Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Suwahono
Oleh:
Suwahono
BAB I
PENDAHULUAN
Kotamadya Semarang termasuk salah satu kota pantai yang terdapat di Indonesia.
Kota Semarang memiliki pantai memanjang pada bagian Barat dan Utara kota yang
mayoritas digunakan untuk perumahan.
Sebagai kota pesisir yang keadaan wilayahnya sebagian besar datar, kota Semarang
memiliki ketinggian dari muka air laut berkisar 1-25 meter dari muka air laut dengan
kemiringan tanah rata-rata 0-5º ke arah Barat. Berdasarkan peta geologi, kota Semarang
dan sekitarnya ditutupi oleh jenis batuan tersier dan kuarter yaitu batuan gunung api dan
endapan aluvial.
Data yang direkam dari kawasan meliputi karakteristik geomorfologi, kondisi
lingkungan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, jenis kerugian fisik dan non fisik, dan
adaptasi lingkungan dalam mengantisipasi banjir. Data ynga direkam dari 2 bangunan
contoh meliputi denah, bahan bangunan yang digunakan, kerusakan yang pernah terjadi
akibat banjir, perbaikan yang pernah dilakukan, perkiraan kerugian akibat banjir, jenis
perbaikan yang pernah dilakukan. Data tersebut akan digunakan untuk dapat
menindikasikan jumlah kerusakan bila air laut naik setinggi 1 meter.
Dikatakan oleh para ahli bahwa ada kaitan antara kenaikan muka air laut dengan
peningkatan suhu udara dunia. Beberapa indikasi dari meningkatnya muka air laut antara
lain adalah garis pantai yang makin naik, kawasan pantai yang makin berkurang, hilangnya
sebagian kawasan hutan bakau serta terjadinya abrasi dan sedimentasi.
Sekitar 65% penduduk Indonesia bermukim di pantai, maka pada kawasan pantai
yang digunakan untuk tempat tinggal perubahan kondisi fisik pantai ini akan
mempengaruhi kelangsungan hidup penduduk di kawasan tersebut. Kegiatan lain yang
biasanya ada di kawasan pantai yang akan terganggu antar lain pelabuhan, gudang, tempat
pelelangan ikan, tempat rekreasi, terumbu karang dan budidaya ikan, dsb.
Untuk dapat membahas kerugian yang terjadi pada suatu kawasan akibat instrusi air laut
maka pada makalah ini mengangkat permasalahan;
Bagaimana Gambaran Kota Semarang?
Bagaimana Instrusi air Laut Di kota Semarang?
Bagaimana Cara Menanggulanginya?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Letak Geografis
Posisi geografi Kota Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah, tepatnya pada
garis 6º, 5' - 7º, 10' Lintang Selatan dan 110º, 35' Bujur Timur. Sedang luas wilayah
mencapai 37.366.838 Ha atau 373,7 Km2. Letak geografi Kota Semarang ini dalam
koridor pembangunan Jawa Tengah dan merupakan simpul empat pintu gerbang, yakni
koridor pantai Utara, koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten
Magelang, Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah
Kabupaten Demak/Grobogan dan Barat menuju Kabupaten Kendal. Dalam perkembangan
dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan, terutama dengan adanya
pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan) serta transport udara yang
merupakan potensi bagi simpul transport Regional Jawa Tengah dan kota transit Regional
Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan luar
Jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah nasional bagian tengah.
2. TOPOGRAFI
Topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi.
Dibagian Utara yang merupakan pantai dan dataran rendah memiliki kemiringan 0-2%
sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0-3,5 M.Di bagian Selatan merupakan daerah
perbukitan, dengan kemiringan 2 - 40% dan ketinggian antara 90 - 200 M di atas
permukaan air laut (DPL).2.2.
3. DEMOGRAFI
Jumlah Penduduk Kota Semarang pada tahun 2006 (data terbaru dari BPS) sebesar
1.434.025 jiwa. Dengan jumlah tersebut Kota Semarang termasuk 5 besar Kabupaten/Kota
yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Jawa Tengah. Jumlah penduduk pada tahun
2006 tersebut terdiri dari 711.761 penduduk laki-laki dan 722.264 penduduk perempuan.
Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar
14.470 orang per km2, sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Mijen sebesar 786
orang per km2. Jumlah usia produktif cukup besar, mencapai 69.30% dari jumlah
penduduk. Ini menunjukkan potensi tenaga kerja dan segi kuantitas amat besar, sehingga
kebutuhan tenaga kerja bagi mereka yang tertarik menanamkan investasinya di sini tidak
menjadi masalah lagi. Belum lagi penduduk dari daerah hinterlandnya. Sementara itu jika
kita lihat mata pencaharian penduduk tersebut tersebar pada pegawai negeri, sektor
industri, ABRI, petani, buruh tani, pengusaha; pedagang, angkutan dan selebihnya
pensiunan.
Dari aspek pendidikan dapat kita lihat, bahwa rata-rata anak usia sekolah di Kota
Semarang dapat melanjutkan hingga batas wajar sembilan tahun, bahkan tidak sedikit yang
lulus SLTA dan Sarjana. Meskipun masih ada sebagian yang tidak mengenyam pendidikan
formal, namun demikian dapat dicatat bahwa sejak tahun 2003 penduduk Kota Semarang
telah bebas dan 3 buta (buta aksara, buta angka dan buta pengetahuan dasar). Dengan
komposisi struktur pendidikan demikian ini cukup mendukung perkembangan Kota
Semarang, apalagi peningkatan kualitas penduduk yang selalu mendapat prioritas utama
didalam upaya peningkatan kesejahteraan. Tingkat kepadatan penduduk memang belum
merata. Penduduk lebih tersentral di pusat kota. Pertumbuhan penduduk rata-rata
1,43%/tahun. Ini berarti laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan, setidaknya terkendali
dan kesejahteraan umum segera terealisasi.
4. Iklim
Kota Semarang termasuk daerah yang beriklim tropis, karena letaknya menghampiri
garis khatulistiwa.
Kelembaban udara berkisar antara 67 % - 86 %
Curah hujan tahunan rata-rata 337 mm, dimana curah hujan tertinggi dicapai pada
bulan Januari dengan rata-rata 660 mm/bulan dan terendah pada bulan Agustus
berkisar 14,4 mm/bulan dengan jumlah hari hujan berkisar 149 hari hujan
pertahun.
Temperatur/suhu udara di Kota Semarang rata-rata sekitar 26C sampai dengan 33
C.
Kecepatan angin rata-rata 2-3 Knot/Jam
Penyinaran matahari rata-rata 49,33
5. HIDROLOGI
Potensi air di Kota Semarang bersumber pada sungai - sungai yang mengalir di
Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali Banjirkanal Timur,
Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan lain sebagainya. Kali Garang
yan bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara hingga
mencapai Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran kali Kreo dan
kaliKripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir
Indikasi Instrusi Air Laut Di Kota Semarang Suwahono - 6
Tugas Kimia Lingkungan - Studi instrusi Air laut
Kota Semarang ditinjau dari proses pembentukan morfologi dapat dibagi menjadi 3
(tiga) satuan, yaitu :
1) Satuan Morfologi Pedataran
2) Satuan Morfologi Bergelombang Lemah
3) Satuan Morfologi Bergelombang Kuat.
geomorfologi yang bekerja berupa erosi lateral dan vertikal, serta sedimentasi.
Khususnya pada daerah pantai mengalami abrasi dan sedimentasi.
3) Satuan Morfologi Bergelombang Kuat.
Satuan morfologi bergelombang kuat dicirikan dengan ketinggian (elevasi) antara 6 –
25 m dpl, bentuk bentang alam (morfologi) relatif bergelombang kuat atau berbukit
landai, dan persentase kemiringan lereng rata-rata 3 - 25 %.
Satuan morfologi bergelombang kuat meliputi hampir 5 % dari luas keseluruhan
wilayah Kota Semarang, terdapat setempat-setempat dibagian tengah dan Timur Kota
Semarang.
Penggunaan lahan pada satuan morfologi bergelombang kuat ini berupa perkebunan
(kebun campuran), semak belukar dan sebagian permukiman, serta tempat pendidikan
tinggi. Proses geomorfologi yang bekerja adalah pelapukan fisik, erosi dan
sedimentasi.
