You are on page 1of 2

KECURANGAN DALAM UJIAN NASIONAL

SEKARANG ini para pelajar SLTP dan SLTA sedang resah karena kekhawatiran gagal
pada Ujian Nasional tahun 2008. Hal ini dikarenakan pada Unas 2008 selain
persyaratan kelulusan sulit juga jumlah mata pelajaran yang diujikan pada Unas
bertambah. Kalau pada tahun lalu untuk SLTP dan SLTA ada 3 mata pelajaran, untuk
tahun ini di tingkat SLTP 4 mata pelajaran yang diujikan sedang di tingkat SLTA
ada 6 mata pelajaran. Tidak hanya siswa saja yang khawatir dalam menghadapi ujian
tahun 2008 ini tetapi juga orangtua, sekolah, pemerintah daerah masing-masing juga
mengkhawatirkan. Siswa merasa malu jika tidak lulus ujian, seolah-olah mereka
belajar 3 tahun tidak ada hasilnya, mau mengulang malu, takut pada orangtua dan
secara psikologis menjadi rendah diri. Perasaan malu juga dialami orangtua jika
anaknya tidak lulus, uang yang telah mereka gunakan untuk membiayai anaknya
seolah-olah tidak ada hasilnya. Kekhawatiran sekolah adalah persentase kelulusan
ujian nasional yang diperoleh kecil. Jika persentase kelulusan kecil maka sekolah
akan menanggung beban moral terhadap masyarakat karena merasa gagal dalam
melakukan proses pembelajaran di sekolah. Kegagalan tersebut juga sebagai
indikator mutu sekolah, walaupun sebenarnya angka kelulusan hanya merupakan salah
satu indikator keberhasilan sekolah. Namun selama ini masyarakat menilai bahwa
mutu sekolah dapat dilihat dari angka kelulusan yang dicapai. Kekhawatiran daerah
adalah mendapatkan persentase kelulusan tingkat propinsi yang rendah sehingga
memperoleh peringkat rendah di antara propinsi-propinsi yang lain. Peringkat hasil
ujian nasional ini juga sering digunakan sebagai indikator tingkat kemajuan di
bidang pendidikan pada suatu daerah. Inilah sebabnya daerah juga khawatir akan
gagal dalam menghadapi ujian nasional. Ekspresi kekhawatiran tersebut sebetulnya
sudah dialami pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk mengekspresikan kekhawatiran yang
sudah terjadi adalah melalui berbagai cara, antara lain adanya usaha untuk
menggagalkan pelaksanaan ujian nasional, melalui penyampaian aspirasi melalui
media massa, demonstrasi dan bentuk-bentuk yang lain. Bahkan usaha penolakan
pelaksanaan ujian nasional juga dilakukan oleh sebagian dari kalangan pendidik.
Mereka merasa bahwa penilaian adalah merupakan hak pendidik, jadi kurang pas bila
dievaluasi selain pendidik, begitulah yang terjadi di tahun sebelumnya.
Kekhawatiran yang dimiliki oleh siswa, sekolah maupun pemerintah daerah, baik
tingkat kabupaten maupun propinsi menumbuhkan semangat untuk melakukan usaha untuk
meraih sukses dalam ujian nasional. Bentuk upaya itu bisa berupa tambahan
pelajaran, try out ujian nasional, supervisi persiapan ujian nasional dan bentuk-
bentuk lain yang serupa. Namun tidak sedikit dari bentuk-bentuk upaya dari
sebagian mereka lakukan adalah tidak baik, yaitu bentuk kecurangan dalam
pelaksanaan ujian nasional. Kecurangan ini terjadi pada siswa, guru, sekolah
bahkan mungkin di tingkat daerah. Yang telah terjadi ditemui banyak tulisan-
tulisan jawaban di tempat tertentu seperti WC dan kamar mandi, banyak siswa yang
izin ke belakang saat ujian berlangsung, bahkan ada juga guru pada suatu sekolahan
yang secara terang-terangan memberikan jawaban di ruang ujian. Sebetulnya ini
sudah melanggar tata tertib, namun hal yang semacam ini tidak muncul dalam
permukaan walaupun ada tim pengawas independen. Dengan kecurangan seperti itu maka
tidak aneh jika sekolah yang betul-betul taat pada tata tertib malah gagal dalam
ujian nasional. Dengan kecurangan-kecurangan tersebut menjadikan ujian nasional
tidak dapat digunakan sebagai fungsi yang sebenarnya seperti tersebut dalam
Permendiknas No 34 yaitu “Ujian Nasional bertujuan menilai pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi”. Untuk itulah agar ujian nasional betul-betul
dapat digunakan sebagai alat guna mengukur ketercapaian kompetensi lulusan secara
nasional, maka setiap komponen yang terkait dalam pelaksanaan ujian nasional harus
berpegang pada ketentuan-ketentuan yang telah dibuat. Adapun jika hasilnya buruk
secara nasional maka yang perlu ditinjau kembali adalah alat ukurnya. Mungkin alat
ukur (naskah ujian) terlalu sulit dan belum pas untuk mengukur siswa kita secara
nasional. Bisa juga terjadi terlalu mudah sehingga perlu dinaikkan tingkat
kesulitannya. Adapun untuk mengatasi sementara jika terjadi angka kelulusan sangat
rendah secara nasional maka bisa dilaksanakan ujian ulangan perbaikan seperti yang
telah dilakukan. Apabila terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan ujian nasional
sudah seharusnya ditindak sampai tuntas. Sudah sedemikianlah semestinya aturan itu
dibuat, jika terjadi pelanggaran maka sangsi harus diterima. Sehingga oknum-oknum
yang melanggar dan yang belum melanggar tidak akan melakukan pelanggaran pada
ujian nasional berikutnya. Adapun tim independen juga harus betul-betul
menjalankan fungsinya, tidak malah memberikan iklim untuk terjadinya kecurangan.
Sudah semestinya jika mengetahui terjadinya kecurangan-kecurangan dalam
pelaksanaan ujian nasional maka tim independen membuat laporan sehingga dapat
ditindaklanjuti. Bagaimanapun juga keberadaan ujian nasional sangat kita perlukan
untuk mengetahui standar mutu secara nasional. Dengan mengetahui kekurangan dan
kelebihan baik pada siswa, guru, sekolah, instansi yang terkait dalam pelaksanaan
ujian nasional, maka sudah ada arah langkah apa yang seharusnya dilakukan. Saya
berharap ujian nasional tahun 2008 betul-betul bebas dari praktik-praktik
kecurangan, sehingga dapat digunakan sebagai tolok ukur tingkat pencapaian
kompetensi lulusan dan dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan pembangunan
di bidang pendidikan. q - c. (2916-2008). *) Hardi SPd, Mahasiswa MST FT UGM,
Pemerhati Pelaksanaan Ujian Nasional.

You might also like