You are on page 1of 10

TUGAS MAKALAH

PENGERTIAN TAUHID

Disusun oleh :
Nama : ACIH SAMIATI
NIM : 20088200467
Jurusan : PKn

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


STKIP KUSUMA NEGARA
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

PENGERTIAN TAUHID

Tauhid merupakan bagian yang terpenting dari agama ini, ia merupakan fitrah
yang telah Allah tetapkan pada setiap manusia. Tauhid juga merupakan inti
dakwah dan ajaran seeluruh nabi dan rasul, meski sayri’at yang dibebankan
kepada masing-masing umat berbeda.

Tauhid merupakan ilmu tentang mengesakan Tuhan, meyakini keesaan Allah


dalam rububiyah, ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama
dan sifat-Nya. Dengan demikian tauhid ada tiga macam, yaitu tauhid rububiya,
tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa sifat.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rahimahullah- memaparkan bahwa kata tauhid secara


bahasa adalah kata benda yang berasal dari perubahan kata kerja wahhada –
yuwahhidu yang bermakna menunggalkan sesuatu. Sedangkan dalam kacamata
syari’at, tauhid bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi
kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rububiyah, uluhiyah dan
asma’ wa shifat (Al Qaul Al Mufid, 1/5)

Syaikh Hamad bin ‘Atiq menerangkan bahwa agama Islam disebut sebagai agama
tauhid disebabkan agama ini dibangun di atas pondasi pengakuan bahwa Allah
adalah Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, baik dalam hal kekuasaan maupun
tindakan-tindakan. Allah Maha Esa dalam hal Dzat dan sifat-sifat-Nya, tiada
sesuatu pun yang menyerupai diri-Nya. Allah Maha Esa dalam urusan
peribadatan, tidak ada yang berhak dijadikan sekutu dan tandingan bagi-Nya.
Tauhid yang diserukan oleh para Nabi dan Rasul telah mencakup ketiga macam
tauhid ini (rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa shifat). Setiap jenis tauhid adalah
bagian yang tidak bisa dilepaskan dari jenis tauhid yang lainnya. Oleh karena itu,
barangsiapa yang mewujudkan salah satu jenis tauhid saja tanpa disertai dengan
jenis tauhid lainnya maka hal itu tidak mungkin terjadi kecuali disebabkan dia
tidak melaksanakan tauhid dengan sempurna sebagaimana yang dituntut oleh
agama (Ibthal At Tandid, hal. 5-6)
BAB II
TAUHID DAN PEMBAGIANNYA

Syaikh Muhammad bin Abdullah Al Habdan menjelaskan bahwa tauhid itu hanya
akan terwujud dengan memadukan antara kedua pilar ajaran tauhid yaitu
penolakan (nafi) dan penetapan (itsbat). ‘La ilaha’ adalah penafian/penolakan,
maksudnya kita menolak segala sesembahan selain Allah. Sedangkan ‘illallah’
adalah itsbat/penetapan, maksudnya kita menetapkan bahwa Allah saja yang
berhak disembah (At Taudhihat Al-Kasyifat, hal. 49)

Tauhid dan Iman Kepada Allah

Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan –hafizhahullah- menjelaskan bahwa hakekat iman
kepada Allah adalah tauhid itu sendiri. Sehingga iman kepada Allah itu mencakup
ketiga macam tauhi yaitu tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat (Al
Irsyad ila Shahih Al I’tiqad, hal. 29). Di samping itu, keimanan seseorang kepada
Allah tidak akan dianggap benar kalau hanya terkait dengan tauhid rububiyah saja
dan tidak menyertakan tauhid uluhiyah. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada
kaum musyrikin dahulu yang juga mengakui tauhid rububiyah. Meskipun
demikian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerangi dan mengajak
mereka untuk bertauhid. Hal itu dikarenakan mereka tidak mau melaksanakan
tauhid uluhiyah.

Urgensi Tauhid Bagi Setiap Insan

Kepentingan manusia untuk bertauhid sungguh jauh berada di atas kepentingan


mereka terhadap makanan, minuman atau tempat tinggal. Kalau seseorang tidak
makan atau minum, akibat terburuk yang dialami hanyalah sekedar kematian.
Namun, kalau seseorang tidak bertauhid barang sekejap saja dan pada saat itu dia
meninggal dalam keadaan musyrik, maka siksaan yang kekal di neraka sudah siap
menantinya.

