You are on page 1of 4

Memelihara “Haji Mabrur”

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu; sujudlah kamu; sembahlah


Tuhanmu; dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenarnya. Dia
(Allah) telah memilih kamu dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk
kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orangtuamu
Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari
dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya rasul itu menjadi
saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap
manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan berpegang
teguhlah kamu pada tali Allah. Dia adalah pelindungmu, maka Dialah sebaik-
baik pelindung dan sebaik-baik penolong”. (QS. Al-Hajj: 77 - 78).
Kita senantiasa ikut mendoakan semoga kaum muslimin yang
melaksanakan ibadah haji di musim haji tahun ini selalu dalam lindungan
Allah SWT dan kembali berkumpul bersama keluarga di kampung halaman
dengan mendapat haji mabrur dan maqbul, amin ya Rabbal ‘alamin.
Para jamaah Haji yang baru tiba dari Tanah Suci Makkah al Mukarramah
adalah pribadi-pribadi yang berjiwa baru di tengah-tengah masyarakat dan
lingkungannya. Sebelumnya, di saat pelaksanaan haji baru akan di mulai,
setibanya di Tanah Suci, kalimat talbiah dikumandangan oleh setiap jama
‘ah, perorangan maupun secara berjama ‘ah. Sungguh situasi yang sangat
mengharukan, terkadang tetes dan linangan air mata tak terasa bercucuran
membasahi pipi. Tangis itu adalah tangis haru dan suka cita serta tanda
syukur yang tak mampu terungkap oleh kata-kata.
‫ لبيك ل شريك لك لبيك‬... ‫لبيك اللهم لبيك‬
‫إن الحمد والنعمة لك والملك ل شريك لك‬
"Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi
panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu. ya Allah aku penuhi panggilan-Mu.
Segala puji dan keagungan nikmat hanya milik-Mu semata. Segenap
kerajaan pun milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu”.
Allah Swt berfirman:
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji; niscaya mereka
akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang
kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka
mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka; dan supaya mereka
menyebut Nama Allah pada hari yang telah ditentukan”. (QS. Al-Hajj: 27 -
28).
Memang, ibadah haji sangat didambakan oleh setiap muslim-muslimin
sejati sepanjang hayatnya. Ibadah haji merupakan respon muslim-muslimin
sejati terhadap seruan Allah SWT tersebut di atas. Karena setiap muslim--
muslimin sejati mendengar seruan untuk menunaikan ibadah haji,
disahutnya seruan Allah itu tanpa disadarinya bagaimana sampainya
panggilan Allah SWT itu kepadanya kecuali Allah SWT menempa hati setiap
muslim-muslimin yang dikehendakinya untuk memberikan respon terhadap
seruan-Nya itu.
Ibadah haji tidak saja fardhu ‘ain sekali seumur hidup bagi setiap
muslim-mukmin yang kuasa dan mampu, tetapi juga mendatangkan manfaat
yang sangat besar bagi para pelakunya, baik kehidupan sosial
kemasyrakatan, baik kehidupan ruhaniyah maupun kehidupan materiil.
Muslim-muslimin yang telah menunaikan ibadah haji diharapkan rohaninya
menjadi semakin kuat dan mantap. Iman dan takwanya diharapkan
bertambah tebal, kehidupan dan hubungan sosial masyarakat bertambah
luas dan bertambah erat. Para haji yang demikian itulah yang dinamakan
“haji mabrur" yang menjadi dambaannya itu dan yang harus
dipertahankannya sepanjang hayatnya.
Sebenarnya perasaan kita cukup peka dalam mendeteksi hati kita
masing-masing, apakah ibadah haji yang telah kita tunaikan mendapat