2. Geologi.
A. Geologi Daratan
Berdasarkan Peta geologi Kota Semarang dan sekitarnya ditutupi oleh jenis batuan
tersier dan kuarter, yaitu batuan gunung api dan endapan aluvial.
Secara regional terdapat tiga satuan batuan yang terdapat di daerah ini. Urutannya dari
yang tuan ke yang muda adalah sebagai berikut :
1) Formasi Camba
Satuan ini dijumpai di sekitar daerah pantai Marina, Kampus Unhas dan Kawasan
Industri semarang. Batuannya terdiri dari satuan sedimen laut bersilangan dengan
batuan gunung api, batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir dan
batulempung; bersisipan dengan napal, batugamping, konglomerat dan breksi gunung
api. Warnanya beraneka yaitu coklat, merah, kelabu muda sampai kehitaman.
Umumnya mengeras kuat, berlapis-lapis dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. Batuan
ini terbentuk pada Kala Miosen Tengah dan dalam geologi regional disebut sebagai
Formasi Camba (Tmc).
2) Batuan Gunungapi
Satuan ini dijumpai di sekitar Gunung pati. Batuannya terdiri dari lava dan breksi,
dengan sisipan sedikit tufa dan konglomerat bersusun basal, sebagian besar forfir
dengan fenokris piroksen besar sampai 1 cm, warnanya kelabu tua kahijauan hingga
Indikasi Instrusi Air Laut Di Kota Semarang Suwahono - 10
Tugas Kimia Lingkungan - Studi instrusi Air laut
hitam. Lava sebagian berkekar meniang dan sebagian lagi berkekar lapis, pada
umumnya breksi berkomponen kasar, dari 15 cm sampai 60 cm, terutama basal dan
sedikit andesit, dengan semen tufa berbutir kasar sampai lapili, banyak mengandung
pecahan piroksen, Batuan ini terbentuk pada kala Pliosen akhir, dan dalam geologi
regional disebut sebagai batuan Gunung api Baturape-Cindako(Tpbv).
3) Endapan Aluvial
Satuan batuan ini terletak tidak selaras di atas batuan yang lebih tua. Satuan ini
dilaporkan terbentuk pada zaman Kuarter dan dalam geologi regional dikenal sebagai
endapan aluvial sungai meliputi daerah bagian timur dan selatan Kota Semarang
sampai ke wilayah Kabupaten Semarang.
B. Geologi Pantai/Laut
Wilayah kota Semarang dipengaruhi oleh hidrodinamika pantai/laut yang terdiri dari
beberapa unsur, seperti angin, ombak/gelombang, arus bawah laut, arus pasang surut,
pasang surut, abrasi, akrasi, dan sedimentasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, fisiografi daerah kota Semarang relatif tidak stabil,
karena pada musim kemarau arah sedimentasi dari Utara ke Selatan, sedangkan pada
musim hujan arah sedimentasi dari Selatan ke Utara.
Tabel : Data Unsur Geologi Pantai/Laut Semarang, Tahun 1999
No Unsur Geologi Pantai/Laut Notasi
1. Temperatur air laut - 1 Km dari garis pantai 30 C
- (1-2) Km dari garis pantai (30-31) C
- Lebih dari 2 Km dari garis pantai 31 C ke
atas
2. Derajat Keasaman (pH) - Daerah pantai 7,5
- Daerah kepulauan (8 – 8,5)
3. Salinitas Air laut - Daerah Pantai (25-29)
- 1 km dari garis pantai 25
- (1-2) km dari garis pantai (25-26)
- Lebih dari 2 km dari garis pantai 26 ke atas
4. Arah Ombak/Gelombang - Musim kemarau (Musim Timur) N 270 E –
N 360 E
- Musim Penghujan (Musim Barat) N 180 E –
N 270 E
5. Tinggi Ombak/Gelombang - Daerah pantai (20-40) cm
Indikasi Instrusi Air Laut Di Kota Semarang Suwahono - 11
Tugas Kimia Lingkungan - Studi instrusi Air laut
a. Lingkungan
Berdasarkan data geologi dan pengamatan indikasi di lapangan, Pemerintah Kota
Semarang dalam buku Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Perkotaan (RIPP)
Kota Semarang thn 1999/2000, menguraikan bahwa wilayah Kota Semarang
mempunyai potensi terhadap terjadi bencana alam seperti :
1. Banjir/genangan air
Banjir/genangan air disebabkan oleh volume air yang terlalu banyak akibat terjadinya
musim hujan dan pasang naik air laut, dapat terjadi pada daerah Kecamatan Semarang
Tengah, Johar ,Genuk, Banjar dawa
2. Instrusi air laut
Instrusi air laut disebabkan oleh penyusupan air laut kearah daratan melalui pori-pori
batuan/tanah dimana pada skala besar dapat mengakibatkan terjadinya amblesan
(turunnya permukaan tanah). Hal ini potensil terjadi pada daerah Kecamatan semarang
Tengah, Genuk, Tugu, Mangkang, Pedurungan.
