You are on page 1of 25

BAB I

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan adalah masalah bangsa yang perlu mendapat perhatian

dari semua pihak sehingga diperlukan implementasi yang nyata tentang

bagaimana mekanisme pelayanan kesehatan yang baik dan benar. Jika pelayanan

kesehatan dapat dilaksanakan secara baik dan benar maka akan memberikan efek

di segala bidang. Terutama dapat meningkatkan kemampuan perekonomian

bangsa karena telah terjadi peningkatan produktivitas setiap penduduk yang sehat

dalam bekerja.

Kabutuhan masyarakat akan sebuah pelayanan kesehatan semakin

meningkat, karena mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan hak semua

orang. Sebagai hak asasi manusia, sehat menjadi investasi bagi kelangsungan

kehidupan. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban untuk menyehatkan yang

sakit dan mempertahankan yang sehat.

Walaupun kesehatan menjadi harapan semua masyarakat, namun tidak

jarang segelintir oknum petugas kesehatan masih belum mampu memberikan

pelayanan sebagaimana yang diharapkan. Pasalnya, pelayanan kesehatan

bersinggungan langsung dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat akan

kesehatan. Masyarakat selalu melihat sistem pelayanan kesehatan dari bentuk,

kenyamanan, dan pelayanan yang diterima. Kenyataan di lapangan, tuntutan

masyarakat semakin meningkat terhadap setiap jenis pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan.

1
Sering kita mendengar kritik dan kecaman dari berbagai lapisan

masyarakat, terhadap sistem pelayanan kesehatan yang kurang bermutu dan tidak

profesional, atau kurang empati dalam melakukan program pelayanan kesehatan

terutama di rumah sakit.

Rumah sakit sebagai perusahaan yang termasuk dalam katagori public

service, yaitu perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan kesehatan selalu

dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang optimal demi kepuasan pasien

sebagai pengguna jasa. Keputusan pasien untuk memeriksakan sakitnya ke rumah

sakit tertentu sangat dipengaruhi oleh pelayanan prima sehingga dapat

memberikan rasa kepuasan dan kepercayaan.

Berkaitan dengan jasa yang dilaksanakan oleh rumah sakit dalam upaya

untuk memberikan kepuasan dan menumbuhkan kepercayaan pihak pelanggannya

yaitu pasien, pelayanan melalui kiat pelayanan prima tidaklah cukup hanya

dengan melakukan proses administrasi dengan cepat, tetapi juga bagaimana para

tenaga medis dapat memperlakukan pasien sebaik mungkin agar terbentuk sikap

positf dari si pasien yang akan berdampak pada citra positif dari rumah sakit itu

sendiri. Salah satu bentuk perlakuan yang baik dari tenaga medis kepada pasien

adalah melalui komunikasi yang terjalin diantara keduanya, dalam hal ini adalah

perawat dan pasien.

Keperawatan pada intinya adalah sebuah proses interpersonal. Dimana

seorang perawat yang kompeten harus menjadi seorang komunikator yang efektif

dalam menjalankan proses komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal

2
adalah suatu komunikasi yang bersifat langsung, tatap muka, segera mendapat

tanggapan dan tujuan untuk mempengaruhi lawan bicara. Komunikasi

interpersonal juga selalu berada dalam suasana dialogis. Artinya dalam

komunikasi interpersonal tidak hanya terjadi komunikasi satu arah, melainkan

terjadi komunikasi timbal balik atau dua arah. Dalam konteks ini, perawat dan

pasien dapat berperan secara aktif dalam setiap interaksi komunikasi.

Komunikasi dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama yang baik

dengan pasien untuk membantu memenuhi kebutuhan kesehatan pasien.

Kelemahan dalam berkomunikasi merupakan masalah yang serius baik bagi

perawat maupun pasien. Perawat yang enggan berkomunikasi dengan

menunjukkan raut muka yang tegang akan berdampak serius bagi pasien. Pasien

akan merasa tidak nyaman bahkan terancam dengan sikap perawat. Kondisi ini

tentunya akan sangat berpengaruh terhadap proses penyembuhan pasien.