predikat “haji mabrur“ atau menjadi “haji mardud”.
Secara ruhaniah haji mabrur akan tampak pada getaran tauhid kita,
sedangkan lahiriahnya akan tampak pada prilaku kita sehari-hari dan waktu-
ke waktu. Di dalam hati nurani kita, sejak awal kejadian kita, sudah tertanam
benih keyakinan akan adanya Allah Yang Maha Esa. Getaran tauhid kita itu
sudah merupakan fitrah yang oleh para ulama disebut Gharizah keagamaan
kita.
Allah SWT. berfirman:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui". (QS. Al-Rum: 30)
Bagi orang yang mendapat predikat haji mabrur, tauhid demikian akan
makin memantapkan keyakinannya bahwa hanya Allah SWT yang
menghidupkan, yang mematikan, yang meninggikan, yang merendahkan,
yang memuliakan, yang menghinakan, yang menyelamatkan, yang
mencelakakan, atau yang memberikan sesuatu, dan atau yang
mencegahnya.
Tauhid yang demikian itulah yang akan mendorong dirinya senantiasa
menjadi orang kaya yang kaya, yakni kaya materi dan kaya ruhaninya. Ia
akan semakin mengerti dan menafsirkan ajaran agamanya lebih luas lagi
yang membawa langkahnya semakin mantap, sehingga ia senantiasa
menjadi rahmat bagi masyarakatnya, bangsa, dan negara. Baginya kaya
hakiki bukanlah terletak pada kekayaan harta dan benda, emas dan perak
yang melimpah ruah, melainkan kekayaan rohaniah, “ghinan- nafsi“. Itulah
perkara yang tertinggi dalam hal keluhuran haji mabrur.
Bagi siapa saja yang telah menunaikan ibadah haji dan senantiasa
mempertahankan kemabruran hajinya, maka ia akan senantiasa
melestarikan ungkapan talbiahnya; sebuah peryataan tauhid, rasa syukur
dan pengakuan akan nikmat dan anugerah ilahi yang terus ia syukuri.
Demikian pula dengan apa yang pernah dilakukan di sana; rajin melakukan
shalat secara berjama’ah, menangisi dosa dan kesalahan serta berjanji pada
diri untuk tidak mengulanginya lagi, sampai pada simbol lemparan kepada
syetan saat jumrah.
Kemudian, Perjalanan hidup Nabi Ibrahim a.s beserta keluarganya
adalah salah satu contoh ideal yang ia teladani dalam mengabdikan diri
kepada Allah SWT. Perjalanan hidupnya digunakan sepenuhnya untuk ruku’,
sujud, beribadah, berbuat kebajikan dan berjuang di jalan Allah SWT. Dalam
mengaplikasikan kehambaanya, misalnya, Nabi Ibrahim a.s tidak sekedar
didorong oleh kewajiban, tetapi beliau sangat sadar akan pentingnya
berserah diri pada Allah SWT. (Hanief).
Jika semua rangkaian ibadah yang pernah dilakukan selama
menunaikan ibadah haji kemudian dihayati dengan hati yang khusyu’, insya
Allah hal itu dapat mempengaruhi keimanan seseorang menuju
kesempumaanya yang kemudian ia aplikasikan dalam kehidupannya sehari-
hari.
Tidaklah terlalu sulit rasanya untuk disaksikan secara mata telanjang,
adakah diri yang pernah menunaikan ibadah haji mendapat predikat haji
yang mabrur yang berarti maqbul atau haji yang berpredikat mardud atau
tertolak. Meskipun akhirnya jawaban yang pasti akan terpulang kepada Allah
Yang Maha Mengetahui segala perkara!
Tidaklah mudah memang untuk mencapai haji yang mabrur, apatah
untuk mempertahankan atau melestarikannya hingga hayat berakhir,
apalagi jaza’ atau balasannya yang pantas adalah surga. Namun demikian
kita tetap mengharap dan berdoa, semoga Allah SWT yang telah
menganugerahkan haji mabrur kepada yang mendapatkannya juga
memeliharanya dan orang yang menerimanya sehingga haji mabrur bukan
sekedar predikat yang hanya dapat dicapai namun tak mampu
dipertahankan, apalagi jika ia hanya sebutan dan harapan di bibir saja,
na‘udzubillah. Allahu a‘lam.

You might also like