You are on page 1of 219

1.

STOIKIOMETRI

Salah satu aspek penting dari reaksi kimia adalah hubungan kuantitatif
antara zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia, baik sebagai pereaksi maupun
sebagai hasil reaksi. Stoikiometri merupakan bagian dari ilmu kimia yang
mempelajari hubungan kuantitatif zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia.
Stoikiometri juga menyangkut perbandingan atom dalam suatu rumus kimia,
misalnya perbandingan atom H dan atom O dalam molekul H2O. Jumlah dan
jenis atom sebelum dan sesudah reaksi selalu sama. Kata stoikiometri berasal dari
bahasa Yunani yaitu stoicheon yang artinya unsur dan metron yang berarti
mengukur. Seorang ahli Kimia Perancis, Jeremias Benjamin Richter (1762-1807)
adalah orang yang pertama kali mengemukakan prinsip-prinsip dasar stoikiometri.
Menurutnya stoikiometri adalah ilmu tentang pengukuran perbandingan
kuantitatif atau pengukuran perbandingan antar unsur kimia yang satu dengan
yang lain.
Mengapa perlu mempelajari stoikiometri? Mempelajari ilmu kimia tidak
bisa dipisahkan dari melakukan percobaan di laboratorium. Biasanya di
laboratorium kita mereaksikan sejumlah gram zat A untuk menghasilkan sejumlah
gram zat B. Pertanyaan yang sering muncul adalah jika kita memiliki sejumlah
gram zat A, berapa gramkah zat B yang akan dihasilkan? Untuk menjawab
pertanyaan itu kita memerlukan stoikiometri.

1.1 Massa Atom Relatif dan Massa Molekul Relatif


Setelah mempelajari struktur atom kita mengetahui bahwa massa atom
sangat kecil, oleh karena itu kita tidak mungkin menimbang atom dengan neraca.
Berdasarkan perhitungan, para ahli menggunakan skala massa atom relatif dengan
lambang ”Ar” dan sejak tahun 1961 IUPAC menetapkan isotop C-12 dengan
massa atom relatif 12 sebagai standar. Massa atom relatif suatu unsur
menunjukkan perbandingan massa atom unsur itu terhadap 1/12 x massa atom C-
12 atau :
Massa atom rata-rata X Massa molekul senyawa
Ar X = Mr Senyawa =
1/12 massa atom C-12 1/12 massa atom C-12

1
Massa molekul unsur atau senyawa dinyatakan dengan ”Mr”. Massa molekul
relatif adalah perbandingan massa molekul unsur atau senyawa terhadap 1/12 x
massa atom C-12. Untuk menghitung massa molekul relatif maka kita harus
menjumlahkan massa atom relatif dari semua atom penyusun molekul tersebut.
Apabila terdapat koefisien ataupun subskrip maka dikalikan dengan massa atom
relatifnya.
Pengukuran dengan spektrometer massa menunjukkan bahwa massa 1
atom C-12 adalah 1,99268 x 10-23 gram, karena angka tersebut sangat kecil maka
ditetapkan suatu satuan massa yaitu massa unit atom (amu) atau satuan massa
atom (sma), dimana 1 amu bernilai sebesar 1,66 x 10-24 gram.
Satu atom helium memiliki massa 4 amu dan satu atom nitrogen memiliki
massa 14 amu. Perbandingan dari massa atom helium dengan nitrogen adalah 4 :
14 = 2 : 7. Jika kita bandingkan massa 10 atom helium dan massa 10 atom
nitrogen maka kita masih saja akan mendapatkan perbandingan 2 : 7.

1.2 Tetapan Avogadro


Massa satu mol atom sama dengan massa atom relatif (Ar) atom tersebut
dalam gram dan dalam 1 mol zat terkandung partikel elementer (atom, molekul,
dan ion) sebanyak 6,02 x 1023 partikel. Sebagai contoh: Satu mol atom hidrogen
memiliki massa sebesar 1,0079 gram yang mengandung 6,02 x 1023 partikel.
Nilai 6,02 x 1023 partikel/mol disebut sebagai tetapan Avogadro, dengan
lambang L atau N. Bilangan angka ini dinamakan bilangan Avogadro untuk
menghormati Amadeo Avogadro (1776-1856) pada abad ke-19 sebagai ahli kimia
Italia dan pengacara.

1.3 Konsep Mol


Kita tahu bahwa materi terdiri atas partikel yang berbeda. Partikel tersebut
dapat berupa atom, ion atau molekul. Helium terdiri atas atom-atom helium. H2,
N2, O2, F2, Cl2, Br2 dan I2 merupakan molekul diatomik. Partikel dari air, sulfur
dioksida dan kalsium klorida yang memiliki rumus kimia H2O, SO2 dan CaCl2
adalah ion, yang memiliki perbandingan tertentu dalam rumus kimianya.

2
Salah satu cara untuk menghitung massa zat adalah dengan menghitung
jumlah masing-masing partikel yang terdapat di dalam zat itu. Kita dapat
menghitung jumlah partikel jika kita mengetahui batasan angka yang mewakili
partikel tersebut.
Dalam satuan sistem internasional (SI) satuan untuk atom, ion, dan
molekul adalah ”mol”. Satu mol zat adalah jumlah zat yang mengandung partikel
elementer (atom, molekul, dan ion) sebanyak bilangan Avogadro (L) yaitu 6,02 x
1023 partikel.
Hubungan antara massa unit atom dengan mol yaitu massa satu mol atom
sama dengan massa atom relatif (Ar) atom tersebut dalam gram. Sebagai contoh,
besi memiliki massa atom relatif 55,854 sehingga 1 mol besi memiliki massa
55,854 gram.
Satu mol dari molekul diatomik seperti nitrogen mengandung 6,02 x 1023
molekul nitrogen. Satu mol dinitrogen tetraoksida N2O4 dan satu mol sukrosa
C12H22O11, keduanya sama-sama mengandung 6,02 x 1023 molekul senyawa.
Begitu juga dengan senyawa ion juga mengandung bilangan Avogadro.
Contoh :
Berapa banyak ion fluorida di dalam 1,46 mol aluminium fluorida ?
Jawab:
Satu mol = 6,02 x 1023 partikel, sehingga 1,46 mol aluminium fluorida
mengandung 8.7892 x 1023 partikel. Dalam senyawa aluminium fluorida terdapat
tiga ion fluorida berdasarkan persamaan reaksi :
AlF3 Al3+ + 3F-
Maka :
1,46 mol AlF3 mengandung 3 x 1,46 mol x 6,02 x 1023 partikel/mol = 26,3676 x
1023 partikel

1.4 Perhitungan Kimia


1.4.1 Konsentrasi
Konsentrasi adalah ukuran berapa jumlah zat yang dilarutkan dalam suatu
pelarut. Jika kita ingin menambah konsentrasi larutan maka kita harus
menambahkan jumlah zat terlarut atau mengurangi jumlah zat pelarut. Sebaliknya

3
jika kita ingin mengurangi konsentrasi larutan maka kita harus menambahkan
jumlah zat pelarut atau mengurangi jumlah zat terlarut.
Jika zat terlarut tidak dapat larut lagi di dalam pelarut, maka larutan ini
dikatakan jenuh. Jika zat terlarut masih ditambahkan ke dalam larutan yang jenuh
maka zat tersebut tidak akan dapat larut lagi. Penjenuhan bergantung pada banyak
faktor seperti temperatur lingkungan, jenis zat pelarut dan jenis zat terlarut.

Gambar 2.1 Penjelasan Qualitatif

Terlarut Konsentrasi

Gelas-gelas ini mengandung pewarna merah untuk demonstrasi perubahan


jumlah konsentrasi. Larutan yang di sebelah kiri memiliki konsentrasi yang lebih
rendah dibandingkan larutan yang di sebelah kanan, hal ini ditunjukkan dari
intensitas warna dari larutan tersebut.
Biasanya kata sifat seperti ”encer” atau ”lemah” untuk larutan yang
memiliki konsentrasi yang rendah dan sebaliknya ”pekat” atau ”kuat” untuk
larutan yang memiliki konsentrasi yang tinggi.

1.4.2 Molaritas
Larutan satu molar (M) adalah larutan yang mengandung 1 mol zat terlarut
dalam 1 liter larutan
Jumlah mol zat terlarut
Molaritas =
Volume larutan

n
M =
V

4
Sebagai contoh : 4 liter larutan mengandung 2 mol zat terlarut sehingga
molaritasnya sebesar 0,5 M. Molaritas biasanya digunakan untuk menyatakan
besarnya konsentrasi untuk larutan. Sebagai contoh :
Berapa Molaritas dari 5 liter larutan yang mengandung 10 mol KBr ?
Jumlah mol zat terlarut
Molaritas = -----------------------------
Volume larutan

Diketahui :
Jumlah mol zat terlarut = 10 mol
Volume larutan = 5 liter
10 mol KBr
Molaritas = -------------------- = 2 M
5 Liter larutan

1.4.3 Pengenceran
Pengenceran adalah penambahan zat pelarut ke dalam suatu larutan. Pada
pengenceran, jumlah mol zat terlarut tetap, tetapi volume larutan bertambah. Oleh
karena itu, kemolaran larutan berkurang.
Jumlah mol zat terlarut sebelum diencerkan = jumlah mol zat terlarut sesudah
diencerkan
Jika larutan diencerkan dari V1 menjadi V2, molaritas larutan berubah
sesuai dengan persamaan di bawah ini :
M1 x V1 = M2 x V2
Pada persamaan ini M1 dan V1 merupakan keadaan awal sedangkan M2
dan V2 merupakan keadaan akhir.
Contoh: Buatlah larutan 0,4M MgSO4 sebanyak 100mL dari larutan 2,0M MgSO4
Jawab:
Gunakan persamaan untuk menghitung volume 2 M MgSO4.
Diketahui :
M1 = 2 M M2 = 0,4 M
V1 = ? V2 = 100mL
M1 x V1 = M2 x V2
M2 x V2
V1 =

5
M1
0,4 M x 100 ml
V1 = = 20 mL
2,0 M
1.4.4 Molalitas
Larutan satu molal (m) adalah larutan yang mengandung 1 mol zat terlarut
dalam 1 kilogram pelarut
Σ n zat terlarut
Molalitas (m) =
Kilogram pelarut
Sebagai contoh : 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam 2 kilogram pelarut
sehingga didapatkan molalitasnya adalah 0,5 mol/kg. Larutan ini bisa dikatakan
0,5 molal. Massa molar pelarut tidak perlu diketahui bila kita ingin membuat
larutan yang molalitasnya sudah diketahui.

1.4.5 Fraksi Mol


Fraksi mol (X) zat terlarut menyatakan perbandingan jumlah mol zat
terlarut terhadap jumlah mol larutan. Sebagai contoh : 1 mol dari zat terlarut
dilarutkan didalam 9 mol zat pelarut sehingga fraksi molnya 1/10 atau sebesar 0,1.
Jika jumlah mol zat terlarut nt, jumlah mol pelarut np, fraksi mol zat
terlarut Xt dan fraksi mol pelarut Xp, maka :

nt
Xt =
nt + np
np
Xp =
nt + np

1.4.6 Persentase Massa (% Massa)


Persentase massa menyatakan jumlah gram zat terlarut dalam seratus gram
larutan. Sebagai contoh jika dalam sebuah botol mengandung 40 gram etanol dan
60 gram air maka larutan tersebut mengandung 40% etanol. Persentase massa
seringkali ditulis ”weight-weight percentage” (yang dapat disingkat dengan w/w)
massa zat A
% massa zat A = x 100%

6
jumlah massa semua zat

untuk larutan berlaku :


massa zat terlarut
% massa zat terlarut = x 100%
massa larutan

1.4.7 Persentase Komposisi


Ahli kimia sering kali membandingkan persentase komposisi dari senyawa
yang mereka amati. Persentase komposisi suatu atom adalah perbandingan massa
atom unsur dalam suatu senyawa terhadap massa molekul dari senyawa dikalikan
100 %.

massa atom A
% atom A = x 100%
massa molekul senyawa

Perhatikan persentase dari zat berikut yaitu : tembaga dan natrium klorida.
Untuk tembaga persentasenya adalah 100 % Cu karena terdiri dari 1 unsur.
Natrium klorida terdiri dari 2 unsur yaitu natrium dan klorida. Maka persentase
dari natrium di dalam senyawa natrium klorida adalah :
23 amu x 100 % = 34,9 %
(23 + 35,5 ) amu

Contoh :
Berapakah kadar C dan N dalam urea (CO(NH2)2)?
Dimana, Ar C = 12 ; N = 4 ; O = 16 ; dan H = 1.
Jawab:
1 mol urea mengandung 1 atom C, 1 atom O, 2 atom N dan 4 atom H.
Mr urea = 12 + 16 + 28 + 4 = 60

Kadar C = x 100 % = 20 %

Kadar N = x 100 % = 46,66 %

7
1.4.8 Persentase Massa-Volume
Persentase massa-volume (seringkali disingkat dengan % m/v atau % w/v)
menyatakan jumlah massa zat terlarut dalam gram di dalam 100 mL larutan.
Persentase massa-volume sering digunakan untuk larutan yang zat terlarutnya
berbentuk padat dan kemudian dilarutkan ke dalam cairan. Sebagai contoh, 40 %
w/v larutan gula mengandung 40 gram gula per 100 mL larutan.

massa zat terlarut


% zat terlarut = x 100%
volume larutan

1.4.9 Persentase Volume (% volume)


Persentase volume menyatakan jumlah volume zat terlarut (ml) di dalam 100 mL
larutan. Ini sering digunakan ketika zat terlarutnya berbentuk cair. Sebagai
contoh, 40 % v/v larutan etanol mengandung 40 mL etanol per 100 mL volume
total.

volume A
% volume A = x 100%
volume larutan

1.4.10 Normalitas
Jenis konsentrasi ini biasanya untuk kimia lingkungan, seperti garam di
dalam larutan, garam terpecah menjadi atom-atom yang reaktif (ion seperti H+,
Fe3+ atau Ag+). Normalitas merupakan ukuran dari unsur yang reaktif di dalam
larutan.
Normalitas = n eqivalen/1 L larutan Atau
Normalitas = n x M
(dimana n adalah jumlah ion yang reaktif)
Satu normal adalah 1 gram ekivalen dari zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Definisi 1 gram ekivalen bergantung pada jenis reaksi kimia yang terjadi, reaksi
kimia tersebut bisa saja asam, basa, reaksi redoks dan pengionan.
Normalitas merupakan ukuran untuk ion tunggal yang merupakan bagian
dari zat terlarut. Sebagai contoh, kita dapat menentukan normalitas dari ion OH-

8
atau ion Na+ dari larutan NaOH, tetapi kita tidak dapat menentukan normalitas
dari NaOH. Asam sulfat (H2SO4), normalitas dari ion H+ adalah 2 atau molaritas
dari asam sulfat adalah 1, sama juga dengan H3PO4 yang memilki harga
normalitas 3 karena mengandung 3 ion H+.
Ada 3 definisi dari normalitas yang tergantung pada jenis reaksi yang
terjadi :
1. Di dalam reaksi asam-basa, normalitas digunakan untuk menunjukkan
jumlah proton atau ion hidroksida di dalam larutan.
2. Di dalam reaksi redoks, normalitas sebagai jumlah dari agen pereduksi
atau agen pengoksidasi yang dapat menerima atau melepaskan 1 elektron.
3. Di dalam reaksi pengendapan, normalitas menyatakan konsentrasi ion
yang mengendap.
Normalitas seringkali digunakan di dalam titrasi dimana dua zat yang
bereaksi diketahui normalitasnya maka akan didapatkan persamaan kimia sebagai
berikut :
Na Va = Nb Vb

1.4.11 Bagian per Seribu


Bagian per seribu (dapat disimbolkan dengan 1/1000 atau disingkat
menjadi ”ppt”) menyatakan satu bagian zat di dalam 1000 bagian campuran.
Sebagai contoh: 1 liter zat di dalam 1000 liter larutan.

1.4.12 Bagian per Sejuta


Bagian per sejuta (dapat disingkat menjadi ”ppm”) menyatakan 1 bagian
zat di dalam 1.000.000 bagian campuran. Sebagai contoh : 1 liter zat di dalam
1000.000 liter larutan.

1.4.13 Perhitungan Massa (gram)


Massa atom C-12 adalah 12 gram dalam 1 mol atom C-12. Massa 1 mol
atom magnesium sama dengan 24,3 gram yang mengandung 6,02 x 1023 partikel.
Berapa massa dari 1 mol senyawa SO3? Senyawa SO3 terdiri atas 1 atom
sulfur dan 3 atom oksigen. Massa 1 mol atom sulfur adalah 32,1 gram. Massa 3
mol atom oksigen adalah 3 kali dari massa 1 mol atom oksigen (O) : 3 x 16 = 48
gram. Massa molekul dari SO3 adalah (32,1 + 48) = 80,1 gram. Massa molekul

9
gram dari senyawa kimia adalah massa dari 1 mol senyawa tersebut, maka 1 mol
SO3 memiliki massa 80,1 gram. Massa molekul dalam gram dapat dihitung
dengan menjumlahkan massa atom penyusunnya dalam gram.
Contoh : Berapa gram massa molekul dari hidrogen peroksida, H2O2 ?
Jawab
Rumus molekul hidrogen peroksida adalah H2O2 artinya dalam senyawa H2O2
terdapat 2 mol hidrogen dan 2 mol oksigen. Kita dapat menghitung mol atom
menjadi gram dengan mengetahui massa atom masing-masing unsur. 1 mol H = 1
gram dan 1 mol O = 16 gram. Kita dapat menjumlahkan massa atom dari masing-
masing unsur untuk mendapatkan massa molekul.
2 mol H x 1 gram H = 2 g H
2 mol O x 16 gram O = 32 g O
Massa molekul (gram) = 34 g

1.4.14 Perhitungan Massa-Mol


Kita dapat menghitung jumlah zat dalam satuan massa gram apabila
diketahui mol dan massa atom relatif atau massa molekul relatif zat tersebut.
Contoh : Berapa gram 7,2 mol Dinitrogen trioksida
Jawab:
Pertama kita perlu menuliskan rumus kimianya : N2O3. Kemudian menghitung
massa molekul relatifnya (Mr) terlebih dahulu :
Mr N2O3 = (2 x Ar. N) + (3 x Ar. O)
= ((2 x 14)+ (3 x 16) gr/mol
= 76 gr/mol
Massa N2O3 = n N2O3 x Mr N2O3
= 7,2 mol x 76 gr/mol
= 5,47 x 102 gram

1.4.15 Perhitungan Volume dari Satu Mol Gas


Volume dari gas biasanya dihitung pada temperatur dan tekanan yang
standar. Temperatur standar adalah 0oC dan tekanan standar adalah 1 atm yang
dinamakan keadaan STP. Pada keadaan STP, 1 mol gas memiliki volume 22,4

10
liter dan mengandung 6,02 x 1023 partikel.Jumlah ini diketahui dari volume molar
dari gas.
Contoh: Tentukan volume 0,6 mol SO2 dalam keadaan STP ?
Jawab:
Satu mol SO2 sama dengan 22,4 L SO2. Maka:
Volume SO2 = n SO2 x 22,4 L/mol
= (0,6 x 22,4) L
= 13,4 L SO2

1.4.16 Pereaksi Pembatas


Di dalam suatu reaksi kimia, perbandingan mol zat-zat pereaksi yang
dicampurkan tidak selalu sama dengan perbandingan koefisien reaksinya. Hal ini
berarti bahwa ada zat pereaksi yang akan habis bereaksi lebih dahulu. Pereaksi
demikian disebut pereaksi pembatas.Anda perhatikan gambar di bawah ini!

X + 2Y...... ......XY2

Gambar 2.2. Pereaksi Pembatas

Reaksi di atas memperlihatkan bahwa menurut koefisien reaksi, 1 mol zat X


membutuhkan 2 mol zat Y. Gambar di atas menunjukkan bahwa 3 molekul zat X
direaksikan dengan 4 molekul zat Y. Setelah reaksi berlangsung, banyaknya
molekul zat X yang bereaksi hanya 2 molekul dan 1 molekul yang tersisa,
sedangkan 4 molekul zat Y habis bereaksi. Maka zat Y ini disebut pereaksi
pembatas.
Pereaksi pembatas merupakan pereaksi yang habis bereaksi dan tidak
bersisa di akhir reaksi. Dalam hitungan kimia, pereaksi pembatas dapat ditentukan
dengan cara membagi semua mol reaktan dengan koefisiennya, lalu pereaksi yang
mempunyai nilai hasil bagi terkecil, merupakan pereaksi pembatas

11
1.5 Hukum-Hukum Dasar Kimia
1.5.1 Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)
Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa "jumlah massa zat-zat
sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap". Hukum kekekalan massa ini didasarkan
pada penelitian yang dilakukan oleh Antoine Laurent Lavoisier, seorang ahli
kimia Perancis, pada tahun 1789.
Contoh:
hidrogen + oksigen  hidrogen oksida
4 gram 32 gram 36 gram

1.5.2 Hukum Proust


Hukum perbandingan tetap atau hukum Proust menyatakan bahwa "Dalam suatu
senyawa, perbandingan massa unsur-unsur penyusunnya adalah tetap". Hukum ini
didasarkan pada percobaan yang dilakukan oleh Joseph Louis Proust, seorang ahli
kimia berkebangsaaan Perancis, pada tahun 1799.
Contoh:
a. Senyawa NH3 = m N : m H
= 1 Ar. N : 3 Ar . H
= 1 (14) : 3 (1)
= 14 : 3
b. Senyawa SO3 = massa S : massa O
= 1 Ar . S : 3 Ar . O
= 1 (32) : 3 (16)
= 32 : 48
=2:3
Keuntungan dari hukum Proust: bila diketahui massa suatu senyawa atau massa
salah satu unsur yang membentuk senyawa tersebut maka massa unsur lainnya
dapat diketahui.
Contoh:
Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16; Ca=40)
m C = (Ar C/Mr CaCO3) x m CaCO3
= (12 : 100 ) gr/mol x 50 gram = 6 gram

12
Kadar C = (m C / m CaCO3) x 100%
= (6 gr : 50 gr) x 100 %
= 12%

1.5.3 Hukum Perbandingan Berganda (Hukum Dalton)


Hukum perbandingan berganda menyatakan bahwa "Bila unsur-unsur dapat
membentuk dua macam senyawa atau lebih, untuk massa salah satu unsur yang
sama, massa unsur kedua dalam masing-masing senyawa berbanding sebagai
bilangan bulat dan sederhana".
Contoh:
Bila unsur nitrogen dan oksigen disenyawakan dapat terbentuk,
NO dimana massa N : O = 14 : 16
=7:8
NO2 dimana massa N : O = 14 : 32
= 7 : 16
Untuk massa nitrogen yang sama banyaknya maka perbandingan massa oksigen
pada senyawa
NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2

1.5.4 Hukum-Hukum Gas


Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT
dimana:
P = tekanan gas (atmosfir)
V = volume gas (liter)
n = mol gas
R = tetapan gas universal
= 0.082 L.atm/mol K
T = suhu mutlak (K)
Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan
kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut:
a) Hukum Boyle
Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan

13
n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2
Contoh:
Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada
temperatur tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter dengan
tekanan 2 atmosfir ?
Jawab:
P1 V1 = P2 V2
2 atm x 5 L = P2 x 10 L
P2 = 1 atm

b) Hukum Gay-Lussac
Hukum Gay-Lussac menyatakan bahwa "Volume gas-gas yang bereaksi dan
volume gas-gas hasil reaksi bila diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan
berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana".
Jadi untuk: P1 = P2 dan T1 = T2 berlaku :
V1 / V2 = n1 / n2
Contoh:
Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N2) jika pada kondisi tersebut 1 liter
gas hidrogen (H2) massanya 0.1 g.
Diketahui: Ar untuk H = 1 gr/mol dan N = 14 gr/mol
Jawab:
V1/V2 = n1/n2
(10/1) L = (x/28 gr/mol)/(0.1 / 2) mol
x = 14 gram
Jadi massa gas nitrogen = 14 gram.

c) Hukum Boyle-Gay Lussac


Hukum ini merupakan perluasan hukum sebelumnya diman n1 = n2 sehingga
diperoleh persamaan:
P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2
Pada keadaan STP (0o C, 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya 22.4 liter, volume
ini disebut sebagai volume molar gas.

14
Contoh:
Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH3) pada suhu 27o C dan tekanan 1 atm ?
(Ar: H = 1 ; N = 14)
Jawab:

n = m / Mr Berdasarkan persamaan Boyle-Gay


n = 8,5 gr / 17 gr/mol Lussac:
n = 0,5 mol P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2
Volume NH3 (STP) = (0.5 x 22.4) L (1 x 11,2) / 273 = (1 x V2) / 300
Volume NH3 = 11.2 L V2 = 12.31 liter

d) Hukum Avogadro
Menurut Avogadro:

“Gas-gas yang volumenya sama, jika diukur pada suhu dan tekanan yang sama,
akan memiliki jumlah molekul yang sama pula”

Gambar 2.3. Ilustrasi percobaan Avogadro

Ternyata perbandingan volume gas dalam suatu reaksi sesuai dengan koefisien
reaksi gas-gas tersebut. Hal ini berarti jika volume salah satu gas diketahui, maka
volume gas yang lain dapat ditentukan dengan cara membandingkan koefisien
reaksinya.
Contohnya:
• Pada reaksi pembentukkan uap air.
.2 H2 (g) + O2 (g) 2 H2O (g)
Jika volume gas H2 yang diukur pada suhu 25oC dan tekanan 1 atm adalah 10 liter,
maka volume gas O2 dan H2O pada tekanan dan suhu yang sama dapat ditentukan
dengan cara sebagai berikut :
Volume H2 : Volume O2 = Koefisien H2 : Koefisien O2
......

15
Volume O2 = ½ x 10 L = 5 Liter
• Tentukan volume H2O?
Jawab: Volume H2O = 2/2 x 10 L = 10 Liter

1.6 Rumus Kimia


Rumus kimia menunjukkan jenis dan jumlah relatif atom unsur yang
membentuk suatu senyawa. Banyaknya unsur yang terdapat dalam zat ditunjukkan
dengan angka indeks. Rumus kimia dapat berupa rumus empiris dan molekul.

1.6.1 Rumus Empiris


Kita dapat menyatakan komposisi unsur dalam suatu senyawa dengan
perbandingan seperti 1 : 1, 1 : 2, 2 : 3 dan lain-lain. Ini berarti bahwa unsur dalam
suatu senyawa terdiri atas perbandingan bulat dan sederhana. Pada contoh yang
sama, jika kita menghitung jumlah mol kalsium dan jumlah mol klorin dalam
suatu senyawa, kita dapat menemukan perbandingan jumlah atom kalsium dengan
atom klorin.
Rumus empiris adalah rumus yang menyatakan perbandingan terkecil
atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun senyawa. Rumus empiris suatu
senyawa dapat ditentukan apabila diketahui salah satu dari :
 Massa dan Ar masing-masing unsurnya
 % massa dan Ar masing-masing unsurnya
 Perbandingan massa dan Ar masing-masing unsurnya

1.6.2 Rumus Molekul


Rumus molekul menyatakan jumlah atom-atom dari unsur-unsur yang
menyusun satu molekul senyawa.

Tabel 2.1. Rumus molekul dan rumus empiris beberapa senyawa

16
Rumus Molekul = (Rumus Empiris)n
Mr Rumus Molekul = n x (Mr Rumus Empiris)
Sebagai contoh : senyawa N2O4 dapat dijadikan dalam perbandingan yang
sederhana yaitu 1:2 menjadi NO2. Hampir sama dengan benzena dengan rumus
molekul C6H6 yang memiliki rumus empiris CH karena perbandingannya 1 : 1

1.7 Bilangan Oksidasi


Bilangan oksidasi dari suatu unsur dalam suatu molekul sederhana atau
kompleks adalah ukuran kemampuan suatu atom untuk melepaskan atau
menerima elektron dalam pembentukan suatu senyawa. Jika atom melepaskan
elektron maka bilangan oksidasinya akan memiliki tanda positif. Jika atom
menerima elektron maka bilangan oksidasinya akan memiliki tanda negatif.
Aturan penentuan bilangan oksidasi unsur-unsur adalah sebagai berikut:
1. Bilangan oksidasi untuk unsur bebas adalah 0. Begitu juga dengan
molekul diatomik atau poliatomik.
Contoh: bilangan oksidasi unsur Na, Br, O2, S8 = 0
2. Bilangan oksidasi suatu unsur dalam suatu ion monoatom adalah sebesar
muatan ion yang dimilikinya
Contoh: bilangan oksidasi unsur F- = -1; H+ = +1 , Al3+ = +3
3. Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur dalam suatu senyawa = 0
Contoh: bilangan oksidasi HNO3 = 0
4. Bilangan oksidasi oksigen dalam senyawa = -2
kecuali
a. Dalam peroksida, seperti H2O2, bilangan oksidasi O = -1
b. Dalam superoksida, seperti KO2, bilangan oksidasi O = - ½
c. Dalam OF2, bilangan oksidasi O = +2
5. Bilangan oksidasi suatu unsur dalam suatu ion poliatom adalah sebesar
muatan ion yang dimilikinya

17
Contoh: bilangan oksidasi senyawa NH4+ = +1 sedangkan bilangan oksidasi
senyawa NO32- = -2
6. Bilangan oksidasi Hidrogen dalam senyawa = +1
kecuali dalam hidrida = -1

1.8 Persamaan Kimia


Reaksi kimia selalu terjadi di sekitar kita. Ketika tubuh kita makan maka
di dalam tubuh kita terjadi reaksi kimia. Reaksi kimia berguna juga untuk aki
mobil. Pada saat yang sama reaksi kimia yang tidak kita inginkan juga dapat
terjadi. Semua reaksi kimia baik reaksi yang sederhana ataupun reaksi yang
kompleks dapat mengubah reaktan menjadi produk. Satu atau lebih reaktan yang
mula-mula bereaksi maka akan berubah menjadi satu atau lebih produk kimia.
Reaktan Produk
Di dalam reaksi kimia atom yang terdapat di dalam unsur akan berubah.
Ikatan yang ada akan pecah dan ikatan baru akan terbentuk menjadi produk baru.
Reaksi kimia dapat dijelakan dengan cara yang berbeda. Sebagai contoh
kita dapat mengatakan : besi bereaksi dengan oksigen menghasilkan besi (III)
oksida. Alternatifnya kita dapat mengidentifikasi yang mana produk dan yang
mana reaktan sehingga kita dapat menulis persamaan kimia.
Besi + Oksigen Besi (III) oksida
Dalam persamaan kimia, reaktan dituliskan di sebelah kiri dan produk
dituliskan di sebelah kanan. Mereka dihubungkan dengan tanda panah yang
dibaca “menghasilkan”. Agar lebih efektif dalam menuliskan persamaan kimia
maka kita harus menuliskan rumus kimianya yaitu :
Fe + O2 Fe2O3
Persamaan yang hanya menunjukkan rumus dari reaktan dan produknya
saja adalah bagan persamaan. Bagan persamaan adalah sebuah persamaan kimia
yang tidak menuliskan jumlah produk dan reaktannya.
Wujud dari unsur-unsur yang bereaksi dapat dilihat dari persamaan kimia
yang ada. Simbol yang digunakan unsur adalah : (s) untuk padat, (l) untuk cair,
(g) untuk gas dan (aq) untuk larutan.
Fe(s) + O2(g) Fe2O3(s)

18
Semua persamaan kimia yang telah dituliskan belum tentu jumlahnya
benar. Agar suatu reaksi kimia benar maka harus disetarakan terlebih dahulu.
Pada persamaan kimia yang telah disetarakan jumlah masing-masing unsur dalam
persamaan tersebut adalah sama. Ini berdasarkan pada hukum kekekalan massa.
Kadang-kadang ketika kita menuliskan rumus dari reaktan atau produk di
dalam persamaan, persamaan tersebut telah setara. Ini benar untuk reaksi di
bawah ini :
C(s) + O2(g) CO2(g)
Persamaan itu telah setara. Satu atom karbon dan 2 atom oksigen pada
masing-masing sisi. Karbon juga dapat bereaksi dengan oksigen dan
menghasilkan karbon monoksida.
C(s) + O2(g) CO(g)
Reaksi di atas adalah benar tetapi tidak setara dan tidak mengikuti hukum
kekekalan massa. Untuk menyatarakan suatu reaksi maka syarat-syaratnya
sebagai berikut :
1. Pertama tentukan dahulu yang mana sebagai reaktan dan yang mana
sebagai produk yang bereaksi. Reaktan dituliskan di sebelah kiri dan produk
dituliskan di sebelah kanan dan letakkan tanda panah diantara reaktan dan
produk jika terdapat lebih dari satu reaktan atau produk maka pisahkan
dengan tanda +
2. Tuliskan rumus kimia dari reaktan dan produk.
3. Hitung jumlah atom dari reaktan dan produk. Ion poliatom dihitung
sebagai masing-masing unsurnya sebagai ion tunggal.
4. Setarakan masing-masing unsur dengan menambahkan koefisien.
Koefisien adalah angka yang ditambahkan di depan unsur yang ada di dalam
persamaan kimia. Ketika tidak ada koefisien yang ditulis maka dapat
dikatakan koefisiennya 1, baiknya dimulai dari unsur selain hidrogen atau
oksigen. Kedua unsur ini biasanya digunakan di dalam persamaan lebih dari
dua kali. Anda tidak boleh mengubah subskripnya.
5. Periksa jumlah masing-masing atom atau ion poliatom untuk meyakinkan
kembali bahwa persamaan kimia telah setara.

19
6. Terakhir, pastikan bahwa koefisien yang digunakan menggunakan
perbandingan yang terkecil.

2. TERMOKIMIA
2.1 Energi
Energi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “kerja di dalam”. Kerja
dilakukan ketika materi dipindahkan atau digerakkan. Energi adalah kapasitas
untuk melakukan kerja. Objek dapat melakukan kerja karena memiliki energi
potensial dan energi kinetik. Contohnya air yang ada di puncak sebuah bendungan
memiliki energi potensial karena posisinya dan adanya gaya gravitasi bumi. Oleh
karena itu air memiliki kapasitas untuk melakukan kerja. Ketika air kita biarkan
mengalir melalui pipa ke tingkat yang lebih rendah maka energi potensial diubah
menjadi energi kinetik.
Energi kinetik memiliki rumus sebagai berikut :
Ek = ½ mv2 2.1)

Jika massa dalam kilogram dan kecepatan dalam m/s maka satuan energi
kinetik adalah :
(kg) x (m/s)2 = Kg m2 s-2 atau dikenal dengan satuan Joule.
sedangkan kerja dirumuskan oleh persamaan berikut :
Kerja = gaya x jarak 2.2)

2.2 Terminologi Termokimia


Termokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan energi yang
terjadi dalam reaksi kimia. Biasanya pada saat terjadi perubahan energi kita
melepaskan ataupun menerima energi. Ketika kita memanaskan tangan kita yang
dingin di atas kayu yang dibakar kita menerima energi yang ditandai dengan
terjadinya kenaikan suhu.

2.2.1 Sistem

20
Sistem adalah bagian dari alam yang kita pelajari, sistem bisa jadi larutan
yang ada di dalam beker ataupun gas yang ada dalam tabung. Lingkungan adalah
bagian yang ada di luar sistem. Interaksi mengacu kepada pertukaran energi
ataupun materi atau keduanya antara sistem dan lingkungan.
Ada 3 jenis sistem. Sistem terbuka bereaksi langsung dengan
lingkungannya dan terjadi pertukaran energi ataupun materi. Secangkir kopi panas
merupakan contoh dari sistem terbuka. Pada sistem tertutup terjadi pertukaran
energi tetapi tidak terjadi pertukaran materi. Sebagai contoh sebotol teh yang
tertutup yang kita letakkan di bawah sinar matahari sedangkan sistem terisolasi
tidak terjadi pertukaran energi maupun materi dengan lingkungannya.

2.2.2 Energi Dalam (U)


Energi dalam sistem adalah jumlah total energi yang terdapat di dalam
sistem. Komponen energi kinetik berasal dari pergerakan beberapa jenis tingkat
molekul yaitu : pergerakan translasi, pergerakan rotasi, pergerakan vibrasi, gaya
intra molekular dan gaya inter molekular.

2.2.3 Panas (q)


Panas adalah pertukaran energi antara sistem dan lingkungannya yang
disebabkan oleh adanya perbedaan suhu. Panas bergerak spontan dari tempat yang
memiliki suhu yang tinggi ke tempat yang memiliki suhu yang rendah. Pertukaran
panas akan berhenti pada saat sistem dan lingkungan mencapai suhu yang sama
dan dikatakan sistem dan lingkungan mencapai kesetimbangan termal.

3.2.4 Kerja (w)


Kerja adalah pertukaran energi antara sistem dengan lingkungannya.
Sistem tidak melakukan kerja. Kerja memiliki rumus :
Kerja = gaya x jarak
Sedangkan gaya memiliki rumus
Gaya = tekanan x luas permukaan
Maka rumus diatas dapat menjadi :
w = P x A x h 2.3)

21
Luas permukaan dan tinggi merujuk kepada perubahan volume gas yang dapat
disimbolkan dengan ΔV. Secara matematis kita dapat menulis
ΔV = Vakhir - Vawal
sehingga rumus pada persamaan 2.3 menjadi :
Kerja = tekanan x perubahan volume
= P ΔV
Kerja = - P ΔV 2.4)

Ketika gas diperluas maka ΔV positif dan kerja menjadi negatif. Tanda
negatif berarti sistem kehilangan energi dan energi pindah dari sistem ke
lingkungan. ketika gas dimampatkan oleh lingkungannya maka ΔV negatif dan
kerja menjadi positif dan ini berarti sistem menerima energi.

2.3 Energi Dalam (U), Fungsi keadaan dan Hukum Pertama Termodinamika
Energi dalam adalah fungsi keadaan. Keadaan sistem mengacu kepada
keadaan yang ada, yang ditentukan oleh jenis materi, struktur materi pada tingkat
molekul, suhu dan tekanan awal. Fungsi keadaan adalah sifat yang bergantung
pada keadaan yang ada dari sistem dan tidak bergantung pada bagaimana sistem
mencapainya.
Panas dan kerja bukan fungsi keadaan karena panas dan kerja tidak
terdapat dalam sistem melainkan hanya jumlah energi yang kita amati ketika
sistem berubah dari satu keadaan ke keadaan lainnya.
Perubahan energi dalam antara keadaan awal dan keadaan akhir yaitu :
Keadaan awal keadaan akhir
ΔU = Uakhir – Uawal 2.5)

Kita dapat menggunakan hukum konservasi energi untuk menghitung


perbedaan energi dalam antara keadaan awal dan keadaan akhir yaitu :
Dalam perubahan fisika dan kimia, energi dapat bertukar antara sistem dan
lingkungan, tetapi energi tidak dapat dibuat ataupun dihancurkan
Hukum ini menyatakan bahwa kita dapat menghitung semua pertukaran
energi antara sistem dan lingkungannya, kita dapat menentukan bagaimana energi
dalam dari sistem berubah, baik dalam perubahan kimia atau perubahan fisika.
Perubahan energi dalam sistem berhubungan dengan pertukaran energi yang

22
terjadi seperti panas dan kerja. Hal ini dikenal sebagai hukum pertama
termodinamika dan secara matematis dapat ditulis :
ΔU = q + w 2.6)

Berdasarkan persamaan 2.6 untuk sistem yang terisolasi, energi dalam


tetap konstan. Jika terjadi pertukaran materi maupun energi antara sistem dengan
lingkungannya, maka q dan w bernilai nol sehingga ΔU juga nol dan jika sebuah
sistem menerima panas dan kerja dilakukan pada sistem maka ΔU juga nol.
Adapun cara untuk menentukan tanda yang digunakan dalam hukum pertama
termodinamika, yaitu :
• Energi yang masuk ke sistem memiliki tanda positif, jika panas diserap
oleh sistem q > 0. Jika kerja dilakukan pada sistem maka w > 0
• Energi yang keluar ke sistem memiliki tanda negatif, jika panas dilepaskan
oleh sistem q < 0. Jika kerja dilakukan oleh sistem maka w < 0

2.3.1 Panas Reaksi dan Perubahan Entalpi


Peristiwa reaksi kimia yang sedang dipelajari disebut sistem, sedangkan
segala sesuatu di luar sistem disebut lingkungan. Reaksi eksoterm adalah reaksi
yang melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan. Perubahan yang terjadi pada
reaksi eksoterm yaitu :
• Reaksi endoterm pada sistem terisolasi menghasilkan kenaikan temperatur
sistem
• Reaksi eksoterm pada sistem yang terisolasi menyebabkan panas
dilepaskan ke lingkungan
Reaksi endoterm adalah reaksi yang menyerap kalor dari lingkungan ke sistem.
Perubahan yang terjadi pada reaksi endoterm yaitu :
• Reaksi endoterm pada sistem terisolasi menghasilkan penurunan
temperatur sistem
• Reaksi endoterm pada sistem yang terisolasi menyebabkan panas diserap
dari lingkungan

Gambar 2.1 Reaksi eksoterm


panas panas

Suhu meningkat Tidak ada Suhu


perubahan suhu Meningkat
ΔT
ΔT= 0 ΔT
23
sistem sistem
sistem
panas panas panas
panas

panas panas

Gambar 2.2 Reaksi endoterm


panas panas

Penurunan suhu
panas Tidak ada panas Penurunan suhu panas
ΔT perubahan suhu
ΔT
ΔT= 0 panas
sistem
sistem sistem

panas panas

Panas reaksi disimbolkan dengan qrxn adalah jumlah pertukaran panas


antara sistem dan lingkungannya untuk sebuah reaksi pada suhu tertentu. Kita
dapat memperlakukan reaksi kimia seperti sebuah sistem termodinamika dimana
reaktan berada pada keadaan awal dan produk merupakan keadaan akhir.
Reaktan produk
keadaan 1 : U1 keadaan 2 : U2
Energi dalam untuk 2 keadaan ini memiliki nilai yaitu:
ΔU = U2 - U1 2.7)

Perubahan energi dalam sistem berhubungan dengan pertukaran panas dan


kerja antara sistem dan lingkungan, seperti yang diberikan oleh hukum pertama
termodinamika.
ΔU = q + w
W = - P ΔV
Umumnya reaksi terjadi pada volume atau tekanan yang konstan. Jika
reaksi terjadi pada sistem yang memiliki volume konstan, maka ΔV = 0. Jika ΔV
= 0 maka P ΔV = 0. Jika tidak ada jenis lain dari kerja yang dilakukan selama
reaksi maka w = 0.

24
ΔU = q + w 2.8)

ΔU = q + 0 2.9)

Panas reaksi sama dengan ΔU untuk reaksi ini. Panas reaksi pada volume
konstan disimbolkan sebagai qv (subkrip v menandakan bahwa volume tetap
konstan).
ΔU = qv 2.10)

Panas reaksi sama dengan ΔU untuk reaksi ini. Panas reaksi pada volume
konstan disimbolkan sebagai qp. Kemudian kita dapat mengganti - P ΔV untuk w,
maka hukum pertama termodinamika menjadi :
ΔU = q + w
ΔU = qv - P ΔV
qv = ΔU + P ΔV 2.11)

Ketika reaksi terjadi pada volume konstan semua energi termal dihasilkan
oleh konversi dari energi kimia yang dilepaskan sebagai panas, maka qv = ΔU.
Ketika reaksi terjadi pada tekanan konstan kebanyakan energi termal dilepaskan
juga sebagai panas, tetapi dalam jumlah kecil.

2.3.2 Entalpi
Untuk reaksi yang terjadi pada volume konstan, kita dapat menentukan
ΔU dengan menghitung qv. Walaupun kebanyakan reaksi kimia terjadi pada
tekanan yang konstan tidak pada volume yang konstan. Entalpi didefinisikan
sebagai jumlah energi dalam dan tekanan-volume dari sistem.
H = U + PV
Dari definisi ini kita melihat panas reaksi sebagai perubahan entalpi untuk
proses yang terjadi pada suhu dan tekanan yang konstan.
qv = ΔH = ΔU + P ΔV
Beberapa sifat entalpi, yaitu:
• Entalpi memiliki sifat yang luas. Entalpi sistem bergantung pada jumlah
zat yang ada. Entalpi 2.00 mol CO2 adalah 2 kali entalpi 1.00 mol CO2.
• Entalpi adalah fungsi keadaan. Entalpi sistem bergantung hanya pada
keadaan awal dan akhir dan tidak bergantung pada bagaimana proses

25
mencapainya. Karena U, P dan V adalah fungsi keadaan dan H merupakan
fungsi dari variabel tersebut maka H juga fungsi keadaan
• Perubahan entalpi memiliki nilai yang khas karena entalpi masing-masing
2 keadaan sistem memiliki nilai yang khas. Perbedaan entalpi antara 2
keadaan juga memiliki nilai yang khas. Perubahan entalpi ini sama dengan
panas reaksi qv = ΔH

2.3.3 ΔH untuk reaksi kimia


Suatu reaksi :
CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2 H2O(g) ΔH = - 890.3 kJ
Perubahan entalpi untuk pembakaran 1 mol CH4 pada suhu 25oC adalah – 890.3
kJ. ΔH sama dengan qv dan memiliki nilai negatif maka reaksi pembakaran
metana pada tekanan yang konstan merupakan reaksi eksoterm.

Gambar 2.3 Entalpi


Eksoterm Endoterm
reaktan

E
produk
N
T ΔH < 0 negatif
A
L
P Produk ΔH > 0 Positif
I
reaktan

2.4 Kalorimetri : Menghitung Jumlah Panas


Perhitungan jumlah panas disebut kalorimetri sedangkan alat untuk
menghitung jumlah panas disebut kalorimeter. Kalorimetri berdasarkan pada
hukum konservasi energi. Berhasil tidaknya kalorimetri bergantung pada

26
kemampuan kita untuk menghitung jumlah panas secara akurat dan mengerti
konsep tentang panas jenis dan kapasitas panas.

2.4.1 Kapasitas Panas


Beberapa sistem menyerap sejumlah panas dari lingkungan dan
menyebabkan terjadinya kenaikan suhu sehingga kapasitas panas yang dimiliki
rendah. Sistem yang lain bisa jadi menyerap sejumlah panas tetapi menurunkan
suhu sehingga memiliki kapasitas panas yang tinggi. Kapasitas panas (C) sistem
adalah jumlah panas yang diperlukan untuk mengubah suhu sistem. Kita dapat
menentukan kapasitas panas dengan membagi jumlah panas dengan perubahan
suhu yang dihasilkan.
q
C = 2.12)
∆T
Satuan kapasitas panas adalah J/o C atau J/o K.