Allah ta’ala berfirman,

‫جّنَة َوَمْأَواُه الّناُر‬


َ ‫عَلْيِه اْل‬
َ ‫ل‬
ُّ ‫حّرَم ا‬
َ ‫ل َفَقْد‬
ِّ ‫ك ِبا‬
ْ ‫شِر‬
ْ ‫ن ُي‬
ْ ‫ِإّنهَُم‬
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah (dalam
beribadah) maka sungguh Allah telah mengharamkan atasnya surga, dan tempat
tinggalnya adalah neraka…” (QS. al-Ma’idah [5]: 72)

Bahkan amalnya yang bertumpuk-tumpuk selama hidup pun akan menjadi sia-sia
apabila di akhir hidupnya dia telah berbuat syirik kepada Rabb-nya dan belum
bertaubat darinya. Allah ta’ala berfirman,

َ ‫سِري‬
‫ن‬ ِ ‫خا‬
َ ‫ن اْل‬
َ ‫ن ِم‬
ّ ‫ك َوَلَتُكوَن‬
َ ‫عَمُل‬
َ ‫ن‬
ّ َ‫حَبط‬
ْ ‫ت َلَي‬
َ ‫شَرْك‬
ْ ‫ن َأ‬
ْ ‫َلِئ‬

“Sungguh, jika kamu berbuat syirik, akan lenyaplah semua amalmu, dan kamu
pasti akan tergolong orang yang merugi.” (QS. az-Zumar [39]: 65)

Dan, kalaulah kita mau merenungkan untuk apa kita diciptakan di alam dunia ini
niscaya kita akan memahami betapa agung kedudukan tauhid dalam hidup ini.
Allah ta’ala berfirman,

ِ ‫ل ِلَيْعُبُدو‬
‫ن‬ ّ ‫س ِإ‬
َ ‫لْن‬
ِْ ‫ن َوا‬
ّ‫ج‬ِ ‫ت اْل‬
ُ ‫خَلْق‬
َ ‫َوَما‬

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56). Makna beribadah kepada Allah di sini
adalah mentauhidkan Allah.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah- mengatakan, “Apabila


engkau telah mengetahui bahwasanya Allah menciptakan dirimu untuk beribadah,
maka ketahuilah bahwa sesungguhnya ibadah tidak akan disebut sebagai ibadah
(yang hakiki) apabila tanpa disertai tauhid. Sebagaimana halnya sholat tidak
disebut sebagai sholat jika tidak disertai dengan thaharah (bersuci). Maka apabila
syirik merasuk ke dalam suatu ibadah, niscaya ibadah itu menjadi batal.
Sebagaimana hadats jika terjadi pada (orang yang sudah melakukan) thaharah…”
(Majmu’ah Tauhid, hal. 7)

Terkait dengan pentingnya tauhid ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Ketahuilah, sesungguhnya kebutuhan hamba untuk senantiasa beribadah kepada
Allah tanpa mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya merupakan kebutuhan
yang tak tertandingi oleh apapun yang bisa dianalogikan dengannya. Akan tetapi,
dari sebagian sisi ia bisa diserupakan dengan kebutuhan tubuh terhadap makanan
dan minuman. Di antara keduanya sebenarnya terdapat banyak sekali perbedaan.
Karena sesungguhnya jati diri seorang hamba adalah pada hati dan ruhnya.
Padahal, tidak ada kebaikan hati dan ruh kecuali dengan (pertolongan) Rabbnya,
yang tiada ilah (sesembahan) yang benar untuk disembah selain Dia. Sehingga ia
tidak akan bisa merasakan ketenangan kecuali dengan mengingat-Nya.
Seandainya seorang hamba bisa memperoleh kelezatan dan kesenangan dengan
selain Allah maka hal itu tidak akan terus menerus terasa. Akan tetapi, ia akan
berpindah dari satu jenis ke jenis yang lain, dari satu individu ke individu yang
lain. Adapun Rabbnya, maka dia pasti membutuhkan-Nya dalam setiap keadaan
dan di setiap waktu. Di mana pun dia berada maka Dia (Allah) senantiasa
menyertainya.” (Majmu’ Fatawa, I/24. Dikutip dengan perantara Kitab Tauhid
Syaikh Shalih al-Fauzan, hal. 43)

Siapa yang merasa tauhidnya sudah hebat?!

