You are on page 1of 97

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995

TENTANG

PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM


OLEH KOPERASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota koperasi, maka


kegiatan usaha simpan pinjam perlu ditumbuhkan dan dikembangkan;

b. bahwa kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a harus dikelola secara berdaya guna dan
berhasil guna;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan sebagai pelaksanaan Pasal 44


Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, maka dipandang perlu
untuk mengatur kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi dalam Peraturan
Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara


Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN


KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan:


1. Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun
dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota
koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan
atau anggotanya.

2. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan
pinjam.

3. Unit Simpan Pinjam adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan
pinjam, sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.

4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-
koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi dalam bentuk tabungan, dan simpanan
koperasi berjangka.

5. Simpanan Berjangka adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan


sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian
antara penyimpan dengan koperasi yang bersangkutan.

6. Tabungan Koperasi adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan


berangsur-angsur dan penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati antara penabung dengan koperasi yang bersangkutan dengan menggunakan
Buku Tabungan Koperasi.

7. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Koperasi dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan.

8. Menteri adalah Menteri yang membidangi koperasi.

BAB II
ORGANISASI

Bagian Pertama
Bentuk Organisasi

Pasal 2

(1) Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam atau
Unit Simpan Pinjam.

(2) Koperasi Simpan Pinjam dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

(3) Unit Simpan Pinjam dapat dibentuk oleh Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

Bagian Kedua
Pendirian

Pasal 3

(1) Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan Akta Pendirian dan perubahan
Anggaran Dasar Koperasi.

(2) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam diajukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan tambahan lampiran:
a. rencana kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
b. Administrasi dan pembukuan;
c. nama dan riwayat hidup calon Pengelola;
d. daftar sarana kerja.

(3) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) berlaku sebagai izin usaha.

Pasal 4

(1) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi yang membuka Unit Simpan Pinjam
diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat
(2).

(2) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku
sebagai izin usaha.

Pasal 5

(1) Koperasi yang sudah berbadan hukum dan akan memperluas usahanya di bidang
simpan pinjam wajib mengadakan perubahan Anggaran Dasar dengan mencantumkan
usaha simpan pinjam sebagai salah satu usahanya.

(2) Tatacara perubahan Anggaran Dasar dilaksanakan sesuai dengan peraturan


perundang-undangan yang berlaku.

(3) Permintaan pengesahan perubahan Anggaran Dasar diajukan dengan disertai


tambahan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(4) Pengesahan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
berlaku sebagai izin usaha. Bagian Ketiga Jaringan Pelayanan

Pasal 6

(1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam.

(2) Jaringan pelayanan simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa :
a. Kantor Cabang yang berfungsi mewakili Kantor Pusat dalam menjalankan kegiatan
usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang
memutuskan pemberian pinjaman;
b. Kantor Cabang Pembantu yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan
kegiatan usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang
menerima permohonan pinjaman tetapi tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan
pemberian pinjaman;
c. Kantor Kas yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan
usaha untuk menghimpun dana.

Pasal 7

(1) Pembukaan Kantor Cabang harus memperoleh persetujuan dari Menteri.

(2) Pembukaan Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas tidak diperlukan persetujuan
Menteri tetapi harus dilaporkan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan terhitung
sejak pembukaan kantor.

BAB III
PENGELOLAAN

Pasal 8

(1) Pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam dilakukan oleh Pengurus.

(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Pengelola
yang diangkat oleh Pengurus.

(3) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab kepada
Pengurus.

(4) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa perorangan atau badan
usaha, termasuk yang berbentuk badan hukum.
(5) Dalam melaksanakan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengelola
wajib mengadakan kontrak kerja dengan Pengurus.

Pasal 9

(1) Dalam hal Pengelola adalah perorangan, wajib memenuhi persyaratan minimal
sebagai berikut:
a. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang keuangan dan atau dihukum karena
terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan;
b. memiliki akhlak dan moral yang baik; c.mempunyai keahlian di bidang keuangan atau
pernah mengikuti pelatihan simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam.

(2) Dalam hal Pengelola adalah badan usaha wajib memenuhi persyaratan minimal
sebagai berikut:
a. memiliki kemampuan keuangan yang memadai;
b. memiliki tenaga managerial yang berkualitas baik.

Pasal 10
Dalam hal Pengurus secara langsung melakukan pengelolaan terhadap usaha simpan
pinjam maka berlaku ketentuan mengenai persyaratan Pengelola sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1).

Pasal 11

Dalam hal pengelolaan dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang, maka:

a. sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah Pengelola wajib


mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti pelatihan di bidang
simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam.

b. di antara Pengelola tidak boleh mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ke satu
menurut garis lurus ke bawah maupun ke samping.

Pasal 12

(1) Pengelolaan Unit Simpan Pinjam dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya.

(2) Pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya penyelenggaraan kegiatan
unit yang bersangkutan, dipergunakan untuk keperluan sebagai berikut:
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan nilai transaksi;
b. pemupukan modal Unit Simpan Pinjam;
c. membiayai kegiatan lain yang menunjang Unit Simpan Pinjam.

(3) Sisa pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya dan keperluan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diserahkan kepada koperasi yang bersangkutan
untuk dibagikan kepada seluruh anggota koperasi.

(4) Pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam diajukan oleh Pengurus
Unit Simpan Pinjam untuk mendapat persetujuan para anggota yang telah mendapat
pelayanan dari Unit Simpan Pinjam.

Pasal 13

(1) Sisa Hasil Usaha yang diperoleh Koperasi Simpan Pinjam setelah dikurangi dana
cadangan, dipergunakan untuk :
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan jumlah dana yang
ditanamkan sebagai modal sendiri pada koperasi dan nilai transaksi;
b. membiayai pendidikan dan latihan serta peningkatan ketrampilan;
c. insentip bagi Pengelola dan karyawan;
d. keperluan lain untuk menunjang kegiatan koperasi.

(2) Penentuan prioritas atau besarnya dana untuk penggunaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, b, c, dan d diputuskan oleh Rapat Anggota.

Pasal 14
(1) Dalam menjalankan usahanya, Pengelola wajib memperhatikan aspek permodalan,
likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga
kepentingan semua pihak yang terkait.

(2) Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:


a. modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus ditingkatkan;
b. setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan modal sendiri;
c. antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan harus berimbang.

(3) Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :


a. penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;
b. ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah dihimpun.

(4) Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:


a. penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan pada kemampuan
membayar kembali;
b. ratio antara modal pinjaman dan modal penyertaan dengan kekayaan harus berimbang.

(5) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:


a. rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan ditetapkan dalam jumlah
yang wajar untuk dapat memupuk permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa
anggota dengan tetap mengutamakan kualitas pelayanan;
b. ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva harus wajar.

(6) Untuk menjaga kesehatan usaha, Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam
tidak dapat menghipotekkan atau menggadaikan harta kekayaannya.

(7) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.

Pasal 15

(1) Pengelola Koperasi berkewajiban merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan


dengan simpanan berjangka dan tabungan masing-masing penyimpan kepada pihak
ketiga dan kepada anggota secara perorangan, kecuali dalam hal yang diperlukan untuk
kepentingan proses peradilan dan perpajakan.

(2) Permintaan untuk mendapatkan keterangan mengenai simpanan berjangka dan


tabungan sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan
oleh pimpinan instansi yang menangani proses peradilan atau perpajakan kepada Menteri.

BAB IV
PERMODALAN
Pasal 16

(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan modal sendiri dan dapat ditambah
dengan modal penyertaan.

(2) Koperasi yang memiliki Unit Simpan Pinjam wajib menyediakan sebagian modal dari
koperasi untuk modal kegiatan simpan pinjam.

(3) Modal Unit Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa modal tetap
dan modal tidak tetap.

(4) Modal Unit Simpan Pinjam dikelola secara terpisah dari unit lainnya dalam Koperasi
yang bersangkutan.

(5) Jumlah modal sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan modal tetap Unit
Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh berkurang jumlahnya
dari jumlah yang semula.

(6) Ketentuan mengenai modal yang disetor pada awal pendirian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 17

(1) Selain modal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16, Koperasi Simpan Pinjam
dapat menghimpun modal pinjaman dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.

(2) Unit Simpan Pinjam melalui Koperasinya dapat menghimpun modal pinjaman
sebagai modal tidak tetap dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.

(3) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan dengan memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

BAB V
KEGIATAN USAHA

Pasal 18
(1) Kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan dari dan untuk anggota, calon anggota
koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.

(2) Calon anggota koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam waktu paling
lama 3 (tiga) bulan setelah melunasi simpanan pokok harus menjadi anggota.

Pasal 19

(1) Kegiatan Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam adalah:
a. menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi dari anggota dan
calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya;
b. memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya, koperasi lain dan atau
anggotanya.

(2) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
wajib memegang teguh prinsip pemberian pinjaman yang sehat dengan memperhatikan
penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon pinjaman.

(3) Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dalam melayani koperasi
lain dan atau anggotanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan
perjanjian kerjasama antar koperasi.

Pasal 20

(1) Dalam melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b,
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam mengutamakan pelayanan kepada
anggota.

(2) Apabila anggota sudah mendapat pelayanan pinjaman sepenuhnya maka calon
anggota dapat dilayani.

(3) Apabila anggota dan calon anggota sudah mendapat pelayanan sepenuhnya, koperasi
lain dan anggotanya dapat dilayani berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi yang
bersangkutan.

(4) Pinjaman kepada anggota koperasi lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
diberikan melalui koperasinya.

Pasal 21

(1) Rapat Anggota menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian


pinjaman baik kepada anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya.

(2) Ketentuan mengenai batas maksimum pinjaman kepada anggota berlaku pula bagi
pinjaman kepada Pengurus dan Pengawas.
Pasal 22

(1) Dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun, setelah melaksanakan
kegiatan pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b,
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat:
a. menempatkan dana dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan, sertifikat
deposito pada bank dan lembaga keuangan lainnya;
b. pembelian saham melalui pasar modal;
c. mengembangkan dana tabungan melalui sarana investasi lainnya.

(2) Ketentuan mengenai penempatan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 23

(1) Penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal
19 dilakukan dengan pemberian imbalan.

(2) Imbalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Rapat Anggota.

BAB VI
PEMBINAAN

Pasal 24

Pembinaan dan pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dilakukan
oleh Menteri.

Pasal 25

Untuk terciptanya usaha simpan pinjam yang sehat, Menteri menetapkan ketentuan
tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian usaha koperasi.

Pasal 26

(1) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam melalui koperasi yang
bersangkutan wajib menyampaikan laporan berkala dan tahunan kepada Menteri.

(2) Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi tahunan bagi Koperasi Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam tertentu wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik dan
diumumkan.
(3) Tatacara dan pelaksanaan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 27

(1) Menteri dapat melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

(2) Dalam hal terjadi pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Koperasi
Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam wajib memberikan kesempatan bagi
pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan
bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan,
dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam yang bersangkutan.

Pasal 28

(1) Dalam hal Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam mengalami kesulitan
yang mengganggu kelangsungan usahanya, Menteri dapat memberikan petunjuk kepada
Pengurus untuk melakukan tindakan sebagai berikut:
a. penambahan modal sendiri dan atau modal penyertaan;
b. Penggantian Pengelola;
c. penggabungan dengan koperasi lain;
d. penjualan sebagian aktiva tetap;
e. tindakan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dianggap mengalami kesulitan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila mengalami salah satu atau gabungan dari
hal-hal sebagai berikut:
a. terjadi penurunan modal dari jumlah modal yang disetorkan pada waktu pendirian;
b. penyediaan aktiva lancar tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;
c. jumlah pinjaman yang diberikan lebih besar dari jumlah simpanan berjangka dan
tabungan;
d. mengalami kerugian;
e. Pengelola melakukan penyalahgunaan keuangan;
f. Pengelola tidak melaksanakan tugasnya.

(3) Dalam hal kesulitan tidak dapat diatasi, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam dapat dibubarkan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
ini.

BAB VII
PEMBUBARAN

Pasal 29
(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam dilakukan oleh Rapat
Anggota.

(2) Dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit
Simpan Pinjam harus dibubarkan dan koperasi yang bersangkutan tidak melakukan
pembubaran, maka Menteri dapat:
a. meminta kepada Rapat Anggota Koperasi yang bersangkutan untuk membubarkan;
b. melakukan pembubaran dengan disertai sanksi administratif kepada Pengurus Koperasi
yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan di bawah
pengawasan Menteri.

Pasal 30

Dalam melakukan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, pihak yang
mengambil keputusan pembubaran wajib mempertimbangkan masih adanya harta
kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang dapat dicairkan untuk
memenuhi pembayaran kewajiban yang bersangkutan.

Pasal 31

(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam oleh Menteri
dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi hal
tersebut, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini.

(2) Penyelesaian lebih lanjut sebagai akibat dari pembubaran Unit Simpan Pinjam oleh
Menteri dilakukan oleh koperasi yang bersangkutan.

Pasal 32

(1) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 Undang-undang


Nomor 25 Tahun 1992, pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam
diupayakan tidak melalui ketentuan kepailitan.

(2) Dalam hal kondisi Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang mengarah
kepada kepailitan tidak dapat dihindarkan, sebelum mengajukan kepailitan kepada
instansi yang berwenang, Pengurus Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam
yang bersangkutan wajib meminta pertimbangan Menteri.

(3) Persyaratan dan tata cara mengajukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 33
Dalam masa penyelesaian, pembayaran kewajiban Koperasi Simpan Pinjam atau Unit
Simpan Pinjam dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut:
a. gaji pegawai yang terutang;
b. biaya perkara di Pengadilan;
c. biaya lelang;
d. pajak Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam;
e. biaya kantor, seperti listrik, air, telepon, sewa dan pemeliharaan gedung;
f. penyimpan dana atau penabung, yang pembayarannya dilakukan secara berimbang
untuk setiap penyimpan/ penabung dalam jumlah yang ditetapkan oleh Tim Penyelesaian
berdasarkan persetujuan Menteri;
g. kreditur lainnya.

Pasal 34

(1) Segala biaya yang berkaitan dengan penyelesaian dibebankan pada harta kekayaan
Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan dan dikeluarkan
terlebih dahulu dari dana yang ada atau dari setiap hasil pencairan harta tersebut.

(2) Biaya pegawai, kantor dan pencairan harta kekayaan selama masa penyelesaian
disusun dan ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembubaran.

(3) Honor Tim Penyelesaian ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembubaran dalam
jumlah yang tetap dan atau berdasarkan prosentase dari setiap hasil pencairan harta
kekayaan.

Pasal 35

Apabila setelah dilakukan pembayaran kewajiban dan biaya penyelesaian sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 masih terdapat sisa harta kekayaan Koperasi
Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam, maka:
a. dalam hal Koperasi Simpan Pinjam, sisa harta tersebut dibagikan kepada anggota
Koperasi Simpan Pinjam.
b. dalam hal Unit Simpan Pinjam, sisa harta tersebut diserahkan kepada koperasi yang
bersangkutan.

Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran dan penyelesaian Koperasi Simpan Pinjam
atau Unit Simpan Pinjam diatur dalam Keputusan Menteri.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 37
(1) Dalam hal koperasi tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) dan (2) serta Pasal 27 ayat (2), koperasi yang bersangkutan dikenakan
sanksi administratif.

(2) Koperasi yang melaksanakan kegiatan simpan pinjam tanpa izin dikenakan sanksi
administratif berupa pembubaran dan sanksi administratif lainnya.

(3) Persyaratan dan tata cara sanksi administratif diatur oleh Menteri.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38

Untuk meningkatkan perkembangan usaha perkoperasian, Menteri mengadakan


bimbingan dan penyuluhan kepada kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan
simpan pinjam bagi anggotanya agar kelompok masyarakat dalam menyelenggarakan
kegiatannya tersebut dalam bentuk koperasi.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

Koperasi Simpan Pinjam dan koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam yang sudah
berjalan pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku tetap melaksanakan kegiatan
usahanya, dengan ketentuan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah


ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd

MOERDIONO

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1995
TENTANG
PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI

UMUM

Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan


bahwa Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha
simpan pinjam dari dan untuk anggota dan calon anggota koperasi yang bersangkutan,
koperasi lain dan atau anggotanya.

Ketentuan tersebut menjadi dasar dan kekuatan hukum bagi koperasi untuk melaksanakan
kegiatan usaha simpan pinjam baik sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha
koperasi.

Atas dasar itu maka pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam oleh koperasi tersebut harus
diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perbankan dan Undang-
undang Perkoperasian.

Peraturan tersebut dimaksudkan agar di satu pihak tidak bertentangan dengan Undang-
undang Perbankan dan di lain pihak untuk mempertegas kedudukan Koperasi Simpan
Pinjam pada koperasi yang bersangkutan sebagai koperasi atau Unit Usaha Koperasi
yang memiliki ciri bentuk dan sistematis tersendiri.

Kegiatan usaha simpan pinjam ini sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi dan
banyak manfaat yang diperolehnya dalam rangka meningkatkan modal usaha para
anggotanya. Hal itu terlihat akan kenyataan bahwa koperasi yang sudah berjalan pada
umumnya juga melaksanakan usaha simpan pinjam.

Sehubungan dengan hal tersebut dalam Peraturan Pemerintah ini dimuat ketentuan
dengan tujuan agar kegiatan simpan pinjam oleh koperasi tersebut dapat berjalan dan
berkembang secara jelas, teratur, tangguh dan mandiri.

Di samping itu juga memuat ketentuan untuk mengantisipasi prospek perkembangan di


masa depan, di mana faktor permodalan bagi usaha anggota dan usaha koperasi sangat
menentukan kelangsungan hidup koperasi dan usaha anggota yang bersangkutan.

Sebagai penghimpun dana masyarakat walaupun dalam lingkup yang terbatas, kegiatan
Usaha Simpan Pinjam memiliki karakter khas, yaitu merupakan usaha yang didasarkan
pada kepercayaan dan banyak menanggung resiko. Oleh karena itu pengelolaan harus
dilakukan secara profesional dan ditangani oleh pengelola yang memiliki keahlian dan
kemampuan khusus, dengan dibantu oleh sistem pengawasan internal yang ketat.
Dalam rangka itulah maka di samping koperasi sendiri harus melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap kegiatan usaha simpan pinjam tersebut, Pemerintah juga perlu
melakukan pembinaan dan pengawasan melalui Menteri yang membidangi koperasi.
Pengawasan dilakukan oleh Menteri untuk menghindarkan terjadinya penyimpangan
yang dampaknya sangat merugikan anggota dan hilangnya kepercayaan anggota.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Peraturan Pemerintah ini disusun agar pelaksanaan
kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi dapat menjamin keberadaan kelancaran dan
ketertiban usaha simpan pinjam oleh koperasi.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1
Cukup jelas

Angka 2
Cukup jelas

Angka 3
Cukup jelas

Angka 4
Cukup jelas

Angka 5
Cukup jelas

Angka 6
Cukup jelas

Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam berlaku
sebagai izin usaha adalah dengan dikeluarkannya surat keputusan pengesahan Akta
Pendirian koperasi tersebut sudah dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam.

