You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Film merupakan suatu media komunikasi massa dan digunakan sebagai
sarana hiburan. Sebelum film menjadi sebuah media komunikasi massa dan
sebagai sarana hiburan bagi masyarakat, film hanya digunakan sebagai alat untuk
merekam peristiwa sehari-hari maupun peristiwa penting saja karena pada
awalnya film merupakan bagian dari fotografi. Penemuan gambar bergerak
pertama justru terjadi bukan di Hollywood, penelitian ini dilakukan oleh
Eadweard Muybridge1 pada tahun 1878 yang membuat 16 frame kuda yang
berlari, penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa ketika kuda berlari
keempat kakinya terangkat seperti terbang. Dari 16 frame kuda tersebut
Muybridge merangkaikannya dan digerakkan secara berurutan sehingga
menciptakan gambar pertama yang bergerak2. Dilihat dari awal perkembangannya
berarti film adalah semacam selaput tipis yang terbuat dari seluloid untuk
merekam gambar negatif (yang akan dibuat potret) dan gambar positif (yang akan
diputar di bioskop berupa lakon atau gambar hidup)3.
Penelitian yang dilakukan oleh Muybridge ini mendorong orang-orang
untuk menciptakan film yang lebih baik daripada sebelumnya yang hanya
menggunakan kamera foto biasa. Sepuluh tahun setelah eksperimen yang
dilakukan Muybridge pada tahun 1888 dan ditambah dengan perkembangan
teknologi yang cepat, maka muncullah film yang bukan saja sebatas pada gambar

1
Seorang peneliti dan fotografer pengembang shutter kamera yang bekerja sama dengan mantan
Gubernur California Leland Stanford yang juga seorang pengusaha pacuan kuda untuk membuat
sebuah gambar bergerak.
Lihat http//www.inventors.about.com/EadweardMuybridge.htm, diakses pada 16 Mei 2009,
pukul 22.30 WIB.
2
http//www.displaynews.com/fakta unik:sejarah film sepanjang masa.htm, diakses pada 13 April
2009, pukul 23.30 WIB.
3
Bambang Marhijanto, kamus Lengkap bahasa Indonesia (Surabaya: Bintang Timur Surabaya,
1995), hlm. 197.

1
yang bergerak seperti sebelumnya tetapi sudah hampir mendekati konsep-konsep
film yang ada pada saat ini. Film tersebut berjudul “Roundhay Garden Scene”
yang dibuat oleh Louis Le Prince yang berasal dari Prancis. Film terus
berkembang seiring dengan berkembang pesatnya penemuan-penemuan yang
berhubungan dengan produksinya terutama penelitian yang dilakukan oleh
Thomas Alva Edison bersama dengan temannya George Eastman untuk
mengembangkan gambar bergerak4. Pada saat ini film berupa gambar bisu dan
kebanyakan berupa film documenter.
Pada perkembangan selanjutnya film menjadi sebuah industri baru yang
besar dan bermunculan perusahaan film seperti Edison Company, Vitagraph, dan
Biograph. Untuk menghindari persaingan dan monopoli para pengusaha film ini
akhirnya membuat jalan baru dalam industri film dengan mendirikan studio-studio
baru di daerah suburban di kota Los Angeles yang bernama Hollywood5. Namun
film-film yang berkembang saat ini merupakan film-film bisu atau tanpa suara.
Penelitian-penelitian terus dilakukan pada tahun 1920-an terutama penelitian yang
dilakukan oleh Thomas Alva Edison yang gemar melakukan penelitian untuk
memasukkan suara ke dalam film dan penelitian ini baru berhasil pada awal tahun
1930-an.
Setelah semakin berkembangnya teknologi dalam pembuatan film dengan
adanya film bersuara dan dimasukkannya alur cerita ke dalam film, maka mulai
berkembanglah apa yang dinamakan genre6 dalam film. Film yang sebelumnya
hanya berupa sebuah film dokumenter yang intinya hanya menampilkan
peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan dan sejarah manusia, berkembang
setelah adanya penggunaan cerita dan menghasilkan berbagai macam genre baru
dalam film seperti film drama (film yang menyuguhkan kisah manusia yang
dramatik), film gangster (menyuguhkan berbagai tokoh dan kehidupan kalangan
gangster), dan film horor (film yang menyuguhkan ketakutan dan kengerian
4
Howard Cincotta (eds), Garis Besar Sejarah Amerika (Jakarta: Departemen Luar Negeri AS,
2004), hlm.203.
5
Robby Wahyudi Gusti, “Industri Film Hollywood Pasca Perang Dunia II (1947-1960-an)”
(Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Depok, 2006), hlm. 2.
6
Genre adalah pembagian jenis film berdasarkan temanya.

