Professional Documents
Culture Documents
Berita itu tentu saja amat menggembirakan hati Mariamin dan ibunya yang
memang selalu berharap agar kehidupannya segera berubah. Setidak-tidaknya, ia
dapat melihat putrinya hidup bahagia.
Niat Aminuddin itu disampaikan pula kepada kedua orang tuanya. Ibunya
sama sekali tidak berkeberatan. Bagaimanapun, almarhum ayah Mariamin masih
kakak kandungnya sendiri. Maka, jika putranya kelak jadi kawin dengan
Mariamin, perkawinan itu dapatlah dianggap sebagai salah satu usaha menolong
keluarga miskin itu.
1
beristrikan orang yang sederajat. Menurutnya, putranya lebih pantas kawin
dengan wanita dari keluarga kaya dan terhormat. Oleh karena itu, jika Aminuddin
kawin dengan Mariamin, perkawinan itu sama halnya dengan merendahkan
derajat dan maruibat dirinya. Itulah sebabnya, Baginda Diatas bermaksud
menggagalkan niat putranya.
2
keterpaksaan yang mendalam pada diri Aminuddin. Berat hati pula ia
mengabarkannya pada Mariamin.
Bagi Mariamin, berita itu tentu saja sangat memukul jiwanya. Harapannya
musnah sudah. la pingsan dan jatuh sakit sampai beberapa lama. Tak terlukiskan
kekecewaan hati gadis itu.
3
Janda Mariamin akhirnya terpaksa kembali ke Siprok, kampung
halamannya. Tidak lama kemudian, penderitaan yang silih berganti menimpa
wanita itu, sempurna sudah dengan kematiannya. “azab dan sengsara dunia ini
telah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jasad yang kasar itu”.
***
Sejauh ini, studi terhadap novel Azali dan Sengsara, baru dilakukan pada
tingkat sarjana muda, sebagaimana yang tampak dari penelitian Ahmad Tohir
(UGM, 1969), Dzukifli Salleh (FSUI, 1962), dan Yacob bin Mohamed Tara (FS
Unas, 1980).
4
2. SITI NUR BAYA
(Kasih Tak Sampai)
S utan Mahmud Syah termasuk salah seorang bangsawan yang cukup terkenal
di Padang. Penghulu yang sangat disegani dan dihormati penduduk di
sekitarnya itu, mempunyai putra bernama Samsulbahri, anak tunggal yang berbudi
5
dan berperilaku baik. Bersebelahan dengan rumah Sutan Mahmud Syah, tinggal
seorang saudagar kaya bernama Baginda Sulaiman. Putrinya, Sitti Nurbaya, juga
merupakan anak tunggal keluarga kaya-raya itu.
6
Malang bagi Baginda Sulaiman. la tak dapat melunasi utangnya. Tentu
saja Datuk Meringgih tidak mau rugi. Tanpa belas kasihan, ia mengancam akan
memenjarakan Baginda Sulaiman jika utangnya tidak segera dilunasi, kecuali
apabila Sitti Nurbaya diserahkan untuk dijadikan istri mudanya.
Baginda Sulaiman tentu saja tidak mau putri tunggalnya menjadi korban
lelaki hidung belang itu walaupun sebenarnya ia tak dapat berbuat apa-apa. Maka,
ketika ia sadar bahwa dirinya tak sanggup untuk membayar utangnya, ia pasrah
saja digiring polisi dan siap menjalani hukuman. Pada saat itulah, Sitti Nurbaya
keluar dari kamarnya dan menyatakan bersedia menjadi istri Datuk Meringgih
asalkan ayahnya tidak dipenjarakan. Suatu keputusan yang kelak akan
menceburkan Sitti Nurbaya pada penderitaan yang berkepanjangan.
7
Ternyata ekor perkelahian itu tak hanya sampai di situ. Ayah Samsulbahri
yang merasa malu atas tuduhan yang ditimpakan kepada anaknya, kemudian
mengusir Samsulbahri. Pemuda itu terpaksa kembali ke Jakarta. Sementara Sitti
Nurbaya, sejak ayahnya meninggal merasa dirinya telah bebas dan tidak perlu lagi
tunduk dan patuh kepada Datuk Meringgih. Sejak saat itu ia tinggal menumpang
bersama salah seorang familinya yang bernama Aminah.
8
Dalam pertempuran melawan pemberontak itu, Letnan Mas sempat
mendapat perlawanan cukup sengit. Namun, akhirnya ia berhasil menumpasnya,
termasuk juga menembak Datuk Meringgih, hingga dalang pemberontak itu
tewas. Namun, Letnan Mas luka parah terkena sabetan pedang Datuk Meringgih.
Rupanya, kepala Letnan Mas yang terluka itu, cukup parah. la terpaksa
dirawat di rumah sakit. Pada saat itulah, timbul keinginan Letnan Mas untuk
berjumpa dengan ayahnya. Ternyata, pertemuan yang mengharukan antara "Si
anak yang hilang" dan ayahnya itu merupakan pertemuan terakhir sekaligus akhir
hayat kedua orang itu. Oleh karena setelah Letnan Mas menyatakan bahwa ia
Samsulbahri, ia mengembuskan napas di depan ayahnya sendiri. Adapun Sutan
Mahmud Syah, begitu tahu bahwa Samsulbahri yang dikiranya telah meninggal
beberapa tahun lamanya tiba-tiba kini tergolek kaku menjadi mayat akhirnya pun
meninggal dunia pada keesokan harinya.
