Professional Documents
Culture Documents
fundamentalisme merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Disamping itu
yang patut diwaspadai adalah pengelompokan suku bangsa di Indonesia yang kini semakin kuat.
Ketika bangsa ini kembali dicoba oleh pengaruh asing untuk dikotak kotakan tidak saja oleh
konflik vertikal tetapi juga oleh pandangan terhadap ke Tuhanan Yang Maha Esa.
Pemahaman Nasionalisme yang berkurang
Di saat negara membutuhkan soliditas dan persatuan hingga sikap gotong royong, sebagian kecil
masyarakat terutama justru yang ada di perkotaan justru lebih mengutamakan kelompoknya,
golonganya bahkan negara lain dibandingkan kepentingan negaranya. Untuk itu sebaiknya setiap
komponen masyarakat saling berinterospeksi diri untuk dikemudian bersatu bahu membahu
membawa bangsa ini dari keterpurukan dan krisis multidimensi.
Februari 1, 2008
Kategori: Hankam . . Penulis: ideologipancasila . Komentar: & Komentar
Tantangan Kedepan Bangsa Indonesia
Menghadapi era globalisasi ekonomi, ancaman bahaya laten terorisme, komunisme dan
fundamentalisme merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Disamping itu
yang patut diwaspadai adalah pengelompokan suku bangsa di Indonesia yang kini semakin kuat.
Ketika bangsa ini kembali dicoba oleh pengaruh asing untuk dikotak kotakan tidak saja oleh
konflik vertikal tetapi juga oleh pandangan terhadap ke Tuhanan Yang Maha Esa.
Pemahaman Nasionalisme yang berkurang
Di saat negara membutuhkan soliditas dan persatuan hingga sikap gotong royong, sebagian kecil
masyarakat terutama justru yang ada di perkotaan justru lebih mengutamakan kelompoknya,
golonganya bahkan negara lain dibandingkan kepentingan negaranya. Untuk itu sebaiknya setiap
komponen masyarakat saling berinterospeksi diri untuk dikemudian bersatu bahu membahu
membawa bangsa ini dari keterpurukan dan krisis multidimensi.
Februari 1, 2008
Kategori: Hankam . . Penulis: ideologipancasila . Komentar: & Komentar
Turut mengucapkan Belasungkawa atas wafatnya Jendral
Besar H.M Soeharto
Telah beristirahat dengan tenang di Rumah Sakit Pusat Pertamina Mantan Presiden
Republik Indonesia ke 2 Jendral Besar H.M Soeharto pada tanggal 27 Januari 2007.
Semoga amal ibadahnya diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa
Februari 1, 2008
Kategori: Sosial . . Penulis: ideologipancasila . Komentar: & Komentar
Wawasan Nusantara
Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di
samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah negara kepulauan telah
diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Deklarasi tersebut memiliki nilai
sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara
yang menyatukan wilayah Indonesia. Laut Nusantara bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi
sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Ada bangsa yang secara eksplisit mempunyai cara bagaimana ia memandang tanah airnya
beserta lingkungannya. Cara pandang itu biasa dinamakan wawasan nasional. Sebagai contoh,
Inggris dengan pandangan nasionalnya berbunyi: “Brittain rules the waves”. Ini berarti tanah
Inggris bukan hanya sebatas pulaunya, tetapi juga lautnya.
Tetapi cukup banyak juga negara yang tidak mempunyai wawasan, seperti: Thailand, Perancis,
Myanmar dan sebagainya. Indonesia wawasan nasionalnya adalah wawasan nusantara yang
disingkat wasantara. Wasantara ialah cara pandang bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang sarwa
nusantara dan penekanannya dalam mengekspresikan diri sebagai bangsa Indonesia di tengah-
tengah lingkungannya yang sarwa nusantara itu. Unsur-unsur dasar wasantara itu ialah: wadah
(contour atau organisasi), isi, dan tata laku. Dari wadah dan isi wasantara itu, tampak adanya
bidang-bidang usaha untuk mencapai kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang:
• Satu kesatuan Wilayah
• Satu kesatuan Bangsa
• Satu kesatuan Budaya
• Satu kesatuan Ekonomi
• Satu kesatuan Hankam
Jelaslah disini bahwa wasantara adalah pengejawantahan falsafah Pancasila dan UUD 1945
dalam wadah negara Republik Indonesia. Kelengkapan dan keutuhan pelaksanaan wasantara
akan terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional Indonesia yang senantiasa harus
ditingkatkan sesuai dengan tuntutan zaman. Ketahanan nasional itu akan dapat meningkat jika
ada pembangunan yang meningkat, dalam “koridor” wasantara.