3. Abrasi/Erosi
Abrasi/erosi adalah proses pengikisan tanah/batuan oleh air, baik air laut (abrasi)
maupun air sungai (erosi) yang menyebabkan terjadinya ketidakstabilan permukaan
lereng/tebing (pantai/sungai). Hal ini dapat terjadi pada daerah aliran sungai (S. Banjir
Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur.
Indikasi Instrusi Air Laut Di Kota Semarang Suwahono - 12
Tugas Kimia Lingkungan - Studi instrusi Air laut
4. Sedimentasi/Akrasi
Sedimentasi/Akrasi adalah proses penimbunan massa pasir atau lempung pada daerah
sungai (sedimentasi) dan daerah pantai (akrasi). Hal ini potensil terjadi pada daerah
Jatibarang, Gunung pati..
5. Retakan tanah
Retakan tanah yang dapat terjadi di wilayah Kota semarang merupakan retakan yang
relatif kecil (tetapi diperlukan perhatian serius) yaitu berkisar antara 1 – 3 cm.
Hal tersebut disebabkan oleh adanya kandungan mineral lempung “minmirolonite”
pada sebagian tanah penyusun Kota Semarang. Retakan tanah dapat terjadi pada
daerah Kecamatan Gunung Pati, kawasan kampus Untag, Unika, Tanjakan UNNES,
Manyaran, Tembalang.
Siklus Air
Air tanah ada di bawah permukaan bumi dimana pun, seperti di bukit,
pegunungan, dataran, dan gurun. Namun, keberadaannya belum tentu dengan mudah
dapat diakses. Perlu penanganan tertentu, karena kadangkala susah untuk menentukan
lokasi, mengukur dan menggambarkan keberadaan air tanah. Ada yang dekat dengan
permukaan lahan, seperti di daerah rawa, atau ditemukan jauh pada beberapa puluh - ratus
meter di bawah permukaan.
Indikasi Instrusi Air Laut Di Kota Semarang Suwahono - 13
Tugas Kimia Lingkungan - Studi instrusi Air laut
kerapkali terjadi dan bahkan menjadi rutinitas yang terjadi setiap musim hujan pada suatu
kawasan perumahan, seperti yang dialami beberapa kawasan perumahan di daerah Genuk,
Tlogosari Raden Patah, dan mangkang.
Penghuni kawasan perumahan yang dilanda rob nampak pasrah menerima
musibah ini, mereka kesulitan untuk pindah ke lokasi lain karena harga jual rumah turun
drastis bahkan tidak ada yang berminat untuk membelinya, seperti di Perumahan Raden
patah harga rumah tipe 21 luas tanah 60 m2 yang telah direnovasi dengan biaya Rp. 25
juta akan dijual dengan harga yang sangat murah (Rp.10 juta) tidak ada yang berminat
membelinya. Keadaan ini membuat mereka, rob merupakan hal biasa dan mereka telah
siap menerima kedatangannya setiap tahun.
Kawasan perumahan yang tergolong menengah ke bawah atau berlokasi
dipinggiran kota, yang rata-rata masih menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih
(tidak ada PDAM) biasanya tidak hanya dilanda banjir pada musim hujan tetapi juga
dilanda kekeringan atau menurunnya permukaan air tanah dimusim kemarau.