Secara tidak langsung, komunikasi interpersonal antara perawat dengan

pasien dapat memberikan pengaruh bagi perkembangan pemulihan psikologis

pasien itu sendiri. Penyampaian pesan yang dilakukan oleh perawat terhadap

pasien, akan selalu berhasil jika pasien dengan senang hati bersedia mengikuti

beberapa informasi yang disampaikan oleh perawat sebagai komunikator. Hal ini

berarti bahwa pesan yang disampaikan perawat dapat diterima dengan baik dan

dapat dimengerti dengan mudah oleh pasien. Karena itu diperlukan sebuah bentuk

komunikasi yang bukan hanya sebagai kegiatan memberikan informasi saja,

melainkan pemberian informasi atau pesan yang berbobot yang mengandung nilai

motivasi bagi pasien untuk dapat mengubah sikap, opini atau perilaku pasien yaitu

3
melalui komunikasi interpersonal. Seorang perawat yang mampu melakukan

komunikasi interpersonal yang efektif dapat membuat pasien nyaman dan

memiliki pengalaman yang baik selama memperoleh pelayanan dari rumah sakit.

Bertolak dari kondisi ini bukan tidak memungkinkan bagi pasien untuk datang

kembali ke rumah sakit tersebut jika memerlukan pelayanan kesehatan, dan dapat

dengan senang hati menceritakan pengalaman baiknya itu kepada teman, kerabat,

atau keluarganya.

Dalam melayani pasiennya, penerapan komunikasi yang efektif akan

membantu untuk membentuk persepsi dan sikap positf terhadap rumah sakit,

sehingga perawat harus mampu bertindak sebagai komunikator yang baik untuk

membuat pasien percaya kepada rumah sakit. Maka perawat sebagai komunikator

perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut, yaitu kepercayaan diri, kebersatuan,

manajemen interaksi, daya ekspresi, dan orientasi terhadap orang lain, dimana ke

lima hal tersebut akan menciptakan sebuah komunikasi interpersonal yang efektif.

Pada kenyataannya, sering kali kegiatan komunikasi diabaikan dan

dianggap kurang penting oleh perawat pada suatu rumah sakit. Perawat

menganggap bahwa pada saat pasien datang ke rumah sakit, pasien tersebut hanya

memerlukan pertolongan kesehatan yang bersifat medis. Padahal, selain

pertolongan medis, pasien juga membutuhkan pertolongan non medis. Salah

satunya adalah melalui pendekatan individual yang dilakukan oleh perawat. Itulah

sebabnya mengapa komunikasi merupakan komponen penting dalam praktik

pelayanan keperawatan. Mendengarkan perasaan pasien dan menjelaskan

4
prosedur tindakan keperawatan adalah contoh teknik-teknik komunikasi yang

dilakukan oleh perawat selama praktik.

Komunikasi interpersonal yang efektif merupakan sukses perawat dalam

mengatasi masalah dan pemenuhan kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan.

Perawat tidak dapat lepas dari proses komunikasi interpersonal karena dalam

menjalankan perannya, perawat perlu berkolaborasi dengan pasien dan tim

kesehatan yang lain.

Pentingnya peranan komunikasi interpersonal dalam pelayan kesehatan ini

pun menjadi perhatian dari segenap tenaga kesehatan yang berada di Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin. Sebagai salah satu rumah sakit milik

pemerintah daerah tingkat I Kalimantan Selatan, RSUD Ulin terus melakukan

pembenahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. RSUD Ulin

adalah salah satu dari 32 rumah sakit di Indonesia yang diusulkan menjadi BLUD

(Badan Layanan Umum Daerah).

Mengapa Bapak yakin dengan menjadi Badan Layanan Umum Daerah


(BLUD) maka Rumah Sakit Ulin akan lebih berkembang?
“Saya yakin demikian karena melihat potensi SDM dan sarana prasarana
yang dimiliki rumah sakit ini. Sekarang tinggal bagaimana sikap anggota
DPRD Kalsel saja dalam hal ini. Untuk diketahui bahwa RSUD Ulin
adalah salah satu dari 32 rumah sakit di Indonesia yang diusulkan menjadi
BLUD.”
Andaikan RSUD Ulin nantinya disetujui jadi BLUD, bagaimana SDM
rumah sakit harus bersikap?
“Sikap perilaku SDM memang menjadi penting dalam BLUD, karena kini
telah terjadi pergeseran dan modal sarana dan prasarana canggih ke modal
intelektual berdasarkan knowledge (pengetahuan). Banyak perilaku kurang
baik yang masih dilakukan oleh SDM rumah sakit seperti: memberikan
pelayanan sambil mengunyah makanan, permen karet, kerupuk, kue
kering, kue basah dan lain-lain. Demikian juga saat memberikan pelayanan
dengan posisi tubuh malas, santai, ngantuk, separuh tertidur dan bertele-
tele. Juga tidak boleh dengan gaya yang garang, bicara keras, melotot,