2
sebagai menunya)7. Namun, pada perkembangan di awal tahun 1930-an ini justru
yang sangat berkembang dan dapat diterima oleh masyarakat adalah film yang
bergenre horor karena dalam film horor penonton ditawarkan sesuatu yang
bersifat kengerian, takut, menyeramkan, dan menegangkan8. Film-film horor
antara lain “Dracula”, “King Kong”, “Frankenstein”, “Freaks”, dan ”Werewolf”.
Film ini dapat menyedot animo masyarakat yang begitu tinggi bukan saja di
Amerika tetapi seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia.
Film-film yang ada di Indonesia pada awalnya merupakan film-film yang
berasal dari Hollywood. Film dari Hollywood ini dapat masuk dengan mudah ke
Hindia Belanda karena adanya peran langsung dari pengusaha-pengusaha film
yang ada di Amerika untuk memasarkannya. Lalu pada tahun 1926 dibuatlah film
Indonesia pertama yang berjudul Lutung Kasarung yang dibuat dengan tujuan
untuk kemajuan seni sunda. Film ini dibuat oleh perusahaan Java Film Coy di
Bandung dengan sutradara G. Kruger dan L. Heuveldorp dari Belanda9. Film
pertama yang dibuat di Hindia belanda dapat dikatakan bergenre horor tetapi
pada saat itu belum adanya pembagian genre dalam film dan film juga masih
merupakan film bisu. Pada perkembangan selanjutnya yaitu pada tahun 1930-an
ketika di Hollywood sedang berkembang demam film horor maka di Hindia
Belanda mulai berkembang pula film horor. Film horor pertama diperkenalkan
pertama kali pada tahun 1934 dengan judul “Ouw Phe Tjoa” (ular hitam dan ular
putih) dan pada tahun 1935 dengan judul “Tie Pat Kai Kawin” (siluman babi
perang siluman monyet). Film-film horor yang diperkenalkan di Hindia Belanda
pada saat itu diambil dari cerita-cerita tiongkok terkenal, hal ini disebabkan pada
saat itu bioskop-bioskop dikuasai oleh kaum Cina peranakan. Film-film horor
seperti ini dibawa langsung dari Cina untuk dipertontonkan di Hindia Belanda.
Film ini dianggap film horor karena film tersebut berasal dari cerita legenda
masyarakat Cina.
7
M. Yoesoef, “Film Horor Sebuah Definisi Yang Berubah”, “Jurnal Wacana FIB UI”, 5: 103-
113, Oktober, 2003.
8
Bambang Marhijanto (1995), op.cit., hlm. 254.
9
http://www.wikipedia.com/artikel/Perfilman Indonesia.htm, diakses pada 13 April 2009, pukul
23.09 WIB.

3
Ketika pada saat revolusi tahun 1945 film-film yang dibuat terbatas pada
tema film yang dapat membangkitkan rasa nasionalisme untuk membantu revolusi
Indonesia sedikit sekali film yang bergenre lain.. Setelah masa revolusi selesai
film tidak mengalami perkembangan yang cukup baik karena adanya pertentangan
dalm pembuatannya dan sedikit berbau politik, ini terjadi pada masa demokrasi
terpimpin. Ketika memasuki zaman orde baru film kembali mulai berkembang
dengan berbagai macam genre yang berkembang. Pada tahun 1970-an ketika
memasuki masa orde baru film-film horor Indonesia mulai berkembang kembali
dengan dibuatnya film “Bernapas Dalam Lumpur” dan “Beranak Dalam Kubur”.
Pada tahun 1973 film yang berjudul “Si Manis Jembatan Ancol” dibuat dengan
mengambil cerita dari mitos yang ada di dalam masyarakat betawi. Ketika
Indonesia memasuki tahun 1980-an dimana dunia sedang mengalami perubahan
yang besar akibat adanya krisis minyak, pemerintah melakukan kontrol yang ketat
terhadap perfilman nasional. Perfilman Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan perpolitikan. Ini dapat dilihat ketika pemerintah mulai mengambil
kontrol secara langsung terhadap urusan pembuatan film terutama dalam film
horor yang dengan sengaja menciptakan mitos-mitos dalam masyarakat yang
digunakan dalam cerita film horor tahun 1980-an.

2. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian dibatasi pada masalah tentang penggunaan tema mitos yang ada
di masyarakat Indonesia pada saat itu dan digunakan dalam cerita film horor yang
di produksi di Indonesia. Batas waktu dimulai saat Indonesia memasuki zaman
orde baru awal tahun 1980 sampai awal tahun 1990 ketika adanya campur tangan
pemerintah membuat mitos-mitos tersebut..

3. Metode Penelitian

4
Penelitian ini dilakukan dngan menggunakan metode ilmu sejarah yang
diawali dengan pengumpulan sumber atau heuristik. Pada tahap ini digunakan
untuk mencari beberapa referensi yang berhubungan dengan tema penelitian.
Tahap kedua adalah tahap kritik, tahap di mana sumber-sumber yang telah ada
dipilih-pilih dan untuk selanjutnya dibandingkan antara sumber yang satu dengan
sumber yang lainnya agar mendapatkan sebuah fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan. Tahap selanjutnya adalah interpretasi, tahap interpretasi
adalah ksimpulan penulis stelah membaca dan membandingkan sumber yang ada.
Kemudian setelah tahap interpretasi dilanjutkan dengan tahap terakhir yaitu
historiografi (penulisan).

4. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan tentang film ini berbagai macam sumber mengatakan
bahwa film pada mulanya hanya sebagai sebuah bagian dari fotografi dan
berkembang menjadi sebuah gambar bergerak pada tahun 1900-an. Film pertama
yang dibuat ini hanya berupa sebuah dokumenter sajatetapi pada perkembangan
selanjutnya muncul genre-genre dalam film10.
Pada dekadfe 30-an film jenis horor mulai berkembang di Hollywood dan
juga sudah mulai diperkenalkan di Indonesia oleh kaum Cina peranakan.
Perkembangan Film horor di Indonesia mulai berkembang ketika memasuki
zaman orde baru dimana pemerintah dengan Perusahaan Film Negara mengontrol
film mulai dari produksi dan pemakaian tema11.

10
M. Yoesoef, op.cit.
11
http//www.rumahfilm.org/Eric Sasono/artikel/Sketsa Jakarta dalam Film Indonesia. Htm,
diakses pada 25 April 2009, pukul 23.43 WIB.

5
5. Sistematika Karangan
Bab pertama dari makalah ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari
latar belakang penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, tinjauan
pustaka, dan sistematika karangan.
Bab kedua menjelaskan tentang perkembangan film horor mulai dari
definisi tentang film horor, perkembangannya di Hollywood, pembagian jenis-
jenis film horor.
Bab ketiga menjelaskan perkembangan film horor pada tahun 1980-an di
Indonesia yang dimulai dari pembahasan tentang awal mulanya film horor masuk
ke Indonesia, jenis film horor yang berkembang di Indonesia sampai keadaan
Indonesia pada tahun 1980 yang menyebabkan diterimanya film horor dan
berkembang sangat cepat serta alasan pemerintah menciptakan sebuah mitos
dalam film horor tersebut.
Bab keempat menceritakan simpulan dari penjelasan yang telah
disampaikan dalam tulisan ini.

6
BAB II
PERKEMBANGAN FILM HOROR

Film horor merupakan sebuah genre yang berkembang dalam film, film
horor menyuguhkan ketakutan, kengerian, dan ketegangan pada penontonnya12.
Biasanya dalam plot-plot yang terdapat di film horor mengandung berbagai
kekuatan, kejadian, dan karakter jahat yang berasal dari dunia supernatural yang
berhubungan dengan kehidupan kita di dunia sehari-hari atau dunia nyata. Tujuan
dari dibuatnya film inipun pada dasarnya untuk meneror penonton melalui
berbagai adegan dengan menggunakan tokoh yang menakutkan.