Hakekat Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu
kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.
Februari 1, 2008
Kategori: Politik . . Penulis: ideologipancasila . Komentar: & Komentar
Sistem Theokrasi menindas Minoritas
Seperti yang sudah sudah, kini mulai timbul segelintir kelompok yang menginginkan perubahan
dasar negara indonesia yang selama ini menggunakan azaz tunggal Pancasila menjadi sebuah
negara yang berdasarkan Khilafah atau untuk kalangan awam disebut Syariat Islam.
Kini pertanyaanya adalah apakah memang sistem tersebut sangat sempurna sehingga patut
mengganti azas Pancasila yang selama ini telah menjadi rumah yang nyaman bagi berbagai umat
beragama. Sebagai contoh yang paling kongkret adalah keadialan sistem itu sendiri. Sebagai
contoh paling mudah adalah definisi benar salah menurut agama tertentu bukan definisi bersama
berdasarkan Pancasila yang mengakui lima agama. Apakah itu yang kita inginkan? dimana
semua kebenaran, kesalahan dan standar moral di nilai hanya berdasarkan standar satu agama
mayoritas? Apakah nasib penganut agama minoritas akan disingkirkan atau tersingkirkan dengan
sendirinya?
Ingat, “Keharusan Partai Berazaskan Pancasila” yang kini digadang oleh partai Golkar dan PDI
Perjuangan telah membuat kepanasan partai partai Islam radikal yang pada dasarnya ingin
menghancurkan kebhinekaan dan keberagaman budaya Indonesia dengan menggantinya menjadi
sistem Syariat Islam. Jika memang ingin merubah PANCASIlA kami siap membela
PANCASILA sampai titik darah penghabisan.
September 26, 2007
Kategori: Budaya, Demokrasi, Politik . . Penulis: ideologipancasila . Komentar: & Komentar
Perda Syariat – Mengancam Integrasi Bangsa
Pikirkan jika suatu kebenaran, kesalahan maupun etika moral ditentukan oleh sebuah definisi
sebuah agama dalam hal ini agama Islam. Sedangkan ketika anda terlibat didalamnya anda
adalah seseorang yang memeluk agama diluar Islam! Apakah yang anda pikirkan dan bagai
mana perasaan di hati anda ketika sebuah kebenaran dan moralitas pada hati nurani anda
ditentukan oleh agama lain yang bukan anda anut?
Sekarang dibeberapa provinsi telah terjadi, dengan alasan moral dan budaya maka diterapkanlah
aturan tersebut. Sebagai contoh, kini di sebuah provinsi semua wanita harus menggunakan jilbab.
Mungkin bagi sebagian kecil orang yang tinggal di Indonesia merupakan keindahan namun bagai
mana dengan budaya yang selama ini telah ada? Jangankan di tanah Papua, pakaian Kebaya pun
artinya dilarang dipakai olah putri daerah. Bukankah ini merupakan penghianatan terhadap
kebhinekaan bangsa Indonesia yang begitu heterogen. Jika anda masih ragu, silahkan lihat apa
yang terjadi di Saudi Arabia dengan aliran Salafy Wahabinya. Tidak ada pemilu, tidak ada
kesetaraan gender dan lihat betapa tersisihnya kaum wanita dan penganut agama minoritas
disana. Jika memang anda cinta dengan Adat, Budaya dan Toleransi umat beragama di Indonesia
dukung dan jagalah kesucian Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa.