***
Berbagai artikel maupun makalah yang membahas novel ini sudah banyak
ditulis oleh para pengamat sastra Indonesia, baik dalam maupun luar negeri.
Hingga kini, ulasannya masih terus banyak dilakukan, baik dalam konteks sejarah
kesusastraan Indonesia modern, maupun dalam konteks sosial dan emansipasi
wanita.
9
Di Malaysia, novel ini terbit pula dalam edisi bahasa Melayu. Pada tahun
1963 saja, di Malaysia itu, Sitti Nurbaya sudah mengalami cetak ulang ke-11.
Untuk pengajaran sastra di tingkat sekolah lanjutan, novel ini merupakan salah
satu novel wajib.
3. SALAH ASUHAN
Pengarang : Abdul Muis (1886 - 17 Juli 1959)
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun : 1928; Cetakan XIX, 1990
10
Pendidikan dan pergaulan yang serba Belanda, memungkinkan Hanafi
berhubungan erat dengan Corrie Du Busse, gadis Indo-Perancis. Hanafi kini
merasa telah bebas dari kungkungan tradisi dan adat istiadat negerinya. Sikan,
pemikiran, dan cara hidupnya, juga sudah kebarat-baratan. Tidaklah heran jika
hubungannya dengan Corri ditafsirkan lain oleh Hanafi karena ia kini sudah
bukan lagi sebagai orang "inlander". oleh arena itu, ketika Corrie datang ke Solok
dalam rangka mengisi liburan sekolahnya, bukan main senangnya hati Hanafi. Ia
dapat berjumpa kembali dengan sahabat dekatnya.
11
semua itu tak lain adalah Rapiah. Rapiah kemudian menjadi tempat segala
kemarahan Hanafi. Walaupun diperlakukan begitu oleh Hanafi, Rapiah tetap
bersabar.
Dokter segera memeriksa gigitan anjing gila pada tangan Hanafi. Dokter
menyarankan agar Hanafi berobat ke Betawi. Anjuran dokter itu sangat
menyenangkan hatinya. Sebab, bagaimanapun, kepergiannya ke Betawi itu
sekaligus memberi kesempatan kepadanya untuk bertemu kembali dengan Corrie.
Semua rencana Hanafi berjalar. lancar. Namun, kini justru Corrie yang
menghadapi berbagai persoalan. Tekadnya untuk menikah dengan Hanafi
mendapat antipati dari teman-teman sebangsanya. Akhirnya, dengan cara diam-
diam mereka melangsungkan pernikahan.
Sementara itu, Rapiah yang resmi dicerai lewat surat yang dikirim Hanafi,
tetap tinggal di Solok bersama anaknya, Syafei, dan ibu Hanafi.
Adapun kehidupan rumah tangga Hanafi dan Corrie tidaklah seindah yang
mereka bayangkan. Teman-teman mereka yang mengetahui perkawinan itu, mulai
12
menjauhi. Di satu pihak menganggap Hanafi besar kepala dan angkuh; tidak
menghargai bangsanya sendiri. Di lain pihak, ia menganggap Corrie telah
menjauhkan diri dari pergaulan dan kehidupan Barat. Jadi, keduanya tidak lagi
mempunyai status yang jelas; tidak ke Barat, tidak juga ke Timur. Inilah awal
malapetaka dalam kehidupan rumah tangga mereka.
Kehidupan rumah tangga mereka kini terasa bagai bara api neraka dunia.
Corrie yang semula supel dan lincah, kini menjadi nyonya yang pendiam.
Kemudian Hanafi, kembali menjadi suami yang kasar dan bengis. Bahkan, Hanafi
selalu diliputi perasaan syak wasangka dan curiga. Lebih-lebih lagi, Corrie sering
dikunjungi Tante Lien, seorang mucikari.
Puncak bara api itu pun terjadi. Tanpa diselidiki terlebih dahulu, Hanafi
telah menuduh istrinya berbuat serong. Tentu saja, Corrie tidak mau dituduh dan
diperlakukan sekehendak hati suaminya. Maka, dengan ketetapan hati, Corrie
minta diceraikan. "Sekarang kita bercerai, buat seumur hidup.... Bagiku tidak
menjadi kependngan, karena aku tidak sudi menjadi istri lagi dan habis perkara"
(hlm. 183).
Akibat tekanan batin yang berkelanjutan, Hanafi jatuh sakit. Pada saat itu
datang seorang temannya yang mengatakan tentang pandangan orang
terhadapnya. Ia sadar dan menyesal., la kembali bermaksud minta maaf kepada
Corrie dan mengajaknya rujuk kembali. la pergi ke Semarang. Namun rupanya,
13
pertemuannya dengan Corrie di Semarang merupakan pertemuan terakhir. Corrie
terserang penyakit kolera yang kronis. Sebelum mengembuskan napasnya, Corrie
bersedia memaafkan kesalahan Hanafi. Perasaan sesal dan berdosa tetap membuat
Hanafi sangat menderita. Batinnya goncang. ia jatuh sakit kembali.