1. Perkembangan Film Horor di Hollywood


Film horor pertama berkembang di Jerman dengan judul “Nosferatu” pada
dekade 1930-an13. Kesuksesan film horor Jerman ini mendorong Hollywood untuk
memproduksi film yang bergenre horor juga dengan judul “Dracula” (film bisu)
kemudian disusul dengan membuat “Frankenstein” pada tahun 1930-an.
Penggunaan cerita dalam film horor pada awalnya diangkat dari cerita yang ada di
dalam novel yang berasal dari cerita atau mitos-mitos yang sudah ada dan berakar
di masyarakat Eropa terutama kebudayaan Inggris (kesusastraan Inggris) pada
abad 19 seperti novel “Frankestein” karya Mary Shelley (1818) dan novel
“Dracula” karya Bram stocker (1897)14. Kedua cerita ini menampilkan makluk
yang menakutkan meskipun keduanya mempunyai asal-usul yang berbeda
Film horor yang diangkat dari novel ini pada awal kemunculannya
mengisahkan tentang teror yang dilakukan oleh para monster terhadap masyarakat
dalam bentuk pembunuhan dan penganiayaan dalam bentuk yang tidak lazim dan
cenderung bersifat supernatural sesuai dengan karakter dari si monster. Hal yang
tidak lazim inilah yang digunakan Hollywood sebagai formula dalam pembuatan
film horor selanjutnya. Film-film horor pertama ini dapat dikatakan sebagai film
12
http//www.rumahfilm.org/Hikmat Darmawan/Artikel/Mengapa Film Horor 1.htm, diakses
pada 13 April 2009, 21.30 WIB.
13
M.Yoesoef, loc.cit.
14
Ibid.

7
horor klasik karena dari film ini mulai bermunculan film horor sekuel dari film
“Frankenstein” dan “Dracula” seperti “The Bride of Frankenstein” dan “Dracula
Daughter”.
Film horor yang menggunakan cerita lama seperti ini mulai ditinggalkan
pada permulaan tahun 1950-an dengan munculnya film-film yang berhubungan
dengan pembunuhan berantai (serial killers) dan teror penyakit, meskipun adanya
perubahan cerita yang digunakan ini tidak mempengaruhi tujuan awal dari film
horor itu sendiri yaitu menimbulkan ketakutan pada penonton. Pada tahun 1960-
an penggunaan cerita dalam film horor mengalami perubahan kembali dengan
penggunaan cerita ke masalah-masalah psikologis seperti film “Psycho” yang
berdasarkan karya Alfred Hitchcock. Film-film pada dekade 1960-an juga
mengadaptasi cerita tentang kedatangan alien-alien dari luar angkasa yang
dianggap mengancam kehidupan manusia dan dunia. Lalu pada tahun 1970-an
berganti lagi tema yang diambil, pada tahun ini tema yang diangkat berbau dunia
kematian yang meneror masyarakat berupa mayat hidup yang bangkit dari
kematian dengan wajah yang carut marut dan seram seperti dalam film “zombie”
dan film “The Vampire”. Lalu pada tahun 1980-an yang berkembang adalah cerita
gabungan dari film horor dan fiksi ilmiah yang menghasilkan film-film seperti
“Alien”, “Aliens”, “Exorcist”, “Salem’s lot”, “Species”, dan “The Omen”. Pada
era 1980-an dalam pembuatan film horor sudah tidak mengikuti pola yang
tradisional dan sudah sedikit melanggar dari ketentuan film horor di mana hantu
atau sesuatu yang menakutkan dapat keluar di tempat yang terang benderang,
penggunaan effect-effect yang dapat menambah tegang penonton seperti pada
film “Nightmare on Elm Street”15. Ada juga film “Salem’s Lot” yang juga
menggunakan teknik baru di mana penonton dihadapkan pada hal-hal yang
datangnya mendadak dan musik yang menyeramkan16.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam tema film horor disesuaikan
dengan suasana zamannya, sebab setiap generasi berbeda pemikirannya terhadap

15
Tony Ryanto, “Nightmare on Elm Street Film Horor Dengan Kekuatan Utama Special
Effects”, Bisnis Indonesia, Sabtu 6 September, 1986.
16
Tony Ryanto, “Salem’s Lot”, Berita Buana, Sabtu 25 Oktober, 1980.

