You are on page 1of 8

Pembelajaran Pertidaksamaan Satu Variabel pada Kelas 7

di SMP Negeri 3 Pati Pendekatan Teori Dienes

Oleh
Eny Susiana


1. Latar Belakang Masalah di Sekolah


Tulisan ini akan dimulai dengan kegiatan mengilas-balik,
merefleksi, atau merenungkan kembali hal-hal yang sudah dilakukan
para guru matematika di SMP Negeri 3 Pati termasuk saya selama
bertahun-tahun di kelasnya masing-masing. Misalkan saja Anda,
seorang guru SMP akan membimbing para siswa SMP yang sedang
mempelajari topik pertidaksamaan satu variable, bagaimanakah cara
anda melaksanakan tugas tersebut? Langkah-langkah apa yang Anda
lakukan agar para siswa dapat memahami opik tersebut dengan
mudah? Dan kemungkinan yang sering terjadi selama ini adalah
menerangkan, menceramahi, atau menjelaskan bahwa untuk
menentukan hasil suatu pertidaksamaan.
Pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih
berada pada pendidikan matematika konvensional yang banyak
ditandai oleh ‘strukturalistik’ dan ‘mekanistik’. Di samping itu,
kurikulumnya terlalu sarat dan kelasnya didominasi pelajaran yang
berpusat pada guru. Seperti sebagian besar dari kita cenderung untuk
menggunakan strategi pembelajaran tradisional yang dikenal dengan
beberapa istilah seperti: pembelajaran terpusat pada guru (teacher
centred approach), pembelajaran langsung (direct instruction),
pembelajaran deduktif (deductive teaching), ceramah (expository
teaching), maupun whole class instruction.
Pada dasarnya, tugas utama seorang guru matematika adalah
membantu siswanya mendapatkan informasi, ide-ide, keterampilan-
keterampilan, nilai-nilai, dan cara-cara berpikir serta cara-cara
mengemukakan pendapat. Namun tugas yang paling utama dari para
guru matematika adalah membimbing para siswa tentang bagaimana
belajar yang sesungguhnya serta bagaimana belajar memecahkan
masalah sehingga hal-hal tersebut dapat digunakan di masa depan
mereka, di saat mereka sudah meninggalkan bangku sekolah lalu
terjun ke lapangan-lapangan kerja yang sesuai.
Pertanyaan yang dapat diajukan adalah apakah yang sudah kita
lakukan selama proses pembelajaran di kelas telah sesuai dengan
yang dibutuhkan mereka? Karena tujuan jangka panjang pembelajaran
matematika adalah untuk meningkatkan kemampuan para siswa agar
mereka mampu mengembangkan diri mereka sendiri dan mampu
memecahkan masalah yang muncul, untuk itu, di samping dibekali
dengan pengetahuan dan keterampilan matematis, mereka sudah
seharusnya dibekali juga dengan kemampuan untuk belajar mandiri
dan belajar memecahkan masalah.