Pasal 4

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan koperasi yang sudah berbadan hukum adalah koperasi yang telah
memperoleh pengesahan Akta Pendirian dan koperasi tersebut sudah melaksanakan
kegiatan usaha tetapi bukan kegiatan usaha simpan pinjam.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan dalam ayat (2) ini adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tatacara Pengesahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) yang selama ini
ada, berfungsi sebagai Kantor Cabang.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Dalam hal Anggaran Dasar tidak memuat ketentuan mengenai kewenangan Pengurus
untuk mengangkat Pengelola, maka apabila Pengurus bermaksud mengangkat Pengelola,
Pengurus mengajukan rencana pengangkatan Pengelola kepada Rapat Anggota.

Dalam hal Anggaran Dasar memuat ketentuan mengenai kewenangan Pengurus untuk
mengangkat Pengelola, maka untuk melaksanakan kewenangan tersebut Pengurus tetap
terlebih dahulu mengajukan rencana pengangkatan Pengelola kepada Rapat Anggota
untuk mendapat persetujuan.

Sekalipun pengangkatan Pengelola memerlukan pengajuan rencana kepada Rapat


Anggota, tetapi kewenangan untuk memilih dan mengangkat Pengelola tetap ada pada
Pengurus.

Rencana pengangkatan Pengelola yang diajukan kepada Rapat Anggota dimaksud di atas
antara lain meliputi persyaratan tugas dan wewenang, imbalan jasa, jaminan, perjanjian
kerja dan nama calon Pengelola (apabila sudah ada).

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan keahlian di bidang keuangan adalah
meliputi pengetahuan dasar pembukuan, perbankan atau simpan pinjam.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kemampuan keuangan yang memadai adalah termasuk memiliki
permodalan yang sehat setelah diaudit.
Huruf b
Yang dimaksud dengan tenaga managerial yang baik adalah pimpinan dan staf dari badan
usaha yang akan diserahi tugas sebagai Pengelola harus mempunyai kemampuan untuk
mengelola usaha serta mempunyai moral dan akhlak yang baik.
Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Ketentuan ini berlaku baik bagi Pengurus yang secara langsung melaksanakan
pengelolaan maupun Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.

Pasal 12

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya adalah Unit
Simpan Pinjam ini mempunyai sistim manajemen, administrasi pembukuan dan keuangan
sendiri.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksudkan transaksi adalah meliputi transaksi simpanan, pinjaman atau
keduanya.
Huruf b
Yang dimaksud pemupukan modal adalah modal sendiri yang terdapat pada Unit Simpan
Pinjam yang bersangkutan.
Huruf c
Termasuk kegiatan yang menunjang Unit Simpan Pinjam adalah pendidikan.

Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa kepada anggota yang tidak ikut transaksi dalam Unit
Simpan Pinjam diberikan pula bagian dari keuntungan Unit Simpan Pinjam.

Ayat (4)
Besarnya pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam diusulkan dan
diajukan oleh Pengurus dan disetujui oleh para anggota yang telah mendapat pelayanan
dari Unit Simpan Pinjam.

Pasal 13

Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan jumlah dana yang ditanamkan adalah jumlah simpanan pokok
dan simpanan wajib yang diserahkan kepada koperasi.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Dimaksudkan untuk memberikan rangsangan bagi Pengelola dan karyawan agar supaya
bekerja lebih baik. Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola yang
diangkat oleh Pengurus.
Huruf d
Yang dimaksud dengan keperluan lain adalah keperluan yang digunakan untuk
perkembangan dan kelancaran usaha koperasi yang bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)
Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola
yang diangkat oleh Pengurus.

Ayat (2)
Huruf a
Apabila ada anggota koperasi yang mengambil simpanan pokok dan simpanan wajib
hanya dapat dilaksanakan apabila telah ada modal pengganti dari anggota baru minimal
sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang akan diambil.
Huruf b
Ketentuan tersebut dimaksudkan agar pengeluaran investasi
jaringan pelayanan dibiayai dengan modal sendiri sehingga tidak memberatkan keuangan
koperasi yang bersangkutan.
Huruf c
Ketentuan ini tidak ditetapkan secara kuantitatip tetapi harus diperhitungkan sendiri oleh
koperasi dengan maksud apabila terjadi resiko atas modal yang berasal dari pinjaman
dapat ditutup oleh modal sendiri.

Ayat (3)
Huruf a
Untuk menumbuhkan dan memantapkan tingkat kepercayaan penyimpan, maka koperasi
wajib menjaga likuiditasnya agar dapat memenuhi kewajiban atau membayar hutang
jangka pendek, terutama untuk membayar simpanan yang akan ditarik oleh penyimpan.
Huruf b
Ratio ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana yang telah dihimpun
untuk pemanfaatan pemberian pinjaman, dengan tetap memperhitungkan aspek likuiditas.

Ayat (4)
Huruf a
Dalam menghimpun modal pinjaman dan modal penyertaan koperasi wajib
memperhitungkan terlebih dahulu kemampuannya untuk dapat memenuhi kewajiban
jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan kekayaan yang dimiliki, agar koperasi
tersebut dapat melaksanakan kegiatan usahanya dan tetap dipercaya.
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan rentabilitas yang wajar adalah keadaan dimana ratio antara
keuntungan dibandingkan dengan kekayaannya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
rendah.
Ratio yang tidak terlalu tinggi dengan maksud bahwa koperasi tidak semata-mata
mengejar keuntungan, sedangkan ratio tidak terlalu rendah dengan maksud agar koperasi
tersebut dapat tetap berkembang.

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)
Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola
yang diangkat oleh Pengurus.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)
Modal sendiri dalam pasal ini adalah modal yang berasal dari sumber-sumber
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992,
termasuk di dalamnya yang disetorkan sebagai prasyarat untuk memperoleh pengesahan
Akta Pendirian ataupun pengesahan perubahan Anggaran Dasar. Di samping modal
sendiri, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal penyertaan.

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Modal tetap dimaksud adalah meliputi modal yang disetor pada awal pendirian dan
modal tambahan yang tidak dapat diambil kembali.
Modal tidak tetap dimaksud adalah modal yang dapat diambil kembali sesuai dengan
perjanjian. Modal ini dapat berasal dari modal penyertaan atau pinjaman pihak ke tiga,
sepanjang hal tersebut dilakukan melalui Koperasi yang bersangkutan.

Ayat (4)
Dasar pertimbangan pemisahan kegiatan Usaha Simpan Pinjam dari unit usaha yang lain,
antara lain karena pengelolaan di bidang keuangan bagi jenis usaha ini membutuhkan
spesifikasi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang lain baik dalam perencanaan,
pelaksanaan, penilaian, pengawasan maupun administrasinya.
Hal ini dimaksudkan pula agar dana simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi
yang dipercayakan oleh penyimpan untuk disimpan di koperasi harus aman dan cukup
tersedia bila sewaktu-waktu ditarik oleh penyimpan.

Ayat (5)
Jumlah modal sendiri bagi Koperasi Simpan Pinjam atau modal tetap dalam Unit Simpan
Pinjam tidak boleh berkurang dari modal yang disetorkan pada saat pengesahan Akta
Pendirian atau pengesahan perubahan Anggaran Dasarnya. Hal ini dimaksudkan agar
koperasi tersebut dapat menjaga kelangsungan hidupnya.

Ayat (6)
Ketentuan modal awal ini diatur untuk memenuhi kelayakan usaha simpan pinjam.

Pasal 17

Ayat (1)
Penghimpunan modal pinjaman oleh Koperasi Simpan Pinjam dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar koperasi yang bersangkutan dan ketentuan
lain yang berlaku.

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Penghimpunan modal pinjaman oleh Unit Simpan Pinjam dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar koperasi yang bersangkutan dan ketentuan
lain yang berlaku.

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)
Yang dimaksud calon anggota adalah orang perorang/ koperasi yang telah melunasi
pembayaran simpanan pokok kepada koperasinya, tetapi secara formal belum sepenuhnya
melengkapi persyaratan administratif, antara lain belum menandatangani Buku Daftar
Anggota.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan azas pemberian pinjaman yang sehat adalah pemberian pinjaman
yang didasarkan atas penilaian kelayakan dan kemampuan permohonan pinjaman.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Pelayanan kepada calon anggota hanya diberikan apabila yang bersangkutan sekalipun
secara formal belum sepenuhnya terdaftar
sebagai anggota, tetapi secara material telah memenuhi dan melaksanakan persyaratan
administratif keanggotaan koperasi yang bersangkutan.

Ayat (3)
Perjanjian kerjasama dimaksud dinyatakan sah apabila ditandatangani sekurang-
kurangnya oleh ketua dan sekretaris masing-masing koperasi.

Ayat (4)
Dalam pemberian pinjaman kepada anggota koperasi lain yang bertanggung jawab
terhadap pinjaman tersebut pada prinsipnya tetap anggota yang bersangkutan. Namun
koperasi lain tersebut tetap ikut bertanggung jawab atas pengembalian pinjaman bila
peminjam tidak mengembalikan pinjamannya.

Pasal 21

Ayat (1)
Ditetapkannya batas maksimum pemberian pinjaman dilakukan dalam rangka menjaga
kesehatan usaha koperasi dan agar koperasi tersebut memprioritaskan pelayanannya
kepada anggota.

Ayat (2)
Dengan ketentuan ini maka hak Pengurus dan Pengawas dalam menerima pinjaman sama
seperti hak anggota dan tidak ada keistimewaan tertentu.

Pasal 22

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23

Ayat (1)
Pemberian imbalan dapat berupa bunga atau dalam bentuk lainnya antara lain berupa
prinsip bagi hasil.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian yang ditetapkan oleh
Menteri dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi usaha simpan pinjam yang
dilakukan oleh koperasi dalam menjaga kesehatan usahanya. Ketentuan tersebut terutama
berkaitan dengan aspek keuangan dan sistem pengelolaan usaha simpan pinjam, dan
khusus mengenai aspek keuangan diperlukan pedoman yang bersifat kuantitatif.
Pengaturan mengenai prinsip kehati-hatian ini diperlukan karena pada hakekatnya usaha
simpan pinjam merupakan sarana pengelolaan dana.

Pasal 26

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)
Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap koperasi
setiap waktu apabila terjadi indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh koperasi yang
bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Tindakan penggabungan dalam hal ini dilakukan hanya untuk Koperasi Simpan Pinjam.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Tindakan lain dalam hal ini misalnya membentuk lembaga yang berfungsi untuk
menangani kesulitan koperasi.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Ayat (3)
Pengertian pembubaran untuk Unit Simpan Pinjam adalah penutupan.

Pasal 29

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Sanksi administratif dimaksud antara lain berupa denda.

Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30

Ketentuan ini berlaku dalam hal pembubaran terjadi karena kesulitan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 tidak dapat diatasi, atau karena hal lainnya sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992.
Tujuannya adalah untuk melindungi penyimpan dana.

Pasal 31

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 33

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 35

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas
Pasal 40

Cukup jelas

CATATAN

Kutipan : LEMBAR LEPAS SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1995


PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995

TENTANG

PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM


OLEH KOPERASI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota koperasi, maka


kegiatan usaha simpan pinjam perlu ditumbuhkan dan dikembangkan;

b. bahwa kegiatan sebagaimana dimaksud huruf a harus dikelola secara berdaya guna dan
berhasil guna;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan sebagai pelaksanaan Pasal 44


Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, maka dipandang perlu
untuk mengatur kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi dalam Peraturan
Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara


Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN


KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dengan:


1. Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun
dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota
koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan
atau anggotanya.

2. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatannya hanya usaha simpan
pinjam.

3. Unit Simpan Pinjam adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan
pinjam, sebagai bagian dari kegiatan usaha Koperasi yang bersangkutan.

4. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-
koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi dalam bentuk tabungan, dan simpanan
koperasi berjangka.

5. Simpanan Berjangka adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan


sekali dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian
antara penyimpan dengan koperasi yang bersangkutan.

6. Tabungan Koperasi adalah simpanan di koperasi yang penyetorannya dilakukan


berangsur-angsur dan penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati antara penabung dengan koperasi yang bersangkutan dengan menggunakan
Buku Tabungan Koperasi.

7. Pinjaman adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Koperasi dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan.

8. Menteri adalah Menteri yang membidangi koperasi.

BAB II
ORGANISASI

Bagian Pertama
Bentuk Organisasi

Pasal 2
(1) Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam atau
Unit Simpan Pinjam.

(2) Koperasi Simpan Pinjam dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

(3) Unit Simpan Pinjam dapat dibentuk oleh Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.

Bagian Kedua
Pendirian

Pasal 3

(1) Pendirian Koperasi Simpan Pinjam dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan Akta Pendirian dan perubahan
Anggaran Dasar Koperasi.

(2) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam diajukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan tambahan lampiran:
a. rencana kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
b. Administrasi dan pembukuan;
c. nama dan riwayat hidup calon Pengelola;
d. daftar sarana kerja.

(3) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) berlaku sebagai izin usaha.

Pasal 4

(1) Permintaan pengesahan Akta Pendirian Koperasi yang membuka Unit Simpan Pinjam
diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat
(2).

(2) Pengesahan Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku
sebagai izin usaha.

Pasal 5

(1) Koperasi yang sudah berbadan hukum dan akan memperluas usahanya di bidang
simpan pinjam wajib mengadakan perubahan Anggaran Dasar dengan mencantumkan
usaha simpan pinjam sebagai salah satu usahanya.

(2) Tatacara perubahan Anggaran Dasar dilaksanakan sesuai dengan peraturan


perundang-undangan yang berlaku.

(3) Permintaan pengesahan perubahan Anggaran Dasar diajukan dengan disertai


tambahan lampiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
(4) Pengesahan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
berlaku sebagai izin usaha. Bagian Ketiga Jaringan Pelayanan

Pasal 6

(1) Untuk meningkatkan pelayanan kepada anggota, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam dapat membuka jaringan pelayanan simpan pinjam.

(2) Jaringan pelayanan simpan pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa :
a. Kantor Cabang yang berfungsi mewakili Kantor Pusat dalam menjalankan kegiatan
usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang
memutuskan pemberian pinjaman;
b. Kantor Cabang Pembantu yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan
kegiatan usaha untuk menghimpun dana dan penyalurannya serta mempunyai wewenang
menerima permohonan pinjaman tetapi tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan
pemberian pinjaman;
c. Kantor Kas yang berfungsi mewakili Kantor Cabang dalam menjalankan kegiatan
usaha untuk menghimpun dana.

Pasal 7

(1) Pembukaan Kantor Cabang harus memperoleh persetujuan dari Menteri.

(2) Pembukaan Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas tidak diperlukan persetujuan
Menteri tetapi harus dilaporkan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) bulan terhitung
sejak pembukaan kantor.

BAB III
PENGELOLAAN

Pasal 8

(1) Pengelolaan kegiatan usaha simpan pinjam dilakukan oleh Pengurus.

(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Pengelola
yang diangkat oleh Pengurus.

(3) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung jawab kepada
Pengurus.

(4) Pengelola sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa perorangan atau badan
usaha, termasuk yang berbentuk badan hukum.
(5) Dalam melaksanakan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengelola
wajib mengadakan kontrak kerja dengan Pengurus.

Pasal 9
(1) Dalam hal Pengelola adalah perorangan, wajib memenuhi persyaratan minimal
sebagai berikut:
a. tidak pernah melakukan tindakan tercela di bidang keuangan dan atau dihukum karena
terbukti melakukan tindak pidana di bidang keuangan;
b. memiliki akhlak dan moral yang baik; c.mempunyai keahlian di bidang keuangan atau
pernah mengikuti pelatihan simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam.

(2) Dalam hal Pengelola adalah badan usaha wajib memenuhi persyaratan minimal
sebagai berikut:
a. memiliki kemampuan keuangan yang memadai;
b. memiliki tenaga managerial yang berkualitas baik.

Pasal 10

Dalam hal Pengurus secara langsung melakukan pengelolaan terhadap usaha simpan
pinjam maka berlaku ketentuan mengenai persyaratan Pengelola sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1).

Pasal 11

Dalam hal pengelolaan dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang, maka:

a. sekurang-kurangnya 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah Pengelola wajib


mempunyai keahlian di bidang keuangan atau pernah mengikuti pelatihan di bidang
simpan pinjam atau magang dalam usaha simpan pinjam.

b. di antara Pengelola tidak boleh mempunyai hubungan keluarga sampai derajat ke satu
menurut garis lurus ke bawah maupun ke samping.

Pasal 12

(1) Pengelolaan Unit Simpan Pinjam dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya.

(2) Pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya penyelenggaraan kegiatan
unit yang bersangkutan, dipergunakan untuk keperluan sebagai berikut:
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan nilai transaksi;
b. pemupukan modal Unit Simpan Pinjam;
c. membiayai kegiatan lain yang menunjang Unit Simpan Pinjam.

(3) Sisa pendapatan Unit Simpan Pinjam setelah dikurangi biaya dan keperluan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diserahkan kepada koperasi yang bersangkutan
untuk dibagikan kepada seluruh anggota koperasi.

(4) Pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam diajukan oleh Pengurus
Unit Simpan Pinjam untuk mendapat persetujuan para anggota yang telah mendapat
pelayanan dari Unit Simpan Pinjam.
Pasal 13

(1) Sisa Hasil Usaha yang diperoleh Koperasi Simpan Pinjam setelah dikurangi dana
cadangan, dipergunakan untuk :
a. dibagikan kepada anggota secara berimbang berdasarkan jumlah dana yang
ditanamkan sebagai modal sendiri pada koperasi dan nilai transaksi;
b. membiayai pendidikan dan latihan serta peningkatan ketrampilan;
c. insentip bagi Pengelola dan karyawan;
d. keperluan lain untuk menunjang kegiatan koperasi.

(2) Penentuan prioritas atau besarnya dana untuk penggunaan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a, b, c, dan d diputuskan oleh Rapat Anggota.

