, Dithane M-45, antracol 70 WP, Delsene MX 200.
Gambar : Gejala serangan Drechslera oryzae

Gambar : Miselium Drechslera oryzae

b. Blast (Pyricularia oryzae)

Gejala : dapat timbul pada daun (balst daun), bunga, malai, dan biji. Daun
(balst daun) bercak berbentuk jorong dengan ujung-ujung runcing. Pusat bercak
berwarna kelabu atau keputihan dan tepinya coklat atau coklat kemerahan, coklat
cenderung berkumpul dipangkal helaian daun. Pada malai dapat menyebabkan busuk
pada tangkai malai yang dikenal dengan busuk leher (heck blast). Serangan ini
menyerang kerugian yang besar karena hampir semua biji pada malai tersebut hampa
dan tangkai malai yang busuk mudah patah. Pada biji terdapat bercak-cak kecil yang
bulat.

Daur penyakit : penularan terutama oleh perantara konidium yang dipencarkan


oleh angin (terutama pada malam hari), penetrasi kebanyakan terjadi secara langsung
dengan menembus ketikula dan stomata, daun muda lebih mudah terinfeksi dengan
daun tua, dan patogen ini dapat memperthankan diri dari sisa-sisa tanaman sakit dan
biji dalam bentuk miselium dan konidium.

Faktor-faktor yang mempengaruhi : kelebihan N dapat menambah kerentanan


tanah, kekurangan air dapat menambah kerentanan jadi padi pada tanah kering (gogo)
mendapat seranngan yang lebih berat dari pada padi sawah, suhu optimum untuk
perkecambahan konidium dan pementukan apresorium adalah 25 – 30 C, dan jenis-
jenis padi yang tanah tidak dapat mempertahankan ketahanannya dalam jangka waktu
yang lama karena patogen ini mudah membentuk ras baru.

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara : (1). Pemupukan yang seimbang


untuk daerah serangan epidermis dianjurkan jangan memakai dosis lebih dari 90 Kg
N/ha, mengusahakan agar persemaian dan pertanaman padi memperoleh air yang
cukup, penanaman jenis-jenis padi yang tahan antara lain yang telah di uji di
Sumatera Barat antara lain : IRAT 13, IRAT 140, denorado, IR 84, Gago Hampung,
tidak memakai biji dari tempat-tempat yang terjangkit sebagai benih, dan memakar
jerami dari pertanaman sakit untuk mengeluatkan sumber infeksi.

Gambar : Gejala kerusakan Pyricularia oryzae


Gambar : Gejala kerusakan Pyricularia oryzae

c. Hawar Daun Bakteri

Gejala : 1 -2 minggu setelah padi dipindahkan dari persemaian. Daun-daun


yang sakit berwarna hijau kelabu, mengering, helaian daunnya melengkung diikuti
oleh melipatnya helaian daun di sepanjang ibu tulang daun. Tegak terakhir dari
penyakit ini adalah membusuknya tanaman. Bakteri terdapat pada bekas pembuluh
kala daun yang sakit di potong dan diletakkan daidalam ruangan.

Daur penyakit ; bakteri ini menginfeksi melalui luka-luka pada daun karena
biasanya bibit padi di potong ujung sebelum ditanam juga sering masuk melalui luka
pada akar sebagai pencabutan, bakteri tidak dapat bertahan lama pada biji jingga
akibat pencabutan, dan pada umumnya bakteri dapat tersebar melalui hujan yang
berangin.

Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara : (1). Menanam jenis yang


tahan seperti : IR 22, IR 26, dan IR 36, bibit padi dipindahkan tidak dipotong yang
daunnya, (3). Pemupukan yang seimbang, (3).tidak mengalami persemaian terlalu
dalam, (4). Penyakit dapat dicegah dengan merendam bibit-bibit yang dipotong
daunnya kedalam larutan terusi 0,05 % selama 30 menit, dan (5). Tanaman dapat
disemprot dengan bakterisida Fenatih-5-oksida (Stablex 10 WP) dengan dosis 0,1
Kg/ha bahan aktif.
Gambar : Gejala kerusakan pada Hawar Daun Bakteri

Gambar : Gejala kerusakan Hawar Daun Bakteri

D. Tungro

Penyakit ini ditularkan oleh wereng hijau Nephotetix virenscens.


Gejalanya : pertumbuhan yang terhambat dan daunnya berubah menjadi kuning
perubahan dimulai dari ujung daun dan meluas kebahagian pangkal batang, tanaman
yang sakit cenderung memiliki anakan sedikit, pembentukan akar menjadi berkurang,
tanaman yang sakit bembentukan bunganya terhambat, malai kecil dan keluar dari
upih daun.

Daur penyakit ini adalah virus ini ditularkan oleh wereng hijau, vektor ini
ditulari virus secara non persisten, vektor lain dari virus ini adalah Nephotetix paruus,
N. malayanus, dan Recelia dorsatis. Serangga ini mempertahankan virus didalam
badannya selama 5 atau 6 hari, virus tidak menular melalui biji dan tanah dan tidak
dapat tertular secara mekanis, dan virus mempunyai tanaman inang lain seperti
rumput belulang dan rumput ketelah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ini adalah (1). Populasi serangga,
tanpa adanya serangga virus tidak akan bisa hidup dan tidak mampu menyebabkan
penyakit pada tanaman, (2). Adanya sumber virus, di tempat ada virus dan ada
tanaman dan ada serangga sehingga serangga tersebut membawa virus dan membawa
penyakit dan kemudian tanaman muda lebih rentan dibandingkan dengan tanaman
muda, (3). Kerentanan dan umur tanaman, tanaman muda lebih rentan, tanaman muda
baik yang sehat bisa terserang sehingga diduga ini penyakit fisiologis, dan (5). Hama
yang menjadi vektor dan yang menjadi inang virus.

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara ; pengendalian vektor serangga


dengan insektisida seperti : dlazohan 60 EC, Basazinon 45/33cc. Penyemprotan ini
dapat dilakukan bila populasi vektor lebih 2 ekor/rumpun pada saat tanaman berumur
30 hari dan 4 ekor/rumpun berumur besar dari 30 hari. Dan merendam bibit dengan
insektisida sistemik antara lain furadan.

