You are on page 1of 7

Sabtu, 04 Juli 2009

IV. Perkembangan Kecambah Dalam Gelap Terang


Posted by Hildayani at 06:27

LAPORAN PRAKTIKUM
STRUKTUR PERKEMBANGAN TUMBUHAN II

PERCOBAAN III
PERKEMBANGAN KECAMBAH DALAM GELAP DAN TERANG

Nama : Hildayani
Nim : H41107025
Kelompok : II (Dua)
Tgl. Percobaan : 11 Mei 2009
Asisten : Masira Salahuddin

LABORATORIUM BOTANI JURUSAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pada setiap tahap dalam kehidupan suatu tumbuhan, sensitivitas terhadap lingkungan dan
koordinasi respons sangat jelas terlihat. Tumbuhan dapat mengindera gravitasi dan arah
cahaya dan menanggapi stimulus-stimulus ini dengan cara yang kelihatannya sangat
wajar bagi kita. Seleksi alam lebih menyukai mekanisme respons tumbuhan yang
meningkatkan keberhasilan reproduktif, namun ini mengimplikasikan tidka adanya
perencanaan yang disengaja pada bagian dari tumbuhan tersebut (Campbell, 2002).
Perkembangan memerlukan suhu yang cocok, banyaknya ir yang memadai, dan
persediaan oksigen yang cukup. Periode dormansi juga merupakan persyaratan bagi
perkecambahan banyak biji sebagai contoh, biji buah apel hanya dapat berkecambah
setelah masa dingin yang lama. Ada bukti bahwa perkecambahan kimia terbentuk di
dalam bijinya ketika terbentuk. Pencegahan ini lambat laun akan dipecah pada suhu
rendah sampai tidak lagi memadai untuk menghalangi perkecambahan ketika kondisi
lainnya membaik (Latunra, dkk., 2009).
Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan air dari lingkungan
sekitar biji, baik tanah, udara, maupun media lainnya. Perubahan yang teramati adalah
membesarnya ukuran biji yang disebut tahap imbibisi. Biji menyerap air dari lingkungan
sekelilingnya, baik dari tanah maupun dari udara (dalam bentuk uap air ataupun embun).
Efek yang terjadi membesarnya ukuran biji karena sel-sel embrio membesar dan biji yang
melunak (Latunra, dkk., 2009).
Percobaan ini diadakan agar kita dapat melihat bahwa cahaya secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi perkembangan perkecambahan itu sendiri.

I.2 Tujuan percobaan


Tujuan diadakannya percobaan ini adalah untuk mempelajari pengaruh
cahaya terhadap perkembangan kecambah kacang hijau Phaseolus radiatus dan kacang
merah Phaseolus vulgaris dalam gelap dan terang.

