Professional Documents
Culture Documents
Pengertian Orientalisme
Secara Bahasa orientalisme berasal dari kata orient yang artinya timur. Secara etnologis
orientalisme bermakna bangsa-bangsa di timur, dan secara geografis bermakna hal-hal
yang bersifat timur, yang sangat luas ruang lingkupnya. Orang yang menekuni dunia
ketimuran di sebut orientalis
Dari pemaknaan di atas mungkin akan timbul pertanyaan, apakah orang Indonesia yang
mempelajari tentang ketimuran bisa disebut Orientalis? Dari beberapa pembacaan serta
diskusi dalam kelas mengenai orientalis saya dapat membatasi, bahwa sebutan Orientalis
diberikan kepada setiap ilmuwan Barat yang mempelajari segala sesuatu tentang
ketimuran. Utamanya, istilah Orientalis diberikan kepada orang-orang Nashrani yang
ingin mempelajari ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab. Sedangkan kata Isme sendiri
menunjukkan makna faham. Jadi, orientalisme bermakna suatu faham atau aliran yanng
berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa timur beserta
lingkungannya
2. Gegrafi Imaginer
Kajian mengenai orientalisme tidak terlepas dari wacana hubungan Islam dan Barat.
Umumnya, dipahami bahwa kalangan orientalis (yang dianggap pihak Barat) memahami
Timur (mayoritas adalah Islam) sebagai suatu pemahaman dan analisa yang tidak
berimbang, cenderung menyudutkan pihak yang kedua. Dalam review ini sedikit saya
mencoba menjelaskan di mana letak ambiguisitas antara keduanya (Islam dan Barat),
mana yang menjadi persamaan dan perbedaannya. Pembedaan antara Islam dan Barat
sangat ditentukan oleh keberhasilan orientalisme dalam menancapkan wacana
hegemoniknya pada masyarakat Barat. Politik penjajahan yang dilakukan Barat sangat
berpengaruh kuat dalam membentuk citra Barat tentang Islam dan analitis mereka tentang
masyarakat-masyarakat ketimuran atau oriental society. Dari wacana yang saya dapat
dari buku Orientalisme karangan Edward Said di jelaskan kekuasaan dan pengetahuan
ternyata saling mempengaruhi satu sama lain. Kekuasaan sebenarnya melekat dalam
bahasa dan institusi yang kita gunakan untuk mendeskripsikan, memahami, dan
mengotrol dunia. Dan Edward Said berhasil menunjukkan bahwa sebagai sebuah wacana,
dikotomi Timur/Barat yang secara sekilas tampak netral sebenarnya merupakan ekspresi
dari suatu relasi kekuasaan tertentu. Dan dengan jelas sekali orientalisme
mengungkapkan ciri-ciri progresif Barat dan menunjukkan kemandekan sosial
masyarakat Timur.
3. Sejarah Orientalisme
Dari beberapa sumber Pembahasan tentang asal mula Orientalisme, sebenarnya masih
menjadi perselisihkan oleh para peneliti sejarah Orientalisme. Dan tidak diketahui secara
pasti siapa orang Eropa pertama yang mempelajari tentang ketimuran dan juga tidak ada
yang mencacat kapan terjadinya. Tapi di sini saya akan mencoba mengemukakan dari
sumber wacana yang saya dapatkan, bahwa munculnya orientalis tidak terlepas dari dari
beberapa faktor yang melatarbelakanginya, antara lain akibat perang salib atau di
mulainya pergesekan politik dan agama antara islamdan kristen barat di palestina,
banayak juga leteratur yang menyatakan bahwa permusuhan politik yang berkecamuk
antara umat islam dan kristen karena pemerintahan Nuruddin Zanki dan Sholahuddin al-
ayyubi. Karena kekalahan demi kekalahan yang dialami pasukan kristen maka semangat
membalas dendam tetap membara selama berabad-abad. Faktor yang lainnya juga bahwa
orientalisme muncul untuk kepentingan penjajahan Eropa terhadap negara-negara Arab
dan Islam timur, afrika utara dan dan asia tenggara, serta kepentingan mereka dalam
memahami adat istiadat dan agama bangsa-bangsa jajahan itu demi memperkokoh
kekuasaan dan dominasi ekonomi mereka pada pada bansa-bangsa jajahan. Faktor
tersebut mendorong mereka menggalakkan studi orientalisme dalam berbagai bentuknya
di perguruan-perguruan tinggi dengan perhatian dan bantuan dari pemerintah mereka
Dari beberapa literatur yang saya baca, di sana banyak di jelaskan bahwa para
orientalis banyak yang bersifat Negatif, tapi walaupun demikian untuk
membedakan/mendeteksi bahwa orientalis tertentu memiliki tujuan agama,
politik, atau ilmu pengetahuan orientalis kita tidak harus langsung
mengenerelasikan bahwa orientalis tertentu memiliki tujuan agama, politik, atau
ilmu pengetahuan yang negatif pula, sebagai seorang akademis tentunya tidak
langsung mengambil kesimpulan dari satu sudut pandang saja melainkan harus
dari beberapa sudut pandang, penilaian sebuah objek jangan hanya didasarkan
pada penilaian komunal orang lain saja kalau menilai keobyektifan suatu karya
dengan hanya melihat bahwa orang itu membela/menjatuhkan Islam tapi harus
dari peneliaan serta kajian pribadi yang mendalam tntang orientalis apakah
karyanya itu disertai dengan bukti/landasan yang logis dan benar, begitu juga
umat islam yang mengenal identitas keislamannya pasti tau akan sifat su’udhon
dan khusnudhon jadi tidak akan langsung menilai dari sebagain bukti mengenai
karya orientalis secara leterlek saja akan tetapi harus dapat mendeteksi obyek,
pemikiran dan hasil penelitian dan kajian mereka
5. Apakah orientalis yang menurut anda membela Islam maka dia seorang orientalis yang
obyektif (“baik”) sedangkan orientalis yang mengkritik Islam adalah orientalis yang tidak
obyektif (“tidak baik”)?