Pasal 14

(1) Dalam menjalankan usahanya, Pengelola wajib memperhatikan aspek permodalan,


likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga
kepentingan semua pihak yang terkait.

(2) Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:


a. modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus ditingkatkan;
b. setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan modal sendiri;
c. antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan harus berimbang.

(3) Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :


a. penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;
b. ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah dihimpun.

(4) Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:


a. penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan didasarkan pada kemampuan
membayar kembali;
b. ratio antara modal pinjaman dan modal penyertaan dengan kekayaan harus berimbang.

(5) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:


a. rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan ditetapkan dalam jumlah
yang wajar untuk dapat memupuk permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa
anggota dengan tetap mengutamakan kualitas pelayanan;
b. ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva harus wajar.

(6) Untuk menjaga kesehatan usaha, Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam
tidak dapat menghipotekkan atau menggadaikan harta kekayaannya.
(7) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.

Pasal 15

(1) Pengelola Koperasi berkewajiban merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan


dengan simpanan berjangka dan tabungan masing-masing penyimpan kepada pihak
ketiga dan kepada anggota secara perorangan, kecuali dalam hal yang diperlukan untuk
kepentingan proses peradilan dan perpajakan.

(2) Permintaan untuk mendapatkan keterangan mengenai simpanan berjangka dan


tabungan sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan
oleh pimpinan instansi yang menangani proses peradilan atau perpajakan kepada Menteri.

BAB IV
PERMODALAN

Pasal 16

(1) Koperasi Simpan Pinjam wajib menyediakan modal sendiri dan dapat ditambah
dengan modal penyertaan.

(2) Koperasi yang memiliki Unit Simpan Pinjam wajib menyediakan sebagian modal dari
koperasi untuk modal kegiatan simpan pinjam.

(3) Modal Unit Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa modal tetap
dan modal tidak tetap.

(4) Modal Unit Simpan Pinjam dikelola secara terpisah dari unit lainnya dalam Koperasi
yang bersangkutan.

(5) Jumlah modal sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan modal tetap Unit
Simpan Pinjam sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh berkurang jumlahnya
dari jumlah yang semula.

(6) Ketentuan mengenai modal yang disetor pada awal pendirian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 17

(1) Selain modal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16, Koperasi Simpan Pinjam
dapat menghimpun modal pinjaman dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.

(2) Unit Simpan Pinjam melalui Koperasinya dapat menghimpun modal pinjaman
sebagai modal tidak tetap dari:
a. anggota;
b. koperasi lainnya dan atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.

(3) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya dilakukan dengan memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

BAB V
KEGIATAN USAHA

Pasal 18

(1) Kegiatan usaha simpan pinjam dilaksanakan dari dan untuk anggota, calon anggota
koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya.

(2) Calon anggota koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam waktu paling
lama 3 (tiga) bulan setelah melunasi simpanan pokok harus menjadi anggota.

Pasal 19

(1) Kegiatan Usaha Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam adalah:
a. menghimpun simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi dari anggota dan
calon anggotanya, koperasi lain dan atau anggotanya;
b. memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya, koperasi lain dan atau
anggotanya.

(2) Dalam memberikan pinjaman, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
wajib memegang teguh prinsip pemberian pinjaman yang sehat dengan memperhatikan
penilaian kelayakan dan kemampuan pemohon pinjaman.

(3) Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dalam melayani koperasi
lain dan atau anggotanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan
perjanjian kerjasama antar koperasi.

Pasal 20

(1) Dalam melaksanakan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b,
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam mengutamakan pelayanan kepada
anggota.

(2) Apabila anggota sudah mendapat pelayanan pinjaman sepenuhnya maka calon
anggota dapat dilayani.

(3) Apabila anggota dan calon anggota sudah mendapat pelayanan sepenuhnya, koperasi
lain dan anggotanya dapat dilayani berdasarkan perjanjian kerjasama antar koperasi yang
bersangkutan.

(4) Pinjaman kepada anggota koperasi lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
diberikan melalui koperasinya.

Pasal 21

(1) Rapat Anggota menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian


pinjaman baik kepada anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya.

(2) Ketentuan mengenai batas maksimum pinjaman kepada anggota berlaku pula bagi
pinjaman kepada Pengurus dan Pengawas.

Pasal 22

(1) Dalam hal terdapat kelebihan dana yang telah dihimpun, setelah melaksanakan
kegiatan pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b,
Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dapat:
a. menempatkan dana dalam bentuk giro, deposito berjangka, tabungan, sertifikat
deposito pada bank dan lembaga keuangan lainnya;
b. pembelian saham melalui pasar modal;
c. mengembangkan dana tabungan melalui sarana investasi lainnya.

(2) Ketentuan mengenai penempatan dana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 23

(1) Penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal
19 dilakukan dengan pemberian imbalan.

(2) Imbalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Rapat Anggota.

BAB VI
PEMBINAAN

Pasal 24

Pembinaan dan pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dilakukan
oleh Menteri.
Pasal 25

Untuk terciptanya usaha simpan pinjam yang sehat, Menteri menetapkan ketentuan
tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian usaha koperasi.

Pasal 26

(1) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam melalui koperasi yang
bersangkutan wajib menyampaikan laporan berkala dan tahunan kepada Menteri.

(2) Neraca dan Perhitungan Laba/Rugi tahunan bagi Koperasi Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam tertentu wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik dan
diumumkan.

(3) Tatacara dan pelaksanaan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 27

(1) Menteri dapat melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi Simpan Pinjam dan Unit
Simpan Pinjam, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan.

(2) Dalam hal terjadi pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Koperasi
Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam wajib memberikan kesempatan bagi
pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan
bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan,
dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam yang bersangkutan.

Pasal 28

(1) Dalam hal Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam mengalami kesulitan
yang mengganggu kelangsungan usahanya, Menteri dapat memberikan petunjuk kepada
Pengurus untuk melakukan tindakan sebagai berikut:
a. penambahan modal sendiri dan atau modal penyertaan;
b. Penggantian Pengelola;
c. penggabungan dengan koperasi lain;
d. penjualan sebagian aktiva tetap;
e. tindakan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam dianggap mengalami kesulitan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila mengalami salah satu atau gabungan dari
hal-hal sebagai berikut:
a. terjadi penurunan modal dari jumlah modal yang disetorkan pada waktu pendirian;
b. penyediaan aktiva lancar tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek;
c. jumlah pinjaman yang diberikan lebih besar dari jumlah simpanan berjangka dan
tabungan;
d. mengalami kerugian;
e. Pengelola melakukan penyalahgunaan keuangan;
f. Pengelola tidak melaksanakan tugasnya.

(3) Dalam hal kesulitan tidak dapat diatasi, Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam dapat dibubarkan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
ini.

BAB VII
PEMBUBARAN

Pasal 29

(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam dilakukan oleh Rapat
Anggota.

(2) Dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit
Simpan Pinjam harus dibubarkan dan koperasi yang bersangkutan tidak melakukan
pembubaran, maka Menteri dapat:
a. meminta kepada Rapat Anggota Koperasi yang bersangkutan untuk membubarkan;
b. melakukan pembubaran dengan disertai sanksi administratif kepada Pengurus Koperasi
yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan di bawah
pengawasan Menteri.

Pasal 30

Dalam melakukan pembubaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, pihak yang
mengambil keputusan pembubaran wajib mempertimbangkan masih adanya harta
kekayaan Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang dapat dicairkan untuk
memenuhi pembayaran kewajiban yang bersangkutan.

Pasal 31

(1) Pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam oleh Menteri
dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi hal
tersebut, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini.

(2) Penyelesaian lebih lanjut sebagai akibat dari pembubaran Unit Simpan Pinjam oleh
Menteri dilakukan oleh koperasi yang bersangkutan.
Pasal 32

(1) Tanpa mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 Undang-undang


Nomor 25 Tahun 1992, pembubaran Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam
diupayakan tidak melalui ketentuan kepailitan.

(2) Dalam hal kondisi Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang mengarah
kepada kepailitan tidak dapat dihindarkan, sebelum mengajukan kepailitan kepada
instansi yang berwenang, Pengurus Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam
yang bersangkutan wajib meminta pertimbangan Menteri.

(3) Persyaratan dan tata cara mengajukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 33

Dalam masa penyelesaian, pembayaran kewajiban Koperasi Simpan Pinjam atau Unit
Simpan Pinjam dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut:
a. gaji pegawai yang terutang;
b. biaya perkara di Pengadilan;
c. biaya lelang;
d. pajak Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam;
e. biaya kantor, seperti listrik, air, telepon, sewa dan pemeliharaan gedung;
f. penyimpan dana atau penabung, yang pembayarannya dilakukan secara berimbang
untuk setiap penyimpan/ penabung dalam jumlah yang ditetapkan oleh Tim Penyelesaian
berdasarkan persetujuan Menteri;
g. kreditur lainnya.

Pasal 34

(1) Segala biaya yang berkaitan dengan penyelesaian dibebankan pada harta kekayaan
Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam yang bersangkutan dan dikeluarkan
terlebih dahulu dari dana yang ada atau dari setiap hasil pencairan harta tersebut.

(2) Biaya pegawai, kantor dan pencairan harta kekayaan selama masa penyelesaian
disusun dan ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembubaran.

(3) Honor Tim Penyelesaian ditetapkan oleh pihak yang melakukan pembubaran dalam
jumlah yang tetap dan atau berdasarkan prosentase dari setiap hasil pencairan harta
kekayaan.

Pasal 35

Apabila setelah dilakukan pembayaran kewajiban dan biaya penyelesaian sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34 masih terdapat sisa harta kekayaan Koperasi
Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam, maka:
a. dalam hal Koperasi Simpan Pinjam, sisa harta tersebut dibagikan kepada anggota
Koperasi Simpan Pinjam.
b. dalam hal Unit Simpan Pinjam, sisa harta tersebut diserahkan kepada koperasi yang
bersangkutan.

Pasal 36

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran dan penyelesaian Koperasi Simpan Pinjam
atau Unit Simpan Pinjam diatur dalam Keputusan Menteri.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 37

(1) Dalam hal koperasi tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) dan (2) serta Pasal 27 ayat (2), koperasi yang bersangkutan dikenakan
sanksi administratif.

(2) Koperasi yang melaksanakan kegiatan simpan pinjam tanpa izin dikenakan sanksi
administratif berupa pembubaran dan sanksi administratif lainnya.

(3) Persyaratan dan tata cara sanksi administratif diatur oleh Menteri.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 38

Untuk meningkatkan perkembangan usaha perkoperasian, Menteri mengadakan


bimbingan dan penyuluhan kepada kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan
simpan pinjam bagi anggotanya agar kelompok masyarakat dalam menyelenggarakan
kegiatannya tersebut dalam bentuk koperasi.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

Koperasi Simpan Pinjam dan koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam yang sudah
berjalan pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku tetap melaksanakan kegiatan
usahanya, dengan ketentuan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah


ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 1995
MENTERI NEGARA
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd

MOERDIONO

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1995
TENTANG
PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI

UMUM

Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan


bahwa Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha
simpan pinjam dari dan untuk anggota dan calon anggota koperasi yang bersangkutan,
koperasi lain dan atau anggotanya.

Ketentuan tersebut menjadi dasar dan kekuatan hukum bagi koperasi untuk melaksanakan
kegiatan usaha simpan pinjam baik sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha
koperasi.

Atas dasar itu maka pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam oleh koperasi tersebut harus
diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perbankan dan Undang-
undang Perkoperasian.

Peraturan tersebut dimaksudkan agar di satu pihak tidak bertentangan dengan Undang-
undang Perbankan dan di lain pihak untuk mempertegas kedudukan Koperasi Simpan
Pinjam pada koperasi yang bersangkutan sebagai koperasi atau Unit Usaha Koperasi
yang memiliki ciri bentuk dan sistematis tersendiri.

Kegiatan usaha simpan pinjam ini sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi dan
banyak manfaat yang diperolehnya dalam rangka meningkatkan modal usaha para
anggotanya. Hal itu terlihat akan kenyataan bahwa koperasi yang sudah berjalan pada
umumnya juga melaksanakan usaha simpan pinjam.

Sehubungan dengan hal tersebut dalam Peraturan Pemerintah ini dimuat ketentuan
dengan tujuan agar kegiatan simpan pinjam oleh koperasi tersebut dapat berjalan dan
berkembang secara jelas, teratur, tangguh dan mandiri.

Di samping itu juga memuat ketentuan untuk mengantisipasi prospek perkembangan di


masa depan, di mana faktor permodalan bagi usaha anggota dan usaha koperasi sangat
menentukan kelangsungan hidup koperasi dan usaha anggota yang bersangkutan.

Sebagai penghimpun dana masyarakat walaupun dalam lingkup yang terbatas, kegiatan
Usaha Simpan Pinjam memiliki karakter khas, yaitu merupakan usaha yang didasarkan
pada kepercayaan dan banyak menanggung resiko. Oleh karena itu pengelolaan harus
dilakukan secara profesional dan ditangani oleh pengelola yang memiliki keahlian dan
kemampuan khusus, dengan dibantu oleh sistem pengawasan internal yang ketat.
Dalam rangka itulah maka di samping koperasi sendiri harus melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap kegiatan usaha simpan pinjam tersebut, Pemerintah juga perlu
melakukan pembinaan dan pengawasan melalui Menteri yang membidangi koperasi.
Pengawasan dilakukan oleh Menteri untuk menghindarkan terjadinya penyimpangan
yang dampaknya sangat merugikan anggota dan hilangnya kepercayaan anggota.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Peraturan Pemerintah ini disusun agar pelaksanaan
kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi dapat menjamin keberadaan kelancaran dan
ketertiban usaha simpan pinjam oleh koperasi.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1
Cukup jelas

Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas

Angka 4
Cukup jelas

Angka 5
Cukup jelas

Angka 6
Cukup jelas

Angka 7
Cukup jelas

Angka 8
Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pengesahan Akta Pendirian Koperasi Simpan Pinjam berlaku
sebagai izin usaha adalah dengan dikeluarkannya surat keputusan pengesahan Akta
Pendirian koperasi tersebut sudah dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam.

Pasal 4

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan koperasi yang sudah berbadan hukum adalah koperasi yang telah
memperoleh pengesahan Akta Pendirian dan koperasi tersebut sudah melaksanakan
kegiatan usaha tetapi bukan kegiatan usaha simpan pinjam.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan dalam ayat (2) ini adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tatacara Pengesahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Tempat Pelayanan Simpan Pinjam (TPSP) yang selama ini
ada, berfungsi sebagai Kantor Cabang.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 7

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Dalam hal Anggaran Dasar tidak memuat ketentuan mengenai kewenangan Pengurus
untuk mengangkat Pengelola, maka apabila Pengurus bermaksud mengangkat Pengelola,
Pengurus mengajukan rencana pengangkatan Pengelola kepada Rapat Anggota.

Dalam hal Anggaran Dasar memuat ketentuan mengenai kewenangan Pengurus untuk
mengangkat Pengelola, maka untuk melaksanakan kewenangan tersebut Pengurus tetap
terlebih dahulu mengajukan rencana pengangkatan Pengelola kepada Rapat Anggota
untuk mendapat persetujuan.

Sekalipun pengangkatan Pengelola memerlukan pengajuan rencana kepada Rapat


Anggota, tetapi kewenangan untuk memilih dan mengangkat Pengelola tetap ada pada
Pengurus.

Rencana pengangkatan Pengelola yang diajukan kepada Rapat Anggota dimaksud di atas
antara lain meliputi persyaratan tugas dan wewenang, imbalan jasa, jaminan, perjanjian
kerja dan nama calon Pengelola (apabila sudah ada).

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan keahlian di bidang keuangan adalah
meliputi pengetahuan dasar pembukuan, perbankan atau simpan pinjam.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan kemampuan keuangan yang memadai adalah termasuk memiliki
permodalan yang sehat setelah diaudit.
Huruf b
Yang dimaksud dengan tenaga managerial yang baik adalah pimpinan dan staf dari badan
usaha yang akan diserahi tugas sebagai Pengelola harus mempunyai kemampuan untuk
mengelola usaha serta mempunyai moral dan akhlak yang baik.

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Ketentuan ini berlaku baik bagi Pengurus yang secara langsung melaksanakan
pengelolaan maupun Pengelola yang diangkat oleh Pengurus.

Pasal 12

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya adalah Unit
Simpan Pinjam ini mempunyai sistim manajemen, administrasi pembukuan dan keuangan
sendiri.

Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksudkan transaksi adalah meliputi transaksi simpanan, pinjaman atau
keduanya.
Huruf b
Yang dimaksud pemupukan modal adalah modal sendiri yang terdapat pada Unit Simpan
Pinjam yang bersangkutan.
Huruf c
Termasuk kegiatan yang menunjang Unit Simpan Pinjam adalah pendidikan.

Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa kepada anggota yang tidak ikut transaksi dalam Unit
Simpan Pinjam diberikan pula bagian dari keuntungan Unit Simpan Pinjam.

Ayat (4)
Besarnya pembagian dan penggunaan keuntungan Unit Simpan Pinjam diusulkan dan
diajukan oleh Pengurus dan disetujui oleh para anggota yang telah mendapat pelayanan
dari Unit Simpan Pinjam.

Pasal 13

Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan jumlah dana yang ditanamkan adalah jumlah simpanan pokok
dan simpanan wajib yang diserahkan kepada koperasi.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Dimaksudkan untuk memberikan rangsangan bagi Pengelola dan karyawan agar supaya
bekerja lebih baik. Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola yang
diangkat oleh Pengurus.
Huruf d
Yang dimaksud dengan keperluan lain adalah keperluan yang digunakan untuk
perkembangan dan kelancaran usaha koperasi yang bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)
Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola
yang diangkat oleh Pengurus.

Ayat (2)
Huruf a
Apabila ada anggota koperasi yang mengambil simpanan pokok dan simpanan wajib
hanya dapat dilaksanakan apabila telah ada modal pengganti dari anggota baru minimal
sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang akan diambil.
Huruf b
Ketentuan tersebut dimaksudkan agar pengeluaran investasi
jaringan pelayanan dibiayai dengan modal sendiri sehingga tidak memberatkan keuangan
koperasi yang bersangkutan.
Huruf c
Ketentuan ini tidak ditetapkan secara kuantitatip tetapi harus diperhitungkan sendiri oleh
koperasi dengan maksud apabila terjadi resiko atas modal yang berasal dari pinjaman
dapat ditutup oleh modal sendiri.
Ayat (3)
Huruf a
Untuk menumbuhkan dan memantapkan tingkat kepercayaan penyimpan, maka koperasi
wajib menjaga likuiditasnya agar dapat memenuhi kewajiban atau membayar hutang
jangka pendek, terutama untuk membayar simpanan yang akan ditarik oleh penyimpan.
Huruf b
Ratio ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan dana yang telah dihimpun
untuk pemanfaatan pemberian pinjaman, dengan tetap memperhitungkan aspek likuiditas.