5
membentak dan muka masam, tanpa perhatian, acuh tak acuh, atau cuek
bebek di depan pasien. Sebaliknya juga jangan memberikan pelayanan
dengan banyak gaya, banyak gerak, genit dan manja. Apalagi sambil main-
main, bercanda, atau seperti ngobrol dengan teman.”1

Bagi rumah sakit ini keberhasilan perawat dalam komunikasi interpersonal

merupakan representative dari rumah sakit yang baik, dimana perawat sebagai

ujung tombak pemberi pelayanan keperawatan pada pasien dan menjadi

penghubung pelayanan kesehatan terkuat dengan pasien dan keluarganya di

masyarakat. Harapan pasien berada pada bantuan, pengetahuan, keterampilan

serta sikap profesional perawat yang pada tujuan akhirnya pasien akan cepat

mengalami kemandirian dan pemulihan kesehatannya.

Sebagai salah satu profesi yang selalu berhubungan dan berinteraksi

langsung dengan pasien, para perawat di RSUD Ulin Banjarmasin menyadari

bahwa kegiatan komunikasi interpersonal tidak dapat di abaikan dan dianggap

tidak penting dalam pelayanan yang mereka berikan.

Melalui komunikasi interpersonal yang terjalin antara perawat dengan

pasien, kebutuhan pasien akan pelayanan terpenuhi. Mengetahui dan memahami

sikap pasien sangat penting bagi rumah sakit, sebagai tolak ukur untuk terus

meningkatkan pelayanan yang mampu membentuk, menguatkan, dan mengubah

sikap pasien, sehingga rumah sakit dapat menciptakan dan mempertahankan

loyalitas pasien terhadap rumah sakit.

1
www.rsudulin.com
Wawancara dr Hanna Permana Subanegara, MARS
Chairman Assosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA)

6
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan melakukan penelitian lebih

jauh mengenai hubungan antara komunikasi interpersonal perawat dengan sikap

pasien terhadap rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan melakukan penelitian

dengan rumusan masalah: “Apakah ada hubungan antara komunikasi

interpersonal perawat dengan sikap pasien terhadap rumah sakit”

1.3 Identifikasi Masalah

Berkaitan dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka

penulis mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara kepercayaan diri perawat dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit?

2. Apakah ada hubungan antara kebersatuan perawat dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit?

3. Apakah ada hubungan antara manajemen interaksi perawat dengan

kognisi, afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit?

4. Apakah ada hubungan antara daya ekspresi perawat dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit?

7
5. Apakah ada hubungan antara orientasi kepada orang lain dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Apakah ada hubungan antara kepercayaan diri perawat dengan kognisi, afeksi,

dan konaksi pasien terhadap rumah sakit.

2. Apakah ada hubungan antara kebersamanan perawat dengan kognisi, afeksi,

dan konaksi pasien terhadap rumah sakit.

3. Apakah ada hubungan antara manajemen interaksi perawat dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit.

4. Apakah ada hubungan antara daya ekspresi perawat dengan kognisi, afeksi,

dan konaksi pasien terhadap rumah sakit.

5. Apakah ada hubungan antara orientasi kepada orang lain dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit.

8
1.5 Kegunaan Penelitian

1.5.1 Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat bagi

pengembangan ilmu komunikasi, khususnya pada ilmu komunikasi interpersonal

atau antar pribadi.

1.5.2 Praktis

Memberikan masukan kepada RSUD Ulin Banjarmasin, terutama

ditujukan untuk perawat dalam memberikan pelayanan pada pasiennya melalui

komunikasi interpersonal secara efektif.

1.6 Kerangka Pemikiran

1.6.1 Kerangka Teoritis

Penelitian ini mengacu pada Teori Pertukaran Sosial atau Exchange

Theory dari Thibault & Kelley yang memandang hubungan interpersonal sebagai

suatu transaksi dagang (Rakhmat, 2004b: 121). Dalam teori ini, orang

berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi

kebutuhannya.

Thibault & Kelley mengatakan bahwa asumsi dari Teori Pertukaran Sosial

(Exchange Theory) adalah “Setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal

9
dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan

ditinjau dari sisi ganjaran dan biaya. Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat

perbandingan merupakan empat konsep pokok teori ini.” (Rakhmat, 2004b: 121).