2.4.2 Panas Jenis


Kapasitas panas sistem bergantung pada jumlah dan jenis materi di dalam
sistem. Kapasitas panas molar adalah kapasitas panas 1 mol zat. Panas jenis
adalah jumlah panas yang diperlukan untuk mengubah suhu 1 gram zat. Kita
dapat memperoleh panas jenis ketika kita membagi kapasitas panas dengan
massanya.
kapasitas panas
Panas Jenis =
massa
C
panas jenis = 2.13)
m
Karena kapasitas panas adalah C = q/ΔT, maka :
q
Panas jenis = 2.14)
mx ∆T
Dalam perhitungan kalorimetri kita dapat menghubungkan antara panas,
perubahan suhu, massa dan panas jenis zat sehingga diperoleh persamaan yaitu :
q = massa x panas jenis x ΔT 2.15)

ketika kita meningkatkan suhu sistem, suhu akhir Tf lebih tinggi dari pada suhu
awal Ti sehingga ΔT = (Tf - Ti) bernilai positif maka q positif dan panas diserap

27
oleh sistem. Menurunkan suhu sistem berarti Tf lebih kecil daripada Ti, sehingga
ΔT negatif maka q juga negatif dan panas dilepas oleh sistem.
Tabel 2.1. Panas Jenis Beberapa Zat
Zat Panas jenis
Aluminium 0.902
Tembaga 0.385
Etanol 2.46
Besi 0.449
Timbal 0.128
Merkuri 0.139
Perak 0.235
Belerang 0.706
air 4.180

2.4.3 Bomb Kalorimeter : Reaksi pada Volume Konstan


Untuk reaksi pembakaran yang melibatkan gas lain, umumnya digunakan
alat yang disebut dengan bomb kalorimeter. Kalorimeter memiliki kontainer
dengan dinding logam yang kuat. Dalam percobaan yang menggunakan bomb
kalorimeter, diletakkan sampel kecil yang diketahui massanya di dalam kontainer
logam yang ada di dalam bomb kalorimeter. Kemudian kita mengisi bomb dengan
oksigen pada tekanan 30 atm dan mengisi kontainer dengan sejumlah air yang
diketahui volumenya lalu bomb calorimeter dialiri arus listrik, selanjutnya
mencatat temperatur tertinggi yang dicapai larutan. Dari kenaikan suhu dan
kapasitas panas kalorimetri, kita dapat menentukan kenaikan energi termal dari
kalorimeter yaitu :
Qkalorimeter = kapasitas panas kalorimeter x ΔT 2.16)

Sebuah bomb kalorimeter memiliki banyak komponen dengan


menganggap muatan kalorimeter sebagai sebuah sistem yang terisolasi sehingga :
qrxn = - qkalorimeter 2.17)

Jika tekanan dan volume di dalam bomb kalorimeter konstan maka ΔV = 0 dan
w = - P ΔV = 0 sehingga panas reaksi yang kita ukur adalah qv, dan qv =
ΔU, maka:
ΔU = qv = qrxn = - qkalorimeter 2.18)

Dalam persamaan reaksi pembakaran umumnya yang diketahui adalah ΔH


(panas reaksi pada tekanan yang konstan) bukan ΔU (panas reaksi pada volume

28
konstan). Sebenarnya dalam beberapa keadaan ΔH dan ΔU adalah sama karena
PΔV adalah 0 atau nilainya sangat kecil kecuali pada reaksi yang melibatkan
perubahan yang besar pada sejumlah mol gas.
2.5 Hukum Hess
Untuk mencari perubahan entalpi untuk pembakaran karbon menjadi
karbon monoksida tidak dapat menggunakan bomb kalorimeter .

(a) C + ½ O2 (g) CO (g) ΔH(a) = ?


(b) CO (g) + ½ O2 (g) CO2 (g) ΔH(b) = - 283.0 kJ
(c) C + O2 (g) CO2 (g) ΔH(c) = - 393.5 kJ
Pada reaksi di atas untuk mencari perubahan entalpi pada reaksi (a) kita
dapat menggunakan hukum Hess yang berbunyi :
Perubahan entalpi reaksi hanya tergantung pada keadaan awal dan keadaan
akhir dan tidak bergantung pada jalannya reaksi.
Dari ketiga reaksi a, b, dan c diketahui bahwa ΔH(a) merupakan perbedaan
antara ΔH(b) dan ΔH(c).
ΔH(a) = ΔH(c) - ΔH(b)
Maka reaksi di atas dapat diubah urutannya menjadi :

(b) CO2 (g) CO (g) + ½ O2 (g) ΔH(b) = - ( - 283.0 kJ)


(c) C +O2 (g) CO2 (g) ΔH(c) = - 393.5 kJ
(a) C + ½ O2 (g) CO (g) ΔH(a) = - 110.5 kJ

Dengan menjumlahkan persamaan b dan c, CO2 menjadi habis dan


penjumlahan ½ O2 di sebelah kanan pada persamaan yang dilabel – (b) dan 1 O2
pada sisi kiri persamaan (c) menjadi ½ O2 pada sisi kiri persamaan.
Sebuah cara untuk menggabungkan 2 atau lebih persamaan kimia dan nilai
ΔH untuk memperoleh nilai ΔH reaksi yang lain yaitu :
• Balikkan persamaan reaksi tertentu dan ubah tanda ΔH nya
• Kalikan persamaan reaksi tertentu dan nilai ΔHnya dengan faktor yang
sesuai. Faktor yang digunakan bisa bilangan bulat (2, 3, ...) atau fraksi (¼, ½, .
..)
Contoh :

29
Hitunglah perubahan entalpi untuk reaksi (a), dari data yang didapat dari
persamaan (b), c) dan (d) !
(a) 2 C + 2H2 (g) C2H4 (g) ΔH = ?
(b) C + O2 (g) CO2(g) ΔH = - 393.5 kJ
(c) C2H4 (g) + 3O2 (g) 2CO2 (g) + 2H2O (l) ΔH = - 1410.9 kJ
(d) H2 (g) + ½ O2 (g) H2O (l) ΔH = - 285.8 kJ
Jawab
Pertama kita lihat persamaan (a) yang memiliki 2 C dan pasangkan dengan
persamaan (b) yang hanya memiliki 1 C maka persamaan (b) kita kalikan dengan
2 menjadi :
(b) 2 C + 2 O2 (g) 2CO2(g) ΔH = 2 x (- 393.5 kJ) = - 787.0 kJ
Berikutnya kita lihat C2H4 pada sisi sebelah kanan, maka kita pasangkan
dengan persamaan (c) dan kita perlu untuk membalik persamaan tersebut dan
mengubah tanda nilai ΔH menjadi :
(c) 2CO2 (g) + 2H2O (l) C2H4 (g) + 3O2 (g) ΔH = - (- 1410.9 kJ)
Terakhir, kita lihat persamaan pada unsur 2H2 pada sebelah kanan. Untuk
mendapatkan 2H2 ke dalam persamaan akhir, kita perlu mengalikan persamaan (d)
dan nilai ΔH menjadi :
(d) 2 H2 (g) + O2 (g) 2H2O (l) ΔH = 2 x (- 285.8 kJ) = - 571.6 kJ
Maka persamaan di atas dapat kita susun menjadi :
(b) 2 C + 2 O2 (g) 2CO2(g) ΔH = 2 x (- 393.5 kJ) = - 787.0 kJ
(c) 2CO2 (g) + 2H2O (l) C2H4 (g) + 3O2 (g) ΔH = - (- 1410.9 kJ)
(d) 2 H2 (g) + O2 (g) 2H2O (l) ΔH = 2 x (- 285.8 kJ) = - 571.6 kJ

(a) 2C + 2H2(g) C2H4 (g) ΔH = - 787.0 kJ + 1410.9 kJ - 571.6 kJ = 52.3 kJ

2.6 Entalpi Standar Pembentukan


Kita dapat menentukan perubahan entalpi beberapa reaksi dengan
menggunakan bomb kalorimeter dan juga hukum Hess. Perubahan entalpi
dirumuskan oleh persamaan berikut yaitu :
ΔH = Hproduk - Hreaktan 2.19)

Perubahan entalpi standar adalah perubahan entalpi untuk reaksi dimana


reaktan dalam keadaan standar menghasilkan produk dalam keadaan standar. Kita

30
menggunakan superskrip simbol derajat (o) untuk menyimbolkan perubahan
entalpi standar. Perubahan entalpi standar disimbolkan ΔHo.
Perubahan entalpi standar pembentukan (ΔHfo) suatu zat adalah perubahan
entalpi yang terjadi dalam pembentukan 1 mol zat dari unsur-unsurnya dimana
produk dan reaktan dalam keadaan standar. Tanda derajat superskrip merupakan
label perubahan entalpi sebagai perubahan entalpi standar dan subskrip f
mengacu pada reaksi dimana senyawa dibentuk dari unsur-unsurnya. Perubahan
entalpi standar pembentukan sering dikenal dengan panas standar pembentukan
atau lebih sederhana dikenal dengan panas pembentukan.

Tabel 2.2. Beberapa Entalpi Standar Pembentukan Pada Suhu 25o C.


Zat ΔHfo kJ / mol Zat ΔHfo kJ / mol
CO(g) - 110.5 HCl(g) - 92.31
CO2(g) - 393.5 HF(g) - 271.1
CH4(g) - 74.81 HI (g) 26.48
C2H2(g) 226.7 H2O(g) - 241.8
C2H4(g) 52.26 H2O(l) - 285.8
C2H6(g) - 84.68 NH3(g) - 46.11
C3H8(g) - 103.8 NO(g) 90.25
C4H10(g) - 125.7 N2O(g) 82.05
C6H6(l) 48.99 NO2(g) 33.18
CH3OH(l) - 238.7 N2O4(g) 9.16
CH3CH2OH(l) - 277.7 SO2(g) - 296.8
HBr(g) - 36.40 SO3(g) - 395.7
Ada 2 bentuk karbon yaitu grafit dan intan yang dapat dicapai pada suhu
25o C dan tekanan 1 atm. Dua bentuk ini memiliki perubahan entalpi standar
pembentukan yang berbeda.
1) C (grafit) + O2 (g) CO2 (g) ΔHo = - 393.5 kJ
2) C (intan) + O2 (g) CO2 (g) ΔHo = - 395.4 kJ
Jika kita balik persamaan kedua dan menambahkannya ke reaksi pertama dengan
menggunakan hukum Hess diperoleh:
C (grafit) C (intan) = ΔHo = - 393.5 kJ – (- 395.4 kJ) = 1.9 kJ
Perubahan entalpi standar dari pembalikan nitrogen oksida menjadi
dinitrogen tetraoksida pada suhu 25o C dan tekanan 1 atm dapat diketahui dengan
menggunakan data perubahan entalpi standar pembentukan pada kedua gas
sehingga :
2 NO2 (g) N2O4 (g) ΔHo = ?

31
Dari tabel entalpi standar pembentukan pada kedua gas yaitu :
(a) ½ N2 (g) + O2 (g) NO2 (g) ΔHo =ΔHfo [NO2(g)] = 33.18 kJ
(b) N2 (g) + 2 O2 (g) N2O4 (g) ΔHo =ΔHfo [N2O4(g)] = 9.16 kJ
Dengan hukum Hess, kita dapat menggabungkan 2 persamaan ini dan
memperoleh persamaan yang kita inginkan. Untuk melakukan ini pertama kita
balik lalu dikalikan 2 selanjutnya dijumlahkan dengan persamaan (b).

- 2 x (a ) NO2(g) ½ N2 (g) + O2 (g) ΔHo = - 2 ΔHfo [NO2(g)] = - 66.36 kJ


(b) N2 (g) + 2 O2 (g) N2O4 (g) ΔHo = ΔHfo [N2O4(g)] = 9.16 kJ

2 NO2 (g) N2O4 (g) ΔHo = - 66.36 kJ + 9.16 kJ = - 57.20 kJ


Ini merupakan contoh umum yang menunjukkan hubungan perubahan
entalpi reaksi dengan perubahan entalpi standar pembentukan tanpa melalui
hukum Hess
ΔHo = Σ vp x ΔHfo (produk) - Σ vr x ΔHfo(reaktan) 2.20)

Simbol v menyatakan koefisien stoikiometri yang digunakan di depan


rumus senyawa dalam persamaan kimia.

2.7 Perubahan spontan


Peleburan es dalam larutan es teh pada suhu kamar, besi direaksikan
dengan air, dan reaksi antara logam natrium dan gas klor merupakan contoh dari
perubahan spontan.
2Na(s) + Cl2(g) 2NaCl(s)
Proses spontan adalah proses yang terjadi dalam sistem (reaktan) dan tidak
ada kerja di luar sistem. Kita tidak dapat membekukan air pada tekanan 1
atmosfir dan suhu 25oC karena hal tersebut merupakan proses yang tidak spontan.
Proses tidak spontan mungkin terjadi tetapi memerlukan kerja di luar sistem.
Sebagai contoh, kita dapat menguraikan natrium klorida menjadi logam natrium
dan gas klor dengan cara melebur padatan NaCl dan melewatkan arus listrik.
Reaksi ini dikenal dengan sel elektrolisis.

2.8 Energi Ikatan

32
Reaksi kimia merupakan proses pemutusan dan pembentukan ikatan.
Proses ini selalu disertai perubahan energi. Energi yang dibutuhkan untuk
memutuskan ikatan kimia 1 mol senyawa berwujud gas menjadi atom-atom gas
pada keadaan standar disebut energi ikatan. Untuk molekul kompleks, energi yang
dibutuhkan untuk memecah molekul itu sehingga membentuk atom-atom bebas
disebut energi atomisasi.
Harga energi atomisasi ini merupakan jumlah energi ikatan atom-atom
dalam molekul tersebut. Untuk molekul kovalen yang terdiri dari dua atom seperti
H2, O2, N2 atau HI yang mempunyai satu ikatan maka energi atomisasi sama
dengan energi ikatan. Energi atomisasi suatu senyawa dapat ditentukan dengan
menggunakan entalpi pembentukan senyawa tersebut. Secara matematis hal
tersebut dapat dijabarkan dengan persamaan :
∆ H reaksi = Σ energi pemutusan ikatan – Σ energi pembentukan ikatan
∆ H reaksi = Σ energi ikatan di kiri – Σ energi ikatan di kanan
Contoh:
Diketahui :
energi ikatan:
C - H = 414,5 kJ/Mol
C = C = 612,4 kJ/mol
C - C = 346,9 kJ/mol
H - H = 436,8 kJ/mol
Tabel 2.3. Daftar Energi Ikatan
Energi ikatan (kJ/mol)

Ikatan Tunggal

Ikatan rangkap

33
Ditanya: ∆ H reaksi dari C2H4(g) + H2(g)  C2H6(g)
Penyelesaian :
∆ H reaksi = Σ energi pemutusan ikatan – Σ energi pembentukan ikatan
= (4(C-H) + (C=C) + (H-H)) - (6(C-H) + (C-C))
= ((C=C) + (H-H)) - (2(C-H) + (C-C))
= (612.4 + 436.8) - (2 x 414.5 + 346.9)
= - 126,7 kJ

2.9 Entropi (S)


Entropi adalah suatu sifat sistem yang mengukur ketidakteraturan sistem,
yaitu ketidakteraturan susunan molekul-molekulnya dalam ruangan serta
distribusi energinya.
Perubahan entropi (ΔS) merupakan fungsi keadaan. Pada umumnya,
entropi meningkat untuk proses berikut ini :
• Pelelehan padat menjadi cair
• Penguapan padatan atau cairan membentuk gas
• Pelarutan padatan atau cairan dalam pelarut untuk membentuk larutan non
elektrolit
• Reaksi kimia yang menghasilkan sejumlah molekul gas
• Pemanasan zat
Kadang-kadang kita memerlukan nilai perubahan entropi. Untuk mendapatkan
nilai ini, kita harus menghubungkan perubahan entropi sistem ΔS dengan jumlah
panas, qrev, yang mengalami pertukaran antara sistem dengan lingkungan pada
suhu Kelvin.

34
q rev
ΔS = 2.21)
T

2.9.1 Entropi molar standar


Entropi molar standar dapat digunakan untuk menentukan perubahan
entropi standar untuk reaksi kimia. Kita dapat menghubungkan perubahan entropi
dengan entropi produk dan entropi reaktan sehingga diperoleh persamaan di
bawah ini :

ΔS = Σ vp x So (produk) - Σ vr x So (reaktan)

2.10 Hukum Kedua Termodinamika


Hukum kedua termodinamika menerangkan antara lain arah proses-proses
spontan dan keterbatasan pengubahan kalor menjadi kerja. Dalam bentuknya yang
paling umum hukum kedua termodinamika dirumuskan melalui suatu besaran
yang disebut entropi.
Entropi adalah suatu fungsi keadaan yang secara matematika didefinisikan
sebagai :
δ qrev
dS = 2.22)
T
qrev ialah kalor yang dipertukarkan antara sistem dan lingkungan secara
reversibel. Proses yang berlangsung reversibel adalah proses yang berjalan
demikian lambatnya sehingga sistem tetap dalam kesetimbangan. Walaupun
dalam praktek tidak ada proses yang memenuhi persyaratan ini, namun ada
sejumlah proses yang dapat diperlakukan demikian. Salah satu diantaranya ialah
proses pengubahan fasa pada titik transisi, misalnya proses penguapan air pada
suhu 100oC dan tekanan 1 atm.
100oC
H2O(l) H2O(g)
1 atm
Pada suhu 100oC dan tekanan 1 atm kedua fasa (air dan uap air) berada
dalam kesetimbangan, sehingga apabila diandaikan berlangsung cukup lambat,
maka proses ini dapat dianggap reversibel. Pada proses ini qrev = ∆ Hv, yaitu kalor

35
penguapan. Karena dS merupakan diferensial eksak, maka perubahan entropi
yang terjadi dalam setiap proses atau reaksi adalah :
∆ S = S2 – S1 2.23)

dengan S1 ialah entropi sistem dalam keadaan awal dan S2 ialah entropi sistem
dalam keadaan akhir.
Perhitungan perubahan entropi pada proses fisis untuk proses yang tidak
disertai dengan perubahan fasa.

Contoh : H2O (l, 25oC, 1 atm)  H2O (l, 75oC, 1 atm)

δ qrev
dS =
T
Pada tekanan tetap δ qrev = dH = Cp dT, sehingga
Cp
dS = dT 2.24)
T
Jika diasumsikan bahwa Cp bukan fungsi dari temperatur, maka persamaan ini
dapat diintegrasi, menjadi :
T2
∆S = C p ln 2.25)
T1
Untuk air, Cp = 75,6 JK-1 mol-1, sehingga bagi proses di atas
348
∆S = 75 ,6 ln = 11,7 JK −1 mol −1

298
Proses perubahan fasa secara reversibel dapat dihitung dari persamaan :
δ qrev dH
dS = =
T T
∆H
∆S = 2.26)
T

∆ H disebut kalor transisi, yang dapat berupa kalor penguapan, kalor sublimasi,
dan sebagainya.

Contoh : H2O (l, 100oC, 1 atm)  H2O (g, 100oC, 1 atm)


∆ Hv = 40,67 kJ/mol

36
40 ,670 −1
∆S = =109 ,3 kJ mol
373
Proses irreversibel,
Contoh : H2O (l, 25oC, 1 atm)  H2O (g, 100oC, 1 atm)
Proses ini dapat terjadi dalam beberapa tahap, dengan catatan bahwa pengubahan
fasa itu berlangsung secara reversibel, kemudian hitung ∆ S dari tiap bagian.
∆S
H2O (l, 25oC, 1 atm) H2O (g, 100oC, 1 atm)
∆ S1
∆ S2
H2O (l, 100oC, 1 atm)

Pada reaksi kimia :


aA + bB  cC + dD
Karena S adalah fungsi keadaan, maka ∆ S diberikan oleh
∆S = Sproduk - Spereaksi
= c SC + d SD – a SA – b SB
Menurut hukum kedua termodinamika :
Semua proses (spontan) yang terjadi di alam semesta selalu disertai dengan
peningkatan entropi.
Artinya :
Jika ∆ Sas ialah perubahan entropi yang terjadi di alam semesta, maka bagi
setiap proses spontan berlaku ∆ Sas > 0, mengingat bahwa alam semesta = sistem
ditambah lingkungan, maka dapat dikatakan bahwa bagi semua proses spontan
(∆ S + ∆ S1) > 0 dengan ∆ S ialah perubahan entropi sistem dan ∆ S1 ialah
perubahan entropi lingkungan.
Perubahan entropi dapat dilihat jika serbuk tembaga ditambahkan pada
larutan perak nitrat. Apakah terjadi reaksi spontan ?
Cu(s) + 2Ag+(aq)  Cu2+(aq) + 2Ag(s)
Perubahan entropi sistem adalah :
∆ So=SoCu2+ +2SoAg- SoCu – 2So Ag+
= -99,6 + 2(42,6) – 33,2 – 2(72,7)
= -19,30 J/K

37
Perubahan entropi lingkungan dapat dihitung dari :
∆H
∆S1 = − 2.27)
T
dengan ∆ H adalah entalpi reaksi dari reaksi tersebut.
Perhitungan entalpi reaksi :
∆ H0 = ∆ Hf0 (Cu2+) – 2 ∆ Hf0 (Ag+)
= 64,8 – 2 (105,6) = - 146,4 kJ
+146400 J −1
∆S1 = = 491 ,3 JK
298 K

Jadi ∆ Sas = ∆ S0 + ∆ S1
= -193,0 + 491,3
= 298,3 JK-1
∆ Sas > C  reaksi spontan
Kebergantungan ∆ S sama halnya dengan entalpi reaksi dimana
T2
∆S 2 − ∆S1 = C p ln
T1
2.28)

dimana ∆ S1 dan ∆ S2 adalah masing-masing perubahan entropi pada T1 dan T2.


Contoh :
CaO(s) + CO2(g)  CaCO3(s)
∆ S0298 = -160,5 JK-1
∆ S0500 = .. ?
Entropi adalah suatu sifat sistem yang mengukur ketidakteraturan sistem,
yaitu ketidakteraturan susunan molekul-molekulnya dalam ruangan serta
distribusi energinya. Sistem dengan susunan molekul yang serba teratur (padatan
kristal) mempunyai ketidakteraturan yang rendah, jadi mempunyai nilai entropi
yang rendah pula. Sebaliknya suatu zat dalam keadaan gas mempunyai nilai
entropi yang tinggi. Jika suatu proses terjadi dengan spontan maka ini berarti
sistem akan berpindah ke keadaan dengan kebolehjadian yang lebih tinggi.
Keadaan dengan kebolehjadian yang tinggi merupakan keadaan ketidakteraturan
yang tinggi pula.

38
Gambar 2.4. Hubungan entropi dan suhu

Jadi disimpulkan :
Setiap proses (spontan) cenderung berlangsung ke arah tercapainya
ketidakteraturan sistem yang setinggi-tingginya.
Pada perubahan eksotermik, panas yang dilepas sistem diserap oleh
lingkungan menyebabkan gerak acak partikel di lingkungan meningkat sehingga
entropi meningkat qsis < 0; qsurr > 0; ∆ Ssurr > 0 dan pada perubahan endotermik,
sistem menyerap panas dan lingkungan melepas panas sehingga entropi
lingkungan menurun, qsis > 0; qsurr < 0; ∆ Ssurr < 0.
Perubahan entropi lingkungan berbanding lurus dengan perubahan panas
sistem dan berbanding terbalik dengan temperatur lingkungan sebelum terjadi
pertukaran panas
∆ Ssurr ∝ -qsis, dan ∆ Ssurr ∝ 1/T Kombinasinya menghasilkan
∆ Ssurr = -qsis/T 2.29)

Jika proses berlangsung pada tekanan konstan, qp sama dengan ∆ H sehingga


∆ Ssurr = -∆ Hsis/T 2.30)

2.11 Energi bebas dan Perubahan energi bebas


Energi bebas Gibbs (G) merupakan fungsi termodinamika yang
dirumuskan dengan persamaan
ΔG = - T ΔS 2.31)

Perubahan energi bebas, ΔG, untuk sebuah proses pada suhu dan tekanan
yang konstan terdapat dalam persamaan Gibbs yaitu :
ΔG = ΔH - T ΔS 2.32)

39
Perubahan spontan memiliki nilai ΔG < 0. Di bawah ini terdapat kriteria
proses pada suhu dan tekanan yang konstan.
• Jika ΔG < 0 (negatif) prosesnya spontan
• Jika ΔG > 0 (positif) prosesnya tidak spontan
• Jika ΔG = 0 tidak ada perubahan dan reaksi setimbang

2.12 Hukum Ketiga Termodinamika


Suatu reaksi kimia dianggap terjadi pada sebuah bejana dengan tekanan
tetap dan bejana tersebut berkontak dengan reservoir pada suhu tetap T.

Bila suhu sistem naik akibat reaksi, maka panas akan mengalir dari sistem
ke reservoir sampai suhu menjadi T. Pada proses dengan tekanan sama, panas
yang mengalir ke reservoir ini sama dengan perubahan entalpi :
∆ H = H2 - H1 = -Q 2.33)

(1 : sebelum, 2 : sesudah)
Bila reaksi berupa :
Ag + HCl AgCl + ½ H2
Maka H1 merupakan entalpi perak dan asam klorida dan H2 merupakan entalpi
perak klorida dan gas hidrogen.

dari
dapat ditulis
atau

2.34)

40
Jadi perubahan entalpi serupa dengan perubahan fungsi Gibbs bila
mendekati nol.

Gambar 2.5. Grafik Hubungan Entalpi, Energi Bebas, Dan Suhu

Eksperimen Thomsen-Berthelot menunjukkan bahwa pada umumnya nilai


∆ G mendekati ∆ H bila suhu diturunkan. Berdasarkan hal tersebut Nernst
menyimpulkan bahwa pada suhu sangat rendah :

(lihat gambar 3.5)


Seterusnya dapat ditulis
2.35)

tetapi karena maka

2.36)

Hal ini merupakan teorema panas Nernst yang menyatakan : Pada sekitar
suhu absolut nol, semua reaksi dalam fasa liquid dan padat dalam keseimbangan
internal berlangsung tanpa terjadi perubahan entropi.
Planck, 1911, berhipotesa lebih lanjut bahwa : Entropi setiap zat padat
atau cairan dalam keseimbangan internal pada suhu nol absolut adalah nol.

Ini dikenal sebagai Hukum Termodinamika Ketiga. Berdasarkan hal tersebut


konstanta S0 adalah nol dan T0 = 0 sehingga sesuai dengan persamaan
2.37)

41
Seterusnya karena entropi pada T harus finite (bernilai tertentu), maka supaya
integral tidak divergen :
2.38)

Perubahan entropi sekitar suhu nol juga nol :

2.39)

Dengan menggunakan relasi Maxwell, didapat :


2.40)

Karena V tetap finite ketika  0, maka

Kembali ke data eksperimen :


Untuk tembaga :

Tampak bahwa Cp dan Cv akan mendekati nol bila suhu  0. Hukum


ketiga ini menyatakan bahwa tidak mungkin menurunkan suhu sistem sampai nol
dengan sejumlah operasi tertentu.
Suhu terendah yang pernah dicapai di laboratorium adalah 10-3 K.
Sebenarnya suhu 10-6 K hampir dapat dicapai oleh inti tembaga yang didinginkan,
namun karena kontak termal yang kurang baik (antara sistem spin inti dan kisi)
sehingga seluruh sistem kisi tidak dapat mencapai suhu rendah tersebut.

42
3. STRUKTUR ATOM
3.1 Atom
Andaikan kita mengambil sebagian kecil unsur Timbal (Pb) dan kita
potong menjadi bagian yang paling kecil yang kita bisa, bagian kecil tersebut
masih merupakan bagian dari timbal. Bagian terkecil itu disebut partikel. Partikel
yang dimaksud adalah atom yaitu partikel terkecil dari unsur yang masih memiliki
sifat dari unsurnya. Atom timbal sangat kecil dan tidak ada alat pemotong yang
bisa untuk memisahkan atom tunggal. Satu gram timbal berbentuk kubus yang
berukuran kurang dari 0,5 cm pada sisi-sisinya, mengandung 2,9 x 1021 atom.
Ide tentang atom pertama kali dipelopori oleh Democritus, berkebangsaan
Yunani yang hidup pada abad ke-4. Teori Democritus hanya berdasarkan pada
intuisi dan kepercayaannya tentang sebuah penjelasan
sederhana yang mendasari percobaan yang kompleks
setiap harinya. Democritus berpikir bahwa dunia dibuat
oleh dua hal yaitu ruangan yang kosong dan partikel
kecil yang disebutnya atom. Kata ini berasal dari bahasa
Yunani yaitu ”atomos” yang berarti ”tidak dapat
dibagi”. Dia juga mengatakan bahwa atom sangat kecil
dan tidak bisa dihancurkan atau dipotong-potong lagi. Atom tidak dapat dipecah-
pecah lagi karena merupakan partikel yang sangat kecil yang mungkin ada.
Ditambahkannya, bahwa atom-atom ini sangat banyak dan mereka memiliki

43
bentuk yang berbeda-beda. Setiap atom yang berasal dari benda yang berbeda
maka jenis atomnya akan berbeda pula.

3.2 Hipotesis Dalton


Seorang ahli kimia dan ahli fisika berkebangsaan inggris John Dalton
(1766-1844) menyatakan pernyataan pertamanya tentang teori atom. Pada tahun
1780, Lavoiser melakukan pengukuran kuantitatif dalam menentukan komposisi
senyawa dengan tepat. Tahun 1799 terdapat data yang cukup untuk
diakumulasikan oleh Proust untuk membuat Hukum Perbandingan Tetap. Tahun
1803 Dalton menuliskan bahwa oksigen dan karbon bergabung untuk membentuk
senyawa yang memiliki perbandingan komposisi yang berbeda sehingga dikenal
sebagai Hukum Perbandingan Berganda. Dalton mengemukakan teori atomnya
untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa unsur-unsur berikatan dengan yang
lain dengan perbandingan yang tetap dan terkadang dengan perbandingan
berganda, Dalton membuat teori atomnya.
Teori atom Dalton terdiri atas pendapat-pendapat berikut :
1. Semua unsur terdiri atas partikel kecil yang disebut atom;
2. Atom yang berasal dari unsur yang sama maka akan mirip sifatnya
sedangkan atom yang berasal dari unsur yang tidak sama maka akan berbeda
sifatnya;
3. Atom yang berasal dari unsur yang berbeda dapat berikatan dengan atom
yang lain dan membentuk senyawa dengan perbandingan yang sederhana;
4. Reaksi kimia terjadi ketika atom-atom dipisahkan, dilebur atau bergabung
kembali. Bagaimanapun atom dari satu unsur tidak akan berubah menjadi
atom lain dengan reaksi kimia.

Gambar 3.1. Model Atom Dalton

44
Atom dari unsur A Atom dari unsur B Campuran atom A Molekul Senyawa
dan atom B yang terdiri atas
atom A dan atom B

Menurut teori atom Dalton senyawa terdiri atas atom-atom berbeda yang
berikatan bersama-sama. Senyawa memiliki komposisi yang tetap karena mereka
mengandung perbandingan yang sesuai dan masing-masing atomnya memiliki
berat yang khas,. Ditambahkannya bahwa reaksi kimia terjadi ketika atom-atom
tersebut berikatan kembali.
Model atom Dalton berukuran kecil, tidak dapat dibagi lagi, merupakan
partikel yang tidak dapat dihancurkan, dan memiliki massa serta ukuran dan sifat
kimianya ditentukan oleh jenis unsurnya. Atom yang berasal dari unsur yang
berbeda maka memiliki massa yang berbeda. Dalton berpendapat bahwa jika dua
unsur berikatan untuk membuat hanya satu senyawa, senyawa itu terdiri dari satu
atom dari masing-masing unsurnya. Karena perbandingan sederhana atom-atom
ini maka massa dari unsur-unsur yang berikatan akan ada dalam perbandingan
yang sederhana pula.
Kita sekarang tahu bahwa pendapat Dalton tidak benar. Partikel gas tidak
berikatan satu sama lain. Belum tentu senyawa yang sangat sederhana yang
dibentuk dari A dan B, akan dibentuk dari satu atom A dan satu atom B.
Contohnya air, yang terbentuk dari 2 atom hidrogen dan 1 atom oksigen.

3.3 Model Atom Mekanika Gelombang


Model atom Bohr merupakan model atom yang berlaku untuk atom yang
memiliki jumlah elektron sedikit dan tidak dapat menjelaskan bagaimana adanya
sub lintasan-lintasan yang terbentuk diantara lintasan-lintasan elektron. Karena itu
dalam perkembangan selanjutnya, teori atom dikaji dengan menggambarkan
pendekatan teori atom mekanika kuantum.
Teori atom mekanika gelombang dimulai dari teori Max Planck yang
mengemukakan kuanta-kuanta energi dilanjutkan oleh Louis de Broglie tentang
dualisme partikel, kemudian oleh Werner Heisenberg tentang prinsip

45
ketidakpastian dan yang terakhir adalah Erwin Schrodinger tentang persamaan
gelombang.
Mekanika kuantum dapat mengatasi kelemahan teori atom Bohr dan
memperbaiki model atom Bohr dalam hal bentuk lintasan elektron dari yang
berupa lingkaran dengan jari-jari tertentu menjadi orbital dengan bentuk ruang
tiga dimensi yang tertentu.

3.3.1 Teori Kuantum


Teori kuantum dari Max Planck mencoba menerangkan jenis radiasi yang
dipancarkan oleh benda mampat. Radiasi inilah yang menunjukkan sifat partikel
dari gelombang. Radiasi yang dipancarkan setiap benda terjadi secara tidak
kontinu (diskontinu) dipancarkan dalam satuan kecil yang disebut kuanta (energi
kuantum).
Planck berpendapat bahwa kuanta yang berbanding lurus dengan frekuensi
tertentu dari cahaya, semuanya harus berenergi sama dan energi ini E berbanding
lurus dengan h dan V. Jadi :
3.1)

Planck menganggap bahwa energi elektromagnetik yang diradiasikan oleh


benda, timbul secara terputus-putus walaupun penjalarannya melalui ruang yang
merupakan gelombang elektromagnetik yang kontinu.

Gambar 3.2. Spektrum elektromagnetik

46
Einstein mengusulkan tidak hanya cahaya yang dapat dipancarkan dalam
kuanta pada saat tertentu, tetapi cahaya juga menjalar dalam kuanta tertentu.
Hipotesis ini menerangkan efek fotolistrik, yaitu elektron yang terpancar bila
frekuensi cahaya cukup tinggi, terjadi dalam daerah cahaya tampak dan ultra
ungu.
Hipotesis dari Max Planck dan Einstein menghasilkan rumusan empiris
tentang efek fotolistrik yaitu:

hV = Kmax + hVo 3.2)

hV = isi energi dari masing-masing cahaya kuantum yang datang


Kmax = energi fotoelektron maksimum
hVo = energi minimum yang diperlukan untuk melepaskan sebuah
elektron pada
permukaan logam yang disinari

Tidak semua fotoelektron mempunyai energi yang sama sekalipun


frekuensi cahaya yang digunakan sama. Tidak semua energi foton (hv) bisa
diberikan pada sebuah elektron. Untuk melepaskan elektron dari permukaan
logam biasanya memerlukan separuh dari energi yang diperlukan untuk
melepaskan elektron dari atom bebas dari logam yang bersangkutan. Penafsiran
Einstein mengenai fotolistrik dikuatkan dengan emisi termionik. Dalam emisi
fotolistrik, foton cahaya menyediakan energi yang diperlukan elektron untuk
lepas, sedangkan dalam emisi termionik kalorlah yang menyediakannya.

Gambar 3. 3. Efek Fotolistrik

Elektron tertarik ke kutub (+)

Kutub positif

Permukaan logam yang sensitif


dengan cahaya

47
baterai amperemeter

Usul Planck mengusulkan bahwa benda memancarkan cahaya dalam


bentuk kuanta tidak bertentangan dengan penjalaran cahaya sebagai gelombang.
Sementara Einstein menyatakan cahaya bergerak melalui ruang dalam bentuk
foton. Kedua hal ini baru dapat diterima setelah Compton melakukan percobaan
yang menunjukkan adanya perubahan panjang gelombang dari foton yang
terhambur dengan sudut (φ ) tertentu oleh partikel bermassa diam (mo).
Perubahan ini tidak bergantung dari panjang gelombang foton datang (λ ).
Hasil pergeseran Compton sangat kecil dan tidak terdeteksi. Hal ini terjadi
karena sebagian elektron dalam materi terikat lemah pada atom induknya dan
sebagian lainnya terikat kuat. Jika elektron ditimbulkan oleh foton, seluruh atom
bergerak, bukan hanya elektron tunggalnya.

Gambar 3. 4. Dispersi cahaya

Merah

Jingga
cahaya putih
Kuning

Hijau

Biru
Nila
Ungu

Teori gelombang cahaya menjelaskan difraksi dan interferensi yang tidak


dapat dijelaskan oleh teori kuantum. Sedangkan teori kuantum menjelaskan efek
fotolistrik yang tidak dapat dijelaskan oleh teori gelombang.
Perhatikan gambar berikut :

48
Gambar 3.5 (a) Teori gelombang cahaya menjelaskan difraksi dan interferensi yang tidak
dapat dijelaskan oleh teori kuantum. (b) Teori kuantum menjelaskan efek fotolistrik yang
tidak dapat dijelaskan oleh teori gelombang.

Bila cahaya melalui celah-celah, cahaya berlalu sebagai gelombang, ketika


tiba di layar cahaya berlalu sebagai partikel. Berdasarkan data tersebut, dilakukan
eksperimen lanjutan yang meneliti sifat dualisme gelombang dan partikel.

3.3.2 Dualisme Gelombang dan Partikel


Louis de Broglie meneliti keberadaan gelombang melalui eksperimen
difraksi berkas elektron. Dari hasil penelitiannya inilah dikemukakan bahwa
materi mempunyai sifat gelombang di samping partikel, yang dikenal dengan
prinsip dualitas.
Sifat partikel dan gelombang suatu materi tidak tampak sekaligus, sifat
yang tampak jelas tergantung pada perbandingan panjang gelombang de Broglie
dengan dimensinya serta dimensi sesuatu yang berinteraksi dengannya.
Partikel yang bergerak memiliki sifat gelombang. Fakta yang mendukung
teori ini adalah petir dan kilat. Kilat akan lebih dulu terjadi daripada petir. Kilat
menunjukkan sifat gelombang berbentuk cahaya, sedangkan petir menunjukkan
sifat partikel berbentuk suara. Hipotesis de Broglie dibuktikan oleh C. Davidson
an LH Giermer (Amerika Serikat) dan GP Thomas (Inggris).
Prinsip dualitas inilah menjadi titik pangkal berkembangnya mekanika
kuantum oleh Erwin Schrodinger.

3.3.3 Erwin Schrodinger


Sebelum Erwin Schrodinger, seorang ahli dari Jerman Werner Heisenberg
mengembangkan teori mekanika kuantum yang dikenal dengan prinsip
ketidakpastian yaitu “tidak mungkin dapat ditentukan kedudukan dan momentum
suatu benda secara seksama pada saat bersamaan, yang dapat ditentukan adalah
kebolehjadian menemukan elektron pada jarak tertentu dari inti atom“.
Daerah ruang di sekitar inti dengan kebolehjadian untuk mendapatkan
elektron disebut orbital. Bentuk dan tingkat energi orbital dirumuskan oleh Erwin
Schrodinger.

49
Erwin Schrodinger memecahkan suatu persamaan untuk mendapatkan
fungsi gelombang untuk menggambarkan batas kemungkinan ditemukannya
elektron dalam tiga dimensi. Model atom dengan orbital lintasan elektron ini
disebut model atom modern atau model atom mekanika kuantum yang berlaku
sampai saat ini, seperti terlihat pada gambar berikut ini.

3.3)

Gambar 3.6. Model Atom Mekanika Gelombang

Awan elektron di sekitar inti menunjukkan tempat kebolehjadian elektron.


Orbital menggambarkan tingkat energi elektron. Orbital-orbital dengan tingkat
energi yang sama atau hampir sama akan membentuk sub kulit. Beberapa sub
kulit bergabung membentuk kulit. Dengan demikian kulit terdiri dari beberapa sub
kulit dan sub kulit terdiri dari beberapa orbital. Walaupun posisi kulitnya sama
tetapi posisi orbitalnya belum tentu sama.

3.3.4 Prinsip Ketidakpastian Heisenberg


Sebagai akibat dualisme sifat partikel gelombang, Werner Heisenber
(1925) mengemukakan prinsip ketidakpastian yang menyatakan bahwa tidak
mungkin untuk dapat mengetahui pada waktu yang bersamaan baik momentum
maupun kedudukan suatu partikel seperti elektron dengan tepat. Bila pengukuran

50
momentum atau kecepatan dapat dilakukan dengan tepat maka kedudukannya
tidak akan diketahui dengan tepat dan sebaliknya.
Heisenberg menunjukkan bahwa batas terendah ketidakpastian sama
dengan tetapan Planck dinyatakan dengan :
h 3.4)
( ∆Px )( ∆X ) ≥

dengan
∆ Px:ketidakpastian momentum (pada arah x)
∆ X: ketidakpastian kedudukan (pada arah x)
h : tetapan Planck

3.4 Partikel Dasar Atom


Kebanyakan teori atom Dalton masih diterima. Ahli fisika menemukan
lusinan partikel subatom diantaranya elektron, proton dan neutron
Gambar 3.7 Susunan Partikel dalam Atom

Elektron (-)

Elektron
Proton
Neutron

Gambar di atas adalah sebuah contoh susunan partikel di dalam atom.


Kebanyakan atom hanya merupakan suatu ruang kosong. Atom terdiri atas inti
yang bermuatan positif yang disebut proton dan neutron yang dikelilingi oleh
awan yang bermuatan negatif yang disebut elektron. Inti merupakan pusat atom.
Sebuah atom merupakan partikel yang sangat kecil dari unsur.

3.4.1 Elektron

51
Ahli Fisika dari Inggris Tuan Joseph. J. Thomson
(1856-1940), melakukan percobaan dengan sinar katoda.
Pada tahun 1897 dia menemukan sinar katoda bisa
dibelokkan dengan baik oleh magnet maupun dengan
plat yang dibebankan secara elektris.
Thomson menunjukkan bahwa sebuah sinar
katoda yang dikumpulkan dari partikel kecil yang
bermuatan negatif, bergerak dengan cepat. Dia menamakan partikel ini adalah
elektron. Thomson menentukan massa elektron yang baru saja ditemukannya. Dia
menemukan bahwa massa elektron 2000 kali lebih ringan dari pada atom
hidrogen. Lebih dari itu, dia mengamati bahwa sinar katoda selalu terdiri dari
elektron. Ini benar dengan tanpa memperhatikan gas yang ada di dalam tabung
sinar katoda atau jenis logam yang digunakan untuk menjadi elektrodanya.
Muatan elektron diukur oleh Robert Millikan dengan percobaan tetesan minyak
pada tahun 1909.
Elektron ditemukan di dalam daerah berbentuk awan yang mengelilingi
inti atom. Karena elektron bergerak begitu cepat, tidak mungkin untuk melihat
mereka di tempat dan waktu tertentu. Setelah percobaan bertahun-tahun, ilmuwan
menemukan tempat khusus dimana elektron dapat ditemukan. Jumlah kulit atom
berubah sesuai dengan jumlah elekron yang dimiliki suatu unsur. Semakin besar
nomor atom maka jumlah kulit dan elektron yang dimiliki unsur tersebut semakin
banyak. Elektron memiliki peran yang penting di dalam ikatan kimia. Ada satu
ikatan yang disebut dengan ikatan ion dimana elektron dari satu atom diberikan ke
atom yang lain. Partikel anti elektron adalah positron yang massanya sama tetapi
bermuatan positif. Positron ditemukan oleh Carl D. Anderson.
Elektron memiliki muatan –1,6022x10-19coulomb dan memiliki massa
9,11x10-31kg berdasarkan kepada ukuran muatan/massa dan massa relativitasnya
kira-kira 0,511MeV/c2. Massa dari elektron kira-kira 1/1836 dari massa proton.
Simbol umum dari elektron adalah e-. Elektron memiliki spin ½ dan fermion.
Ketika elektron bebas bergerak, ada aliran muatan yang disebut dengan
arus listrik. Kecepatan aliran elektron di dalam kawat logam mempunyai satuan
mm/hour.

52
3.4.2 Proton
Pada tahun 1918, Ernest Rutherford memperhatikan
bahwa ketika partikel alfa ditembakkan ke dalam gas
nitrogen, detektor menunjukkan tanda inti hidrogen.
Pada tahun 1886 seorang ahli kimia menggunakan
piringan logam yang berlobang sebagai katoda dari tabung.
Dia melihat sinar yang bergerak dengan arah yang berlawanan dengan sinar
katoda. Sinar ini datang dari lobang yang berada pada sisi katoda yang menjauhi
anoda dan bergerak lurus mendekati ujung tabung. Dia menamakannya sinar
kanal. Kemudian sinar itu menunjukkan memiliki muatan positif.
Sifat dari sinar ini ditemukan oleh J.J thomson, dia menunjukkan bahwa
sinar ini terdiri atas partikel. Partikel ini memiliki jumlah yang sama dengan
muatan listrik seperti elektron, tetapi muatannya berlawanan dengan elektron.
Partikel ini dinamakan proton. Proton merupakan aprtikel subatom dengan
muatan listrik +1 (1,602 x 10-19), diameter kira-kira 1,5 x 10-15 m dan massanya
938,27231(28) MeV/c2 (1,6726 x 10-27 kg), 1,00727646688(13)u atau kira-kira
1836 kali massa elektron. Thomson menghitung massa proton adalah 1837 kali
dari pada massa elektron. Ini berarti bahwa massa dari proton hampir sama
dengan massa atom hidrogen. Proton memiliki spin -1/2 fermion dan terdiri dari 3
elektron.
Isotop yang paling umum dari atom hidrogen adalah proton tunggal (yang
tidak mengandung neutron). Inti atom terdiri atas jumlah proton dan neutron yang
berbeda. Jumlah proton di dalam inti ditentukan oleh sifat kimia dari atom dan
jenis unsurnya.
Proton terlihat stabil. Bagaimanapun, kita tahu proton berubah menjadi
neutron melewati proses penerimaan elektron. Proses ini terjadi tidak secara
spontan tetapi membutuhkan energi.

Proses ini dapat dibalik: neutron dapat menjadi proton kembali bila
melalui peluruhan beta, sebuah bentuk umum dari peluruhan radioaktif.