Ayat (4)
Huruf a
Dalam menghimpun modal pinjaman dan modal penyertaan koperasi wajib
memperhitungkan terlebih dahulu kemampuannya untuk dapat memenuhi kewajiban
jangka pendek dan jangka panjang berdasarkan kekayaan yang dimiliki, agar koperasi
tersebut dapat melaksanakan kegiatan usahanya dan tetap dipercaya.
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan rentabilitas yang wajar adalah keadaan dimana ratio antara
keuntungan dibandingkan dengan kekayaannya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu
rendah.
Ratio yang tidak terlalu tinggi dengan maksud bahwa koperasi tidak semata-mata
mengejar keuntungan, sedangkan ratio tidak terlalu rendah dengan maksud agar koperasi
tersebut dapat tetap berkembang.

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)
Pengertian Pengelola di sini meliputi Pengurus dan Pengelola
yang diangkat oleh Pengurus.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)
Modal sendiri dalam pasal ini adalah modal yang berasal dari sumber-sumber
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992,
termasuk di dalamnya yang disetorkan sebagai prasyarat untuk memperoleh pengesahan
Akta Pendirian ataupun pengesahan perubahan Anggaran Dasar. Di samping modal
sendiri, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal penyertaan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Modal tetap dimaksud adalah meliputi modal yang disetor pada awal pendirian dan
modal tambahan yang tidak dapat diambil kembali.
Modal tidak tetap dimaksud adalah modal yang dapat diambil kembali sesuai dengan
perjanjian. Modal ini dapat berasal dari modal penyertaan atau pinjaman pihak ke tiga,
sepanjang hal tersebut dilakukan melalui Koperasi yang bersangkutan.

Ayat (4)
Dasar pertimbangan pemisahan kegiatan Usaha Simpan Pinjam dari unit usaha yang lain,
antara lain karena pengelolaan di bidang keuangan bagi jenis usaha ini membutuhkan
spesifikasi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang lain baik dalam perencanaan,
pelaksanaan, penilaian, pengawasan maupun administrasinya.
Hal ini dimaksudkan pula agar dana simpanan koperasi berjangka dan tabungan koperasi
yang dipercayakan oleh penyimpan untuk disimpan di koperasi harus aman dan cukup
tersedia bila sewaktu-waktu ditarik oleh penyimpan.

Ayat (5)
Jumlah modal sendiri bagi Koperasi Simpan Pinjam atau modal tetap dalam Unit Simpan
Pinjam tidak boleh berkurang dari modal yang disetorkan pada saat pengesahan Akta
Pendirian atau pengesahan perubahan Anggaran Dasarnya. Hal ini dimaksudkan agar
koperasi tersebut dapat menjaga kelangsungan hidupnya.

Ayat (6)
Ketentuan modal awal ini diatur untuk memenuhi kelayakan usaha simpan pinjam.

Pasal 17

Ayat (1)
Penghimpunan modal pinjaman oleh Koperasi Simpan Pinjam dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar koperasi yang bersangkutan dan ketentuan
lain yang berlaku.

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Penghimpunan modal pinjaman oleh Unit Simpan Pinjam dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar koperasi yang bersangkutan dan ketentuan
lain yang berlaku.

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)
Yang dimaksud calon anggota adalah orang perorang/ koperasi yang telah melunasi
pembayaran simpanan pokok kepada koperasinya, tetapi secara formal belum sepenuhnya
melengkapi persyaratan administratif, antara lain belum menandatangani Buku Daftar
Anggota.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan azas pemberian pinjaman yang sehat adalah pemberian pinjaman
yang didasarkan atas penilaian kelayakan dan kemampuan permohonan pinjaman.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Pelayanan kepada calon anggota hanya diberikan apabila yang bersangkutan sekalipun
secara formal belum sepenuhnya terdaftar
sebagai anggota, tetapi secara material telah memenuhi dan melaksanakan persyaratan
administratif keanggotaan koperasi yang bersangkutan.

Ayat (3)
Perjanjian kerjasama dimaksud dinyatakan sah apabila ditandatangani sekurang-
kurangnya oleh ketua dan sekretaris masing-masing koperasi.

Ayat (4)
Dalam pemberian pinjaman kepada anggota koperasi lain yang bertanggung jawab
terhadap pinjaman tersebut pada prinsipnya tetap anggota yang bersangkutan. Namun
koperasi lain tersebut tetap ikut bertanggung jawab atas pengembalian pinjaman bila
peminjam tidak mengembalikan pinjamannya.

Pasal 21

Ayat (1)
Ditetapkannya batas maksimum pemberian pinjaman dilakukan dalam rangka menjaga
kesehatan usaha koperasi dan agar koperasi tersebut memprioritaskan pelayanannya
kepada anggota.

Ayat (2)
Dengan ketentuan ini maka hak Pengurus dan Pengawas dalam menerima pinjaman sama
seperti hak anggota dan tidak ada keistimewaan tertentu.

Pasal 22

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (1)
Pemberian imbalan dapat berupa bunga atau dalam bentuk lainnya antara lain berupa
prinsip bagi hasil.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Ketentuan tentang prinsip kesehatan dan prinsip kehati-hatian yang ditetapkan oleh
Menteri dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi usaha simpan pinjam yang
dilakukan oleh koperasi dalam menjaga kesehatan usahanya. Ketentuan tersebut terutama
berkaitan dengan aspek keuangan dan sistem pengelolaan usaha simpan pinjam, dan
khusus mengenai aspek keuangan diperlukan pedoman yang bersifat kuantitatif.
Pengaturan mengenai prinsip kehati-hatian ini diperlukan karena pada hakekatnya usaha
simpan pinjam merupakan sarana pengelolaan dana.

Pasal 26

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)
Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap koperasi
setiap waktu apabila terjadi indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh koperasi yang
bersangkutan.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Tindakan penggabungan dalam hal ini dilakukan hanya untuk Koperasi Simpan Pinjam.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Tindakan lain dalam hal ini misalnya membentuk lembaga yang berfungsi untuk
menangani kesulitan koperasi.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas

Ayat (3)
Pengertian pembubaran untuk Unit Simpan Pinjam adalah penutupan.

Pasal 29

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Sanksi administratif dimaksud antara lain berupa denda.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 30

Ketentuan ini berlaku dalam hal pembubaran terjadi karena kesulitan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 tidak dapat diatasi, atau karena hal lainnya sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992.
Tujuannya adalah untuk melindungi penyimpan dana.

Pasal 31

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 33

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Huruf g
Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 35

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

CATATAN

Kutipan : LEMBAR LEPAS SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1995

Diposkan oleh admin di 01:32 1 komentar Link ke posting ini


Label: koperasi

Selasa, 27 Januari 2009


KREDIT USAHA RAKYAT

Perkembangan Kredit Usaha Rakyat ( KUR )

Sebelumnya saya pernah menampilkan posting tentang Kredit Usaha Rakyat


(KUR) di sini. Realisasi Kredit Usaha Rakyat ( KUR ) Per tanggal 31 Desember
2008 mencapai Rp.12.624,1 milyar Kredit Usaha Rakyat ( KUR ) untuk
1.671.630 debitur Kredit Usaha Rakyat ( KUR ) atau rata-rata Kredit Usaha
Rakyat per debitur sebesar Rp. 7,55 juta. Jika dibandingkan realisasi Kredit
Usaha Rakyat per 30 Nopember 2008 sebesar Rp. 12.012,7 milyar untuk
1.566.859 debitur atau rata-rata kredit per debitur Rp. 7,67 juta penyaluran
Kredit Usaha Rakyat meningkat sebesar Rp. 611,4 milyar (5,09%) dan debitur
meningkat sebanyak 104.771 (6,69%)
dan rata-rata kredit menurun sebesar Rp 0,12 juta (-1,50 %)

Kementerian Negara Koperasi dan UKM sendiri akan segera menurunkan plafon
pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi di bawah Rp50 juta. Tujuanya
jelas agar program Kredit Usaha Rakyat mampu menjangkau lebih luas usaha-
usaha mikro di seluruh Tanah Air.

Selama ini masih ada bank yang menyalurkan kredit dengan rata-rata sekitar
Rp174 juta per UKM yang mengajukan, Rp165 juta, dan bahkan ada yang rata-
ratanya Rp330 juta.

Pada Tahun 2009 Pemerintah akan melanjutkan program kredit usaha rakyat
(KUR) dengan menyediakan dana tambahan Rp 10 triliun sehingga akumulasi
dana yang beredar pada usaha mikro, kecil menengah (UMKM) mencapai
Rp24,5 triliun.

Dilapangan Efektifitas Kredit Usaha Rakyat memang masih


dipertanyakan bahkan beberapa pihak menuding program Kredit Usaha Rakyat
merusak pasar Dwinda Ruslan Direktur Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP)
misalanya mempunyai Pendapat yang sangat kapitalis bahwa seharusnya
masalah bunga kredit usaha rakyat sebaiknya diserahkan kepada mekanisme
pasar.

Terlepas efektif tidaknya program ini nyatanya animo KUKM untuk mengakses
program ini sedemikian besar, dan pastinya nuansa politis juga kental
menyeruak. Sebuah partai mengklaim bahwa program Kredit Usaha Rakyat
adalah hasil "pejabat anu" dipartainya

Dari berbagai sumber

Perkembangan Kredit Usaha Rakyat ( KUR )

Sebelumnya saya pernah menampilkan posting tentang Kredit Usaha Rakyat


(KUR) di sini. Realisasi Kredit Usaha Rakyat ( KUR ) Per tanggal 31 Desember
2008 mencapai Rp.12.624,1 milyar Kredit Usaha Rakyat ( KUR ) untuk
1.671.630 debitur Kredit Usaha Rakyat ( KUR ) atau rata-rata Kredit Usaha
Rakyat per debitur sebesar Rp. 7,55 juta. Jika dibandingkan realisasi Kredit
Usaha Rakyat per 30 Nopember 2008 sebesar Rp. 12.012,7 milyar untuk
1.566.859 debitur atau rata-rata kredit per debitur Rp. 7,67 juta penyaluran
Kredit Usaha Rakyat meningkat sebesar Rp. 611,4 milyar (5,09%) dan debitur
meningkat sebanyak 104.771 (6,69%)
dan rata-rata kredit menurun sebesar Rp 0,12 juta (-1,50 %)

Kementerian Negara Koperasi dan UKM sendiri akan segera menurunkan plafon
pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi di bawah Rp50 juta. Tujuanya
jelas agar program Kredit Usaha Rakyat mampu menjangkau lebih luas usaha-
usaha mikro di seluruh Tanah Air.

Selama ini masih ada bank yang menyalurkan kredit dengan rata-rata sekitar
Rp174 juta per UKM yang mengajukan, Rp165 juta, dan bahkan ada yang rata-
ratanya Rp330 juta.

Pada Tahun 2009 Pemerintah akan melanjutkan program kredit usaha rakyat
(KUR) dengan menyediakan dana tambahan Rp 10 triliun sehingga akumulasi
dana yang beredar pada usaha mikro, kecil menengah (UMKM) mencapai
Rp24,5 triliun.

Dilapangan Efektifitas Kredit Usaha Rakyat memang masih


dipertanyakan bahkan beberapa pihak menuding program Kredit Usaha Rakyat
merusak pasar Dwinda Ruslan Direktur Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP)
misalanya mempunyai Pendapat yang sangat kapitalis bahwa seharusnya
masalah bunga kredit usaha rakyat sebaiknya diserahkan kepada mekanisme
pasar.

Terlepas efektif tidaknya program ini nyatanya animo KUKM untuk mengakses
program ini sedemikian besar, dan pastinya nuansa politis juga kental
menyeruak. Sebuah partai mengklaim bahwa program Kredit Usaha Rakyat
adalah hasil "pejabat anu" dipartainya

Dari berbagai sumber

Diposkan oleh admin di 03:35 1 komentar Link ke posting ini


Label: koperasi
Minggu, 11 Januari 2009
KOPERASI INDONESIA

Koperasi Indonesia Dalam Angka Finish

Posting kali ini masih melanjutkan posting sebelumnya tentang


KOPERASI INDONESIA
dalam angka. Tidak ada yang istimewa dalam posting ini masih dalam
konteks MANAJEMEN KOPERASI. Saya mencoba membantu
menyampaiakan gambaran perkembangan KOPERASI INDONESIA
yang disajikan kemenkop UKM (dulu: departemen koperasi ). Saya
hampir tidak melakukan editing apapun terhadap data ini kecuali
untuk data dalam bentuk tabel. Saya berharap ada tinjauan kritis dari
teman2 untuk melihat secara obyektif dan optimis. Data KOPERASI
INDONESIA tahun 2008 telah saya sajikan sebelumnya. Semoga
sedikit memberikan pencerahan untuk kita semua

PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN KOPERASI INDONESIA SECARA


NASIONAL PERIODE 2005-2006

Kelembagaan KOPERASI INDONESIA periode 2005 – 2006


mengalami perkembangan secara signifikan dengan laju
perkembangan sebanyak 6.363 unit atau 4,71 persen. Terdapat 4
(empat) propinsi dengan peningkatan jumlah KOPERASI
INDONESIA terbesar (di atas 15 persen)
periode
2005-2006 adalah :

• Kepulauan Riau sebesar 27,57 persen;


• Maluku sebesar 18,07 persen;
• Gorontalo sebesar 16,82 persen; dan
• Kalimantan Timur sebesar 15,48 persen.
• Sedangkan propinsi yang mengalami penurunan
jumlah
KOPERASI INDONESIA adalah Papua Barat sebesar 12,18
persen.

Perkembangan jumlah KOPERASI INDONESIA aktif untuk periode


yang sama secara nasional, tercatat mengalami peningkatan sebanyak
4.126 unit atau 4,35 persen. Ada 5 (lima) propinsi dengan
peningkatan jumlah KOPERASI INDONESIA aktif
terbesar (di atas 15 persen)
adalah :

• Kepulauan Riau sebesar 41,11 persen;


• DKI Jakarta sebesar 20,27 persen;
• Sulawesi Tengah sebesar 19,40 persen
• Maluku Utara sebesar 17,11 persen; dan
• Kalimantan Tengah sebesar 15,86 persen.

Propinsi dengan penurunan jumlah KOPERASI INDONESIA aktif


secara berturut-turut adalah :

• Papua Barat sebesar 12,98 persen;


• Banten sebesar 10,63 persen;
• Kalimantan Timur sebesar 7,18 persen;
• Lampung sebesar 3,31 persen;
• Sulawesi Utara sebesar 1,75 persen;
• Jambi sebesar 0,49 persen; dan
• Riau sebesar 0,11 persen.

Sedangkan perkembangan jumlah KOPERASI INDONESIA tidak aktif


secara nasional tercatat sebanyak 2.237 unit atau 5,57 persen.
Propinsi dengan peningkatan jumlah KOPERASI INDONESIA
tidak aktif terbesar (diatas 50 persen), adalah :

• Kalimantan Timur sebesar 254, 31 persen;


• Maluku sebesar 52,63 persen; dan
• Gorontalo sebesar 52,41 persen.
Propinsi yang mengalami penurunan jumlah KOPERASI INDONESIA
tidak aktif, adalah :

• DKI Jakarta sebesar 19,36 persen;


• Jawa Timur sebesar 16,31 persen;
• Papua Barat sebesar 11,43 persen;
• Kalimantan Tengah sebesar 9,52 persen;
• Bali sebesar 9,27 persen;
• Sulawesi Tengah sebesar 6,67 persen; dan
• Nusa Tenggara Barat sebesar 4,63 persen.

Gambaran rinci perkembangan jumlah Koperasi Indonesia,


KOPERASI INDONESIAaktif dan KOPERASI INDONESIAtidak aktif
disajikan pada tabel–1.

Perkembangan jumlah anggota KOPERASI INDONESIAperiode 2005-


2006 mengalami peningkatan sebanyak 489.349 orang atau 1,79
persen. Propinsi Kepulauan Riau memberikan kontribusi terbesar
dalam peningkatan jumlah anggota KOPERASI INDONESIA aktif,
yaitu mencapai 107,58 persen. Sedangkan propinsi lainnya,
perkembangan jumlah anggota cukup berfluktuatif. Propinsi dengan
peningkatan jumlah anggota terbesar (di atas 12 persen)
adalah :

• Kalimantan Tengah sebesar 20,83 persen;


• Jawa Barat sebesar 15,72 persen;
• Jambi sebesar 14,84 persen;
• Banten sebesar 13,10 persen; dan
• Bangka Belitung sebesar 12,70 persen.

Sedangkan propinsi yang mengalami penurunan jumlah anggota


terbesar adalah:

• Maluku sebesar 48,28 persen;


• DKI Jakarta sebesar 37,76 persen;
• Riau sebesar 7,01 persen;
• Papua Barat sebesar 6,70 persen;
• Sumatera Utara sebesar 6,38 persen;
• Sulawesi Tenggara sebesar 4,26 persen;
• Bengkulu sebesar 4,12 persen;
• Jawa Timur sebesar 4,02 persen;
• Papua sebesar 3,78 persen;
• Sulawesi Utara sebesar 0,44 persen; dan
• Kalimantan Selatan sebesar 0,41 persen.

Gambaran rinci perkembangan jumlah anggota KOPERASI


INDONESIAdisajikan pada tabel-2.

Hal menarik yang menjadi catatan dalam menganalisis perkembangan


jumlah Koperasi Indonesia, KOPERASI INDONESIAaktif, KOPERASI
INDONESIA tidak aktif dan perkembangan jumlah anggota. Propinsi
dengan pertumbuhan jumlah KOPERASI INDONESIA aktif terbesar
tidak selalu diikuti menjadi propinsi dengan pertumbuhan jumlah
anggota KOPERASI INDONESIA aktif terbesar. Hal tersebut dapat
dijelaskan bahwa peningkatan jumlah KOPERASI INDONESIA aktif
juga dibarengi dengan peningkatan jumlah KOPERASI INDONESIA
tidak aktif. Sehingga pertumbuhan anggota KOPERASI INDONESIA
dimungkinkan karena sebagian besar disumbang oleh tumbuhnya
KOPERASI INDONESIA baru, bukan dari berkembangnya KOPERASI
INDONESIA tidak aktif menjadi aktif.

