You are on page 1of 5

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF OTONOMI DAERAH

TERHADAP KEMAJUAN BANGSA INDONESIA DITUNJAU DARI


EKONOMI, SOSIAL BUDAYA, KEAMANAN DAN PELAYANAN PEMERINTAH
A. Pengertian Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan
prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik
Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu
pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana
di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem
pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan
paradigma pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai
pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll)
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang
melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan
untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan
pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan
meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi
masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah
ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan
perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan
dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan
efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
B. Sentralisasi dan Desentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah
persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum
tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada
pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari
perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap
tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang
meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh
pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak
akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan
dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi
dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri
sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu
arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah
perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu
merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain
proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.
Masalah sentralisasi dan desentralisasi bukan lagi dipandang sebagai persoalan
penyelenggara negara saja. Pada akhirnya kekuatan suatu bangsa harus diletakkan
pada masyarakatnya. Saat ini di banyak wilayah, politik lokal dikuasai selain oleh orang-
orang partai politik juga kelompok-kelompok yang menjalankan prinsip bertentangan
dengan pencapaian tujuan kesejahteraan umum. Kekuatan kelompok pro pembaruan
lemah di banyak daerah dan langsung harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan
politik lokal dengan kepentingan sempit.
Birokrasi sekali lagi adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan daerah.
Birokrasi, jika dirancang secara sungguh-sungguh, bisa berperan sebagai alat
merasionalisasikan masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya, membantu pemerintah
daerah dalam mendesain pelayanan publik yang akuntabel. Pemerintah daerah sering
pada situasi terlalu terpengaruh dengan kepentingan perpolitikan lokal. (sumber acuan
http://www.kompas.comKamis, 02 Juni 2005)
C. Dampak Positif dan Negatif Desentralisasi bagi Kemajuan Bangsa
Indonesia
Jika kita tinjau lebih jauh penerapan kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi
sekarang ini, cukup memberikan dampak positif nagi perkembangan bangsa indonesia.
Dengan adanya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah diberi wewenang dan
tanggung jawab untuk mengatur daerahnya, karena dinilai pemerintahan daerah lebih
mengetahui kondisi daerahnya masing-masing. Disamping itu dengan diterapkannya
sistem desentralisasi diharapkan biaya birokrasi yang lebih efisien. Hal ini merupakan
beberapa pertimbangan mengapa otonomi daerah harus dilakukan.
Dalam setiap kebijakan atau keputusan yang diambil pasti ada sisi positif dan sisi
negatifnya. Begitu juga dengan penerapan sistem desentaralisasi ini, memiliki beberapa
kelemahan dan kelebihan. Secara terperinci mengenai dampak dampak positif dan
negatif dari desentarlisasi dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi banyak sekali keutungan dari penerapak sistem desentralisasi ini
dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang
dimilikinya, dengan demikian apabila suber daya alam yang dimiliki telah dikelola
secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan
meningkat. Seperti yang diberitakan pada majalah Tempo Januari 2003
“Desentralisasi: Menuju Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis Komunitas Lokal”
disebutkan :
“Sebagaimana telah diamanatkan oleh Deklarasi Rio dan Agenda 21, pengelolaan
sumberdaya alam berbasis komunitas merupakan salah satu strategi pengelolaan
yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya alam. Selain itu strategi ini dapat membawa efek positif secara ekologi
dan dan sosial. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan
berbasis komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan di indonesia, selain karena
efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal di Indonesia memiliki keterikatan
yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan
demi kebaikan daerahnya dan tidak sebaliknya……………………dsb
Namun demikian, sejak dicapainya kemerdekaan Indonesia, kecenderungan yang
terjadi adalah sentralisasi kekuasaan. Sejak orde lama sampai berakhirnya orde baru,
pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara.
Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan
eksistensi daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan
dinamika sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang
mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya
mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya…………dsb
Pelaksanaan desentralisasi mempunyai dua efek yang sangat berlawanan terhadap
pengelolaan sumber daya kelautan tergantung dari pendekatan dan penerapannya.
Desentralisasi akan mengarah pada over eksploitasi dan kerusakan tanpa adanya
pendekatan yang baik, namun sebaliknya dapat memaksimalkan potensi sumberdaya
kelautan dengan tetap mengindahkan aspek kelestarian dan kelangsungan. prasyarat
diperlukan demi tercapainya pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis komunitas
lokal.
Kewenangan pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan sumberdaya kelautan
dan terdapatnya akuntabilitas otoritas lokal merupakan prasyarat utama demi
tercapainya pengelolaan sumberdaya kelautan dalam kerangka pelaksanaan
desentralisasi (Ribbot 2002)……………”
Dari artikel diatas telah jelas betapa perlunya suatu otonomi daerah dilakukan,
masyarakat merindukan adanya suatu kemandirian yang diberikan kepada mereka
untuk merusaha mengembangkan suber daya alam yang mereka miliki, karena
mereka lebih mengetahui hal-hal apa saja yang terbaik bagi mereka.
Artikel diatas cukup memberikan gambaran betapa pentingnya otonomi daerah,
tetapi disamping itu dengan tidak menutup mata ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, dengan adanya penerapan sistem ini membukan peluang yang sebesar-
besarnya bagi pejabat daerah (pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek
KKN. Seperti yang dimuat pada majalah Tempo Kamis 4 November 2004
(www.tempointeraktif.com) “Desentralisasi Korupsi Melalui Otonomi Daerah”
“Setelah Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi menjadi tersangka korupsi
pembelian genset senilai Rp 30 miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera Barat Zainal
Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi anggaran dewan dalam APBD 2002
sebesar Rp 6,4 miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua kasus korupsi
menyangkut gubernur ini, masih ditambah hujan kasus korupsi yang menyangkut
puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di berbagai wilayah di Indonesia,
dengan modus mirip: menyelewengkan APBD.
Sehingga ada ketidak jelasan akuntabilitas kepala daerah terhadap masyarakat
setempat, yang membuat bentuk-bentuk tanggung jawab kepala daerah ke publik
pun menjadi belum jelas. ?Karena posisi masyarakat dalam proses penegakan prinsip
akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah, belum jelas, publik tidak pernah
tahu bagaimana kinerja birokrasi di daerah,? ujarnya.
Untuk itu Andrinof mengusulkan, selain dicantumkan prosedur administrasi dalam
pertanggung jawaban anggota Dewan, juga perlu ada prosedur politik yang
melibatkan masyarakat dalam mengawasi proyeksi dan pelaksanaan APBD. Misalnya,
dengan adanya rapat terbuka atau laporan rutin ke masyarakat melalui media massa.
Berikut ini beberapa modus korupsi di daerah:
1. Korupsi Pengadaan Barang
Modus --à a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga
pasar.
b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
Modus --à a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan
pensiun dan sebagainya.
Modus -à Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti
asuhan dan jompo)
Modus -à a. Pemotongan dana bantuan sosial
b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5. Bantuan fiktif
Modus -à Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari
pemerintah ke pihak luar.
6. Penyelewengan dana proyek
Modus -à a. Mengambil dana proyek pemerintah di luar ketentuan resmi.
b. Memotong dana proyek tanpa sepengtahuan orang lain.
7. Proyek fiktif fisik
Modus --à Dana dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi secara fisik proyek itu
nihil.
8. Manipulasi hasil penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan iuran.
Modus --à a. Jumlah riil penerimaan penjualan, pajak tidak dilaporkan.
b. Penetapan target penerimaan