53
Teori umum memprediksikan bahwa peluruhan proton bisa terjadi,
walaupun percobaannya sejauh ini hanya menghasilkan batas yang rendah 1035
tahun untuk waktu hidup proton.
Sebelum Rutherford, Eugene Goldstein telah mengamati sinar kanal yang
terdiri atas ion bermuatan positif. Setelah penemuan elektron oleh J.J Thomson,
Goldstein berpendapat pasti ada partikel muatan positif didalam atom. Dia
menggunakan sinar kanal mengamati kembali aliran elektron di dalam tabung
sinar katoda. Setelah elektron bergerak dalam tabung sinar katoda elektron
kemuidan berubah muatannya menjadi positif dan bergerak menuju katoda.
Goldstein percaya bahwa dia telah menemukan proton, tetapi ketika dia
menghitung massa partikel baru ini ternyata berbeda jika gas yang digunakan
diubah akhirnya Goldstein menyerah dengan kerjanya.
Anti partikel proton dikenal sebagai antiproton yang ditemukan pada tahun
1955 oleh Emilio Segre dan Owen Chamberlain, yang mendapatkan hadiah nobel
pada tahun 1959. Muatan proton dan anti proton bila dijumlahkan sama dengan
nol. Persamaan dari massa mereka juga diujikan lebih baik menjadi satu bagian
108. Perbandingan massa dari proton dan antiproton yaitu 1 berbanding 9 x 1011.
Momen magnet dari antiproton yaitu sebesar 8 x 10-3 dari partikel nuklir Bohr
yaitu magnetons.

3.4.3 Neutron
Seorang Ilmuwan berkebangsaan Inggris James Chadwick (1891-1974)
melakukan percobaan dan menemukan partikel berenergi tinggi yang tidak
bermuatan dan massanya sama dengan massa proton yang dengan neutron.

54
Gambar 1.8. Neutron

Neutron tidak bermuatan, memiliki spin seimbang 1/2+ dan massanya 940
MeV. Waktu hidup dari neutron bebas yang terdapat diluar inti adalah 885,7+0,8
detik (kira-kira 15 menit). Peluruhannya melalui proses ini :

Jika sebuah atom memiliki jumlah elektron dan proton yang sama,
muatannya saling meniadakan dan atom akan menjadi netral. Semua unsur
memiliki neutron kecuali satu yaitu atom hidrogen.
Sebuah metode yang umum untuk mencari neutron dengan mengubah
energi yang dilepaskan dari beberapa reaksi inti. Nuklida yang berguna untuk
tujuan ini adalah 3He, 6Li, 10B, 233U, 235U, 237Np, dan 239Pu.
Neutron memiliki peranan yang penting dalam banyak reaksi nuklir dan
berguna dalam pengembangan reaktor nuklir dan senjata nuklir.
Antineutron adalah antipartikel dari neutron yang ditemukan oleh Bruce
Cork pada tahun 1956, satu tahun setelah antiproton ditemukan. Perbedaan massa
antara massa neutron dengan massa antineutron yaitu sebesar (9+5) x 10-5.
Tabel 3.1. Sifat-sifat partikel subatom :
Partikel Simbol Muatan Massa (amu) Massa (gr)
Elektron e- 1- 1/1840 9,11 x 10-28
Proton p+ 1+ 1 1,67 x 10-24
Neutron n0 0 1 1,67 x 10-24

3.5 Nukleus (Inti)


Pada tahun 1911 Ernest Rutehrford (1871-1937) memutuskan untuk
menguji teori struktur atom. Pada saat ia melakukannya, teman sekerjanya di
Universitas Manchester, Inggris dapat mengembangkan gambar atom. Untuk
menguji teori ini, mereka mengarahkan partikel sinar ke plat emas yang sangat
tipis. Partikel yang dipilih untuk ini adalah partikel alpha, dimana atom helium
yang bermuatan positif yang kekurangan 2 elektron. Hasil yang diharapkan yaitu
partikel alpha menembus plat emas yang tipis, ternyata terjadi penghamburan
kecil sinar dari partikel alpha yang dipantulkan.
Dari hasil ini, Rutherford mengajukan bahwa

55

Gambar 3.9. Percobaan


Rutherford
massa atom dan muatan positifnya dipusatkan ke suatu bagian yang kecil yang
disebut inti. Dia berpikir bahwa atom lebih kurang merupakan suatu ruang yang
kosong.
Elektron berada pada daerah ini, tetapi mereka sangat kecil dan mereka
bertentangan dengan gerakan partikel alpha.

Gambar 3.10. Atom, Molekul, Nukleus

Molekul Atom Inti

3.6 Struktur Atom


Walaupun neutron telah ditemukan, ilmuwan masih memikirkan
bagaimana posisi elektron dan proton Gambar 1.11. Atom

didalam atom. Itu sangat sulit untuk


menentukannya karena atom sangat kecil.
Rutherford menemukan inti yang merupakan
dasar dari struktur atom. Inti atom terdiri
atas proton dan neutron. Inti bermuatan
positif dan merupakan bagian yang sangat
kecil dari atom. Sebaliknya elektron yang bermuatan negatif paling banyak
didalam atom yang berada diluar dan mengelilingi inti.
Semua atom terdiri atas elektron, proton dan neutron. Jadi mengapa satu
atom berbeda dengan atom yang lain jawabannya sederhana, perbedaan diantara
unsur terletak pada perbedaan jumlah sub atom dari atom netral.
Atom berukuran sangat kecil. Sebagai contoh satu atom hidrogen
diamaternya berukuran 5 x 10-8 mm. Unsur hidrogen yang memiliki ukuran
panjang 1 mm, akan membutuhkan 20 juta atom hidrogen. Jika ingin

56
menggambarkan atom hidrogen, maka proton digambarkan berada di atas,
sedangkan elektron digambarkan sejauh 0,5 km jaraknya dari inti.

Tabel 3.2 Unsur dari Atom pertama Sampai sepuluh


Komposisi Inti
Nomor Nomor Nomor
Nama Simbol
Atom Proton Neutron Massa elektron
Hidrogen H 1 1 0 1 1
Helium He 2 2 2 4 2
Lithium Li 3 3 4 7 3
Berilium Be 4 4 5 9 4
Boron B 5 5 6 11 5
Karbon C 6 6 6 12 6
Nitrogen N 7 7 7 14 7
Oksigen O 8 8 8 16 8
Flor F 9 9 10 19
Neon Ne 10 10 10 20

3.7 Penemuan Partikel Subatom


Gambar 3.13. Proton
Partikel subatom bersifat tidak stabil sehingga dan Neutron
kemungkinan untuk bertumbukan satu sama lain semakin besar.

Gambar 3.12. Tumbukan dalam inti atom

Inti Neutron/Proton

Untuk lebih mempelajari tumbukan tersebut, ilmuwan membuat alat


penghancur atom, sikroton dan pemercepat linear. Mesin-mesin ini berbeda
dalam cara penggunaannya. Sebagai hasil dari alat ini ratusan partikel subatom
telah ditemukan.
Ilmuwan fisika mempelajari 2 kelompok partikel. Kelompok pertama
yaitu lepton, termasuk elektron, muon, taumeson dan 3 jenis neutrino. Masing-

57

Neutron/Proton
masing neutrino dipasangkan dengan 3 jenis partikel yang disebutkan tadi.
Neutrino tidak bermuatan dan massanya tidak diketahui. Keenam partikel ini
dikelompokkan sebagai suatu keluarga karena sensitif terhadap arus listrik
Lepton merupakan partikel dasar.
Kelompok kedua dari partikel ini adalah Hadron. Partikel ini dipengaruhi
oleh gaya yang kuat ketika inti atom berikatan berdekatan. Ratusan hadron telah
diketahui, termasuk jenis proton dan neutron. Partikel ini bukan merupakan
partikel dasar. Ilmuwan fisika mengajukan bahwa hadron terdiri atas partikel
kecil yang disebut dengan Quarks. Masing-masing tipe dari quarks memiliki satu
warna dari ketiga warna. Ini bukan merupakan warna yang biasa tetapi seperti
jenis muatannya.
Masing-masing lepton dan quark juga berhubungan dengan antipartikel.
Sebagai contoh, antielektron yang dikenal dengan positron yang mempunyai
massa yang sama tetapi muatannya +1. Ketika sebuah partikel berbenturan
dengan antipartikelnya, keduanya saling meniadakan. Sebuah ledakan energi
dilepaskan dan partikel baru terbentuk.
Ilmuwan fisika telah mengidentifikasi partikel yang menyebabkan gaya
atom. Contoh foton yang tidak memiliki massa dan muatan, menyebabkan gaya
elektromagnet. Partikel lain yaitu bosson, menyebabkan gaya yang kuat dan
lemah yang telah kita sebutkan tadi diawal. partikel yang menyebakan gaya yang
lemah dikenal sebagai partikel W+, W- dan Z. Tidak seperti partikel foton dan
gluons, partikel ini agak berat. Massa mereka 100 kali dari massa proton.
Sekarang terdapat 6 jenis tipe quarks, 6 leptons, 24 antipartikel, 8 gluon, boson W
dan Z dan foton.

3.7.1 Nomor Atom dan Nomor Massa


3.7.1.1 Nomor Atom
Seorang ilmuwan Inggris, Henry Moseley, menyelidiki sifat alami dari
sinar X. Dia mencoba untuk membuat tabung sinar X menggunakan perbedaan
logam sebagai anoda.
Panjang gelombang bergantung pada jumlah proton yang ada didala, inti
atom dan merupakan bilangan yang tetap dari suatu unsur. Jumlah proton ini

58
dikenal dengan nomor atom unsur dan disimbolkan dengan Z. Perbedaan di
dalam isotop terletak pada perbedaan jumlah neutron yang terletak di dalam inti.
Jumlah proton bergantung pada unsur dan jumlah neutron bergantung pada
isotop-isotop unsur tertentu.
Partikel yang terdiri dari inti (proton dan neutron) dikenal dengan nukleon.
Nomor atom unsur adalah jumlah proton yang ada di dalam inti atom dari suatu
unsur. Dengan kata lain masing-masing unsur memiliki nomor atom tertentu yang
dapat mengidentifikasi berapa banyak jumlah atom dari unsur. Sebagai contoh,
atom hidrogen mengandung 1 proton dan mempunyai nomor atom 1. Atom
karbon mengandung 6 proton dan memiliki nomor atom 6. Atom oksigen
mengandung 8 proton dan memiliki nomor atom 8. Nomor atom unsur tidak
berubah, ini berarti bahwa jumlah proton di dalam inti dari setiap atom masing-
masing unsur adalah selalu sama.

3.7.1.2 Nomor Massa


Melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa
massa proton 1837 kali massa elektron dan massa proton dan neutron hampir
sama. Massa elektron sangat kecil sehingga massa dari atom terpusat pada inti.
Partikel atom memiliki massa sebagai berikut :
1 elektron = 9,11 x 10-28 g
1 proton = 1,673 x 10-24 g
1 neutron = 1,675 x 10-24 g
Dalam mengukur massa atom unsur, harus memiliki standar dan unsur lain
sebagai perbandingannya. Ilmuwan kimia menggunakan atom karbon sebagai
standar untuk menghitung massa atom. Atom karbon-12 adalah nuklida karbon
dengan jumlah proton 6 dan jumlah neutron 6 di dalam inti. Satu atom dibatasi
memiliki massa 12 amu. Sama dengan massa yang memiliki satuan kg, massa dari
isotop karbon-12 dapat dibagi menjadi lebih kecil yang dikenal dengan unit massa
atom.
Kebanyakan massa atom terpusat didalam inti. Jumlah total dari proton
dan neutron didalam inti adalah nomor massa dari atom.

59
Contoh Atom
Massa Atom Simbol
Karbon
Nomor Atom Unsur

Contoh :
Berapa jumlah proton, elektron dan neutron yang terdapat pada atom berikut :
Unsur Nomor Atom Nomor Massa
a. Berilium (Be) 4 9
b. Neon (Ne) 10 20
c. Sodium (Na) 11 23
Jawab.
a. Untuk atom jumlah proton sama dengan jumlah elektron yang dapat kita tahu
dari nomor atomnya. Be memiliki 4 proton dan 4 elektron. Untuk mengetahui
jumlah neutronnya maka kita nomor massa dikurang dengan nomor atom.
Jumlah neutron pada atom Be = 9 – 4 = 5 neutron
b. Ne memiliki 10 proton. 10 elektron dan 20 – 10 = 10 neutron
c. Na memiliki 11 proton, 11 elektron dan 23 – 11 = 12 neutron

3.8 Isotop
Inti atom yang berasal dari unsur yang sama pasti memiliki jumlah proton
yang sama tetapi jumlah neutronnya bisa saja berbeda. Atom yang memiliki
jumlah proton yang sama tetapi memiliki jumlah neutron yang berbeda disebut
dengan isotop. Isotop unsur memiliki jumlah neutron yang berbeda. Untuk
melambangkan isotop kita menggunakan simbol kimia dengan menambahkan 2
nomor yang sama yang dituliskan di sebelah kiri. Nomor massa dituliskan pada
bagian atas dan nomor atom dituliskan di bagian bawah.

Gambar 3.14. Isotop karbon

6 6 6
p6e p6e p6e
6 7 8
n n n

Karbon-12 Karbon-13 Karbon-14


6 proton 6 proton 6 proton

60
6 neutron 7 neutron 8 neutron
6 elektron 6 elektron 6 elektron

Sebuah atom netral memiliki jumlah proton dan elektron yang sama.
Semua isotop dari unsur yang berbeda memiliki jumlah proton dan elektron yang
sama dan juga struktur elektronis yang sama. Isotop menunjukkan sifat kimia
yang sama karena sifat kimia dari sebuah atom sebagian besar ditentukan oleh
struktur elektronis.

Dua molekul yang memiliki perbedaan isotop dari atom mereka akan
memiliki struktur elektron yang hampir sama dan karena itu sifat fisika dan sifat
kimianya tidak dapat dibedakan lagi.
Inti atom terdiri atas proton dan neutron yang berikatan karena adanya
gaya nuklir yang kuat. Karena proton bermuatan positif mereka
Gambar 3.15 Susunan Proton dan
Neutron pada Dua Isotop Karbon saling tolak menolak. Neutron yang tidak bermuatan,
menyebabkan beberapa pemisahan dari proton yang bermuatan positif.
Isotop yang stabil adalah isotop kimia yang tidak bersifat radioaktif.
Isotop stabil yang berasal dari unsur yang sama memiliki sifat kimia yang sama.
Perbedaan massa menyebabkan perbedaan jumlah neutronnya, hasilnya sebagian
memisah dari isotop yang lebih berat pada saat reaksi kimia.
Sebagai contoh, perbedaan massa diantara dua isotop yang stabil hidrogen,
1
H ( 1 proton, tidak ada neutron yang juga dikenal sebagai protium) dan 2H ( 1
proton, 1 neutron yang juga dikenal sebagai deuterium) hampir 100 %. Karena itu
sebuah fraksinasi yang signifikan terjadi.

61

Gambar 3.16 Protium dan


Deuterium
yang besar (misalnya memiliki nomor atom lebih dari 82) memiliki isotop yang
radioaktif

Tabel 3.3. Beberapa Isotop yang terdapat di alam


Nama Simbol Massa % Rata-rata massa
(amu) kelimpahan atom
Hidrogen 1
H 1,0078 99,985
1

2 2,0141 0,015 1,0079


H
1
3,0160 Sedikit
3
H 3,0160 0,0001 4,0026
1

3 4,0026 99,9999
Helium He
2

4 12,011
He 12,000 98,89
2

12
Karbon C 13,003 1,11
6

13
C
6

3.9 Muatan dan Massa Atom


3.9.1 Muatan Atom
Sejauh ini kita mengetahui bahwa
atom netral (muatan= 0) karena jumlah
proton yang bermuatan positif sama dengan
jumlah elektron yang bermuatan negatif. elektron
Kita akan mengetahui bahwa atom dapat
melepaskan atau menerima elektron. Ketika
Gambar 3.17. Susunan AtomNa
ini terjadi atom akan disebut dengan ion
yang akan membuat jumlah proton dan elektronnya tidak sama.

62
Ion yang bermuatan negatif dikenal dengan anion. Anion terbentuk ketika
atom netral menerima elektron. Menerima 1 elektron berarti menerima 1 muatan
negatif sehingga atom menjadi anion.
Muatan ion dituliskan di atas kanan dari simbol unsur. Atom yang
melepaskan elektron disebut dengan kation. Kation terbentuk ketika atom netral
melepaskan elektron. Melepaskan 1 elektron berarti kehilangan 1 muatan negatif
ini berarti jumlah proton lebih banyak daripada jumlah elektron.
Kita dapat menghitung muatan dari suatu ion jika kita mengetahui berapa
jumlah proton dan elektron yang ada di dalam unsur tersebut. Atom Klor (nomor
atomnya 17) menerima 1 elektron dan menghasilkan ion klor. Atom klor
bermuatan netral karena +17 yang berasal dari proton yang berjumlah 17 dapat
dihilangkan dengan -17 yang berasal dari elektron yang berjumlah 17. Ion klor
memiliki 17 proton (+17) dan 18 elektron (-18). Maka muatan ion klorida adalah
-1 ; [ (+17) + (-18)] = -1

3.9.2 Massa Atom


Massa atom terpusat pada intinya. Massa atom unsur merupakan massa
rata-rata isotop unsur. Bagaimana massa suatu unsur dapat dihitung? Kebanyakan
unsur yang ada di alam memiliki dua atau lebih isotop. Sebagai contoh Klor
memiliki 2 isotop yang sama-sama memiliki jumlah proton 17 didalam intinya.
Satu isotop memiliki jumlah neutron 18 dengan massa atom 35 amu. Isotop yang
lain adalah klor-37. Yang memiliki jumlah neutron 20. Di alam isotop neutron
memiliki perbandingan 3 : 1. Bagaimana dengan rata-rata massa atomnya?
Gambar di bawah ini menunjukkan bagaimana cara mencari massa atom. Massa
atom yang didapat dari perhitungan tersebut adalah 35,5 amu. Pada sistem
periodik massa atomnya adalah 35,453 amu. Perbedaan diantara angka ini adalah
terletak pada perbedaan perbandingan isotop yang tidak sepenuhnya 3 : 1. massa
proton dan neutron tidak sepenuhnya 1 amu. Dalam menghitung rata-rata massa
atom kita harus ingat untuk menghitung persentase kelimpahan dari masing-
masing isotop.
Gambar 3.18. Isotop Cl

17 17 17 17
p p p p
18 18 18 20
n n n n
63
35 35 35 37
Cl Cl Cl Cl
17 17 17 17

Jumlah total proton dari keempat atom tersebut adalah = 68


Jumlah total neutron dari keempat atom tersebut adalah = 74
Jumlah total massa dari keempat atom adalah = 142 amu
Massa rata-rata dari keempat atom adalah : 142 = 35,5 amu
4
Contoh :
Unsur X mempunyai 2 isotop. Isotop yang memiliki nomor massa 10 memiliki
kelimpahan sebesar 20 %. Isotop dengan nomor massa 11 memiliki kelimpahan
sebesar 80 %. Perkirakan berapa massa atom dari unsur tersebut dan berapa
nomor atomnya ?
Jawab.
Massa dari masing-masing isotop dapat membantu untuk menghitung rata-rata
massa atom yang dapat dicari dengan mengalikan massa atom dengan %
kelimpahannya.
10
X = 10 amu x 0,2 = 2 amu
11
X = 11 amu x 0,8 = 8,8 amu
Total 10,8 amu
Rata-rata massa atom dari unsur tersebut adalah 10,8 amu dan unsur tersebut
adalah Boron dengan nomor atom 5

3.10 Spektrum Atom Hidrogen


Radiasi elektromagnetik merambat dengan kecepatan konstan (c) sebesar
3,00 x 108 ms-1. Intensitas gelombang adalah amplitudonya. Hasil kali frekuensi
(v) dan panjang gelombang (λ ) sama dengan c.
λ .v=c 3.5)

Satuan SI untuk frekuensi adalah Hertz : 1 Hz = 1 s -1. Setiap zat yang


tereksitasi dapat memberikan spektrum khas dengan memancarkan energi radiasi.

64
Spektrum yang diperoleh dengan cara ini disebut spektrum emisi. Suatu benda
yang panas keputihan seperti matahari atau lampu pijar memancarkan cahaya dari
semua warna menghasilkan spektrum kontinu.
Atom dalam keadaan tereksitasi memancarkan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu menghasilkan spektrum garis. Garis spektrum menunjukkan
sifat khas atom tersebut sehingga juga menunjukkan sifat khas unsur itu juga.
Selain dari spektrum garis ada pula spektrum yang berupa pita yang menunjukkan
sifat khas molekul. Suatu spektrum absorbsi dapat diperoleh jika radiasi kontinu
melalui uap atom. Dari berkas sinar yang diteruskan menunjukkan bahwa ada
panjang gelombang tertentu diserap ketika elektron dieksitasi ke tingkat energi
yang lebih tinggi.
Spektrum absorbsi terlihat sebagai garis hitam dibalik sinar tampak. Garis
dalam spektrum absorbsi tepat berhimpit dengan garis dalam spektrum emisi
untuk unsur yang sama. Jumlah garis spektrum absorbsi lebih sedikit dari jumlah
garis emisi sehingga mudah diidentifikasi.
Atom hidrogen dalam atmosfir dapat menyerap radiasi kontinu dari panas
yang dipancarkan matahari. Gambar spektrum absorbsi atom hidrogen diperoleh
dengan cara memotret sinar matahari yang melalui prisma.
Balmer menunjukkan bahwa garis spektrum atom hidrogen terdapat di
daerah sinar tampak dengan panjang gelombang λ = 6562,8 ; 4861,3 ; 4340,5;
4101,7 … angstrom dan dinyatakan dengan ungkapan

3.6)

dengan λ ialah panjang gelombang dalam cm, ialah bilangan gelombang dalam
cm-1 dan R ialah tetapan Rydberg.
R = tetapan Rydberg
R = 109677,76 cm-1
n = 3, 4, 5, 6, 7, …
Selain deret garis spektrum yang terdapat di daerah sinar tampak,
ditemukan deret yang lain di daerah ultraviolet dan inframerah. Deret-deret ini
diberi nama sesuai dengan nama orang yang menemukannya. Oleh Ritz (1908)
bilangan gelombangnya dinyatakan dengan selisih dua suku yaitu :
3.7)

65
Ungkapan ini kini dikenal sebagai persamaan Rydberg.
3.8)

n1 dan n2 merupakan bilangan bulat dengan harga 1, 2, 3, 4, … dan n 2 selalu lebih


dari n1.
Jika n1 = 1, maka harga n2 ialah 2, 3, 4, … dan garis-garis ini termasuk
deret Lyman dan terdapat di daerah ultraviolet. Jika n1 = 2 dan n2 = 3, 4, 5, …
disebut deret Balmer.

Tabel 3.4. Spektrum Atom Hidrogen


deret Tahun n1 n2 Daerah
Lyman 1906 1 2, 3, 4, … Ultraviolet
Balmer 1885 2 3, 4, 5, … Tampak
Paschen 1908 3 4, 5, 6, … Inframerah
Brackett 1922 4 5, 6, 7, … Inframerah
Pfund 1925 5 6, 7, 8, … Inframerah
Humphreys 1926 6 7, 8, 9, … Inframerah

Ion-ion seperti He+, Li2+, dan Be3+ yang masing-masing mengandung satu
elektron memiliki spektrum mirip spektrum atom hidrogen dan dinyatakan dengan
persamaan umum :
3.9)

dengan Z ialah nomor atom.


Soal :
Hitung panjang gelombang garis ketiga dari deret Paschen untuk atom hidrogen !
Jawab :

n1 = 3 n2 = 6

= 109678 cm-1 (0,083)

= 9103,27 cm-1

λ = 1,099 x 10-4 cm

66
= 1099 nm

3.10.1 Teori Kuantum


Teori kuantum lahir dari penelitian tentang radiasi yang dipancarkan oleh
benda hitam pada temperatur tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas
dari radiasi tersebut, pada temperatur tertentu, mencapai suatu harga maksimum
kemudian turun lagi, apabila radiasi ini dialurkan terhadap frekuensi. Pada
temperatur yang relatif rendah, titik maksimum terletak di daerah inframerah. Bila
temperatur dinaikkan, titik maksimum akan bergeser ke arah frekuensi yang lebih
tinggi.
Untuk menerangkan variasi dari intensitas radiasi dengan frekuensi, yang
tidak sesuai dengan teori gelombang dari cahaya, pada tahun 1900 Max Planck,
mengemukakan suatu teori yang dikenal sebagai teori kuantum. Teori ini
menyangkut energi dan dapat diturunkan suatu hubungan empiris yang sangat
sesuai dengan data hasil eksperimen “radiasi sinar hitam”. Menurut Planck, energi
radiasi tidak dipancarkan atau diserap secara kontinu tetapi dalam paket-paket
energi yang disebut kuantum. Hal ini terutama diaplikasikan pada gejala dalam
skala atau sub atom. Energi dari sistem semacam ini disebut “terkuantisasi”. Jadi
energi itu tidak dapat berubah secara kontinu, melainkan hanya dengan bertambah
atau berkurangnya dengan 1, 2, 3, 4, … n kuanta.
Besarnya energi satu kuantum E, bergantung pada frekuensi, v, dan
diberikan oleh persamaan :
E=hv 3.10)

dengan energi dinyatakan dalam Joule dan h adalah tetapan Planck yang harganya
6,625 x 10-34 Joule detik. Planck mengemukakan bahwa “benda hitam” terdiri dari
sejumlah benda yang bergetar atau osilator yang memancarkan energi dalam
bentuk paket-paket atau kuanta.

3.10.2 Efek Fotolistrik


Jika permukaan logam disinari, maka permukaan logam ini memancarkan
elektron. Dengan cahaya dari sinar tampak beberapa logam seperti logam alkali
dapat memancarkan elektron. Elektron-elektron ini disebut fotoelektron. Namun

67
pada umumnya, logam baru dapat memancarkan elektron jika disinari dengan
sinar ultraviolet. Gejala ini disebut efek fotolistrik yaitu pancaran elektron dari
logam oleh pengaruh sinar. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa :
a. Energi elektron tidak bergantung pada intensitas berkas sinar yang jatuh
pada permukaan logam.
b. Jumlah elektron yang dipancarkan berbanding lurus dengan intensitas
radiasi.
c. Energi elektron sebanding dengan frekuensi berkas sinar.
d. Jika frekuensi cahaya lebih kecil dari suatu harga kritik, tidak terjadi
pancaran elektron.

3.11 Teori Atom Rutherford dan Bohr


3.11.1 Teori Atom Rutherford
Penelitian yang dilakukan oleh Rutherford pada permulaan abad ke-20
memberikan banyak informasi tentang susunan atom, yang diketahui terdiri atas
partikel-partikel negatif (elektron) dan bagian yang positif.
Rutherford menggunakan lempeng emas dalam percobaannya. Pada
percobaan yang dilakukan, partikel alfa (α ) – ion helium bermuatan positif dari
sumber radioaktif ditembakkan melalui lempeng/lembaran emas (Au foil) yang
sangat tipis. Untuk mendeteksi hamburan (scattering) partikel alfa digunakan
layer fluoresen yang ditempatkan di belakang lempeng emas.
Hasil penelitian tentang penghamburan sinar alfa yang dijatuhkan pada
lempeng emas yang sangat tipis (0,0001 mm) mengungkapkan bahwa :
a. Sebagian besar dari partikel-partikel alfa menembus lempeng dan hanya
sebagian kecil yang mengalami penyimpangan dari arahnya yang semula.
b. Hanya satu dari 2000 partikel alfa dipantulkan dengan sudut 90o atau
lebih, banyak yang terdefleksi dengan sudut bervariasi dan hanya beberapa
yang terdefleksi balik dari lempeng emas.

Gambar 3.19. Percobaan Rutherford

68
Eksperimen Lempeng Emas
Rutherford memanfaatkan sifat logam emas dalam eksperimen

Partikel tidak Lempeng Emas 2. Ketika sinar melewati lempeng


terdefleksi emas, banyak partikel melewati
lempeng tersebut

Layar
fluoresens ZnS

Sumber partikel
bermuatan positif

Partikel
terdefleksi

1. Kotak berlapis timbal mengandung


3. Bagaimanapun, sedikit partikel terdefleksi,
polonium. Polonium meluruh memancarkan
tetapi ada yang dipantulkan lurus
inti helium, yang mengandung dua proton
dan dua neutron. Inti ini disebut partikel alfa.
Karena tidak memiliki electron, maka
muatannya positif.

Menurut Rutherford, hasil eksperimen ini hanya dapat diterangkan apabila


dianggap bahwa seluruh muatan positif dari atom terpusat pada suatu inti yang
sangat kecil. Dari penelitian penghamburan sinar alfa dan penelitian lainnya,
Rutherford menarik kesimpulan bahwa atom terdiri atas suatu inti yang kecil (jari-
jari 10-13 cm) dengan muatan listrik +Ze dan dimana praktis seluruh massa atom
terpusat, dan elektron-elektron sebanyak Z yang bergerak mengelilingi inti. Z
adalah sesuai dengan nomor atom.
Model atom Rutherford memiliki kelemahan selain tidak bisa menjelaskan
posisi elektron (partikel atom yang bermuatan negatif) juga bertentangan dengan
teori elektrodinamika klasik. Menurut teori ini, suatu partikel yang bermuatan
listrik apabila dipercepat akan meradiasi energi. Elektron yang bergerak
mengelilingi inti akan kehilangan energi karena radiasi, sehingga akhirnya akan
jatuh ke inti tetapi faktanya elektron tidak jatuh ke inti. Kelemahan ini dapat
diatasi oleh Bohr yang mengaplikasi teori kuantum pada model atom ini.

3.11.2 Teori Atom Bohr


Model atom ini bertitik tolak dari model atom nuklir Rutherford dan teori
kuantum Planck didasarkan atas anggapan :

69
1. Elektron bergerak mengelilingi inti atom dalam lintasan atau orbit yang
berbentuk lingkaran.
2. Lintasan yang diperlukan adalah lintasan dimana momentum sudut

h
elektron merupakan kelipatan dari dengan h, ialah tetapan Planck.

Lintasan ini disebut lintasan kuantum.
3. Karena momentum sudut elektron (massa = m) yang bergerak dengan
kecepatan v dalam lintasan dengan jari-jari r, adalah mvr maksimum.
h 3.11)
mvr = n ( n =1, 2, 3, ...)

4. Bila elektron bergerak dalam salah satu lintasan kuantumnya, maka
elektron tidak akan memancarkan energi. Elektron dalam lintasan ini berada
dalam keadaan stasioner atau dalam tingkat energi tertentu.
5. Bila elektron pindah dari tingkat energi E1 ke tingkat energi E2 yang lebih
kecil dari E1, maka akan terjadi radiasi energi
E1 – E2 = hv 3.12)

dengan v = frekuensi radiasi.


Bila E2 lebih besar dari E1, maka elektron akan mengabsorpsi energi
radiasi.
Dari persamaan ini dapat diturunkan kecepatan elektron
 h  1 3.13)
v = n 
 2π  mr
Dengan menggunakan hukum-hukum klasik bersama-sama dengan
persamaan ini dapat diturunkan jari-jari dari lintasan-lintasan yang diperbolehkan.
Untuk atom hidrogen (nomor atom Z = 1).
n2h2 3.14)
r= ( n = 1, 2, 3, ...)
4π 2 me 4
dengan harga h, m dan e yang telah diketahui, dan jika n = l, akan diperoleh
r = 0,52917 x 10-8 cm
r = 0,529 angstrom
Jika jari-jari Bohr untuk n = l, dinyatakan dengan a0 maka :
r = a0 n2 3.15)

dimana a0 = 0,529 angstrom

70
Energi En dari atom hidrogen, dengan elektron berada dalam lintasan yang
didirikan oleh harga n, diberikan oleh
2π 2 me 4 3.16)
En = − 2 2
( n =1, 2, 3, ...)
n h
3.17)
atau dapat ditulis
A
En = −
n2 3.18)
dengan
2π 2 me 4
A=
h2
dengan mengisi harga m, e dan h, akan diperoleh
A = 2,1799 x 10-11 erg
= 5,2 x 10-19 kal
= 13,6 eV
= 2,18 x 10-18

1
jadi En = −2,1799 x 10 −11 x erg
n2
1
= −5,2 x 10 −19 x kal
n2
1
= −13 ,6 x eV
n2
1
= −2,18 x 10 −18 x
n2

Untuk ion-ion berelektron satu, seperti misalnya He+ dan Li+, persamaan ditulis
sebagai
h2 n2 n2 3.19)
r= x = a
4π 2 me 2 2
0
2
2π me Z
2 4 2
Z2 3.20)
En = − x = A
h2 n2 n2

dengan Z adalah nomor atom.


Teori atom Bohr dapat dengan jelas menerangkan garis spektrum emisi
dan absorpsi dari atom hidrogen. Cahaya akan diserap atau dipancarkan pada
frekuensi tertentu yang khas sebagai akibat perpindahan elektron dari satu orbit ke
orbit yang lain. Salah satu atom yang berada dalam keadaan stabil mempunyai
energi terendah. Keadaan ini disebut tingkat dasar. Misalnya untuk atom hidrogen
tingkat dasarnya pada n = 1. Keadaan dimana n > 1 adalah kurang stabil

71
dibandingkan dengan tingkat dasar, dan disebut keadaan eksitasi. Suatu atom
hidrogen yang berada dalam keadaan eksitasi akan memancarkan cahaya ketika
elektron kembali ke orbit dengan tingkat energi terendah, menghasilkan garis-
garis spektrum.
Deret spektrum hidrogen dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Garis deret Lyman, terjadi karena perpindahan elektron dari orbit-orbit n =
2, 3, 4, ... ke orbit n = 1.
b. Garis deret Balmer, terjadi karena perpindahan elektron dari orbit-orbit n =
3, 4, 5, ... ke orbit n = 2.
c. Garis deret Paschen, terjadi karena perpindahan elektron dari orbit-orbit n
= 4, 5, 6 ... ke orbit n = 3.
d. Garis deret Brackett, terjadi karena perpindahan elektron dari orbit-orbit n
= 5, 6, 7, ... ke orbit n = 4.
e. Garis deret Pfund, terjadi karena perpindahan elektron dari orbit-orbit n =
6, 7, 8, ... ke orbit n = 5.

Gambar 3.20. Transisi energi garis spektrum atom hidrogen

Deret Paschen (IR)

Deret Balmer
(Cahaya Tampak))

E
n
e
r Deret Lyman
(UV)
g 72
i
(E)
Dengan teori atom Bohr dapat dihitung selisih energi (energi transisi) jika
elektron dalam atom hidrogen berpindah dari satu orbit ke orbit yang lain.

2π 2 me 4 2π 2 me 4
∆E H = − 2
+ 2 3.21)
n2 h 2 n1 h 2
2π 2 me 4  1 1 
∆EH =  2− 2
h 2  
 n1 n2 
3.22)

dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa :


 1 1 
E H = A 2 − 2 
 n1 n2 
3.23)
oleh karena E = hvc (c = kecepata n cahaya )
2π 2 me 4  1 1 
vH =  2 − 2
ch 3  
 n1 n2 
3.24)

∆E H = E2 − E1

E2 adalah energi dengan n = n2 dan E1 adalah energi dengan n = n1 untuk


atom hidrogen Z = 1.
4. SISTEM PERIODIK
4.1 Sejarah dan Perkembangan Sistem Periodik
Unsur bisa dibedakan menjadi dua yaitu unsur logam dan unsur non logam.
Di alam terdapat lebih dari 70 unsur logam dan 20 unsur non logam. Adapun
unsur logam yang sangat reaktif yaitu litium, sodium dan potassium sedangkan
unsur logam yang kurang reaktif yaitu kalsium, barium dan stronsium. Unsur non
logam yang sangat reaktif yaitu klor, brom dan iodin. Ada beberapa unsur yang
memiliki sifat logam dan non logam yang disebut dengan metaloid, contohnya
silikon.
Tabel 4.1. Perbedaan Unsur Logam dan Unsur Non Logam
Unsur logam Unsur non Logam

73
Berbentuk padat (kecuali merkuri Berbentuk padat atau gas (kecuali brom
berbentuk cair) yang berbentuk cair)
Permukaannya berkilauan; dapat terjadi Tidak memiliki karakteristik fisik
korosi
Lunak dan dapat ditempa Hancur ketika akan diubah bentuknya
Menghantarkan panas dan listrik Penghantar panas dan listrik yang lemah

4.2. Hukum Periodik


Pada tahun 1866, seorang ilmuwan kimia Inggris bernama John Newlands
mempunyai ide untuk menyusun unsur berdasarkan kenaikan massa atom relatif.
Newlands memperhatikan bahwa unsur ke delapan mempunyai sifat kimia yang
mirip dengan unsur pertama, unsur kesembilan mempunyai sifat yang mirip
dengan unsur kedua, dan seterusnya. Hal itu sesuai dengan pengulangan not oktaf
dalam lagu. Newlands menyusun unsur sebagai berikut:

1 H 2Li 3 Be 4B 5 C 6 N 7O
8F 9Na 10Mg 11Al 12Si 13P 14S
15Cl 16K 17Ca 18Cr 19Ti 20Mn 21F
22Co,Ni 23Cu 24Zn 25Y 26In 27As 28Sc
29Br 30Rb 31Sr 32Ce,Ba 33Zn 34Di,Mo 35Po,Rn

Sifat-sifat unsur yang ditemukan secara berkala atau periodik setelah


delapan unsur berikutnya disebut sebagai Hukum Oktaf Newlands.
Pada tahun 1869, seorang ilmuwan Rusia, Dmitri Mendeleev
mengelompokkan unsur-unsur berdasarkan massa atom dan sifat-sifat unsur.
Mendeleev memiliki pengetahuan tentang ensiklopedi kimia, contohnya, jenis dan
rumus senyawa yang dibentuk oleh unsur hidrogen dan oksigen, sifat fisikanya
seperti penampakannya, titik lebur, titik didih, kerapatan dan titik uapnya.
Menurut Mendeleev, sifat-sifat unsur merupakan fungsi periodik dari massa atom
relatifnya. Pada tabel periodik Mendeleev tidak terdapat gas mulia dikarenakan
pada saat itu gas mulia belum ditemukan. Baris vertikal disebut dengan golongan
dan baris horizontal disebut perioda.

Gp1 Gp2 Gp3 Gp4 Gp5 Gp6 Gp7 Gp8

Row 1 H
Row 2 Li Be B C N O F

74
Row 3 Na Mg Al Si P S Cl
Row 4 K Ca - - - - - Ti V Cr Mn Fe Co
Ni
Row 5 Cu Zn - - As Se Br

Kelebihan sistem periodik Mendeleev dibandingkan oktaf Newlands yaitu


Mendeleev mengelompokkan unsur-unsur lebih mengutamakan kesamaan sifat
unsur-unsur daripada kenaikan massa atom relatifnya sehingga tersisa tempat-
tempat yang kosong dalam tabel periodik yang terbentuk. Tempat-tempat kosong
tersebut akan diisi dengan unsur-unsur yang akan ditemukan dimana sifat fisika,
sifat kimia dan massa atom relatifnya dapat diketahui.
Tabel periodik membantu ilmuwan kimia untuk menemukan unsur yang
masih belum ditemukan. Sebagai contoh, Mendeleev memprediksikan bahwa satu
unsur akan ditemukan untuk mengisi ruang kosong yang berada di bawah silikon.
Gas mulia belum ditemukan ketika tabel periodik dibuat. Ketika mereka
menemukan gas mulia satu persatu maka gas mulia tersebut diletakkan diantara
halogen yang berada di golongan 7 dan logam alkali pada golongan IA.
Kelemahan sistem periodik Mendeleev adalah adanya unsur dengan massa atom
relatif lebih besar terletak di depan unsur dengan massa atom relatif lebih kecil,
karena susunannya didasarkan pada kenaikan massa atom relatif. Contoh :
berdasarkan massa atom relatifnya, telurium diletakkan di bawah brom dan iodin
di bawah sulfur dan selenium tetapi ternyata sifat kimia telurium berbeda dengan
brom begitu juga iodin berbeda dengan sulfur dan selenium.

4.3 Sistem Periodik Modern


Tahun 1941, Henry Moseley melakukan eksperimen yang menggunakan
sinar X. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa sifat unsur merupakan fungsi
periodik dari nomor atom bukan dari massa atom relatif. Berdasarkan hal tersebut,
hukum periodik Mendeleev diperbarui menjadi Hukum Periodik Modern.

Gambar 4.1. Sistem Periodik Modern

IA Golongan VIIIA
1 Atomic number Logam 2
IIA IIIA IVA VA VIA VIIA

75
Logam transisi
H Metaloid He
1.01 Symbol 4.00
Atomic mass Nonlogam
3 4 5 6 7 8 9 10
Li Be B C N O F Ne
6.94 9.01 10.81 12.01 14.01 16.00 19.00 20.18
11 12 13 14 15 16 17 18
Na Mg Al Si P S Cl Ar
22.99 24.31 IIIB IVB VB VIB VIIB VIIIB IB IIB 26.98 28.09 30.97 32.06 35.45 39.95
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr
39.10 40.08 44.96 47.90 50.94 52.00 54.94 55.85 58.93 58.71 63.55 65.38 69.72 72.59 74.92 78.96 79.90 83.80
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag Cd In Sn Sb Te I Xe
85.47 87.62 88.91 91.22 92.91 95.94 (98) 101.07 102.91 106.4 107.87 112.40 114.82 118.69 121.75 127.60 126.90 131.30
55 56 57 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86
Cs Ba La* Hf Ta W Re Os Ir Pt Au Hg Tl Pb Bi Po At Rn
132.91 137.34 138.91 178.49 180.95 183.85 186.21 190.2 192.22 195.09 196.97 200.59 204.37 207.2 208.96 (209) (210) (222)
87 88 89 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113

Fr Ra Ac* Rf Db Sg Bh Hs Mt Uun Uuu Uub Uut


(223) 226.03 (227) (261) (262) (263) (262) (265) (266) (269) (272) (277) (282)
58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71
*Lantanidae Ce Pr Nd Pm Sm Eu Gd Tb Dy Ho Er Tm Yb Lu
140.11 140.91 144.24 (145) 150.36 151.96 157.25 158.92 162.50 164.93 167.26 168.93 173.04 174.97
90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103
*Aktinide Th Pa U Np Pu Am Cm Bk Cf Es Fm Md No Lr
232.04 231.04 238.03 237.05 (244) (243) (247) (247) (251) (252) (257) (258) (259) (260)

4.3.1 Golongan dalam Tabel Periodik


Logam yang ada di dalam golongan IA dikenal dengan Logam Alkali.
Kereaktifan unsur alkali semakin meningkat dari atas ke bawah dalam satu
golongan. Jika sifat dari sodium diketahui, maka sifat dari potasium dan litium
dapat diperkirakan.
Logam yang ada pada golongan 2A (Logam Alkali Tanah) kurang reaktif
dibandingkan golongan 1A. Unsur ini mudah bereaksi dengan oksida dan
hidroksida dengan rumus umumnya MO dan M(OH)2. Kereaktifan unsur alkali
tanah semakin meningkat dari atas ke bawah dalam satu golongan.
Logam transisi kurang reaktif dibandingkan golongan 1A dan 2A. Bila
bereaksi dengan oksida dan hidroksida membentuk senyawa yang lemah dan tidak
dapat larut dalam air.
Unsur yang ada dalam golongan 0 adalah gas mulia. Umumnya gas mulia
tidak reaktif tetapi pada tahun 1960 kripton dan xenon dapat bereaksi dengan
unsur yang sangat reaktif yaitu fluor.

76
Golongan 7A (halogen) yang terletak sebelum golongan 0, golongan ini
terdiri atas unsur yang sangat reaktif seperti : fluor, klor, brom, iodin dan astatin.
Golongan ini dikenal dengan halogen karena bereaksi dengan logam untuk
membentuk garam.
Pada sisi sebelah kanan sebelum golongan 7A, merupakan unsur non logam
yaitu golongan 6A yang terdiri atas oksigen, sulfur, selenium dan telurium.
Unsur-unsur tersebut merupakan unsur yang memiliki kemampuan untuk
membentuk dua ikatan kimia dan menunjukkan kenaikan sifat logamnya dari
oksigen ke telurium.
Unsur nitrogen, fosfor, arsen, antimon dan bismut merupakan golongan
yang memiliki kemampuan untuk membentuk tiga atau lima ikatan kimia. Unsur-
unsur tersebut menunjukkan peralihan sifat yaitu dari nitrogen dan fosfor (non
logam) kemudian arsen (metaloid) lalu antimon dan bismut (logam). Unsur-unsur
ini terdapat pada golongan 5A.
Unsur karbon, silikon dan germanium, timah dan timbal memiliki
kemampuan untuk membentuk empat ikatan kimia. Sebuah peralihan sifat yang
terjadi pada karbon (non logam) lalu silikon dan germanium (metaloid) serta
timah dan timbal (logam). Unsur-unsur ini terdapat pada golongan 4A.
Aluminium, galium, indium dan talium membentuk ion dengan muatan +3.
Boron merupakan metaloid, sedangkan yang lainnya merupakan logam. Unsur-
unsur tersebut termasuk ke dalam golongan 3A.
Gambar 4.2. Keperiodikan Unsur pada Perioda 3
Golongan 1 2 3 4 5 6 7 0
Unsur Na Mg Al Si P S Cl Ar
Sifat Logam Metaloid Non Logam Gas Mulia
Kereaktifan Menurun - Menurun -
Struktur Kovalen
Logam Besar Molekul Atom
unsur besar
Ion Na+ Mg2+ Al3+ - P3- S2- Cl- -
Oksida Na2O MgO Al2O3 SiO2 P2O5 SO2 Cl2O
-
P2O3 SO3 Cl2O7
Jenis Beberapa asam dan
Asam Kuat Asam -
oksida beberapa basa
Struktur Kovalen
Ion Yang besra Molekul -
oksida besar

77
4.3.2 Sifat Fisika
Periodik berarti mengikuti interval tertentu. Titik lebur suatu unsur
bergantung pada kekuatan ikatannya dan juga struktur dari unsurnya. Ketika
logam dilebur, kekuatan ikatan logamnya berkurang.
Jari-jari atom dan jari-jari ion semakin meningkat dari atas ke bawah dalam
satu golongan. Begitu juga dengan muatan dan jumlah elektron pada kulit
terluarnya dari atas ke bawah semakin meningkat dalam satu golongan.
Pada perioda pendek yang pertama, (Li-F), muatan inti meningkat dari 3
menjadi 9. Ketika muatan inti meningkat, kulit elektron K semakin dekat ke inti
dan jarak kulit elektron K berkurang. Pengaruh terhadap kulit elektron L karena
adanya kulit K yang berfungsi sebagai perisai dari inti, sehingga muatan inti yang
efektif kurang daripada muatan inti yang sebenarnya. Sebagai contoh : Pada litium
kulit elektron L tertarik ke inti yang bermuatan +3 sedangkan pada kulit K
terdapat 2 elektron sehingga muatan inti efektifnya mendekati +1. Pada berilium
kulit elektron L tertarik ke inti yang bermuatan +4 sedangkan pada kulit K
terdapat 2 elektron sehingga muatan inti efektifnya mendekati +2.