Ganjaran adalah sikap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang

dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial atau dukungan

terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara

seseorang dengan orang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu

yang lain.

Ganjaran merupakan segala sesuatu yang membuat komunikasi

interpersonal antara perawat dengan pasien menjadi efektif.

Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu

hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu usaha, konflik, kecemasan, dan

keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber

kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan.

Seperti ganjaran, biaya pun berubah-ubah sesuai dengan waktu dan orang yang

terlibat di dalamnya.

Biaya dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang telah dikeluarkan

oleh pasien untuk menyembuhkan penyakitnya, seperti uang, waktu, dan

kecemasan.

Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seseorang individu

merasa, dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba

sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba. Laba akan

10
diperoleh apabila pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan rumah

sakit, termasuk diantaranya adalah pelayanan dalam komunikasi yang diberikan

oleh perawat. Dengan demikian timbul sikap positif atau negatif dalam diri

pasien. Apabila si pasien tidak merasa puas dengan pelayanan di suatu rumah

sakit, maka si pasien akan mencari rumah sakit yang lain yang bias memberikan

kepuasan dan pelayanan yang lebih baik.

Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai

sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang.

Pengalaman pasien yang sebelumnya pernah menggunakan jasa rumah sakit lain

akan dijadikan pembanding pelayanan yang diberikan oleh RSUD Ulin

Banjarmasin. Semakin baik pelayanan komunikasi yang diberikan perawat, maka

pasien pun akan selalu senantiasa menggunakan jasa kesehatan di RSUD Ulin

Banjarmasin. Lain halnya apabila pelayanan rumah sakit lain yang lebih bagus,

maka kemungkinan pasien pun akan berpaling ke rumah sakit yang dinilai lebih

baik daripada RSUD Ulin Banjarmasin.

TEORI PERTUKARAN SOSIAL


(Thibault dan Kelley)

Ganjaran (hal yang Biaya (hal yang Tingkat


diterima oleh diberikan pasien Laba/hasil perbandingan
pasien RSUD Ulin RSUD Ulin (Ganjaran (Ukuran rumah
Banjarmasin) Banjarmasin) dikurangi biaya) sakit lain sebagai
pembanding)

11
Gambar 1.1 Kerangka Teoritis

Sumber: Rakhmat, 2004b: 121

1.6.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian kerangka teoritis tersebut, maka konsep penelitian

yang ada dalam kerangka teoritis dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Komunikasi Interpersonal Perawat

Yaitu komunikasi langsung antara profesional-profesional dan

professional-klien. Komunikasi ini biasanya dalam bentuk dialog, meskipun

kondisi tertentu juga terjadi secara monolog. (Mundakir, 2006:17)

“Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara


seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua
orang yang dapat diketahui langsung balikannya. Dengan bertambahnya orang
yang terlibat dalam komunikasi, menjadi bertambahlah persepsi orang dalam
kejadian komunikasi sehingga bertambah komplekslah komunikasi tersebut.
Komunikasi interpersonal adalah membentuk hubungan dengan orang lain.”
(Arni Muhammad, 2005:159)

Devito (1989) mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai berikut:

The process of sending and receiving message between two person with some
effect and some immediate feedback (Proses pengiriman dan penerimaan pesan

12
antara dua orang atau sekelompok kecil orang dengan efek dan umpan balik
seketika).

Sementara perawat sebagai komunikator dalam kegiatan komunikasi

interpersonal, didefinisikan sebagai berikut:

“Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan


melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh
melalui pendidikan keperawatan.” ( UU RI. No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan)
“Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,
membantu dengan melindungi seseorang karena sakit, luka dan proses
penuaan.” (Tyalor C Lillis C Lemone)
“Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan
yang memenuhi syarat serta berwenang di negeri bersangkutan untuk
memberikan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk
meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit.”
(International Council of Nursing tahun 1965)

Pada lokakarya nasional 1983 telah disepakati pengertian keperawatan

sebagai berikut:

“Keperawatan adalah pelayanan professional yang merupakan bagian


integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual yang komprehensif yang ditujukan
kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia.”