Gambar : Gejala kerusakan yang disebabkan oleh vektor serangga.

Gambar : Gejala kerusakan yang disebabkan oleh vektor serangga.


F. BAWANG DAUN dan BAWANG MERAH

1. Hama Tanaman Bawang Daun dan Bawang Merah

a. Ulat Bawang (Spodoptera exigua Hubner) (Ordo : Lepidoptera; Famili


: Noctuidae)

Distribusi : Kosmopolit dan tersebar luas di seluruh dunia meliputi Afrika,


Asia Tenggara, Eropah Tengah dan Selatan, Timur Tengah, Australia, Amerika
Serikat bagian selatan, Madagaskar, India, Cina Selatan, Filipina. Di Indonesia hama
ini terutama ditemukan di pulau Jawa dan Sumatera Bali, NTB, NTT, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.

Tanaman Inang : Hama ini bersifat polifag lebih dari 20 jenis tanaman
menjadi inangnya pada tanaman sayuran selain bawang , asparagus, bit,
brokoli,bawang putih, kucai, cabai, kentang, tomat, lobak, bayam.Tanaman lainnya
selain sayuran diantaranya kapas, padi, jagung, kacang-kacangan seperti kacang tanah
dan kedelai, jeruk, dan melon.

Gejala serangan : Ulat bawang dapat menyerang tanaman sejak fase


pertumbuhan awal (1-10 hst) sampai dengan fase pematangan umbi (51-65 hst). Ulat
muda (instar 1) segera melubangi bagian ujung daun, lalu masuk kedalam daun
bawang. Ulat memakan permukaan daun bagian dalam, dan tinggal bagian epidermis
luar. Daun bawang terlihat menerawang tembus cahaya atau terlihat bercak-bercak
putih transparan, akhirnya daun terkulai.

Telur : Telur diletakkan telur pada daun bawang secara berkelompok dan
ditutupi oleh bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum
terdapat 80 butir. Jumlah telur yang dihasilkan seekor betina sekitar 1.000 butir.Telur
berwarna putih,berbentuk bulat sampai bulat telur (lonjong) dengan ukuran sekitar 0,5
mm. Setelah 2-6 hari telur menetasmenjadi larva.
Gambar : Telur S. exigua

Larva : Larva berwarna hijau dengan garis-garis hitam pada punggungnya,


berukuran 1,2 – 1,5 mm. Larva (ulat) muda terdiri dari enam instar kadang ada juga
yang lima instar. Setelah melalui instar akhir, larva mejatuhkan diri ke tanah untuk
berkepompong (pupa).

Gambar : Larva S. exigua

Pupa : Pupa berwarna cokelat muda dengan panjang 9-11 mm. Pupa berada di
dalam tanah ± 1 cm, dan sering dijumpai juga pada pangkal batang, terlindung di
bawah daun kering. Lama hidup pupa berkisar antara 6 – 7 hari.

Gambar : Pupa S. exigua


Imago : Ngengat mempunyai sayap depan berwarna cokelat tua dengan garis-
garis kurang tegas dan terdapat bintik-bintik hitam, rentangan sayap antara 25-30 mm.
Sayap belakang berwarna keputih-putihan dan tepinya bergaris-garis hitam. Ngengat
betina mulai bertelur pada umur 2-10 hari.

Gambar : Imago S. exigua

Pengendalian :

a. Kultur Teknis

 Menanam varietas toleran


 Penerapan pola tanam yang meliputi pengaturan waktu tanam, pergiliran
tanaman, tanam serentak, dan tumpang sari.

 Sanitasi/pengendalian gulma disekitar pertanaman

 Pengolahan tanah yang sempurna

 Pengelolaan air yang baik

 Pengaturan jarak tanam

b. Fisik/Mekanik

 Mengumpulkan kelompok telur dan ulat

bawang lalu dibutit (dimasukkan dalam kantong plastik dan diikat), terutama
pada saat tanaman bawang merah berumur 7 – 35 hari kemudian dimusnahkan.

 Memasang lampu perangkap (neon 7 – 10 watt


jumlah sekitar 25 – 30 buah/ha), mulai dari 1 minggu sebelum tanam sampai
menjelang panen (± 60 hari)

 Pemasangan perangkap feromonoid seks dipasang sebanyak 40 buah/ha untuk


menangkap ngengat S. exigua

c. Biologi

 Menggunakan parasitoid S. exigua seperti Telenomus spodopterae, Eriborus


sinicus, Apanteles sp., Trichogramma sp., Diadegma sp., Cotesia sp.,
Chaprops sp., Euplectrus sp., Stenomesius japonicus, Microsplitis similes,
Steinernema  sp., dan Peribaea sp.

 Patogen serangga antara lain Mikrosporidia SeNPV, Bacillus thuringiensis,


Paecilomyces farinosus, Beauveria bassiana  ,  Metarrhizium anisopliae,
Nomuraea rileyi, Erynia spp.

 Predator antara lain Carabidae. 

d. Kimia

 Aplikasi pestisida kimia sintetik misalnya yang berbahan aktif sipermetrin


deltametrin, beta siflutrin, dan spinosad.

b. Lalat Pengorok Daun (Liriomyza chinensis) (Ordo : Diptera; Famili :


Agromyzidae)
Distribusi : Di Indonesia hama ini di laporkan terdapat di seluruh wilayah seperti
di pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, dan Sulawesi
Tanaman Inang : Spesies Liriomyza chinensis saat ini diketahui hanya
menyerang tanaman bawang saja.
Gejala serangan :Gejala daun bawang yang terserang berupa bintik – bintik putih
akibat tusukan ovipositor. berupa liang korokan larva yang berkelok – kelok.Serangan
pada tanaman dapat terjadi sejak fase awal pertumbuhan (1-10 hari setelah tanam) dan
berlanjut hingga fase pematangan umbi (51-65 hari setelah tanam). Pada keadaan
serangan berat, hampir seluruh helaian daun penuh dengan korokan sehingga menjadi
kering dan berwarna cokelat seperti terbakar. Larva pengorok daun bawang merah ini
dapat masuk sampai ke umbi bawang, dan hal ini yang membedakan dengan jenis
pengorok daun yang lain. Kerusakan berat biasanya terjadi pada akhir musim
kemarau.