I.3 Waktu dan Tempat


Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin Makassar.
Dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 11 Mei 2009, pukul 15.00 - 16.00 WITA.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka pertumbuhannya
akan lambat karena jika auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak
disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak
dihambat. Sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung
mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme. Untuk
membedakan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau sedikit qita harus
mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman sehingga kita lebih mudah untuk
mengetahuinya. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang dan
gelap diantaranya (Anonim, 2008).
Untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya sangat
cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya pucat
kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat oleh sinar
matahari. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat
pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan
ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan,
hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari (Anonim,
2008).
Banyak faktor yang mepengaruhi pertumbuhan di antaranya adalah faktor genetik untuk
internal dan faktor eksternal terdiri dari cahaya, kelembapan, suhu, air, dan hormon.
Untuk proses perkecambahan banyak di pengaruhi oleh faktor cahaya dan hormon,
walaupun faktor yang lain ikut mempengaruhi. Menurut leteratur perkecambahan di
pengaruhi oleh hormon auxin , jika melakukan perkecambahan di tempat yang gelap
maka akan tumbuh lebih cepat namun bengkok, hal itu disebabkan karena hormon auxin
sangat peka terhadap cahaya, jika pertumbuhannya kurang merata. Sedangkan di tempat
yang perkecambahan akan terjadi relatif lebih lama, hal itu juga di sebabkan pengaruh
hormon auxin yang aktif secara merata ketika terkena cahaya. Sehingga di hasilkan
tumbuhan yang normal atau lurus menjulur ke atas (Soerga, 2009).
Istilah auksin berasal dari bahasa yunani yaitu auxien yang berarti meningkatkan. Auksin
ini pertama kali digunakan Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di negeri belanda
pada tahun 1962, yang menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan
mungkin menyebabkan pembengkokan koleoptil oat kerah cahaya. Fenomena
pembengkokan ini dikenal dengan istilah fototropisme. Senyawa ini banyak ditemukan
Went didaerah koleoptil. Aktifitas auksin dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang
terjadi akibat terpacunya pemanjangan pada sisi yang tidak terkena cahaya matahari
(Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin yang ditemukan Went, kini diketahui sebagai Asam Indole Asetat (IAA) dan
beberapa ahli fisiologi masih menyamakannya dengan auksin. Namun tumbuhan
mengandung 3 senyawa lain yang struktrurnya mirip dengan IAA dan menyebabkan
banyak respon yang sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai
auksin. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam 4-kloroindol asetat, asam fenilasetat
(PAA) dan asam Indolbutirat (IBA) (Dwidjoseputro, 1992).
Para ahli fisiologi telah meneliti pengaruh auksin dalam proses pembentukan akar lazim,
yang membantu mengimbangkan pertumbuhan sistem akar dan system tajuk. Terdapat
bukti kuat yang menunjukkan bahwa auksin dari batang sangat berpengaruh pada awal
pertumbuhan akar. Bila daun muda dan kuncup, yang mengandung banyak auksin,
dipangkas maka jumlah pembentukan akar sampling akan berkurang. Bila hilangnya
organ tersebut diganti dengan auksin, maka kemampan membentuk akar sering terjadi
kembali (Salisbury dan Ross, 1995).
Auksin juga memacu perkembangan akar liar pada batang. Banyak spesies berkayu,
misalnya tanaman apel (Pyrus malus), telah membentuk primordia akar liar terlebih
dahulu pada batangnya yang tetap tersembunyi selama beberapa waktu lamanya, dan
akan tumbuh apabila dipacu dengan auksin. Primordia ini sering terdapat di nodus atau
bagian bawah cabang diantara nodus. Pada daerah tersebut, pada batang apel, masing-
masing mengandung sampai 100 primordia akar. Bahkan, batang tanpa primordia
sebelumnya kan mampu menghasilkan akar liar dari pembelahan lapisan floem bagian
luar (Salisbury dan Ross, 1995).
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas
(kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang
hari) (Elisa, 2006).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang
positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran
intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada
biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya)
(Elisa, 2006).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk
jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini
disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi
photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan
temperatur rendah (Elisa, 2006).
Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red;
650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan.
Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali
bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi
oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang
photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif) (Elisa, 2006):
P650 : mengabsorbir di daerah merah
P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730.
P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya
perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka
pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan (Elisa,
2006).
Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperature (Elisa, 2006):
Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang
diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan
oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin (Elisa, 2006).
Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji dapat dikelompokkan dalam: (a)
faktor lingkungan eksternal, seperti cahaya, temperatur, dan air; (b) faktor internal,
seperti kulit biji, kematangan embrio, adanya inhibitor, dan rendahnya zat perangsang
tumbuh; (c) faktor waktu, yaitu waktu setelah pematangan, hilangnya inhibitor, dan
sintesis zat perangsang tumbuh. Dormansi pada biji dapat dipatahkan dengan perlakuan
mekanis, cahaya, temperatur, dan bahan kimia. Proses perkecambahan dalam biji dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu proses perkecambahan fisiologis dan proses
perkecambahan morfologis. Sedangkan dormansi yang terjadi pada tunas-tunas lateral
merupakan pengaruh korelatif dimana ujung batang akan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan bagian tumbuhan lainnya yang dikenal dengan dominansi apikal.
Derajat dominansi apikal ditentukan oleh umur fisiologis tumbuhan tersebut (Anonim,
2008).
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses
metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang
menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian
proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir
adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan
karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat
penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah
(Elisa, 2006).
Biji-bijian dari banyak spesies tidak akan berkecambah pada keadaan gelap, biji-biji itu
memerlukan rangsangan cahaya. Karena itu kelihatannya perkecambahan yang
dikendalikan cahaya merupakan satu adaptasi tanaman yang tidak toleran terhadap
penaungan. Cahaya sendiri memiliki suatu intensitas, kerapatan pengaliran atau intensitas
menunjukkan pengaruh primernya terhadap fotosintesis dan pengaruh sekundernya pada
morfogenetika pada intensitas rendah, tetapi sebagian memerlukan energi yang lebih
besar (Zhamal, 2008).
Ekologi tanaman dalam kaitannya dengan intensitas cahaya diatur oleh dua hal yaitu
penempatan daun dalam posisi dimana akan diterima intersepsi cahaya maksimum.
Berarti diatas kanopi dan didalam komunitas yang kompleks sebagian besar daun tesebut
tidak dapat mencapainya. Karena itu sebagian besar dari daun akan berada pada intensitas
cahaya yang kurang dari yang dibutuhkan.
Fotosintesis dimaksimumkan untuk energi yang diterima, dengan anggapan keadaan ini
menjadi dibawah titik jenuh cahaya untuk fotosintesis normal, sehingga tetap dalam
kesinambungan neto karbon yang positif (pengikatan CO2 untuk fotosintesis lebih besar
daripada jumlah yang dikeluarkan pada respirasi dan hasil karbohidrat). Sehelai daun
yang berada pada keseimbangan C yang negative akan memerlukan gula yang diambil
dari sisa tanaman dan akan mengurangi ketegaran secara menyeluruh (Zhamal, 2008).
Adanya penyinaran sinar matahari akan menimbulkan cahaya. Sedang cahaya sangat
dibutuhkan untuk :Pembentukan zat warna hijau (chlorophyll),
Pertumbuhan tanaman dan kwalitas daripada produksi. Tanaman yang kurang cahaya
matahari pertumbuhannya lemah, pucat dan memanjang. Setiap jenis sayuran
menghendaki syarat-syarat yang sangat berlawanan, ada suatu jenis yang menghendaki
penyinaran panjang, ada pula yang pendek. Yang dimaksud penyinaran panjang ialah
lebih dari 12 jam, sedang penyinaran pendek kurang dari 12 jam (Zhamal, 2008).