4.4 Konfigurasi Elektron dan Periodisitas


Dari ketiga partikel subatom, elektron memiliki peran yang sangat besar
dalam menentukan sifat fisika dan sifat kimia unsur. Susunan unsur dalam tabel
bergantung pada sifat-sifat ini. Unsur dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori
yang berbeda berdasarkan konfigurasi elektronnya.
 Gas Mulia merupakan unsur dimana sub kulit s dan p, elektron terluarnya
terisi penuh. Unsur gas mulia termasuk ke dalam golongan 0. Gas mulia
disebut dengan gas yang stabil karena sukar bereaksi dengan unsur lain dalam
reaksi kimia. Konfigurasi elektron untuk empat unsur pertama gas mulia
dapat dilihat dibawah ini :

Helium : 1s2
Neon : 1s2 2s2 2p6
Argon : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
Krypton : 1s2 2s2 2p6 3s3 3p6 3d10 4s2 4p6

78
 Unsur yang representatif merupakan unsur dimana sub kulit s dan p ,
elektron terluarnya hanya terisi sebagian. Unsur ini dikenal dengan golongan
A. Gas mulia juga termasuk ke dalam golongan A. Untuk unsur ini nomor
golongan sama dengan jumlah elektron valensinya yang terdapat pada kulit
terluar. Sebagai contoh, unsur golongan 1A (lithium, sodium, potassium,
rubidium, dan sesium) memiliki 1 elektron valensi.

Lithium : 1s2 2s1


Sodium : 1s2 2s2 2p6 3s1
Potassium : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1

Karbon, silikon dan germanium pada golongan 4A memiliki 4 elektron


valensi.

Karbon : 1s2 2s2 2p2


Silikon : 1s2 2s2 2p6 3s1 3p2
Germanium : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2 4p2

 Logam Transisi merupakan unsur dimana sub kulit s dan d terisi elektron.
Unsur transisi dikenal dengan golongan B.
 Logam Transisi Dalam merupakan unsur dimana sub kulit s dan f terisi
elektron.

s1 s2 d1 d2 d3 d4 d5 d6 d7 d8 d9 d10 p1 p2 p3 p4 p5 p6
1 s2

2
3

4
5
6
7

f1 f2 f3 f4 f5 f6 f7 f8 f9 f10 f11 f12 f13 f14

79
6
7
Perioda
blok f

Tabel periodik dapat dibagi menjadi beberapa bagian atau blok, berdasarkan
pada sub kulit yang terisi elektron.
1. Blok s merupakan bagian dari tabel periodik yang berisi unsur yang
memiliki konfigurasi elektron s1 dan s2. Itu terdiri atas golongan 1A dan 2A
dan gas mulia helium.
2. Blok p terdiri atas unsur golongan 3A, 4A, 5A, 6A, 7A dan 0 dengan
pengecualian helium.
3. Logam transisi termasuk pada blok d dan logam transisi dalam termasuk
pada blok f.

s p
d d
f

4.4.1 Kecenderungan Berkala Pada Ukuran Atom


Berdasarkan model mekanika kuantum jari-jari suatu atom tidak dapat
diketahui dengan tepat. Salah satu cara untuk memperkirakan ukuran atom relatif
dengan menggunakan adalah jari-jari atom kovalen. Jari-jari atom kovalen adalah
setengah dari jarak antara inti dua atom di dalam sebuah molekul diatomik
homonukir. Sebagai contoh, pemisahan jarak inti dari molekul brom (Br 2) adalah
0,228 nm. Nilai 0,114 nm (0,228 : 2) adalah jari-jari atom brom. Gambar di
bawah ini menunjukkan jari-jari atom golongan A :

H 0,030

80
Li 0,123 Be 0,89 B 0,080 C 0,077 N 0,070 O 0,066 F 0,064

Na 0,157 Mg 0,136 Al 0,125 Si 0,117 P 0,110 S 0.104 Cl 0,099

K 0,203 Ca 0,174 Ga 0,125 Ge 0,122 As 0,121 Se 0,117 Br 0,114

Kecenderungan golongan. Dalam satu golongan dari atas ke bawah,


jumlah kulit atom bertambah, artinya jari-jari atompun meningkat, akibatnya
ukuran atom meningkat.
Kecenderungan perioda.
Dalam satu perioda dari kiri ke kanan jumlah kulit atom sama tetapi
muatan inti makin besar. Akibatnya, gaya tarik inti bertambah sehingga jari-jari
atom semakin kecil maka ukuran atompun menurun. Hal ini diperlihatkan oleh
gambar 4.3.
Gambar 4.3. Jari-Jari Atom Unsur

81
4.4.2 Kecenderungan Berkala Pada Energi Ionisasi
Energi yang dibutuhkan untuk melepaskan sebuah elektron dari kulit terluar
sebuah atom dalam keadaan gas disebut energi ionisasi. Atom natrium
melepaskan satu elektron membentuk ion positif dengan muatan +1.
Na(g) Na+ (g) + e-

Energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron terjauh pertama disebut


dengan energi ionisasi pertama. Untuk melepaskan elektron yang paling jauh dari
gas yang bermuatan +1 memerlukan sejumlah energi yang disebut dengan energi
ionisasi kedua dan begitu seterusnya. Tabel di bawah ini memberikan tiga energi
ionisasi pertama dari 20 unsur pertama.

Tabel 4.2. Energi Ionisasi 20 Unsur Pertama


Simbol unsur Energi ionisasi (kJ/mol)
Pertama Kedua Ketiga
H 1 312
He (gas mulia) 2 371 5 247
Li 520 7 297 11 810
Be 900 1 757 14 840
B 800 2 430 3 659
C 1 086 2 352 4 619
N 1 402 2 857 4 577
O 1 314 3 391 5 301
F 1 681 3 375 6 045
Ne (gas mulia) 2 080 3 963 6 276
Na 495,8 4 565 6 912
Mg 737,6 1 450 7 732
Al 577,4 1 816 2 744
Si 786,2 1 577 3 229
P 1 012 1 896 2 910

82
S 999,6 2 260 3 380
Cl 1 255 2 297 3 850
Ar (gas mulia) 1 520 2 665 3 947
K 418,8 3 069 4 600
Ca 589,5 1 146 4 941

Muatan ion dapat diperkirakan dengan menggunakan konsep energi ionisasi.


Perhatikan tiga unsur logam golongan 1A pada tabel di atas. Terdapat
peningkatan energi yang besar antara energi ionisasi pertama dan energi ionisasi
kedua karena lebih mudah melepas 1 elektron pada kulit terluar dari atom untuk
membentuk ion dengan muatan +1 dibandingkan melepas 1 elektron pada kulit
terluar dari ion yang bermuatan +1. Hal ini berlaku juga untuk unsur pada
golongan yang lainnya.
Kecenderungan golongan. Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa
pada umumnya energi ionisasi pertama dari atas ke bawah dalam satu golongan
semakin menurun. Hal ini disebabkan makin bertambahnya jari-jari atom
sehingga daya tarik inti terhadap elektron pada kulit terluar semakin lemah
akibatnya atom lebih mudah melepaskan elektron dan energi ionisasinya lebih
kecil.
Dalam gambar 4.4 terlihat periodisitas potensial ionisasi tingkat pertama.
Unsur-unsur segolongan dari atas ke bawah umumnya memiliki potensial ionisasi
makin rendah sedangkan unsur-unsur seperioda dari kiri ke kanan potensial
ionisasinya makin tinggi.
Besarnya potensial ionisasi suatu unsur ditentukan oleh dua faktor yaitu
muatan inti dan jari-jari atom. Karena makin besar muatan inti atom menyebabkan
gaya tarik elektrostatik inti terhadap elektron makin kuat. Maka makin besar
muatan inti akan mengakibatkan makin tinggi potensial ionisasi suatu unsur.
Dengan alasan serupa maka mudah dimengerti bahwa semakin besar jari jari atom
suatu unsur, maka potensial ionisasi unsur tersebut makin rendah.

Gambar 4.4. Energi Ionisasi vs Nomor Atom

83
Kecenderungan perioda. Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa pada
umumnya energi ionisasi pertama dari kiri ke kanan dalam satu perioda semakin
meningkat. Hal ini disebabkan jari-jari atom makin kecil sehingga daya tarik inti
terhadap elektron pada kulit terluar semakin kuat akibatnya atom sukar
melepaskan elektron dan energi ionisasinya lebih besar.

Untuk unsur-unsur seperioda dari kiri ke kanan mempunyai muatan inti


makin besar, sedangkan jari-jari atomnya makin kecil. Dua faktor ini mempunyai
pengaruh yang sama terhadap potensial ionisasi, yaitu potensial ionisasi dari kiri
ke kanan makin tinggi. Unsur-unsur segolongan dari atas ke bawah muatan inti
makin besar tetapi jari-jari atomnya juga besar. Dua faktor ini mempunyai
pengaruh berlawanan dan ternyata bahwa pengaruh jari-jari atom lebih besar
dibandingkan dengan pengaruh muatan ini, sehingga potensial ionisasi unsur-
unsur segolongan dari atas ke bawah makin rendah. Kesesuaian antara tinjauan
sederhana di atas dengan hasil pengukuran potensial ionisasi berbagai unsur dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5. Potensial ionisasi tingkat pertama unsur-unsur utama

H He
13,
6 24,6
Li Be B C N O F Ne
8, 11, 14, 13, 17,
5,4 9,3 5 3 3 6 4 21,6
Na Mg Al Si P S Cl Ar
10,
5,1 7,6 6 8,2 11 4 13 15,7

84
K Ca Ga Ge As Se Br Kr
11,
4,3 6,1 6 8,1 10 9,8 8 14
Rb Sr In Sn Sb Te I Xe
5, 10,
4,2 5,7 8 7,3 8,6 9 4 12,1
Cs Ba Tl Pb Bi Po At Rn
6,

Kalau diperhatikan tabel potensial ionisasi ini maka dijumpai hal-hal yang
menarik sebagai berikut
a. Potensial ionisasi unsur-unsur N, P dan As lebih tinggi daripada potensial
ionisasi unsur-unsur di sebelah kanannya.
b. Potensial ionisasi semua gas mulia adalah paling tinggi untuk setiap
perioda, sedangkan jari-jari atom gas mulia adalah paling kecil dalam setiap
perioda.
Kalau potensial ionisasi dikaitkan dengan besarnya gaya tarik inti terhadap
elektron terluar, maka makin tinggi harga potensial ionisasi berarti makin besar
pula gaya tarik tersebut, atau dapat dinyatakan bahwa makin besar potensial
ionisasi maka keadaan elektron dalam suatu atom akan makin stabil.
Berikut ini adalah peristiwa ionisasi atom magnesium (Mg).
Ionisasi pertama :
Mg  Mg+ PI = 7,64 eV
Ionisasi kedua :
Mg+  Mg2+ PI = 15,03 eV
Stabilitas elektron dalam suatu atom tentu saja ada hubungannya dengan
konfigurasi elektron atom tersebut. Sebagai contoh elektron-elektron dalam
orbital 1s lebih stabil daripada dalam orbital 2s dan seterusnya sesuai dengan
urutan tingkat energi orbital atom karena tingkat energi orbital 1s lebih rendah
daripada 2s dan seterusnya. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa elektron-
elektron yang menempati tingkat energi terendah keadaannya paling stabil.
Kembali pada potensial ionisasi N, P, dan As, maka mudah dipahami
bahwa unsur-unsur ini memiliki stabilitas yang lebih tinggi daripada unsur-unsur
di sebelah kanannya dan kalau ditinjau dari konfigurasi elektron unsur-unsur

85
tersebut, maka terlihat bahwa unsur tersebut memiliki konfigurasi setengah penuh
dalam orbital p terluar.
7N : 1s2 2s2 2px1 2py1 2pz1
Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa unsur-unsur yang memiliki
konfigurasi elektron setengah penuh pada orbital yang berisi elektron terakhir
mempunyai stabilitas yang tinggi.
Hal ini dapat digunakan untuk menerangkan penyimpangan konfigurasi
unsur-unsur :
Cr, 42Mo, dan 74W
24

Dari uraian di atas dapat pula dipahami bahwa gas mulia akan mempunyai
konfigurasi elektron paling stabil dan unsur-unsur ini memiliki konfigurasi
elektron penuh. Dan dapat pula dinyatakan bahwa unsur-unsur yang memiliki
konfigurasi elektron penuh pada orbital yang terisi elektron terakhir memiliki
susunan yang sangat stabil.
Oleh karena itu unsur tembaga 29Cu memiliki konfigurasi elektron:
29 Cu = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10
4.4.3 Kecenderungan Berkala Pada Afinitas Elektron
Energi yang dilepaskan pada saat atom menerima elektron dalam keadaan
gas disebut afinitas elektron (EA). Sebagai contoh : energi yang dilepaskan ketika
atom fluor menerima elektron dan membentuk ion negatif.
F (g) + e- F- (g)
Umumnya unsur melepaskan energi ketika menerima elektron sehingga
afinitas elektron bernilai negatif. Afinitas elektron menunjukkan kemudahan atom
menerima elektron. Golongan halogen memiliki afinitas elektron yang paling
tinggi. Sebuah tanda negatif dituliskan pada saat energi dilepaskan untuk
menerima sebuah elektron. Sebuah tanda positif dituliskan ketika menyerap
energi. Sebagai contoh bila klor menangkap sebuah elektron dari luar maka akan
terbentuk ion Cl- dengan melepaskan energi sebesar 3,79 eV.
F (g) + e- F- (g) + 328 kJ EA = - 328 kJ/mol
Be (g) + e- + 240 kJ Be- (g) EA = + 240 kJ/mol
Pada tabel di bawah ini kita dapat melihat afinitas elektron umumnya
meningkat dari kiri ke kanan dalam satu perioda. Ini karena ukuran atom yang

86
semakin kecil dan muatan inti yang meningkat. Ketika semakin ke bawah dalam
satu golongan, afinitas elektron umumnya menurun dengan meningkatnya ukuran
atom.

1A 2A 3A 4A 5A 6A 7A
H – 73
Li – 60 Be + 240 B - 27 C – 122 N+9 O – 141 F – 328
Na – 53 Mg + 230 Al – 44 Si – 134 P – 72 S – 200 Cl – 348
K – 48 Ca + 156 Ga – 30 Ge – 120 As – 77 Se – 195 Br – 325
Rb – 47 Sr + 170 In – 30 Sn -121 Sb – 101 Te – 190 I - 295
Cs - 45 Ba + 52 Tl - 30 Pb - 110 Bi - 110 Po - 183 At - 270
Tabel 4.3. Afinitas Elektron Unsur golongan A

4.4.4 Kecenderungan Berkala Pada Ukuran Ion


Atom unsur logam memiliki energi ionisasi yang kecil. Unsur logam
membentuk ion positif dengan mudah. Perbedaannya, atom unsur non logam
dapat membentuk ion negatif. Bagaimana pengaruh dilepaskan dan diterimanya
elektron terhadap ukuran ion? Ukuran ion positif (kation) selalu lebih kecil dari
pada ukuran atom netral yang membentuk ion tersebut. Ini karena atom
kehilangan elektron pada kulit terluar sehingga tarikan inti terhadap beberapa
elektron yang tersisa semakin meningkat. Jari-jari ion Na+ adalah 0,095 nm,
harga ini kira-kira satu setengah kali lebih kecil dari ukuran atom Na yaitu 0,186
nm. Perbedaannya, ukuran ion negatif selalu lebih besar dari pada ukuran atom
netral. Ini karena atom menerima elektron pada kulit terluar sehingga tarikan inti
terhadap beberapa elektron yang tersisa semakin berkurang. Jari-jari ion Cl-
adalah 0,181 nm kira-kira dua kali lebih besar dari atom Cl yaitu 0,099 nm.

Li+ 0,060 Be2+ 0,031 B3+ 0,020 C4+ 0,015

Na+ 0,095 Mg2+ 0,065 Al3+ 0,050 Si4+ 0,041

87
K+ 0,133 Ca2+ 0,099 Ga3+ 0,062 Ge4+ 0,053

4.4.5 Kecenderungan Berkala Pada Keelektronegatifan


Keelektronegatifan suatu unsur adalah kecenderungan suatu unsur untuk
menerima elektron dari atom lain. Keelektronegatifan unsur ditunjukkan dengan
skala keelektronegatifan Pauling. Skala ini berdasarkan sejumlah faktor termasuk
afinitas elektron dan potensial ionisasi atom.

Tabel 4.4. Nilai Keelektronegatifan Unsur


Harga keelektronegatifan Unsur
H
2,1
Li Be B C N O F
1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0
Na Mg Al Si P S Cl
0,9 1,2 1,5 1,8 2,1 2,5 3,0
K Ca Ga Ge As Se Br
0,8 1,0 1,6 1,8 2,0 2,4 2,8

Keelektronegatifan unsur terdapat dalam tabel periodik. Keelektronegatifan


gas mulia dihilangkan karena konfigurasi elektron gas mulia yang stabil sehingga
sukar membentuk senyawa. Cesium memiliki keelektronegatifan paling kecil
yaitu 0,7 sedangkan fluor unsur yang memiliki harga keelektronegatifan yang
paling besar yaitu 4,0. Ketika fluor secara kimia berikatan dengan unsur lain,
kecenderungan menerima elektron atau membentuk ion negatif lebih besar.
Sebaliknya, Cesium yang memiliki keelektronegatifan paling kecil mempunyai
kecenderungan paling kecil untuk menerima elektron. Atom yang kehilangan
elektron membentuk ion positif.

88
Dalam satu perioda dari kiri ke kanan keelektronegatifan unsur semakin
besar. Sebaliknya dalam satu golongan dari atas ke bawah keelektronegatifan
unsur semakin kecil.
1A 0
2A 3A 4A 5A 6A 7A

Ukuran Ion (kation menurun Ukuran ion (anion) menurun

Dalam satu golongan dari atas kebawah Dalam satu perioda dari kiri ke kanan
Keelektronegatifan Menurun Keelektronegatifan meningkat
Efek Perisai Meningkat Efek Perisai Konstan
Muatan Inti Meningkat Muatan Inti Meningkat
Energi Ionisasi Menurun Energi Ionisasi Meningkat
Afinitas Elektron Menurun Afinitas Elektron Meningkat
Jari-jari atom meningkat Jari-jari atom menurun

Umumnya atom-atom dengan jari-jari atom kecil mempunyai


kecenderungan yang lebih besar untuk menerima elektron daripada atom-atom
yang mempunyai jari-jari atom besar, sehingga dikatakan bahwa atom kecil
umumnya lebih bersifat elektronegatif dibandingkan atom besar atau unsur-unsur
kecil mempunyai elektronegativitas lebih tinggi dibandingkan unsur-unsur besar.
Hal ini disebabkan makin tinggi potensial ionisasi suatu unsur, makin besar
keelektronegatifannya. Kalau dikaitkan pengertian elektronegativitas dengan tabel
periodik unsur, maka dapat dinyatakan bahwa secara keseluruhan dari atas ke
bawah keelektronegatifan unsur semakin kecil dan dari kiri ke kanan semakin
besar, sedang gas mulia dianggap sebagai unsur yang paling stabil dengan
keelektronegatifan sama dengan nol. Akibatnya unsur fluor, F, adalah unsur yang
paling elektronegatif dibandingkan unsur lainnya, sedangkan fransium, Fr,
merupakan unsur yang memiliki keelektronegatifan terendah dan dikenal sebagai
unsur yang elektropositif.

89
4.4.6 Valensi
Banyaknya elektron pada kulit terluar disebut elektron valensi. Ion positif
terbentuk bila unsur melepaskan elektron dan ion negatif terbentuk bila unsur
menerima elektron. Valensi tertinggi sesuai dengan golongan.
Contoh :
Ne : 2 8 elektron valensi 8 (paling stabil) jadi valensi = 0
Na : 2 8 1 elektron valensi 1, jika melepaskan 1 elektron menjadi Na+.
valensi = + 1
N:2 5 elektron valensi 5, untuk membentuk konfigurasi gas mulia
(8 elektron), valensi -3 : menerima 3 elektron dan valensi
+5 : melepaskan 5 elektron.
Jadi susunan elektron : N3- : 2 8
N5+ : 2

4.4.7 Logam dan bukan Logam


Logam adalah unsur-unsur yang memiliki elektron valensi rendah (lebih
kecil dari 3) sehingga bersifat mudah melepaskan elektron atau bersifat
elektropositif yaitu mudah membentuk ion positif sedangkan non logam adalah
unsur-unsur yang mempunyai elektron valensi tinggi sehingga mudah menerima
elektron atau bersifat elektronegatif yaitu mudah membentuk ion negatif.

- Dalam satu perioda : makin ke kiri sifat logam semakin besar, makin ke
kanan sifat non logam semakin besar.
- Dalam satu golongan : makin ke bawah sifat logamnya makin besar,
sedangkan semakin ke atas sifat logamnya makin kecil. Hal ini disebabkan
makin ke bawah semakin bertambah jumlah kulit sehingga jari-jari atomnya
semakin besar, akibatnya elektron valensi mudah dilepaskan.

4.5 Sifat Unsur


4.5.1 Gas Mulia

90
Helium, neon, argon, kripton, xenon dan radon semua unsur tersebut
termasuk golongan 0. Gas ini jarang ditemukan karena mereka terdapat di
atmosfir dalam jumlah yang sangat kecil. Dahulu ilmuwan kimia juga menyebut
unsur ini sebagai gas yang stabil karena mereka jarang bereaksi dengan unsur lain.
Pada tahun 1962, bagaimanapun seorang ilmuwan kimia dari Kanada bernama
Neil Bartlett membuat Xenon tetraflorida (XeF4), sebuah senyawa xenon. Sejak
saat itu, senyawa kripton dan radon juga telah dibuat. Namun, dibandingkan
dengan unsur yang lain unsur pada golongan 0 sangat tidak reaktif. Karena alasan
ini unsur ini dikenal dengan nama Gas Mulia. Nama ini menekankan pada
kecenderungan unsur ini berada sebagai atom daripada bereaksi dengan atom lain
membentuk senyawa. Di samping tidak reaktif, gas mulia memiliki banyak
kegunaan. Helium digunakan untuk mengisi balon udara. Helium dan neon
digunakan sebagai atmosfir buatan. Neon, argon, kripton dan xenon digunakan
dalam bola lampu potret dan pengelasan aluminium.

4.5.2 Logam Alkali dan Logam Alkali Tanah


Unsur yang ada di dalam golongan 1A disebut dengan logam Alkali. Logam
alkali memiliki kerapatan yang rendah, titik lebur yang rendah, dan merupakan
penghantar listrik yang baik. Logam alkali bersifat lunak sehingga mudah
dipotong dengan sebuah pisau. Permukaan yang baru dipotong berkilauan tetapi
menjadi buram ketika bereaksi dengan udara. Ini berkaitan dengan reaksi yang
cepat dengan oksigen dan embun. Unsur ini di alam ditemukan dalam bentuk
senyawa. Banyak senyawa sodium dan potasium diisolasi dari tumbuhan oleh
ilmuwan kimia terdahulu. Masing-masing logam alkali mudah bereaksi dengan air
yang dingin, menghasilkan gas hidrogen dan sebuah larutan logam hidroksi. Di
dalam ruangan logam alkali biasanya disimpan di bawah minyak atau kerosin
untuk melindungi logam tersebut dari oksigen dan embun.
Unsur golongan 2A disebut dengan logam alkali tanah. Logam alkali tanah
dapat bereaksi dengan air menghasilkan larutan yang bersifat alkali. Unsur ini
dapat diekstraksi dari bijih mineral. Logam alkali tanah kurang reaktif
dibandingkan golongan 1A sehingga tidak perlu disimpan di bawah minyak.
Logam alkali tanah lebih keras daripada logam alkali, berwarna putih keabu-
abuan yang berkilauan tetapi di udara akan tampak bercak-bercak dengan balutan

91
oksida yang tipis. Balutan tersebut melindungi logam, terutama berilium dan
magnesium, dari reaksi yang lebih jauh. logam ini dapat digunakan dalam
pembuatan struktur material yang memiliki kerapatan yang rendah.

4.5.3 Golongan Aluminium


Unsur logam dan non logam terdapat dalam golongan 3A. Unsur non logam
adalah boron sedangkan unsur logam yaitu aluminium, gallium, indium dan
thallium.
Aluminium merupakan logam yang keras dengan kerapatan yang rendah
khususnya resistan terhadap karat. Seperti magnesium pada golongan 2A,
aluminium mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Reaksi ini membentuk
aluminium oksida. Aluminium atau campuran logam dengan magnesium,
digunakan secara luas dalam pembuatan pesawat terbang dan pembuatan alat
masak, karena balutan yang melindunginya aluminium sukar bereaksi dengan air
tetapi mudah bereaksi dengan asam atau basa, yang akan melarutkan balutan
tersebut dan membebaskan hidrogen.
Aluminium terdapat di alam dalam batuan dan mineral. Aluminium biasanya
dalam senyawaan aluminium oksida yang berguna sebagai alat pengampelas.
Galium, indium dan thalium sangat jarang ditemukan dan mempunyai beberapa
kegunaan. Salah satu kegunaan galium sebagai komponen termometer. Galium
memiliki titik lebur 30o C dan titik didihnya 1980o C.

4.5.4 Golongan Karbon


Golongan karbon terdiri atas karbon yang merupakan unsur non logam,
silikon dan germanium merupakan metaloid, timah dan timbal merupakan logam.
Intan dan grafit adalah dua alotrop karbón. Intan bersifat non logam dan
merupakan penghantar listrik yang buruk sedangkan grafit bersifat seperti logam
dan merupakan penghantar listrik yang baik.
Silikon merupakan unsur kedua yang berlimpah di alam, terkandung dalam
pasir dan batuan serta tanah liat. Silikon dan germanium bersifat semikonduktor
dan selain digunakan sebagai bahan transistor juga digunakan dalam fotosel
tenaga matahari.

92
Timah dan timbal merupakan logam. Timah sangat penting dalam
pembuatan piringan timah karena timah akan melapisi besi sehingga terlindung
dari karat. Alat solder merupakan campuran dari timah dan timbal. Tetra etil lead
sebuah senyawa organik timbal merupakan zat aditif yang ditambahkan ke dalam
bensin untuk menghilangkan ketukan pada mesin tetapi zat tersebut sangat
beracun bagi makhluk hidup sehingga penggunaannya mulai dikurangi pada tahun
belakangan ini.

4.5.5 Golongan Nitrogen


Golongan nitrogen terdiri atas nitrogen yang berwujud gas pada suhu kamar,
fosfor merupakan unsur non logam padat, arsen dan antimon yang merupakan
metaloid dan unsur yang terakhir yaitu bismut merupakan unsur logam.
Nitrogen penting bagi organisme hidup karena DNA pada makhluk hidup
mengandung basa nitrogen. Protein dan enzim merupakan molekul rantai panjang
dengan struktur dasarnya terdiri atas ikatan antara karbon dengan nitrogen.
Walaupun 80 % di udara yang kita hirup adalah nitrogen, kita tidak dapat
menggunakannya untuk membuat zat yang penting bagi kita tetapi bakteri yang
terdapat pada bintil akar kacang polong dan kacang-kacang lainnya dapat
menggunakan nitrogen.
Fosfor juga merupakan unsur yang penting bagi mahluk hidup. Selain
merupakan komponen DNA, juga memperkuat tulang dan gigi. Fosfor sebagian
besar terdapat dalam batuan fosfat. Fosfor murni terbagi atas fosfor putih dan
fosfor merah. Fosfor putih sangat reaktif dan biasanya disimpan di bawah air
untuk melindunginya dari reaksi dengan oksigen di udara. Fosfor merah kurang
reaktif dan digunakan dalam pembuatan korek api.
Arsen, antimon dan bismut berada di alam dalam bentuk bijih sulfida.
Campuran yang mengandung antimon dan bismut digunakan dalam pembuatan
logam karena sifatnya yang mudah memadat.

4.5.6 Golongan Oksigen

93
Golongan 6A terdiri atas oksigen, belerang, selenium, telurium dan
polonium. Oksigen berwujud gas. Belerang merupakan unsur non logam yang
berada di alam dalam keadaan bebas, berwujud padat, getas, dan berwarna
kekuningan. Selenium dan telurium keduanya berwujud padat. Polonium
merupakan unsur terakhir yang terdapat dalam golongan ini merupakan logam
yang bersifat radioaktif.
Oksigen merupakan unsur yang berlimpah di alam. Komposisi oksigen di
udara yaitu 20 %, 60 % massa dari tubuh manusia dan 50 % massa kulit bumi
yang keras. Kebanyakan oksigen terdapat dalam batuan silikat yang terdapat pada
kulit bumi. Oksigen dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis. Gas
oksigen digunakan dalam bidang kedokteran.
Belerang terdapat di dalam tanah dalam jumlah besar. Belerang juga
merupakan komponen dari batubara dan minyak tanah dalam jumlah yang sedikit.
Belerang penting bagi mahluk hidup dan umumnya terikat di dalam jembatan
disulfida yaitu salah satu ikatan yang menyebabkan protein berikatan bersama-
sama. Kegunaan utama dari belerang adalah dalam pembuatan asam sulfat dan
vulkanisasi karet. Asam sulfat sebagian besar digunakan di dalam industri kimia.
Selenium merupakan semikonduktor sehingga digunakan dalam sel
fotolistrik, alat pengukur cahaya dalam kamera dan pada tombol yang peka
terhadap cahaya. Proses xerografik pada mesin fotokopi juga menggunakan
selenium.
Telurium merupakan salah satu unsur yang paling jarang ditemukan, bersifat
racun.

4.5.7 Halogen dan Hidrogen


Halogen terdiri atas fluor, klor, brom, iodin dan astatin. Dua unsur pertama
yaitu fluor dan klor berwarna hijau-kekuning-kuningan dan berwujud gas pada
suhu kamar dan tekanan 1 atm. Brom berwujud cair dan berwarna merah tua.
Iodin berwarna ungu dan berbentuk kristal padat yang berkilauan. Larutan obat
iodin 3 % digunakan sebagai antiseptik. Unsur terakhir yaitu astatin bersifat
radioaktif dan jarang ditemukan.

94
Halogen di alam tidak terdapat dalam keadaan bebas, tetapi senyawa mereka
terdapat berlimpah. Unsur ini dinamakan halogen karena mereka biasanya
ditemukan sebagai garam dari logam golongan 1A dan 2A. Sebagai contoh, garam
sodium klorida, sodium bromida dan sodium iodida yang ditemukan di dalam air
laut dan garam meja. Kalsium fluorida merupakan mineral fluorspar dimana fluor
merupakan halogen yang bersifat reaktif. Meskipun demikian, senyawa dari fluor,
klor dan iodin penting bagi kehidupan. Fluor sebagai ion fluorida penting dalam
pemeliharaan dan pembentukan gigi yang sehat. Klor sebagai ion klorida
merupakan komponen yang penting dalam darah dan cairan tubuh kita. Iodin
sebagai ion iodida diperlukan untuk mencegah penyakit gondok yaitu
pembengkakan pada kelenjar tiroid.
Halogen memiliki kegunaan lain dalam industri rumah tangga. Larutan yang
encer dari klor digunakan sebagai pemutih dan pembasmi kuman. Perak klorida
dan perak bromida sensitif terhadap cahaya dan digunakan dalam pembuatan film
fotografi. Fluor digunakan dalam pembuatan teflon untuk penggorengan dan alat
masak lainnya.
Hidrogen merupakan gas yang reaktif yang membentuk senyawa yang
bersifat eksplosif dengan oksigen. Hidrogen juga mudah bereaksi dengan unsur
lainnya. Hidrogen terdapat pada golongan 1A pada tabel periodik. Hidrogen
merupakan unsur non logam, bukan juga penghantar panas atau listrik yang baik
seperti logam alkali. Pada beberapa tabel periodik, hidrogen juga diletakkan di
golongan 7A pada bagian atas karena seperti halogen, hidrogen kekurangan 1
elektron untuk membentuk konfigurasi elektron yang stabil seperti konfigurasi
elektron gas mulia.

4.5.8 Logam Transisi dan Logam Transisi Dalam


Unsur yang terakhir adalah logam transisi dan logam transisi dalam. Seperti
unsur pada golongan A, kebanyakan unsur logam memiliki sifat fisika dan sifat
kimia yang sama.mereka dibagi dalam beberapa golongan. Dimulai dengan
golongan 3B pada sisi kiri dan dilanjutkan sampai golongan 7B pada sisi kanan.
Golongan 7B diikuti 3 kelompok yang bersama-sama membentuk golongan 8B.
Dua golongan yang terakhir yaitu golongan 1B dan 2B.

95
Ada 14 unsur transisi dalam pada perioda keenam dalam tabel periodik yaitu
dari cerium sampai lutetium dikenal sebagai golongan lantanida. Berikutnya
perioda ketujuh yaitu thorium sampai lawrencium yang dikenal sebagai golongan
aktinida.
Unsur transisi dan transisi dalam merupakan logam yang berkilauan dan
penghantar listrik dan panas yang baik. Tungsten, sebuah padatan yang rapuh
dengan titik lebur 3400o C digunakan di dalam bola lampu kawat pijar. Merkuri
dengan titik lebur - 38o C digunakan di dalam termometer. Perak digunakan untuk
melapisi cermin karena kualitas perak yang dapat memantulkan cahaya secara
sempurna. Produksi kawat tembaga dalam jumlah yang besar disebabkan karena
tembaga merupakan penghantar panas yang sangat baik. Baja dengan ciri khas
yang berbeda dibuat dengan penambahan kobalt, tembaga, krom, nikel atau
vanadium dan besi. Tubuh kita juga memerlukan logam transisi. Besi diperlukan
dalam memproduksi hemoglobin. Kobalt bagian dari molekul vitamin B12. Seng
dan tembaga komponen yang diperlukan dalam banyak enzim.
Logam transisi dan logam transisi dalam memiliki perbedaan kereaktifan.
Unsur skandium, yittrium, dan lanthanum memiliki sifat yang hampir sama
dengan unsur yang ada di dalam golongan 1A dan 2A yaitu mudah teroksidasi dan
bereaksi dengan air serta melepaskan hidrogen. Sebaliknya platina dan emas
sangat tidak reaktif dan sukar teroksidasi. Kebanyakan senyawa transisi dan
transisi dalam memiliki warna yang menunjukkan rumus kimia yang berbeda.

4.6 Kemiripan Sifat Unsur


Pada awal 1860-an dikenal 63 unsur, dan beberapa ahli kimia, diantaranya
John Newland di Inggris, Lothar Meyer dari Jerman dan Dimitri Mendeleyev dari
Rusia, menyatakan bahwa jika unsur-unsur didaftar menurut kenaikan bobot
atom, unsur-unsur dengan sifat yang sama muncul secara berkala dalam daftar itu.
Misalnya dua logam natrium dengan litium. Bukan hanya penampilan ketiga
unsur itu, tetapi juga unsur-unsur tersebut membentuk senyawa dengan unsur
oksigen dan klor dengan rumus yang mirip. Menurut naiknya bobot atom natrium
unsur ketujuh setelah litium dan kalium ketujuh setelah natrium.
1 litium

96
1+7=8 natrium
8 + 7 = 15 kalium
Unsur Berilium, magnesium dan kalsium memiliki sifat yang mirip secara
fisika dan bisa bersenyawa dengan oksigen dan klor dengan rumus yang mirip.
Menurut kenaikan bobot atom, ketiganya juga muncul dengan interval tiap tujuh
unsur :
2 Berilium
2+7=9 magnesium
9 + 7 = 16 kalsium
Suatu peristiwa atau gejala yang berulang secara teratur disebut periodik
(berkala).
Bobot atom yang diketahui dalam tahun 1869 berpengaruh terhadap titik
didih beberapa unsur. Ternyata dengan turunnya kurva secara selang seling
menunjukkan bahwa titik didih merupakan fungsi berkala dari bertambahnya
bobot atom.
Dengan bertambahnya bobot atom, titik didih unsur-unsur berubah secara
berkala. Titik didih niobium dan molibdenum begitu tinggi sehingga keluar dari
grafik.
Ketika unsur argon (Ar), suatu gas secara kimia tak aktif, ditemukan
dalam tahun 1894, sifat-sifatnya tidak mirip unsur manapun yang telah dikenal.
Dengan tabel berkala sebagai penunjuk ahli kimia menduga bahwa argon pastilah
anggota keluarga yang membentuk suatu koloni vertikal baru. Dalam 6 tahun,
lima anggota lain golongan unsur tersebut, dari helium ke radon, ternyata
semuanya merupakan gas yang tak aktif secara kimia.

4.7 Penggolongan Unsur


4.7.1 Penggolongan Unsur berdasarkan Golongan dan Perioda

97
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan tabel periodik modern, yaitu :
1. Unsur digolongkan menjadi Golongan A (utama) yaitu Golongan IA
sampai VIIIA dan Golongan B (transisi) yaitu IB sampai VIIIB dan Lantanida
serta Aktinida. Unsur dalam satu golongan ditulis tegak atau vertikal dari atas
ke bawah.
2. Unsur-unsur logam ada di sebelah kiri sedangkan unsur-unsur nonlogam
ada di sebelah kanan dan unsur-unsur yang ada diantaranya merupakan unsur
metaloid.
3. Unsur logam transisi dibagi dua yaitu unsur logam transisi dalam
(Lantanida dan Aktinida) dan unsur logam transisi luar (Golongan IB sampai
VIII B).
4. Perioda (jalur mendatar atau horizontal) dari kiri ke kanan terdiri dari 7
perioda.
- Perioda 1 disebut periode sangat pendek, hanya terdiri dari 2 unsur.
- Perioda 2 dan 3 disebut periode pendek, berisi 8 unsur
- Perioda 4 dan 5 disebut periode panjang, berisi 18 unsur
- Perioda 6 disebut sangat panjang, berisi 32 unsur
- Perioda 7 belum terisi seluruhnya sehingga disebut periode belum lengkap
5. Unsur-unsur digolongkan berdasarkan kenaikan nomor atomnya.

Tabel 4.6. Konfigurasi elektron unsur periode ke 3 (Na sampai Ar)

98
Unsur dalam satu jalur horizontal (mendatar) memiliki kesamaan jumlah
kulit yang terisi elektron, sedangkan elektron valensinya (elektron pada kulit
terluar) akan bertambah dari kiri ke kanan.
Unsur dalam satu jalur vertikal (tegak) memiliki kesamaan jumlah
elektron valensi pada kulit terluar sedangkan jumlah kulit akan bertambah dari
atas ke bawah.
Dengan demikian maka jumlah kulit yang terisi elektron menyatakan
perioda sedangkan jumlah elektron valensi menyatakan golongan.

Tabel 4.7. Konfigurasi elektron unsur Golongan IA

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa unsur transisi memiliki


konfigurasi elektron pada subkulit d dan s dan tidak memiliki elektron valensi
kurang dari 3.

Tabel 4.8. Konfigurasi elektron unsur transisi

99
Golongan Lantanida akan memiliki sifat menyerupai Lantanium sebagai
contoh unsur Ce dengan nomor atom 58 dengan konfigurasi elektron 1s2 2s2 2p6
3s2 3p6 4s2 3d10 4p6 5s2 4d10 5p6 6s2 4f2. Golongan Lantanida hanya memperhatikan
subkulit 4f tempat kedudukan electron valensinya. Golongan Aktinida, contohnya
Thorium (Th) dengan nomor atom 90 konfigurasi elektronnya 54[Xe] 6s2 4f14 5d10
6p6 7s2 5f2 subkulit terakhirnya 5f2 7s2 sehingga
Golongan aktinida memiliki subkulit 5f. Jadi unsur golongan utama dan golongan
transisi ditentukan berdasarkan elektron valensinya sedangkan Golongan transisi
dalam ditentukan berdasarkan jenis subkulitnya.

4.7.2 Penggolongan Unsur berdasarkan Jenis Subkulit


Sistem periodik modern dapat dikelompokkan menjadi blok s, blok p, blok
d, dan blok f. Jika konfigurasi elektron berakhir pada subkulit s maka unsur
tersebut berada pada blok s. Bila berakhir pada subkulit p maka unsur tersebut
pada blok p. Begitu pula halnya dengan blok d, maka elektron terluar pada
subkulit d, sedangkan blok f, bila elektron terluar pada subkulit f. Jadi dapat
dikatakan bahwa blok suatu unsur ditentukan oleh orbital terakhir dari konfigurasi
elektronnya.
Blok s dimiliki oleh unsur Golongan IA dan Golongan IIA. Blok p
dimiliki oleh unsur Golongan IIIA sampai Golongan VIIIA. Blok d dimiliki oleh
unsur golongan transisi yaitu golongan IB sampai Golongan VIIIB. Blok f
dimiliki oleh unsur Golongan Lantanida dan Aktinida.
Blok s dengan subkulit ns1 dan ns2, blok p dengan subkulit ns2 np1 sampai
ns2 np6 dan blok d dengan subkulit (n-1)d1 ns2 sampai (n-1)d10 ns2, sedangkan blok
f dengan subkulit (n-2)f1 ns2 sampai (n-2)f14 ns2. Dimana n merupakan kulit yang
menunjukkan periodanya.

Tabel 4.9. Hubungan konfigurasi elektron dengan subkulit

100
4.7.3 Penggolongan Unsur berdasarkan Susunan Elektron Kulit Terluar
Berdasarkan susunan elektron kulit terluar, unsur dibagi menjadi 4 macam :
a. Unsur inert (gas mulia) adalah unsur yang mempunyai susunan elektron
kulit terluar telah penuh (8 elektron).
b. Unsur utama (golongan A) adalah unsur yang mempunyai susunan
elektron terluar belum penuh.
c. Unsur peralihan (unsur transisi golongan B)

101
Adalah unsur yang mempunyai susunan elektron sub kulit d belum penuh.
Karena subkulit d berisi 10 elektron, maka golongan B berisi 10 unsur tiap
perioda.
Contoh : Golongan B pada perioda 4
Fe : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d6
Zn : 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d10
d. Unsur peralihan dalam
Unsur yang mempunyai susunan elektron subkulit f belum penuh. Karena f =
14 maka golongan unsur peralihan dalam berjumlah 14 unsur, yaitu deret
Lantanida dan Aktinida. Contoh : La :2 8 18 2 6 10 1 8 2
5. IKATAN KIMIA
5.1 Peranan Elektron dalam Ikatan Kimia
Teori duplet dan oktet dari G.N. Lewis merupakan dasar ikatan kimia.
Lewis mengemukakan bahwa suatu atom berikatan dengan cara menggunakan
bersama dua elektron atau lebih untuk mencapai konfigurasi elektron gas mulia
(ns2np6)
Teori ini mendapat beberapa kesulitan, yaitu :
1. Pada senyawa BCl3 dan PCl5, atom boron dikelilingi 6 elektron, sedangkan
atom fosfor dikelilingi 10 elektron.
2. Menurut teori ini, jumlah ikatan kovalen yang dapat dibentuk suatu unsur
tergantung jumlah elektron tak berpasangan dalam unsur tersebut.
Contoh :
8 O : 1s2 2s2 2p2 2px2 2py1 2pz1
Ada 2 elektron tunggal. sehingga oksigen dapat membentuk 2 ikatan (H-O-
H; O=O).
akan tetapi:
5B : 1s2 2s2 2px1
Sebenarnya hal ini dapat diterangkan bila kita ingat pada prinsip Hund, cara
pengisian elektron dalam orbital suatu sub kulit, yaitu bahwa elektron-
elektron tidak membentuk pasangan elektron sebelum masing-masing orbital
terisi dengan sebuah elektron.

102
Contoh : 5B : 1s2 2s2 2px1 (R) (hibridisasi) 1s2 2s1 2px1 2py1
dengan hibridisasi, untuk berikatan dengan atom B memerlukan tiga buah
elektron, seperti BCl3
3. Menurut teori di atas, unsur gas mulia tidak dapat membentuk ikatan karena
di sekelilingnya telah terdapat 8 elektron. Tetapi saat ini sudah diketahui
bahwa Xe dapat membentuk senyawa, misalnya XeF2 den XeO2.
Teori lain adalah teori ikatan valensi. Dalam teori ini ikatan antar atom
terbentuk karena adanya orbital-orbital atom yang bertumpang tindih. Elektron
dalam orbital yang tumpang tindih harus mempunyai bilangan kuantum spin yang
berlawanan.

Beberapa macam ikatan kimia yang telah diketahui, antara lain :


A. Ikatan antar atom 1. Ikatan ion = elektrovalen = heteropolar
2. Ikatan kovalen = homopolar
3. Ikatan kovalen koordinasi = semipolar
4. Ikatan logam
B. Ikatan antar 1. Ikatan hidrogen
2. Ikatan van der walls
molekul

5.2 Ikatan Ion, Energi Kisi, dan Lingkar Born Haber


5.2.1 Elektron Valensi
Elektron valensi adalah elektron pada tingkat energi tertinggi dari atom-
atom pada unsur. Mendeleev menyusun tabel periodik berdasarkan sifat-sifat
unsur. Kemudian ilmuwan mempelajari bahwa semua unsur pada golongan
tertentu dari tabel periodik memiliki jumlah elektron valensi yang sama. Contoh,
unsur pada golongan IA memiliki satu elektron valensi, karbon dan silikon,
golongan IVA, memiliki empat elektron valensi. Nitrogen dan fosfor, golongan
VA, memiliki lima elektron valensi. Oksigen dan sulfur, golongan VIA, memiliki
enam elektron valensi. Golongan gas mulia merupakan pengecualian dari aturan
yang ada. Helium memiliki dua elektron valensi sedangkan yang lain memiliki
delapan elektron valensi. Elektron valensi biasanya digunakan dalam
pembentukan ikatan kimia. Struktur Lewis menggambarkan elektron valensi
sebagai titik.