***
N ovel pertama Abdul Muis ini, secara tematik tidak lagi memasalahkan adat
kolct yang sering sudah tidak sejalan lagi dengan kemajuan zaman,
melainkan jelas hendak mempertanyakan kawin campur antarbangsa. Dilihac dari
perkembangannya sejak Sitti Nurbaya, tampak jelas adanya pergeseran tema;
persoalannya tidak lagi kawin adat (Marah Rusli), kawin antarsuku (Adinegoro),
tetapi kawin antarbangsa. Ternyata, persoalannya tidak sederhana; ia menyangkut
perbedaan adat-istiadat, tradisi, agama, budaya, serta sikap hidup yang tidak
gampang begitu saja ditinggalkan.
Kajian dan penelitian terhadap novel ini pernah dilakukan oleh Djajanto
Supra (FS "JI, 1969), sedangkan Pamusuk Eneste (FS UI, 1977) meneliti dalam
kaitannya dengan ekranisasi (Karya Sastra dalam Film) yang secara mendalam
membandingkannya pula jengan novel Anak Perawan di Sarong Penyamun
(1941) karya Sutan Takdir Alisjahbana, dan novel Aiheis (1949) karya Achdiat
Karta Mihardja. Peneliti lain adalah Jamil Bakar, dan kawan-kawan (Pusat
14
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1985) yang khusus membicarakan novel
ini. Adapun Sri H. Wijayanti (FS UI, 1989), membandingkan Salah Asuhan
dengan novel Malaysia, Mencari Istri.
Menurut Liang Liji (1988), Salah Asuhan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Cina, dan merupakan novel terjemahan Lris di Tiongkok. Adapun menurut
Morimura Shigeru (1988), mahaguru Osaka University of Foreign Studies,
Jepang, Salah Asuhan juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang.
Haji Hasbullah, teman karib Haji Zakaria, termasuk seorang haji yang
kaya-raya pula. la pun mempunyai seorang anak gadis satu-satunya, bernama
Zubaedah (Edah). Zubaedah berparas cantik dan berbudi baik. Ayah Zubaedah
telah memilihkan calon suaminya, Raden Prawira, yang berpangkat manteri polisi.
Akan tetapi, suatu ketika Haji Zakaria datang kepada Haji Hasbullah, memohon
agar Zubaedah dinikahkan dengan Suria. Haji Hasbullah tak dapat menolak
permintaan teman karibnya itu. Maka, pernikahan Suria dan Zubaedah
dilaksanakan.
15
Perkawinan yang tanpa didasari rasa cinta sama cinta itu justru membaua
petaka bagi Zubaedah. Kesempatan bagi Suria adalah setelah ayahnya meninggal
dunia. la berfoya-foya dengan harta peninggalan ayahnya itu. Selama tiga tahun,
ia pun meninggalkan Zubaedah yang baru melahirkan anaknya yang pertama,
Abdulhalim.
16
atasannya. Kemudian, ketika Suria dipanggil atasannya, ia bahkan mengajukan
permohonan berhenti bekerja.
Orang tua itu rupanya benar-benar tak tahu diri. la tetap bersikap seperti
tuan rumah layaknya. Adapun Abdulhalim dan menantunya dianggapnya sebagai
anak yang harus patuh pada orang tua, sekalipun Abdulhalim sebagai kepala
rumah tangga. "...Patutkah seorang menantu menghinakan mertuanya, patutkah
seorang perempuan berkata sekasar itu terhadapku, bekas manteri kabupaten?
Sudah salah ayahmu mengawinkan Abdulhalim dengan anak jaksa kepala itu.
Mengharapkan gelar dan paras saja. Coba diturutkan nasihatku dahulu:
dikawinkan Abdulhalim dengan anak wedana, yang telah jadi guru di Tasik itu,
tentu takkan begini jadinya" (hlm. 164).
17
Kematian istrinya telah membuat Suria merasa sangat malu terhadap
kelakuannya sendiri. Ia telah mengganggu ketenteraman rumah tangga anaknya. la
pula yang menyebabkan istrinya menderita hingga maut menjemputnya. Perasaan
malu yang tak tertanggungkan itu, memaksa Suria mengambil keputusan; ia pergi
entah ke mana. Pergi bersama kesombongan dan keangkuhannya. Menggelandang
membawa sifatnya yang tak juga berubah.
***
N ovel Katak Hendak jadi Lembu ini, termasuk salah satu novel terbaik yang
dihasilkan Nur Sutan Iskandar. Agak mengherankap bahwa pengarang
kelahiran Sumatra Barat ini, mampu menulis novel yang begitu kuat
menghadirkan latar tempat dan latar sosial masyarakat Pasundan. Latar tempatnya
memang terjadi di daerah Jawa Barat. Hampir semua tempat di seputar jawa Barat
—Cirebon, Tasikmalaya, Sumedang, dan Bandung—berikut panorama alamnya
dilukiskan dengan amat meyakinkan. Begitu pula perilaku dan sikap para
bangsawan berikut sebutan-sebutan yang khas Sunda.