Agustus 14, 2007
Kategori: Budaya, Demokrasi . . Penulis: ideologipancasila . Komentar: & Komentar
Pemilihan Ideologi Pacasila
Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa, adat
istiadat hingga berbagai macam agama dan aliran kepercayaan. Dengan kondisi sosiokultur yang
begitu heterogen dibutuhkan sebuah ideologi yang netral namun dapat mengayomi berbagai
keragaman yang ada di Indonesia.
Karena itu dipilihlah Pancasila sebagai dasar negara. Namun saat ini yang menjadi permasalahan
adalah bunyi dan butir pada sila pertama. Sedangkan sejauh ini tidak ada pihak manapun yang
secara terang terangan menentang bunyi dan butir pada sila kedua hingga ke lima, kecuali Hizbut
Tahrir Indonesia yang secara terang terangan menentang pasal ke 4. Namun hal itu akan dibahas
lain kali.
Sila pertama yang berbunyi “ketuhanan yang maha esa” pada saat perumusan pernah diusulkan
oleh PDU PPP dan FDU (kini PKS) ditambah dengan kata kata “… dengan kewajiban
menjalankan syariat islam bagi pemeluknya“ sejak saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Namun dua ormas Islam terbesar saat itu – hingga kini yaitu Nahdatul Ulama dan
Muahmmadiyah menentang penerapan Piagam Jakarta tersebut, karena dua ormas Islam tersebut
menyadari bahwa jika penerapan syariat Islam diterapkan secara tidak langsung namun pasti
akan menjadikan indonesia sebagai negara Islam dan secara “fair” hal tersebut dapat memojokan
umat beragama lain. Yang lebih buruk lagi adalah dapat memicu disintegrasi bangsa terutama
bagi profinsi yang mayoritas beragama non Islam. Karena itulah sampai detik ini bunyi sila
pertama adalah “ketuhanan yang maha esa” yang berarti bahwa Pancasila mengakui dan
menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun termasuk juga Kristen, Katholic,
Budha dan Hindu sebagai agama resmi negara.
Akibat maraknya parpol dan ormas Islam yang tidak mengakui keberadaan Pancasila dengan
menjual nama Syariat islam dapat mengakibatkan disintegrasi bangsa. Bagi kebanyakan
masyarakat indonesia yang cinta atas keutuhan NKRI maka banyak dari mereka yang
mengatasnamakan diri mereka Islam Pancasilais, atau Islam Nasionalis.
Oleh
!
"
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, atas rahmat Tuhan Yang Mahaesa, makalah tentang
“Pancasila sebagai Paradigma” telah selesai diperbaiki dan disusun kembali.
Penyusun,
iv
Menyetujui:
Dosen Senior,
DAFTAR ISI
A. Pendahuluan
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem-
nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir; atau jelasnya sebagai
sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus
kerangka
arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’. Yang menyandangnya itu di antaranya:
(1)
pengembangan ilmu pengetahuan, (2) pengembangan hukum, (3) supremasi
hukum
dalam perspektif pengembangan HAM, (4) pengembangan sosial politik, (5)
pengembangan ekonomi, (6) pengembangan kebudayaan bangsa, (7)
pembangunan
pertahanan, dan (8) sejarah perjuangan bangsa Indonesia sebagai titik tolak
memahami asal mula Pancasila.
Kedelapannya itu, dalam makalah ini, dijadikan pokok bahasan. Namun
demikian agar sistematikanya menjadi relatif lebih tepat, pembahasannya dimulai
oleh ‘paradigma yang terakhir’ (8), baru kemudian secara berurut dilanjut oleh (1)
s.d. (7).
------------------------
** Dosen pada FISIP UNPAD serta Alumnus Pelatihan (TOT) Pendidikan Pancasila
(Dikti Depdiknas, 2000)
dan Alumnus Pelatihan (Internship) Filsafat Pancasila (Dikti-UGM Depdikbud, 1998).
Secara formal, perumusan Pancasila disiapkan oleh BPUPKI (29 Mei s.d. 1
Juni 1945) dan disahkan oleh PPKI (18 Agustus 1945).