103
5.2.2 Konfigurasi Elektron Stabil untuk Kation
Unsur umumnya ditemukan dalam bentuk ion disebabkan unsur berusaha
mencapai tingkat energi terendah yang mungkin secara alami. Tingkat energi dan
kereaktifan kimia gas mulia rendah karena memiliki konfigurasi elektron stabil.
Atom dari unsur-unsur lain kurang stabil Tingkat energi dan kereaktifan kimia
dari unsur-unsur tersebut lebih tinggi karena konfigurasi elektron kurang stabil.
Untuk membentuk senyawa, atom berusaha mencapai energi terendah yang
mungkin.
Tahun 1916, Gilbert Lewis memberikan penjelasan mengapa atom
cenderung membentuk ion dan molekul. Dia menyarankan aturan Oktet : Atom-
atom bereaksi dengan mengubah jumlah elektronnya sehingga mencapai
kestabilan struktur elektron seperti gas mulia. Gas mulia, kecuali helium,
memiliki delapan elektron (ns2 np6) pada tingkat energi tertinggi. Aturan oktet
dirumuskan berdasarkan hal tersebut. Atom unsur logam mengikuti aturan oktet
dengan melepaskan elektron membentuk ion bermuatan positif atau kation. Atom
dari unsur non logam mengikuti aturan oktet dengan menerima elektron
membentuk ion bermuatan negatif atau anion.
Kation adalah atom atau sekelompok atom yang bermuatan positif. Kation
umumnya terbentuk dari atom logam yang kehilangan elektron. Sodium, golongan
IA, pada tabel periodik memiliki elektron berjumlah 11 termasuk satu elektron
valensi. Ketika membentuk senyawa, atom sodium kehilangan satu elektron
valensinya dan memiliki konfigurasi elektron mirip neon, gas mulia. Ion sodium
memiliki delapan elektron (oktet) pada tingkat energi tertinggi. Karena jumlah
proton pada inti sodium masih 11, kekurangan satu muatan negatif menghasilkan
ion sodium bermuatan positif.
Na 1s2 2s2 2p6 3s1
Na+ 1s2 2s2 2p6
oktet
Konfigurasi elektron dari ion sodium mirip dengan atom neon. Keduanya
memiliki delapan elektron terluar
Ne 1s2 2s2 2p6

104
Ionisasi secara sederhana ditunjukkan dengan menggunakan struktur
Lewis.

kehilangan elektron valensi


Na . Na+ + e-
ionisasi

atom Na Ion sodium elektron


(tidak bermuatan = 0) ( tanda + menunjukkan (tanda - menunjukkan
1 unit muatan positif) 1 unit muatan negatif)

Ada beberapa ion yang tidak memiliki konfigurasi elektron seperti gas
mulia (ns2 np6). Ini merupakan penyimpangan dari aturan oktet. Contoh perak,
dengan konfigurasi elektron 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d10 4s2 4p6 4d10 5s1 untuk
membentuk struktur seperti gas krypton, atom perak harus kehilangan 11 elektron.
Cara lain, perak bisa menerima 7 elektron untuk mencapai konfigurasi elektron
seperti gas xenon dan hal tersebut kemungkinan kecil terjadi karena ion dengan
muatan lebih dari tiga tidak umum.
Perak tidak bisa membentuk konfigurasi elektron seperti gas mulia.
Konfigurasi elektron terluar menjadi 4s2 4p6 4d10 jika perak kehilangan elektron
pada 5s1. Konfigurasi ini, dengan 18 elektron pada tingkat energi terluar, relatif
stabil. Perak memiliki konfigurasi elektron gas mulia semu. Perak membentuk ion
bermuatan positif. Beberapa unsur lain juga memiliki sifat yang sama dengan
perak untuk deret logam transisi. Ion Cu+, Au+, Cd2+, dan Hg2+ memiliki
konfigurasi elektron gas mulia semu.

5.2.3 Konfigurasi Elektron Stabil Untuk Anion


Anion adalah sebuah atom atau sekelompok atom yang bermuatan negatif.
Atom dari unsur non logam lebih mudah mencapai konfigurasi elektron stabil
dengan menerima elektron daripada melepaskan elektron. Contoh, klorin,
golongan VIIA, golongan halogen pada tabel periodik, menerima satu elektron
menghasilkan ion klorida. Klorin adalah anion yang memiliki muatan negatif
tunggal. Atom klorin membutuhkan satu elektron valensi untuk mencapai
konfigurasi elektron seperti gas mulia, argon.
Cl 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5

105
Cl- 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
oktet
Ion klorida memiliki 8 elektron (oktet) pada tingkat energi tertinggi sama
dengan konfigurasi elektron dari argon.
Ar 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
oktet

Atom Klor (Cl) Ion Klorida (Cl-) Sodium klorida


(NaCl) struktur
Kristal mengandung
ion Na+ dan ion Cl-

Menangkap e-

Melepas e-

Kehilangan e-
Atom Sodium (Na) Ion sodium (Na+)

Struktur Lewis bisa digunakan untuk menuliskan persamaan yang


menunjukkan pembentukan ion klorida dari atom klorin
.. ..
: Cl . + e- kehilangan elektron valensi
: Cl- :
ionisasi
.. ..
atom klorin Ion klorida
Anion dari klorin dan halogen lainnya menerima elektron untuk
membentuk ion-ion halida. Sebuah atom untuk tiap halogen memiliki 7 elektron
valensi dan menerima satu elektron untuk mencapai konfigurasi elektron seperti
gas mulia. Oleh karena itu, ion-ion halida memiliki muatan -1; F-, Cl-, Br-, dan I-.

Soal :
1. Berapa banyak elektron yang ditangkap atau dilepaskan oleh unsur berikut
untuk membentuk ion ?
a. Ca b. F c. Al d. O

106
2. Ion apakah yang dibentuk oleh unsur berikut pada saat elektron valensi
dilepaskan atau ditangkap dan mencapai konfigurasi gas mulia?
a. S b. Na c. F d. Ba

107
5.2.4 Senyawa ionik
Anion dan kation memiliki muatan berlawanan. Keduanya tertarik satu
sama lain oleh gaya elektrostatik. Gaya tarik yang mengikat dua ion yang
muatannya berlawanan disebut ikatan ion. Senyawa ionik adalah kelompok ion
netral yang berikatan oleh adanya gaya elektrostatik. Pada senyawa ionik, muatan
positif kation harus sama dengan muatan negatif anion.
Untuk mempelajari ikatan ion, sebagai contoh reaksi antara atom sodium
dan atom klorin (gambar 5.1). Dalam membentuk senyawa, sodium memiliki
elektron valensi tunggal yang mudah dilepaskan. Klorin memiliki 7 elektron
valensi dan mudah menerima satu elektron. Ketika sodium dan klorin bereaksi
membentuk senyawa, rasio muatan 1:1. Atom sodium memberikan satu elektron
valensi pada atom klorin.

Gambar 5.1. Pembentukan Ikatan Ion antara sodium dan klorin

1s2 2s2 2p6 3s1 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5 1s2 2s2 2p6 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
oktet oktet
Ne Ar
2 2 6
1s 2s 2p 1s 2s 2p6 3s2 3p6
2 2

oktet oktet
Makin besar perbedaan keelektronegatifan makin besar pula karakter
ioniknya terkecuali F dan Cs, F memiliki keelektronegatifan paling kuat,
sedangkan Cs memiliki keelektronegatifan paling lemah, sehingga ikatannya tidak
sepenuhnya ionik. Bagaimanapun juga ikatan kovalen murni ada dalam molekul
yang tersusun oleh atom yang sama (H2, Cl2, C-C) atau molekul yang tersusun
dari atom yang memiliki keelektronegatifan yang hampir sama, contoh: C-H.
Dalam logam gaya tarik berasal dari elektron yang terdelokalisasi sedang
dalam senyawa ionik berasal dari gaya tarik menarik antara ion positif dan
negatif. Dalam senyawa ini, partikel-partikel bermuatan diposisikan pada jarak yg
sama satu dengan yang lainnya, sehingga ikatan dalam molekul sulit dipisahkan
(diskrit). Dalam logam, setiap atom biasanya diposisikan pada jarak yang sama
dengan 6, 8 atau 12 atom yang lainnya yang menunjukkan bahwa ikatan dengan
seluruh atom-atom yang berbeda ini memiliki kekuatan yang sama.
Soal
1. Gunakan struktur Lewis untuk menentukan rumus kimia dari senyawa
ionik yang dibentuk dari gabungan unsur-unsur berikut :
a. K dan I b. Ca dan S
c. Al dan O d. Na dan P
2. Tulislah nama senyawa ionik pada soal nomor 3!
3. Gunakan muatan ionik untuk menuliskan rumus kimia dari senyawa ionik
pada soal nomor 3!

5.2.5 Sifat Senyawa Ionik


Umumnya senyawa ionik merupakan padatan kristalin pada suhu kamar.
Komponen molekul, atom atau ion dari kristal tersusun sedemikian rupa dalam
pola tiga dimensi. Pada padatan NaCl, satu ion Na+ dikelilingi oleh 6 ion Cl- dan 1
ion Cl- dikelilingi oleh 6 ion Na+. Penyusunan ini dikarenakan gaya tarik yang
kuat antar ion dan gaya tolak yang kecil. Gaya tarik yang kuat menghasilkan
struktur stabil. Ini ditunjukkan dengan kenyataan bahwa senyawa ionik umumnya
memiliki titik leleh sangat tinggi.
Penyusunan ion NaCl dalam tiga dimensi ditunjukkan pada gambar 5.2.
Karena masing-masing ion Na+ dikelilingi 6 ion Cl-, maka bilangan koordinasinya
adalah 6. Bilangan koordinasi menunjukkan jumlah ion yang muatannya
berlawanan mengelilingi masing-masing ion dalam kristal. Tiap ion Cl- dikelilingi
oleh ion Na+ dan memiliki bilangan koordinasi 6.
Gambar 5.2. Struktur NaCl dalam 3 dimensi
CsCl memiliki rumus empiris yang mirip dengan NaCl. Keduanya
memiliki kristal kubik tetapi struktur kristal di dalamnya berbeda. Tiap ion Cs+
dikelilingi 8 ion Cl- dan tiap ion Cl- dikelilingi oleh 8 ion Cs+. Kedua anion dan
kation pada CsCl memiliki bilangan koordinasi 8.
Rutil adalah bentuk kristal dari titanium dioksida (TiO 2). Senyawa ini
memiliki bilangan koordinasi 6 untuk kation Ti4+. Tiap ion Ti4+ dikelilingi 6 ion
O2-. Bilangan koordinasi 3 untuk anion O2-. Tiap ion O2- dikelilingi oleh 3 ion Ti4+.
Bentuk kristalnya tetragonal. Struktur dalam dari kristal ditentukan dengan
menggunakan difraksi kristalografi sinar X. Pola yang dibentuk sinar X melalui
kristal pada film sinar X digunakan untuk menghitung jarak dan posisi ion dalam
kristal.
Senyawa ionik dapat menghantarkan arus listrik. Contoh, ketika NaCl
meleleh ( = 800oC). Struktur kristalnya rusak sehingga tiap ion bebas bergerak.
Jika arus dilewatkan pada lelehan, kation bermigrasi ke satu elektroda dan anion
bermigrasi ke elektroda lainnya. Pergerakan ion ini artinya ada aliran listrik antara
dua elektroda. Ini merupakan sifat khas dari senyawa ionik dimana dapat
menghantarkan arus listrik pada saat dalam wujud lelehan. Senyawa ionik
menghasilkan konduktivitas listrik jika dilarutkan dalam air. Ketika senyawa
dilarutkan, ion-ion bebas bergerak. Senyawa ionik hanya larut dalam pelarut polar
(air) yang dapat memutus ikatan ionik dengan sifat polaritasnya dan membentuk
ion hidrat (ion yang diseliputi dengan mantel air).

5.2.6 Energi Kisi dan Siklus Born Haber


Energi kisi ialah besarnya energi yang dilepaskan, jika ion-ion positif dan
negatif yang terpisah dimungkinkan untuk berdekatan membentuk kristal ion yang
tersusun dari 1 mol unit rumus suatu senyawa atau energi kisi dapat didefinisikan
sebagai besarnya energi yang diperlukan untuk memecah kristal ion, sehingga
terjadi pemisahan sempurna dari 1 mol senyawa menjadi ion-ionnya. Semakin
kuat gaya di antara ion-ion, semakin sulit memecahkan kristal. Gaya tarik di
antara sepasang ion yang bermuatan berlawanan meningkat dengan semakin
meningkatnya muatan ion atau dengan semakin menurunnya ukuran ion.
Energi kisi pada kebanyakan senyawa ion cukup besar sehingga ion-ion
sukar melepaskan diri begitu saja dan berubah ke fasa gas. Padatan ion sukar
menyublim pada suhu kamar. Semua padatan ion dapat meleleh jika diberi cukup
energi panas untuk memecahkan struktur kristal. Pada umumnya semakin tinggi
energi kisi, semakin tinggi titik leleh. Perhitungan energi kisi memberikan
gambaran sehubungan dengan hukum Hess dan dua sifat atom, yaitu energi
ionisasi dan afinitas elektron.
Untuk menghitung energi kisi dari NaCl(p) misalnya, meliputi 5 tahap
dimana metode yang digambarkan pada gambar 5.3 dikembangkan oleh ahli fisika
Jerman Max Born dan kimiawan Frits Haber, dan dikenal sebagai siklus Born
Haber.

Gambar 5.3. Diagram entalpi untuk menentukan energi kisi (U) dari NaCl(p)

5.3 Ikatan Kovalen dan Kepolaran Ikatan

5.3.1 Ikatan Kovalen Tunggal


Ikatan kovalen dibentuk dari penggunaan bersama pasangan elektron antar
atom. Atom hidrogen dan unsur nonlogam pada golongan IVA, VA, VIA, dan
VIIA pada tabel periodik cenderung membentuk ikatan kovalen. Penggunaan
bersama pasangan elektron terjadi ketika atom yang terlibat dalam ikatan berusaha
mencapai konfigurasi elektron yang stabil. Konfigurasi elektron stabil
mengandung 8 elektron valensi (oktet) kecuali untuk atom hidrogen. Hidrogen
membutuhkan satu elektron lagi untuk membentuk konfigurasi elektron stabil
seperti helium (duplet).
Hidrogen adalah contoh atom sederhana. Atom hidrogen memiliki satu
elektron valensi. Penggunaan bersama pasangan elektron antar atom hidrogen
membentuk molekul diatomik (gambar 5.4.a). Tiap molekul hidrogen memiliki
konfigurasi elektron stabil seperti helium, yang memiliki dua elektron valensi.
Ikatan kovalen tunggal terbentuk ketika terjadi penggunaan bersama pasangan
elektron antara dua atom. Rumus kimia untuk molekul hidrogen (H2) :

H. + .H  H:H pasangan elektron ikatan


atom hidrogen atom hidrogen molekul hidrogen

Gambar 5.4.a. Struktur Molekul Hidrogen

Rumus struktur adalah rumus kimia yang menunjukkan susunan atom


dalam molekul dan ion poliatom. Garis yang ada antar atom pada rumus struktur
menunjukkan pasangan elektron yang digunakan bersama.
Rumus H2, menunjukkan perbedaan antara rumus kimia pada senyawa ion
dan senyawa kovalen. Rumus kimia untuk senyawa ion menunjukkan rumus
empiris. Rumus kimia untuk senyawa kovalen menunjukkan rumus molekul.
Senyawa ion tidak memiliki rumus molekul karena senyawa ion tidak
mengandung molekul. Rumus empiris tembaga (II) oksida adalah CuO dan bukan
Cu2O2 karena CuO mewakili sampel terkecil yang bermuatan netral yang
mewakili kandungan unsur dalam tembaga (II) oksida. Molekul hidrogen
mengandung dua atom hidrogen yang terikat bersama. Gambar 5.4.b
menunjukkan perbedaan antara senyawa ionik dan senyawa kovalen.
Gambar 5.4.b Perbedaan antara senyawa ionik dan senyawa kovalen.

Senyawa Ionik (NaCl) Senyawa kovalen (H2O)

Molekul diatomik dari golongan halogen terbentuk melalui ikatan kovalen


tunggal. Contohnya fluor. Karena atom fluor memiliki tujuh elektron valensi,
maka atom fluor membutuhkan satu elektron untuk mencapai konfigurasi elektron
seperti unsur neon. Melalui penggunaan bersama pasangan elektron, dua atom
fluor mencapai kestabilan menghasilkan ikatan kovalen tunggal (gambar 5.5).
.. .. .. .. .. ..
: F. + : F. : F:F: atau :F–F:
.. .. .. .. .. ..
atom fluor atom fluor molekul fluor
Perhatikan tiap atom fluor mengunakan hanya satu pasang elektron
valensi. Elektron valensi yang tidak digunakan bersama antar atom disebut
elektron sunyi atau elektron nonbonding.

Gambar 5.5. Struktur Molekul Fluor

5.3.2 Ikatan Kovalen Rangkap Dua dan Tiga


Atom bisa menggunakan lebih dari satu pasang elektron untuk mencapai
kestabilan, membentuk konfigurasi elektron seperti gas mulia. Ikatan kovalen
rangkap dua melibatkan dua pasang elektron. Ikatan kovalen rangkap tiga
melibatkan tiga pasang elektron.
Oksigen, O2, adalah contoh molekul yang memiliki ikatan kovalen
rangkap dua berdasarkan hukum oktet. Atom oksigen, dengan enam elektron
valensi, bisa menggunakan dua pasangan elektron secara bersama dengan atom
oksigen lainnya membentuk ikatan kovalen rangkap dua.
.. .. .. .. .. ..
:O: + :O:  : O :: O : atau :O=O:
atom oksigen atom oksigen molekul oksigen
Molekul nitrogen mengandung ikatan kovalen rangkap tiga. Tiap atom
nitrogen memiliki lima elektron valensi. Atom nitrogen membutuhkan tiga
elektron lagi untuk mencapai konfigurasi elektron seperti unsur neon. Tiap atom
nitrogen pada molekul nitrogen memiliki satu pasang elektron bebas.

• • • •
N• •N N N
••

••
••

••

• • • •


N N N N
••

••
••

••

5.3.3 Senyawa Kovalen


Struktur Lewis untuk molekul senyawa bisa ditulis sama seperti molekul
diatomik. Contohnya pada molekul air, amonia, metana, dan karbon dioksida.
Air adalah molekul triatom. Dua atom hidrogen menggunakan bersama
pasangan elektron dengan atom oksigen. Atom hidrogen dan oksigen mencapai
kestabilan konfigurasi elektron gas mulia melalui pemakaian bersama pasangan
elektron. Atom oksigen dalam molekul air memiliki dua pasang elektron sunyi
(gambar 5.6).

Gambar 5.6. Struktur Molekul Air


Atom karbon memiliki empat elektron valensi dan membutuhkan empat
elektron lagi untuk mencapai konfigurasi gas mulia. Molekul metana mengandung
empat atom hidrogen dan masing-masing menggunakan satu pasang elektron
bersama dengan atom karbon. Dengan cara ini ikatan C – H terbentuk.

Karbon dioksida mengandung dua atom oksigen yang masing-masing membentuk


ikatan kovalen rangkap dua dengan atom karbon.
.. .. .. .. .. ..
:O: + :C: + :O:  : O :: C :: O : atau :O=C=O:
atom oksigen atom karbon atom oksigen molekul karbon dioksida
atau • • • • • •
O• • C• •O O C O
••

••

••
••

•• • •• •• •• •

• • • •• ••
O C O O C O
••

••

•• • •• •• ••

5.3.4 Ikatan Kovalen Koordinat


Ikatan kovalen koordinat terjadi jika hanya satu atom yang memberikan
pasangan elektron yang akan digunakan bersama dalam ikatan kovalen.
Contohnya, karbon monoksida. Atom karbon membutuhkan empat elektron lagi
untuk mencapai konfigurasi seperti unsur neon dan atom oksigen membutuhkan
dua elektron. Kedua atom bisa mencapai konfigurasi elektron stabil melalui ikatan
kovalen koordinat.
.. ..
:O: + :C:  : C :: O:  : C ::: O :
atom oksigen atom karbon molekul karbon monoksida
Melalui ikatan kovalen rangkap dua, atom oksigen mencapai konfigurasi
elektron yang stabil tetapi tidak dengan atom karbon. Supaya atom karbon
memiliki konfigurasi elektron yang stabil, atom oksigen memberikan pasangan
elektron sunyi yang akan digunakan bersama dengan atom karbon untuk
membentuk ikatan kovalen koordinat.
Ikatan kovalen koordinat ditunjukkan oleh tanda panah pada rumus
struktur. Rumus struktur untuk karbon monoksida, dengan dua ikatan kovalen dan
satu ikatan kovalen koordinat, yaitu C = O. Ikatan kovalen koordinat mirip
dengan ikatan kovalen, yang berbeda hanya sumber pasangan elektron yang akan
digunakan bersama. Ion poliatom, amonium (gambar 5.7), memiliki ikatan
kovalen koordinat yang terbentuk jika ion hidrogen menarik pasangan elektron
bebas dari molekul amonia.

Gambar 5.7. Struktur Molekul Amonium

NH4+
H +
H N H
H
Kebanyakan kation atau anion poliatom memiliki ikatan kovalen dan
ikatan kovalen koordinat. Banyak ion poliatom bermuatan negatif. Atom pada ion
poliatom memiliki ikatan kovalen sehingga struktur Lewis bisa digunakan untuk
menggambarkan ion tersebut. Muatan negatif dari ion poliatom menunjukkan
jumlah elektron yang bertambah ke dalam elektron valensi dari atom. Ion
poliatom ditemukan sebagai bagian dari senyawa ion, penambahan elektron
mengimbangi muatan positif dari senyawa kation. Ion hidroksida mengandung ion
H, O dan elektron. Penambahan elektron menghasilkan muatan -1 pada molekul.

5.3.5 Resonansi
Perhatikan struktur Lewis dari ozon berikut. Perhatikan bahwa struktur
sebelah kiri bisa diubah menjadi struktur di sebelah kanan dengan menggeser
pasangan elektron tanpa mengubah posisi dari atom oksigen.
.. .. .. .. .. .. .. .. ..
:O: + :O: + :O:  : O :: O : O : : O : O :: O :
.. ..
Struktur menunjukkan ikatan di dalam ozon mengandung satu ikatan
kovalen koordinat dan satu ikatan kovalen rangkap. Ikatan kovalen rangkap
umumnya lebih pendek dibandingkan ikatan kovalen tunggal. Percobaan
menunjukkan bahwa kedua ikatan dalam ozon memiliki panjang yang sama. Hal
ini bisa dijelaskan jika ikatan dalam molekul ozon merupakan rata-rata dari dua
struktur Lewis.
Resonansi terjadi jika dua atau lebih struktur Lewis yang sebanding
digunakan untuk menggambarkan sebuah molekul. Kimiawan membayangkan
bahwa pasangan elektron bergerak maju dan mundur dengan sangat cepat, atau
beresonansi, antara struktur Lewis yang beraneka ragam. Tanda panah bolak balik
digunakan untuk menunjukkan dua atau lebih struktur yang beresonansi. Semakin
banyak struktur resonansi yang bisa ditulis, semakin stabil ion atau molekul.

5.3.6 Penyimpangan Hukum Oktet


Terkadang sulit untuk menuliskan struktur Lewis yang memenuhi hukum
Oktet. Ini terjadi jika jumlah elektron valensi pada unsur itu berjumlah ganjil.
Contohnya molekul NO2, mengandung 17 elektron valensi. Tiap oksigen
memberikan enam elektron dan nitrogen memberikan lima elektron. Dua struktur
resonansi yang mungkin untuk molekul NO2 :
.. .. .. .. .. ..
:O=N–O. .O–N=O:
.. ..
Struktur di atas memiliki pasangan elektron sunyi. Tidak ada struktur
Lewis yang mengikuti hukum oktet untuk molekul NO2.
Elektron memiliki spin dan bermuatan listrik. Muatan listrik ini
menghasilkan medan magnet, mirip dengan arus listrik pada motor listrik yang
menghasilkan medan magnet. Pasangan elektron memiliki spin yang arahnya
berlawanan sehingga medan magnet bisa ditiadakan. Unsur yang memiliki
elektron yang berpasangan bersifat diamagnetik. Unsur diamagnetik menolak
dengan lemah medan magnet luar. Berlawanan dengan unsur paramagnetik yang
menunjukkan daya tarik kuat terhadap medan magnet luar. Unsur ini memiliki
molekul yang mengandung satu atau lebih elektron bebas. Sifat paramagnetik bisa
dikenali dengan mengukur massa dari unsur yang tidak ada dan yang kemudian
ada dalam medan magnet. Massa unsur akan ada lebih banyak di dalam medan
magnet jika unsur tersebut bersifat paramagnetik.
Sifat paramagnetik bisa membingungkan jika dibandingkan dengan sifat
feromagnetik. Sifat feromagnetik memiliki daya tarik lebih kuat terhadap medan
magnet. Ion Fe2+, Co2+, dan Ni2+ memiliki elektron bebas. Kebanyakan ion
terdispersi secara acak jika melalui logam. Di dalam medan magnet golongan ion
ini memiliki daya tarik magnet yang kuat. Daya tarik tersebut tetap ada meskipun
medan magnet dipindahkan.
Atom oksigen dikelilingi oleh delapan elektron membentuk molekul
oksigen. Struktur ini memiliki semua elektron yang berpasangan. Percobaan
menunjukkan bahwa oksigen bersifat paramagnetik. Sifat ini bisa dijelaskan
hanya jika molekul oksigen mengandung elektron bebas. Pengukuran jarak antara
atom oksigen menunjukkan bahwa molekul oksigen memiliki sifat ikatan yang
terus bertambah. Molekul oksigen memiliki struktur resonansi :
.. .. .. .. .. ..
:O: + :O:  :O- O: :O=O:
. .
Beberapa molekul seperti senyawa boron juga menyimpang dari hukum
oktet. Atom boron dalam boron trifluorida (BF3), sebagai contoh, kekurangan dua
elektron. Boron trifluorida bereaksi dengan amonia membentuk senyawa
BF3.NH3. Atom boron menerima elektron bebas dari amonia untuk melengkapi
hukum oktet.
.. ..
:F: H :F: H

.. ..
:F–B + :N–H  :F–B N–H

:F: H :F: H
.. ..
Beberapa unsur, terutama fosfor dan sulfur, mengalami perluasan hukum
oktet yang terdiri dari 10 atau 12 elektron. Fosfor triklorida (PCl3) dan fosfor
pentaklorida (PCl5) merupakan senyawa yang stabil. Kedua senyawa tersebut
mengandung atom klor yang terikat pada atom fosfor. Ikatan kovalen dalam PCl3
mengikuti hukum oktet karena semua atomnya memiliki delapan elektron.
Struktur Lewis dari PCl5 bisa ditulis jika fosfor memiliki sepuluh elektron valensi.
Di dalam sulfur heksafluorida (SF6), atom sulfur memiliki 12 elektron valensi.

5.3.7 Ikatan Polar


Ikatan kovalen terbentuk oleh penggunaan bersama elektron antar atom.
Tidak semua ikatan kovalen sama. Sifat dari ikatan ini tergantung pada jenis dan
jumlah atom yang berikatan satu sama lain yang menentukan sifat dari molekul.
Ketika atom di dalam molekul jenisnya sama, elektron ikatan dipakai
secara sama dan ikatan tersebut merupakan ikatan kovalen nonpolar. Hidrogen
(H2), oksigen (O2) dan nitrogen (N2) memiliki ikatan kovalen nonpolar. Ketika
dua atom berbeda berikatan melalui ikatan kovalen, dan elektron ikatan dipakai
secara tidak sama, ikatan tersebut merupakan ikatan kovalen polar atau ikatan
polar. Atom dengan daya tarik elektron yang lebih kuat (semakin elektronegatif
atom) dalam ikatan polar menghasilkan muatan negatif. Atom yang memiliki
keelektronegatifan kecil menghasilkan muatan positif. Semakin besar
keelektronegatifan unsur, semakin besar kemampuan sebuah atom untuk
menerima elektron.
Contohnya molekul hidrogen klorida (HCl, gambar 5.8). Hidrogen
memiliki nilai keelektronegatifan 2,1 dan klor memiliki keelektronegatifan 3,0.
Ikatan kovalen di dalam hidrogen klorida adalah polar. Atom klor memiliki
muatan positif. Delta (δ ) digunakan untuk menunjukkan bahwa atom terlibat
dalam ikatan kovalen hanya memiliki muatan parsial, lebih kurang +1 atau -1.
δ + δ -
H – Cl

Gambar 5.8. Ikatan Kovalen Polar HCl


Nilai min menunjukkan bahwa klor memiliki muatan negatif. Tanda
positif menunjukkan bahwa hidrogen memiliki muatan positif. Kepolaran ikatan
bisa diwakili dengan tanda panah yang menunjuk ke atom yang lebih
elektronegatif.

H - Cl
Ikatan O – H dalam molekul air juga bersifat polar. Oksigen yang lebih
elektronegatif mendorong elektron ikatan menjauh dari hidrogen. Oksigen
bermuatan negatif. Hidrogen bermuatan positif.

δ -
O O
atau
δ + H H δ + H H
Keelektronegatifan menunjukkan jenis ikatan antara dua atom. Jika
perbedaan keelektronegatifan di antara dua atom lebih besar dari 2,0, ikatan
tersebut merupakan ikatan ion. Jika perbedaan keelektronegatifan lebih dari 0,4,
ikatan tersebut merupakan ikatan kovalen non polar.

5.3.8 Molekul Polar


Adanya ikatan polar dalam molekul membuat molekul tersebut polar.
Dalam molekul polar pada salah satu kutub molekul bermuatan negatif dan kutub
lainnya bermuatan positif. Contohnya, molekul hidrogen klorida, muatan parsial
atom hidrogen dan klor memiliki daerah yang bermuatan listrik atau kutub.
Molekul yang memiliki dua kutub disebut molekul dipolar atau dipol. Molekul
hidrogen klorida adalah dipol.
Pembentukan molekul polar bergantung pada bentuk molekul dan arah
dari ikatan polar. Molekul karbon dioksida, sebagai contoh, memiliki dua ikatan
polar dan bentuknya linier.

O=C=O
Karbon dan oksigen terbentang sepanjang sumbu aksis. Oleh karena itu
polaritas ikatan terabaikan karena arahnya berlawanan. Karbon dioksida adalah
molekul nonpolar. Molekul air memiliki dua ikatan polar, tetapi ikatan molekul
tersebut terdistorsi. Molekul air bersifat polar.

5.4 Energi Ikatan


Energi merupakan faktor penting yang menentukan kestabilan molekul.
Teori kuantum menunjukkan bahwa ikatan kovalen terbentuk karena atom-atom
yang terlibat mengalami penurunan energi pada saat mereka saling berdekatan
dibandingkan ketika mereka berjauhan. Teori kuantum juga menunjukkan bahwa
geometri molekul yang diamati dalam eksperimen adalah geometri yang
memberikan energi terendah bagi molekul itu. Energi yang harus diserap bila
ikatan dipecah menunjukkan kekuatan ikatan tersebut. Energi ikatan, kadang-
kadang disebut juga energi disosiasi ikatan, merupakan energi yang diperlukan
untuk memecah satu mol ikatan tertentu yang sedang dibahas. Ikatan energi
dilambangkan dengan ∆ Ed (“d“ disini berarti disosiasi) dan diukur langsung
dalam satuan kJ per mol.
Tabel 5.1. Energi Ikatan
Energi Ikatan dalam kJ/mol

Ikatan Tunggal

Ikatan Rangkap
Tabel 5.1 memuat energi ikatan untuk molekul diatomik tertentu. Ikatan
umumnya melemah dengan meningkatnya nomor atom, sebagaimana ditunjukkan
dengan menurunnya energi ikatan hidrogen halida berikut : HF > HCl > HBr >
HI. Namun, terdapat kelemahan pada molekul fluorin F2 (energi ikatannya jauh
lebih kecil daripada Cl2 dan sebanding dengan I2). Kekuatan ikatan menurun
sangat jauh dalam molekul diatomik dari N2 (945 kJ/mol) ke O2 (498 kJ/mol) ke
F2 (158 kj/mol).
Kita dapat menghitung energi ikatan rata-rata dari hasil pengukuran pada
sederet senyawa. Energi satu ikatan tertentu dalam senyawa yang berbeda akan
sedikit menyimpang dari nilai yang ditunjukkan, tetapi dalam banyak hal
penyimpangannya kecil.

5.5 Teori VSEPR


Struktur Lewis dan rumus struktur sulit menggambarkan bentuk molekul
tiga dimensi. Contoh, struktur Lewis dan rumus struktur dari metana
menunjukkan molekul secara dua dimensi.
Kenyataannya, molekul metana berada dalam tiga dimensi. Hidrogen pada
molekul metana berada pada keempat sisi dari padatan secara geometris, pada
struktur tetrahedron. Dalam penyusunannya, sudut H – C – H adalah 109,5o,
merupakan sudut tetrahedral. Teori tolakan pasangan elektron kulit terluar atau
teori VSEPR menjelaskan bentuk geometri molekul. Teori VSEPR menyatakan
bahwa karena tolakan pasangan elektron, molekul mengatur bentuknya sehingga
pasangan elektron valensi terpisah sejauh mungkin. Molekul metana memiliki
empat pasangan elektron ikatan dan tidak ada elektron sunyi. Pasangan elektron
ikatan terpisah sangat jauh ketika sudut antara atom pusat karbon dan hidrogen
yang terikat pada karbon sebesar 109,5o. Sudut ikatan H – C – H diketahui
berdasarkan percobaan. Penyusunan lainnya cenderung untuk mendekatkan dua
pasangan elektron.
Elektron sunyi memiliki peranan penting terhadap bentuk molekul.
Nitrogen dalam amonia dikelilingi oleh empat pasang elektron valensi, tetapi
terdapat 2 elektron sunyi. Tidak ada ikatan atom pada elektron sunyi. Elektron
sunyi menolak dengan kuat pasangan elektron ikatan, mendorongnya untuk saling
mendekat. Percobaan menunjukkan bahwa sudut ikatan H – N – H hanya 107o.
Bentuk dari molekul amonia adalah segitiga piramida.
Pada molekul air, oksigen membentuk ikatan kovalen tunggal dengan dua
atom hidrogen. Dua pasangan elektron ikatan dan 4 elektron sunyi membentuk
susunan tetrahedral di sekeliling atom pusat, oksigen. Meskipun molekul air
berbentuk planar tetapi terdistorsi. Dengan empat elektron sunyi menolak
pasangan elektron ikatan, sudut ikatan H – O – H mengecil. Percobaan
menunjukkan sudut ikatannya sebesar 105o.
Atom karbon pada CO2 memiliki elektron sunyi. Ikatan rangkap
menggabungkan atom oksigen dengan atom karbon sejauh mungkin ketika sudut
ikatan O=C=O 180o, sehingga bentuk molekulnya linear.
Penggambaran bentuk molekul dengan bantuan VSEPR didasari oleh
penggambaran struktur Lewis sebagai model 2 dimensi. Dalam teori VSEPR atom
pusat akan menempatkan secara relatif grup (bisa berupa atom atau pasangan
elektron) pada posisi tertentu. Prinsip dasarnya: masing-masing grup elektron
valensi ditempatkan sejauh mungkin satu sama lain untuk meminimalkan gaya
tolakan. Notasi yang dipakai: A = atom pusat, X = atom sekitar yang berikatan
dan E = grup elektron valensi yang tidak berikatan (sunyi)
Gambar 5.9. Jenis Geometri Molekul

Jumlah
Pasangan

Susunan
Pasangan

Jumlah
Pasangan

Susunan
Pasangan
Pasangan e- Susunan Pasangan Geometri Contoh
total Ikatan Bebas molekul

Pasangan e- Susunan Pasangan Geometri Contoh


total Ikatan Bebas molekul

Pasangan e- Susunan Pasangan Geometri Contoh


total Ikatan Bebas molekul
5.6 Teori Orbital Molekul
Pada saat 2 atom berikatan, orbital atom mengalami tumpang tindih untuk
menghasilkan orbital molekul. Tumpang tindih antar dua orbital atom
menghasilkan dua orbital molekul. Satu adalah orbital ikatan yaitu orbital molekul
yang memiliki energi lebih rendah daripada orbital atom sebelum orbital molekul
dibentuk, yang lainnya orbital anti ikatan, yaitu orbital yang memiliki energi lebih
tinggi daripada orbital atom sebelum orbital molekul dibentuk (gambar 5.11).
Orbital atom mengandung jenis atom tertentu. Orbital molekul
mengandung molekul dari atom. Jumlah orbital molekul sebanding dengan jumlah
orbital atom yang mengalami tumpang tindih. Jenis-jenis orbital atom dijelaskan
oleh gambar 5.12.

Gambar 5.11. Diagram Orbital Molekul


Tiap orbital atom menggambarkan paling banyak dua elektron. Orbital
atom setengah penuh jika mengandung satu elektron. Orbital atom penuh jika
mengandung dua elektron. Dua elektron dibutuhkan untuk mengisi pada tingkat
energi sama untuk membentuk orbital molekul ikatan atau anti ikatan.

Gambar 5.12. Tipe orbital atom


Konsep ini bisa digunakan untuk menjelaskan ikatan di dalam molekul
hidrogen. Orbital atom 1s dari dua atom hidrogen bertumpang tindih membentuk
molekul hidrogen dua elektron, satu dari masing-masing atom. Ketika elektron
mencapai energi terendah, elektron mengisi tingkat energi orbital molekul ikatan
(gambar 5.13).

Gambar 5.13. Diagram Orbital Molekul H2


Energi dari elektron pada orbital ikatan lebih rendah daripada energi dari
elektron yang terpisah pada atom hidrogen. Ini membuat molekul hidrogen stabil.
Gambar 5.14 menunjukkan pembentukan ikatan dan anti ikatan orbital molekul.

Gambar 5.14. Pembentukan ikatan dan anti ikatan orbital molekul

Pada orbital molekul ikatan terdapat kemungkinan menemukan elektron


diantara inti dari gabungan atom. Orbital ini simetris sepanjang sumbu aksis
antara atom hidogen. Ikatan sigma dibentuk ketika dua orbital atom bergabung
membentuk orbital molekul yang simetris sepanjang sumbu aksis
menghubungkan dua inti atom. Simbol dalam bahasa Yunani untuk sigma adalah
σ (gambar 5.15).
Ikatan dihasilkan dari ketidakseimbangan antara inti gaya tarik dan gaya
tolak. Karena bermuatan berlawanan, inti dan elektron tertarik satu sama lain.
Karena bermuatan sama, inti menolak inti dan elektron menolak elektron lain.
Pada molekul hidrogen gaya tarik antara inti hidrogen dan elektron mempengaruhi
keseimbangan. Pada energi lebih tinggi atau orbital molekul anti ikatan, elektron
tidak berada diantara inti. Meskipun keseimbangan terjadi karena gaya tolak.
Gaya tolak terjadi jika dua atom helium bergabung membentuk molekul He2. Tiap
atom memiliki dua elektron 1s. Dua dari elektron masuk pada tingkat energi
ikatan dan dua lainnya masuk pada tingkat energi anti ikatan.
Pada kasus ini gaya anti ikatan lebih besar daripada gaya ikatan, meskipun
molekul He2 tidak stabil dibandingkan atom helium dan helium ada hanya dalam
bentuk atom.
Orbital atom p juga bertumpang tindih untuk membentuk orbital molekul.
Contoh, atom fluor terisi setengah penuh pada orbital 2p. Ketika dua atom fluor
bergabung, orbital mengalami tumpang tindih untuk membentuk orbital molekul
ikatan penuh. Orbital molekul ikatan menunjukkan kemungkinan besar
menemukan pasangan elektron antara nuklida yang bermuatan positif dari dua
atom fluor. Inti fluor tertarik ke daerah yang memiliki kerapatan elektron tinggi.
Daya tarik menahan atom berikatan dalam molekul fluor, F2. Tumpang tindih
pada orbital 2p menghasilkan orbital molekul simetris ketika diperlihatkan
sepanjang sumbu aksis ikatan F-F. Oleh karena itu ikatan F-F merupakan ikatan
sigma.

Soal
Apa yang dimaksud dengan ikatan sigma? Jelaskan dengan bantuan diagram
bagaimana pertumpangtindihan dua orbital 1s setengah penuh menghasilkan
ikatan sigma!

Pada molekul fluorin orbital atom p bertumpangtindih dari satu sisi ke sisi
lain. Pada beberapa molekul, orbital ini bisa bertumpangtindih sisi ke sisi.
Tumpang tindih sisi ke sisi pada orbital atom p menghasilkan orbital molekul pi.
Terjadi ikatan pi ketika orbital molekul pi diisi oleh dua elektron. Simbol Yunani
untuk pi adalah π (gambar 5.15). Di dalam ikatan pi, elektron ikatan lebih mudah
ditemukan pada daerah berbentuk lonjong di atas dan di bawah inti dari atom
yang berikatan. Orbital bertumpang tindih pada ikatan pi tidak seluas pada ikatan
sigma. Oleh karena itu ikatan pi cenderung lebih lemah daripada ikatan sigma.

Gambar 5.15. Ikatan sigma dan Ikatan pi

5.6.1 Model Molekul


Model bola dengan warna yang berbeda-beda dan stik mewakili atom
(gambar 5.16). Kuning mewakili hidrogen, hitam untuk karbon, dan merah untuk
oksigen. Ikatan diwakili oleh stik kayu atau pegas logam yang sesuai dengan
lubang yang ada pada bola dengan sudut 109,5o. Jumlah lubang tiap bola sama
dengan jumlah ikatan atom. Hidrogen memiliki satu ikatan, oksigen dua, dan
karbon memiliki empat. Elektron tidak berpasangan tidak diperhitungkan. Model
bola dan stik menunjukkan dengan sangat jelas sudut ikatan dalam molekul.
Walaupun tidak secara akurat mewakili ukuran relatif atom atau panjang ikatan.
Model space-filling dibuat dari bola plastik. Ukuran tiap bola dengan tepat
mewakili ukuran relatif dari atom. Panjang ikatan juga bisa diukur. Model ini
tidak memberikan kesan menyimpang dari ruang kosong antara atom dalam
molekul.
Ilmuwan organik dan biokimiawan menggunakan komputer untuk
menciptakan model molekul yang dibentuk dari ratusan atom. Banyak reaksi
biokimia bergantung pada senyawa yang memiliki bentuk tertentu dengan rumus
tertentu. Dengan menggunakan perlengkapan khusus, ahli kimia bisa melihat
bentuk tiga dimensi dari molekul kompleks pada layar komputer. Ini
memungkinkan untuk membuat molekul bergerak ke sisi lain, mengecilkan
molekul, atau memotong bagian molekul pada layar.

Gambar 5.16. Model Molekul

5.7 Hibridisasi
Struktur Lewis dan gabungan dari elektron bebas di dalam orbital adalah
dua cara untuk menjelaskan ikatan kovalen. Teori VSEPR menggambarkan
bentuk molekul. Cara lain untuk menggambarkan molekul baik bentuk dan
ikatannya adalah dengan cara hibridisasi orbital. Dengan hibridisasi beberapa
orbital atom digabung untuk membentuk jumlah yang sama dari orbital padanan
yang sesuai.
Hibridisasi bisa digunakan untuk menggambarkan molekul metana. Satu
elektron pada 2s dan tiga elektron pada orbital 2p dari atom karbon bergabung
untuk membentuk 4 elektron pada hibridisasi sp3. Bentuk molekulnya tetrahedral
dengan sudut 109,5o. Elektron pada orbital sp3 dari karbon bertumpang tindih
dengan elektron pada orbital 1s dari empat atom hidrogen (gambar 5.17).
Kemungkinan besar terjadi tumpang tindih dengan elektron pada orbital 1s dari
atom hidrogen. Delapan elektron valensi yang tersedia mengisi orbital molekul
untuk membentuk empat ikatan sigma C – H.

Gambar 5.17. Ikatan Kimia pada Molekul Metana

Hibridisasi juga berguna untuk menggambarkan ikatan kovalen rangkap


dua. Etena sebagai contoh. Etena memiliki ikatan rangkap dua C = C dan empat
ikatan tunggal C – H.
H H
C=C
H H
Berdasarkan percobaan menunjukkan bahwa sudut ikatan H – C – H
sebesar 120o. Pada etena, orbital sp2 dihasilkan dari gabungan satu elektron pada
orbital 2s dan dua elektron pada orbital 2p dari atom karbon (gambar 5.18). Tiap
orbital hibrid terpisah satu sama lain dengan sudut 120o. Dua elektron pada orbital
sp2 dari masing-masing atom karbon membentuk ikatan sigma dengan empat
elektron pada orbital 1s dari empat atom hidrogen. Tiga elektron pada orbital sp 2
dari dua atom karbon bertumpang tindih membentuk ikatan sigma karbon –
karbon. Orbital nonhibridisasi, 2p, bertumpang tindih dari satu sisi ke sisi yang
lain untuk membentuk ikatan pi. Jumlahnya 12 elektron mengisi enam orbital
ikatan. (Dua karbon masing-masing memberikan empat elektron dan empat atom
hidrogen masng-masing memberikan satu elektron). Molekul etena terdiri dari
lima ikatan sigma dan satu ikatan pi.
Ikatan sigma dan ikatan pi merupakan ikatan kovalen. Ikatan ini tergambar
seperti rumus strukturnya. Ikatan pi lebih lemah dibandingkan ikatan sigma. Pada
reaksi kimia dari C = C, ikatan pi mudah dipecah dibandingkan ikatan sigma.

Gambar 5.18. Ikatan Kimia pada Molekul Etilen (Etena)

Bentuk ketiga dari ikatan kovalen adalah ikatan kovalen rangkap tiga,
contohnya pada etuna, C2H2. Nama lain dari etuna adalah asetilen.

H −C ≡ C − H

Hibridisasi menggambarkan etuna berdasarkan sifat molekul tersebut.


Bentuk molekul etuna adalah linear. Jika sebuah elektron pada orbital 2s dari
atom karbon bergabung dengan salah satu elektron dari tiga elektron pada orbital
2p akan menghasilkan hibridisasi sp untuk masing-masing karbon (gambar 5.19).
Ikatan sigma C – C terbentuk dari tumpang tindih dari elektron pada orbital sp
dari masing-masing atom karbon. Elektron pada orbital sp lainnya dari masing-
masing karbon bertumpang tindih dengan elektron pada orbital 1s dari masing-
masing hidrogen. Pasangan elektron yang tersisa pada orbital p dari masing-
masing karbon bertumpang tindih dari satu sisi ke sisi yang lain membentuk dua
ikatan pi. Sepuluh elektron mengisi lima orbital molekul ikatan. Ikatan kimia pada
molekul etuna terdiri atas tiga ikatan sigma dan dua ikatan pi.
Gambar 5.19. Ikatan Kimia pada Molekul Asetilen (Etuna)

Gambar 5.20 menunjukkan jenis-jenis dari orbital yang dihasilkan melalui


hibridisasi.