8
sesuatu yang dianggap horor. Ini dapat dilihat dari berdasarkan tahun apa yang
dikatakan horor sepuluh tahun lalu belum tentu horor untuk sepuluh tahun yang
akan datang. Hal seperti inilah yang dilihat oleh para pengusaha film horor agar
dagangan yang mereka jual dapat diterima oleh masyarakat. Ada satu hal lagi
yang penting dalam film horor yang ada di Hollywood generasi awal bahwa ada
suatu pesan yang ingin disampaikan kepada para penontonnya bahwa segala
sesuatu seperti monster yang menakutkan yang memiliki sifat jahat itu dapat
dikalahkan oleh sebuah kebaikan, misal dalam film “Dracula” sosok Dracula yang
seram sekaligus menakutkan takut oleh salib dan dapat dikalahkan oleh bawang
putih dan paku yangterbuat dari kayu.

2. Pembagian Jenis Film Horor


Dalam pembagian jenis tentang film horor ada dua orang yang sangat
berpengaruh dalam pembagian jenis film horor ini yaitu Charles Derry dan T.
Todorov. Pertama pembagian jenis film horor yang dikemukakan oleh Charles
Derry (1977) di dalam bukunya yang berjudul Dark Dreams: A Psychological
History of the Modern Horror Film membagi film horor ke dalam tiga jenis yaitu
Horor of Personality, Horor of Armageddon, dan Horor of the Demonic17. Horor
of personality adalah jenis film horor yang sudah tidak lagi menokohkan karakter-
karakter yang mitis sebagai sumber horornya, horor jenis ini sudah tidak
menampilkan monster-monster yang menganggu tatanan kehidupan masyarakat
tetapi lebih menekankan pada sosok manusia normal yang biasa saja dan baru
kelihatan sifatnya ketika mulai memasuki akhir cerita, contoh film ini adalah film
“Psycho”. Horor Armageddon adalah jenis film horor yng mengambil kisah dari
kitab atau mitologi suci biblikal tentang kiamat, film seperti ini kebanyakan
berceriota antara bahaya serangan yang dilakukan oleh planet lain yang biasanya
mempunyai sistem pertahanan yang kuat dan teknologi yang lebih maju dari
manusia, film seperti ini antara lain “Alien” dan “Zombie”. Ynag terakhir adalah
horor demonic, film horor berjenis ini sangat akrab di telinga kita karena
Menawarkan tema tentang dunia yang burukakibatnya adanya kuasa Setan ada di
17
http//www.rumahfilm.org/Hikmat Darmawan/artikel/Mengapa Film Horor 2.htm, diakses
pada 13 April 2009, 22.30 WIB.

9
dunia, dan selalu mengancam kehidupan umat manusia. Kuasa Setan/Kejahatan
itu bisa hanya berupa penampakan spiritual belaka, dapat juga mengambil bentuk
penyihir, demit, atau setan seperti film “Don’t Look Now” (1973). Dalam horor of
demonic ini ada empat tema besar yang biasanya ada didalamnya yaitu gagasan
balas dendam, fenomena mistik khususnya kerasukan, perusakan tokoh tak
berdosa, tekanan pada simbol agama.
T. Todorov yang melakukan kajian terhadap film horor membagi film
horor berdasarkan klimaks cerita di akhir film. Todorov membaginya ke dalam
tiga kategori Horor Uncanny (misterius atau aneh), Horor Marvelous (horor
mengagumkan), dan Horor fantastic (horor yang luar biasa)18. Film horor jenis
horor uncanny lebih mengedepankan fenomena yang aneh dan misterius yang
dapat dijelaskan oleh hukum-hukum yang berlaku dalam realitas dan film yang
termasuk dalam jenis ini antara lain “Freaks”, “Black Cat” dan “Nightmare on
Elm Street”. Horor jenis marvelous adalah horor yang bersifat irasional yang tidak
dapat dijelaskan dan keirasionalan darim cerita film itu hanya diterima begitu saja
contoh film yang termasuk dalam jenis ini adalah “Alien”, “Aliens”, “King
Kong”, ‘Zombie”, “Vampire”. Sedangkan yang terakhir dari pembagian film
menurut Todorov adalah jenis horor fantastic lebih mengarahkan penonton untuk
masuk ke dalam situasi yang ragu-ragu tentang sesuatu yang supernatural dan
natural atau yang nyata maupun yang tidak nyata contoh film “The X-Files”, “The
Omen”, dan “The Exorcist”.