Asal mula Pancasila sebagai dasar filsafat negara dibedakan kedalam: (1)
causa materialis, yaitu berasal dari dan terdapat dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia sebelum proklamasi kemerdekaan, (2) causa formalis dan finalis, yaitu
terdapat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sekitar proklamasi
kemerdekaan,
(3) causa efisien, yaitu terdapat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia
setelah
proklamasi kemerdekaan.
Dalam negara hukum, supremasi hukum pun harus menjamin bahwa HAM
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh hukum; HAM harus sebagai ciri negara hukum.
Secara objektif, HAM merupakan kewenangan-kewenangan pokok yang
melekat pada manusia (atau melekat pada kodrat manusia), yang harus diakui dan
dihormati oleh masyarakat dan negara. HAM itu universal, tidak tersekat oleh
suku,
bangsa, dan agama; tetapi tatkala HAM dirumuskan dalam UUD (konstitusi), ia
menjadi berbeda-beda menurut ideologi, menurut kultur negara masing-
masing.
Begitu juga di Indonesia, HAM Indonesia adalah HAM yang berlandaskan
pada Ideologi Pancasila. Ini berarti bahwa HAM di Indonesia (sila Kedua) harus
yang berlandaskan pada dan bertanggungjawab kepada Tuhan (sila Pertama),
harus
yang mendahulukan kepentingan bangsa dan negara (sila Ketiga), harus yang
diakui/disepakati dan dihormati oleh masyarakat/rakyat (sila Keempat), dan harus
yang diimbangi oleh kewajiban-kewajiban sosial(sila Kelima).
10
Selanjutnya, karena UUD 1945 merupakan hukum dasar (yang tertulis) bagi segala
norma moral bangsa (NM), norma hukum nasional (NH), dan norma
politik/kebijakan pembangunan (NK), ia harus dijadikan landasan bagi
pembangunan
moral bangsa, hukum nasional, dan kebijakan pembangunan nasional di segala
bidang. Sehingga, pembangunan moral, hukum, dan kebijakan pembangunan di
Indonesia harus dalam kerangka merealisasikan, selalu berada di jalur, dan selalu
mengacu pada nilai-nilai yang terdapat dalam sila-sila Pancasila.
Implikasinya pada pemahaman UUD 1945 dapat dijelaskan bahwa setiap
pemaknaan, penafsiran-kembali, atau perubahan UUD 1945 harus ditempatkan
dalam
kerangka memahami, merealisasikan, menjabarkan, menegakan, dan mengacu
pada
nilai-nilai yang terkandung dalam kesatuan sila Pancasila.
Di era reformasi dan era global ini kita menyaksikan seakan-akan Pancasila
begitu ‘hilang dari peredaran’, padahal ia sesungguhnya merupakan ideologi
bangsa/negara Indonesia yang terwujudkan sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia, dasar negara kesatuan Republik Indonesia, dan tujuan negara/bangsa
Indonesia.
12
‘Kehilangan’ ini tampak pada adanya dua fenomena, sebagai contoh, berikut:
1. Dalam berpraktek politik kenegaraan, yang menonjol kini adalah aktualisasi
ideologi-ideologi-aliran/ideologi-ideologi-partisan yang ditunjukan oleh pribadi-
pribadi, partai-partai politik, ormas-ormas, daerah-daerah, dan lain sebagainya.
Mereka cenderung mendahulukan kepentingan pribadi, kelompok, golongan, atau
daerah daripada kepentingan bangsa dan negara untuk bersama-sama mengatasi
krisis bangsa yang multidimensional.
2. Dalam berpraktek ekonomi nasional, yang menonjol kini adalah aktualisasi jual-
beli uang, lobi bisnis politik-uang, perebutan jabatan publik ekonomis, dan lain
sebagainya yang ditunjukan oleh para konglomerat, para pialang saham (baik
pemain domestik maupun internasional), para politisi/partisan partai politik, atau
yang lainnya yang seringkali mengabaikan kepentingan yang lebih luas, lebih
besar, dan lebih jauh ke depan untuk kepentingan bangsa dan negara.