Disisi lain dengan adanya otonomi daerah yang berdampak terjadinya


pemekaran daerah kabupaten/kota, sehingga berdampak juga pada
terkendalanya laporan perkembangan KOPERASI INDONESIA dari
daerah mengingat percepatan pembentukan badan/instansi yang
membidangi KOPERASI INDONESIA di daerah tidak berjalan dengan
baik. Kabupaten/kota hasil pemekaran biasanya akan mengalami masa
transisi pemerintahan, yang kemudian akan berdampak kepada
pembinaan lembaga dan penyampaian laporan kinerja KOPERASI
INDONESIA ke propinsi. Untuk lebih spesifik perlu dilakukan kajian
lebih lanjut.

Dengan melihat perkembangan kelembagaan yang ada, terlihat bahwa


animo masyarakat terhadap keberadaan KOPERASI INDONESIA
mulai meningkat terutama pada daerah-daerah yang memiliki potensi
besar untuk berkembang. Indikator peningkatan animo masyarakat
terhadap keberadaan KOPERASI INDONESIA juga dibarengi dengan
tingkat kesadaran masyarakat dalam berKoperasi dalam konteks
KOPERASI INDONESIA, hal ini dapat terlihat juga pada pelakasanaan
RAT, dimana pada periode 2005 – 2006 pelaksanaan RAT mengalami
peningkatan sebanyak 549 unit KOPERASI INDONESIA atau 1,21
persen; dari 45.508 unit pada tahun 2005 menjadi 46.057 unit pada
tahun 2006.

Propinsi dengan peningkatan pelaksanaan RAT terbesar


(diatas 25 persen) adalah :

• Sulawesi Utara sebesar 75,09 persen;


• Kepulauan Riau sebesar 42,68 persen;
• Jawa Barat sebesar 29,89 persen;
• Sulawesi Tengah sebesar 26,59 persen; dan
• Maluku Utara sebesar 25,27 persen.

Sedangkan 11 (sebelas) propinsi lainnya mengalami


penurunan pelaksanaan RAT KOPERASI INDONESIA, yaitu :

• Banten sebesar 52,97 persen; dan


• DKI Jakarta sebesar 38,54 persen;
• Jambi sebesar 28,51 persen;
• Riau sebesar 16,68 persen;
• Bengkulu sebesar 16,49 persen;
• Bali sebesar 11,56 persen;
• Sumatera Utara sebesar 6,54 persen;
• Papua Barat sebesar 4,03 persen;
• Sulawesi Selatan sebesar 2,44 persen;
• Kalimantan Timur sebesar 0,19 persen; dan
• Nusa Tenggara Timur sebesar 0,12 persen.

Gambaran rinci pelaksanaan RAT disajikan pada tabel-3.

Dari empat indikator perkembangan KOPERASI INDONESIA yang


telah dijelaskan, keberadaan KOPERASI INDONESIA sebagai badan
usaha di seluruh daerah diharapkan dapat memberikan peluang bagi
terbukanya lapangan kerja baru di sebagian anggota masyarakat. Hal
ini ditunjukkan dengan perkembangan penyerapan tenaga kerja
oleh KOPERASI INDONESIA periode 2005-2006 secara nasional yang
mengalami peningkatan sebanyak 41.664 orang atau 13,49 persen;
dari 308.771 orang (28.736 manajer dan 280.035 karyawan) pada
tahun 2005 menjadi 350.435 orang (31.963 manajer dan 318.472
karyawan) pada tahun 2006. Kontribusi terbesar propinsi dalam
penyerapan tenaga kerja oleh KOPERASI INDONESIA hanya terjadi di
propinsi Sumatera Barat, yaitu mencapai 177,58 persen. Sedangkan
propinsi lainnya berfluktuatif. Lima propinsi dengan peningkatan
penyerapan tenaga kerja KOPERASI INDONESIA terbesar (di
atas 20 persen), adalah :

• Jawa Barat sebesar 80,37 persen;


• Maluku Utara sebesar 36,41 persen;
• Kalimantan Barat sebesar 31,50 persen;
• Gorontalo sebesar 28,88 persen; dan
• Bangka Belitung sebesar 22,97 persen.

Walaupun secara nasional terjadi peningkatan jumlah penyerapan


tenaga kerja, namun masih terdapat beberapa propinsi yang
mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja KOPERASI
INDONESIA seperti;

• Jambi sebesar 15,60 persen;


• DKI Jakarta sebesar 9,83 persen;
• Kalimantan Tengah sebesar 9,41 persen;
• N. Aceh Darussalam sebesar 8,63 persen;
• Sumatera Selatan sebesar 8,47 persen;
• Sulawesi Tenggara sebesar 8,32 persen;
• Sulawesi Utara sebesar 4,85 persen;
• Kalimantan Selatan sebesar 4,43 persen;
• Jawa Tengah sebesar 3,34 persen;
• Kepulauan Riau sebesar 2,40 persen;
• Banten sebesar 0,88 persen;
• Kalimantan Timur sebesar 0,46 persen;
• Jawa Timur sebesar 0,15 persen; dan
• Bengkulu sebesar 0,12 persen.

Gambaran rinci perkembangan penyerapan tenaga kerja KOPERASI


INDONESIA disajikan tabel-4.
PERKEMBANGAN USAHA KOPERASI INDONESIASECARA
NASIONAL PERIODE 2004-2005

Perkembangan usaha KOPERASI INDONESIA yang dicerminkan oleh


indikator keuangan KOPERASI INDONESIA seperti, modal sendiri,
modal luar, volume usaha dan sisa hasil usaha KOPERASI
INDONESIA periode 2005 – 2006 memberikan gambaran
perkembangan yang tidak jauh berbeda dengan perkembangan
kelembagaan. Modal sendiri
KOPERASI INDONESIA meningkat sebesar Rp. 1.954.652,48 juta
atau 13,17 persen. Propinsi dengan peningkatan jumlah modal
sendiri KOPERASI INDONESIA terbesar (di atas 50 persen)
adalah :

• DKI Jakarta sebesar 81,21 persen;


• Kalimantan Timur sebesar 77,82 persen;
• Gorontalo sebesar 77,06 persen;
• Maluku sebesar 62,42 persen; dan
• Kalimantan Tengah sebesar 55,30 persen.

Sedangkan propinsi dengan penurunan modal sendiri KOPERASI


INDONESIA adalah :

• Jambi sebesar 84,74 persen;


• Sulawesi Utara sebesar 17,89 persen;
• Maluku Utara sebesar 14,79 persen;
• Riau sebesar 10,90 persen; dan
• Papua sebesar 5,18 persen.

Gambaran rinci perkembangan modal sendiri KOPERASI INDONESIA


aktif disajikan tabel-5.

Dalam hal modal luar Koperasi Indonesia , pada periode yang


sama perkembangan modal luar KOPERASI INDONESIA secara
nasional mengalami peningkatan 21,36 persen atau Rp. 3.883.016,62
juta; dari Rp. 18.179.195,39 pada tahun 2005 menjadi Rp.
22.062.212,00 juta.
Propinsi dengan peningkatan jumlah modal luar KOPERASI
INDONESIA terbesar (di atas 50 persen) adalah:

• Nusa Tenggara Timar sebesar 144,99 persen;


• Maluku Utara sebesar 105,54 persen;
• DI Yogyakarta sebesar 98,41 persen;
• Sumatera Selatan sebesar 84,43 persen;
• Kalimantan Timur sebesar 72,21 persen;
• Gorontalo sebesar 54,49 persen; dan
• DKI Jakarta sebesar 50,85 persen.

Sedangkan propinsi dengan penurunan jumlah modal luar


KOPERASI INDONESIA adalah :

• Kalimantan Tengah sebesar 60,07 persen;


• Kepulauan Riau sebesar 33,87 persen;
• Maluku sebesar 45,44 persen;
• Banten sebesar 25,51 persen;
• Riau sebesar 22,73 persen;
• Jambi sebesar 6,46 persen;
o Sulawesi Tenggara sebesar 2,57 persen; dan
o Kepulauan Riau sebesar 0,004 persen.

Gambaran rinci perkembangan modal luar KOPERASI INDONESIA


aktif disajikan tabel-6.

Disisi lain, perkembangan transaksi usaha KOPERASI INDONESIA


yang dicerminkan oleh besarnya nilai volume usaha
KOPERASI INDONESIA mengalami peningkatan yang cukup
signifikan sebesar 53,60 persen atau Rp. 21.886.806,22 juta.

Terdapat 4 (empat) propinsi dengan peningkatan volume


usaha KOPERASI INDONESIA terbesar
(di atas 100 persen) yaitu :

• Jawa Timur sebesar 254,77 persen;


• Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 177,93 persen;
• Banten sebesar 168,93 persen; dan
• Gorontalo sebesar 109,59 persen.

Namun demikian
terdapat beberapa propinsi yang mengalami penurunan jumlah
volume usaha Koperasi Indonesia, diantaranya adalah :

• Sulawesi Utara sebesar 47,64 persen;


• Jambi sebesar 42,50 persen;
• Riau sebesar 23,34 persen;
• Kepulauan Riau sebesar 13,87 persen;
• Sumatera Utara sebesar 7,68 persen; dan
• Nusa Tenggara Timur sebesar 4,39 persen.

Gambaran rinci perkembangan volume usaha KOPERASI


INDONESIAaktif disajikan tabel-7.

Seiring dengan peningkatan volume usaha Koperasi Indonesia ,


perkembangan Sisa Hasil Usaha (SHU)
KOPERASI INDONESIA periode 2005-2006 mengalami peningkatan
sebesar 46,33 persen atau Rp. 1.018.497,34 juta.

Propinsi dengan peningkatan nilai SHU KOPERASI INDONESIA


terbesar
(di atas 100 persen)
adalah :

• Gorontalo sebesar 685,37 persen;


• Maluku sebesar 166,43 persen;
• Sumatera Utara sebesar 158,02 persen;
• N. Aceh Darussalam sebesar 135,40 persen; dan
• DKI Jakarta sebesar 105,90 persen.
Sedangkan propinsi dengan penurunan nilai SHU KOPERASI
INDONESIA adalah :

• Jambi sebesar 41,95 persen;


• Kalimantan Selatan sebesar 22,81 persen;
• Nusa Tenggara Timur sebesar 12,64 persen;
• Banten sebesar 3,05 persen; dan
• Kepulauan Riau sebesar 0,0004 persen.

Versi Lengkap dapat di donwnload di sini

Persoalanya kemudian adalah apakah benar kondisi KOPERASI


INDONESIA "seperti" data yang disampaikan kemenkop UKM diatas.
Data diatas termasuk data KOPERASI SIMPAN PINJAM. Bagi saya
apapun hasil yang disajikan pemerintah jangan kita telan bulat2 tetapi
juga tidak bisa kita pandang secara skeptis. Sampai dengan saat ini
instrumen yang paling bisa dijadikan acuan dalam melihat pergerakan
KOPERASI INDONESIA adalah Kementrian KOPERASI UKM terlepas
dari kelemahan yang dimiliknya.

Sumber : Depkop

Koperasi Indonesia Dalam Angka Finish

Posting kali ini masih melanjutkan posting sebelumnya tentang


KOPERASI INDONESIA
dalam angka. Tidak ada yang istimewa dalam posting ini masih dalam
konteks MANAJEMEN KOPERASI. Saya mencoba membantu
menyampaiakan gambaran perkembangan KOPERASI INDONESIA
yang disajikan kemenkop UKM (dulu: departemen koperasi ). Saya
hampir tidak melakukan editing apapun terhadap data ini kecuali
untuk data dalam bentuk tabel. Saya berharap ada tinjauan kritis dari
teman2 untuk melihat secara obyektif dan optimis. Data KOPERASI
INDONESIA tahun 2008 telah saya sajikan sebelumnya. Semoga
sedikit memberikan pencerahan untuk kita semua
PERKEMBANGAN KELEMBAGAAN KOPERASI INDONESIA SECARA
NASIONAL PERIODE 2005-2006

Kelembagaan KOPERASI INDONESIA periode 2005 – 2006


mengalami perkembangan secara signifikan dengan laju
perkembangan sebanyak 6.363 unit atau 4,71 persen. Terdapat 4
(empat) propinsi dengan peningkatan jumlah KOPERASI
INDONESIA terbesar (di atas 15 persen)
periode
2005-2006 adalah :

• Kepulauan Riau sebesar 27,57 persen;


• Maluku sebesar 18,07 persen;
• Gorontalo sebesar 16,82 persen; dan
• Kalimantan Timur sebesar 15,48 persen.

• Sedangkan propinsi yang mengalami penurunan


jumlah
KOPERASI INDONESIA adalah Papua Barat sebesar 12,18
persen.

Perkembangan jumlah KOPERASI INDONESIA aktif untuk periode


yang sama secara nasional, tercatat mengalami peningkatan sebanyak
4.126 unit atau 4,35 persen. Ada 5 (lima) propinsi dengan
peningkatan jumlah KOPERASI INDONESIA aktif
terbesar (di atas 15 persen)
adalah :

• Kepulauan Riau sebesar 41,11 persen;


• DKI Jakarta sebesar 20,27 persen;
• Sulawesi Tengah sebesar 19,40 persen
• Maluku Utara sebesar 17,11 persen; dan
• Kalimantan Tengah sebesar 15,86 persen.

Propinsi dengan penurunan jumlah KOPERASI INDONESIA aktif


secara berturut-turut adalah :
• Papua Barat sebesar 12,98 persen;
• Banten sebesar 10,63 persen;
• Kalimantan Timur sebesar 7,18 persen;
• Lampung sebesar 3,31 persen;
• Sulawesi Utara sebesar 1,75 persen;
• Jambi sebesar 0,49 persen; dan
• Riau sebesar 0,11 persen.

Sedangkan perkembangan jumlah KOPERASI INDONESIA tidak aktif


secara nasional tercatat sebanyak 2.237 unit atau 5,57 persen.
Propinsi dengan peningkatan jumlah KOPERASI INDONESIA
tidak aktif terbesar (diatas 50 persen), adalah :

• Kalimantan Timur sebesar 254, 31 persen;


• Maluku sebesar 52,63 persen; dan
• Gorontalo sebesar 52,41 persen.

Propinsi yang mengalami penurunan jumlah KOPERASI INDONESIA


tidak aktif, adalah :

• DKI Jakarta sebesar 19,36 persen;


• Jawa Timur sebesar 16,31 persen;
• Papua Barat sebesar 11,43 persen;
• Kalimantan Tengah sebesar 9,52 persen;
• Bali sebesar 9,27 persen;
• Sulawesi Tengah sebesar 6,67 persen; dan
• Nusa Tenggara Barat sebesar 4,63 persen.

Gambaran rinci perkembangan jumlah Koperasi Indonesia,


KOPERASI INDONESIAaktif dan KOPERASI INDONESIAtidak aktif
disajikan pada tabel–1.

Perkembangan jumlah anggota KOPERASI INDONESIAperiode 2005-


2006 mengalami peningkatan sebanyak 489.349 orang atau 1,79
persen. Propinsi Kepulauan Riau memberikan kontribusi terbesar
dalam peningkatan jumlah anggota KOPERASI INDONESIA aktif,
yaitu mencapai 107,58 persen. Sedangkan propinsi lainnya,
perkembangan jumlah anggota cukup berfluktuatif. Propinsi dengan
peningkatan jumlah anggota terbesar (di atas 12 persen)
adalah :

• Kalimantan Tengah sebesar 20,83 persen;


• Jawa Barat sebesar 15,72 persen;
• Jambi sebesar 14,84 persen;
• Banten sebesar 13,10 persen; dan
• Bangka Belitung sebesar 12,70 persen.

Sedangkan propinsi yang mengalami penurunan jumlah anggota


terbesar adalah:

• Maluku sebesar 48,28 persen;


• DKI Jakarta sebesar 37,76 persen;
• Riau sebesar 7,01 persen;
• Papua Barat sebesar 6,70 persen;
• Sumatera Utara sebesar 6,38 persen;
• Sulawesi Tenggara sebesar 4,26 persen;
• Bengkulu sebesar 4,12 persen;
• Jawa Timur sebesar 4,02 persen;
• Papua sebesar 3,78 persen;
• Sulawesi Utara sebesar 0,44 persen; dan
• Kalimantan Selatan sebesar 0,41 persen.

Gambaran rinci perkembangan jumlah anggota KOPERASI


INDONESIAdisajikan pada tabel-2.

Hal menarik yang menjadi catatan dalam menganalisis perkembangan


jumlah Koperasi Indonesia, KOPERASI INDONESIAaktif, KOPERASI
INDONESIA tidak aktif dan perkembangan jumlah anggota. Propinsi
dengan pertumbuhan jumlah KOPERASI INDONESIA aktif terbesar
tidak selalu diikuti menjadi propinsi dengan pertumbuhan jumlah
anggota KOPERASI INDONESIA aktif terbesar. Hal tersebut dapat
dijelaskan bahwa peningkatan jumlah KOPERASI INDONESIA aktif
juga dibarengi dengan peningkatan jumlah KOPERASI INDONESIA
tidak aktif. Sehingga pertumbuhan anggota KOPERASI INDONESIA
dimungkinkan karena sebagian besar disumbang oleh tumbuhnya
KOPERASI INDONESIA baru, bukan dari berkembangnya KOPERASI
INDONESIA tidak aktif menjadi aktif.

Disisi lain dengan adanya otonomi daerah yang berdampak terjadinya


pemekaran daerah kabupaten/kota, sehingga berdampak juga pada
terkendalanya laporan perkembangan KOPERASI INDONESIA dari
daerah mengingat percepatan pembentukan badan/instansi yang
membidangi KOPERASI INDONESIA di daerah tidak berjalan dengan
baik. Kabupaten/kota hasil pemekaran biasanya akan mengalami masa
transisi pemerintahan, yang kemudian akan berdampak kepada
pembinaan lembaga dan penyampaian laporan kinerja KOPERASI
INDONESIA ke propinsi. Untuk lebih spesifik perlu dilakukan kajian
lebih lanjut.