6. GAS
6.1 Wujud, Sifat dan Variabel Gas
Pada tingkat makroskopik, gas dibedakan dari cairan dan padatan karena
nilai rapatan massa (mass density) gas jauh lebih kecil (paling mudah diukur
dalam gram per cm3). Pada tingkat mikroskopik, rapat bilangan (number density)
(jumlah molekul per cm3 sampel) lebih kecil dan jarak diantara molekul jauh lebih
besar daripada dalam cairan dan padatan. Molekul tanpa muatan listrik akan
menghasilkan gaya nyata terhadap molekul lainnya hanya bila mereka berdekatan.
Akibatnya, bila mempelajari gas, interaksi diantara molekul gas dapat diabaikan
dan menganggap tumbukan sebanyak-banyaknya terjadi antara dua molekul saja.
Suatu gas tak mempunyai bentuk; gas mengambil bentuk dari wadahnya;
gas tak mempunyai volume yang tertentu, melainkan dapat dimampatkan maupun
dimuaikan menurut perubahan ukuran wadah. Volume wadahnya adalah volume
gas.
Bangsa Yunani menganggap udara merupakan salah satu dari 4 unsur
utama di alam. Komposisi bumi dari udara (tabel 6.1) tidak diakui sampai akhir
abad ke-18 sewaktu Lavoiser, Priestley, dan lainnya menunjukkan bahwa udara
terutama terdiri atas dua jenis zat : oksigen dan nitrogen. Oksigen dicirikan oleh
kemampuannya mendukung kehidupan. Lebih dari 100 tahun berlalu sebelum
udara direanalisis secara cermat, yang menunjukkan bahwa oksigen dan nitrogen
hanya menyusun 99% dari volume total, dan sebagian besar dari 1% sisanya
adalah gas baru yang disebut argon. Gas mulia lainnya (helium, neon, kripton,
xenon) ada di udara dalam jumlah yang jauh lebih kecil.

Tabel 6.1. Komposisi udara


Penyusun Rumus Fraksi
Volume
Nitrogen N2 0,78110
Oksigen O2 0,20953
Argon Ar 0,00934
Karbon CO2 0,00034
dioksida
Neon Ne 1,82 x 10-5
Helium He 5,2 x 10-6
Metana CH4 1,5 x 10-6
Kripton Kr 1,1 x 10-6
Hidrogen H2 5 x 10-7
Dinitrogen N2O 3 x 10-7
Oksida
Xenon Xe 8,7 x 10-8

Gas terbentuk bila cairan menguap. Uap air di udara dari penguapan air
merupakan contoh yang paling dikenal; uap ini menyebabkan kelembapan udara.
Gas juga terbentuk lewat reaksi kimia. Bila dipanaskan, beberapa padatan
terurai menghasilkan gas, contoh penguraian merkuri (II) oksida menjadi merkuri
dan oksigen.
kalor
2HgO(s) CaO(s) + CO2(g)
Reaksi ini digunakan oleh Joseph Priestley. Bahkan sebelumnya (1756)
Joseph Black telah menunjukkan bahwa marmer, yang terdiri atas CaCO3 terurai
jika dipanaskan menghasilkan kapur tohor (CaO) dan karbon dioksida :
kalor
CaCO3(s) CaO(s)+ CO2(g)
Amonium klorida (NH4Cl) juga terurai jika dipanaskan menghasilkan dua
gas, amonia dan hidrogen klorida.
kalor
NH4Cl(s) NH3(g) + HCl(g)
Beberapa reaksi pembentukan gas berlangsung secara eksplosif.
Penguraian nitrogliserin merupakan detonasi yang semuanya menghasilkan gas:
4C3H5(NO3)3(l)  6N2(g) + 12CO2(g) + O2(g) + 10H2O(g)
Beberapa unsur bereaksi dengan oksigen membentuk oksida gas :
S(s) + O2(g)  SO2(g)
2SO2(g) + O2(g)  2SO3(g)
N2(g) + O2(g)  2NO(g)
2NO(g) + O2(g)  2NO2(g)
Reaksi asam dengan padatan ionik tertentu merupakan golongan reaksi
penting yang menghasilkan gas. Karbondioksida dihasilkan dari reaksi asam
klorida dengan karbonat.
CaCO3(s) + 2HCl(g)  CaCl2(s) + CO2(g) + H2O(l)
Gas-gas yang baru dibahas tersebut menunjukkan sifat kimia yang sangat
beragam. Sebagai contoh HCl dan SO3, sangat reaktif, bersifat asam dan korosif,
sedangkan lainnya, seperti N2O dan N2, kurang reaktif. Meskipun sifat kimia gas
sangat beragam, sifat fisis semua gas sama saja yang mendekati gas “ideal”.
Tiga sifat yang menjelaskan tentang gas ialah volume (V), tekanan (P),
dan suhu (T).
a. Volume
Bila gas dimasukkan ke dalam suatu wadah, molekul-molekulnya akan
bergerak secara bebas dan akan menempati seluruh volume wadah tersebut.
Akibatnya, volume gas berdasarkan volume dari wadahnya. Gas akan bercampur
satu sama lain secara bebas bila ada beberapa macam gas dalam campuran, maka
volume dari tiap komponen gas sama dengan volume wadah yang ditempati
seluruh macam gas.
b. Tekanan
Gaya yang diberikan oleh gas pada satu satuan luas dinding wadah disebut
tekanan gas. Hal ini ditunjang oleh eksperimen yang dilakukan oleh Evangelista
Torricelli (1608 – 1647). Ia menutup tabung kaca panjang di satu ujungnya dan
mengisinya dengan merkuri. Kemudian ia menutup ujung yang terbuka dengan
ibu jarinya, membalikkan tabung itu dan mencelupkannya dalam mangkuk berisi
merkuri dengan hati-hati agar tidak ada udara masuk. Merkuri dalam tabung
turun, meninggalkan ruang gas yang nyaris hampa pada ujung yang tertutup,
tetapi tidak semuanya turun dari tabung. Merkuri ini berhenti jika mencapai 76 cm
di atas aras merkuri dalam mangkuk. Torricelli menunjukkan bahwa tinggi aras
yang tepat sedikit beragam dari hari ke hari dan dari satu tempat ke tempat lain.
Piranti sederhana ini disebut barometer (gambar 6.1) bekerja seperti neraca, salah
satu lengannya dibebani dengan merkuri dalam tabung dan lengan lainnya berupa
kolom udara dengan luas potongan melintang yang sama yang memanjang ke
atmosfer bumi, sekiar 150 km ke atas. Tinggi kolom merkuri menyesuaikan diri
dengan demikian massanya berubah-ubah; inipun berlaku untuk massa kolom
udara (jadi, kedua gaya pada permukaan merkuri) menjadi sama. Perubahan tinggi
kolom dari hari ke hari terjadi karena gaya yang ditimbulkan oleh atmosfer
beragam bergantung pada cuaca. Barometer pada ketinggian tertentu memiliki
sebagian atmosfer di bawahnya sehingga nilai yang terbaca akan lebih rendah
dibandingkan barometer yang terletak di permukaan laut, jika pengaruh cuaca
diabaikan.
Gambar 6.1. Barometer

Terdapat hubungan antara temuan Torricelli dan tekanan atmosfer


berdasarkan hukum kedua Newton mengenai gerakan, yang menyatakan bahwa
Gaya = massa x percepatan
F = ma
Dengan percepatan benda (a) adalah laju yang mengubah kecepatan.
Semua benda saling tarik menarik karena gravitasi, dan gaya tarik mempengaruhi
percepatan setiap benda. Percepatan baku akibat medan gravitasi bumi (g) sama
dengan 9,80665 m s-2. Tekanan ialah gaya per satuan luas, atau gaya total F dibagi
luas A :
F mg
P= =
A A

karena volume merkuri dalam tabung adalah V = Ah,


mg mg mgh
P= = =
A V /h V
jika rapatan dinyatakan sebagai ρ = m/V, persamaan ini dapat ditulis sebagai :
P = ρ gh
dengan persamaan ini dapat dihitung tekanan yang ditimbulkan oleh atmosfer.
Rapatan merkuri pada 0oC, dalam satuan SI ialah :
ρ = 13,5951 g cm-3
= 1,35951 x 104 kg m-3
dan tinggi kolom merkuri pada kondisi atmosfer biasa di dekat permukaan laut
mendekati 0,76 m (760 cm). Selanjutnya :
P = ρ gh
P = (1,35951 x 104 kgm-3) x (9,80665 ms-2) x (0,76 m)
P = 1,01325 x 105 kg m-1 s-2
Tekanan dapat dinyatakan dengan berbagai satuan. Satuan SI ialah kg m-1
s-2 dan disebut Pascal (Pa). Satu atmosfer baku (1 atm) didefinisikan sebagai tepat
1,01325 x 105 Pa.

Tabel 6.2. Satuan Tekanan


Satuan Definisi atau hubungan
Pascal (Pa) 1 kg m-1 s-2
Bar 1 x 105 Pa
Atmosfer (atm) 101.325 Pa
Torr 1/760 atm
760 mm Hg (pada 0oC) 1 atm
14,6960 pon per inci persegi (psi, lb in-2) 1 atm

c. Suhu
Pada skala celcius, titik beku ditetapkan pada suhu 0oC dan titik didih
(pada 1 atm) pada suhu 100oC. Pada skala Fahrenheit kedua suhu yang sama
adalah 32oF dan 212oF. Penetapan kedua titik ini tidak memecahkan masalah
pendefinisian skala suhu. Eter misalnya, mendidih pada tekanan atmosfer di
antara 0 dan 100oC, tetapi pada suhu berapa titik didihnya? Masalahnya ialah
bahwa suhu bukanlah kuantitas mekanis, seperti tekanan, jadi sukar didefinisikan.
Charles mengamati bahwa pada tekanan yang cukup rendah semua gas
memuai dengan jumlah relatif sama jika mereka memiliki suhu awal dan akhir
yang sama. Misalnya, memanaskan sampel N2 dari suhu beku air ke suhu
didihnya, menyebabkan gas memuai sampai 1,366 kali volume awalnya;
peningkatan volume yang sama sebesar 36,6% juga dijumpai pada O2, CO2, dan
gas lain. Perilaku universal ini menyiratkan bahwa suhu dapat dinyatakan sebagai
fungsi linear volume gas. Dengan demikian dapat ditulis
V 
t = c
 V −1

 0 
dengan V adalah volume gas pada suhu t, V 0 adalah volume pada suhu beku air,
dan c meruupakan tetapan, yang sama untuk semua gas. Pada tahun 1802, Gay-
Lussac menemukan nilai untuk c sebesar 267oC. Eksperimen berikutnya
menghasilkan c = 273,15oC. Definisi suhu (dalam derajat Celcius) ialah
V 
t = 273 ,15 o C 
V −1

 0 
Suhu gas dapat diukur dengan mengambil sampel gas pada tekanan rendah
dan membandingkan volumenya dengan volume pada titik beku air. Untuk
penetapan suhu yang sangat cermat diperlukan tekanan yang rendah atau
diterapkan koreksi kecil.
Begitu suhu ditetapkan, kita dapat mengukur perubahan volume merkuri
akibat perubahan suhu. Hasil yang didapatkan hampir, tidak tepat linear.
Misalnya, jika termometer merkuri dikalibrasi untuk disesuaikan dengan
termometer gas pada 0oC dan 100oC dan jika skala di antaranya dibagi rata
menjadi 100 bagian untuk menandai setiap derajat, ada galat (error) kecil karena
penggunaan termometer ini. Suhu 40oC pada termometer gas akan dibaca sebagai
40,11oC pada termometer merkuri, yang menandakan bahwa volume merkuri cair
tidak berubah secara tepat linear dengan berubahnya suhu. Maka persamaannya
menjadi :
 t 
V =V0 1 + o

 273 ,15 C 

Dengan kata lain, volume gas berubah secara linear dengan berubahnya
suhu. Ini merupakan pernyataan umum hukum Charles (gambar 6.2). Suhu
negatif pada skala Celsius berhubungan dengan suhu di bawah titik beku air dan
tentu saja ini akan mendekati 0, dan jika t berada di bawah angka ini maka
volume akan menjadi negatif, sesuatu yang tidak mungkin. Dengan demikian kita
menduga bahwa t = -273,15oC merupakan limit dasar bagi suhu, yang tidak dapat
lagi diturunkan. Semua gas nyata mengembun menjadi cairan atau padatan
sebelum mencapai suhu nol mutlak, namun pendapat yang lebih cermat
menunjukkan bahwa tidak ada zat yang dapat didinginkan di bawah -273,15oC-
273,15oC. Suhu terdingin yang dapat dicapai adalah sekitar beberapa mikroderajat
di atas nol mutlak.
Gambar 6.2. Hukum Charles

Suhu nol mutlak merupakan pilihan logis yang dipaksakan sebagai titik
nol pada skala suhu. Cara termudah untuk menciptakan skala baru ialah dengan
menambahkan 273,15 pada suhu Celsius. Ini menghasilkan skala suhu Kelvin :
T (Kelvin) = 273,15 + t (Celsius)
huruf kapital T menunjukkan bahwa ini merupakan skala mutlak, yang satuannya
ialah kelvin (K). Jadi suhu 25,00oC sama dengan 273,15 + 25,00 = 298,15 K. Pada
skala ini hukum Charles menjadi
V∞ T
(tekanan tetap dan jumlah gas tetap)
dengan tetapan proporsionalitas ditetapkan oleh tekanan tetap dan jumlah gas
yang ada. Nisbah volume yang ditempati pada dua suhu berbeda oleh sejumlah
gas tertentu pada tekanan tetap adalah V1 T
= 1
V2 T2

6.2 Hukum-Hukum Gas dan Persamaan Gas Ideal


Keadaan setiap gas ditentukan oleh sejumlah parameter, biasanya volume
(V), tekanan (P), suhu (T), dan jumlah mol (n). Keempat parameter tersebut
memiliki hubungan tertentu yang biasa dinyatakan sebagai fungsi volume, yaitu :
V = V (T, P, n) 6.1)

fungsi ini menunjukkan ketergantungan volume suatu gas terhadap parameter


suhu, tekanan, dan jumlah mol gas tersebut.
Besarnya perubahan volume yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan
parameter secara matematik dituliskan sebagai berikut:
dV = (∂V/∂T)p,n dT + (∂∇ /∂P)T,n dP + (∂V/∂n)T,P dn 6.2)

Persamaan 6.2) memiliki tiga kuosien, yaitu kuosien pertama, (∂V/∂T)p,n


menyatakan perubahan volum yang diakibatkan oleh berubahnya suhu pada
tekanan dan jumlah mol yang tetap, dan seterusnya. Dengan demikian perubahan
total gas yang diakibatkan oleh perubahan suhu, tekanan, dan jumlah mol zat
dapat diketahui jika semua kuosiennya juga diketahui.
Hubungan antara parameter-parameter gas seperti diuraikan di atas,
membentuk suatu persamaan yang disebut persamaan keadaan gas. Untuk gas
ideal disebut Persamaan Keadaan Gas Ideal, sedangkan untuk gas nyata, dikenal
Persamaan Van der Waals, Persamaan Virial, dan sebagainya.
Gas ideal bukan gas yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan
gas nyata adalah gas yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Gas ideal
diasumsikan mempunyai sifat :
a. molekul-molekul gas tidak mempunyai volume, dan
b. antara sesama molekul gas tidak ada interaksi, baik tarik menarik maupun
tolak menolak.
Gas ideal dapat diserupai gas nyata bila gas nyata berada pada suhu yang
tinggi dan tekanan yang rendah. Persamaan keadaan gas ideal dapat diturunkan
dari berbagai pendekatan, diantaranya adalah dengan menggunakan pendekatan
hukum-hukum gas yang telah dikenal.

6.2.1 Hukum-Hukum Gas


6.2.1.1 Hukum Gay-Lussac dan Charles
Menurut hukum Gay-Lussac dan Charles (gambar 6.2), pada tekanan tetap
volum sejumlah tertentu gas berbanding lurus dengan suhu termodinamik (sering
juga disebut suhu mutlak, suhu Kelvin). Secara matematika, hukum tersebut
dinyatakan dengan persamaan berikut :
V≈ T atau V = kT 6.3)

Persamaan 6.3) berarti bahwa : apabila sejumlah tertentu gas pada tekanan tetap
suhunya berubah dari keadaan 1 ke keadaan 2, maka volumnya juga berubah
dengan perbandingan V/T yang selalu tetap (=k)
V2 V1 6.4)
= =k
T2 T1
Untuk mendapatkan kuosien pertama, maka persamaan 6.3) diturunkan
terhadap T, pada tekanan dan jumlah mol tetap, dan diperoleh persamaan :
(∂V/∂T)p,n = k 6.5)

Berdasarkan persamaan 6.3) juga diketahui :


V = kT  k = V/T 6.6)

sehingga dengan menggantikan k pada persamaan 6.5) dengan persamaan


6.6) didapat
(∂V/∂T)p,n = V/T 6.7)

Persamaan 6.7) ini merupakan kuosien turunan pertama pada ruas kanan
persamaan 6.2).

6.2.1.2 Hukum Boyle


Menurut hukum Boyle, pada suhu tetap, volum sejumlah tertentu gas
berbanding terbalik dengan tekanannya. Hukum ini dirumuskan berdasarkan hasil
percobaan yang dilakukan oleh Boyle yang dideskripsikan oleh gambar 6.3.
Secara matematika dirumuskan dengan persamaan :
V = 1/P atau V = k/P 6.8)

Gambar 6.3. Percobaan Boyle


Persamaan 6.8) tersebut berarti
VP = k atau
V1P1 = V2P2 = k 6.9)

Jika persamaan 6.8) diturunkan terhadap P pada suhu dan jumlah mol tetap, maka
diperoleh persamaan
(∂∇ /∂P)T,n = - (k/P2) 6.10)

apabila persamaan 6.9) dimasukkan ke persamaan 6.10) maka didapat


(∂∇ /∂P)T,n = - (VP/P2) = - (V/P) 6.11)

Persamaan 6.11) merupakan nilai kuosien turunan suku kedua dari persamaan
6.2).
Hasil penelitian yang sangat cermat memperlihatkan bahwa hukum Boyle
berlaku untuk gas nyata hanya jika tekanan yang dimiliki mendekati nol dan juga
pada suhu yang sangat tinggi. Hukum Boyle (gambar 6.4) dapat dipahami sebagai
gambaran dari gas yang terdiri atas sejumlah besar molekul yang bergerak bebas,
tidak ada antaraksi antar molekul-molekulnya. Tekanan yang ditimbulkan oleh
gas hanya disebabkan oleh tumbukan dari molekul gas terhadap dinding.
Penurunan volum mengakibatkan tumbukan molekul terhadap dinding menjadi
semakin sering, sehingga meningkatkan tekanan.

Gambar 6.4. Hukum Boyle


6.2.1.3 Hukum Avogadro
Menurut hukum Avogadro, pada suhu dan tekanan tetap, sejumlah tertentu
gas berbanding lurus dengan jumlah molnya.
V≈ n V=kn
atau V/n = k 6.12)

Persamaan 6.12) berarti bahwa pada suhu dan tekanan yang tetap, jika
jumlah mol berubah dari keadaan 1 ke keadaan 2 maka volumnya akan berubah
dengan perbandingan V/n yang selalu tetap.
V2 V1 6.13)
= =k
n2 n1
Jika persamaan 6.12) diturunkan terhadap n pada suhu dan tekanan tetap, maka
diperoleh persamaan
(∂V/∂n)T,P = k = V/n 6.14)

Persamaan 6.14) merupakan kuosien suku ketiga dari persamaan 6.2).

6.2.1.4 Hukum Dalton


Untuk gas yang terdiri dari campuran gas ideal, maka persamaan gas ideal
menjadi
PV = nt RT 6.15)

dengan nt adalah jumlah total mol semua gas dalam volum V. Misalkan
dari tiga gas dengan jumlah mol masing-masing n1, n2, dan n3 maka persamaan
gas menjadi
PV = (n1 + n2 + n3) RT atau
P = (n1 + n2 + n3) RT/V 6.16)
Tekanan P adalah tekanan total dari ketiga gas tersebut, sehingga tekanan masing-
masing gas dapat dinyatakan sebagai berikut
P1 = n1 RT/V 6.17.a)

P2 = n2 RT/V 6.17.b)

P3 = n3 RT/V 6.17.c)

Dengan menjumlahkan persamaan 6.17.a), 6.17.b), dan 6.17.c) akan dihasilkan


P1 + P2 + P3 = (n1 + n2 + n3) RT/V
= nt RT/V 6.18)

Jadi tekanan total adalah jumlah tekanan parsial semua komponen gas yang
terdapat di dalam campuran gas, yang disebut sebagai hukum Dalton (gambar
6.5 dan gambar 6.6).
P = P 1 + P 2 + P3 6.19)

Pi/P = (ni RT/V) / nt RT/V = ni / nt = Xi


Pi = X i P dengan Xi merupakan fraksi mol gas i.

Gambar 6.5. Hukum Dalton pada Tekanan Parsial

Tambahkan minyak ke dalam


corong hingga tabung A terisi

Tekanan =
Tekanan =
Tekanan = Minyak 152 mmHg +
152 mmHg
160 mmHg 608 mmHg =
He
H2 760 mmHg

Tabung A Tabung B Tabung A Tabung B


Sebelum dicampur Sesudah dicampur
Gambar 6.6. Percobaan Dalton

Hidrogen
(Tekanan parsial = 752 mmHg)
HCl
dengan uap air
(tekanan parsial = 17 mmHg)
Air pada suhu 19oC

Seng

6.2.2 Persamaan Gas Ideal


Dengan mensubstitusikan persamaan 6.7), 6.11) dan 6.14) ke dalam
persamaan 6.2) akan dihasilkan persamaan
dV = (V/T) dT + {-(V/P)} dP + (V/n) dn 6.20)

apabila dikalikan dengan 1/V, maka persamaan 6.20) menjadi


dV/V = dT/T – dP/P + dn/n 6.21)

kemudian persamaan 6.21) diintegrasikan sehingga menjadi


ln V = ln T – ln P + ln n + ln R 6.22)

ln R adalah tetapan integrasi. Persamaan 6.22) diantilogkan, sehingga diperoleh


PV = nRT 6.23)

Persamaan 6.23) disebut persamaan keadaan gas ideal. Gas hipotesis


yang memenuhi persamaan 6.23) tersebut disebut gas ideal. Untuk perhitungan
yang tidak terlalu kuantitaif, maka persamaan gas ideal dapat digunakan sebagai
suatu pendekatan yang cukup memadai.
Jika suatu gas bersifat ideal maka perbandingan (PV/T) akan selalu
memiliki nilai yang tetap, meskipun variabelnya berubah. Dengan ungkapan lain,
PV/T = R 6.24)

Tetapan gas R dapat diketahui secara eksperimen dengan menggunakan


gas yang diketahui jumlah molnya pada suhu tertentu dan dilakukan sederet
pengukuran tekanan-volum berturut-turut pada tekanan yang semakin rendah.
Evaluasi dari PV/(nT) pada limit tekanan menuju nol menghasilkan R:
6.25)
 PV 
lim  =R
P →0 nT
 
Hasil eksperimen diperoleh harga tetapan (R) sebesar 0,08205 L atm mol-1 K-1.
Dalam satuan internasional (SI) tetapan R adalah 8,314 m3Pa mol-1 K-1.

6.3 Teori Kinetik Gas


Hukum gas ideal meringkas sifat tertentu dari gas pada tekanan rendah. Ini
merupakan hukum empiris, sebagai konsekuensi dari pengamatan eksperimen,
namun kesederhanaan dan generalitasnya segera menimbulkan pertanyaan kepada
kita apakah hukum ini mempunyai semacam penjelasan mikroskopik yang
mendasar yang melibatkan sifat atom dan molekul dalam gas. Penjelasan ini harus
menyebabkan sifat lain dari gas pada tekanan rendah dapat diramalkan dan harus
dijelaskan mengapa gas nyata menyimpang dari hukum gas ideal; penyimpangan
yang tidak besar tetapi dapat diukur. Teori ini dikembangkan pada abad ke-19
terutama oleh fisikawan Rudolf Clausius, James Clerk Maxwell, dan Ludwig
Boltzmann. Teori kinetik gas merupakan salah satu tonggak ilmu pengetahuan
dan keberhasilannya memberikan bukti kuat bagi teori materi secara atomik.
Asumsi yang mendasari teori kinetik gas sangatlah sederhana :
1. Gas murni terdiri atas sejumlah besar molekul yang sama yang letaknya
sangat berjauhan dibandingkan dengan ukurannya.
2. Molekul gas terus-menerus bergerak dalam arah acak dengan kelajuan
yang berbeda-beda.
3. Molekul-molekul tidak menimbulkan gaya jika tidak berbenturan, dan
geraknya lurus dengan kecepatan tetap.
4. Tumbukan molekul dengan dinding wadah bersifat elastis; tidak ada
energi yang hilang selama tumbukan.

6.3.1 Makna Suhu


Perhatikan sebuah wadah yang bentuknya kotak dengan panjang l dan
setiap mukanya mempunyai luas A (gambar 6.7). Satu molekul yang bergerak
dengan kelajuan u pada arah tertentu dimasukkan ke dalam kotak. Kita perlu
membedakan antara kelajuan (speed) dan kecepatan (velocity). Kecepatan
molekul dicirikan dengan laju (rate) gerakannya (kelajuannya, dalam meter per
detik) dan arah gerakan. Seperti ditunjukkan pada gambar kecepatan dapat
dinyatakan dengan panah (vektor) v yang panjangnya sama dengan kelajuan u
dengan gerakan molekul pada arah tertentu. Kecepatan juga dapat dinyatakan
dengan komponen-komponennya pada ketiga sumbu koordinat : vx, vy, dan vz.
u2 = v2x + v2y + v2z

Gambar 6.7. Lintasan molekul gas dalam kotak

Momentum suatu molekul, p, ialah kecepatan dikalikan dengan


massanya. Bila molekul itu berbenturan secara elastis dengan dinding wadah,
misalnya dengan salah satu muka yang luasnya A, maka komponen kecepatan y
dan z, yaitu vy dan vz, tidak berubah tetapi komponen x-nya (tegak lurus pada A)
berubah tanda (gambar 6.8). Perubahan komponen x dari momentum molekul
∆ px, mol, adalah
∆ px, mol = momentum akhir – momentum awal = m(-vx) – mvx = -2mvx

Gambar 6.8. Tumbukan elastis molekul dengan dinding


dinding wadah dinding wadah

m v
mvy

- mvx
mvx

mvy m v

sebelum tumbukan sesudah tumbukan


dengan dinding dengan dinding

Namun, momentum total sistem (molekul plus kotak) harus kekal,


sehingga perubahan momentumnya akan sama dengan perubahan momentum
yang diberikan pada dinding tetapi tandanya berubah :
∆ px, dinding = 2mvx 6.26)
Sesudah berbenturan dengan dinding, molekul berubah arah, menghantam
muka lain di seberangnya dalam kotak, dan selanjutnya kembali ke dinding
semula. Di antara gerakan itu, ada kemungkinan tumbukan dengan muka atas,
bawah, dan sisi. Akan tetapi tumbukan-tumbukan ini tidak mengubah vx, sehingga
tumbukan ini tidak mempengaruhi waktu di antara tumbukan dengan muka
awalnya. Jarak yang ditempuh pada arah x ialah 2l dan besarnya komponen
kecepatan pada arah ini ialah vx, maka waktu yang diperlukan di antara tumbukan
dengan muka ini ialah
2l 6.27)
∆t =
vx

Momentum yang dipindahkan ke dinding per detik ialah perubahan momentum


per tumbukan dibagi dengan ∆ t:
∆p x , dinding 2mv x mv x
2
= = 6.28)
∆t 2l / v x l
2 2 2
mv x1 mv x 2 mv xn Nm 2
F= + + ... + = vx 6.29)
l l l l
dengan
2
vx =
1
N
( 2 2
v x1 + v x 2 + ... + v xN
2
) 6.30)

Dari hukum kedua Newton, ini merupakan gaya yang ditimbulkan pada
muka awal oleh molekul yang menghantamnya berkali-kali :
2 6.31)
∆v ∆p mvx
f = ma = m = =
∆t ∆t l
Sekarang, andaikan sejumlah besar molekul N, dengan massa m bergerak
bebas dalam kotak dengan komponen kecepatan x, yaitu vx1, vx2, vx3, dan
seterusnya. Jadi gaya total yang ditimbulkan pada muka oleh N molekul adalah
jumlah gaya yang ditimbulkan oleh molekul secara individual :

Di sini adalah rerata dari komponen x kuadrat dari kecepatan N molekul,


2
yang diperoleh dengan menjumlahkan v x untuk N molekul dan membaginya
dengan N. Tekanan ialah gaya total pada dinding dibagi dengan luas A, sehingga
2
v
F x Nm 2 6.32)
P= = vx
A Al
Karena Al adalah volume kotak, V, dapat kita simpulkan bahwa
PV = Nm v x2 6.31)

Molekul gas tidak memiliki pilihan arah gerakan, sehingga v x2 , v y2 , dan v z2


akan sama saja besarnya. jadi disimpulkan bahwa

sehingga u 2 = v x2 + v y2 + v z2 = 3vx2
1 6.32)
PV = Nm u 2
3

dengan u 2 adalah kelajuan purata kuadrat dari molekul gas. Dari hukum

gas ideal :
PV = nRT
dapat kita simpulkan bahwa
1 6.33)
Nm u 2 = nRT
3

Dengan persamaan ini, tujuan kita telah tercapai : hubungan antara


kelajuan molekul dan suhu. Bagaimanapun, rumus ini dapat disederhanakan.
Persamaan itu mengandung jumlah molekul, N, di ruas kiri dan jumlah mol, n, di
ruas kanan. Karena N adalah n dikalikan dengan bilangan Avogadro No, kita
dapat membagi kedua ruas itu dengan n, menghasilkan
1 6.34)
N 0 mu 2 = RT
3

Persamaan ini dapat diperiksa dengan dua cara. Pertama, kita ketahui
bahwa energi kinetik molekul dengan massa m yang bergerak kelajuan u adalah ½
mu2, jadi, energi kinetik rerata N molekul (1 mol) ialah ½ N0mu2. Ini tepat sama
dengan ruas kiri persamaan dengan faktor ½ bukannya 1/3 :
1 3 1  3
energi kinetik per mol = N 0 mu 2 = x N 0 mu 2  = RT
2 2 3  2
Energi kinetik rerata dari molekul gas bergantung hanya pada suhu dan
tidak bergantung pada massa molekul atau rapatannya.
Cara kedua untuk melihat persamaan ini ialah dengan mengingat bahwa m
merupakan massa satu molekul, jadi, N0m ialah massa 1 mol molekul, yaitu massa
molar, disingkat dengan M. Pemecahan persamaan ini untuk kelajuan purata
kuadrat ialah
3RT 6.35)
u2 =
M

Semakin tinggi suhu dan semakin ringan molekul, semakin besar kelajuan
purata kuadratnya.

6.3.2 Distribusi Kelajuan Molekul


Kita definisikan kelajuan akar purat kuadrat urms sebagai akar kuadrat
dari kelajuan purata kuadrat 3RT/M:
3RT 6.36)
u rms = u 2 =
M

Persamaan ini hanya digunakan bila semua suku di dalamnya dinyatakan


dengan satuan SI. Dengan demikian, nilai yang digunakan untuk R adalah
R = 8,3145 J mol-1 K-1 = 8,3145 kg m2 s-2 mol-1 K-1
Massa molar M harus dikonversi ke kilogram per mol agar bisa digunakan
dalam persamaan ini. Hasil akhirnya kemudian dinyatakan dalam satuan SI yaitu
meter per detik.
Kelajuan akar purata kuadrat ini memberikan gagasan mengenai kelajuan
molekul yang khas dalam wujud gasnya, tetapi akan berguna bila diperoleh
gambaran lengkap keseluruhan distribusi kelajuan molekul. Khususnya kita ingin
mengetahui fraksi molekul, ∆ N/N, yang memiliki kelajuan di antara u dan u +
∆ u. Fraksi ini merupakan fungsi distribusi kelajuan f(u) :
∆N 6.37)
= f (u )∆u
N

Fungsi f(u) ditentukan secara independent oleh Maxwell dan Boltzmann


untuk molekul gas dengan massa m pada suhu T. Rumus ini disebut distribusi
kelajuan Maxwell-Boltzmann dan bentuknya adalah

3/ 2
 m 
f (u ) = 4π 
 2πk T 
 u 2 exp ( − mu 2 / 2k BT ) 6.38)
 B 
Gambar 6.9. Distribusi Kelajuan Molekul Maxwell-Boltzmann.
j
u
m
l
a
h

m
o
l
e
k
u
l
Kecepatan Molekul (m/s)

dimana tetapan Boltzmann kB sama dengan R/N0. Distribusi ini diplotkan dalam
gambar 6.9 untuk beberapa suhu. Jika suhu ditingkatkan, distribusi keseluruhan
dari kelajuan molekul bergeser ke nilai yang lebih tinggi. Sangat sedikit molekul
yang mempunyai kelajuan yang sangat rendah atau sangat tinggi, jadi f(u) kecil
pada batas-batas ini dan distribusinya maksimum pada kelajuan yang sedang.
Distribusi kelajuan molekul dalam gas telah diukur secara eksperimen seperti
ditunjukkan pada gambar dan hasilnya sesuai dengan prediksi Maxwell dan
Boltzmann.
Cara lain untuk memikirkan f(u) ialah sebagai distribusi probabilitas : f(u)
∆ u ialah probabilitas bahwa suatu molekul tertentu akan memiliki kelajuan antara
u dan u + ∆ u. Kelajuan yang paling mungkin (most probable speed) ump ialah
kelajuan yang f(u)-nya maksimum. Untuk fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann,
ini adalah
Kuantitas penting lainnya ialah kelajuan rerata u, yaitu
2 k BT 2 RT
ump = =
m M

8k BT 8 RT 6.39)
u= =
πm πM
Telah kita ketahui bahwa
3k BT 3RT
u rms = =
m M
Ketiga kelajuan ini saling berdekatan, tetapi tidak sama. Nisbahnya :
u mp : u : u rms =1,000 : 1,128 : 1,225

Untuk setiap suhu ada kurva distribusi unik yang mendefinisikan suhu
dalam teori kinetik gas. Kecuali molekul gas memiliki distribusi kelajuan yang
sesuai dengan kurva itu, suhu tidak mempunyai makna bagi gas. Suhu dapat
menjelaskan suatu sistem dari molekul gas hanya bila distribusi kelajuannya
dinyatakan oleh fungsi Maxwell-Boltzmann. Perhatikan suatu wadah tertutup
yang diisi dengan sejumlah molekul yang distribusi kelajuannya bukan
“Maxwell”. Keadaan seperti ini dimungkinkan (misalnya, sejenak sesudah
ledakan) tetapi ini tidak bertahan lama. Distribusi manapun dari kelajuan molekul
selain distribusi Maxwell-Boltzmann dengan cepat menjadi Maxwell lewat
tumbukan molekul, yang mempertukarkan energi. Begitu tercapai, distribusi
Maxwell-Boltzmann bertahan sampai waktu tak terhingga. Molekul gas mencapai
kesetimbangan termal satu sama lain, dan kita katakan bahwa sistem itu
memiliki suhu hanya jika kondisi kesetimbangan termalnya ada.
Teori kinetik gas dapat diringkas dalam bentuk suatu model sebagai berikut :
1. Gas terdiri dari molekul yang berjarak jauh satu dari yang lain dalam
ruangan yang tanpa molekul-molekul ini akan hampa.
2. Molekul bergerak kian kemari dengan kecepatan tinggi, dengan lintasan
lurus tetapi arahnya acak.
3. Molekul-molekul saling bertabrakan, tetapi tabrakan ini bersifat elastis
sempurna (tak mengakibatkan kehilangan energi).
4. Kecepatan rata-rata molekul bertambah jika temperatur naik dan
berkurang jika temperatur turun. Dalam suatu contoh gas murni, molekul-
molekul bergerak tidak dengan kecepatan yang sama, tetapi untuk suatu gas
pada temperatur tertentu, kecepatan rata-rata dalam semua contoh akan sama,
tak bergantung pada tekanan.
5. Pada temperatur tertentu, molekul gas A dan B mempunyai energi kinetik
rata-rata yang sama. Membesarnya massa m, diimbangi dengan menurunnya
kecepatan rata-rata, v. Artinya, pada suatu temperatur tertentu, K.E = ½ mAvA2
= ½ mBvB2. Jika mA lebih besar daripada mB, maka vA harus lebih kecil
daripada vB.

6.4 Penyimpangan dari Gas Ideal


Molekul-molekul gas ideal merupakan partikel-partikel abstrak dalam ruang
dan tak mempunyai volume, sedangkan gas nyata terdiri dari molekul-molekul
yang jelas atom-atomnya menempati suatu volume. Pengaruhnya bisa dilihat bila
kita memampatkan gas dengan tekanan yang besar (gambar 6.10). Volumenya
akan lebih besar daripada bila kita memampatkan gas ideal pada kondisi yang
sama.

Gambar 6.10. Volume gas ideal vs gas nyata

R e a l v e r s u s Id e a l G a s e s
Gas Ideal vs Gas Nyata
2,5
id e a l
H2
2
O2
1,5 N2
CH4
Vobs/Videal

1 CO2
SO2
0,5 C l2
H 2O
0
0 100 200 300 4 00 500 6 00 700 800 900
P re ssu re , a tm

Juga telah dipelajari bahwa molekul-molekul dari gas ideal tak mempunyai
gaya tarik menarik sesamanya dan dapat didinginkan sampai suhu nol absolut
tanpa berkondensasi menjadi cairan. Molekul-molekul dari gas nyata akan saling
tarik menarik. Waktu gas didinginkan maka volumenya akan turun menjadi di
bawah nilai menurut hukum Charles. Kemudian tiba-tiba zatnya akan
berkondensasi menjadi cairan dengan volume yang lebih kecil. Pada suhu yang
lebih rendah lagi akan membeku menjadi zat padat. Akibat lain dari gaya tarik
antara molekul ini adalah pendinginan yang terjadi bila gas yang dimampatkan
dan dibiarkan mengembang secara bebas ke ruang vakum. Ketika gas
mengembang, jarak rata-rata dari molekulnya makin bertambah. Karena ada gaya
tarik antara molekul tersebut, untuk memisahkan molekul-molekul tersebut akan
menaikkan energi potensialnya, sehingga menyebabkan energi kinetiknya turun.
Menurunnya energi kinetik sebanding dengan menurunnya suhu dari gas.
Karena perilaku gas nyata menyimpang dari gas ideal, terutama pada
tekanan tinggi (gambar 6.11) dan suhu rendah, maka rumus gas ideal tak dapat
dipakai untuk menghitung dengan ketelitian tinggi. Cara untuk memperbaiki
perhitungan adalah dengan memodifikasi persamaan gas ideal dengan cara
memasukkan faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan antara gas nyata
dengan gas ideal.
Misalnya molekul-molekul gas dalam wadah dapat kita hentikan
pergerakannya dan dibiarkan mengendap ke dasar wadah. Akan terlihat bahwa
sebagian volume dari wadah akan terisi oleh molekul-molekul gas. Sisa ruang
yang bebas lebih kecil dari isi seluruh wadah. Bila pada kasus perkiraan ini,
molekul gas lain ditambahkan, dapat masuk ke ruang bebas itu, tetapi tidak pada
seluruh isi wadah. Keadaan yang sama akan terjadi bila molekul-molekulnya
bergerak, dan ada volume dimana di dalamnya molekul tak dapat bergerak karena
molekulnya mempunyai volume disebut volume yang diabaikan (volume
tersisih).
Pada gas ideal, molekul-molekulnya tak mempunyai volume, sehingga pada
gas ideal tempat merupakan ruangan kosong, ke dalam mana molekul-molekul
gas lain dapat ikut dimasukkan bila gas dimampatkan. Bila kita hubungkan ruang
kosong yang terdapat dalam gas nyata dengan volume gas ideal, Videal, maka
ukuran volume dari gas nyata, Vukur, ternyata lebih besar dari volume gas ideal
(gambar 6.11), selisih ini berkaitan dengan ukuran molekul nyata. Menurut J.D.
Van der Waals (1837 – 1923) seorang ahli fisika Belanda, volume terukur adalah

Vukur = Videal + nb 6.40)

R e a l v e rs u s Id e a l G a s e s

1,00 4 dimana b adalah koreksi dari volume yang diabaikan per mol dan n adalah
mol1,00dari
2
gas. Volume gas ideal menjadi
1

0,99 8
Videal = Vukur – nb.
ideal
0,99 6 H2
O2
0,99 4 N2
Vobs/Videal

CH4
0,99 2 CO2

0 ,9 9
Gambar 6.11. Perbedaan volume antara gas ideal dan
S O 2 gas nyata pada tekanan tinggi.
C l2
H 2O
0,98 8
Gas Ideal vs Gas Nyata
0,98 6

0,98 4

0,98 2
0 0,2 0 ,4 0,6 0,8 1 1, 2 1 ,4 1 ,6 1,8
P re ssu re , a tm
6.5 Persamaan Van der Waals
Gas nyata berbeda dari gas ideal disebabkan karena volume molekul dan
antar aksi molekul, sehingga volume dan tekanan gas untuk gas nyata perlu
dikoreksi dari gas ideal. Volume wadah, V, harus terdiri atas volume gas dan
volume bebas untuk gerak molekul.
n RT 6.41)
V =nb +
Pideal

dengan b adalah suatu tetapan sebagai koreksi terhadap volume, yang nilainya
tergantung pada jenis gas. Penyusunan ulang persamaan 6.41) menghasilkan
nRT 6.42)
Pideal =
V − nb

Tekanan gas nyata dikoreksi terhadap gas ideal. Tekanan gas nyata lebih rendah
dari tekanan gas ideal.
n 6.43)
P = Pideal − a 
V 

dengan a adalah tetapan yang tergantung pada jenis gas; sehingga persamaan
6.43) menjadi

nRT an 2
P= − 2 6.44)
V − nb V

dengan menyusun ulang persamaan 6.44) menjadi


 n2a  6.45)
 P + 2 (V − nb ) = nRT
 V 
Persamaan 6.45) ini adalah persamaan gas nyata yang dikenal sebagai Persamaan
Keadaan Gas Van der Waals. Tetapan a dan b bergantung pada jenis gas.
Beberapa nilai a dan b untuk gas-gas tertentu ditunjukkan dalam tabel 6.3.

Tabel 6.3. Konstanta Van der Waals beberapa gas


Nama gas a/(Pa m6 mol-2) b/(10-6 m3 mol-1)
He 0,0035 23,70
H2 0,0247 26,61
N2 0,1408 39,13
O2 0,1378 31,83
Cl2 0,6579 56,22
NO 0,1358 27,89
H2O 0,5536 30,49
CO2 0,3640 42,67
CH4 0,2283 42,78

6.6 Pencairan Gas dan Keadaan Kritis


Menurut teori kinetika gas, perbedaan pokok antara gas dengan cairan dan
padatan terletak pada perbedaan jarak antar partikel dalam sistem. Dalam sistem
gas jarak antar partikel tersebut cukup kecil, bahkan dalam padatan partikel-
partikel umumnya tersusun dalam keadaan yang paling rapat.
Berdasarkan perbedaan ini, apabila suatu gas ditekan (dikompresikan),
maka gas itu akan berubah wujud menjadi cairan dan apabila kompresi
dilanjutkan akan terjadi padatan, karena dengan kompresi jarak antar partikel
makin diperpendek. Hal ini terjadi apabila energi kinetik partikel penyusun gas
tidak terlalu besar, sehingga gaya tarik-menarik antar parikel relatif kuat.
Di atas suhu tertentu partikel gas akan memiliki energi kinetik yang cukup
besar, sehingga pada daerah ini suatu gas tidak mungkin dicairkan dengan
pemampatan. Suhu batas dimana suatu gas tidak dapat dicairkan dengan jalan
pemampatan dinamakan : “suhu kritis”, sedang tekanan terendah yang harus
diciptakan untuk mencairkan gas pada suhu kritis tersebut dinamakan tekanan
kritis.
Dalam tabel berikut tertera harga-harga suhu kritis dan tekanan kritis
berbagai gas. Pada daerah suhu di atas suhu kritis tidak terdapat harga tekanan
yang dapat digunakan untuk mencairkan suatu gas.
Tabel 6.4. Suhu dan tekanan kritis beberapa gas
Zat Suhu kritis Tc (oK) Tekanan kritis Po (atm)
Air 647 217,7
Belerang dioksida 130 77,7
Hidrogen klorida 321 81,6
Karbon dioksida 304 73,0
Oksigen 154 49,7
Nitrogen 126 33,5
Hidrogen 33 12,8
Helium 5,2 2,3

7. KESETIMBANGAN KIMIA
Senyawa dinitrogen tetraoksida dan dinitrogen oksida berada dalam
keadaan setimbang seperti pada persamaan dibawah ini :
N2O4 2NO2
Pada temperatur tertentu, jumlah NO2 dan N2O4 tidak mengalami
perubahan, tetapi beberapa pasang molekul NO2 bergabung membentuk N2O4 dan
beberapa molekul N2O4 pecah membentuk 2 molekul NO2. Kelajuan 2 proses di
atas adalah sama, dinitrogen tetraoksida dan nitrogen oksida berada dalam
kesetimbangan dinamis.

7.1 Kesetimbangan Alam yang Dinamis


Kesetimbangan melibatkan proses yang berlawanan pada kelajuan yang
sama, laju penguapan sebuah cairan sama dengan laju pengembunannya. Dalam
kesetimbangan larutan, laju pelarutan sebuah padatan sama dengan laju
pengkristalan sebuah larutan. Lebih dari itu kesetimbangan ini bersifat dinamis.
Kita dapat menggunakan unsur radioaktif untuk mendemonstrasikan
kesetimbangan yang dinamis. Jika kita menambahkan sejumlah kecil NaCl yang
mengandung unsur radioaktif natrium-24 untuk memisahkan NaCl, radioaktivitas
ditunjukkan dalam pemisahan larutan seperti halnya padatan yang tidak larut, dan
beberapa padatan yang larut dan karena konsentrasi dari larutan yang dipisahkan
konstan, jumlah penambahan NaCl yang dilarutkan harus disamakan dengan
jumlah penambahan NaCl yang dikristalisasikan dari larutan
Gambar berikut ini menunjukkan bagaimana konsentrasi yang bervariasi
dengan waktu dalam penguraian HI(g) menjadi H2(g) dan I2(g) pada suhu 698 K.
Kurva itu sama dengan beberapa konsentrasi versus waktu yang ada di dalam
grafik, tetapi catatan penting yang berbeda : setelah waktu te kurva menjadi datar.
Dalam beberapa reaksi dimana reaktan dan produk konstan, konsentrasi bukan
nol, kita tahu bahwa reaksi dapat balik dan reaksi selanjutnya tidak selesai. Kita
menggunakan tanda panah yang ganda untuk menunjukkan bahwa reaksi dapat
balik ketika menuliskan persamaan kimia :
2HI(g) H2(g) + I2(g)
.
1.000
0.900 [HI] = 0.786 M
0.800 Setelah waktu te reaksi
0.700 setimbang dan konsentrasi
0.600 reaktan dan produk tidak
0.500 berubah.
0.400
0.300
0.200 [H2] = [I2] = 0.107 M
0.100

te

Dalam kinetika kimia, kita memusatkan pada bagian konsentrasi versus


waktu di dalam grafik sebelum te. Pada kesetimbangan kimia, memusatkan pada
reaksi setelah te.
Dalam kondisi setimbang proses sebelum dan sesudah reaksi
berlangsung pada laju yang sama, dan konsentrasi reaktan dan produk
konstan.