Studi mengenai karya Nur Sutan Iskandar, lihat ulasan pada ringkasan
Hulubalang Raja.
18
5. LAYAR TERKEMBANG
Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika mereka sedang asyik
melihat-lihat akuarium, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu
berlanjut dengan perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang Mahasiswa
Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggal di
Martapura, Sumatra Selatan.
19
Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia
bertemu lagi dengan Tuti dan Maria di depan Hotel Des Indes. Yusuf pun
kemudian dengan senang hati, menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup hangat
mereka bercakap-cakap mengenai berbagai hal.
Sejak itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap.
Sementara itu, Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak
sudah bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
Tuti sendiri terus disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam Kongres Putri
Sedar yang berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan
emansipasi wanita; suatu petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk
memajukan kaumnya.
Kedatangan Yusuf tentu saja disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Kedua
sejoli itu pun lalu melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di sekitar
air terjun di Dago. Dalam kesempatan itulah, Yusuf menyatakan cintanya kepada
Maria.
20
Ketika Maria mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan
sabar. Saat itulah tiba adik Supomo yang ternyata disuruh Supomo untuk meminta
jawaban Tuti perihal keinginannya untuk menjalin cinta dengannya. Sungguhpun
gadis itu sebenarnya sedang merindukan cinta kasih seseorang, Supomo
dipandangnya sebagai rukan lelaki idamannya. Maka, segera ia menulis surat
penolakannya.
Pada suatu kesempntan, di saat Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna
dan Saleh di Sindanghya, di situlah mata Tuti mulai terbuka dalam memandang
kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami-istri yang melewati hari-harinya dengan
bercocok tanam itu, ternyata juga telah mampu membimbing masyarakat
sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-
benar telah menggugah alam pikiran Tuti. la menyadari bahwa kehidupan mulia;
mengabdi kepada masyarakat, tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam
kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan, tetapi juga
di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan.
Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini
tampak makin akrab, kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian
mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun rupanya sudah tak dapat berbuat
lebih banyak lagi. Kemudian, setelah Maria sempat berpesan kepada Tuti dan
Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah tangga, Maria
mengembuskan napasnya yang terakhir. "Alangkah bahagianya saya di akhirat
nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-
21
kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini... Inilah permintaan
saya yang penghabisan, dan saya, saya tidak rela selama-lamanya, kalau
kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang lain" (hlm. 209).
Demikianlah pesan terakhir almarhum, Maria. Lalu, sesuai dengan pesan tersebut,
Yusuf dan Tuti akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali melang-sungkan
perkawinan karena cinta keduanya memang sudah tumbuh bersemi.
***
Mengenai tahun terbit novel ini, Pamusuk Eneste, Ajip Rosidi, H.B. Jassin,
dan Teeuw menyatakan bahwa novel ini terbit tahun 1936. Namun, pada cetakan
VII (1959) dan cetakan XVIII (1988) tertulis bahwa cetakan pertama tahun 1937.
Pada tahun 1963, novel ini terbit dalam edisi bahasa Melayu di Kuala
Lumpur dan hingga kini masih terus dicetak ulang.
Studi mengenai novel ini pernah dilakukan Mariam binti Hj. Ismail (1973) dan
Moh. Basir bin Haji Noor (1975) keduanya merupakan studi sarjana muda FS
Unas. Sebelum itu, Noer Islam Moenaf (FS UI, 1961) melakukan penelitian
terhadap novel itu sebagai bahan skripsi sarjananya. Adapun Somi Moh. Hatta
(FKIP UI, 1961) lebih banyak memaparkan kepujanggaan Alisjahbana secara
cukup lengkap. Hal yang juga pernah dilakukan A. H. Johns (1959), guru besar
yang kini mengajar di Australian National University.
22
6. BELENGGU
Pandangan Tono dan Tini juga berbeda dalam hubungan suami-istri. Tono
berpendapat, tugas seorang wanita adalah mengurus anak, suami, dan segala hal
yang berhubungan dengan rumah tangga. Sebaliknya, Tini menginginkan adanya
persamaan hak antara pria dan wanita. Bahkan, ia menganggap pria sebagai
saingan, sekalipun terhadap suaminya. Akibat pandangannya itu, Tini melupakan
tugasnya sebagai seorang istri.
23
memperistri Tini karena kecantikan, kecerdasan, dan keceriaan wanita itu yang
dianggap pantas menjadi pendamping seorang dokter seperti dirinya. Bahkan,
Tono tidak mempedulikan keadaan Tini yang tidak perawan lagi ketika menikah.
Di lain pihak, Tini bersedia menjadi istri Tono karena ia ingin melupakan masa
lalunya yang kurang baik. Ia berharap, dengan menjadi istri yang baik, masa
lalunya yang dianggap aib dapat terhapus. Akan tetapi, aib itu selalu membayangi
kehidupannya hingga menimbulkan rasa rendah diri dalam diri Tini.