Berdasarkan artikel diatas dapat disimpulkan bahwa disamping memiliki dampak


positif otonomi daerah juga memiliki dampak negatif, bahkan dampak yang
ditimbulkan sangatlah besar, dan apabila hal ini terus terjadi bukan kemakmuran dan
kemandirian yang di peroleh malahan kesengsaraan dan kemiskinan yang akan kita
peroleh. Oleh sebab itu peranan masyarakat dalam melakukan kontrol sangantlah
penting dan yang lebih penting adalah dari pejabat itu sendiri. Bagaimana ahklak
pribadi pejabat tersebut.

2. Segi Sosial Budaya


Dengan diadakannya desentralisasi akan memperkuat ikatan sosial budaya pada
suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan
daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh
daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di
perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi
daerah tersebut.

3. Segi Keamanan dan Politik


Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk mempertahankan
kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijakna ini akan bisa
meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah
yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI).
Tetapi disatu sisi otonomi daerah berpotensi menyulut konflik antar daerah.
Sebagaimana pada artiket Asian Report 18 juli 2003 ”Mengatur Desentralisasi Dan
Konflik Disulawesi Selatan” ”

”……………..Indonesia memindahkan kekuasaannya yang luas ke kabupaten-


kabupaten dan kota-kota – tingkat kedua pemerintahan daerah sesudah provinsi –
diikuti dengan pemindahan fiskal cukup banyak dari pusat. Peraturan yang
mendasari desentralisasi juga memperbolehkan penciptaan kawasan baru dengan
cara pemekaran atau penggabungan unit-unit administratif yang eksis. Prakteknya,
proses yang dikenal sebagai pemekaran tersebut berarti tidak bergabung tetapi
merupakan pemecahan secara administratif dan penciptaan beberapa provinsi baru
serta hampir 100 kabupaten baru.

Dengan beberapa dari kabupaten itu menggambarkan garis etnis dan meningkatnya
ekonomi yang cepat bagi politik daerah, ada ketakutan akan terjadi konflik baru
dalam soal tanah, sumber daya atau perbatasan dan adanya politisi lokal yang
memanipulasi ketegangan untuk kepentingan personal. Namun begitu, proses
desentralisasi juga telah meningkatkan prospek pencegahan dan manajemen konflik
yang lebih baik melalui munculnya pemerintahan lokal yang lebih dipercaya……..”
”Desentralisasi merupakan sebuah terobosan besar dalam pengelolaan politik,
ekonomi, dan sosial di Indonesia. Dengan desentralisasi daerah memiliki peluang
yang besar untuk mengembangkan potensi diri masing-masing. Pada saat yang
sama, desentralisasi juga menuntut kesiapan daerah untuk lebih mandiri, termasuk
mengelola konflik-konflik yang berkembang baik setelah proses desentralisasi
ataupun konflik-konflik yang selama ini dikelola dengan mengandalkan pemerintah
pusat.

Banyak daerah saat ini menyimpan potensi konflik yang sangat besar. Hubungan
sosial antar anggota masyarakat yang tidak harmonis, kesenjangan sosial, serta
kebijakan pemerintah yang tidak sensitif terhadap konflik merupakan faktor-faktor
yang sangat potensial bagi munculnya konflik di daerah…………

4. Segi Pelayanan Pemerintah


Mengenai pelayanan ini saya mengutip dari internet www.deliveri.org ”Memberikan
Pelayanan yang Bermutu” (tanggal dan tahun lupa dicatat). Yang menyatakan:

……….Disamping Sampai pada pertengahan tahun 1999, perencanaan dan pemberian


pelayanan pemerintah masih diatur oleh Undang-undang No.5 tahun 1974 (juga
dikenal dengan nama P5D). UU ini menggambarkan dua “struktur” utama: top-down
dan bottom-up. Di dalam struktur top-down, pemerintah pusat mengembangkan dan
membiayai berbagai program dan proyek yang dilaksanakan dengan mengikuti
instruksi yang rinci oleh badan-badan pemerintah di daerah, dengan sedikit atau
bahkan tanpa keterlibatan pelanggan yang hanya berperan sebagai “penerima”
pelayanan. Sementara di bawah struktur bottom-up, pemerintah daerah diharapkan
untuk dapat membuat perencanaan dan melaksanakan program. Program ini
diidentifikasi dan diprioritaskan menurut kebutuhan daerah dengan berkonsultasi
pada pemerintah tingkat bawah dan anggota masyarakat. Walaupun terdapat
keseimbangan yang jelas antara struktur top-down dan bottom-up pada P5D, namun
karena aparat daerah kurang memiliki keahlian dalam mengembangkan dan
melaksanakan program-program lokal, dan kebanyakan dana datang dari pusat, serta
perencanaan proyek yang sangat terikat oleh pemerintah pusat, maka struktur top-
down berlaku secara umum…………..

Berdasarkan wacana diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka
setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya
kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa
memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki
kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis
mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan
berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut
kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusus
perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

You might also like