Dengan melihat perkembangan kelembagaan yang ada, terlihat bahwa


animo masyarakat terhadap keberadaan KOPERASI INDONESIA
mulai meningkat terutama pada daerah-daerah yang memiliki potensi
besar untuk berkembang. Indikator peningkatan animo masyarakat
terhadap keberadaan KOPERASI INDONESIA juga dibarengi dengan
tingkat kesadaran masyarakat dalam berKoperasi dalam konteks
KOPERASI INDONESIA, hal ini dapat terlihat juga pada pelakasanaan
RAT, dimana pada periode 2005 – 2006 pelaksanaan RAT mengalami
peningkatan sebanyak 549 unit KOPERASI INDONESIA atau 1,21
persen; dari 45.508 unit pada tahun 2005 menjadi 46.057 unit pada
tahun 2006.

Propinsi dengan peningkatan pelaksanaan RAT terbesar


(diatas 25 persen) adalah :

• Sulawesi Utara sebesar 75,09 persen;


• Kepulauan Riau sebesar 42,68 persen;
• Jawa Barat sebesar 29,89 persen;
• Sulawesi Tengah sebesar 26,59 persen; dan
• Maluku Utara sebesar 25,27 persen.

Sedangkan 11 (sebelas) propinsi lainnya mengalami


penurunan pelaksanaan RAT KOPERASI INDONESIA, yaitu :

• Banten sebesar 52,97 persen; dan


• DKI Jakarta sebesar 38,54 persen;
• Jambi sebesar 28,51 persen;
• Riau sebesar 16,68 persen;
• Bengkulu sebesar 16,49 persen;
• Bali sebesar 11,56 persen;
• Sumatera Utara sebesar 6,54 persen;
• Papua Barat sebesar 4,03 persen;
• Sulawesi Selatan sebesar 2,44 persen;
• Kalimantan Timur sebesar 0,19 persen; dan
• Nusa Tenggara Timur sebesar 0,12 persen.

Gambaran rinci pelaksanaan RAT disajikan pada tabel-3.

Dari empat indikator perkembangan KOPERASI INDONESIA yang


telah dijelaskan, keberadaan KOPERASI INDONESIA sebagai badan
usaha di seluruh daerah diharapkan dapat memberikan peluang bagi
terbukanya lapangan kerja baru di sebagian anggota masyarakat. Hal
ini ditunjukkan dengan perkembangan penyerapan tenaga kerja
oleh KOPERASI INDONESIA periode 2005-2006 secara nasional yang
mengalami peningkatan sebanyak 41.664 orang atau 13,49 persen;
dari 308.771 orang (28.736 manajer dan 280.035 karyawan) pada
tahun 2005 menjadi 350.435 orang (31.963 manajer dan 318.472
karyawan) pada tahun 2006. Kontribusi terbesar propinsi dalam
penyerapan tenaga kerja oleh KOPERASI INDONESIA hanya terjadi di
propinsi Sumatera Barat, yaitu mencapai 177,58 persen. Sedangkan
propinsi lainnya berfluktuatif. Lima propinsi dengan peningkatan
penyerapan tenaga kerja KOPERASI INDONESIA terbesar (di
atas 20 persen), adalah :

• Jawa Barat sebesar 80,37 persen;


• Maluku Utara sebesar 36,41 persen;
• Kalimantan Barat sebesar 31,50 persen;
• Gorontalo sebesar 28,88 persen; dan
• Bangka Belitung sebesar 22,97 persen.

Walaupun secara nasional terjadi peningkatan jumlah penyerapan


tenaga kerja, namun masih terdapat beberapa propinsi yang
mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja KOPERASI
INDONESIA seperti;
• Jambi sebesar 15,60 persen;
• DKI Jakarta sebesar 9,83 persen;
• Kalimantan Tengah sebesar 9,41 persen;
• N. Aceh Darussalam sebesar 8,63 persen;
• Sumatera Selatan sebesar 8,47 persen;
• Sulawesi Tenggara sebesar 8,32 persen;
• Sulawesi Utara sebesar 4,85 persen;
• Kalimantan Selatan sebesar 4,43 persen;
• Jawa Tengah sebesar 3,34 persen;
• Kepulauan Riau sebesar 2,40 persen;
• Banten sebesar 0,88 persen;
• Kalimantan Timur sebesar 0,46 persen;
• Jawa Timur sebesar 0,15 persen; dan
• Bengkulu sebesar 0,12 persen.

Gambaran rinci perkembangan penyerapan tenaga kerja KOPERASI


INDONESIA disajikan tabel-4.

PERKEMBANGAN USAHA KOPERASI INDONESIASECARA


NASIONAL PERIODE 2004-2005

Perkembangan usaha KOPERASI INDONESIA yang dicerminkan oleh


indikator keuangan KOPERASI INDONESIA seperti, modal sendiri,
modal luar, volume usaha dan sisa hasil usaha KOPERASI
INDONESIA periode 2005 – 2006 memberikan gambaran
perkembangan yang tidak jauh berbeda dengan perkembangan
kelembagaan. Modal sendiri
KOPERASI INDONESIA meningkat sebesar Rp. 1.954.652,48 juta
atau 13,17 persen. Propinsi dengan peningkatan jumlah modal
sendiri KOPERASI INDONESIA terbesar (di atas 50 persen)
adalah :

• DKI Jakarta sebesar 81,21 persen;


• Kalimantan Timur sebesar 77,82 persen;
• Gorontalo sebesar 77,06 persen;
• Maluku sebesar 62,42 persen; dan
• Kalimantan Tengah sebesar 55,30 persen.
Sedangkan propinsi dengan penurunan modal sendiri KOPERASI
INDONESIA adalah :

• Jambi sebesar 84,74 persen;


• Sulawesi Utara sebesar 17,89 persen;
• Maluku Utara sebesar 14,79 persen;
• Riau sebesar 10,90 persen; dan
• Papua sebesar 5,18 persen.

Gambaran rinci perkembangan modal sendiri KOPERASI INDONESIA


aktif disajikan tabel-5.

Dalam hal modal luar Koperasi Indonesia , pada periode yang


sama perkembangan modal luar KOPERASI INDONESIA secara
nasional mengalami peningkatan 21,36 persen atau Rp. 3.883.016,62
juta; dari Rp. 18.179.195,39 pada tahun 2005 menjadi Rp.
22.062.212,00 juta.

Propinsi dengan peningkatan jumlah modal luar KOPERASI


INDONESIA terbesar (di atas 50 persen) adalah:

• Nusa Tenggara Timar sebesar 144,99 persen;


• Maluku Utara sebesar 105,54 persen;
• DI Yogyakarta sebesar 98,41 persen;
• Sumatera Selatan sebesar 84,43 persen;
• Kalimantan Timur sebesar 72,21 persen;
• Gorontalo sebesar 54,49 persen; dan
• DKI Jakarta sebesar 50,85 persen.

Sedangkan propinsi dengan penurunan jumlah modal luar


KOPERASI INDONESIA adalah :

• Kalimantan Tengah sebesar 60,07 persen;


• Kepulauan Riau sebesar 33,87 persen;
• Maluku sebesar 45,44 persen;
• Banten sebesar 25,51 persen;
• Riau sebesar 22,73 persen;
• Jambi sebesar 6,46 persen;
o Sulawesi Tenggara sebesar 2,57 persen; dan
o Kepulauan Riau sebesar 0,004 persen.

Gambaran rinci perkembangan modal luar KOPERASI INDONESIA


aktif disajikan tabel-6.

Disisi lain, perkembangan transaksi usaha KOPERASI INDONESIA


yang dicerminkan oleh besarnya nilai volume usaha
KOPERASI INDONESIA mengalami peningkatan yang cukup
signifikan sebesar 53,60 persen atau Rp. 21.886.806,22 juta.

Terdapat 4 (empat) propinsi dengan peningkatan volume


usaha KOPERASI INDONESIA terbesar
(di atas 100 persen) yaitu :

• Jawa Timur sebesar 254,77 persen;


• Nanggroe Aceh Darussalam sebesar 177,93 persen;
• Banten sebesar 168,93 persen; dan
• Gorontalo sebesar 109,59 persen.

Namun demikian
terdapat beberapa propinsi yang mengalami penurunan jumlah
volume usaha Koperasi Indonesia, diantaranya adalah :

• Sulawesi Utara sebesar 47,64 persen;


• Jambi sebesar 42,50 persen;
• Riau sebesar 23,34 persen;
• Kepulauan Riau sebesar 13,87 persen;
• Sumatera Utara sebesar 7,68 persen; dan
• Nusa Tenggara Timur sebesar 4,39 persen.

Gambaran rinci perkembangan volume usaha KOPERASI


INDONESIAaktif disajikan tabel-7.
Seiring dengan peningkatan volume usaha Koperasi Indonesia ,
perkembangan Sisa Hasil Usaha (SHU)
KOPERASI INDONESIA periode 2005-2006 mengalami peningkatan
sebesar 46,33 persen atau Rp. 1.018.497,34 juta.

Propinsi dengan peningkatan nilai SHU KOPERASI INDONESIA


terbesar
(di atas 100 persen)
adalah :

• Gorontalo sebesar 685,37 persen;


• Maluku sebesar 166,43 persen;
• Sumatera Utara sebesar 158,02 persen;
• N. Aceh Darussalam sebesar 135,40 persen; dan
• DKI Jakarta sebesar 105,90 persen.

Sedangkan propinsi dengan penurunan nilai SHU KOPERASI


INDONESIA adalah :

• Jambi sebesar 41,95 persen;


• Kalimantan Selatan sebesar 22,81 persen;
• Nusa Tenggara Timur sebesar 12,64 persen;
• Banten sebesar 3,05 persen; dan
• Kepulauan Riau sebesar 0,0004 persen.

Versi Lengkap dapat di donwnload di sini

Persoalanya kemudian adalah apakah benar kondisi KOPERASI


INDONESIA "seperti" data yang disampaikan kemenkop UKM diatas.
Data diatas termasuk data KOPERASI SIMPAN PINJAM. Bagi saya
apapun hasil yang disajikan pemerintah jangan kita telan bulat2 tetapi
juga tidak bisa kita pandang secara skeptis. Sampai dengan saat ini
instrumen yang paling bisa dijadikan acuan dalam melihat pergerakan
KOPERASI INDONESIA adalah Kementrian KOPERASI UKM terlepas
dari kelemahan yang dimiliknya.
Sumber : Depkop

Diposkan oleh admin di 19:17 4 komentar Link ke posting ini


Label: koperasi

Rabu, 07 Januari 2009


KOPERASI INDONESIA 2008

KOPERASI INDONESIA PERKEMBANGAN SELAMA TAHUN 2008

KOPERASI INDONESIA.Melanjutkan posting sebelumnya saya akan menyampaikan


perkembangan jumlah Koperasi Indonesia selama tahun 2008. Dalam 1 tahun terakhir
jumlah Koperasi Indonesia bertambah 126 unit. Rincianya adalah Koperasi Indonesia
dengan status primer bertambah 119 unit dan Koperasi Indonesia yang berstatus
sekunder bertambah 7 unit.

sedikit memang untuk ukuran Koperasi Indonesia, tetapi coba simak. total Koperasi
Indonesia primer tingkat nasional mencapai 873 unit dan Koperasi Indonesia sekunder
menjadi 165 unit. Sedangkan total Koperasi Indonesia yang tersebar di seluruh
Indonesia sebanyak 149.793 Koperasi, jumlah yang tidak sedikit. Secara Jumlah
Koperasi Indonesia memang cukup fenomenal tetapi secara kualitas masih jauh dibawah
usaha2 kapitalis apalagi jika dibandingkan dengan koperasi internasional

Selain itu, dari hasil klasifikasi dan peringkatan, jumlah Koperasi Indonesia berkualitas
di tahun 2008 mencapai 42.267 Koperasi Indonesia.

Tahun 2007 sebanyak 41.381 Koperasi Indonesia yang berkualitas sehingga terjadi
peningkatan Koperasi Indonesia berkualitas sebanyak 886 Koperasi Indonesia.

Selama tahun 2008 Kemenkop dan UKM telah menyeleksi 3.866 Koperasi Indonesia
yang memenuhi persyaratan untuk diumumkan dalam berita negara.

Anggaran APBN tahun 2008 Kemenkop dan UKM sebesar Rp 1,098 triliun telah
direaliasikan sebesar Rp 940,95 miliar (85,65 %) sehingga Sisa lebih Penggunaan
Anggaran (SILPA) senilai Rp 157,31 miliar terdiri dari penghematan Rp 60,3 miliar dan
lain-lain Rp 97,01 miliar.

Sumber: Kemenkop UKM

KOPERASI INDONESIA PERKEMBANGAN SELAMA TAHUN 2008


KOPERASI INDONESIA.Melanjutkan posting sebelumnya saya akan menyampaikan
perkembangan jumlah Koperasi Indonesia selama tahun 2008. Dalam 1 tahun terakhir
jumlah Koperasi Indonesia bertambah 126 unit. Rincianya adalah Koperasi Indonesia
dengan status primer bertambah 119 unit dan Koperasi Indonesia yang berstatus
sekunder bertambah 7 unit.

sedikit memang untuk ukuran Koperasi Indonesia, tetapi coba simak. total Koperasi
Indonesia primer tingkat nasional mencapai 873 unit dan Koperasi Indonesia sekunder
menjadi 165 unit. Sedangkan total Koperasi Indonesia yang tersebar di seluruh
Indonesia sebanyak 149.793 Koperasi, jumlah yang tidak sedikit. Secara Jumlah
Koperasi Indonesia memang cukup fenomenal tetapi secara kualitas masih jauh dibawah
usaha2 kapitalis apalagi jika dibandingkan dengan koperasi internasional

Selain itu, dari hasil klasifikasi dan peringkatan, jumlah Koperasi Indonesia berkualitas
di tahun 2008 mencapai 42.267 Koperasi Indonesia.

Tahun 2007 sebanyak 41.381 Koperasi Indonesia yang berkualitas sehingga terjadi
peningkatan Koperasi Indonesia berkualitas sebanyak 886 Koperasi Indonesia.

Selama tahun 2008 Kemenkop dan UKM telah menyeleksi 3.866 Koperasi Indonesia
yang memenuhi persyaratan untuk diumumkan dalam berita negara.

Anggaran APBN tahun 2008 Kemenkop dan UKM sebesar Rp 1,098 triliun telah
direaliasikan sebesar Rp 940,95 miliar (85,65 %) sehingga Sisa lebih Penggunaan
Anggaran (SILPA) senilai Rp 157,31 miliar terdiri dari penghematan Rp 60,3 miliar dan
lain-lain Rp 97,01 miliar.

Sumber: Kemenkop UKM

Diposkan oleh admin di 23:18 7 komentar Link ke posting ini


Label: koperasi

Selasa, 06 Januari 2009


KOPERASI INDONESIA dalam angka

PENGERTIAN UMUM DALAM KOPERASI INDONESIA

Akhirnya setelah sekian lama saya bisa juga kembali ngeblog.


Mumpung masih " anget" pembahasan tentang tahun baru, saya ingin
menampilkan review 1 tahun Koperasi Indonesia, memang data2 tahun
2007 yang saya pakai dan saya dapat dari depkop (teman2 juga bisa
mengunduhnya di situs depkop). Ditambambah beberapa data
pembanding. Saya akan tampilkan data koperasi indonesia dan
analisnya secara bersambung, buanyak banget masalahnya. He2, kita
mulai dari yang umum2 dulu ya

Depkop mengunakan istilah2 berikut sebagai istilah2 resmi dalam


statistik yang disajikan untuk publik.

a. Koperasi indonesia adalah badan usaha yang beranggotakan


orang-orang atau badan hukum Koperasi indonesia dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi indonesia
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas
kekeluargaan.

b. Perkoperasi indonesiaan adalah sesuatu yang menyangkut


kehidupan Koperasi indonesia.

c. Koperasi indonesia Aktif adalah koperasi indonesia yang


dalam dua tahun terakhir mengadakan RAT (Rapat Anggota
Tahunan) atau koperasi indonesia yang dalam tahun terakhir
melakukan kegiatan usaha.

d. Anggota Koperasi indonesia adalah pemilik sekaligus


pengguna jasa koperasi indonesia serta tercatat dalam buku daftar
anggota.

e. Rapat Anggota Tahunan (RAT) adalah rapat anggota koperasi


indonesia yang pelaksanaannya sesuai dengan AD/ART koperasi
indonesia.

f. Manager adalah orang yang di angkat oleh pengurus untuk


mengelola usaha koperasi indonesia.
g. Karyawan adalah orang yang dipekerjakan koperasi indonesia
baik dalam menangani organisasi maupun usaha dan mendapatkan
gaji dari koperasi indonesia.

h. Modal Sendiri adalah modal yang menanggung resiko (modal


equity) atau merupakan kumulatif dari simpanan pokok, simpanan
wajib, dana cadangan dan hibah.

i. Modal Luar adalah modal yang dipinjam koperasi indonesia yang


berasal dari anggota, koperasi indonesia lainnya, bank/lembaga
keuangan, penerbitan obligasi/surat berharga dan sumber-sumber
lainnya.

j. Volume Usaha adalah total nilai penjualan/pendapatan barang


dan jasa pada tahun buku yang bersangkutan.

k. Sisa hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi indonesia


yang di peroleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya,
penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun
buku, yang bersangkutan.

Sampai jumpa lagi

PENGERTIAN UMUM DALAM KOPERASI INDONESIA

Akhirnya setelah sekian lama saya bisa juga kembali ngeblog.