Lambat-laun, hubungan gelap mereka diketahui juga oleh Tini. Lalu, tanpa
sepengetahuan suaminya, ia mendatangi wanita yang telah merebut suaminya. Ia
penasaran, macam apakah sosok perempuan itu. "Tini mulai tertarik hatinya. Patut
Tono tertarik. Tidak benar ia penyanyi keroncong, tingkah lakunya tertib. Sambil
merasa heran demikian diikutinya Yah naik tangga, diturutnya ajakan Yah supaya
duduk" (him. 142).
24
Menghadapi perilaku dan sikap Yah yang begitu santun dan tertib itu, Tini
merasa malu sendiri. Perasaan marah dan cemburu yang dibawanya dari rumah,
luluh sudah, dan berbalik mengagumi perempuan itu. Ia menyadari kelebihan
Yah. la juga menyadari kekurangannya selama ini, telah menyia-nyiakan Tono,
suaminya. Dengan ikhlas Tini menyatakan kerelaannya menerima kenyataan itu;
rela Yah merebut suaminya.
Apa yang ia ketahui tentang Yah dan kenyataan yang ia hadapi dalam
hubungan suami-istri, Tini kemudian membicarakan persoalan itu dengan
suaminya. Betapa terkejut Tono melihat sikap istrinya yang demikian. la berusaha
untuk menahan istrinya agar tetap mau bersamanya. Namun, sikap Tini tetap tak
berubah. Perpisahan suami-istri itu rupanya tak terelakkan lagi. Sungguhpun berat
bagi Tono untuk bercerai dari istrinya, ia sendiri tak dapat memaksakan
kehendaknya. la terpaksa merelakan kepergian istrinya walaupun Tono masih
tetap berharap agar hubungan mereka baik kembali. Kapan pun Tono akan tetap
bersedia menerima Tini kembali.
Tono kini sendiri. Yah telah pergi ke dunia yang baru. Tini juga pergi ke
Surabaya mengabdikan dirinya menjadi pengurus panti yatim piatu di kota itu.
***
25
S ejauh ini, para pengamat sastra Indonesia selalu menempatkan novel ini
sebagai novel terpenting yang terbit sebelum perang. Sejak kemunculan yang
pertama, 1940, novel ini banyak memperoleh berbagai tanggapan dan pujian.
Semula novel ini ditolak oleh Penerbit Balai Pustaka karena isinya dianggap tidak
sesuai dengan kebijaksanaan Balai Pustaka. Baru pada tahun 1940, penerbit Dian
Rakyat—milik Sutan Takdir Alisjahbana—menerbitkan novel ini yang ternyata
mendapat sambutan luas berbagai kalangan. Novel ini juga dipandang sebagai
novel pertama Indonesia yang menampilkan gaya arus kesadaran (stream of
consciousness).
Studi mengenai novel ini pernah dilakukan Ign. Sumarno (FS UGM, 1971)
sebagai bahan penelitian sarjana mudanya. Penelitian yang lebih mendalam
dilakukan M. Saleh Saad (FS UI, 1963), Robert A. Crawford (University of
Melbourne, 1971), The Shackles of Doubt: Armijn Pane and His Art, serta J
Angles (Australian National University, Canberra, 1988) berjudul "The Fiction of
Armijn Pane." Pada tahun 1982, R. Carle (RFJ, Berlin) membuat tafsiran atas
novel Belenggu dalam penelitiannya yang berjudul "Die Gedankkliche Exposition
des Romans Belenggu von Armijn Pane." Pada tahun 1988, J. Djoko S.
Passandaran (FKIP, Universitas Palangkaraya) meneliti novel Belenggu sebagai
novel eksistensial.
Hingga kini, berbagai ulasan dan tanggapan, baik berupa makalah ilmiah
maupun artikel, masih banyak yang membahas novel ini, dengan berbagai tafsiran
dan sudut pandang.
26
Novel Belenggu yang pertama kali muncul di majalah Pujangga Baru, No.
7, 1940 ini sebenarnya ditulis Armijn Pane, tahun 1938. Pada tahun 1965, novel
ini terbit dalam edisi bahasa Melayu di Kuala Lumpur dan hingga kini terus
mengalami cetak ulang.
27
7. AKI
P enyakit TBC yang diidap Aki menyebabkannya seperti orang yang sudah
tua. Dalam usia yang baru berumur 29 tahun, lelaki kurus kering ini tampak
seperti berumur 42 tahun. Biasanya, keadaan orang seperti itu disebabkan masa
mudanya yang habis dengan main perempuan jahat. Selain itu, bentuk tubuhnya
yang bongkok membuat Aki menjadi bahan tertawaan yang mengasyikkan. Akan
tetapi, ternyata hal itu tak dilakukan teman-temannya di kantor. Bahkan, mereka
sangat hormat kepada orang yang di mata mereka adalah orang yang berhati lurus
dan bertingkah wajar.
Penyakit TBC yang diderita Aki itu suatu ketika mencapai titik kritis.