Kita dapat menunjukkan bahwa kesetimbangan reaksi itu adalah dinamis


yang diketahui dari beberapa I2(g) yang mengandung runutan radioaktif Iodin-131
dalam campuran yang setimbang. Radioaktivitas segera ditunjukkan dalam HI(g)
seperti halnya didalam I2(g).

7.2. Energi Bebas


Ketika reaksi kimia terjadi, energi yang disebut energi bebas dari sistem
tersedia untuk melakukan kerja. Energi bebas hanyalah bagian dari keseluruhan
energi sistem. Reaksi spontan membebaskan energi bebas yang disebut
eksergonik. Ketika reaksi spontan terjadi, energi bebas dibebaskan dan digunakan
dalam perubahan kimia dan fisika. Reaksi tidak spontan menyerap energi bebas
dan disebut endergonik.
Reaksi tidak spontan pada kondisi tertentu akan menjadi reaksi yang
spontan. Perubahan suhu atau tekanan bisa atau tidak mengubah reaksi menjadi
reaksi yang spontan. Reaksi tidak spontan bisa dihubungkan menjadi reaksi yang
spontan. Jika reaksi spontan menghasilkan pelepasan energi bebas yang sangat
besar, ini bisa digunakan dalam reaksi tidak spontan. Penggunaan energi bebas
dalam reaksi ganda menyebabkan terjadinya reaksi tidak spontan. Reaksi ini
umumnya terjadi dalam sistem kehidupan.
Energi bebas reaksi bergantung pada ukuran dan arah dari perubahan
panas dan entropi. Hal itulah yang menyebabkan bisa tidaknya reaksi berjalan
spontan. Jika reaksi tersebut adalah reaksi eksotermik (melepaskan panas) dan
menyebabkan peningkatan entropi, maka reaksi berjalan spontan. Reaksi juga bisa
berjalan spontan jika penurunan entropi diimbangi oleh besarnya panas yang
dilepaskan. Analog, reaksi endotermik bisa berjalan spontan jika kenaikan entropi
diimbangi oleh panas yang diserap. Gambar 7.1 menunjukkan hubungan antara
panas, entropi, dan perubahan energi bebas untuk reaksi spontan.
Pada reaksi tidak spontan energi bebas sistem meningkat. Energi harus
diserap untuk menghasilkan reaksi. Reaksi melibatkan penurunan entropi yang
besar dan atau reaksi mungkin berlangsung secara endotermik. Pada kasus lain,
perubahan yang lain tidak terlalu berperan untuk menghasilkan reaksi yang
spontan. Gambar 7.2 menunjukkan hubungan yang disebutkan di atas.

7.2.1 Perhitungan Energi Bebas


Pada tiap-tiap proses reaksi yang terjadi secara spontan, energi tersedia
untuk melakukan kerja. Perubahan energi bebas Gibbs, ∆ G, adalah jumlah
maksimum energi yang bisa digandakan untuk proses lain yang berguna dalam
kerja. Perubahan energi bebas Gibbs berhubungan dengan perubahan entropi ∆ S,
dan perubahan entalpi ∆ H dari sistem : ∆ G = ∆ H - T∆ S
Suhu (T) pada persamaan dalam satuan Kelvin. Semua proses spontan
melepaskan energi. Oleh karena itu, disebut eksergonik. ∆ G bernilai negatif pada
proses spontan karena energi bebas dalam sistem hilang. Sebaliknya, proses tidak
spontan adalah endergonik. ∆ G bernilai positif untuk proses tidak spontan artinya
energi bebas diserap oleh sistem.
Perubahan energi bebas standar ∆ Go digunakan untuk menentukan
apakah reaksi kimia berjalan spontan jika ∆ Ho dan ∆ So diketahui
∆ Go = ∆ Ho - T∆ So
Gambar 7.1. Hubungan antara panas, entropi, dan perubahan energi bebas untuk reaksi
spontan

Panas turun

Entropi naik

Reaksi spontan (eksergonik tinggi)

Panas turun
Entropi turun

Reaksi spontan (eksergonik sedang)

Panas naik

Entropi naik

Rekasi spontan (eksergonik)

Gambar 7.2. Hubungan antara panas, entropi, dan perubahan energi bebas untuk reaksi
tidak spontan

panas naik

entropi turun

reaksi tidak spontan (endergonik tinggi)

panas naik

entropi naik

reaksi tidak spontan (endergonik sedang)

panas turun

entropi turun

reaksi tidak spontan (endergonik)

Cara yang lain, ∆ Ho atau ∆ So bisa ditentukan jika dua nilai lainnya pada
persamaan diketahui. Energi bebas Gibbs juga dapat dihitung (karena ia fungsi
keadaan) dari energi bebas produk dan reaktan
∆ Gorxn=Σ m∆ Gof(produk) - Σ n∆ Gof(reaktan)
Tabel 7.1 menunjukkan nilai ∆ Go untuk beberapa reaksi umum. Tabel 7.2
menunjukkan nilai ∆ Go perubahan energi bebas standar pada pembentukan
senyawa dari unsur-unsurnya.
Catatan : ∆ Gfo = 0 untuk molekul unsur. ∆ Gfo bisa digunakan untuk
menghitung ∆ Go dari reaksi. Ini mirip dengan cara menghitung panas reaksi
dengan menggunakan ∆ Hfo. Jika ∆ Go dihitung untuk mengetahui apakah reaksi
berjalan spontan, hasilnya berlaku untuk reaktan dan produk pada keadaan standar
reaksi berjalan tidak spontan pada kondisi tertentu bisa berjalan spontan.

Tabel 7.1. Energi Bebas untuk Reaksi Spontan pada Suhu 25oC
Energi Bebas
Reaksi
kkal/mol kJ/mol
H2(g) + Cl2(g)  2HCl(g) -45,6 -191
S(s) + O2(g)  SO2(g) -71,7 -300
2N2O5(s)  4NO2(g) + O2(g) -7,2 -30
C6H12O6(s) + 6O2(g)  6CO2(g) + 6H2O(l) -686 -2868

Tabel 7.2. Energi Bebas Standar Pembentukan pada Suhu 25oC dan Tekanan 1 atm
Senyawa ∆ Gfo (kj/mol) Senyawa ∆ Gfo (kj/mol) Senyawa ∆ Gfo (kj/mol)
Al2O3(s) -1576,4 Fe(s) 0,0 NO(g) 86,69
Br2(g) 3,14 Fe2O3(s) -741,0 NO2(g) 51,84
Br2(l) 0,0 H2(g) 0,0 Na2CO3(s) -1048
C(s, intan) 2,866 H2O(g) -288,6 NaCl(s) -384,03
C(s, grafit) 0,0 H2O(l) -237,2 O2(g) 0,0
CH4(g) -50,79 H2O2(l) -114,0 O3(g) 163,4
CO(g) -137,3 HCl(g) -95,27 P(s, putih) 0,0
CO2(g) -394,4 H2S(g) -33,02 P(s, merah) -14
CaCO3(s) -1127,7 I2(g) 19,4 S(s, rombik) 0,0
CaO(s) -604,2 I2(s) 0,0 S(s, monoklinik) 0,096
Cl2(g) 0,0 N2(g) 0,0 SO2(g) -300,4
F2(g) 0,0 NH3(g) -16,64 SO3(g) -370,4

Soal
1. Tentukan apakah reaksi berikut ini berjalan spontan. Asumsikan semua
unsur dalam keadaan standar pada suhu 25oC dan tekanan 1 atm.
a. 2Na(s) + Cl2(g)  2NaCl(s)
b. 4Al(s) + 3O2(g)  2Al2O3(s)
2. Ketika gas nitrogen dan hidrogen bereaksi membentuk gas amonia, ∆ Go =
-16,64 kJ/mol.
3H2(g) + N2(g)  2NH3(g)
Gunakan nilai So pada tabel , hitung ∆ Hfo untuk pembentukan amonia.
7.3 Tetapan Kesetimbangan
Pada grafik diatas dijelaskan ketika HI dimasukkan kedalam bejana
reaksi, hanya reaksi yang selanjutnya terjadi karena tidak ada H2 atau I2. Tetapi
segera setelah terbentuk produk maka reaksi bolak balik terjadi. Setelah beberapa
waktu, reaksi selanjutnya berlangsung lambat karena konsentrasi HI menurun.
Reaksi bolak balik kecepatannya meningkat ketika H2(g) dan I2(g) diakumulasikan.
Akhirnya, reaksi selanjutnya dan reaksi bolak balik berlangsung dengan kelajuan
yang sama dan campuran reaksi setimbang.
Grafik diatas memiliki data yang terdapat dalam tabel 7.3 Eksperimen 2
dan 3 melibatkan konsentrasi awal yang berbeda untuk reaksi yang sama.
Berdasarkan data yang ada pada kolom ketiga pada tabel 7.3, konsentrasi
setimbang dari HI, H2 dan I2. Kita menggunakan metode trial and error untuk
mencari konstanta kesetimbangannya.

Tabel 7.3. eksperimen reaksinya : 2HI(g) H2(g) + I2(g) pada 698 K


Nomor Konsentrasi Konsentrasi [H2] [I2] [H2] [I2] [H2] [I2]
Eksperimen awal (M) Setimbang (M) [HI] 2[HI] [HI]2
[HI] : 1.000 0.786
1 [H2] : 0.000 0.107 0.0146 0.00728 0.0185
[I2] : 0.000 0.107
[HI] : 0.000 1.573
2 [H2] : 1.000 0.213 0.0288 0.0144 0.0183
[I2] : 1.000 0.213
[HI] : 1.000 2.360
3 [H2] : 1.000 0.320 0.0434 0.0217 0.0184
[I2] : 1.000 0.320

[H2] [I2] [H2] [I2]


dan
[HI] 2[HI]

Pada kolom keenam dalam tabel 7.3. terjadi peningkatan konsentrasi.


Perbandingan konsentrasi kesetimbangan ditunjukkan di bawah ini yang disebut
dengan konstanta kesetimbangan yang memiliki nilai yang konstan yang dihitung
dari konsentrasi awal dari reaktan dan produk. Konstanta ini disimbolkan dengan
Kc dan dikenal dengan konstanta konsentrasi setimbang.
[ H 2 ][ I 2 ]
Kc = = 1.84 x 10-2 (pada 698 K)
[ HI ] 2

Subkript c dalam Kc menunjukkan konsentrasi yang digunakan. Kita


mencatat suhu karena konstanta kesetimbangan bergantung pada suhu. Nilai Kc =
1.84 x 10-2 (pada 698 K) yang berlaku pada reaksi:
2HI(g) H2(g) + I2(g)
pada suhu 698 K.
Keadaan setimbang dapat didekati dari keadaan awal dimana hanya ada
reaktan (percobaan 1 dalam tabel 7.3), juga dapat didekati dari bagian produk
(eksperimen 2) atau reaktan dan produk yang ada pada keadaan awalnya
(eksperimen 3). Dalam setiap keadaan, nilai Kc adalah sama.
Contoh yang lain dari reaksi yang dapat balik adalah oksidasi NO(g)
menjadi NO2(g) reaksi yang membentuk fotokimia asap kabut.
2 NO(g) + O2(g) 2 NO2(g)
Di bawah ini perbandingan konsentrasi kesetimbangan yang memiliki nilai
yang konstan.
[ NO 2 ] 2
Kc =
[ NO ] 2 [O2 ]

Dari kedua contoh, kita dapat mengetahui konstanta kesetimbangan yang


ditunjukkan :
 Konsentrasi produk sebagai pembilang dan kosentrasi reaktan sebagai
penyebut.
 Eksponen konsentrasi sama dengan koefisien stoikiometri dalam
persamaan kimia. Berdasarkan pada reaksi umumnya maka konstanta
kesetimbangan dapat ditunjukkan dibawah ini :
aA +b B gG + h H

[G ] g [ H ] h
Kc =
[ A] a [ B ]b
Contoh :
Jika konsentrasi kesetimbangan dari Cl2 dan COCl2 pada suhu 395o C, tentukan
konsentrasi setimbang CO pada reaksi di bawah ini :
CO(g) + Cl2(g) COCl2(g)
Kc = 1.2 x 103 pada suhu 395o C
Jawab
Jika menentukan konsentrasi unsur yang ada didalam reaksi pada saat setimbang,
kita harus menggunakan konstanta kesetimbangan.
[COCl 2 ]
Kc = = 1.2 x 103
[CO ][ Cl 2 ]

Karena [Cl2] sama dengan [COCl2] setimbang pada 395o C, 2 unsur ini dapat
dicoret

[COCl 2 ] 1
= [CO ] = Kc = 1.2 x 103
[CO ][ Cl 2 ]
1 1
[CO] = =
Kc 1.2 x10 3
-4
= 8.3 x 10 M

7.3.1 Keadaan Setimbang (Dalam Pandangan Kinetik)


Berdasarkan reaksi dibawah ini :
2HI(g) H2(g) + I2(g)
Kita dapat mencari kelajuan dari reaksi selanjutnya dan reaksi dapat
bolak balik.
Kelajuan reaksi selanjutnya : kf [HI]2
Kelajuan reaksi kebalikannya : kr [H2] [I2]
Pada keadaan setimbang, kelajuan reaksi selanjutnya dan reaksi kebalikan
adalah sama. Jika kita andaikan bahwa reaksi selanjutnya dan reaksi kebalikan
adalah sama pada keadaan setimbang seperti pada keadaan awalnya. Kita dapat
membuat persamaan menjadi :
kf [HI]2 = kr [H2][I2]
kf [ H 2 ][ I 2 ]
= = Kc
kr [ HI ] 2
Perbandingan kf / kr sama dengan konstanta kesetimbangan Kc.
Karena eksponen dari konsentrasi Kc berdasarkan pada koefisien
stoikiometri, konsentrasi dalam kf / kr akan dipasangkan dengan Kc hanya jika
mereka juga berdasarkan pada koefisien stoikiometri. Pasangan ini dapat terjadi
ketika proses reaksi selanjutnya dan reaksi kebalikan terjadi melalui mekanisme
reaksi yang sederhana. Kita juga dapat menentukan nilai Kc dari prinsip kelajuan.
Walaupun secara teoritis menarik karena pendekatan kinetik dalam
kesetimbangan kimia juga memerlukan data eksperimen, kita biasanya hanya
menghitung konstanta kesetimbangan secara langsung dari eksperimen.

7.3.2 Memodifikasi Tetapan Kesetimbangan


Kita perlu mengubah tetapan kesetimbangan untuk dapat digunakan dalam
keadaan tertentu. Kita dapat mempertimbangkan beberapa perubahan yang
penting yaitu:
a. Mengubah Persamaan Kimia
Persamaan kimia dibawah ini merupakan pembentukan NO2 pada suhu
298 K.
2NO(g) + O2(g) 2NO2(g)

Menggunakan data eksperimen yang sesuai yang sama dengan tabel 14.1,
kita dapat menentukan nilai dari Kc.
[ NO 2 ] 2
Kc = 2 = 4.67 x 1013 (pada 298 K)
[ NO ] [O2 ]

Jika reaksi kebalikannya yaitu penguraian dari NO2 (g) pada 298 K. Kita
dapat menuliskan persamaan reaksinya sebagai berikut:
2NO2(g) 2NO(g) + O2(g)
Tetapi kita tidak memerlukan eksperimen lain untuk menentukan nilai
tetapan kesetimbangan yang baru yang disimbolkan K’c. Tetapan kesetimbangan
untuk reaksi penguraian NO2(g) merupakan kebalikan dari tetapan kesetimbangan
yang telah dibentuk.
1
[ NO ] 2 [O2 ] 1 1
K’c = = [ NO 2 ] 2 = = = 2.14 x
[ NO 2 ] 2 Kc 4.67 x10 13
[ NO ] 2 [O2 ]

10-14

Perubahan yang terjadi dapat dituliskan menjadi :


Ketika kita membuat kebalikan persamaan kimia dengan tetapan
kesetimbangannya, Kc, kita membalikkan tetapan kesetimbangannya.
Yaitu kebalikan reaksi memiliki tetapan kesetimbangan, 1/Kc.
Andaikan kita menjelaskan penguraian NO2 dengan berdasarkan pada 1
mol reaktan sebagai pengganti 2.
NO2(g) 2NO(g) + ½ O2(g) K”c = ? (pada 298 K)
Sekali lagi kita tidak perlu menambahkan data eksperimen karena kita
dapat menggunakan hubungan di bawah ini :
1/ 2
[ NO ][ O2 ]1 / 2 [ NO ] 2 [O2 ] 
K”c = =   = (K’c)1/2
[ NO 2 ]  [ NO2 ] 
2

1/ 2
 1 
=   = 2.14 x10 −14
= 1.46 x 10-7
 Kc 
Persamaan di atas menggambarkan aturan umum yang baru :
Ketika koefisien dalam sebuah persamaan dikalikan dengan faktor yang
umum, n, untuk menghasilkan persamaan yang baru, kita mengkuadratkan
nilai Kc yang asli dengan menambah n untuk memperoleh tetapan
kesetimbangan yang baru.
Pada contoh yang terdahulu, n = ½ . Jika kita gandakan koefisien
persamaan sehingga n = 2 dan seterusnya.
Kesimpulannya, pembentukan tetapan kesetimbangan dan nilai Kc
bergantung pada bagaimana persamaan kimia untuk reaksi bolak balik yang
sebenarnya dituliskan. Kita harus menuliskan persamaan kimia yang setara ketika
mencari nilai Kc.
Contoh :
Tetapan kesetimbangan untuk reaksi dibawah ini :
½ H2(g) + ½ I2(g) HI(g)

Pada 718 K adalah 7.07.


a) Berapa nilai Kc pada 718 K untuk reaksi
HI(g) ½ H2(g) + ½ I2(g)
b) Berapa nilai Kc pada 718 K untuk reaksi
H2(g) + I2(g) 2HI(g)
Jawab
a) Karena reaksi yang ditanya adalah kebalikannya maka tetapan
kesetimbangannya merupakan kebalikan dari 7.07
1
Kc = = 0.141
7.07
b) Pada persamaan kimia ini, koefisien pada persamaan kimia yang sebenarnya
telah digandakan, yang diperlukan adalah mengkuadratkan tetapan
kesetimbangan yang awal yaitu :
Kc = (7.07)2 = 50.0

b. Tetapan Kesetimbangan Untuk Reaksi Keseluruhan


Kita menggabungkan persamaan untuk reaksi masing-masing untuk
membentuk reaksi keseluruhan. Pada saat yang sama kita menggunakan Hukum
Hess untuk menggabungkan perubahan entalpi untuk masing-masing reaksi untuk
memperoleh perubahan entalpi untuk reaksi keseluruhan.
Andaikan kita ingin mengetahui tetapan kesetimbangan pada suhu 298 K
untuk reaksi ini :
3
(1) N2O(g) + O2(g) 2NO2(g)
2
Jika kita mengetahui harga pada 298 K untuk reaksi (2) dan (3), kita dapat
menambahkan persamaan ini untuk mendapatkan persamaan untuk reaksi
keseluruhan.
(2) N2O(g) + ½ O2(g) 2 NO2(g) Kc (2) = 1.7 x 10-13
(3) 2NO(g) + O2(g) 2 NO2(g) Kc (3) = 4.67 x 10-13
3
Keseluruhan : N2O(g) + O2(g) 2 NO2(g) Kc (1) = ?
2
Kita dapat menemukan hubungan antara Kc (1) yang tidak diketahui dan Kc (2) dan
Kc (3) yang diketahui.
2
[ NO ] 2 [ NO 2 ] [ NO ] 2
1/ 2 x =
[ N 2 O ][ O2 ] [ NO ] 2 [O2 ] [ N 2 O ][ O2 ]3 / 2

Kc (2) x Kc (3) = Kc (1)

1,7 x 10-13 x 4.67 x 1013 = 7.9


Persamaan di atas menggambarkan aturan umum yang lain
Ketika kita menambahkan persamaan untuk reaksi yang sendiri-sendiri
untuk memperoleh keseluruhan reaksi, kita mengalikan tetapan
kesetimbangan mereka untuk memperoleh tetapan kesetimbangan untuk
reaksi keseluruhan

7.3.3 Kesetimbangan yang Melibatkan Gas


Reaksi yang melibatkan gas, seringkali yang diukur adalah nilai tekanan
parsial daripada molaritasnya. Perhatikan reaksi umum dalam fase gas dibawah
ini :
aA(g) + bB(g) gG(g) + hH(g)
Kita dapat menentukan tetapan kesetimbangan kesetimbangan parsial , Kp,
sebagai berikut :
( PG ) g ( PH ) h
Kp =
( PA ) a ( PB ) b
Kita memiliki harga Kc untuk reaksi dan perlu untuk mengetahui Kp atau
sebaliknya. Kita menggunakan reaksi di bawah ini pada suhu 298 K untuk
menentukan hubungan antara Kc dan Kp
2NO(g) + O2(g) 2 NO2(g)
Andaikan kita menambahkan hukum gas ideal (PV = nRT) untuk NO2 dan
PNO2 . Kemudian kita ganti n NO2/V, molaritas NO2 yaitu [NO2]
n NO 2
PNO2 = x RT = [NO2]RT
V
Lakukan hal yang sama untuk NO dan O2 dan kemudian tuliskan Kp untuk
reaksi.
( PNO 2 ) 2 ([ NO 2 ) RT ] 2
Kp = = =
( PNO ) 2 ( PO2 ) ([ NO ]RT ) 2 [O2 ]RT

([ NO 2 ) RT ] 2
([ NO ]RT ) 2 [O2 ]RT

[ NO 2 ] 2 1
= x
[ NO ] 2 [O2 ] RT

Kc
Kp = = Kc (RT)-1
RT

Reaksi umum :
aA(g) + bB(g) gG(g) + hH(g)
Dari reaksi di atas kita dapat membuat persamaan untuk reaksi umum :

Kp = Kc (RT)Δn gas
Eksponen Δngas merupakan perubahan jumlah mol gas pada reaksi yang terjadi.
Δngas = ( g + h ) - ( a + b )

7.3.4 Kesetimbangan yang melibatkan Padat dan Cair


Sejauh ini kita hanya menggunakan reaksi yang fasenya sama dimana
produk reaktan terdapat dalam bentuk gas. Dalam reaksi yang heterogen, reaktan
dan produknya tidak dalam bentuk yang sama.
Sebuah ciri yang umum dari tetapan kesetimbangan yaitu :
Tetapan kesetimbangan tidak termasuk untuk bentuk cair dan bentuk
padat, karena konsentrasinya tidak berubah dalam reaksi.
Walaupun jumlah dari bentuk padat dan bentuk cair berubah selama reaksi
dan konsentasinya tidak berubah. Air memiliki massa jenis 0.998 g/mL pada
suhu 20o C. Ini mengacu pada 998 g/L atau (998/18.02) = 55.4 mol H2O/L. Pada
beberapa contoh, air pada suhu 20º C walaupun satu tetes, satu liter atau satu
ember penuh tetap pada konsentrasi yang sama yaitu 55.4 mol per liter.
Berdasarkan reaksi penguraian yang dapat balik dari kalsium karbonat
CaCO3 (s) CaO(s) + CO2(g)
Jika CaCO3 murni dipanaskan dalam kontainer yang tertutup, terurai menjadi CaO
dan CO2. Walaupun beberapa CaO dan CO2 bergabung membentuk CaCO3.
Ketika kita mengatakan konsentrasi CaCO3 tidak berubah, itu berarti pada semua
waktu. Walaupun jumlahnya menurun dari jumlah yang sebenarnya. Begitu juga
dengan CaO. Sedangkan CO2 berbentuk gas sehingga jumlahnya yang bertambah
begitu juga dengan konsentrasinya dan tekanannya dalam kontainer yang tertutup.
Maka CO2 ada dalam tetapan kesetimbangan sedangkan CaCO3 dan CaO tidak
ada.
Kc = [CO2(g)] dan Kp = P CO 2

Kita juga dapat menulis tetapan kesetimbangan untuk reaksi yang memiliki fase
cair dan gas.
H2O(l) H2O(g)
Kc = [H2O(g)] dan Kp = P H 2 O

7.3.5 Kapan Menggunakan Tetapan Kesetimbangan dan Kapan Tidak


Menggunakannya
Pada prinsipnya, setiap reaksi adalah reaksi yang bolak balik dan dapat
dijelaskan menggunakan tetapan kesetimbangan. Dalam banyak contoh,
bagaimanapun, kita tidak memerlukan tetapan kesetimbangan dalam perhitungan.
Mengapa bisa terjadi?
Berdasarkan reaksi gas hidrogen dan oksigen pada suhu 298 K
2H2(g) + O2(g) 2H2O(l)
1
Kp = = 1.4 x 1083
( PH 2 ) 2 ( PO2 )

Dimulai dengan perbandingan mol 1 : 2 antara gas hidrogen dengan gas


oksigen, pada tetapan kesetimbangan tekanan parsial dari 2H2(g) dan O2(g)
mendekati nol, dengan tujuan untuk memperbesar nilai Kp. Untuk semua tujuan
yang praktis, hidrogen dan oksigen habis terpakai dalam reaksi. Reaksi
berkesudahan jika satu atau lebih dari reaktan habis dan kita dapat menghitung
dengan menggunakan prinsip stoikiometri.
Tetapan kesetimbangan diterapkan hanya pada reaksi yang reversibel pada
saat setimbang. Kelajuan reaksi bergantung pada berapa lama reaksi tersebut
menjadi setimbang dan kemudian tetapan kesetimbangan dapat digunakan.
Walaupun Kp memiliki nilai yang besar, proses reaksi tidak dapat diukur pada saat
reaksi berlangsung lambat yang dikarenakan energi aktivasi yang tinggi. Reaksi
tidak pernah mencapai setimbang pada suhu 298 K. Itu terjadi ketika campuran
diberi katalis, dipanaskan atau dibakar dengan api yang menyebabkan reaksi
berlangsung cepat. Ahli kimia mengatakan bahwa reaksi 2H2 (g) dan O2 (g) pada
298 K adalah penguapan secara termodinámika (yang berarti Kp besar) tetapi
diatur secara kinetik (yang berarti reaksi terjadi dalam laju yang lambat).

7.3.6 Hasil Bagi Reaksi (Quotient reaksi)


Pada saat setimbang konsentrasi dan tekanan parsial reaktan dan produk
memiliki hubungan. Konsentrasi harus sesuai dengan tetapan kesetimbangan yang
ada dan begitu juga dengan tekanan parsialnya. Untuk keadaan yang tidak
setimbang juga memiliki Kc atau Kp yang dikenal dengan quotien reaksi Qc atau
Qp. Quotient reaksi memiliki harga yang tidak konstan dalam reaksi, tetapi sangat
berguna karena untuk memprediksi perubahan yang terjadi untuk mencapai
kesetimbangan. Reaksi penguraian HI pada suhu 698 K yaitu:

Tabel 7.4 eksperimen reaksinya : 2HI(g) H2(g) + I2(g) pada 698 K


Nomor Konsentrasi Konsentrasi [H2] [I2] [H2] [I2] [H2] [I2]
Eksperimen awal (M) Setimbang (M) [HI] 2[HI] [HI]2
[HI] : 1.000 0.786
1 [H2] : 0.000 0.107 0.0146 0.00728 0.0185
[I2] : 0.000 0.107
[HI] : 0.000 1.573
2 [H2] : 1.000 0.213 0.0288 0.0144 0.0183
[I2] : 1.000 0.213
[HI] : 1.000 2.360
3 [H2] : 1.000 0.320 0.0434 0.0217 0.0184
[I2] : 1.000 0.320
Nilai Qc untuk kondisi Awal pada percobaan 1. Pada reaksi ini dimulai dengan
reaktan. Karena awalnya tidak ada produk, harus terjadi perubahan pada reaksi
selanjutnya (sisi sebelah kanan). Ketika kita mengganti konsentrasi [HI] = 1.000
M dan [H2] = [I2] = 0.000 M kedalam persamaan quotien reaksi, kita menemukan
bahwa :
[ H 2 ][ I 2 ] (0) x (0)
Qc = = = 0
[ HI ] 2
(1.000 ) 2

Nilai awal dari Qc adalah 0 tetapi seperti proses reaksi pada langkah selanjutnya,
perbandingan pembilang –[H2][I2]- nilainya menjadi meningkat, dan penyebutnya
–[HI]2- menjadi lebih kecil. Kedua perubahan ini menyebabkan perubahan pada
nilai Qc yang menjadi meningkat. Kesetimbangan tercapai ketika Qc = Kc. Analisa
ini membuat beberapa kriteria dibawah ini :
Jika Qc < Kc, perubahan terjadi pada langkah selanjutnya yaitu dari kiri
kekanan.

Nilai Qc untuk kondisi Awal pada percobaan 2. Reaksi ini dimulai dari
produknya. Perubahan terjadi pada reaksi kebalikannya (kekiri). Kita dapat
menghitung nilai Qc untuk konsentrasi [HI] = 0.000 M dan H2] = [I2] = 1.000 M.
[ H 2 ][ I 2 ] (1.000 ) x (1.000 )
Qc = 2 =
(0.000 ) 2

[ HI ]

Sehingga proses reaksi terjadi pada langkah kebalikannya, perbandingan


pembilang menurun dan penyebut semakin besar, karena perubahan nilai Qc
menurun. Sekali lagi kesetimbangan tercapai ketika Qc = Kc. Analisa ini membuat
kriteria baru yaitu :
Jika Qc > Kc, perubahan terjadi pada langkah kebalikannya yaitu dari
kanan kekiri.
Untuk kedua masalah di atas, kita dapat memperkirakan langkah perubahannya
tanpa mengevaluasi Qc. Kadang-kadang kita memerlukan perbandingan antara
quotient reaksi dengan tetapan kesetimbangan untuk memperkirakan langkah
perubahan selanjutnya. Percobaan 3 pada tabel 7.4. menghasilkan beberapa
contoh. Tabel 7.5. di bawah ini merupakan ringkasan hubungan antara quotient
reaksi dan tetapan kesetimbangan.
Keadaan awal Perubahan
−−−−−−
Q = =0 Reaktan murni membentuk
reak tan
produk
Pr oduk
Q = <K Kebanyakan reaktan membentuk
reak tan
produk

Pr oduk
Q = =K Keadaan Setimbang Tidak Ada
reak tan
Pr oduk
Q = >K Kebanyakan Produk membentuk
reak tan
reaktan
Pr oduk
Q = >∞ Murni Produk membentuk
reak tan
reaktan

7.4 Kesetimbangan Heterogen


Banyak sekali kesetimbangan berlangsung dalam sistem heterogen yang
melibatkan zat padat dan zat cair serta gas dan senyawa terlarut. Beberapa contoh
menggambarkan berbagai macam fenomena yang akan dijelaskan dan juga sifat-
sifat baru yang muncul karena kehadiran zat padat dan zat cair.
1. Kesetimbangan fasa antara air dalam bentuk cair dan dalam bentuk uap
H2O(l) H2O(g)
Sepanjang sejumlah air masih ada di dalam bejana, tekanan uap air pada 25oC
akan menjadi 0,03126 atm. Posisi kesetimbangan ini tidak dipengaruhi oleh
jumlah air yang ada.
2. Kesetimbangan antara iodin padat dan iodin yang larut dalam air.
I2(s) I2(aq)
Posisi kesetimbangan ini (diberikan oleh konsentrasi iodin yang larut pada
suhu tertentu) tidak tergantung pada jumlah zat padat yang tersedia, selama zat
padat tersebut ada.
3. Kesetimbangan dalam penguraian kalsium karbonat
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)
Jika kalsium karbonat dipanaskan, maka ia akan terurai menjadi kalsium
oksida dan karbon dioksida; reaksi kebalikannya akan cenderung terjadi pada
tekanan karbon dioksida yang cukup tinggi. Kesetimbangan dapat dipelajari
dari eksperimen, dan didapatkan pada setiap suhu tertentu, tekanan gas karbon
dioksida tetap, tidak tergantung pada jumlah kalsium karbonat dan kalsium
oksida, selama sejumlah kecil senyawa tersebu masih terdapat di dalam
sistem.

7.4.1 Hukum Aksi Massa untuk Reaksi Heterogen : Konsep Aktivitas


Jika satu atau lebih reaktan atau produk adalah zat padat atau cair dalam
wujud murninya, prosedur menjadi kurang jelas, karena konsentrasi tidak
mempunyai arti apabila diterapkan pada spesies murni. Kesulitan ini dapat
dipecahkan dengan konsep aktivitas, yang merupakan cara praktis untuk
membandingkan sifat-sifat suatu zat dalam keadaan termodinamika umum dengan
sifat-sifatnya dalam keadaan acuan yang dipilih secara khusus.
Konsep aktivitas diperkenalkan dengan meninjau ketergantungan energi
bebas Gibbs suatu sistem terhadap tekanan (jika suatu zat murni) atau terhadap
komposisi (jika suatu larutan) tanpa memandang fasa dari sistem tersebut.
Perubahan energi bebas Gibbs bila gas dibawa dari keadaan acuan Pref ke
tekanan P diberikan oleh :
 P 
∆G = nRT ln   = nRT ln P
P 
 ref 

Persamaan tersebut digunakan bila tekanan P dinyatakan dalam atmosfer dan Pref
= 1 atm. Untuk sistem yang lebih kompleks dapat digunakan dengan persamaan :
 a 
∆G = nRT ln   = nRT ln a
a 
 ref 

dimana aref adalah aktivitas dalam keadaan acuan yang dipilih dan a adalah
aktivitas dalam keadaan termodinamika umum. Aktivitas dalam keadaan acuan
selalu dinyatakan dengan nilai 1. Itu berarti perubahan dalam energi bebas Gibbs
pada waktu pengambilan sistem dari keadaan acuan ke suatu keadaan
termodinamika umum ditentukan oleh aktivitas a dalam keadaan umum.
Aktivitas ini dihubungkan terhadap tekanan atau konsentrasi oleh
koefisien aktivitas (γ 1) yang didefinisikan oleh persamaan :
γ i Pi
ai =
Pref

Koefisien aktivitas untuk gas ideal adalah sama dengan 1. Itu berarti
bahwa aktivitas sebuah gas ideal adalah nisbah antara tekanannya dengan tekanan
standar tertentu. Jika tekanan dinyatakan dalam satuan atmosfer, maka aktivitas
gas ideal secara numerik sama dengan tekanannya. Koefisien aktivitas untuk zat
terlarut i dalam suatu larutan pada konsentrasi ci didefinisikan oleh persamaan :
γ i ci
ai =
cref

Untuk zat terlarut dalam larutan encer, keadaan acuan yang dipilih sebagai larutan
ideal pada konsentrasi cref = 1 M.
Keadaan acuan untuk zat padat dan zat cair murni dipilih yang berbentuk
stabil pada 1 atm. Setelah keadaan acuan didefinisikan, koefisien aktivitas dapat
ditentukan dari P-V-T hasil eksperimen dan data kalorimetri. Dari persamaan
aktivitas sistem pada gas ideal akan diperoleh tetapan kesetimbangan K tanpa
memperhatikan fasa dari setiap produk dan reaktan :
a cC . a d D
=K
a a A. ab B

Persamaan tetapan kesetimbangan digunakan untuk menuliskan hukum


aksi massa untuk kasus lebih umum dengan memasukkan satu untuk aktivitas zat
cair atau zat padat murni dan rumus ideal yang sesuai untuk aktivitas setiap gas
atau spesies yang larut. Sekali keadaan acuan murni dan satuan konsentrasi
diidentifikasi untuk setiap reaktan dan produk, kemudian energi bebas
ditabulasikan berdasarkan kondisi, keadaan acuan ini dapat digunakan untuk
menghitung tetapan kesetimbangan.
Bentuk umum hukum aksi massa :
1. Gas ikut serta dalam persamaan kesetimbangan sebagai tekanan parsial,
dalam atmosfer.
2. Spesies yang larut masuk sebagai konsentrasi, dalam mol per liter.
3. Zat padat murni dan zat cair murni tidak muncul dalam persamaan
kesetimbangan demikian pula dengan pelarutnya yang akan ikut serta dalam
reaksi kimia, asalkan larutan tersebut encer.
4. Tekanan parsial dan konsentrasi produk muncul di bagian pembilang, dan
tekanan parsial dan konsentrasi reaktan di bagian penyebut, masing-masing
dipangkatkan dengan koefisiennya dalam persamaan kimia yang setimbang.
Rumus kesetimbangan yang ditulis dengan cara ini mempunyai
kecermatan sekitar 5% jika tekanan gas tidak melebihi beberapa atmosfer dan
konsentrasi pelarut tidak melebihi 0,1 M. Untuk larutan ionik pekat, terutama
untuk zat terlarut ionik dengan berat molekul besar, koreksinya bisa jadi sangat
besar.

7.5 Prinsip Le Chatelier’s


Dalam menggunakan tetapan kesetimbangan, kita tidak selalu memerlukan
hasil dalam bentuk angka. Kadang-kadang jawaban tidak dalam bentuk angka
atau cukup pernyataan saja. Suatu panduan kualitatif untuk kesetimbangan yang
dikenal dengan Prinsip Le Chatelier’s yang dipelopori oleh Henri Le Chatelier
pada tahun 1888. Le Chatelier menyatakan prinsipnya yang agak panjang, tetapi
paragraf dibawah ini akan membantu kita.
Ketika sebuah perubahan (yaitu, perubahan konsentrasi, suhu, tekanan
atau volume) terjadi dalam sistem kesetimbangan, sistem bereaksi dengan
mencapai keadaan setimbang yang baru yang merupakan pengaruh kecil
dari perubahan yang terjadi.

7.5.1 Perubahan Jumlah Unsur yang bereaksi


Ketika kita menambahkan atau mengurangi unsur yang bereaksi pada
kesetimbangan campuran yang homogen, kita mengubah konsentrasinya. Jika
konsentrasi dari satu reaktan berubah begitu juga seharusnya kita menetapkan
lagi nilai Kc. Jika komponen yang ditambahkan adalah padatan atau cairan dalam
kesetimbangan campuran yang heterogen, tidak ada perubahan dalam keadaan
setimbangnya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa cairan dan padatan tidak ada
dalam tetapan kesetimbangan. Tekanan CO2(g) dalam keadaan setimbang dengan
CaO(s) dan CaCO3(s) tidak terpengaruh dengan jumlah 2 padatan tersebut.
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g) Kp = PCO 2

Begitu juga dengan reaksi di bawah ini, penambahan atau pengurangan cairan air
tidak berpengaruh terhadap tekanan penguapan air.
H2O(l) H2O(g)
Kp = PH2O

7.5.2 Perubahan Tekanan atau Volume Gas


Kita dapat meningkatkan tekanan parsial gas dengan mengurangi volume
atau kita juga bisa mengurangi tekanan parsial dengan menambah volume.
Coba kita lihat reaksi penguraian N2O4 menjadi NO2 pada 298 K
N2O4(g) 2 NO2(g) Kp = 0.145
Jika PN O dan PNO merupakan tekanan parsial, kemudian kesetimbangan
2 4 2

awal dapat dijelaskan dengan persamaan di bawah ini :


( PNO 2 ) 2
Qp = Kp =
PN 2O4

P = 1 atm P = 2 atm P = 2 atm

(a) (b) (c)


Gambar 8.4.

= NO2 = N2O4

Jika jumlah NO2 dan N2O4 tidak diubah seperti gambar 14.5 (b), masing-
masing tekanan parsial digandakan karena volume telah dikurangi menjadi
setengah dari volume awal. Sehingga :
2 PNO 2 x 2 PNO 2 ( PNO 2 ) 2
Qp = 2 PN = 2 x = 2 x Kp > Kp
2O4
PN 2O4

Karena Qp lebih besar dari pada Kp pada gambar 14.5 (b) reaksi terjadi
pada arah sebaliknya. Ini akan mengurangi pembilang dan meningkatkan
penyebutnya dan mengurangi Qp sehingga sekali lagi akan sama dengan Kp .
Persamaan setimbang yang baru akan memiliki N2O4 berlebih dan kekurangan
NO2 daripada awalnya. Pada gambar 8.4 (c) terdapat kesetimbangan yang baru.
Sekarang tambahkan prinsip Le Chatelier’s. Ketika kita mengurangi
volume campuran yang setimbang dengan meningkatkan tekanan parsialnya, kita
menyebabkan molekulnya berdesakan. Reaksi kebalikan terjadi karena 1 mol gas
reaktan N2O4 mengganti 2 molekul gas NO2. Dalam gambar 8.4 (c), kita melihat 2
molekul NO2 dari gambar 8.4 (a) dan 8.4 (b) yang telah mengganti 1 molekul
N2O4.
Pernyataan di bawah ini ringkasan pengaruh perubahan tekanan atau
volume pada kesteimbangan yang melibatkan gas :
 Ketika tekanan ditingkatkan atau volume dikurangi, kesetimbangan akan
menghasilkan sejumlah kecil mol gas
 Ketika tekanan parsial diturunkan atau volume ditingkatkan akan
menghasilkan sejumlah besar mol gas
 Jika tidak ada perubahan sejumlah mol gas dalam reaksi, perubahan
tekanan atau volumenya tidak akan mempengaruhi kesetimbangan
Jika perubahan tekanan gas atau volume dihasilkan dengan menambahkan
gas inert ke dalam campuran yang setimbang, pengaruhnya berbeda. Jika gas inert
ditambahkan pada tekanan yang konstan, volume akan diperluas untuk
menampung gas yang ditambahkan. Ini memiliki pengaruh yang sama seperti
memindahkan campuran ke kontainer yang memiliki volume yang besar. Jika gas
inert ditambahkan ke dalam campuran yang memiliki volume yang konstan,
konsentrasi dan tekanan parsial dari reaktan dan produk tidak berubah dan gas
inert tidak mempengaruhi kesetimbangan.

7.5.3 Perubahan Suhu


Perubahan yang telah dijelaskan sebelumnya tidak mengubah nilai tetapan
kesetimbangan, tetapi perubahan suhu dari campuran yang setimbang mengubah
nilai Kp atau Kc. Jika tetapan kesetimbangan menjadi semakin besar, reaksi yang
selanjutnya akan terjadi dan kesetimbangan berpindah ke kiri.
Untuk mengubah suhu campuran yang setimbang, kita harus
meningkatkan panas untuk menaikkan suhu atau mengurangi panas untuk
menurunkan suhu. Penambahan panas ke dalam campuran yang setimbang akan
menghasilkan reaksi untuk menyerap panas, reaksi endoterm. Perpindahan panas
menghasilkan reaksi eksoterm sehingga :
Menaikkan suhu dalam sebuah campuran yang setimbang memindahkan
kesetimbangan menjadi reaksi endoterm, mengurangi suhu memindahkan
kesetimbangan menjadi reaksi eksoterm.

7.5.4 Penambahan Katalis


Reaksi SO2 dengan O2 menghasilkan SO3 yang berhubungan dengan
katalis (seperti logam platina). Bagaimanapun reaksi kebalikannya, penguraian
SO3 menjadi SO2 dan O2 juga dipengaruhi oleh katalis.
2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)
Kc = 2.8 x 102 pada 1000 K
Proporsi SO3 dalam campuran yang setimbang sama jika tidak ada katalis.
Katalis tidak memisahkan kesetimbangan ke arah sebelah kiri atau sebelah kanan,
begitu juga tidak berpengaruh terhadap tetapan kesetimbangan. Sistem mencapai
kesetimbangan lebih cepat. Peraturan katalis adalah untuk mengubah mekanisme
reaksi menjadi reaksi yang memiliki energi aktivasi yang rendah.

7.6 Perhitungan Kesetimbangan


7.6.1 Menentukan Tetapan Kesetimbangan dari Data Eksperimen
Pada contoh di bawah ini kita mencari nilai Kc. Kita diberikan jumlah awal
reaktan dan jumlah produk yang setimbang. Dari data ini kita dapat menentukan
jumlah semua unsur pada keadaan setimbang dan kemudian konsentrasi pada
keadaan setimbang. Terakhir kita dapat menghitung Kc dari konsentrasi tersebut.
Sebuah pendekatan umum yang berguna untuk disusun menjadi tabel di
bawah persamaan kimia : (a) Konsentrasi unsur pada keadaan awal (b) perubahan
konsentrasi pada saat mencapai setimbang (c) Konsentrasi setimbang.
Contoh :
Dengan volume 10.0 L pada suhu 1000 K terdapat, 0.250 mol SO 2 dan 0.200 mol
O2 bereaksi membentuk 0.162 mol SO3 pada keadaan setimbang. Berapa Kc
reaksi ?
2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)
Jawab
Mari mulai dengan mencari konsentrasi awal dari ketiga gas.
0.250 mol
[SO2] = = 0.0250 M
10 .0 L
0.200 mol
[O2] = = 0.0200 M
10 .0 L
[SO3] = 0
Dari data di atas kita dapat menghitung tetapan kesetimbangan untuk SO3
0.162 mol
[SO3] = = 0.0162 M
10 .0 L

Reaksi : 2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)


Mula-mula (M) : 0.0250 0.0250 0
Reaksi (M) : ? ? ?
Setimbang (M) : ? ? 0.0162

Sekarang kita isi yang kosong. Karena kita mulai dengan tidak ada SO3
dan menghasilkan konsentrasi setimbang 0.0162 M, perubahan [SO3] harus
+0.0162 M. Tanda positif menandakan bahwa sesuatu terbentuk. Dari persamaan
kimia, kita melihat jumlah yang sama mol per liter SO2 harus digunakan sebanyak
mol per liter SO3 yang dihasilkan. Perubahan [SO2] sama dengan – 0.0162 M ;
tanda negatif menandakan sesuatu digunakan. Karena hanya 1 mol per liter O2
diperlukan untuk setiap 2 mol per liter SO3 yang dihasilkan, perubahan [O2]
adalah – ½ x 0.0162 M, yang sama dengan – 0.0081 M. Sekarang kita melengkapi
tabel dengan menambahkan perubahan ini dari konsentrasi awal sehingga
mencapai konsentrasi setimbang.
Reaksi : 2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)
Mula-mula M : 0.0250 0.0250 0
Reaksi M : - 0.0162 - 0.0162 + 0.0162
Setimbang M : 0.0088 0.0088 0.0162
Terakhir, kita memasukkan konsentrasi setimbang kedalam persamaan
kesetimbangan.
[ SO3 ] 2 (0.0162 ) 2
Kc = = = 2.8 x 102
[ SO 2 ] 2 [O2 ] (0.0088 ) 2 (0.0119 )

7.6.2 Menghitung Kesetimbangan dari Kc dan Kp


Salah satu jenis yang paling umum dari perhitungan kesetimbangan yang
dapat dilihat dari contoh di bawah ini. Kita mulai dengan reaktan awal dan tidak
ada produk dan dengan nilai yang diketahui dari tetapan kesetimbangan.
Kemudian kita gunakan data itu dan menghitung jumlah unsur yang ada dalam
keadaan setimbang. Kita gunakan simbol x untuk mencari salah satu perubahan
konsentrasi yang terjadi dalam menentukan kesetimbangan. Kemudian kita
menghubungkan semua perubahan konsentrasi yang lain yaitu x, memasukkan
nilai yang sesuai ke dalam persamaan kesetimbangan dan mengganti x.