BAB III
PERKEMBANGAN FILM HOROR DI INDONESIA 1980-an

18
M. Yoesoef, loc. cit.

10
1. Masuknya Film Horor
Film horor mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1930-an oleh para
kaum cina peranakan yang pada saat itu merupakan pengusaha bioskop. Film
horor pertama yang diperkenalkan di Indonesia yaitu film “Ouw Phe Tjoa” (ular
hitam dan ular putih) pada tahun 1934 dan dengan judul “Tie Pat Kai Kawin”
(siluman babi perang siluman monyet) pada tahun 193519, film ini di impor
langsung dari Cina. Film ini dimasukkan ke dalam jenis film horor yang
diperkenalkan pertama di Indonesia dengan alasan dari penggunaan cerita legenda
masyarakat Tiongkok yang sudah terkenal.
Pada perkembangannya setelah diperkenalkannya film horor ke Indonesia,
film horor tidak begitu antusias untukdibuat oleh para sutradara-sutradara yang
ada di Hindia Belanda saat itu. Pada tahun 1941 Tan Tjoei Hock membuat film
horor yang berjudul “Tengkorak Hidup”, film ini dibuat langsung di Indonesia.
Film ini dalam ceritanya melibatkan unsur supernatural dan alam gaib yang
dijadikan sebagai sebuah fantasi dan dongeng. Pada masa-masa setelah tahun
1940 ini produksi film horor tidak ada sama sekali, hal ini disebabkan karena
Indonesia pada saat itu sedang mengalami revolusi sehingga kebanyakan dari film
yang dibuat bertemakan nasionalisme dan cerita perang untuk meningkatkan
nasionalisme pada bangsa Indonesia. Pada dekade setelah revolusipun tidak
adanya produksi film baik yang bertemakan horor maupun lainnya karena adanya
suatu pertentangan dalam para insan perfilman tentang konsep yang ingin dibuat
dan konflik itu lebih kepada konflik tentang ideologi politik antara kelompok kiri
dan kelompok kanan dan film ingin dijadikan sebuah alat untuk mencapai tujuan
manipol.
Baru setelah runtuhnya pemerintahan demokrasi terpimpin ala Soekarno
dan orde lama serta memasuki awal dari orde baru mulai kembali perfilman
Indonesia dibuat secara intens terutama film horornya. Hal ini dapat dilihat dari
muali diproduksinya film “Lisa” pada tahun 1971 yang diperankan oleh Lenny
Marlena dan Rahayu Effendi dan pada tahun 1973 dibuatlaah “Si Manis Jembatan
Ancol” yang diangkat dari cerita daerah masyarakat Betawi. Pada tahun-tahun
19
H. Misbach Yusa Biran, et al., Film Indonesia Bagian I (1900-1950) (Jakarta: Dewan Film
Nasional, 1993), hlm. 30.