2. Aljabar untuk Siswa Kelas VII


Aljabar merupakan bahasa simbol dan relasi. Karena bahasa
aljabar menggunakan simbol yang bukan hanya angka melainkan juga
huruf, maka bentuk aljabar yang mulai dipelajari di kelas I SMP,
peralihan dari hanya angka ke angka dan huruf, sungguh merupakan
bagian yang sangat perlu dipahami siswa. Dengan kata lain,
pembelajaran bentuk aljabar yang diawali dengan pengenalan variabel
perlu memperoleh perhatian.
Kompetensi siswa dalam memahami, kemudian menyusun
bentuk aljabar dan selanjutnya merelasikan bentuk aljabar yang
tersusun menjadi kalimat atau model matematika, merupakan
prasyarat siswa untuk mampu atau kompeten dalam menyelesaikan
masalah verbal baik yang menyangkut pertidaksamaan dan
pengembangannya. Kemampuan dasar ini perlu mendapatkan
perhatian atau penanganan sebelum masuk ke pertidaksamaan dalam
aljabar. Kemampuan dasar itu dapat digali dari pengalaman belajar
siswa.
Pengubahan dari soal cerita atau masalah verbal ke kalimat
terbuka inilah yang kiranya menjadi salah satu kesulitan siswa.
Kesulitannya tidak hanya dalam masalah kebahasaan yang
menyangkut interpretasi suatu kalimat, namun juga kesulitan dalam
penuangannya ke dalam bentuk simbol yang memiliki makna terkait
dengan suatu masalah. Pengubahan ke simbol dan rangkaian simbol
yang diantaranya merupakan bentuk aljabar, sebagai suatu ungkapan
matematis dari suatu pernyataan keseharian, dan sebaliknya dari
ungkapan matematis ke bahasa sehari-hari kurang dikuasai siswa
karena latihan transformasi dari bentuk satu ke bentuk lain tersebut
kurang. Banyak siswa masih ”rancu” dengan menganggap huruf yang
merepresentasikan bilangan dipandang sebagai huruf yang
merepresentasikan objek atau benda, di samping sering memandang
huruf sebagai representasi satu macam bilangan.
Kesulitan awal tersebut diantaranya terkait dengan strategi
pembelajaran yang dikembangkan atau teknik untuk memberikan
landasan bagaimana menyelesaikan pertidaksamaan satu variable
terkait dengan pembuktian kebenaran sifat “pertidaksamaan berubah
tanda jika kedua ruas dikalikan dengan bilangan negative yang sama”.

3. Permasalahan
Bagaimanakah pembelajaran pertidaksamaan untuk kelas 7
semester 1 di SMP Negeri 3 Pati berkaitan dengan pembuktian
kebenaran sifat ”pertidaksamaan berubah tandanya jika kedua ruas
dikalikan dengan bilangan negatif yang sama”?
4. Pembahasan
4.1.Teori Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang
memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap
siswa-siswa. Dasar teorinya bertumpu pada Piaget, dan
pengembangannya diorientasikan pada siswa-siswa, sedemikian
rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi
siswa yang mempelajarinya. Paham yang mereka anut adalah
paham konstuktif. Konstruktivis pengetahuan merupakan
konstruksi dari orang yang mengenal sesuatu. Pengetahuan tidak
bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang
mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana
terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu
keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau
pengetahuan secara aktif dan terus-menerus.
Prinsip-prinsip kontruktivisme banyak digunakan dalam
pembelajaran sains dan matematika. Prinsip-prinsip yang diambil
adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara
personal maupun sosial, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri
untuk menalar, (3) murid aktif mengkonstruksi terus-menerus,
sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang
lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah, (4) guru
sekadar membantu penyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi siswa berjalan mulus. Menurut filsafat konstruktivis
berpikir yang baik adalah lebih penting daripada mempunyai
jawaban yang benar atas suatu persoalan yang dipelajari.
Seseorang yang mempunyai cara berpikir yang baik, dalam arti
bahwa cara berpikirnya dapat digunakan untuk menghadapi
fenomena baru, akan dapat menemukan pemecahan dalam
menghadapi persoalan lain.
Salah satu tahapan pembelajaran yang dikemukakan Dienes
adalah permainan dengan formalisasi (Formalization). Formalisasi
merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini
siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan
kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai
contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur
matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema
dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik
telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti
aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan
aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut. Pada tahap
formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai
pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman
konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan
bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup,
komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai
elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.

4.2.Pembelajaran Pertidaksamaan satu variabel


Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat
dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan
hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan
mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur.
Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-
tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam
bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini
mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam
bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan
baik dalam pengajaran matematika.
Dalam pembelajaran aljabar khususnya membuktikan kebenaran
sifat ”pertidaksamaan berubah tandanya jika kedua ruas dikalikan
dengan bilangan negatif yang sama” dilakukan dengan cara yang
konkret dahulu sebelum melakukan pembuktian secara deduktif.
Hal ini dilakukan dengan sesuatu yang menyenangkan dan
membuat siswa merasa bahwa mereka bermain. Dan dalam
permainan yang mereka lakukan sebenarnya mereka belajar.