13
2. Ini diperlukan untuk lebih meyakini bahwa Pancasila itu milik bangsa Indonesia
sejak dahulu kala; yang lahir dan berkembang di dalam sejarah manusia dan
bangsa Indonesia.
3. Yang diyakini bahwa ideologi Pancasila itu berguna dalam menjawab dan
mengatasi permasalahan bangsa Indonesia di masa kini dan mendatang, yaitu
terutama permasalahan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan: (1) yang
tidak terjawab oleh masing-masing agama di Indonesia, (2) yang tidak
terjangkau oleh masing-masing
budaya-lokal, oleh ideologi-ideologi partisan di Indonesia, atau oleh ideologi-
ideologi global di dunia, (3) yang tidak terakomodasi oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi, (4) yang tidak terpikirkan oleh ilmuwan/pemimpin/ tokoh bangsa di
Indonesia, dan (5) yang belum teralami oleh hidup manusia/masyarakat
Indonesia.
4. Yang sedang ditantang oleh globalisasi ilmu pengetahuan dan informasi,
liberalisasi ekonomi/perdagangan, globalisasi politik dan hukum/HAM yang
liberal (west-vision), standardisasi kualitas lingkungan hidup (yang ramah
lingkungan) global, dan seterusnya.
Tegasnya, kini tidak bisa lagi memahami Pancasila dan UUD 1945 secara
mengabaikan nilai-nilai budaya asli bangsa Indonesia, berpikir dan bersikap
eksklusif
seakan-akan pihak dirinya yang paling benar, dan menutup diri dari pengaruh
globalisasi.
14
L. Daftar Pustaka
Buku:
Depdikbud.
Mubyarto, 2000,
Makalah:
15
--------, 2000,
Evaluasi Hasil Belajar Matakuliah Pendidikan Pancasila, Semarang: UPT MKU
Unnes.
--------, 2000,
Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia sebagai Titik Tolak Memahami Asal Mula
Pancasila, Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
Koento Wibisono Siswomihardjo, 2000,
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Jakarta.
--------, 2000,
Reposisi/Reorientasi Pendidikan Pancasila Menghadapi Tantangan Abad XXI,
Semarang: FKDP Jawa Tengah.
S. Budhisantoso, t.t.,
Bangkitnya Kembali Kesukubangsaan dalam Masyarakat Majemuk Indonesia, t.k.
--------, t.t.,
Kesukubangsaan dan Kebangsaan, t.k.
--------, t.t.,
Pancasila sebagai Paradigma dalam Pengembangan Kebudayaan Bangsa, t.k.
Sri Soemantri M., 2000,
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hukum, Bandung.
Oleh
!
"
"
#
KATA PENGANTAR
Penyusun,
Oleh
Menyetujui:
Dosen Senior,
Hidup …………………………………………….………………..
8
3.3 Bidang Pendidikan, Budaya, dan Keagamaan …..…………………
9
D. Implementasi Aktualisasi Pancasila ……………………………………
11
E. Tindaklanjut ……………………………………………………………..
13
5.1 Untuk Jangka Panjang ……………………………………………….
13
5.2 Untuk Jangka Pendek ……………………………………………….
14
F. Penutup ……………………,……………………………………………
14
G. Daftar Pustaka ………………………………………………………….
15
v
Pipin Hanapiah**
A. Pendahuluan
Lama, Orde Baru, sampai ke Era Reformasi) adalah berkaitan dengan penerapan
Pancasila.
Sejak munculnya krisis moneter (1997) yang berdampak pada krisis nasional
yang bermultidimensi dan dimulainya Era Reformasi (1998), kritikan dan hujatan
terhadap penerapan Pancasila begitu menguat.