11
awal orde baru yaitu tahun 1967 sampai akhir tahun 1970 jenis-jenis tema dalam
film horor Indonesia lumayan beragam yaitu tentang makhluk halus, mitos local,
horor komedi, dan film-film horor psikologis. Keberagaman ini dapat dilihat dari
film-film yang diproduksi pada tahun 70-an ini yaitu “Bernapas Dalam Lumpur”
(1970), “Beranak Dalam Lumpur” (1970), “Lisa” (1971), “Pemburu Mayat”
(1972), “Mayat Cemburu” (1973)20. Memasuki tahun1980-an keragaman dalam
film horor mulai hilang karena adanya peran langsung dari pemerintah tema yang
diangkat terbatas pada mitos-mitos local dan seperti selanjutnya sampai memasuki
tahun 200-an.
2. Jenis Film Horor Indonesia
Dilihat dari pembahasan yang ada sebelumnya tentang berbagai
macamnya tema film yang ada di Indonesia sulit untuk memasukkan ke dalam
jenis apa film-film horor yang ada di Indonesia. Kalau ditarik dari permulaan film
horor dibuat yaitu film horor pertama Indonesia berjenis Demonic horor (Derry)
dan marvelous horor (T. Todorov). Pada tahun 1970 film horor Indonesia
dimasukkan ke dalam kategori horor of personality (Derry) dan horor fantastic
misal dalam film “Lisa” (filmyang menimbulkan kengerian akibat rasa bersalah
seorang ibu yang telah menyuruh seseorang untuk membunuh anaknya) dan
“Pemburu Mayat” (film yang menceritakan tentang seorang psikopat yang
mengidap nekrofilia21) dalam kedua film ini penonton diajak untuk menjadi ragu-
ragu terhadap sesuatu yang sifatnya supernatural an tokohnya bukan berupa
seorang monster ataupun makhluk halus, berbeda dengan film horor Indonesia
tahun 1980-an yang termasuk ke dalam demonic horor dan marvellous horor
karena menggunakan hantu-hantu yang bergentayangan untuk balas dendam serta
alur ceritanya tidak rasional tetapi penonton tidak mempermasalahkannya.
Film horor seperti pada tahun 1970-an kurang diminati dan berhasil di
pasaran. Masyarakta lebih menyukai film horor kategori demonic mungkin karena

20
http//www.rumahfilm.org/Hikmat Darmawan/artikel/Mengapa Film Horor 2.htm, diakses
pada 13 April 2009, 22.30 WIB.
21
Nekrofilia adalah orang yang gemar bersetubuh dengan mayat.

12
demonic horor sesuai dengan kondisi masyarakat saat itu dan dalam filmnya
terkadang ada unsur sex.

3. Perkembangan Film Horor Indonesia !980-an


Pada dekade ini dikatakan sebagai perkembangan film horor Indonesia
karena banyaknya produksi film yang diproduksi per tahunnya. Perkembangan
film ini disesuaikan karena pada saat itu sedang munculnya pembicaraan tentang
film Indonesia harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pemerintah juga sudah
mulai melakukan kontrol yang ketat terhadap film-film buatan asing maupun
produksi dalam negeri.
Bahkan dalam film horor yang dibuat pada saat itu tidak terlepas dari
kontrol pemerintah baik dari segi sensor, penggunaan cerita, sampai bagian
promosi. Pemerintah lewat Departemen Penerangan menjalankan keputusan
Menteri Penerangan Nomor 71/Sk/M/19 67 bahwa film harus sesuai dengan
kepribadian bangsa. Meledaknya film-film horor ini juga karena keberhasilan
pemerintah orde barui dalam membangun sektor industri, ekonomi, dan produksi
minyak pada akhir tahun 1970 sehingga daya beli masyarakat tinggi.
Pada tahun ini Indonesia berkembang tidak tertahankan, kenaikan harga
minyak akibat perang Irak-Iran pada awal tahun 1980 menyebabkan bonanza
minyak. Ledakan ekonomi ini juga menyebabkan pengetatan ideologi dan
korporatisasi oleh negara22. Adanya paket UU Politik tahun 1985 membuat represi
politik makin kentara dan ruang kebebasan semakin menyempit, ini terlihat ikut
campurnya pemerintah dalam membentuk mitos-mitos nasional melalui film
dengan mempromosikan sendiri film-film tersebut lewat Perusahaan Film Negara
(PFN) yang pada saat itu mempunyai posisi yang amat kuat dalam industri film.
Ini adalah salah satu hal kenapa film horor tahun 1980-an homogen hanya
terfokus pada satu tema saja yaitu pengangkatan mitos lokal saja, selain mungkin
adanya unsur politik di dalamnya untuk melanggengkan kekuasaan. Film-film
horor 1980-an yang mengandung tema mitos lokal antara lain “Malam Jum’at
Kliwon” (1986), “Nenek lampir” (1987), “Dendam Jum’at Kliwon” (1987), “Ratu
22
http//www.rumahfilm.org/Eric Sasono/artikel/Sketsa Jakarta dalam Film Indonesia. Htm,
diakses pada 25 April 2009, pukul 23.43 WIB.