Komunikasi interpersonal, seperti perilaku yang lain, dapat sangat efektif

dan dapat pula sangat tidak efektif. DeVito dalam bukunya Komunikasi Antar

Manusia menyebutkan bahwa lima karakteristik efektivitas komunikasi

interpersonal ditinjau dari sudut pandang keperilakuan komunikator terdiri dari:

1. Kepercayaan-diri (confidance)

Dalam komunikasi interpersonal, komunikator yang efektif haruslah memiliki

kepercayaan diri sosial; di mana seorang komunikator yang efektif selalu

13
merasa nyaman bersama orang lain dan merasa nyaman dalam situasi

komunikasi pada umumnya.

2. Kebersatuan (immediacy)

Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara komunikator dan

komunikate sehingga akan tercipta rasa kebersamaan dan kesatuan.

3. Manajemen Interaksi (Interaction Management)

Komunikator yang efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua

belah pihak. Dalam manajemen interaksi yang efektif, tidak seorangpun

merasa diabaikan atau merasa menjadi tokoh utama. Masing-masing pihak

memberikan kontribusi dalam keseluruhan komunikasi.

4. Daya Ekspresi (expressiveness)

Daya ekspresi mengacu kepada keterampilan mengkomunikasikan

keterlibatan tulus dalam interaksi interpersonal.

5. Orientasi kepada Orang Lain (Other Orientation)

Orientasi kepada orang lain mengacu pada kemampuan sorang komunikator

untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicaranya selama berkomunikasi.

Orientasi ini mencakup pengkomunikasian perhatian dan minat terhadap apa

yang dikatakan oleh lawan bicara. (DeVito, 1997:264)

2. Sikap Pasien Terhadap Rumah Sakit

Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi

sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Sikap selalu berorientasi pada suatu

14
objek tertentu dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada. Sikap menurut

Azwar dalam bukunya Sikap, Manusia, Teori dan Pengukurannya:

“Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun
perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut. Sikap
merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif
yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku
terhadap suatu objek (Azwar, 2003:5)

Dalam penelitian ini sikap yang ditunjukkan oleh pasien rawat inap RSUD

Ulin Banjarmasin adalah suatu bentuk reaksi terhadap komunikasi yang dilakukan

oleh perawat RSUD Ulin Banjarmasin. Di mana pasien akan cenderung untuk

mendukung dengan tetap menggunakan jasa kesehatan di RSUD Ulin

Banjarmasin apabila pelayanan yang diberikan oleh perawat dalam hal ini adalah

komunikasi interpersonal dinilai baik atau sebaliknya.

Sikap memiliki tiga komponen menurut Mar’at (1982:13), yaitu:

1. Aspek Kognisi yang hubungannya dengan beliefs, ide dan konsep, yaitu

berupa penambahan pengetahuan, kepercayaan dan perubahan opini

komunitas. Dalam penelitian ini, pengetahuan, kepercayaan, dan opini pasien

terhadap RSUD Ulin Banjarmasin.

2. Aspek Afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang, yaitu

berupa rasa senang atau tidak senang pada kegiatan yang dilaksanakan.

Dalam penelitian ini, rasa senang atau tidak senang pasien, kepuasan dan

penilaian terhadap RSUD Ulin Banjarmasin.

15
3. Aspek Konasi yang merupakan kecendrungan bertingkah laku, yaitu berupa

kesedian berpartisipasi, mendukung, dan kecendrungan komunitas

berperilaku. Dalam penelitian ini, kesedian pasien untuk tetap menggunakan

jasa kesehatan di RSUD Ulin Banjarmasin, kesedian pasien untuk mengajak

orang lain untuk menggunakan jasa kesehatan di RSUD Ulin Banjarmasin

dan kesediaan pasien untuk menyebarluaskan informasi tentang RSUD Ulin

Banjarmasin.

1.6.3 Operasionalisasi Variabel

Operasionalisasi variable dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel 1 : Komunikasi Interpersonal Perawat

Sub Variabel 1.1 : Kepercayaan Diri

Indikator :

a. Sikap santai/tidak kaku dalam berkomunikasi dengan pasien.

b. Fleksibilitas perawat dalam suara dan gerak tubuhnya.

c. Tingkah laku perawat.

d. Penampilan fisik perawat.

Sub Variabel 1.2 : Kebersatuan

16
Indikator :

a. Pengendalian kontak mata selama berkomunikasi dengan pasien.

b. Penggunaan bahasa yang sederhana.

c. Ketanggapan perawat terhadap apa yang dibutuhkan pasien.

d. Sifat dapat dipercaya perawat

Sub Variabel 1.3 : Manajemen Interaksi

Indikator :

a. Perawat menciptakan suasana yang dialogis denga pasien.

b. Peawat tidak membiarkan terjadi jeda yang terlalu lama.