Gambar : Gejala serangan Liriomyza chinensis

Telur : Telur berwarna putih bening, berukuran 0,28 mm x 0,15 mm,


diletakkan dalam jaringan daun melalui ovipositor. Jumlah telur yang diletakkan
serangga betina selama hidupnya berkisar 50-300 butir, dengan rata-rata 160 butir.
Stadium telur berlangsung antara 2-4 hari.

Larva : Larva yang baru keluar, berwarna putih susu atau putih kekuningan,
segera mengorok jaringan mesofil daun dan tinggal dalam liang korokan selama
hidupnya Larva instar 3 ini kemudian keluar dari liang korokan untuk membentuk
pupa.

Gambar : Larva Liriomyza chinensis

Pupa : Pupa berwarna kuning keemasan hingga cokelat kekuningan, dan


berukuran 2,5 mm.Umumnya ditemukan di tanah, tetapi pada tanaman bawang merah
sering ditemukan menempel pada permukaan bagiandalam dari rongga daun bawang.
Lama stadium pupa antara 9-12 hari, lalu keluar menjadi serangga dewasa (imago).
Imago : Lalat L. chinensis berukuran panjang 1,7 – 2,3 mm, pada bagian
punggungnya berwarna hitam, Imago betina mampu hidup selama 6-14 hari dan
imago jantan antara 3-9 hari. Siklus hidup pada tanaman bawang sekitar 3 minggu.

Gambar : Imago Liriomyza chinensis

Gambar : Siklus hidup Liriomyza chinensis

Pengendalian :

a. Kultur Teknis

 Penanaman varietas toleran


 Budidaya tanaman sehat; upayakan tanaman tumbuh subur melalui pengairan
yang cukup,pemupukan berimbang, dan penyiangan gulma.Tanaman yang
tumbuh subur lebih toleran terhadap serangahama
 Pergiliran tanaman; lalat L. chinensis baru diketahui hanya menyerang
tanaman golongan bawang, maka bila disuatu wilayah terjadi serangan berat,
sebaiknya satu musim berikutnya tidak menanam bawang.

b. Fisik/Mekanik

 Penggunaan mulsa plastik hitam perak.


 Pengambilan daun yang menunjukkan gejala korokan dipotong dan dibutit lalu
dimusnahkan.

 Pemasangan kain kelambu

 Lindungilah setiap bedengan bawang merah dengan kelambu yang terbuat dari
plastik kasa dengan menggunakan kerangka bambu, sejak sebelum tanam.

 Pemasangan perangkap lalat secara massal

 Pemasangan kartu perangkap; lalat pengorok daun tertarik pada warna kuning.
Pasanglah kartu perangkap kuning (dari kertas atau plastik) berperekat, dengan
ukuran 16 cm x 16 cm yang dipasang pada triplek/seng berukuran sama,
dengan ketinggian ± 0,5 m dari permukaan tanah. Jumlah perangkap 80 – 100
buah/ha, disebar merata di pertanaman.

 Pemasangan kain perangkap; helaian kain (terlebih dahulu dicelupkan ke


dalam oli bekas) dibentangkan/dipasang di antara beberapa bedengan bawang
merah dengan menggunakan tiang bambu (ketinggian kain ±0,6 m dari
permukaan bedengan).

 Perangkap lampu neon (TL 10 watt) dengan waktu nyala mulai pukul 18.00 –
24.00 paling efisien dan efektif untuk menangkap imago.

 Penyapuan dengan kain berperekat; helaian kain atau plasik berukuran


panjang 2 m dan lebar 0,5 m, dicelupkan kedalam larutan kanji, lalu
dibentangkan dan disapukan di atasbedengan oleh dua orang yang masing-
masing memegang ujungnya. Penyapuan dilakukan setiap 1-2 hari apabila
terjadi serangan.

c. Biologi

 Pengendalian Biologis dengan menggunakan parasitoid Hemiptarsenus


varicornis, Opius sp, Neochrysocharis sp., Asecodes sp., Chrysocharis sp.,
Chrysonotomya sp., Gronotoma sp., Quadrasticus sp., Digyphus isaea. dan
predator

d. Pengendalian dengan Peraturan

 Melarang masuknya benih atau bagian tanaman lain terutama dari daerah
terserang, dikhawatirkan membawa telur atau larva pengorok daun ke daerah
yang masih bebas dari serangan pengorok daun.

e. Kimia

 Aplikasi pestisida kimia sintetik yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri
Pertanian apabila pengendalian lain tidak mengurangi intensitas serangan
hama, misalnya yang berbahan aktif Kartap hidroksida.