Salah satu faktor yang menyebabkan banjir dan menurunnya permukaan air
tanah di kawasan perumahan adalah proses alih fungsi lahan. Proses alih fungsi lahan dari
lahan pertanian atau hutan ke perumahan akan dapat menimbullkan dampak negatif,
apabila tidak diikuti oleh upaya-upaya menyeimbangkan kembali fungsi lingkungan.
Disisi lain dipicu oleh pengembangan fisik bangunan rumah yang terlalu pesat ke arah
horisontal yang menyebabkan tidak adanya lagi area terbuka sebagai resapan air, sehingga
air yang meresap ke dalam tanah menjadi kecil dan memperbesar volume aliran air
permukaan.
Solusi guna mengatasi Instrusi Air laut pada kawasan perumahan dapat
dilakukan dengan cara pencegahan sedini mungkin melalui perencanaan dari awal oleh
pihak pengembang perumahan (kontraktor/developer) dengan mengalokasikan lahan
untuk pembuatan konstruksi sumur resapan air.
konstruksi akan lebih murah jika dibandingkan dengan pengembangan kearah vertikal. Hal
ini berakibat garis sempadan bangunan antara 3 – 4 m dari tepi jalan yang semula
diperlukan untuk area resapan air dan penghijauan atau taman menjadi tidak ada atau
berubah menjadi kedap air, sehingga pada waktu musim hujan volume aliran air
permukaan menjadi besar dan volume air yang meresap ke dalam tanah menjadi sangat
sedikit, yang mengakibatkan genangan-genangan air bahkan banjir dan berkurangnya
persediaan air tanah pada lokasi perumahan.
Sistem drainase suatu kawasan perumahan biasanya direncanakan sesuai dengan
jumlah volume air permukaan yang berasal dari rumah-rumah per-blok dengan kondisi
rumah yang standar (rumah belum dikembangkan). Kondisi ini yang membuat dimensi
saluran drainase tidak dapat menampung lagi volume air permukaan sejalan dengan
pengembangan rumah-rumah, yang berakibat terjadinya genangan-genangan air bahkan
banjir pada kawasan tersebut dan sekitarnya. Solusi yang dapat ditawarkan adalah
a. Penerapan Konstruksi Sumur Resapan Air
Konstruksi Sumur Resapan Air (SRA) merupakan alternatif pilihan dalam
mengatasi banjir dan menurunnya permukaan air tanah pada kawasan perumahan,
karena dengan pertimbangan : a) pembuatan konstruksi SRA tidak memerlukan
biaya besar, b) tidak memerlukan lahan yang luas, dan c) bentuk konstruksi SRA
sederhana.
Sumur resapan air merupakan rekayasa teknik konservasi air yang berupa
bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali
dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan
diatas atap rumah dan meresapkannya ke dalam tanah (Dephut,1994). Manfaat
yang dapat diperoleh dengan pembuatan sumur resapan air antara lain : (1)
mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air, sehingga
memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi, (2) mempertahankan tinggi
muka air tanah dan menambah persediaan air tanah, (3) mengurangi atau menahan
terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah pantai, (4)
mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air tanah
yang berlebihan, dan (5) mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah (Dephut,
1995).
Sumur resapan air ini berfungsi untuk menambah atau meninggikan air tanah,
mengurangi genangan air banjir, mencegah intrusi air laut, mengurangi gejala amblesan
tanah setempat dan melestarikan serta menyelamatkan sumberdaya air untuk jangka
panjang (Pasaribu, 1999). Oleh karena itu pembuatan sumur resapan perlu digalakkan
terutama pada setiap pembangunan rumah tinggal.
1. Bentuk Dan Ukuran Konstruksi Sumur Resapan Air (SRA)
Bentuk dan ukuran konstruksi SRA sesuai dengan SNI No. 03-2459-1991 yang
dikeluarkan oleh Departemen Kimpraswil adalah berbentuk segi empat atau silinder
dengan ukuran minimal diameter 0,8 meter dan maksimum 1,4 meter dengan kedalaman
disesuaikan dengan tipe konstruksi SRA. Pemilihan bahan bangunan yang dipakai
tergantung dari fungsinya, seperti plat beton bertulang tebal 10 cm dengan campuran 1 Pc :
2 Psr : 3 Krl untuk penutup sumur dan dinding bata merah dengan campuran spesi 1 Pc : 5
Psr tidak diplester, tebal ½ bata (Gambar Berikut).