Puncaknya adalah ketidak bernafasan Aki untuk beberapa saat. Sebagai istri setia,
Sulasmi terkejut melihat kenyataan yang menimpa suaminya. la kalap. Akan
tetapi, tak lama kemudian suaminya siuman, bahkan sebuah senyum tersungging
di bibirnya. Di antara senyuman itu, Aki mengatakan dengan pasti bahwa ia akan
mati pada tanggal 16 Agustus tahun depan. la berharap Sulasmi mau menyediakan
segala perlengkapan yang diperlukan untuk menghadapi hari kematiannya itu.
Hari kematian yang dikatakan Aki telah tiba. Semua orang bersiap-siap.
Akbar dan Lastri, anak-anak Aki, meminta izin tidak bersekolah. Pegawai-
28
pegawai kantor menghiasi mobil kantor dengan bunga-bungaan. Kepala kantor
berlatih menghapalkan pidato yang kelak akan dibacakan di kubur Aki. Lelaki itu
sendiri memakai pakaian terbagus yang dimilikinya untuk menyambut Malaikatul
maut yang akan menjumpainya pukul tiga sore nanti.
Ketika pukul tiga telah lewat, Sulasmi memberanikan diri untuk melihat
suaminya. Dilihatnya mata suaminya yang tertutup rapat. Lalu, dipanggilnya
nama Aki berulang-ulang, tetapi tak ada jawaban. Dengan diiringi tangis, Sulasmi
berlari ke luar kamar untuk menemui orang-orang yang menungguinya. Tahulah
para penunggu itu bahwa Aki telah meninggal. Saling berebut mereka masuk ke
kamar Aki. Akan tetapi, mereka terkejut dan berlarian dari kamar ketika melihat
Aki sedang merokok. "Tiada seorang pun yang berani mengatakan, apa yang
dilihat mereka dalam kamar itu. Mereka puntang-panting lari meninggalkan
rumah Aki. Dan yang belum masuk kamar, karena keinginan hendak tahu yang
amat besar, menjulurkan kepalanya juga, tapi segera pun mereka lari puntang-
panting keluar. Sehingga akhirnya semua pegawai itupun meninggalkan rumah
Aki secepat datangnya" (him. 36).
Sulasmi bersyukur bahwa Aki tidak mati. Ternyata, Aki hanya tertidur dan
tebangun karena keributan pegawai-pegawai teman sekantornya.
Entah mengapa, sejak peristiwa itu Aki selalu terlihat sehat. la tampak lebih
muda dari usia yang 42 tahun. Lalu, sebagai pengganti kepala kantor yang telah
meninggal tiga tahun yang lalu, ia terlihat atraktif. Bahkan, Aki kembali
bersekolah di fakultas lukum, bergabung dengan mahasiswa-mahasiswa yang
usianya jauh di bawah Aki. Tentang hidup? Lelaki yang telah sembuh dari TBC
ini ingin hidup lebih lama lagi. la mgin hidup seratus tahun lagi. Separuh
hidupnya akan diabdikan sebagai pegawai dan separuh hidupnya lagi akan
dipergunakan sebagai akademikus.
***
29
istilah gaya-menyoal-baru (nieuwe zakelijkhcids stijl) yang serba sederhana.
Gaya penulisan demikian itu, umumnya tampak kuat dalam cerpen-cerpen Idrus
yang paling awal.
"Yang paling baik ialah roman pendeknya yang berjudul Aki, 1950 (sic/)".
Demikian Teeuw (1980: 221) mengomentari novel Idrus ini. Selanjutnya Teeuw
mengatakan, "buku kecil ini menarik terutama karena leluconnya yang ringan,
yang dibiarkan berkembang sepenuhnya karena temanya yang tidak bersifat real
itu."
Dalam perjalanan novel Indonesia, tema yang ditampilkan Idrus dalam Aki
memang dapat dikatakan baru. Seseorang dapat menentukan saat
kematiannya yang dipercayai oleh orang-orang di sekelilingnya, adalah
hal yang aneh dan lucu. jadi, ada kesan bahwa Idrus ingin mengejek orang-
orang yang sangat ketakutan menghadapi kematian. Padahal, maut pasti
datang tanpa seorang pun tahu kapan waktunya.
30
P ada umur tiga belas tahun, Sri ditinggal wafat ayahnya. Meskipun ayahnya
bukan seorang pelukis terkenal, Sri sangat mengagumi orang tuanya. la
merasa kehilangan orang yang dianggapnya luar biasa itu. Ibunya kemudian
menghidupi anak-anaknya dengan membatik dan berjualan kue. Wanita itu
mendidik anak-anaknya dengan keras dan kuno meskipun berhati baik.
Selepas SMA, Sri bekerja sebagai penyiar RRI di kota tempat tinggalnya,
Semarang. Kesibukannya sebagai penyiar mengakibatkan Sri mengurangi
kegiatan menari. Tiga tahun bekerja menimbulkan rasa bosan dalam dirinya.
Ketika ia melihat kesempatan menjadi pramugari udara, ia melamar. Setelah lulus
dalam ujian seleksi di kotanya, ia dipanggil ke Jakarta untuk ujian selanjutnya.