Mumpung masih " anget" pembahasan tentang tahun baru, saya ingin
menampilkan review 1 tahun Koperasi Indonesia, memang data2 tahun
2007 yang saya pakai dan saya dapat dari depkop (teman2 juga bisa
mengunduhnya di situs depkop). Ditambambah beberapa data
pembanding. Saya akan tampilkan data koperasi indonesia dan
analisnya secara bersambung, buanyak banget masalahnya. He2, kita
mulai dari yang umum2 dulu ya

Depkop mengunakan istilah2 berikut sebagai istilah2 resmi dalam


statistik yang disajikan untuk publik.

a. Koperasi indonesia adalah badan usaha yang beranggotakan


orang-orang atau badan hukum Koperasi indonesia dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi indonesia
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas
kekeluargaan.

b. Perkoperasi indonesiaan adalah sesuatu yang menyangkut


kehidupan Koperasi indonesia.

c. Koperasi indonesia Aktif adalah koperasi indonesia yang


dalam dua tahun terakhir mengadakan RAT (Rapat Anggota
Tahunan) atau koperasi indonesia yang dalam tahun terakhir
melakukan kegiatan usaha.

d. Anggota Koperasi indonesia adalah pemilik sekaligus


pengguna jasa koperasi indonesia serta tercatat dalam buku daftar
anggota.

e. Rapat Anggota Tahunan (RAT) adalah rapat anggota koperasi


indonesia yang pelaksanaannya sesuai dengan AD/ART koperasi
indonesia.

f. Manager adalah orang yang di angkat oleh pengurus untuk


mengelola usaha koperasi indonesia.
g. Karyawan adalah orang yang dipekerjakan koperasi indonesia
baik dalam menangani organisasi maupun usaha dan mendapatkan
gaji dari koperasi indonesia.

h. Modal Sendiri adalah modal yang menanggung resiko (modal


equity) atau merupakan kumulatif dari simpanan pokok, simpanan
wajib, dana cadangan dan hibah.

i. Modal Luar adalah modal yang dipinjam koperasi indonesia yang


berasal dari anggota, koperasi indonesia lainnya, bank/lembaga
keuangan, penerbitan obligasi/surat berharga dan sumber-sumber
lainnya.

j. Volume Usaha adalah total nilai penjualan/pendapatan barang


dan jasa pada tahun buku yang bersangkutan.

k. Sisa hasil Usaha (SHU) adalah pendapatan koperasi indonesia


yang di peroleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya,
penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun
buku, yang bersangkutan.

Manajemen Koperasi
Perencanaan Strategis Dengan Menggunakan Analisa SWOT Untuk Koperasi
Indonesia

Setelah membahas tentang RAT kita lanjutkan dengan pembahasan bagaimana cara
menyusun rencana strategis menggunakan anlisa SWOT untuk Koperasi Indonesia.

Dalam Manajemen Koperasi Perencanaan strategis adalah pengambilan keputusan saat


ini untuk koperasi yang akan dilakukan pada masa datang. Pengambilan keputusan dalam
organisasi Koperasi Indonesia harus mempertimbangka Sumber daya, kondisi saat ini
serta peramalan terhadap keadaan yang mempengaruhi koperasi dimasa yang akan
datang.Kita Bisa ambil Contoh Kondisi saat ini disini dan disini
Untuk melakukan perencanaan Strategis dalam koperasi maka pengurus koperasi harus
memperhatikan 4 aspek penting yaitu masa depan dan peramalanya, aspek lingkungan
baik internal atau eksternal, target kedepan dan terakhir strategi untuk pencapaian target.

Organisasi Koperasi seacara kelembagaan harus mempunyai perangkat organisasi


koperasi yang menjadi sarana dalam pencapaian tujuan koperasi. Perangkat fundamental
dalam perencanaan strategis yang kemudian menjadi kelengkapan organisasi yang wajib
ada adalah parameter-parameter idialisme dasar seperti; visi, misi, goal, objektif,

Untuk mempercepat percapaian Renstra koperasi diperlukan:


- Spesific ( kekhususan)
- Measurable ( Terukur)
- Achieveable ( Dapat dicapai)
- Rationable ( Rasional, dapat dipahami)
- Timebound ( Ada limit/batas waktu)

Bagimana cara menyusun Renstra Koperasi

Renstra koperasi pertama kali kita rumuskan dengan 3 menjawab pertanyaan mendasar:

1. Dimana koperasi kita saat ini berada, dan akan kemana arahan koperasi kita?
2. Kemana tujuan koperasi kita, ingin pergi kemana koperasi kita.?
3. Bagaimana atau dengan apa koperasi kita pergi atau mencapai tujuan tersebut?

Setelah kita berhasil mejawab ke 3 pertanyaan diatas kita akan melakukan evaluasi
organisasi koperasi dengan menggunakan Analisa SWOT.

secara terperici tahapan menyusun Renstra koperasi adalah sebagai berikut.

Melakukan Analisa SWOT untuk koperasi Kita


Perumusan SWOT ditujukan sebagai dasar pembuatan strategi. Analisa SWOT adalah
pola evaluasi yang mengklasifikasikan kondisi koperasi dengen SWOT yaitu Streght
( Kekuatan) Weakness ( Kelemahan koperasi Kita ) Oportunity ( Peluang Koperasi kita)
dan threat ( ancaman pada Koperasi ) . Pengurus harus mengkalsifikasikan hal2 ditas
menjadi sebuah tabel yang kemudian dijadikan dasar sebagai pengambilan keputusan
dalam renstra koperasi.Seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi
koperasinya, Pengurus harus mampu melakukan forecasting atau peramalan kondisi
kedepan. Dari forecasting ini kemudian di rumuskan asumsi-asumsi yang relevan. Dari
pemetaan kondisi dan permalahan inilah kemudian di rumuskan analisi SWOT Koperasi.
Proses pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi diri, dari sini akan ditemukan
"strengths" dan weaknesses serta sumberdaya organisasi. Kemdian analisa kondisi
eksternal, seperti kondisi pasar, social, ekonomi dan budaya akan meminculkan
opportunities dan threats

Menentukan target Koperasi.


Setelah analis SWOt koperasi selesai dilakukan langjah berikutnya adalah menntukan
target. Fase ini merupakan salah satubagian terpenting dari penyusunan strategi koperasi.
Target ini diperoleh dari proses telaah realistis terhadap analisa SWOT yang telah
ditentukan sebelumnya dan target koperasi harus diyakini oleh seluruh komponen
organisasi koperasi, bahwa koperasi mampu mencapainya.

Perumusan Strategi Koperasi


Fase ini adalah upaya penyusunan siasat untuk menyelesaikan permasalahan koperasi
sekaligus cara untuk pencapaian target koperasi.

Hasil Renstra Koperasi biasanya berupa Garis-Garis Besar program Kerja ( GBPK )
Koperasi yang juga harus disertai dengan Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belenja
Koperasi ( APBK) hasil perumusan Renstra akan dibaha dan Disahakan di RAT Koperasi

Perencanaan Strategis Dengan Menggunakan Analisa SWOT Untuk Koperasi


Indonesia

Setelah membahas tentang RAT kita lanjutkan dengan pembahasan bagaimana cara
menyusun rencana strategis menggunakan anlisa SWOT untuk Koperasi Indonesia.

Dalam Manajemen Koperasi Perencanaan strategis adalah pengambilan keputusan saat


ini untuk koperasi yang akan dilakukan pada masa datang. Pengambilan keputusan dalam
organisasi Koperasi Indonesia harus mempertimbangka Sumber daya, kondisi saat ini
serta peramalan terhadap keadaan yang mempengaruhi koperasi dimasa yang akan
datang.Kita Bisa ambil Contoh Kondisi saat ini disini dan disini

Untuk melakukan perencanaan Strategis dalam koperasi maka pengurus koperasi harus
memperhatikan 4 aspek penting yaitu masa depan dan peramalanya, aspek lingkungan
baik internal atau eksternal, target kedepan dan terakhir strategi untuk pencapaian target.

Organisasi Koperasi seacara kelembagaan harus mempunyai perangkat organisasi


koperasi yang menjadi sarana dalam pencapaian tujuan koperasi. Perangkat fundamental
dalam perencanaan strategis yang kemudian menjadi kelengkapan organisasi yang wajib
ada adalah parameter-parameter idialisme dasar seperti; visi, misi, goal, objektif,

Untuk mempercepat percapaian Renstra koperasi diperlukan:


- Spesific ( kekhususan)
- Measurable ( Terukur)
- Achieveable ( Dapat dicapai)
- Rationable ( Rasional, dapat dipahami)
- Timebound ( Ada limit/batas waktu)

Bagimana cara menyusun Renstra Koperasi

Renstra koperasi pertama kali kita rumuskan dengan 3 menjawab pertanyaan mendasar:
1. Dimana koperasi kita saat ini berada, dan akan kemana arahan koperasi kita?
2. Kemana tujuan koperasi kita, ingin pergi kemana koperasi kita.?
3. Bagaimana atau dengan apa koperasi kita pergi atau mencapai tujuan tersebut?

Setelah kita berhasil mejawab ke 3 pertanyaan diatas kita akan melakukan evaluasi
organisasi koperasi dengan menggunakan Analisa SWOT.

secara terperici tahapan menyusun Renstra koperasi adalah sebagai berikut.

Melakukan Analisa SWOT untuk koperasi Kita


Perumusan SWOT ditujukan sebagai dasar pembuatan strategi. Analisa SWOT adalah
pola evaluasi yang mengklasifikasikan kondisi koperasi dengen SWOT yaitu Streght
( Kekuatan) Weakness ( Kelemahan koperasi Kita ) Oportunity ( Peluang Koperasi kita)
dan threat ( ancaman pada Koperasi ) . Pengurus harus mengkalsifikasikan hal2 ditas
menjadi sebuah tabel yang kemudian dijadikan dasar sebagai pengambilan keputusan
dalam renstra koperasi.Seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi
koperasinya, Pengurus harus mampu melakukan forecasting atau peramalan kondisi
kedepan. Dari forecasting ini kemudian di rumuskan asumsi-asumsi yang relevan. Dari
pemetaan kondisi dan permalahan inilah kemudian di rumuskan analisi SWOT Koperasi.
Proses pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi diri, dari sini akan ditemukan
"strengths" dan weaknesses serta sumberdaya organisasi. Kemdian analisa kondisi
eksternal, seperti kondisi pasar, social, ekonomi dan budaya akan meminculkan
opportunities dan threats

Menentukan target Koperasi.


Setelah analis SWOt koperasi selesai dilakukan langjah berikutnya adalah menntukan
target. Fase ini merupakan salah satubagian terpenting dari penyusunan strategi koperasi.
Target ini diperoleh dari proses telaah realistis terhadap analisa SWOT yang telah
ditentukan sebelumnya dan target koperasi harus diyakini oleh seluruh komponen
organisasi koperasi, bahwa koperasi mampu mencapainya.

Perumusan Strategi Koperasi


Fase ini adalah upaya penyusunan siasat untuk menyelesaikan permasalahan koperasi
sekaligus cara untuk pencapaian target koperasi.

Hasil Renstra Koperasi biasanya berupa Garis-Garis Besar program Kerja ( GBPK )
Koperasi yang juga harus disertai dengan Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belenja
Koperasi ( APBK) hasil perumusan Renstra akan dibaha dan Disahakan di RAT Koperasi

Perencanaan Strategis Dengan Menggunakan Analisa SWOT Untuk Koperasi


Indonesia

Setelah membahas tentang RAT kita lanjutkan dengan pembahasan bagaimana cara
menyusun rencana strategis menggunakan anlisa SWOT untuk Koperasi Indonesia.

Dalam Manajemen Koperasi Perencanaan strategis adalah pengambilan keputusan saat


ini untuk koperasi yang akan dilakukan pada masa datang. Pengambilan keputusan dalam
organisasi Koperasi Indonesia harus mempertimbangka Sumber daya, kondisi saat ini
serta peramalan terhadap keadaan yang mempengaruhi koperasi dimasa yang akan
datang.Kita Bisa ambil Contoh Kondisi saat ini disini dan disini

Untuk melakukan perencanaan Strategis dalam koperasi maka pengurus koperasi harus
memperhatikan 4 aspek penting yaitu masa depan dan peramalanya, aspek lingkungan
baik internal atau eksternal, target kedepan dan terakhir strategi untuk pencapaian target.

Organisasi Koperasi seacara kelembagaan harus mempunyai perangkat organisasi


koperasi yang menjadi sarana dalam pencapaian tujuan koperasi. Perangkat fundamental
dalam perencanaan strategis yang kemudian menjadi kelengkapan organisasi yang wajib
ada adalah parameter-parameter idialisme dasar seperti; visi, misi, goal, objektif,

Untuk mempercepat percapaian Renstra koperasi diperlukan:


- Spesific ( kekhususan)
- Measurable ( Terukur)
- Achieveable ( Dapat dicapai)
- Rationable ( Rasional, dapat dipahami)
- Timebound ( Ada limit/batas waktu)

Bagimana cara menyusun Renstra Koperasi

Renstra koperasi pertama kali kita rumuskan dengan 3 menjawab pertanyaan mendasar:

1. Dimana koperasi kita saat ini berada, dan akan kemana arahan koperasi kita?
2. Kemana tujuan koperasi kita, ingin pergi kemana koperasi kita.?
3. Bagaimana atau dengan apa koperasi kita pergi atau mencapai tujuan tersebut?

Setelah kita berhasil mejawab ke 3 pertanyaan diatas kita akan melakukan evaluasi
organisasi koperasi dengan menggunakan Analisa SWOT.

secara terperici tahapan menyusun Renstra koperasi adalah sebagai berikut.

Melakukan Analisa SWOT untuk koperasi Kita


Perumusan SWOT ditujukan sebagai dasar pembuatan strategi. Analisa SWOT adalah
pola evaluasi yang mengklasifikasikan kondisi koperasi dengen SWOT yaitu Streght
( Kekuatan) Weakness ( Kelemahan koperasi Kita ) Oportunity ( Peluang Koperasi kita)
dan threat ( ancaman pada Koperasi ) . Pengurus harus mengkalsifikasikan hal2 ditas
menjadi sebuah tabel yang kemudian dijadikan dasar sebagai pengambilan keputusan
dalam renstra koperasi.Seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi
koperasinya, Pengurus harus mampu melakukan forecasting atau peramalan kondisi
kedepan. Dari forecasting ini kemudian di rumuskan asumsi-asumsi yang relevan. Dari
pemetaan kondisi dan permalahan inilah kemudian di rumuskan analisi SWOT Koperasi.
Proses pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi diri, dari sini akan ditemukan
"strengths" dan weaknesses serta sumberdaya organisasi. Kemdian analisa kondisi
eksternal, seperti kondisi pasar, social, ekonomi dan budaya akan meminculkan
opportunities dan threats

Menentukan target Koperasi.


Setelah analis SWOt koperasi selesai dilakukan langjah berikutnya adalah menntukan
target. Fase ini merupakan salah satubagian terpenting dari penyusunan strategi koperasi.
Target ini diperoleh dari proses telaah realistis terhadap analisa SWOT yang telah
ditentukan sebelumnya dan target koperasi harus diyakini oleh seluruh komponen
organisasi koperasi, bahwa koperasi mampu mencapainya.

Perumusan Strategi Koperasi


Fase ini adalah upaya penyusunan siasat untuk menyelesaikan permasalahan koperasi
sekaligus cara untuk pencapaian target koperasi.

Hasil Renstra Koperasi biasanya berupa Garis-Garis Besar program Kerja ( GBPK )
Koperasi yang juga harus disertai dengan Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belenja
Koperasi ( APBK) hasil perumusan Renstra akan dibaha dan Disahakan di RAT Koperasi

Perencanaan Strategis Dengan Menggunakan Analisa SWOT Untuk Koperasi


Indonesia

Setelah membahas tentang RAT kita lanjutkan dengan pembahasan bagaimana cara
menyusun rencana strategis menggunakan anlisa SWOT untuk Koperasi Indonesia.

Dalam Manajemen Koperasi Perencanaan strategis adalah pengambilan keputusan saat


ini untuk koperasi yang akan dilakukan pada masa datang. Pengambilan keputusan dalam
organisasi Koperasi Indonesia harus mempertimbangka Sumber daya, kondisi saat ini
serta peramalan terhadap keadaan yang mempengaruhi koperasi dimasa yang akan
datang.Kita Bisa ambil Contoh Kondisi saat ini disini dan disini

Untuk melakukan perencanaan Strategis dalam koperasi maka pengurus koperasi harus
memperhatikan 4 aspek penting yaitu masa depan dan peramalanya, aspek lingkungan
baik internal atau eksternal, target kedepan dan terakhir strategi untuk pencapaian target.

Organisasi Koperasi seacara kelembagaan harus mempunyai perangkat organisasi


koperasi yang menjadi sarana dalam pencapaian tujuan koperasi. Perangkat fundamental
dalam perencanaan strategis yang kemudian menjadi kelengkapan organisasi yang wajib
ada adalah parameter-parameter idialisme dasar seperti; visi, misi, goal, objektif,

Untuk mempercepat percapaian Renstra koperasi diperlukan:


- Spesific ( kekhususan)
- Measurable ( Terukur)
- Achieveable ( Dapat dicapai)
- Rationable ( Rasional, dapat dipahami)
- Timebound ( Ada limit/batas waktu)

Bagimana cara menyusun Renstra Koperasi

Renstra koperasi pertama kali kita rumuskan dengan 3 menjawab pertanyaan mendasar:

1. Dimana koperasi kita saat ini berada, dan akan kemana arahan koperasi kita?
2. Kemana tujuan koperasi kita, ingin pergi kemana koperasi kita.?
3. Bagaimana atau dengan apa koperasi kita pergi atau mencapai tujuan tersebut?

Setelah kita berhasil mejawab ke 3 pertanyaan diatas kita akan melakukan evaluasi
organisasi koperasi dengan menggunakan Analisa SWOT.

secara terperici tahapan menyusun Renstra koperasi adalah sebagai berikut.

Melakukan Analisa SWOT untuk koperasi Kita


Perumusan SWOT ditujukan sebagai dasar pembuatan strategi. Analisa SWOT adalah
pola evaluasi yang mengklasifikasikan kondisi koperasi dengen SWOT yaitu Streght
( Kekuatan) Weakness ( Kelemahan koperasi Kita ) Oportunity ( Peluang Koperasi kita)
dan threat ( ancaman pada Koperasi ) . Pengurus harus mengkalsifikasikan hal2 ditas
menjadi sebuah tabel yang kemudian dijadikan dasar sebagai pengambilan keputusan
dalam renstra koperasi.Seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi
koperasinya, Pengurus harus mampu melakukan forecasting atau peramalan kondisi
kedepan. Dari forecasting ini kemudian di rumuskan asumsi-asumsi yang relevan. Dari
pemetaan kondisi dan permalahan inilah kemudian di rumuskan analisi SWOT Koperasi.
Proses pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi diri, dari sini akan ditemukan
"strengths" dan weaknesses serta sumberdaya organisasi. Kemdian analisa kondisi
eksternal, seperti kondisi pasar, social, ekonomi dan budaya akan meminculkan
opportunities dan threats

Menentukan target Koperasi.


Setelah analis SWOt koperasi selesai dilakukan langjah berikutnya adalah menntukan
target. Fase ini merupakan salah satubagian terpenting dari penyusunan strategi koperasi.
Target ini diperoleh dari proses telaah realistis terhadap analisa SWOT yang telah
ditentukan sebelumnya dan target koperasi harus diyakini oleh seluruh komponen
organisasi koperasi, bahwa koperasi mampu mencapainya.