c. Trips ( Thrips tabaci) Ordo : Thysanoptera; Famili : Terebrantia


Gejala serangan : Nimfa dan trips dewasa menyerang tanaman dengan cara
menusuk jaringan daun dan menghisap cairan selnya, terutama daun yang muda.
Gejala yang nampak adalah daun bernoda putih mengkilat seperti perak, kemudian
berubah menjadi kecoklat-coklatan dengan bintik-bintik hitam jika telah
berkomplikasi bersama penyakit lain. Serangan berat biasanya terjadi pada cuaca
hujan rintik-rintik dan suhu udara di atas normal dengan kelembaban udara di atas
70%. Tanaman terserang berat, seluruh daun berwarna putih, sehingga disebut hama
putih. Hama trips dapat menyerang tanaman bawang merah sejak fase pertumbuhan
vegetatif (11-35 hst) sampai dengan fase pematangan umbi (51-65 hst). Serangan
berat dapat mengakibatkan umbi saat panen kecil dengan kualitas rendah. Trips dapat
dijumpai pada umbi saat panen, sehingga dapat terbawa ke tempat penyimpanan dan
dapat merusak bagian lembaga umbi bawang merah.
Inang Lain : inang lain pada tanaman sayuran selain bawang antara lain, cabai ,
kentang, kubis, tomat, brokoli, wortel, kubis bunga, bayam, mentimun, bawang putih,
waluh. Tanaman lain selain sayuran diantaranya adalah kapas, kacang – kacangan,
melon, pepaya, nenas, dan tembakau.
Biologi Telur trips berbentuk oval dan berwarna kekuningan, lama stadia 4 – 5
hari, diletakkan dipermukaan bagian tanaman atau ditusukkan kedalam jaringan
tanaman secara terpisah-pisah. Nimfa berwarna agak putih atau
kekuningan.Penyebaran dari satu tanaman ke tanaman lain berlangsung sangat cepat
dengan bantuan angin. Lama hidup nimfa sekitar 9 hari. Pupa terbentuk setelah
melewati beberapa instar nimfa. Pupa banyak dijumpai di bagian daun atau di dalam
tanah di sekitar tanaman. Lama stadia pupa sekitar 9 hari. Imago atau trips dewasa
berukuran ± 1 mm,berwarna kuning cokelat, cokelat atau hitam. Semakin rendah suhu
suatu lingkungan, warna trips biasanya lebih gelap. Trips jantan tidak bersayap,
sedang trips betina mempunyai dua pasang sayap yang halus dan berumbai. Trips
berkembang secara partenogenesis yaitu dapat menghasilkan telur tanpa melalui
perkawinan. Seekor betina dapat menghasilkan telur antara 80-120 butir. Imago dapat
hidup selama ± 20 hari. Siklus hidup trips sekitar 3 minggu.
Pencaran : Di dunia hama ini dilaporkan terdapat di Eropa, Asia, Afrika,
Amerika Selatan, Amerika Utara dan Oceania. Di Indonesia hama ini terdapat di
seluruh wilayah seperti di pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
Pengendalian :
a. Kultur Teknis
- Penyiraman tanaman bawang terserang, pada siang hari untuk menurunkan suhu
disekitar pertanaman dan menghilangkan nimfa trips yang menempel pada daun.
b. Fisik/Mekanik
- Mengambil Thrips dengan menggunakan kapas/Cotton bud,
- Penggunaan mulsa plastik perak atau mulsa plastik transparan biasa yang dapat
memantulkan refleksi cahaya matahari sehingga dapat menghalangi preferensi
hinggap Thrips pada waktu terbang.
- Penggunaan perangkap likat warna biru, putih, atau kuning, sebanyak 40 buah per
hektar atau 2 buah per 500 m dipasang dengan ketinggian + 50 cm (sedikit di atas
tajuk tanaman) di tengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu. Setiap
minggu perangkap di olesi dengan oli atau perekat.
- Menanam tanaman penghalang (barrier) misalnya jagung (5 – 6 baris) dengan jarak
tanam rapat 15
– 20 cm untuk mencegah masuknya Thrips ke lahan pertanaman. Tanaman border
lainnya antara lain tagetes, orok – orok, dan kacang panjang,
- Populasi hama biasanya meningkat pada musim kemarau pada kondisi cuaca kering.
Thrips tidak menyukai kondisi lingkungan yang lembab. Pengairan yang cukup
merupakan salah satu cara pengendalian yang tepat untuk Thrips. Misalnya
mempertahankan permukaan air diparit pada ketinggian 15 – 20 cm dari permukaan
bedengan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang lembab disekitar tanaman.