Hasil tes di Jakarta membuatnya kecewa, ia tak lulus dalam tes itu. Noda di paru-
parunya menyebabkan ia tak diterima. la diminta datang ke Jakarta untuk
mendapat penjelasan. Empat bulan kemudian Sri datang ke Jakarta untuk
menerima penjelasan dari jawatan yang menangani tes itu. Di jawatan itu ia
mendapat pekerjaan lain, yakni bekerja sebagai wartawan dalam majalah yang
diterbitkan perusahaan itu. Akan tefapi, ia menolak kesempatan itu dan memilih
menjadi penyiar di RRI Jakarta. .
Tujuh bulan setelah Sri tinggal di Jakarta, ibunya meninggal dunia. Sri
pulang ke Semarang. Beberapa hari kemudian ia kembali ke Jakarta meneruskan
pekerjaan dan kegiatan menarinya. Kepandaiannya menari membawa Sri menari
di istana pada hari-hari bersejarah dan penyambutan tamu-tamu negara.
31
negeri berkembang, mendekati Sri. Namun, ia menolak cinta Carl seperti ia
menolak cinta Yus, seorang pelukis.
Dalam perjalanan kali ini, Michel jatuh hati pada seorang nyonya muda
yang dikenalnya sebagai nyonya Vincent, yang tak lain adalah Sri. la merasa
bahagia ketika nyonya muda itu memiliki perasaan yang sama terhadapnya.
Michel menemukan kelembutan dan kasih sayang pada diri Sri. Sebaliknya, Sri
menemukan kasih sayang dan pengertian dari Michel. Hubungan intim kedua
insan yang kesepian itu tetap berlanjut setelah mereka tiba di Perancis. Michel
32
sering menulis surat kepada Sri ketika dalam pelayaran, dan Sri sering menunggu
Michel dalam kerinduan ketika pria pujaannya sedang berlayar.
Ketika masa tugas Charles Vincent habis, ia berniat memboyong istri dan
anak-anaknya dari Jepang ke Perancis. Kabar itu didengar oleh Michel dari
seorang kawannya dalam perjalanan. Michel kemudian membatalkan niatnya
untuk bekerja di darat di Yokohama, setelah mendengar kabar itu. la mengajukan
permohonan untuk tetap bekerja sebagai pelaut dan meminta berlayar tidak terlalu
jauh dari Paris. "Kerja darat di Yokohama kubatalkan. Dan sesudah masa liburku
habis perjalanan pendek ini nanti ingin mendapatkan pelayaran-pelayaran yang
singkat dan selalu dekat dengan Perancis," (hlm. 349) katanya. Itulah rencana
yang telah diputuskan Michel. la mengambil keputusan itu, agar ia dapat terus
berdekatan dengan Sri.
***
33
H ampir semua pengamat sastra Indonesia mengomentari novel Pada Sebuah
Kapal sebagai novel terpenting di antara karya-karya Nh. Dini. Terpenting,
tidak hanya karena novel ini menampilkan dua pencerita, Sri (Bagian satu: Penari)
dan Miche. (Bagian dua: Pelaut)—yang kemudian dipandang sebagai novel
beralur ganda, sesudah Hulubalang Raja—tetapi juga secara tema dianggap masih
punya hubungan dengan tema-tema yang sejak Sitti Nurbaya selalu dipersoalkan,
yakni kedudukan wanita dari perkawinan. Dalam Pada Sebuah Kapal, Sri ddak
har.ya bebas menentukan pilihannya tetapi juga merasa mempunyai hak yang
sama dengan kaum pria, yang sering me-lakukan penyelewengan. Dalam hal ini,
penyelewengan yang terjadi antara Sri dan Michel merupakan wujud
ketidakbahagiaan rumah tangga masing-masing. Hubungan gelapnya sama sekali
tak membuat Sri merasa berdosa; bahkan ia merasa menemukan kebahagiaan pada
diri kekasihnya, Michel, dan bukan pada diri suaminya. Hal itu pun yang
dirasakan oleh Michel.
Studi terhadap novel ini, antara lain, pernah dilakukan oleh Agung Ardni
Matararr (FS UI, 1979) yang berjudul "Dunia dan Pengucapan Nh. Dini" yang
didalamnya secara cermat menghitung waktu penceritaan untuk menentukan sifat
alur novel ini; berapa jumlah kata pada bagian "Penari" dan berapa jumlah kata
pada bagian "Pelaut". Lukman Hakim (FKIP Muhammadiyah, 1975) meneliti
novel ini secara cukup mendalam; sebuah lagi yang meneliti novel ini dilakukan
Paulus Yos Adi Riyadi (FS Unud, 1977). Penelitian lain yang berhubungan
dengan Pada Sebuah Kapal, antara lain Asih Heryana (FSUI, 1981) berjudul
"Tokoh-tokoh Wanita dalam Novel Indonesia Mutakhir", dan Th. Sri Rahayu
Prihatmi (Pustaka Jaya, 1977); sedangkan yang khusus meneliti novel ini dalam
hubungannya pusat pengisahan (focus of narration) dan penokohannya dilakukan
oleh Kismarmiati (FS Undip, 1981). Para peneliti asing atau yang dilakukan di
luar negeri, misalnya A. Bellis berjudul "Writting in the margin: Characterization
of Women in Nh. Dini's Novel" (Sydney, 1984), A.B. Soeradinata dalam "Nh.
