You are on page 1of 3

Uji Normalitas

Setelah cukup lama bingung pilih-pilih tema yang mau diangkat perdana, saya
akhirnya mencoba memilih satu tema ini : Uji Asumsi Statistik Parametrik. Uji
Asumsi yang pertama akan saya bahas adalah Uji Normalitas.

Apa itu ?

Kita mulai dulu dari apa itu uji normalitas. Uji normalitas adalah uji yang dilakukan
untuk mengecek apakah data penelitian kita berasal dari populasi yang sebarannya
normal. Uji ini perlu dilakukan karena semua perhitungan statistik parametrik
memiliki asumsi normalitas sebaran. Formula/rumus yang digunakan untuk
melakukan suatu uji (t-test misalnya) dibuat dengan mengasumsikan bahwa data
yang akan dianalisis berasal dari populasi yang sebarannya normal. Ya bisa ditebak
bahwa data yang normal memiliki kekhasan seperti mean, median dan modusnya
memiliki nilai yang sama. Selain itu juga data normal memiliki bentuk kurva yang
sama, bell curve. Nah dengan mengasumsikan bahwa data dalam bentuk normal
ini, analisis statistik baru bisa dilakukan.

Bagaimana Caranya?

Ada beberapa cara melakukan uji asumsi normalitas ini yaitu menggunakan analisis
Chi Square dan Kolmogorov-Smirnov. Bagaimana analisisnya untuk sementara kita
serahkan pada program analisis statistik seperti SPSS dulu ya. Tapi pada dasarnya
kedua analisis ini dapat diibaratkan seperti ini :

1. pertama komputer memeriksa data kita, kemudian membuat sebuah data virtual
yang sudah dibuat normal.

2. kemudian komputer seolah-olah melakukan uji beda antara data yang kita miliki
dengan data virtual yang dibuat normal tadi.

3. dari hasil uji beda tersebut, dapat disimpulkan dua hal :

jika p lebih kecil daripada 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data yang kita miliki
berbeda secara signifikan dengan data virtual yang normal tadi. Ini berarti data
yang kita miliki sebaran datanya tidak normal.
jika p lebih besar daripada 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data yang kita
miliki tidak berbeda secara signifikan dengan data virtual yang normal. Ini berarti
data yang kita miliki sebaran datanya normal juga.

Ukuran inilah yang digunakan untuk menentukan apakah data kita berasal dari
populasi yang normal atau tidak.

Bagaimana Jika Tidak Normal?

Tenang...tenang... data yang tidak normal tidak selalu berasal dari penelitian yang
buruk. Data ini mungkin saja terjadi karena ada kejadian yang di luar kebiasaan.
Atau memang kondisi datanya memang nggak normal. Misal data inteligensi di
sekolah anak-anak berbakat (gifted) jelas tidak akan normal, besar
kemungkinannya akan juling positif.

Lalu apa yang bisa kita lakukan?

1. Kita perlu ngecek apakah ketidaknormalannya parah nggak. Memang sih nggak
ada patokan pasti tentang keparahan ini. Tapi kita bisa mengira-ira jika misalnya
nilai p yang didapatkan sebesar 0,049 maka ketidaknormalannya tidak terlalu parah
(nilai tersebut hanya sedikit di bawah 0,05). Jika ketidaknormalannya tidak terlalu
parah lalu kenapa? Ada beberapa analisis statistik yang agak kebal dengan kondisi
ketidaknormalan ini (disebut memiliki sifat robust), misalnya F-test dan t-test. Jadi
kita bisa tetap menggunakan analisis ini jika ketidaknormalannya tidak parah.

2. Kita bisa membuang nilai-nilai yang ekstrem, baik atas atau bawah. Nilai ekstrem
ini disebut outliers. Pertama kita perlu membuat grafik, dengan sumbu x sebagai
frekuensi dan y sebagai semua nilai yang ada dalam data kita (ini tentunya bisa
dikerjakan oleh komputer). Nah dari sini kita akan bisa melihat nilai mana yang
sangat jauh dari kelompoknya (tampak sebagai sebuah titik yang nun jauh di sana
dan nampak terasing...sendiri...). Nilai inilah yang kemudian perlu dibuang dari data
kita, dengan asumsi nilai ini muncul akibat situasi yang tidak biasanya. Misal
responden yang mengisi skala kita dengan sembarang yang membuat nilainya jadi
sangat tinggi atau sangat rendah.

3. Tindakan ketiga yang bisa kita lakukan adalah dengan mentransform data kita.
Ada banyak cara untuk mentransform data kita, misalnya dengan mencari akar
kuadrat dari data kita, dll.
4. Bagaimana jika semua usaha di atas tidak membuahkan hasil dan hanya
membuahkan penyesalan (wah..wah.. nggak segitunya kali ya?) . Maka langkah
terakhir yang bisa kita lakukan adalah dengan menggunakan analisis non-
parametrik. Analisis ini disebut juga sebagai analisis yang distribution free.
Sayangnya analisis ini seringkali mengubah data kita menjadi data yang lebih
rendah tingkatannya. Misal kalo sebelumnya data kita termasuk data interval
dengan analisis ini akan diubah menjadi data ordinal.

Well, demikian kiranya paparan atau sharing tentang normalitas. Semoga dalam
waktu dekat saya bisa tahu gimana caranya meng-upload gambar ke dalam blog ini
dalam posisi yang manis jadi penjelasan saya bisa jadi lebih visualized gitu deh.
Semoga juga saya juga bisa segera mengubah tampilan SPSS menjadi JPG, jadi kita
bisa belajar baca hasil analisis di blog

You might also like