c. Biologi
- Pemanfaatan musuh alami trips seperti predator Coccinella sp., Chellomenes
sexmaculatus, Maculate Scymnuslatermaculatus, Amblyseius cucumeris, Orius
insidiosus, Lycosa sp. dan patogen serangga Beauveria bassiana, Aspergillus sp, 
Entomophthora sp.,  Metarhizium anisopliae, Paecilomyces sp., Verticillium lecanii. 
d. Pengendalian kimia
- Jika saat pengamatan ditemukan 0,7 ekor kutu daun /tanaman contoh ( 7 ekor
nimfa/10 daun contoh) atau persentase kerusakan oleh serangan hama pengisap telah
mencapai 15% per tanaman contoh dianjurkan menggunakan pestisida kimia sintetik
yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian, misalnya yang berbahan aktif
kartap hidroklorida.
d. Orong – orong atau Anjing Tanah (Gryllotalpa africana Pal.) (Ordo :
Orthoptera; Famili : Gryllotalpidae)
Morfologi/Bioekologi : Orong – orong tinggal dibawah permukaan tanah.
Imago menyerupai jengkrik, panjang kira – kira 3 cm, dan berwarna merah tua.
Mempunyai sepasang kaki depan yang kuat untuk melindungi diri, dan terbang pada
malam hari.
Telur berwarna putih kekuning – kuningan, diletakkan pada sel – sel keras
yang dibuat dari tanah. Didalam satu sel terdapat 30 – 50 butir telur. Nimfa seperti
serangga dewasa, tetapi ukurannya lebih kecil. Sifatnya sangat polifag, mamakan
akar, umbi, tanaman muda dan serangga kecil seperti kutu daun. Lamanya daur hidup
3 – 4 bulan.
Gejala Serangan : Hama ini umumnya banyak dijumpai menyerang tanaman
bawang merah pada fase penanaman ke dua atau sekitar umur tanaman kira – kira 1 –
2 minggu setelah tanam. Serangan ditandai dengan layunya tanaman, karena akar
tanaman rusak, bahkan pada umbi kadang terdapat lubang dengan bentuk yang tidak
beraturan.
Inang Lain : Inang lain pada tanaman sayuran selain bawang antara lain pada
cabai, kentang, kubis, Tanaman lain selain sayuran diantaranya adalah gandum, padi,
rami, dan tembakau.
Pencaran : Di dunia hama ini dilaporkan telah ada di Eropa, Asia, Afrika,
Amerika Selatan, Amerika Utara dan Oceania. Di Indonesia hama ini terdapat di
seluruh wilayah seperti di pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
Pengendalian
a. Kultur Teknis
- Penggunaan pupuk kandang yang matang dapat mengurangi serangan Gryllotalpa
sp.
- Menjaga kebersihan kebun (sanitasi) dapatmengurangi serangan Gryllotalpa sp.
b. Fisik/Mekanik
- Pemasangan umpan beracun yang terdiri dari 10 kg dedak dicampur dengan 100 ml
insektisida yang dianjurkan kemudian campuran tersebut diaduk secara merata dan
disebar diatasbedengan pertanaman pada senja hari
c. Biologi
- Pemanfaatan musuh alami seperti predator Chlaenius, Labidura riparia, parasitoid
Neothrombium gryllotalpae  ,  dan patogen serangga Beauveria
bassiana, Paecilomyces sp. 
d. Pengendalian kimia
- Aplikasi pestisida kimia sintetik yang terdaftar dan diizinkan oleh Menteri Pertanian
apabila pengendalian lain tidak mengurangi intensitas serangan hama, misalnya yang
berbahan aktif Fibronil.
2. Penyakit Bawang Daun dan Bawang Merah
a. Penyakit Becak Ungu (Alternaria porri Ell)
Gejala : gejala pertama adalah terjadinya becak kecil, melekuk, berwarna
putih sampai kelabu. Jika membesar, bercak tampak bercincin, dan berwarnanya agak
keunguan. Tepinya agak kemerahan atau keunguan dan dikelilingim oleh zone
berwarna kuning, yang dapat meluas agak jaud di atas atau di bawah becak. Infeksi
pada umbi lapis terjadi pada saat panen atau sesudahnya. Umbi yang membusuk
tampak agak berair.
Daur penyakit : patogen bertahan dari musim ke musim pada sisa-sisa
tanaman dan sebagai konodium. Di lapang jamur membentuk konidium pada malam
hari. Konidium disevarkan oleh angin. Infeksi terjadi melalui mulut kulit dan melalui
luka-luka.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ini adalah tanaman yang baik
pertumbuhannya karena di pupuk secara seimbang dan dapat penyiraman yang cukup
kurang mendapat gangguan penyakit. Demikian juga tanaman bawang semusim
kemarau (Anon, 1984). Menurut Suhardi (1988) terdapat tanda-tanda bahwa
pemupukan dengan urea pada musim hujan akan meningkatkan serangan Alternaria
porri.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara menanam bawang
dilahan yang mempunyai drainase baik. Menggunakan fungisida seperti tembaga,
ferbam, zineb, dan nabam yang di tambah sulfat seng. Fungisida perlu ditambah
perata agar dapat membasmi daun bawang yang berlilin. Anon (1984) menganjurkan
pemakaian antracol 70 WP dan Dithane M-45.
b. Bercak Daun ( Cercospora duddiae Wells)
Gejala mula-mula terjadi bercak klorosis, bulat, berwarna kuning, dengan
garis tengah 3 – 5 mm. Bercak paling banyak terdapat pada ujung sebelum luar daun.
Becak-becak sering bersatu pada ujung daun yang pada sebelah pangkalnya terdapat
banyak becak yang terpisah, sehingga daun tampak belang. Ujung mengering dan
menjadi coklat kelabu. Becak-becak yang terpisah mempunyai pusat berwarna coklat
yang terdiri dari jaringan mati. Pada waktu lembab di bagian daun yang mati terdapat
bintik-bintik yang terdiri dari berkas konidiofor dengan konidium jamur.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara menanam bawang
dilahan yang mempunyai drainase baik. Menggunakan fungisida seperti tembaga,
ferbam, zineb, dan nabam yang di tambah sulfat seng. Fungisida perlu ditambah
perata agar dapat membasmi daun bawang yang berlilin. Anon (1984) menganjurkan
pemakaian antracol 70 WP dan Dithane M-45.
c. Busuk Daun (Peronospora destructor Berk)
Gejala pada saat tanaman mulai membentuk umbi lapis di dekat ujung daun
timbul becak hijau pucat . Pada waktu cuaca lembab pada permukaan daun
berkembang kapang (mould) yang berwarna putih lembayung atau ungu. Daun segera
menguning, layu dan mengering. Daun mati yang berwarna putih oleh kapang hitam.
Penyakit dapat berkembang pada musim hujan bila udara sangat lembab dan
suhu matahri rendah.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pemakaian bibit yang sehat, jika
penyakit banyak timbul setelah panen daun-daun dibakar dan tanaman disemprot
dengan fungisida.

G. TERUNG, MENTIMUN, dan BAYAM


1. Hama Tanaman Terung, Mentimun, dan Bayam
a. Ulat grayak (Spodoptera litura F) (Lepidoptera : Noctuidae)
Distribusi : Kosmopolit, Asia, Australia, Kep. Pasifik Tanaman Inang :
polipag, solanaceae, brassicaceae, jagung, padi, kedelai, bayam, kacang tanah, gulma
Perkembangan : Holometabola (telur, larva, pupa, imago).
Gejala Serangan : Hama ini menyerang pada fase larva, secara berkelompok.
Larva instar I dan II memakan epidermis daun bagian bawah, sehingga tampak
transparan. Larva tua akan memakan helaian daun sehingga tinggal tulang-tulang
daun saja. Daun yg terserang menjadi sobek, terpotong atau bolong. Serangan berat
dapat mengakibatkan tanaman menjadi gundul. Disamping itu, larva juga memakan
bunga dan polong muda. Kehilangan hasil dapat mencapai 85%.
Telur : Diletakkan secara berkelompok, pada bagian permukaan bawah daun
dan ditutupi oleh bulu-bulu halus,satu kel. Telur berisi rata-rata 350 butir. Telur
berbentuk lonjong atau bulat diameter 0.5 mm, berwarna coklat kekuningan sampai
krem. Masa telur 3-5 hari. Satu ekor imago betina mampu meletakkan telur sampai
2000-3000 butir
Larva : Larva terdiri dari 5-6 instar. Larva instar akhir dapat mencapai 5 cm.
Masa larva sekitar 20 hari. Apabila diganggu akan menggulung. Larva muda
berwarna kehijauan dan mempunyai bintik-bintik hitam. Larva tua berwarna abu-abu
gelap atau coklat. Pada ruas abdomen I terdapat garis hitam melingkar. Pada bagian
dorsal terdapat garis kuning dan bulatan hitam.
Pupa : Terbentuk di dalam tanah pada kedalaman 7-8 cm dari permukaan
tanah, berwarna coklat kemerah-merahan/coklat tua. Masa pupa 8-11 hari. Imago :
Berwarna agak gelap dengan garis putih pada sayap depan, nokturnal. Ukuran14-17
mm. Lama hidup imago 6-10 hari. Siklus hidup : 32 hari