Allah ta’ala mengisahkan do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
di dalam ayat-Nya

‫صَناَم‬
ْ ‫ل‬
َْ ‫ن َنْعُبَد ا‬
ْ ‫ي َأ‬
ّ ‫جُنْبِني َوَبِن‬
ْ ‫َوا‬

“Dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan kepada arca-arca.”
(QS. Ibrahim [14]: 35)

Ibrahim At Taimi mengatakan, “Lalu siapakah yang lebih merasa aman dari
bencana kesyirikan selain Ibrahim[?]”

Syaikh Abdurrahman bin Hasan –rahimahullah- mengatakan, “Tidak ada lagi


yang merasa aman dari terjatuh dalam kesyirikan selain orang yang bodoh
terhadap syirik dan juga tidak memahami sebab-sebab yang bisa menyelamatkan
diri darinya; yaitu ilmu tentang Allah, ilmu tentang ajaran Rasul-Nya yaitu
mentauhidkan-Nya serta larangan dari perbuatan syirik terhadapnya.” (Fathul
Majid, hal. 72)
PEMBAGIAN TAUHID YAITU :

1. Tauhid Rububiyah

Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah
Subhanahu Wa Ta ala, yaitu Rabb. Nama ini memiliki beberapa arti, antara
lain : Al Murrabi (Pemelihara), An Nashr (Penolong), Al Malik (Pemilik), Al
Mushlih (Yang memperbaiki), As Sayyid (Tuan), dan Al Wali (Wali).

secara istilah syari’at pengertian tauhid rububiyah adalah : “ Percaya bahwa


Allah-lah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan
takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam
dengan sunnah-sunnahNya.”

Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini :

a) Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum, seperti


menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai dan
sebagainya.
b) Beriman kepada takdir Allah
c) beriman kepada zat Allah

Tauhid rububiyah bukan merupakan keseluruhan ajaran tauhid, ia hanya


bagian dari keseluruhan itu. Seseorang yang telah mengakui kerububiyahan
Allah Subhanahu Wa Ta ala belum tentu bahwa ia juga beriman kepada
uluhiyan dan asma wa sifatNya. Hal itu sebagaimana yang dialami oleh
sebagian besar musyrikin Arab yang mengakui akan Rububiyatullah namun
mengingkari syariat-Nya. Tujuan dari tauhid rububiyah ini adalah agar
manusia mengakui akan keagungan Allah atas semua mahluk-Nya.

2. Tauhid Uluhiyajh

Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba


berdasarkan niat taqarub yang disyari’atkan, seperti : berdo’a, nadzar,
berkurban, raja’(berharap), takut, tawakal, mahabah,inabah, dan sebagainya.
Tauhid uluhiyah merupakan tujuan dakwah para Rasul. Disebut demikian
karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh nama-Nya “Allah”
yang artinya dzul uluhiyah (yang memiliki sifat uluhiyah). Tanpa
merealisasikan tauhid uluhiyah ini, semua amal ibadah tidak akan diterima.
Karena kalau hal itu tidak terwujud maka akan bercokollah lawannya yaitu
syirik. Allah berfirman :

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik”(QS. An Nisa’:48)

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka


amalan yang telah mereka kerjakan”(QS. Al An’am : 85).

Uluhiyah adalah ibadah. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah dgn


perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yg disyariatkan seperti doa
nazar kurban raja’ takut tawakal raghbah rahbah dan inabah . Jenis tauhid
inilah yg merupakan inti dakwah para rasul mulai rasul yg pertama hingga yg
terakhir.

Allah SWT berfirman Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut itu’. .

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya ‘Bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Aku maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku’. .

Setiap rasul selalu memulai dakwahnya dgn perintah tauhid uluhiyah


sebagaimana yg diucapkan oleh Nabi Nuh Hud Shalih Syu’aib dan lain-lain.

Hai kaumku sembahlah Allah sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.

Dan ingatlah Ibrahim ketika ia berkata kepada kaumnya ‘Semahlah olehmu


Allah dan bertakwalah kepada-Nya’. .

Dan diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Katakanlah ‘Sesungguhnya


aku diperintahkan supaya menyembah Allah dgn memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam agama’. .
Rasulullah saw. Sendiri bersabda Saya diperintahkan utk memerangi manusia
sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah yg hak kecuali Allah dan bahwa
Muhammad adl rasulullah. {HR Bukhari dan Muslim}.