Data teknis sumur resapan air yang dikeluarkan oleh PU Cipta Karya adalah sebagai
berikut :
1. Umum : dibuat pada lahan yang lolos air dan tahan longsor, bebas dari kontaminasi
dan pencemaran limbah, untuk meresapkan air hujan, untuk daerah dengan sanitasi
lingkungan yang tidak baik hanya digunakan menampung air hujan dari talang,
mempertimbangkan aspek hidrologi, geologi dan hidrologi.
2. Pemilihan lokasi : keadaan muka air tanah dengan kedalaman pada musim hujan,
permeabilitas yang diperkenankan 2 –12,5 cm/jam, jarak penempatan
diperhitungkan dengan tangki septik tank 2 meter, resapan tangki septik
tank/cubluk/saluran air limbah 5 meter, sumur air bersih 2 meter.
3. Jumlah : penentuan jumlah sumur resapan air ditentukan berdasarkan curah hujan
maksimum, permeabilitas dan luas bidang tanah.
Dalam mendesain dimensi konstruksi sumur resapan air untuk kawasan perumahan
terdapat tiga parameter utama yang perlu diperhatikan yaitu : permeabilitas tanah, curah
hujan, dan luas atap rumah/permukaan kedap air (Dephut, 1994). Permeabilitas tanah dapat
kita tentukan berdasarkan hasil pengukuran langsung di lokasi permukiman dengan
Metode Auger Hole Terbalik. Data permeabilitas tanah ini diperlukan untuk menentukan
volume sumur resapan air yang akan dibuat.
Curah hujan diperlukan untuk menentukan dimensi sumur resapan air. Data curah
hujan yang diperlukan selama 10 tahun pengamatan (diperoleh dari stasiun hujan terdekat).
Pengukuran luas atap rumah didasarkan atas luas permukaan atap yang merupakan tempat
curah hujan jatuh secara langsung diatasnya. Sedangkan untuk mendesain bentuk dan jenis
konstruksi sumur resapan air diperlukan parameter sifat-sifat fisik tanah yang meliputi
Infiltrasi,tekstur tanah, struktur tanah, dan pori drainase (Mulyana, 1998).
c. Pembuatan Sumur Resapan Air
Setelah diperoleh desain konstruksi (dimensi, bentuk dan jenis) sumur resapan air
sesuai dengan kondisi lingkungan pada kawasan perumahan, selanjutnya dalam proses
pembuatan sumur resapan air dapat dirancang dua pola penerapan yaitu: a) pembuatan
secara kolektif (berdasarkan blok-blok rumah, atau untuk satu kawasan perumahan); dan b)
pembuatan per-tipe rumah.
Daftar Pustaka
Anonim. 2003. Dijual Murah Pun Tak Ada yang Berminat Beli. Kompas, Jakarta.
http://www.kompas.com//kompas-cetak/0302/14/metro/130038.htm
Dephut. 1995. Petunjuk Teknis Uji coba Pembuatan Percontohan Sumur Resapan Air.
Departemen Kehutanan, Jakarta.
Balitbang Kimpraswil. 2001. Ringkasan Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan Untuk
Lahan Pekarangan SNI No.03-2459-1991. Departemen Kimpraswil, Jakarta.
http://www.kimpraswil.go.id/balitbang/uraian_SNI/SNIKIM/Perumahan/sni-03-2459-
1991.htm
Balitbang Kimpraswil. 2001. Ringkasan Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan
Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan SNI No.02-2453-1991. Departemen Kimpraswil,
Jakarta. http://www.kimpraswil.go.id/balitbang/uraian_SNI/SNIKIM/Perumahan/ sni-02-
2453-1991.htm
Mulyana, Rachmat. 1998. Penentuan Tipe Konstruksi Sumur Resapan Air Berdasarkan
Sifat-sifat Fisik Tanah dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kawasan Puncak. Tesis
S2 IPB, Bogor.
Saragih, John F.B. 1997. Merenovasi Rumah Tipe 21 dan Tipe 36. PT.Gramedia Pustaka
Utama,Jakarta. instrusi air laut