Gambar : Telur S. litura

Gambar : Larva S. litura


Gambar : Pupa S. litura

Gambar : Imago jantan (kiri) lebih kecil dari imago betina (kanan)

Pengendalian :

1. Secara kultur teknis : Mengumpulkan kel. Telur dan larva, tanaman campuran
dengan akar tuba, bawang putih
2. Secara hayati : parasitoid telur (Telenomus spodopterae), Virus (Nuclear
polyhedrosis virus), nematoda

3. Insektisida botani Insektisida sintetis.

b. Kutu daun (Aphis gossypii Glover) (Homoptera : Aphididae) Cotton


aphid, melon aphid
Distribusi : Kosmopolit. Tanaman inang : polifag , asparagus, alpukat, pisang,
mentimun, terung, Hibiscus, kapas, papaya, cabai, kentang, bayam,tomat, semangka
dll . Perkembangan : Partenogenesis.
Gejala serangan : Serangan berat biasanya terjadi pada musim kemarau.
Bagian tanaman yang diserang oleh nimfa dan imago biasanya pucuk tanaman dan
daun muda. Daun yang diserang akan mengkerut, pucuk mengeriting dan melingkar
shg pertumbuhan tanaman terhambat atau tanaman kerdil. Hama ini juga
mengeluarkan cairan manis seperti madu shg menarik datangnya semut dan cendawan
jelaga berwarna hitam. Adanya cendawan pada buah dapat menurunkan kualitas
buah.
Aphid juga dapat berperan sebagai vektor virus penyakit tanaman (50 jenis
virus) sep. Papaya Ringspot Virus, Watermelon Mosaic Virus , Cucumber Mosaic
Virus (CMV).
Berbentuk seperti pear, warnanya bervariasi dari hijau muda sampai hitam,
kuning. Mempunyai kornikel pada bagian ujung abdomen. Imago dapat hidup selama
28 hari. Satu ekor imago betina dapat menghasilkan 2-35 nimfa/hari. Siklus hidup
dari nimfa sampai imago 5-7 hari. Selama satu tahun dapat menghasilkan 16-47
generasi
Pengendalian :
1. Parasitoid Aphelinus gossypi (Timberlake), Lysiphlebus testaceipes (Cresson).
2. Predator: Coccinella transversalis
3. Cendawan entomopatogen : Neozygites fresenii
4. Insektisida
c. Kutu daun persik Green Peach Aphid (Myzus persicae Sulzer)
(Homoptera: Aphididae)

Distribusi : Kosmopolit. Tanaman inang : polifag, lebih dari 400 sp tan dari 40
famili, tomat, kentang, tembakau, kubis, cabai, terung, semangka, ubi jalar dll.
Perkembangan : Partenogenesis, seksual (telur, nimfa dan imago).

Gejala Secara langsung, kutu daun ini mengisap cairan tanaman.  Akibatnya,
daun yang terserang keriput, berwarna kekuningan, terpuntir dan pertumbuhan
tanaman terhambat (kerdil), sehingga tanaman menjadi layu dan mati.

Gejala Secara tidak langsung, kutu daun berperan sebagai penyebar (vektor)
penyakit virus.  Tanaman yang terserang penyakit virus akan menjadi kerdil, daun
berukuran kecil dan pertumbuhannya terhambat.Dampak langsung serangan hama ini
adalah tanaman menjadi keriput, tumbuh kerdil, warna daun kekuningan, terpuntir,
layu lalu mati. Secara tidak langsung, kutu ini merupakan vektor lebih dari 150 strain
virus terutama penyakit virus CMV, PVY. Kutu ini biasanya hidup berkelompok dan
berada di bawah permukaan daun, menghisap cairan daun muda dan bagian tanaman
yang masih muda (pucuk). Eksudat/cairan yang dikeluarkan kutu ini mengandung
madu sehingga mendorong tumbuhnya cendawan embun jelaga pada daun yang dapat
menghambat proses fotosintesa.

Nimfa dan imago mempunyai antena yang relatif panjang/sama panjang


dengan tubuhnya. Nimfa dan imago mempunyai sepasang tonjolan pada ujung
abdomen yang disebut kornikel. Ujung kornikel berwarna hitam. Imago yang
bersayap warna sayapnya hitam, ukuran tubuh 2 - 2,5 mm, nimfa kerdil dan umumnya
berwarna kemerahan. Nimfa dan Imago yang tidak bersayap tubuhnya berwarna
merah atau kuning atau hijau berukuran tubuh 1,8 - 2,3 mm. Umumnya warna tubuh
imago dan nimfa sama, kepala dan dadanya berwarna coklat sampai hitam, perut
berwarna hijau kekuningan. Siklus hidup 7 - 10 hari.

Temperatur mempengaruhi reproduksi ( > 25 - < 28,5 °C mengurangi umur


imago dan jumlah keturunan, > 28,5 OC reproduksi terhenti). Berkembang biak secara
partenogenesis. Seekor kutu menghasilkan keturunan 50 ekor. Lama hidup kutu
dewasa dapat mencapai 2 bulan.

Pengendalian :

1. Parasitoid Aphelinus asychis, Aphidius rosae, Diaeretiella rapae


2. Predator: Coccinella transversalis

3. Cendawan entomopatogen : Erynia neoaphidis

4. Insektisida

d. Ulat buah Gram pod borrer (Helicoverpa armigera Hubner)


(Lepidoptera : Noctuidae)

Distribusi : Kosmopolit. Tanaman inang : polifag, tomat, cabai, tembakau,


kedelai, jagung. Perkembangan : Holometabola (telur, larva, pupa, imago).

Gejala serangan : Pada daun, daun berlubang-lubang tak beraturan.  pada


serangan yang berat daun akan habis dan tanaman menjadi gundul.  Pada buah, buah
berlubang dan akhirnya akan membusuk bila terjadi infeksi sekunder kemudian
rontok.

Telurnya berwarna putih kekuningan dan imago biasanya bertelur pada senja
hari.  Telur biasanya diletakkan secara tunggal pada bungan dan akan berubah warna
menjadi merah tua atau kecoklatan setelah 24 jam, yang selanjutnya akan menetas
dalam waktu kira-kira 3-5 hari.  Satu ekor imago mampu bertelur 1000 butir.