Contoh :
Berdasarkan reaksi di bawah ini :
H2(g) + I2(g) 2 HI(g)
Kc = 54.3 pada 698 K
Jika kita mulai dengan 0.500 mol H2(g) dan 0.500 I2(g) dengan volume 5.25 L pada
698 K, berapa mol dari masing-masing gas yang ada dalam keadaan setimbang ?
Jawab
Pertama mari kita hitung konsentrasi awal
0.500 mol
[H2] = [I2] = = 0.0952 M
5.25 L
[HI] = 0
Jika kita andaikan x sebagai perubahan konsentrasi H2 dan I2, perubahan [HI]
adalah + 2x karena 2 mol HI dibentuk dari setiap 1 mol H2 dan I2 yang bereaksi.
Kita memasukkan perubahan ini, bersama dengan keadaan awal dan konsentrasi
setimbang, ke dalam tabel dibawah ini :

Reaksi : H2(g) + I2(g) 2 HI(g)


Mula-mula (M) : 0.0952 0.0952 0
Reaksi (M) : -x –x + 2x
Setimbang (M) : ( 0.0952 – x ) ( 0.0952 – x ) 2x
Kemudian kita dapat memasukkan konsentrasi setimbang ke dalam
persamaan kesetimbangan.
[ HI ] 2 (2 x) 2 (2 x) 2
Kc = = = =
[ H 2 ][ I 2 ] (0.0952 − x )( 0.0952 − x ) (0.0952 − x) 2

54.3
Dari persamaan di atas, dapat dicari perubahan x dan mengganti x.
1/ 2
 (2 x) 2 
 2 
= (54.3)1/2
 (0.0952 − x ) 
2x
= (54.3)1/2
(0.0952 − x )

2x = (54.3)1/2 x ( 0.0952 – x )
2x = 7.37 x ( 0.0952 – x )
2x = 0.702 - 7.37x
9.37x = 0.702
x = 0.0749
Sekarang kita dapat menghitung konsentrasi setimbang
[H2] = [I2] = 0.0952 - x = 0.0952 - 0.0749 = 0.0203 M
[HI] = 2x = 2 x 0.0749 = 0.150 M
Untuk menentukan jumlah kesetimbangan, kita mengalikan konsentrasi setimbang
dengan volumenya.
Mol H2 = Mol I2 = 5.25 L x 0.0203 mol/L = 0.107 mol
Mol HI = 5.25 L x 0.150 mol/L = 0.788 mol

7.7 Kesetimbangan Kimia Dalam Industri


Banyak proses industri merupakan reaksi kesetimbangan. Masalah yang
dihadapi oleh suatu industri adalah bagaimana memperoleh hasil yang berkualitas
tinggi dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan proses yang efisien dan
efektif. Untuk memecahkan masalah tersebut, pengetahuan tentang
kesetimbangan kimia sangat dibutuhkan oleh beberapa industri kimia, misalnya
industri pembuatan amonia dan asam sulfat.

7.7.1 Pembuatan Amonia (NH3)


Amonia (NH3) merupakan senyawa nitrogen yang sangat penting baik
sebagai bahan dasar pembuatan pupuk maupun sebagai pelarut yang baik untuk
berbagai senyawa ionik dan senyawa polar.
Amonia dibuat berdasarkan reaksi :
N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) ∆ H = -92 kJ
Proses itu ditemukan pertama kali oleh Fritz Haber (1868 - 1934) yang
berkebangsaan Jerman. Karena karyanya itu, beliau memenangkan hadiah Nobel
pada tahun 1918. Proses itu dikembangkan lebih lanjut oleh Karl Bosch (1874 -
1940), juga dari Jerman. Bosch juga memperoleh penghargaan hadiah Nobel atas
hasil karyanya. Oleh sebab itu, pembuatan amonia dari reaksi antara gas H2 dan
N2 dikenal dengan proses Haber-Bosch.
Berdasarkan asas Le Chatelier, untuk mendapatkan hasil NH3 yang besar,
pada reaksi itu harus digunakan temperatur yang rendah dan tekanan yang tinggi.
Dengan demikian, kesetimbangan akan bergeser ke arah NH3.

Gambar 7.5. Skema proses pembuatan amonia

Udara Cair Nitrogen


Distilasi Menggunakan temperatur
dan tekanan tinggi
Amonia

katalis besi

Pengembalian N2 dan H2
Air Laut Hidrogen
Elektrolisis

Akan tetapi, pada kenyataannya reaksi berjalan lambat pada temperatur


biasa, walaupun telah digunakan katalis oksida besi (Fe). Oleh sebab itu, setelah
dilakukan penghitungan-penghitungan yang teliti, digunakan temperatur reaksi
antara 400oC sampai 500oC dan tekanan 100 MPa agar reaksi berjalan lebih cepat,
walaupun jumlah NH3 yang dihasilkan agak berkurang.
Pada saat ini, katalis yang dipakai terbuat dari magnetit (Fe3O4) yang
mengandung K2O, CaO, MgO, Al2O3, dan SiO2. Dalam industri, sumber gas H2
diambil dari gas alam (sumber hidrokarbon), sedangkan sumber gas N2 adalah
udara.
Produksi amonia terutama digunakan untuk pembuatan pupuk ZA, urea,
asam nitrat, dan senyawa-senyawa nitrogen lainnya.

7.7.2 Pembuatan Asam Sulfat (H2SO4)


Asam sulfat secara besar-besaran dapat dihasilkan dengan proses kontak.
Pada pembuatan asam sulfat menurut proses kontak, bahan yang dipakai adalah
belerang murni yang dibakar di udara, dengan reaksi :

S(s) + O2(g)  SO2(g)

SO2(g) yang terbentuk dioksidasi di udara dengan memakai katalisator.


Reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan.

2SO2(g) + O2(g) 2SO3(g)

Seperti pada pembuatan NH3, untuk mendapatkan hasil SO3 dalam jumlah
besar, pembuatannya harus dilakukan pada temperatur rendah dan tekanan tinggi,
agar kesetimbangan bergeser ke arah SO3. Akan tetapi reaksi tidak dapat
berlangsung pada temperatur rendah. Reaksi baru dapat berlangsung pada
temperatur 400oC.
Dengan menggunkan katalis vanadium pentaoksida (V2O5), reaksi
berlangsung dengan baik, yaitu 98% sempurna dan tidak memerlukan tekanan
tinggi. Pada waktu sebelumnya, katalis platina (Pt) pernah digunakan. Akan
tetapi, ternyata platina tersebut teracuni dan menjadi tidak aktif.
Belerang trioksida (SO3) diabsorpsi oleh asam sulfat pekat dan membentuk
asam pirosulfat (H2S2O7), dengan reaksi :

SO3(g) + H2SO4 pekat H2S2O7(l)

SO3 dilarutkan dalam H2SO4 98% membentuk oleum atau disebut juga
sulfur acid. Asam pirosulfat itu akan dibuah menjadi asam sulfat dengan
menambahkan air dengan reaksi :

H2S2O7(l) + H2O(l) H2SO4(l)

Asam yang dihasilkan dari proses itu adalah 100%.

Air
Oksigen Oksigen H2SO4 H2SO4
dari air dari air 98% 98%

V2O5

Belerang Belerang Belerang Belerang Belerang


murni murni murni murni murni
Dibakar di Dipanaskan Dicampur Dilarutkan
furnace dengan udara dengan asam
yang mengandung sulfat 98%
katalis

Gambar 7.6. Skema proses kontak

Penggunaan asam sulfat antara lain :


1. pada pembuatan pupuk amonium sulfat (ZA) dan asam fosfat (H3PO4);

2. pada proses pemurnian minyak tanah;


3. pada industri baja, untuk menghilangkan karat besi sebelum bajanya dilapisi
timah atau seng;

4. pada pembuatan zat warna;

5. pada industri tekstil, cat, plastik, akumulator (aki), dan bahan peledak.

8. STRUKTUR KRISTAL
8.1 Sistem Kristal
Zat padat dapat diklasifikasikan berdasarkan keteraturan susunan atom-
atom atau ion-ion penyusunnya. Bahan yang tersusun oleh deretan atom-atom
yang teratur letaknya dan berulang (periodik) disebut bahan kristal. Dikatakan
bahwa bahan kristal mempunyai keteraturan atom berjangkauan panjang.
Sebaliknya, zat padat yang tidak memiliki keteraturan demikian disebut bahan
amorf atau bukan kristal.
Bahan kristal untuk yang selanjutnya disebut kristal, dapat dibentuk dari
larutan, lelehan, uap, atau gabungan dari ketiganya. Bila proses pertumbuhannya
lambat, atom-atom atau partikel penyusun zat padat dapat menata diri selama
proses tersebut untuk menempati posisi yang sedemikian sehingga energi
potensialnya minimum. Keadaan ini cenderung membentuk susunan yang teratur
dan juga berulang pada arah tiga dimensi, sehingga terbentuklah keteraturan
susunan atom dalam jangkauan yang jauh, inilah yang mencirikan keadaan kristal.
Sebaliknya, dalam proses pembentukan yang berlangsung cepat, atom-atom tidak
mempunyai cukup waktu untuk menata diri dengan teratur. Hasilnya terbentuklah
susunan yang memiliki tingkat energi yang lebih tinggi. Susunan atom ini
umumnya hanya mempunyai keteraturan yang berjangkauan terbatas, dan keadaan
inilah yang mencerminkan keadaan amorf. Dalam bahan amorf, jangkauan
keteraturan atom biasanya sampai tetangga kedua.
Diantara kedua kristal sempurna (tunggal) di satu pihak, dan keadaan
amorf di pihak lain, terdapat keadaan yang disebut polikristal (kristal jamak). Zat
padat pada keadaan ini tersusun oleh kristal-kristal kecil. Bila ukuran kristalnya
dalam ukuran orde mikrometer, bahan yang bersangkutan termasuk kristal mikro
(microcrystalline); dan bila ukuran kristalnya dalam orde nanometer, maka
bahannya digolongkan sebagai kristal nano (nanocrystalline).
Gaya elektrostatik tarik-menarik antara muatan negatif elektron dan
muatan positif inti atom adalah yang menjadi penyebab timbulnya gaya
pemersatu (kohesi) dalam zat padat. Sementara itu gaya magnet sangat kecil
pengaruhnya pada kohesi, dan gaya gravitasi bahkan dapat diabaikan efeknya. Di
pihak lain, adanya interaksi pertukaran, seperti gaya van der waals dan ikatan
kovalen memberikan sumbangan yang berarti pada kohesi kristal.
Energi kohesi kristal didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk
memecah atau memisahkan kristal menjadi komponen-komponennya yang berupa
atom netral yang bebas. Apabila komponen-komponen kristal berupa ion positif
dan ion negatif, maka energi kohesi lebih tepat disebut energi kisi. Hal ini banyak
dijumpai pada ikatan ionik.
Berdasarkan cara atom-atom berikatan satu sama lain dalam membentuk
kristal, dapat dibedakan : ikatan ionik, ikatan kovalen, ikatan logam, ikatan van
der waals, dan ikatan hidrogen.

8.1.1 Simetri Translasi dan Basis


Suatu kristal yang ideal terdiri dari satuan susunan yang identik dan
berulang dalam ruang tiga dimensi yang tak terbatas. Satuan susunan tersebut,
yang disebut basis, atau kumpulan molekul. Basis mengisi volume atau ruang
dengan ukuran tertentu, yang dapat diranslasikan sepanjang jarak yang diskrit
sehingga dapat mengisi seluruh ruang. Wadah yang bersangkutan disebut sel
satuan (unit cell).
“Translasi sepanjang jarak yang diskrit“ memberikan sifat simetri translasi pada
kristal, artinya apabila sel satuan ditranslasikan dengan vektor translasi T akan
diperoleh sel satuan yang identik. Vektor translasi adalah berbentuk :

n1, n2, dan n3 adalah bilangan bulat, sedangkan a, b, dan c adalah vektor satuan
dalam arah tiga dimensi (sejajar dengan rusuk-rusuk persegi-empat dari sel
satuan) sebagai ilustrasi, bila pada posisi r dan r1 dapat ditentukan atom-atom
yang identik, ini berarti r1 memenuhi :

Dikatakan bahwa seperangkat vektor T mendefinisikan kisi ruang atau kisi


Bravais. Kisi Bravais sebenarnya hanyalah merupakan konsep geometri belaka.
Sedangkan kisi kristal yang sesungguhnya adalah gabungan antara kisi Bravais
dan Basis.

8.1.2 Sel Satuan


Sel satuan dibangun oleh vektor basis a, b, dan c. Dalam ungkapan vektor-
vektor ini, volume sel satuan dapat dituliskan sebagai perkalian vektor :

Bentuk dan ukuran sel satuan serta distribusi atom di dalamnya menggambarkan
karakteristik kristal. Pilihan bentuk dan ukuran sel satuan dalam dua dimensi
dapat dilihat pada gambar 8.1. Setiap sel satuan memiliki vektor-vektor basis a
dan b yang unik.

Gambar 8.1. Kisi dua dimensi. Dapat dibentuk sel satuan sembarang

Titik-titik sebagai tempat kedudukan atom dalam kristal disebut titik kisi.
Berdasarkan jumlah titik kisi dalam setiap sel satuan dapat dibedakan sel satuan
primitif dan non-primitif. Sel satuan disebut primitif bilamana dalam sel satuan
tersebut hanya terdapat satu titik kisi, dan bila terdapat lebih dari satu titik kisi
disebut sel satuan non-primitif. Pada gambar 8.2, sel satuan E adalah non-primitif.

8.1.3 Simetri Kisi dan Sistem Kristal


Selain simetri translasi, terdapat beberapa operasi lain yang membuat kisi
“invarian“ (tidak berubah bentuknya dari semula), yaitu :
a. Refleksi : Pencerminan pada bidang (simbol : m)
b. Rotasi : Perputaran pada sumbu tertentu dengan sudut sebesar (2π/n)
(simbol n = 1, 2, 3, 4, dan 6)
c. Inversi : percerminan pada suatu titik tertentu (simbol : i)
d. Luncuran/Glide : Operasi gabungan antara refleksi dan translasi
e. Ulir/Screw : Operasi gabungan antara rotasi dan translasi
Beberapa contoh operasi yang bersangkutan dapat dilihat pada gambar 8.2.
Gambar 8.2. Contoh operasi simetri : a. rotasi, b. rotasi dan refleksi, c. luncuran, dan d. ulir

Bila kristal memiliki simetri rotasi, artinya kisi kristal tersebut dapat
diputar terhadap sumbu tertentu dengan sudut 2π/n dan n = 1, 2, 3, 4, ... Akan
tetapi, tidak semua operasi rotasi dapat dilakukan terutama bila dikaitkan dengan
sifat simetri translasinya. Dengan syarat ini maka untuk kisi dua dimensi rotasi
yang mungkin hanyalah untuk n = 3, 4, dan 6 saja; perhatikan gambar 7.3.
Dalam ruang tiga-dimensi, persyaratan simetri nampak lebih ketat, yang
variasi panjang vektor a, b dan c serta besarnya sudut (α, β, γ) yang dibentuk oleh
vektor-vektor itu. Persyaratan panjang vektor dan besarnya sudut tersebut
menghasilkan 14 kisi Bravais dalam ruang tiga-dimensi, baik primitif maupun
non-primitif yang tertuang dalam 7 sistem kristal, seperti pada gambar 8.4
parameter kisi dan sistem kristal ditunjukkan pada tabel 8.1.
Gambar 8.3. Dalam dua-dimensi bentuk kisi yang memenuhi syarat periodik terbatas
jumlahnya. Hanya segi 3, 4, dan 6 yang dapat digunakan, untuk segi 5 dan 8 tersisa bidang
yang berbeda bentuknya dengan bentuk kisi, sedangkan pada segi 7 terjadi penumpukan.

Tabel 8.1. Sistem Kristal, Parameter Kisi dan Kisi Bravais

Gambar 8.4. Tujuh Sistem Kristal dan 14 Kisi Bravais


Gambar 8.5. Sel Satuan dengan kisi non-Bravais : 1. Intan, 2. Sengblende, 3. Wurtzit, 4.
CsCl. 5/ Cu2O, 6. SiF4, 7. MoAl12, 8. BaTiO9, 9.K2PtCl4
8.2 Struktur Kristal dan Difraksi Sinar X
8.2.1 Struktur Kristal
8.2.1.1 Struktur Kristal Sederhana
Tiga jenis struktur kristal yang relatif sederhana dapat dijumpai pada
kebanyakan logam, yaitu : kubus pusat sisi (face-centered cubic = FCC), kubus
pusat ruang (body centered cubic = BCC) dan heksagonal mampat (hexagonal
close-packed = HCP).
Satu jenis lagi struktur kristal yang paling sederhana, meskipun cukup
jarang ditemukan adalah kubus sederhana (simple cubic = SC). Selain untuk
HCP, jumlah atom pada setiap sel satuan bagi struktur kristal tersebut adalah :
- FCC memiliki 4 atom/sel satuan
- BCC memiliki 2 atom/sel satuan
- SC memiliki 1 atom/sel satuan
Koordinat atom-atom dalam setiap sel satuan dapat dinyatakan relatif
terhadap panjang parameter kisinya (kubus : a = b = c = ao). Dengan cara ini
koordinat atom-atom tersebut adalah :
- FCC : (0, 0, 0); (1/2, ½, 0); (1, 0, ½); (0, ½, ½)
- BCC : (0, 0, 0); (1/2, ½, ½)
- SC : (0, 0, 0)
Daftar kristal logam dan struktur kristal serta parameter kisinya disajikan
pada tabel 8.2 sedangkan beberapa jenis kristal non logam lainnya diberikan pada
gambar 8.6.
Soal :Tentukan jumlah atom (berdasarkan jenis atomnya) dan koordinatnya dalam
setiap struktur kristal pada gambar 8.6.

Tabel 8.2. Struktur kristal unsur-unsur

8.2.12 Susunan Mampat


Atom-atom yang menempati titik kisi digambarkan sebagai sebuah titik.
Bila atom-atom itu digambarkan sebagai sebuah bola yang saling bersinggungan
dengan atom tetangga terdekatnya, akan didapat susunan mampat (packing
structure). Khusus untuk satuan sel heksagonal terdapat dua jenis susunan
mampat, yaitu heksagonal mampat (HCP) dan kubus mampat (cubic close-packed
= CCP), lihat gambar 8.6.
Untuk mengetahui besarnya penggunaan ruang sel oleh atom-atom
didefinisikan faktor pemampatan atom (atomic packing factor = APF), yang
menyatakan perbandingan antara volume ruang yang ditempati atom dan volume
total sel satuan. Sebagai contoh, perhatikan gambar 8.7. Akan kita hitung APF
untuk struktur SC. Dari gambar 7.7, andaikan jari-jari atom R dan tetapan kisi
(panjang rusuk) ao, jelaskan bahwa :

Gambar 8.6. Susunan mampat sel satuan heksagonal : a. heksagonal mampat (hcp), b. kubus
mampat (ccp), c. tampak atas truktur hcp.

Gambar 8.7. Faktor pemampatan atom untuk kubus bersusunan mampat : kubus pusat sisi
(FCC), kubus pusat ruang (BBCC), kubus sederhana (SC) dan struktur intal (diamond).
Bilangan dalam % menunjukkan besarnya APF.
Dalam setiap sel satuan SC terdapat sebuah atom, sehingga volume yang
ditempati atom :

Sedangkan volume sel satuan adalah:

Jadi faktor pemampatan atom :

Hasil ini menunjukkan bahwa atom-atom dalam kristal SC menempati 52% dari
volume kristal keseluruhan.
Soal :
Dari gambar 8.7, ditunjukkan bahwa APF untuk setiap kristal berikut adalah :
FCC = 74%, BCC = 68% dan struktur intan = 34%.

8.2.2 Difraksi Kristal


Syarat agar terjadi difraksi pada kristal adalah penggunaan gelombang
radiasi dengan panjang gelombang yang seorde dengan jarak antar atom dalam
kristal (dalam angstrom). Dengan mengetahui puncak-puncak difraksi dari
gelombang yang dipantulkan oleh bidang kristal (lebih tepat atom-atom pada
bidang), maka struktur kristal dari cuplikan yang bersangkutan dapat dipelajari
atau mungkin dapat direkonstruksi.
Sumber radiasi yang dapat digunakan untuk keperluan difraksi kristal meliputi
: sinar-X, berkas neutron termal, dan berkas elektron. Difraksi dapat terjadi
bilamana panjang gelombang berkas radiasinya sekitar 1 angstrom.

8.2.2.1 Sumber Radiasi


a. Sinar-X
Radiasi sinar-X dibangkitkan oleh tabung sinar-X. Spektrum
keseluruhan dari sinar-X bersifat polikromatis. Untuk keperluan difraksi
digunakan spektrum karakteristik dengan intensitas yang terkuat, biasanya
spektrum Kα. Selanjutnya, untuk menjamin agar berkas sinar-X benar-benar
monokromatis diperlukan filter. Bahan filter bergantung pada panjang
gelombang spektrum Kα yang akan dipakainya. Beberapa jenis bahan filter
diberikan pada tabel 8.3.

Tabel 8.3. Jenis-jenis bahan filter sesuai dengan spectrum Kα

b. Neutron
Berkas neutron dihasilkan dari reaksi inti, yang dapat berlangsung di
dalam reaktor atom (melalui reaksi fisi) dan dalam generator neutron. Dalam
reaktor atom, reaksi fisi diawali dengan penembakan neutron termal yang
diarahkan pada inti berat, misal uranium, sehingga terjadi pembelahan
inti (fisi) yang disertai dengan pemancaran neutron (dalam jumlah yang
banyak) dan pembebasan energi sampai 200 MeV; menurut reaksi :

Dalam generator neutron, berkas neutron dapat dihasilkan melalui


penembakan partikel cepat ke arah inti atom, dan memberikan hasil reaksi
berupa neutron dan inti hasil reaksi. Persamaannya dapat ditulis sebagai
berikut :

atau dapat dituliskan dengan


notasi : a(A, B)n. Salah satu contoh reaksi tersebut misalnya :
Berkas neutron, yang dihasilkan oleh reaksi inti umumnya memiliki
energi yang tinggi (neutron cepat). Agar neutron memiliki panjang gelombang
sekitar 1 angstrom, maka energinya harus diturunkan, menurut hubungan :

dengan λ panjang gelombang neutron (de Broglie), h tetapan Planck, dan p


momentum neutron, serta E energi neutron dalam eV. Agar panjang
gelombang neutron sekitar 1 angstrom, maka menurut persamaan di atas
energi neutron
haruslah sekitar 0,025 eV (termasuk neutron termal). Adapun klasifikasi
neutron menurut besarnya energi adalah :
- neutron termal : berenergi 0,025 eV
- neutron lambat : berenergi 0 - 1 keV
- neutron menengah : berenergi 1 - 500 keV
- neutron cepat : berenergi 0,5 - 10 MeV
- neutron ultra-cepat : berenergi >10 MeV
Untuk menurunkan energi neutron perlu langkah termalisasi, dengan cara
melewatkan berkas neutron pada moderator (air, grafit, air berat : D2O).
Selanjutnya neutron termal (λ sekitar 1 angstrom) masih memerlukan upaya
penyelesaian agar berkas neutron bersifat monokromatis (monoergis), dan
sebagai monokromator umumnya dipakai kristal grafit.

c. Elektron
Berkas elektron dihasilkan dari elektron gun. Pemilihan panjang
gelombang elektron dilakukan dengan mengatur tegangan pemercepatnya
(energi elektron), menurut persamaan :

Salah satu kekurangan elektron sebagai sumber radiasi untuk difraksi


kristal adalah karena elektron merupakan partikel bermuatan. Sebagai partikel
bermuatan, elektron mudah diserap oleh bahan, sehingga daya tembusnya
kurang. Dengan demikian, difraksi elektron hanya memberikan informasi
tentang permukaan bahan saja.

8.2.2.2 Difraksi Sinar-X


Di antara sumber-sumber radiasi yang dapat dipergunakan untuk difraksi
kristal, berkas sinar-X adalah yang paling sesuai ditinjau dari kesederhanaan
teknik pembangkitnya serta maksimalnya hasil difraksi dalam memberikan
informasi tentang struktur kristal. Dua berkas sinar-X yang mengenai atom-atom
pada bidang kristal pada gambar 7.8. Berkas sinar pertama dan kedua memiliki
perbedaan lintasan sebesar 2d sin θ untuk sampai pada titik pengamatan. Agar
terjadi interferensi yang konstruktif (saling menguatkan), maka beda lintasan yang
bersangkutan haruslah merupakan kelipatan bulat dari panjang gelombang sinar-
X tersebut. Ini berarti :

yang disebut syarat Bragg. d jarak antar bidang (hkl) yang sama, θ sudut
difraksi, dan λ panjang gelombang sinar-X yang digunakan.
Dalam difraktometer sinar-X, posisi kristal sedemikian sehingga
pengukuran dilakukan pada sudut 2θ , yaitu sudut yang dibentuk oleh sinar
hambur.
Gambar 8.8. Difraksi sinar-X : a. berkas sinar-X dipantulkan oleh bidang (hkl) yang
berjarak d satu sama lain, b. berkas sinar datang dan sianr hambur membentuk sudut 2θ ,
c. data I vs 2θ dari difraktometer sinar-X
Dengan demikian, pengukuran yang bersangkutan menghasilkand ata intensitas
berkas sinar hambur (I) dan sudut difraksi (2θ ). Perhatikan gambar 8.8b dan
8.8c. Dari data yang dihasilkan, dapat dihitung jarak antar bidang dari bidang-
bidang yang mendifraksikan berkas sinar-X. Dengan demikian, melalui difraksi
sinar-X dapat diketahui beberapa parameter kisi dan struktur kristal dari cuplikan
yang diamati.

8.2.2.3 Difraksi dan Kisi Balik


Sel satuan kristal dibangun oleh vektor-vektor basis a, b dan c. Untuk
selanjutnya, kisi dalam ruang (real) tiga dimensi tersebut disebut kisi langsung
(direct-lattice). Sebaliknya dapat didefinisikan kisi balik (resiprocol-lattice) yang
dibangun oleh vektor-vektor basis dalam ruang balik
menurut hubungan :

dengan

yaitu volume sel satuan. Sifat-sifat selanjutnya dari vektor basis yang
bersangkutan :

Vektor dalam kisi balik Ghkl (semacam vektro translasi T dalam kisi langsung)
dinyatakan sebagai berikut :

Berhubungan dengan bidang (hkl) dalam kisi dengan sifat sebagai berikut :
Gambar 8.9. Posisi vektor gelombang datang, vektor gelombang hambur, vektor hamburan,
dan vektor normal bidang.

Kembali pada difraksi kristal, pada gambar 8.9a dapat diperhatikan bahwa vektor
hamburan s adalah :

dengan k dan ko berturut-turut adalah vektor gelombang hambur dan vektor


gelombang datang. Besarnya s (gambar 8.9b) adalah :

karena hamburan dianggap elastis : k = ko. Bila dinyatakan dalam ungkapan


vektor normal (tegak lurus) bidang (hkl), Ghkl maka vektor hamburan memiliki
bentuk :

karena , dengan :
maka :
vektor hamburan s selanjutnya dapat ditulis :

Dengan mengingat kembali syarat Bragg : akibatnya didapatkan:

yaitu syarat Bragg dalam ungkapan vektor hamburan dan vektor dalam kisi balik.

8.3 Pengaruh Besaran Ion Pada Geometri Kristal


Ikatan ionik terbentuk karena adanya gaya tarik-menarik elektrostatik
(Coulomb) antara ion positif dan ion negatif. Terbentuknya ion-ion tersebut
disebabkan oleh terjadinya transfer elektron antar atom-atom yang membentuk
ikatan. Beberapa contoh kristal ionik antara lain : NaCl, CsCl, KBr, NaI, dst.
Untuk NaCl, elektron pada atom Na ditransfer kepada atom Cl :

Selanjutnya ion Na+ dan ion Cl- yang dalam keadaan gas berikatan satu
sama lain dan membentuk kristal dengan melepaskan energi kisi (kohesi) sebesar
7,9 eV:

8.1)

Apabila ion Na+ dan ion Cl- berdekatan pada jarak r, besarnya energi
(potensial) tarik-menarik Coulomb adalah :
8.2)

dengan e muatan listrik ion dan εo permitivitas hampa. Gaya tarik-menarik ini
tidak mengakibatkan kedua ion terus mendekat, sampai jarak yang sedekat-
dekatnya, karena orbital tertutup yang terisi penuh elektron pada masing-masing
atom juga saling berdekatan. Sebagai akibatnya, timbul gaya tolak antar elektron
pada orbital atom, sebagai konsekuensi larangan Pauli. Besarnya energi tolak-
menolak (repulsif) dapat diungkapkan sebagai berikut :

atau :
8.3)

A, B dan ρ adalah tetapan, sedangkan n = 12. Dalam persamaan 8.3 terlihat bahwa
energi tolak menolak menurun dengan cepat dengan bertambahnya jarak antar
ion. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi tolak menolak tersebut adalah
berjangkauan pendek, terutama bila dibandingkan dengan interaksi elektrostatik
Coulomb. Dengan demikian, setiap ion hanya merasakan interaksi tolak menolak
dengan ion tetangga terdekatnya saja.
Di pihak lain, dalam interaksi elektrostatik setiap ion akan berinteraksi
baik dengan ion tetangga terdekatnya maupun dengan ion tetangga berikutnya,
karena interaksi ini berjangkauan lebih jauh. Dengan ini kita perlu
memperhitungkan pengaruh tetangga yang lebih jauh tersebut dalam perhitungan
energi interaksinya.

Tabel 8.4. Jenis dan jarak ion-ion tetangga dari ion tinjauan Na+ dalam sel satuan kristal
NaCl

Dengan menggunakan data tersebut, besarnya energi elektrostatik setiap pasangan


ion dapat dituliskan sebagai berikut :
α disebut tetapan Madelung. Untuk selanjutnya α merupakan karakteristik kisi
terutama untuk kristal ionik, karena nilainya bergantung pada struktur kristal yang
bersangkutan. Berikut ini dapat dibandingkan nilai α untuk beberapa kristal ionik :
NaCl : α = 1,748
ZnS : α = 1,638
CsCl : α = 1,736
Pada kristal NaCl, ion-ion Na+ dan Cl- berada dalam kedaan setimbang
pada jarak keseimbangan ro, yaitu jarak terdekat antara ion Na+ dan Cl- pada
gambar 8.10 a dan d. Besarnya energi total sebagai fungsi jarak antar ion :
8.4)

Energi kisi adalah energi total pada r = ro. Dalam grafik pada gambar 8.11, E(ro)
adalah nilai energi keseimbangan pada titik minimum dari kurva E (r). Hal ini
berarti turunan pertama dari E (r) terhadap r pada r = r o adalah sama dengan nol.
Jadi,
Gambar 8.10. Empat tampilan kisi sel satuan garam meja (NaCl) : a. Sel satuan secara
umum, b. Konfigurasi Oktahedral, setiap atom dikelilingi 6 atom tetangga terdekat, c.
Susunan mampat, dan d. Susunan atom pada salah satu bidang kisi kubus.

Gambar 8.11
menghasilkan :

8.5)

masukkan nilai ini ke persamaan 8.4) diperoleh :

8.6)

pada keadaan seimbang, r - ro didapatkan ungkapan bagi energi kisi :

8.7)

Terlihat pada persamaan terakhir ini bahwa nilai energi kisi bergantung pada
tetapan Madelung, sementara itu nilai tetapan ρ biasanya hanya beberapa persen
dari nilai ro. Mott dan Gurney melaporkan bahwa ρ = 0,345 angstrom untuk 20
macam kristal ionik alkali halida. Distribusi elektron di sekitar ion pada kristal
NaCl ditunjukkan pada gambar 8.12. Angka-angka yang tersaji pada kontur
menunjukkan konsentrasi relatif elektron di lokasi yang bersangkutan.
Gambar 8.12. Distribusi rapat elektron
pada bidang dasar kristal NaCl.
Konsentrasi relatif elektron ditunjukkan
oleh angka- angka yang tercantum

Tabel 8.4. Persentase keionikan beberapa kristal biner (mempunyai dua jenis atom)

Gambar 8.13. Energi molekul hidrogen sebagai fungsi jarak antar atom
8.4 Struktur Logam
Kebanyakan logam murni mengkristal dalam salah satu dari tiga bentuk
yang sederhana.

8.4.1 Susunan Rapat


Lapisan tersusun-rapat dari bola-bola identik, yaitu lapisan dengan
penggunaan ruang yang maksimum, dapat dibentuk dengan menumpukkan
lapisan tersusun rapat dua dimensi satu di atas yang lainnya. Akan tetapi,
penumpukan ini dapat dilakukan dalam berbagai cara, sehingga menghasilkan
politipe tersusun rapat, atau struktur yang identik dalam dua dimensi (bidang
tersusun rapat) tetapi berbeda dalam tiga dimensi.
Kita dapat membentuk lapisan tersusun rapat kedua, dengan menempatkan
bola-bola di bagian rendah dari lapisan pertama. Lapisan ketiga dapat
ditambahkan dalam dua cara, pertama, bola-bola itu ditempatkan sehingga
menghasilkan lapisan pertama, menghasilkan pola lapisan ABA (gambar 8.14).
Cara lain, bola-bola ditempatkan di atas sela pada lapisan pertama (gambar 8.15),
sehingga menghasilkan pola ABC.

Gambar 8.14. Pola lapisan ABA (hcp)


G

Hexagonal close packing, ABABAB***


Gambar 8.15. Pola lapisan ABC (bcc)

Cubic close packing


ABCABCABC****

Dua politipe terbentuk jika kedua pola penumpukkan itu diulang dalam
arah vertikal. Jika pola ABA diulang, sehingga menghasilkan urutan lapisan
ABABA …, maka bola-bola itu tersusun rapat secara heksagonal (hcp). Selain itu
juga, jika pola ABC diulang, sehingga menghasilkan urutan ABCABC…, maka
bola-bola itu tersusun rapat kubus (ccp). Struktur ccp menimbulkan sel satuan
berpusat muka, sehingga struktur itu dapat juga dinyatakan dengan kubus F (atau
fcc, singkatan dari face-centered cubic ; kubus berpusat muka).
Kekompakan struktur ccp dan hcp ditunjukkan dengan bilangan
koordinasi, yaitu jumlah atom yang mengelilingi suatu atom tertentu. Dalam
kedua hal ini, bilangan koordinasinya 12. Ukuran kekompakan yang lain adalah
fraksi penyusunan, yaitu fraksi ruang yang ditempati oleh bola-bola itu yang
besarnya 0,740. Jadi, dalam padatan yang tersusun rapat dengan bola identik,
26,0% volumenya adalah ruang kosong. Kenyataan bahwa banyak logam
merupakan susunan rapat, menyebabkan satu dari sifat khas yang sama, yaitu
rapatannya yang tinggi. Gambar berikut merupakan jenis dari beberapa struktur
logam.
Gambar 8.16. Struktur Kristal Logam

8.4.2 Struktur yang Tersusun Kurang Rapat


Sejumlah logam biasa mempunyai struktur yang tersusun kurang rapat. Ini
menunjukkan bahwa ikatan kovalen khusus antara atom yang bertetangga, mulai
mempengaruhi struktur dan menentukan pengaturan geometris khusus. Salah satu
pengaturan ini menghasilkan kisi kubus bcc (kubus berpusat badan), dengan satu
bola di pusat kubus yang terbentuk dari delapan bola lainnya. Struktur bcc
dimiliki oleh sejumlah logam biasa, termasuk Ba, Cs, Cr, Fe, K, dan W. Bilangan
koordinasinya hanya 8, dan fraksi penyusunannya hanya 0,68. Ini menunjukkan
bahwa hanya dua pertiga ruang yang benar-benar ditempati. Struktur logam dari
unsur yang terdapat pada sistem periodik dapat dilihat pada gambar 8.17.

Gambar 8.17. Jenis Struktur Logam

Sumber :
8.5 Struktur Molekul Raksasa
Oksida-oksida dari unsur-unsur periode 3 yaitu : Na2O, MgO, Al2O3, SiO2,
P4O10, P4O6, SO3, SO2, Cl2O7, dan Cl2O. Oksida-oksida tersebut dikenal sebagai
oksida-oksida tertinggi dari tiap unsur. Oksida-oksida ini terbentuk pada saat
unsur-unsur periode 3 berada pada keadaan oksidasi tertinggi. Pada oksida-oksida
ini, semua elektron terluarnya terlibat dalam pembentukan ikatan mulai dari
natrium yang hanya memiliki satu elektron terluar hingga klor dengan 7 elektron
terluar.
Oksida logam yaitu Na2O, MgO, dan Al2O3 cenderung membentuk struktur
ionik raksasa, SiO2 membentuk struktur kovalen raksasa, P4O10, P4O6, SO3, SO2,
Cl2O7, dan Cl2O membentuk struktur molekuler.
Struktur raksasa (oksida logam dan silikon dioksida) memiliki titik leleh
dan titik didih yang tinggi karena dibutuhkan energi yang besar untuk
memutuskan ikatan yang kuat (ionik atau kovalen) yang bekerja pada tiga
dimensi. Oksida-oksida fosfor, sulfur, dan klor terdiri dari molekul-molekul
individual, beberapa diantaranya kecil dan sederhana, dan yang lainnya berupa
polimer. Gaya tarik menarik antar molekul-molekul ini berupa dispersi atau
penyebaran gaya Van der Waals dan interaksi dipol-dipol. Ukuran yang
bermacam-macam ini tergantung pada ukuran, bentuk dan polaritas dari masing-
masing molekul, tapi akan selalu lebih lemah daripada yang dibutuhkan untuk
memutuskan ikatan ionik atau kovalen pada struktur raksasa. Oksida-oksida ini
cenderung menjadi gas, cairan atau padatan dengan titik leleh rendah.
Semua oksida dari unsur pada periode 3 ini tidak memiliki elektron bebas
sehingga tidak dapat menghantar arus listrik dalam wujud padat. Oksida-oksida
ini dapat mengalami elektrolisis jika dicairkan sehingga dapat menghantarkan
arus listrik karena adanya pergerakan ion-ion menuju elektroda dan pelepasan
muatan ion-ion saat mencapai elektroda.

8.5.1 Oksida Logam


8.5.1.1 Struktur
Oksida-oksida natrium, magnesium dan aluminium terdiri dari struktur
raksasa yang mengandung ion-ion logam dan ion-ion oksida. Magnesium oksida
memiliki struktur seperti NaCl sedangkan natrium oksida dan aluminium oksida
memiliki struktur yang lebih rumit.

8.5.1.2 Titik Leleh dan Titik Didih


Antara ion-ion pada masing-masing oksida terdapat gaya tarik menarik
yang kuat dan gaya tarik menarik ini membutuhkan energi yang besar untuk
diputuskan. Oleh karena itu oksida-oksida logam memiliki titik leleh dan titik
didih yang tinggi.

8.5.1.3 Daya Hantar Arus Listrik


Oksida-oksida logam pada periode 3 tidak dapat menghantar arus listrik
dalam wujud padat tetapi terjadi reaksi elektrolisis pada wujud cair. Cairan oksida
logam ini dapat menghantar arus listrik karena adanya pergerakan dan perubahan
muatan ion-ion yang ada. Contohnya adalah elektrolisis aluminium oksida dalam
pembuatan aluminium. Bisa tidaknya cairan natrium oksida dielektrolisis
tergantung pada cairan atau lelehannya apakah menyublim atau terurai pada
keadaan biasa atau tidak. Jika menyublim, maka tidaka ada cairan untuk
dielektrolisis. Magnesium dan aluminium oksida memiliki titik leleh yang sangat
tinggi sehingga sulit untuk dielektrolisis dalam laboratorium sederhana.

8.5.2 Silikon dioksida (Silikon (IV) oksida)


8.5.2.1 Struktur
Silikon dioksida memiliki struktur kovalen raksasa. Terdapat tiga bentuk
silikon dioksida yang berbeda. Yang paling mudah diingat dan digambarkan
adalah struktur yang mirip intan. Kristal silikon memiliki struktur yang sama
dengan intan. Untuk mengubahnya menjadi silikon dioksida, perlu dilakukan
perubahan struktur silikon dengan menyisipkan beberapa atom oksigen.
Perhatikan bahwa masing-masing atom silikon dengan atom silikon
tetangganya dijembatani oleh atom oksigen.
8.5.2.2 Titik Leleh dan Titik Didih
Silikon dioksida memiliki titik leleh yang tinggi tergantung pada
strukturnya kira-kira 1700oC. Ikatan kovalen silikon-oksigen yang sangat kuat
harus diputuskan terlebih dahulu sebelum meleleh. Silikon dioksida mendidih
pada suhu 2230oC. Hal ini disebabkan silikon dioksida memiliki struktur raksasa
sehingga titik leleh dan titik didihnya tinggi.

8.5.2.3 Daya Hantar Arus Listrik


Silikon dioksida tidak memiliki elektron bebas atau ion-ion yang dapat
bergerak sehingga tidak dapat menghantarkan arus listrik, baik dalam wujud padat
maupun cair.

8.5.3 Oksida-Oksida Fosfor


Fosfor memiliki dua oksida yang umum yaitu fosfor (III) oksida, P4O6, dan
fosfor (V) oksida, P4O10.

8.5.3.1 Fosfor (III) Oksida


Fosfor (III) oksida merupakan padatan putih, meleleh pada suhu 24oC dan
mendidih pada suhu 173oC. Struktur dari molekul ini paling baik disusun dari
molekul-molekul P4 yang tetrahedral.
Molekul P4

Molekul P4
Fosfor hanya menggunakan tiga elektron terluar (3 elektron p yang tidak
berpasangan) membentuk tiga ikatan dengan oksigen.

Molekul P4O6

8.5.3.2 Fosfor (V) Oksida


Fosfor (V) oksida merupakan padatan putih yang dapat menyublim pada
suhu 300oC. Fosfor menggunakan semua elektron terluar untuk berikatan. Padatan
fosfor (V) oksida berdada dalam beberapa bentuk berbeda, beberapa diantaranya
berbentuk polimer.

Molekul P4O10
8.5.4 Oksida-Oksida Sulfur
Sulfur membentuk dua oksida yang umum, sulfur dioksida (sulfur (IV)
oksida), SO2, dan sulfur trioksida (sulfur (VI) oksida), SO3.

8.5.4.1 Sulfur Dioksida


Sulfur dioksida merupakan gas tak berwarna pada suhu kamar dan mudah
dikenali dari baunya yang khas.
..
S

O O
Sulfur menggunakan empat elektron terluarnya untuk membentuk ikatan
rangkap dengan oksigen, menyisakan dua elektron yang berpasangan pada sulfur.
Bentuk bengkok dari SO2 adalah akibat dari adanya elektron bebas ini.

8.5.4.2 Sulfur trioksida


Sulfur trioksida murni merupakan padatan putih dengan titik leleh dan titik
didih yang rendah. Sulfur trioksida bereaksi cepat dengan uap air di udara
membentuk asam sulfat. Sulfur trioksida dalam keadaan gas, terdiri dari molekul
sederhan SO3 dimana semua elektron terluar dari sulfur terlibat dalam
pembentukan ikatan.
O

O O
Terdapat bermacam-macam bentuk sulfur trioksida, yang paling sederhana
adalah trimer, S3O9, dimana 3 molekul SO3 bergabung membentuk cincin.

Molekul S3O9
Terdapat bentuk polimer lainnya dimana molekul SO3 bergabung membentuk
rantai panjang, sebagai contoh :

8.5.5 Klor Oksida


Klor membentuk beberapa oksida diantaranya yaitu klor (I) oksida, Cl2O,
dan klor (VII) oksida, Cl2O7.

8.5.5.1 Klor (I) Oksida


Klor (I) oksida merupakan gas berwarna merah kekuningan pada suhu
ruangan yang terdiri dari molekul ionik sederhana.
O

Cl Cl

8.5.5.2 Klor (VII) Oksida


Dalam klor (VII) oksida, klor menggunakan 7 elektron terluarnya untuk
membentuk ikatan dengan oksigen menghasilkan molekul yang lebih besar
sehingga titik leleh dan titik didihnya lebih tinggi daripada klor (I) oksida. Klor
(VII) oksida merupakan cairan seperti minyak yang tak berwarna pada suhu
ruangan. Pada diagram, digambarkan rumus struktur yang standar. Pada
kenyataannya, bentuknya adalah tetrahedral di sekitar kedual Cl dan berbentuk V
di sekitar oksigen pusat.
O O
O Cl O Cl O
O O
8.5.6 Karbon
Semula ada enam bentuk padatan elemen karbon yang diketahui, yaitu 2
jenis grafit, 2 jenis intan, chaoit dan karbon VI. Dua bentuk yang disebut terakhir
ditemukan pada tahun 1968 (chaoit) dan tahun 1972 (karbon VI). Kemudian
Robert F. Curl, Harold W, Kroto dan Richard E. Smalley menemukan alotrop
karbon baru yang dinamakan fullerena. Fullerena terbentuk ketika uap karbon
berkondensasi di dalam sebuah atmosfer gas inert. Gas karbon dapat diperoleh
dengan mengarahkan pulsa intensitas sinar laser pada permukaan karbon. Atom-
atom karbon yang dilepaskan dicampur dengan suatu aliran gas helium dan
bergabung membentuk cluster-cluster yang jumlahnya bisa mencapai seratus
atom. Kemudian gas dilewatkan dalam ruang vakum dimana gas tersebut akan
mengembang dan mendingin pada beberapa derajat di atas nol derajat absolut.
Cluster-cluster karbon tersebut dapat dianalisis dengan spektroskopi massa dan
diperoleh cluster dengan 60 atom karbon dan cluster dengan 70 atom karbon. C60
ternyata mempunyai tingkat kestabilan tinggi. C60 memiliki bentuk molekul
bujursangkar icosahedron terpotong, yaitu sebuah polihedron dengan 20
permukaan heksagonal dan 12 permukaan pentagonal. Kratschmer dan D.R
Huffman pertama kali memproduksi sejumlah C60 yang isolabil dengan jalan
menyemburkan percikan api diantara dua batang grafit, untuk membakar atmosfer
helium dan mengekstraksi kondensat karbon dengan menggunakan pelarut
organik.
Alotrop karbon fullerena memiliki kegunaan seperti :
a. membuat superkonduktor dari garam C60,
b. membuat polimer baru 3 dimensi,
c. membuat katalis baru,
d. mengembangkan benda-benda elektrik, optik, dan sensor,
e. membuat pipa pembuluh dengan ujung tertutup.

You might also like