Sub Variabel 1.4 : Daya Ekspresi

Indikator :

a. Keseluruhan unsure mimic perawat selama berkomunikasi

b. Keantusiasan perawat selama berkomunikasi dengan pasien.

Sub Variabel 1.5 : Orientasi Kepada Orang Lain

17
Indikator :

a. Empati yang ditunjukkan perawat kepada pasien.

2. Variabel 2 : Sikap Pasien Terhadap Rumah Sakit

Sub Variabel 2.1 : Aspek Kognisi

Indikator :

a. Pengetahuan pasien terhadap RSUD Ulin Banjarmasin.

b. Kepercayaan dan opini pasien terhadap RSUD Ulin Banjarmasin.

Sub Variabel 2.2 : Aspek Afeksi

Indikator :

a. Perasaan senang pasien terhadap tenaga kesehatan di RSUD Ulin

Banjarmasin.

b. Perasaan suka pasien terhadap sarana dan prasarana yang tersedia di

RSUD Ulin Banjarmasin.

Sub Variabel 2.3 : Aspek Konasi

18
Indikator :

a. Kesediaan pasien untuk tetap menggunakan jasa kesehatan di RSUD Ulin

Banjarmasin.

b. Kesediaan pasien untuk mengajak orang lain menggunakan jasa kesehatan

di RSUD Ulin Banjarmasin.

c. Kesediaan pasien menyebarluaskan informasi tentang RSUD Ulin

Banjarmasin.

1.6.4 Bagan Penelitian

Rumusan Masalah
Sejauhmana hubungan antara komunikasi interpersonal perawat
dengan sikap pasien terhadap rumah sakit

TEORI PERTUKARAN SOSIAL


(Thibault dan Kelley)

19
Ganjaran Biaya Laba/Hasil Tingkat
Perbandingan

Variabel X Variabel Y
Komunikasi Interpersonal Sikap Pasien

X1 Kepercayaan diri Y1 Aspek Kognisi


Indikator: Indikator:
a. Sikap santai/tidak kaku dalam berkomunikasi a. Pengetahuan pasien terhadap RSUD Ulin
dengan pasien, Banjarmasin
b. Fleksibilitas perawat dalam suara dan gerak b. Kepercayaan dan opini pasien terhadap RSUD
tubuhnya, Ulin Banjarmasin
c. Tingkah laku perawat selama berkomunikasi,
d. Penampilan fisik perawat Y2 Aspek Afeksi
X2 Kebersatuan (Immediacy) Indikator:
Indikator: a. Perasaan senang pasien terhadap tenaga medis
a. Pengendalian kontak mata selama berkomunikasi di RSUD Ulin Banjarmasin,
dengan pasien, b. Perasaan suka pasien terhadap sarana dan
b. Penggunaan bahasa yang sederhana, prasarana yang tersedia di RSUD Ulin
c. Ketanggapan perawat terhadap apa yang Banjarmasin.
dibutuhkan pasien,
d. Sifat dapat dipercaya perawat. Y3 Aspek Konasi
X3 Manajemen Interaksi (Interaction Management) Indikator:
Indikator: a. Kesediaan pasien untuk tetap menggunakan jasa
a. Perawat menciptakan suasana yang dialogis kesehatan di RSUD Ulin Banjarmasin,
dengan pasien, b. Kesediaan pasien untuk mengajak orang lain
b. Perawat tidak membiarkan terjadi jeda terlalu menggunakan jasa kesehatan di RSUD Ulin
lama. Banjarmasin,
X4 Daya Ekspresi (Expressiveness) c. Kesediaan pasien untuk menyampaikan
Indikator: informasi mengenai RSUD Ulin Banjarmasin
a. Keseluruhan unsur mimik perawat selama kepada orang lain.
berkomunikasi,
b. Keantusiasan perawat terhadap pembicaraan
pasien.
X5 Orientasi kepada Orang Lain (Other Orientation)
Indikator:
a. Empati yang ditujukan pada pasien.

20
1.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih harus diuji kebenarannya

secara empiric. Karena, hipotesis merupakan instrument kerja dari teori sebagai

hasil deduksi dari teori atau proposisi hipotesis lebih spesifik sehingga lebih siap

diuji scara empirik.