Ukuran larva stadia akhir berkisar antara 2-4 cm dengan warna bervariasi
mulai dari hijau, cokelat kemerahan ataupun cokelat kehitaman.  Larva merusak daun,
bunga dan buah, bersifat kanibal, masa larva 16-25 hari. Pupa terbentuk di dalam
tanah, masa pupa 17 hari. Imago : berukuran sedang, pj rentang sayap 30-40 mm,
berwarna coklat, pada bgn tengah sayap terdapat bintik berwarna coklat tua. Siklus
hidup : 35 hari.

Pengendalian :

1. Parasit telur : Trichogramma nana


2. Patogen : NPV, Metarhizium

3. Tanaman perangkap

4. Pengolahan tanah

5. Insektisida

e. Lalat Buah (Bactrocera sp.) (Diptera:Tephritidae)

Distribusi : Selain di Indonesia hama ini tersebar di Asia, Pasifik, Afrika


umumnya di daerah tropis dan subtropis. Tanaman inang : polifag, tomat, cabai,
Semua tanaman buah-buahan dan sayuran buah antara lain mangga, kopi, pisang,
jambu, cengkeh, belimbing, sawo, jeruk, ketimun, dan nangka.Perkembangan :
Holometabola (telur, larva, pupa, imago).

Gejala serangan Buah yang terserang ditandai oleh lubang titik hitam pada
bagian pangkalnya, tempat serangga dewasa memasukkan telur. Umumnya telur
diletakkan pada buah yang agak tersembunyi dan tidak terkena sinar matahari
langsung, pada buah yang agak lunak dengan permukaan agak kasar. Larva membuat
saluran di dalam buah dengan memakan daging buah serta menghisap cairan buah dan
dapat menyebabkan terjadi infeksi oleh OPT lain, buah menjadi busuk dan biasanya
jatuh ke tanah sebelum larva berubah menjadi pupa. Serangga dewasa mirip lalat
rumah, panjang sekitar 6 - 8 mm dan lebar 3 mm. Torak berwarna oranye, merah
kecoklatan, coklat atau hitam biasanya pada B. dorsalis terdapat 2 garis membujur
dan sepasang sayap transparan. Pada abdomen terdapat 2 pita melintang dan satu pita
membujur warna hitam atau bentuk buruf T yang kadang-kadang tidak jelas. Pada
lalat betina ujung abdomen lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur
(ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah sedangkan lalat jantan
abdomen lebih bulat. Telur berwarna putih berbentuk bulat panjang yang diletakkan
secara berkelompok 2-15 butir di dalam buah.

Larva terdiri atas 3 instar berbentuk belatung/bulat panjang dengan salah satu
ujungnya (kepala) runcing dengan 2 bintik hitam yang jelas merupakan alat kait
mulut, mempunyai 3 ruas torak, 8 ruas abdomen, berwarna putih susu atau putih
keruh atau putih kekuningan, larva menetas di dalam buah cabai.

Pupa, berada di permukaan tanah berwarna kecoklat-coklatan dan berbentuk


oval dengan panjang sekitar 5 mm. Siklus hidup di daerah tropis sekitar 25 hari.
Serangga betina dapat meletakkan telur 1 - 40 butir/buah/hari dan dari satu ekor
betina dapat menghasilkan telur 1.200 – 1.500 butir. Stadium telur 2 hari, larva 6 - 9
hari. Larva instar 3 dapat mencapai panjang sekitar 7 mm, akan membuat lubang
keluar untuk meloncat dan melenting dari buah masuk ke dalam tanah dan menjadi
pupa di dalam tanah. Pupa berumur 4 - 10 hari dan menjadi serangga dewasa.

Pengendalian :

1. Rotasi tanaman
2. Pembungkusan buah

3. Feromon : Metil eugenol

4. Serangga jantan mandul

5. Hayati : parasitoid, patogen


6. Pestisida

f. Thrips parvispinus Karny.(Thrips) (Famili : Thripidae, Ordo :


Thysanoptera)

Distribusi : Hama ini bersifat kosmopolit tersebar luas di Indonesia dan


Thailand. Di Indonesia propinsi yang melaporkan adanya serangan hama ini yaitu
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa
Barat, DI Yogyakarta dan Jawa Timur.

Tanaman inang : Hama ini bersifat polifag dengan tanaman inang utama selain
cabai yaitu bawang merah, bawang daun dan jenis bawang lainnya dan tomat.
Tanaman inang lain yaitu tembakau, kopi, ubi jalar, waluh, bayam, kentang,
kapas, tanaman dari famili crusiferae, crotalaria dan kacang-kacangan tetapi tidak
dijumpai pada gulma.

Gejala langsung serangan : pada permukaan bawah daun berwarna keperak-


perakan, daun mengeriting atau keriput. Hama menyerang dengan menghisap
cairan permukaan bawah daun dan atau bunga ditandai oleh bercak-bercak
putih/keperak-perakan. Daun akan berubah warna menjadi coklat,
mengeriting/keriput dan mati. Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas
menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan
tanaman terhambat, kerdil bahkan pucuk mati. Mula-mula daun yang terserang
memperlihatkan gejala noda keperakan yang tidak beraturan, akibat adanya luka
dari cara makan serangga tersebut.  Setelah beberapa waktu, noda keperakan
tersebut berubah menjadi cokelat tembaga.  Daun-daun mengeriting keatas.

Secara tidak langsung: trips merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus
keriting.

Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat
kehitam-hitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak kehitaman, berbercak-
bercak merah atau bergaris-garis. Imago betina mempunyai 2 pasang sayap yang
halus dan berumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim kemarau populasi
lebih tinggi dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga
dewasa dapat mencapai 20 hari.

Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata-rata 80 butir per induk, diletakkan di


permukaan bawah daun atau di dalam jaringan tanaman secara terpencar, akan
menetas setelah 3 – 8 hari.

Nimfa berwarna pucat, keputihan/kekuningan, instar 1 dan 2 aktif dan tidak


bersayap. Nimfa yang tidak aktif berada di permukaan tanah. Pupa terbungkus
kokon, terdapat di permukaan bawah daun dan di permukaan tanah sekitar
tanaman. Perkembangan pupa menjadi trips muda meningkat pada kelembaban
relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur hidup sekitar 20 hari, di dataran rendah
7 – 12 hari.  Hidup berkelompok.