13
Buaya Putih” (1988), “Bangkit Dari Kubur’ (1988), “Wewe Gombel” (1988),
“Malam satu suro” (1988), “Musnahkan Ilmu Santet” (1989), “Wanita Harimau
(Santet II)” (1989). Pada masa ini juga muncul aktris film yang menjadi ikon film
horor Indonesia sampai saat ini yaitu Suzanna Martha Frederika van Osch atau
yang lebih dikenal dengan nama Suzanna.

BAB IV
KESIMPULAN

Pada dasarnya film horor berkembang akibat adanya perkembangan


teknologi dalam pembuatan film baik produksi yang ada di Hollywood dan

14
Indonesia. Film-film horor yang ada di Hollywood semakin berkembang setelah
berakhirnya Perang Dunia II, ini juga direspon oleh para pengusaha film agar
tidak terjadinya sebuah kebosanan dalam film horor yang ada di Hollywood
karena dari tahun ke tahun selera penonton akan film horor berbeda-beda dan
semakin bervariasi, apa yang dianggap oleh generasi 70-an sebagai film horor
belum tentu sama terhadap generasi 10 tahun di depannya.
Film horor yang berkembang di Indonesia pun demikian mengalami
pasang surut pembuatannya. Bahkan perkembangannya sangat lambat karena
kebanyakan film yang ada di Indonesia hanya melihat film sebagai seduah
komoditi yang dapat dijual tanpa melihat aspek ceritanya. Hal ini karena
kebanyakan masyarakat Indonesia masih kekurangan sumber daya kreatif untuk
membuat film dan kurangnya peran para akademisi dalam pembuatan film.
Bedanya dengan Hollywood, film horor Indonesia dapat di campuri oleh masalah
yang politik seperti pada tahun 1980-an ketika terjadi bonzan minyak pemerintah
langsung mengetatkan sensor dan membuat mitos-mitos nasional dalam film
horor Indonesia. Namun, ada kesamaan antara film horor Indonesia dan
Hollywood kebanyakan di akhir cerita para tokoh yang baik akan menang
mengalahkan tokoh yang jahat, seperti pemuka-pemuka agama yang digambarkan
sebagai golongan putih dan setan yang diwakilkan oleh golongan hitam.

BIBIOGRAFI
BUKU
Abdullah, Taufik., H. Misbach Yusa Biran, S.M. Ardan. 1993. Film Indonesia
Bagian I (1900-1950). Jakarta: Dewan Film Nasional.

15
Cincotta, Howard (eds), Garis Besar Sejarah Amerika. 2004. Jakarta: Departemen
Luar Negeri AS.
Bambang Marhijanto, kamus Lengkap bahasa Indonesia (Surabaya: Bintang
Timur Surabaya, 1995).

KORAN
Tony Ryanto, “Nightmare on Elm Street Film Horor Dengan Kekuatan Utama
Special Effects”, Bisnis Indonesia, Sabtu 6 September, 1986.
Tony Ryanto, “Salem’s Lot”, Berita Buana, Sabtu 25 Oktober, 1980.

MAJALAH
M. Yoesoef, “Film Horor Sebuah Definisi Yang Berubah”, “Jurnal Wacana FIB
UI”, 5: 103-113, Oktober, 2003.

SKRIPSI
Wahyudi Gusti, Robby, “Industri Film Hollywood Pasca Perang Dunia II (1947-
1960-an)”. Skripsi Sarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Depok, 2006.

INTERNET
http//www.rumahfilm.org/Eric Sasono/artikel/Sketsa Jakarta dalam Film
Indonesia. Htm, diakses pada 25 April 2009, pukul 23.43 WIB.
http//www.rumahfilm.org/Hikmat Darmawan/artikel/Mengapa Film Horor 1.htm,
diakses pada 13 April 2009, 22.30 WIB.
http//www.rumahfilm.org/Hikmat Darmawan/artikel/Mengapa Film Horor 2.htm,
diakses pada 13 April 2009, 22.50 WIB.
http//www.inventors.about.com/EadweardMuybridge.htm, diakses pada 16 Mei
2009, pukul 22.30 WIB.
http//www.displaynews.com/fakta unik:sejarah film sepanjang masa.htm, diakses
pada 13 April 2009, pukul 23.30 WIB.
http://www.wikipedia.com/artikel/Perfilman Indonesia.htm, diakses pada 13 April
2009, pukul 23.09 WIB.

16

You might also like