Kewajiban awal bagi tiap mukallaf adl bersaksi laa ilaaha illallaah {tidak ada
Tuhan yg berhak disembah kecuali Allah} serta mengamalkannya. Allah SWT
berfirman Maka ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosamu …. .

Dan kewajiban pertama bagi orang yg ingin masuk Islam adl mengikrarkan
dua kalimat syahadat.

Jadi jelaslah bahwa tauhid uluhiyah adl maksud dari dakwah para rasul.

Disebut demikian krn uluhiyah adl sifat Allah yg ditunjukkan oleh nama-Nya
Allah yg artinya dzul uluhiyah .

Juga disebut tauhid ibadah krn ubudiyah adl sifat ‘abd yg wajib menyembah
Allah secara ikhlas krn ketergantungan mereka kepadanya.

Syekh Islam Ibnu Taimiyah mengatakan Ketahuilah kebutuhan seorang hamba


utk menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dgn sesuatu pun tidak
memiliki bandingan yg dapat dikiaskan tetapi dari sebagian segi mirip dgn
kebutuhan jasad kepada makanan dan minuman. Akan tetapi di antara
keduanya ini terdapat perbedaan mendasar. Karena hakikat seorang hamba adl
hati dan rohnya ia tidak bisa baik kecuali dgn Allah yg tiada Tuhan selain-
Nya. Ia tidak bisa tenang di dunia kecuali dgn mengingat-Nya. Seandainya
hamba memperoleh keni’matan dan kesenangan tanpa Allah maka hal itu
tidak akan berlangsung lama tetapi akan berpindah-pindah dari satu macam ke
macam yg lain dari satu orang kepada orang lain. Adapun Tuhannya maka Dia
dibutuhkan tiap saat dan tiap waktu; di mana pun ia berada maka Dia selalu
bersamanya. {Majmu Fatawa I/24}.

Tauhid ini adl inti dari dakwah para rasul krn ia adl asas dan pondasi tempat
dibangunnya seluruh amal. Tenpa merealisasikannya semua amal ibadah tidak
akan diterima. Karena kalau ia tidak terwujud bercokollah lawannya yaitu
syirik. Sedangkan Allah SWT berfirman Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik. Seandainya mereka mempersekutukan Allah niscaya
lenyaplah dari mereka amalan yg telah mereka kerjakan. .

Jika kamu mempersekutukan niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah


kamu termasuk orang-orang yg merugi. .

Dan tauhid jenis ini adl kewajiban pertama segenap hamba. Allah SWT
berfirman Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dgn
sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu bapak …. {An-
Nisa’ 36}. Dan beberapa ayat-ayat lainnya yg isinya tentang hal ini.

3. Tauhid Asma Wa Sifat

Tauhid Ama Wa Sifat yaitu menetapkan dan mengakui bahwa Allah


mempunyai nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang tinggi dan sempurna
yang semuanya termaktub dalam ayat-ayat Al Qur’an dan sunnah nabawiyah.

Kaum salaf berpendapat bahwa kita harus mengakui dan menetapkan semua
asma dan sifat Allah yang terdapat dalam Al Qur’an tanpa sedikitpun
melakukan penafian, tahrif, ta’til, takyif (penentuan substansi) maupun tamsil.
Pendapat seperti ini didasarkan pada firman Allah yang berbunyi :

“Tidak sesuatupun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Maha Mendengar lagi
Maha Melihat”(QS. 42 : 11).

Kaum salaf berpendapat secara rinci semua nama dan sifat yang ditetapkan
oleh Allah Subhanahu Wa Ta ala bagi diri-Nya sendiri atau ditetapkan
Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam dan menafikan secara global semua
nama dan sifat yang dinafikan Allah bagi diri-Nya sendiri atau diafikan
Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam.

Imam Ahmad berkata : Allah tidak boleh disifati kecuali dengan apa yang
disifati-Nya atau apa yang disifatkan Rasul-Nya, serta tidak boleh melampaui
Al Qur’an dan hadist.
BAB III

PENUTUP

Demikianlah sekilas mengenai pentingnya tauhid dalam kehidupan kita.


Semoga kita tergolong hamba-hamba yang mentauhidkan Allah dengan sebenar-
benarnya. Kalau orang semulia Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saja masih takut
terjerumus syirik, lalu bagaimana lagi dengan orang seperti kita. Wallahul
musta’an. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam.
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

You might also like