Pengendalian :

1. Sanitasi
2. Rotasi tanaman

3. Membuang sisa tanaman yang terserang

4. Parasitoid

5. Insektisida

2. Penyakit Tanaman Terung, Mentimun dan Bayam

a. Busuk buah (Pythphtora spp)

Gejala pada buah terung mula-mula terjadi bercak kebasahan yang bergaris
tengah lebih kurang 0,5 cm. Becak meluas dengan cepat ke arah sumbu panjang,
sehingga becak bentuknya memanjang. Pada jenis berbuah bulat dan warnanya
ungu becak tetap berbentuk bulat dan berwarna gelap. Bagian dalam buah berubah
warnanya, kebasah-basahan, dan berbatas coklat tidak teratur. Akhirnya buah
terlepas dari kelopaknya dan menjadi busuk sama sekali.

Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara menanam terung


dengan jarak tanam yang cukup, membersihkan gulma dan memelihara drainase,
buah-buah yang sakit dipetik dan dipendam, dan jika perlu tanaman disemprot
dengan fungisida tembaga atau karbamat misalnya M-45.

b. Mosaik

Virus mosaik ketimun dapat ditularkan secara mekanis dengan gosokan,


maupun oleh kutu daun. Para pekerja yang mengangani semai-semai dapat
menularkan virus ke banyak tanaman. Virus juga mungkin terdapat di dalam
banyak tumbuha, termasuk gulma di sekeliling pertanaman terung. Pengendalian
yang dapat dilakukan dengan cara memberantas gulma khususnya yang termasuk
famili terung-terungan, menangani semai-semai dengan hati-hati sebelumnya
dicuci dengan sabun atau deterjen dan tanaman yang bergejala segera di cabut

c. Antraknosa terung

Penyakit ini disebabkan oleh Gloeosporium melongena Ell. Gejala pada buah
becak-becak melekuku, bulat, yang dapat bersatu menjadi becak besar yang tidak
teratur. Becak berwarna coklat dengan titik-titik hitam yang terdiri dari aservulus
jamur.

c. Busuk Daun (Pseudoperonospora cubensis Berk)

Gejala pada permukaan atas daun terdapat becak-becak kuning, sering agak
bersudut karena terbatas oleh tulang-tulang daun. Pada cuaca lembab pada sisi
bawah becak terdapat kapang seperti bulu yang warnanya keunguan. Pada daun
ketimun yang sakit dapat mati.
Daur penyakit : penyakit ini tidak dapat hidup sebagai saprofit pada sisa-sisa
tanaman, dan jamur tidak mempertahankan dari musim ke musim pada tanaman
mentimun. Spora dipencarkan oleh angin. Infeksi terjadi melalui mulut kulit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ini di bantu oleh kelembaban, dan


akan berkembang hebat jika terdapat banyak kabut dan embun. Infeksi hanya
terjadi kalaukelembaban udara 100 %, suhu 10 – 28 C, dengan suhu optimum 16 –
22 C.

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara pembongkaran apabila terdapat


tanaman terserang berat kemudian di bakar atau dipendam. Sisa-sisa tanaman
lama dibersihkan. Mengurangi kelembaban dalam pertanaman dengan cara
mengatur jarak tanam dan drainase yang baik. Dan dapat dilakukan dengan
penyemprotan fungisida nabam, zineb, atau maneb.

d. Penyakit tepung (Erysiphi cichoracearum DC)

Gejala pada permukaan daun dan batang muda terdapat lapisan putih
betepung, yang terdiri dari miselium, konidiofor, dan konidiofor jamur penyebab
penyakit. Becak kemudian menjadi kuning dan akhirnya mengering.

Pada penyakit berat daun dan batang muda dapat mati. Jika semua daun pada
tanaman yang bersangkutan terinfeksi sehingga tanaman menjadi lemah,
pertumbuhannya terhambat dan buahnya dapat terbakar, atau masak sebelum
waktunya.

Daur penyakit : penyakit ini dapat mempertahankan diri dari musim kemusim
pada tanaman-tanaman hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit ini
pada konidium jamur tepung ini dapat berkecambah dan mengadakan infeksi
tanpa adanya tetes air, dengan kelembaban udara sedikit di bawah 100 %. Lapisan
jamur putih mulai kelihatan setelah 8 – 10 hari.

Pengendalian dapat dilakukan dengan cara tanaman yang keras dipendam dan
dicabut, memberantas gulma yang dapat menjadi tumbuhan inang jamur tepung,
antara lain yang termasuk famili labu-labuan dan terungan.Penyakit tepung dapat
dikendalikan dengan penyemprotan karathane.
DAFTAR PUSTAKA

Devisi Pengembangan produksi pertanian. 1973. Pedoman Bercocok Tanam Palawija.


Departemen Pertanian. Jakarta.

 http://images.google.co.id/images?
hl=id&um=1&ei=NaraSvavC5KA7QPR6b2aBg&sa=X&oi=spell&resnum=1&ct
=result&cd=1&q=Tungro&spell=1&start=0

http://images.google.co.id/images?hl=id&source=hp&q=nymphula
%20depunctalis&um=1&ie=UTF-8&sa=N&tab=wi

http://images.google.co.id/images?
hl=id&um=1&sa=1&q=Nephotettix+apicalis&btnG=Telusuri+gambar&aq=f&oq
=&start=0

http://aceh1234567890.wordpress.com/bahan-btp3-hama-dan-penyakit-pada-
tanaman-kedelai/http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/leaflet/opt.pdf

http://www.tanindo.com/abdi13/hal2401.htm.
Kartasapoetra, AG. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara.
Jakarta

Rismunandar. 2003.Penyakit Tanaman Pangan dan Pembasmiannya. Sinar Baru


Algensindo. Bandung

Semangun, Haryono. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan Indonesia. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta.

Tjoe Tjien Mo. 1953. Pemberantasan Hama Padi di Sawah dan Gudang.

BAHAN KULIAH KLINIK TANAMAN

”ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN ”

Disusun Oleh :

Yandri Eldriadi (06 116 042)


FAKULTAS PERTANIAN

ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2009

You might also like