Pembuktian secara deduktif


Dasar yang digunakan adalah sifat-sifat yang
mendahuluinya, yaitu:
(1) pengertian: bilangan positif merupakan bilangan yang lebih
dari 0 (nol) dan
(2) hasil perkalian dua bilangan positif adalah bilangan positif.
Perhatikan bukti yang menunjukkan bahwa, jika diketahui x > y
dan n sebuah bilangan negatif, maka nx < ny.
Diketahui: x > y dan n < 0
Buktikan: nx < ny
Bukti: x > y berarti x – y > 0 arti x > y
↔ (x – y) .(–n) > 0 perkalian dengan bilangan positif
↔ – nx + ny > 0 sifat distributif
↔ –(– nx + ny) < 0 invers aditif (lawan bilangan positif,
baris sebelumnya, adalah negatif)
↔ nx – ny < 0 lawan dari –nx ditambah lawan dari ny
baca: nx – ny negatif
↔ nx < ny arti bilangan negatif, atau:
pengurangan menghasilkan bilangan
negatif jika bilangan yang dikurangi
kurang dari bilangan pengurangnya.
Menunjukkan sifat dengan kegiatan siswa
Berikut ini alternatif pembelajaran sebelum pembuktian deduktif,
dengan menunjukkan sifat yang dimaksud, khususnya
menyangkut ketidaksamaan yang selanjutnya akan berlaku untuk
pertidaksamaan.
(1) Siswa membuat kelompok yang terdiri dari 4 orang.
(2) Guru memberikan kata kunci dalam materi ini.
(3) Beberapa siswa memilih dan menyebutkan bilangan pilihannya
(yang tidak sama), kemudian menuliskan pilihannya masing-
masing.
(4) Menuliskan bilangan pilihan teman dalam 1 group di sebelah
kanan bilangan lainnya, kemudian memberi tanda
ketidaksamaan ”>” atau ”<” antara kedua bilangan pilihan.
(5) Mengalikan pilihan bilangannya dengan sebuah bilangan negatif
yang sama dan menentukan hasilnya, misal, ”Kita kalikan
dengan –5”. Seorang siswa menyebutkan hasilnya dan
menuliskannya di bawah pilihan bilangan semula. Demikian
juga untuk bilangan kedua. Hasil temannya dituliskan disebelah
kanan hasilnya sendiri, kemudian menuliskan tanda
ketidaksamaan ”>” atau ”<” antara kedua bilangan hasil.
(6) Salah 1 siswa membacakan membaca hasil, ”Dari semula ....
(relasi awal) setelah kedua ruas dikalikan –5 hasilnya .... (relasi
hasilnya)”.
(7) Kegiatan (1) sampai (5) dilakukan untuk 3 atau lebih bilangan
pilihan berbeda. Setiap kelompok mendiskusikan kesimpulan
mereka.
(8) Setelah itu lakukan diskusi kelas! Beberapa pasang siswa
diminta melaporkan satu dari hasil kerja mereka untuk
mendapatkan sifat umum pertidaksamaan dari hasil
ketidaksamaan mereka.
(untuk mempermudah proses pembelajaran guru dapat
menggunakan lembar kegiatan siswa)

Referensi
Al Krismanto (2009), Pembelajaran Aljabar di Kelas VII, Yogyakarta,
PPPPTK Matematika: Departemen Pendidikan Nasional

Fadjar Shadiq, - , Implikasi kontruktivisme dalam Pembelajaran


matematika SD, -

Nurhadi (2002), Pendekatan Kontektual (Contextual Teaching and


Learning (CTL)), Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Nyimas Aisyah, Pembelajaran Matematika SD, Bahan Ajar Pendidikan


Jarak Jauh, Jakarta: Universitas Terbuka

Sutarto Hadi (2003), Paradigma Baru Pendidikan Matematika, Makalah


disajikan dalam Forum Komunikasi Sekolah Inovasi 30 April 2003.
Kalimantan Selatan : FKIP Universitas Lambung Mangkurat.

---, Brief notes on Zoltan Dienes' six-stage theory of learning


mathematics. http://www.zoltandienes.com/sixstages.html

----, (2007), Mathematics Worksheet Year 7, Jakarta: Department of


National Education (e-Book)

You might also like