Perumusan Strategi Koperasi


Fase ini adalah upaya penyusunan siasat untuk menyelesaikan permasalahan koperasi
sekaligus cara untuk pencapaian target koperasi.

Hasil Renstra Koperasi biasanya berupa Garis-Garis Besar program Kerja ( GBPK )
Koperasi yang juga harus disertai dengan Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belenja
Koperasi ( APBK) hasil perumusan Renstra akan dibaha dan Disahakan di RAT Koperasi

Management koperasi RAT Koperasi


Antara Praktek dan Konsepsi RAT Koperasi
Rapat tahunan bukan hanya sekedar ritual tahunan. Konsep RA yang diusung sebagi
symbol legitamasi anggota sebagi pemilik memagang fungsi sangat penting dalam system
manajemen koperasi. Pemahamaman tentang kedudukan RA dalam khazanah oragnisasi
Koperasi menjadi wajib untuk setiap anggota koperasi. Kita bahas definisi RAT secar
mendalam
(1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
Koperasi.
(2) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam
Anggaran Dasar.
Rapat Anggota menetapkan:
a. Anggaran Dasar;
b. kebijaksanaan umum dibidang organisasi manajemen, dan usaha
Koperasi;
c. pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas;
d. rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, serta
pengesahan laporan keuangan;
e. pengesahan pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan
tugasnya;
f. pembagian sisa hasil usaha;
g. penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran Koperasi.
Fungsi manajemen RA sangat menonjol. Rapat anggota adalah forum dimana kebijakan
dan strategi pengembangan dirumuskan. Apabila terjadi kesalahan dalam proses ini maka
sangat mungkin oraganisasi koperasi akan menghadapai kendala. Pada prinsipnya RA
dikondisikan untuk membicarakan rencana manajemen dan pengembangan koperasi
sebaik mungkin. Orientasi masa depan menjadi focus dalam RA.
Bagimana pelaksanaan RAT di kopma tercinta? Tidak bisa kita pungkiri ada bagian-
bagian penting dari "ritual" RAT yang kita kesampingkan. Permasalahan yang sering kita
hadapai dalam agenda akbar tahunan ini diantaranya adalah
Minimnya peran serta anggota.
Problem ini menjadi bagian sejarah yang terus berlanjut. Siapa yang salah? Tentu kita
tidak bisa mengkambing hitamkan siapapun. Masing-masing komponen punya andil atas
kondisi ini. Penyebab pokoknya adalah bahwa kopma belum bisa memberikan
kemanfaatan atas anggota, keadaan ini sangat terkait dengan aktivitas belanja anggota
yang sangat minim sehingga bagian SHU atas aktivitas bisnis kecil, Kemudian anggota
belum mampu memanfaatkan kopma dalam peningkatan nilai tambah ekonomi baik
sebagai suplayer atau Mitra bisnis
Efektifitas waktu dan korelasinya dengan hasil maksimal.
Sudah jamak jika RAT kopma menghabiskan sedemikian banyak biaya waktu dan
tenaga. Sia-sia? Tentu tidak, Memang demikian dinamika organisasi mahasiswa.
Memang dari sudut pandang usaha hal ini menjadi kurang efektif karena kan menjadi
sumber biaya, tetapi kalau prose situ ditempuh untuk menghasilkan kebijakan terbaik
tertu tidak akan menjadi masalah. Problem akan timbul ketika perimbangan cost dan hasil
labil, maksudnya adalah apakah hasil yang kita rumuskan dalam RAT yang
menghabiskan dana lebih dari 12 Juta ini sesuai? Ada bebrapa hal yang patut kita
cermati. Pertama adalah pemahaman peserta Rat terhadap focus-fokus penting kurang.
Pada Bagian bisnis misalnya. Strategi pengembangan yang sangat penting kadang
terlewatkan begitu saja, demikian juga pada APBK yang sangat berkaitan dengan
perenecanaan keuangan kedepan
Distribusi pemikiran yang kurang merata.
Kenapa Itu terjadi? Karena "biasanya’ hanya bebrapa orang yang sangat mendominasi
forum dan banyak anggota yang sangat "pendiam" Ini baik sepanjang ide yang diusung
merupakan hasil diskursus atas permasalahan factual dan menyangkut hajat hidup banyak
orang, tetapi kalau tenyata hanya pendapat pribadi atau kelompok tentu distribusi
pemikiran yang berimbang tidak kan terjadi dan alhasil hanya sebagian kecil saja
kepentingan yang akan ter akomodasi.
Arti Penting dan Tidak yang Menjadi Bias
Strategis itu tergantung dari sudut pandang mana kita menilai. RA kadang banyak
digunakan untuk (maaf) curhat yang tidak jarang menjadi represif dan memakan waktu
sangat lama. Harus dapat dibedakan dengan jelas man wilayah privat dan wilayah public.
Forum RAT adalah wilayah public dimana permasalahan yang dibahas juga seharusnya
yang menyangkut kepentingan organisasi bukan pribadi atau kelompok. Personal yang
ada dalam kelembagaan kepengurusan, gugus, karyawan serta anggota mempunyai peran
sebagai pribadi atau mewakili organisasi. Statement, tindakan dan prilaku yang dapat
dikatakan mewakili organisasi adalah yang melaui prosedur formal yaitu rapat pengurus,
tetapi jika tanpa prose itu maka statement, tindakan atau perbuatan tidak bisa dikatakan
atas nam lembaga tetapi mausk pada wilayah Private zone dan kalau itu yang terjadi
maka itu adalah hubungan antar personal bukan kelembagaan.
Pemahamaman fungsi dan kedudukan
Tidak jarang dalam proses RAT Kopma UGM terjadi inkonsistensi peran serta fungsi.
Unsur-unsur penyelenggara Organisasi yang biasa disebut perangkat organisasi koperasi
kabur saat memasuki tataran perbincangan strategis. Coba Kita telaah lebih jauh. Pertama
Dalam LPJ, LPJ adalah forum dimana pemegang kuasa Anggota yaitu pengurus
mempertanggungjawabkan tugas yangdiberikan oleh RAT sebelumnya, karena peserta
Rat terkadang berganti setiap tahun dan orang-orang yang ikut memutuskan strategic
planning tahun lalu sebagian tidak semua hadir maka poin-poin dalam GBPK dan APBK
serta proker sangat mungkin dipresepsikan lain dan jika itu terjadi maka filosofi dasar
program dan ukuran keberhasilanya akan bergeser dan inilah yang sering menimbulkan
perdebatan. Kedua Pembahasan GBPK dan APBK, proses ini penting tetapi seperti yang
disampaikan sebelumnya greget dalam agenda ini lebih didominasi oleh pembahasan-
pembahasan tertentu. Selanjutnya berkenaan dengan miss presepsi atas kedudukan
anggota mari sedikit kita bahas.
Siapa anggota koperasi? Ada beberapa literature yang dapat kita gunakan . Kita bahas 1
argumen paling esensial dari koperasi Indonesia yaitu
UU No. 25 TH. 1992
Undang-undang ini adalah dasar hukum koperasi yang mempunyai kedudukan yuridis
sangat kuat. UU ini digunakan sebagai patokan oleh seluruh gerakan koperasi Indonesia.
Pada Bab V pasal 17 disebutkan bahwa
Butir 1. Anggota Koperasi adalah pemilik dan pelanggan
Pada Pasal 19 disebutkan
Butir 1. Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam
lingkup usaha koperasi.
Butir 4. Setiap anggota koperasi mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap
koperasi sebagimana diatur dalam anggaran dasar.
Kita menekankan keawajiban anggota kepada poin-poin penting yang nantinya akan di
kentekstualkan dengan fenomena actual dan klasik di Koperasi terutama Kopma UGM.
Pasal 20 menyebutkan bahwa kewajiban anggota adalah:
Sub Butir a. Mematuhi AD/ART serta keputusan yang disepakati di RAT
Sub Butir b. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh koperasi.
Sub Butir c. Mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasarkan atas azas
kekeluargaan.
Mari kita kupas makna dari pasal 17
Sebagai pemilik, anggota ikut menyerahkan modal, menentukan kebijakan dan rencana
kerja melalui RAT, mengawasi pelaksanaanya dan menanggung resiko.
Sebagai pelanggan, anggota mengikatkan diri untuk selalu menggunakan jasa dan terlibat
dalam kegiatan ekonomi yang disediakan kopersi.
Fungsi koperasi bermain pada tiga peran yaitu koperasi sebagai lembaga gerakan dan
sosial, lembaga pendidikan serta badan usaha. Setiap komponen koperasi harus aktif
dalam 3 wilayah minimal 2 seperti yang termatup dalan UU no 25.. Permasalahan yang
sering menjadi bias di RAT adalah seringkali diasumsikan anggota aktif yang
perpartisipasi pada proses pendidikan saja sedangkan pada wilayah bisnis jarang
tersentuh dan akhirnya memculkan ketidak seimbangan. Bagaimana dengan pengurus?
(1) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.
(2) Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.
Pengurus bertugas:
a. mengelola Koperasi dan usahanya
Pengelolaan usaha harus berdasarkan arahan RAT tebagai forum tertinggi. Dalam Buku
yang diterbitkan
Departeman Koperasi tentang koperasi disebutkan bahwa pengurus berkewajiban untuk
melaksankan
GBPK yang diputuskan RAT.
b. mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana
anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
c. menyelenggarakan Rapat Anggota;
d. mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas;
e. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara
tertib;
f. memelihara daftar buku anggota dan pengurus.
Wewenang Pengurus adalalah:
a. mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
b. memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta
pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
c. melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan
Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.

Antara Praktek dan Konsepsi RAT Koperasi


Rapat tahunan bukan hanya sekedar ritual tahunan. Konsep RA yang diusung sebagi
symbol legitamasi anggota sebagi pemilik memagang fungsi sangat penting dalam system
manajemen koperasi. Pemahamaman tentang kedudukan RA dalam khazanah oragnisasi
Koperasi menjadi wajib untuk setiap anggota koperasi. Kita bahas definisi RAT secar
mendalam
(1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
Koperasi.
(2) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam
Anggaran Dasar.
Rapat Anggota menetapkan:
a. Anggaran Dasar;
b. kebijaksanaan umum dibidang organisasi manajemen, dan usaha
Koperasi;
c. pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas;
d. rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, serta
pengesahan laporan keuangan;
e. pengesahan pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan
tugasnya;
f. pembagian sisa hasil usaha;
g. penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran Koperasi.
Fungsi manajemen RA sangat menonjol. Rapat anggota adalah forum dimana kebijakan
dan strategi pengembangan dirumuskan. Apabila terjadi kesalahan dalam proses ini maka
sangat mungkin oraganisasi koperasi akan menghadapai kendala. Pada prinsipnya RA
dikondisikan untuk membicarakan rencana manajemen dan pengembangan koperasi
sebaik mungkin. Orientasi masa depan menjadi focus dalam RA.
Bagimana pelaksanaan RAT di kopma tercinta? Tidak bisa kita pungkiri ada bagian-
bagian penting dari "ritual" RAT yang kita kesampingkan. Permasalahan yang sering kita
hadapai dalam agenda akbar tahunan ini diantaranya adalah
Minimnya peran serta anggota.
Problem ini menjadi bagian sejarah yang terus berlanjut. Siapa yang salah? Tentu kita
tidak bisa mengkambing hitamkan siapapun. Masing-masing komponen punya andil atas
kondisi ini. Penyebab pokoknya adalah bahwa kopma belum bisa memberikan
kemanfaatan atas anggota, keadaan ini sangat terkait dengan aktivitas belanja anggota
yang sangat minim sehingga bagian SHU atas aktivitas bisnis kecil, Kemudian anggota
belum mampu memanfaatkan kopma dalam peningkatan nilai tambah ekonomi baik
sebagai suplayer atau Mitra bisnis
Efektifitas waktu dan korelasinya dengan hasil maksimal.
Sudah jamak jika RAT kopma menghabiskan sedemikian banyak biaya waktu dan
tenaga. Sia-sia? Tentu tidak, Memang demikian dinamika organisasi mahasiswa.
Memang dari sudut pandang usaha hal ini menjadi kurang efektif karena kan menjadi
sumber biaya, tetapi kalau prose situ ditempuh untuk menghasilkan kebijakan terbaik
tertu tidak akan menjadi masalah. Problem akan timbul ketika perimbangan cost dan hasil
labil, maksudnya adalah apakah hasil yang kita rumuskan dalam RAT yang
menghabiskan dana lebih dari 12 Juta ini sesuai? Ada bebrapa hal yang patut kita
cermati. Pertama adalah pemahaman peserta Rat terhadap focus-fokus penting kurang.
Pada Bagian bisnis misalnya. Strategi pengembangan yang sangat penting kadang
terlewatkan begitu saja, demikian juga pada APBK yang sangat berkaitan dengan
perenecanaan keuangan kedepan
Distribusi pemikiran yang kurang merata.
Kenapa Itu terjadi? Karena "biasanya’ hanya bebrapa orang yang sangat mendominasi
forum dan banyak anggota yang sangat "pendiam" Ini baik sepanjang ide yang diusung
merupakan hasil diskursus atas permasalahan factual dan menyangkut hajat hidup banyak
orang, tetapi kalau tenyata hanya pendapat pribadi atau kelompok tentu distribusi
pemikiran yang berimbang tidak kan terjadi dan alhasil hanya sebagian kecil saja
kepentingan yang akan ter akomodasi.
Arti Penting dan Tidak yang Menjadi Bias
Strategis itu tergantung dari sudut pandang mana kita menilai. RA kadang banyak
digunakan untuk (maaf) curhat yang tidak jarang menjadi represif dan memakan waktu
sangat lama. Harus dapat dibedakan dengan jelas man wilayah privat dan wilayah public.
Forum RAT adalah wilayah public dimana permasalahan yang dibahas juga seharusnya
yang menyangkut kepentingan organisasi bukan pribadi atau kelompok. Personal yang
ada dalam kelembagaan kepengurusan, gugus, karyawan serta anggota mempunyai peran
sebagai pribadi atau mewakili organisasi. Statement, tindakan dan prilaku yang dapat
dikatakan mewakili organisasi adalah yang melaui prosedur formal yaitu rapat pengurus,
tetapi jika tanpa prose itu maka statement, tindakan atau perbuatan tidak bisa dikatakan
atas nam lembaga tetapi mausk pada wilayah Private zone dan kalau itu yang terjadi
maka itu adalah hubungan antar personal bukan kelembagaan.
Pemahamaman fungsi dan kedudukan
Tidak jarang dalam proses RAT Kopma UGM terjadi inkonsistensi peran serta fungsi.
Unsur-unsur penyelenggara Organisasi yang biasa disebut perangkat organisasi koperasi
kabur saat memasuki tataran perbincangan strategis. Coba Kita telaah lebih jauh. Pertama
Dalam LPJ, LPJ adalah forum dimana pemegang kuasa Anggota yaitu pengurus
mempertanggungjawabkan tugas yangdiberikan oleh RAT sebelumnya, karena peserta
Rat terkadang berganti setiap tahun dan orang-orang yang ikut memutuskan strategic
planning tahun lalu sebagian tidak semua hadir maka poin-poin dalam GBPK dan APBK
serta proker sangat mungkin dipresepsikan lain dan jika itu terjadi maka filosofi dasar
program dan ukuran keberhasilanya akan bergeser dan inilah yang sering menimbulkan
perdebatan. Kedua Pembahasan GBPK dan APBK, proses ini penting tetapi seperti yang
disampaikan sebelumnya greget dalam agenda ini lebih didominasi oleh pembahasan-
pembahasan tertentu. Selanjutnya berkenaan dengan miss presepsi atas kedudukan
anggota mari sedikit kita bahas.
Siapa anggota koperasi? Ada beberapa literature yang dapat kita gunakan . Kita bahas 1
argumen paling esensial dari koperasi Indonesia yaitu
UU No. 25 TH. 1992
Undang-undang ini adalah dasar hukum koperasi yang mempunyai kedudukan yuridis
sangat kuat. UU ini digunakan sebagai patokan oleh seluruh gerakan koperasi Indonesia.
Pada Bab V pasal 17 disebutkan bahwa
Butir 1. Anggota Koperasi adalah pemilik dan pelanggan
Pada Pasal 19 disebutkan
Butir 1. Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan ekonomi dalam
lingkup usaha koperasi.
Butir 4. Setiap anggota koperasi mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap
koperasi sebagimana diatur dalam anggaran dasar.
Kita menekankan keawajiban anggota kepada poin-poin penting yang nantinya akan di
kentekstualkan dengan fenomena actual dan klasik di Koperasi terutama Kopma UGM.
Pasal 20 menyebutkan bahwa kewajiban anggota adalah:
Sub Butir a. Mematuhi AD/ART serta keputusan yang disepakati di RAT
Sub Butir b. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh koperasi.
Sub Butir c. Mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasarkan atas azas
kekeluargaan.
Mari kita kupas makna dari pasal 17
Sebagai pemilik, anggota ikut menyerahkan modal, menentukan kebijakan dan rencana
kerja melalui RAT, mengawasi pelaksanaanya dan menanggung resiko.
Sebagai pelanggan, anggota mengikatkan diri untuk selalu menggunakan jasa dan terlibat
dalam kegiatan ekonomi yang disediakan kopersi.
Fungsi koperasi bermain pada tiga peran yaitu koperasi sebagai lembaga gerakan dan
sosial, lembaga pendidikan serta badan usaha. Setiap komponen koperasi harus aktif
dalam 3 wilayah minimal 2 seperti yang termatup dalan UU no 25.. Permasalahan yang
sering menjadi bias di RAT adalah seringkali diasumsikan anggota aktif yang
perpartisipasi pada proses pendidikan saja sedangkan pada wilayah bisnis jarang
tersentuh dan akhirnya memculkan ketidak seimbangan. Bagaimana dengan pengurus?
(1) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.
(2) Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.
Pengurus bertugas:
a. mengelola Koperasi dan usahanya
Pengelolaan usaha harus berdasarkan arahan RAT tebagai forum tertinggi. Dalam Buku
yang diterbitkan
Departeman Koperasi tentang koperasi disebutkan bahwa pengurus berkewajiban untuk
melaksankan
GBPK yang diputuskan RAT.
b. mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana
anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
c. menyelenggarakan Rapat Anggota;
d. mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas;
e. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara
tertib;
f. memelihara daftar buku anggota dan pengurus.
Wewenang Pengurus adalalah:
a. mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
b. memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta
pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
c. melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan
Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota.

You might also like