Dini's Treatmen of Male Character in Her Novel" (Melbourne), dan Tineke
Hellwig dalam "Autobiografie en Roman bij Nh. Dini" (Leiden, 1982).
34
Novel ini pertama kali diterbitkan tahun 1973 oleh penerbit Pustaka Jaya
hingga cetakan ketiga. Sejak tahun 1985 (cetakan keempat) diterbitkan oleh
Gramedia.
9. KEMELUT HIDUP
Pengarang : Ramdan K.H
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun : 1977
35
A bdurrahman adalah seorang kepala kantor pada instansi perburuhan.
Jabatan itu seharusnya membuat Abdurrahman bisa hidup enak, tidak
terlalu dipusingkan oleh masalah ekonomi, yang biasanya menjadi masalah pokok
bagi orang yang lebih rendah jabatannya daripada dia; tetapi kenyataannya lain.
Perekonomian keluarga Abdurrahman morat-marit. Hanya untuk memenuhi
kebutuhan makan dan minum sehari-hari saja, keluarga itu harus mengutang ke
sana kemari. Hal itulah yang menyebabkan Susana, putri Abdurrahman,
mengambil jalan pintas. Susana tak tahan dengan kehidupan seperti itu. la ingin
seperti tetangga-tetangganya, punya uang, punya mobil, dan bisa main ke mana ia
suka. Jalan yang paling cepat untuk mendapatkan semua itu hanya dengan cara
memanfaatkan tubuh dan kecantikannya. Keadaan itulah yang menjadi pangkal
sengketa antara Abdurrahman dan Ina, istrinya. Ketidak harmonisan senantiasa
mewarnai kehidupan mereka.
36
lain ibu— pulang dari Jepang dan menawarkan pekerjaan kepada Abdurrahman
untuk mengawasi pembangunan rumah Asikin di Kebayoran Baru. Tentu saja ia
tak menolak pekerjaan itu, walaupun menurut pandangan orang-orang ia
diperlakukan oleh adik tirinya sebagai bawahan.
37
sedih sewaktu mendengar penjelasan dari bagian personalia bahwa ia tidak dipilih
karena ada yang mengabarkan bahwa ia meninggal dalam kecelakaan yang
menimpanya. Orang yang mengabarkan berita bohong itu adalah orang yang kini
menduduki jabatan yang seharusnya ditempati oleh Abdurrahman, yaitu
Suhendar, temannya sendiri.
***
Tahun 1978, sutradara Asrul Sani mengangkat novel ini ke layar perak
dengan judul yang sama.
Studi terhadap novel ini pernah dilakukan oleh Metta Rosiati dan Haryono
(ke-duanya dari FS Undip), serta Nasrudin dan Pranoto Hartono (keduanya dari
FS UGM).
38
10.WANITA ITU ADALAH IBU
Pengarang : Sori Siregar (12 November 1939)
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun : 1982
39
mengakhiri status dudanya. Yang penting baginya, ia dapat menumpahkan kasih
sayangnya kepada putrinya seorang.
Apa yang dirasakan Hezan, dirasakan pula oleh Prapti berkenaan dengan
usul agar ayahnya mencari pengganti ibunya. "Aku malah telah berbuat lebih
jauh. Meminta ayah untuk mencari pengganti Ibu. Sampai di mana sebenarnya
cintaku pada Ibu? Mungkin cintaku terlalu besar kepada ayah, yang membuatku
melupakan Ibu" (hlm. 34).
40
kemunafikannya sendiri. Pada mulanya Hezan beranggapan bahwa tak ada artinya
perkawinannya nanti jika hanya karena hendak menghindari dosa. Karena
bagaimanapun juga, perkawinannya itu mesti dilandasi oleh perasaan cinta.
Padahal cintanya sudah tumpah pada Laura. "Yang jelas aku tidak akan bisa
menganggap istri baru seperti Laura. Cintaku kepada Laura tidak akan dapat
kualihkan kepadanya. Lalu, apa artinya perkawinan tanpa cinta?" (him. 49). Itulah
yang membuat Hezan lebih suka melakukan hubungan gelap—tanpa nikah—
daripada harus kawin, yang berarti mengalihkan cintanya dari Laura kepada
wanita yang dinikahinya.
***
41
Yang menarik dalam novel ini adalah adanya usaha pengarang untuk
mengangkat konflik psikologis yang terjadi pada diri para tokohnya. Pertentangan
batin pada diri sang ayah atau anak (Prapti) cukup menarik karena persoalannya
memang tidaklah sesederhana yang diduga.
Daftar Pustaka
Mahayana M.S, Sofyan O., Dian A. (2000). Ringkasan dan Ulasan Novel
Indonesia Modern. Jakarta : PT Gramedia.
42