1.7.1 Hipotesis Mayor

Hipotesis utama penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah ada

hubungan antara komunikasi interpersonal perawat dengan sikap pasien terhadap

rumah sakit”. Untuk meneliti hubungan tersebut, diperlukan hipotesis yang akan

diuji. Hipotesis akan dirumuskan sebagai berikut:

H1 : Ada hubungan antara komunikasi interpersonal perawat dengan sikap

pasien terhadap rumah sakit


H0 : Tidak ada hubungan antara komunikasi interpersonal perawat dengan

sikap pasien terhadap rumah sakit

1.7.2 Hipotesis Minor

Hipotesis minor penelitian ini sebagai berikut:

21
1. H1: Ada hubungan antara kepercayaan diri perawat dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit

H0: Tidak ada hubungan antara kepercayaan diri perawat dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit

2. H1: Ada hubungan antara kebersamanan perawat dengan kognisi, afeksi,

dan konaksi pasien terhadap rumah sakit.

H0: Tidak ada hubungan antara kebersamanan perawat dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit

3. H1: Ada hubungan antara manajemen interaksi perawat dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit

H0: Tidak ada hubungan antara manajemen interaksi perawat dengan

kognisi, afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit

4. H1: Ada hubungan antara daya ekspresi perawat dengan kognisi, afeksi,

dan konaksi pasien terhadap rumah sakit

H0: Tidak ada hubungan antara daya ekspresi perawat dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit

5. H1: Ada hubungan antara orientasi kepada orang lain dengan kognisi,

afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit

22
H0: Tidak ada hubungan antara orientasi kepada orang lain dengan

kognisi, afeksi, dan konaksi pasien terhadap rumah sakit

1.8 Metodologi Penelitian

1.8.1 Penelitian Korelasional

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional.

Metode korelasional bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu factor

berkaitan pada variasi factor yang lain (Rakhmat, 2004a: 275)

Oleh karena itu, penulis akan meneliti apakah terdapat hubungan yang

signifikan diantara kedua variabel, yaitu komunikasi interpersonal perawat

sebagai Variabel X, dan sikap pasien terhadap rumah sakit sebagai Variabel Y.

1.8.2 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah kumpulan objek penelitian (Rakhmat, 2004a : 78).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap (non anak) RSUD

Ulin Banjarmasin.

Sampel yaitu sebagian dari populasi yang diamati atau dapat diartikan

sebagai bagian dari subjek penelitian yang dipilih dan dianggap mewakili secara

keseluruhan (Rakhmat, 2004a : 78).

23
Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik

sampling berstrata proporsional, yaitu teknik penentuan sampel melibatkan

pembagian populasi ke dalam kelas. Dalam sampel strata proporsional, dari setiap

strata diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap strata (Rakhmat,

2004a : 79). Pecahan sampling 0,10 atau 0,20 sering dianggap banyak penelitian

sebagai ukuran sampel yang memadai. Menurut Singarimbun dan Effendy,

sebetulnya ukuran sampel bergantung pada derajat keseragaman, presisi yang

dikehendaki, rencana analisis data dan fasilitas yang tersedia. (dalam Rakhmat,

2004a : 81).

1.8.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Angket, yang merupakan daftar pernyataan tertulis yang terstruktur dan

disertai alternative jawaban yang disebarkan kepada sejumlah responden

di RSUD Ulin Banjarmasin.

2. Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data melalui pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.

Dalam penelitian ini, segala sesuatu yang didapat penulis ketika

melakukan pengamatan secara langsung ke lapangan, yaitu pada

komunikasi interpersonal yang terjadi diantara perawat dan pasien atau

pun segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian yang ingin diteliti.

24
3. Wawancara yaitu Tanya jawab langsung untuk mencari dan

mengumpulkan informasi atau data kepada sumber-sumber yang ada

kaitannya dengan berbagai sumber yang berhubungan dengan komunikasi

interpersonal perawat dengan pasien atau pun segala sesuatu yang

berkaitan dengan penelitian.

4. Studi Kepustakaan yaitu mencari data-data sekunder yang relevan dengan

penelitian, yaitu mengenai komunikais interpersonal perawat dan

pembentukan sikap. Data dapat diperoleh melalui internet, buku-buku,

literature, majalah, surat kabar dan buku catatan kuliah yang berhubungan

dengan penelitian.

1.8.4 jfjhgsohgo

1.9 Bnxcbhcxhb

1.10 Xbbnxxfg

25

You might also like