BAB III
METODE PERCOBAAN

III. 1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah nampan/wadah.

III. 2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah biji kacang merah Phaseolus vulgaris,
biji kacang hijau Phaseolus radiatus, air, kertas koran.

III. 3 Cara Kerja


Prosedur kerja dari percobaan ini adalah :
Merendam 60 biji kacang hijau Phaseolus radiatus dan kacang merah Phaseolus vulgaris
selama beberapa menit di dalam air.
Memilih kacang hijau Phaseolus radiatus dan kacang merah Phaseolus vulgaris yang
mengapung di air yang menandakan kualitasnya baik dan cocok.
Menyiapkan 2 buah nampan yang telah diberi sobekan-sobekan kecil koran di dasarnya.
Kemudian membasahi sobekan-sobekan koran tersebut.
Memasukkan masing-masing 10 buah kacang hijau Phaseolus radiatus dan kacang merah
Phaseolus vulgaris pada kedua nampan.
Menempatkan nampan pertama di tempat yang terang dan nampan kedua di tempat yang
gelap.
Melakukan pengamatan selama 1 minggu untuk melihat perkembangan tanaman dan
mencatat hasilnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, biji yang ditanam tidak ada yang
mengalami pertumbuhan baik penanaman pada tempat terang maupun penanaman pada
tempat gelap

IV.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, tidak memperlihatkan tanda pertumbuhan
dan perkembangan biji kacang hijau phaseolus radiatus. Hal ini disebabkan karena dalam
proses penanaman biji kacang hijau kurang maksimal karena pemberian airnya sedikit,
sehingga proses tumbuh biji kacang hijau tersebut sangat sulit. Air merupakan unsur
penting dalam pertumbuhan kecambah tanaman, oleh karena itu pertumbuhan kecambah
tersebut tentunya akan terganggu karena kurang maksimalnya air yang didapatkan
kecambah tersebut.
Selain itu dapat pula disebabkan dormansi dari biji yang tidak berhasil dipecahkan pada
saat perendaman sebelum penanaman biji dilakukan. Dormansi merupakan kondisi fisik
dan fisiologis pada biji yang mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau
tidak sesuai. Dormansi ini dapat terjadi karena kurangnya proses imbibisi air di dalam
biji.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
percobaan yang dilakukan untuk Pertumbuhan dan Perkembangan Kecambah pada
Tempat Gelap dan Terang tidak berhasil karena kekurangan air pada proses
penanamannya.

V.2 Saran
Sebelum penanaman, terlebih dahulu dilakukan perendaman untuk memcah dormansi biji
itu sendiri. Jadi sebaiknya perendaman lebih dimaksimalkan agar dapat berhasil
memecahkan dormansi biji yang akan ditanam. Sehingga kesalahan pengamatan lebih
dapat dimaksimalkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Auksin. http://id.wikipedia.org/. diakses pada tanggal 20 Oktober 2008


pukul 20:41.

Anonim, 2008. Dormansi Benih dan Pemecahannya. http://pustaka.ut.ac.id//, diakses


pada tanggal 15 April 2008 pukul 21:38.

Elisa, 2006. Dormansi dan Perkecambahan Biji. http://elisa.ugm.ac.id/. diakses pada


tanggal 13 Oktober 2008 pukul 22:53.
Dwidjoseputro, D., 1992. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Latunra, A.I., Eddyman, W,F., Tambaru, E., 2007. Penuntun Praktikum Fisiologi
Tumbuhan II. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Press. Bandung.

Soerga, N., 2009. Pola Pertumbuhan Tanaman. http://soearga.wordpress.com/. Diakses


pada tanggal 3 Mei 2009 pukul 23:48.

Zhamal, 2008. Pengaruh Cahaya Terhadap Pertumbuhan Biji Kacang Hijau. http://
catatanzhamal.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 12 Mei 2009 pukul 20:37.

You might also like