Krisis itu ditunjukkan dengan adanya berbagai permasalahan
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Di antaranya seperti pergantian
kepemimpinan nasional yang tidak normal, kerusuhan sosial, perilaku anarki,
dayabeli masyarakat terpuruk, norma moral bangsa dilanggar, norma hukum
negara
tidak dipatuhi, norma kebijakan pembangunan disiasati, dan hutang luar negeri
melonjak tinggi. Perilaku ini semua berpangkal pada tatakelola negara yang kurang
bertanggungjawab dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela
sebagai wujud dari penerapan Pancasila yang keliru. Karenanya, banyak kalangan
yang menjadi sinis dan menggugat efektivitas penerapan Pancasila.
Melihat kondisi bangsa Indonesia seperti itu diperlukan upaya-upaya untuk
mengatasinya.
membina persatuan bangsa) yang dipandang sebagai sumber demokrasi yang baik
di
masa depan dan yang lahir dari sejarah kebangsaan Indonesia. Visi kebangsaan dan
Pancasila dasar negara. Melalui UUD 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu
diaktualisasikan agar dalam praktek berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan
dapat meredam konflik yang tidak produktif .
diasuh. Di samping itu dalam realita kehidupan sehari-hari selama ini Pancasila
telah
dijadikan alat-penguasa untuk melegitimasi perilaku yang menyimpang yang tidak
mendidik, dihilangkannya Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK)
Pendidikan Pancasila dalam kurikulum nasional (UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional), hancurnya pembangunan karena moral yang serakah
6
ideologi-alternatif lainnya sehingga memicu konflik yang mengatasnamakan
agama,
etnis, bahkan separatisme yang mengancam NKRI.
dipelihara oleh negara, (b) setiap orang berhak atas pekerjaan yang layak bagi
kemanusiaan, serta (c) tidak ada diskriminasi (positive discriminations). Untuk ini
perlu pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila yang rumusannya adalah yang
sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945 (sebelum dirubah), sehingga dapat
menjamin dan berpihak pada pemberdayaan koperasi serta usaha menengah, kecil,
mencerdaskan kehidupan bangsa; serta visi dan misi pendidikan nasional bagi anak
10
Pengembangan model penafsiran yang tidak lagi sentralistik dan formal oleh
penguasa/pemerintah sehingga tidak lagi berkesan sebagai alat pembenaran untuk
mempertahankan kekuasaan. Model penafsiran perlu dirubah menjadi dapat
diteliti/dikaji oleh ragam disiplin ilmu dan ragam komunitas pada tataran nilai-nilai
instrumental dan praksisnya (konsekuensi Pancasila sebagai ideologi-terbuka),
ditegakkan melalui perilaku keteladanan oleh segenap bangsa, dan dikontrol
melalui
penegakkan hukum oleh aparat negara.
11
12
E. Tindaklanjut
13
F. Penutup
Semua hal di atas dalam penerapannya akan banyak ditentukan oleh faktor-
faktor komitmen dan tanggungjawab pemerintah, partisipasi masyarakat, serta
14
Semoga bermanfaat.
G. Daftar Pustaka
Buku:
Makalah:
Ceramah Kepala Staf Teritorial TNI pada Penataran Dosen Pendidikan dan Filsafat
Pancasila tanggal 18 Oktober 2000, Jakarta.
A. Gunawan Setiardja, 2000,
15
---------, 2000,
Evaluasi Hasil Belajar Matakuliah Pendidikan Pancasila, Semarang: UPT MKU
Unnes.
---------, 2000,
Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia sebagai Titik Tolak Memahami Asal Mula
Pancasila, Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
Koento Wibisono Siswomihardjo, 2000,
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Jakarta.
---------, 2000,
Reposisi/Reorientasi Pendidikan Pancasila Menghadapi Tantangan Abad XXI,
Semarang: FKDP Jawa Tengah.
S. Budhisantoso, t.t.,
Bangkitnya Kembali Kesukubangsaan dalam Masyarakat Majemuk Indonesia, t.k.
---------, t.t.,
Kesukubangsaan dan Kebangsaan, t.k.
---------, t.t.,
Pancasila sebagai Paradigma dalam Pengembangan Kebudayaan Bangsa, t.k.
Sri Soemantri M., 2000,
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hukum, Bandung.