You are on page 1of 80

CETAK BIRU

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN


SEKTOR LOGISTIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN


REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2008
TIM PENYUSUN

CETAK BIRU

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN

SEKTOR LOGISTIK INDONESIA

Firman MU Tamboen

Ananta Dewandhono

Mahendra Rianto

Rocky Pesik

Edward Kennedy

Parlagutan Silitonga

Robert Waloni

Johni Martha

Wahyu Tunggono

Nofrisel

Adolf Tambunan

Darmawan Taslan

Zaldi Ilham Masita

Bambang Harjo

1
DAFTAR ISI
Hal

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 2


KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... 3
RANGKUMAN EKSEKUTIF.............................................................................................................. 4

BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................................................... 6
1.1. Umum ........................................................................................................................................ 6
1.2. Latar Belakang........................................................................................................................... 8
1.3. Tujuan ........................................................................................................................................ 9
1.4. Pendekatan................................................................................................................................ 9

BAB 2. SEKTOR LOGISTIK NASIONAL ......................................................................................... 11


2.1. Peran Logistik Nasional ............................................................................................................. 11
2.2. Ruang Lingkup Sektor Logistik Nasional................................................................................... 13
2.3. Keunikan Geografis Negara Indonesia...................................................................................... 14
2.4. Perubahan di Sektor Logistik Global ......................................................................................... 15
2.5. Permasalah Sektor Logistik Indonesia ...................................................................................... 19

BAB 3. TANTANGAN SEKTOR LOGISTIK INDONESIA SAAT INI DAN MASA DEPAN.............. 23
3.1. Komoditas Penentu dan Pemangku Kepentingan..................................................................... 23
3.2. Penegakan Hukum/Peraturan dan Koordinasi Lintas Sektoral ................................................ 24
3.3 Pembenahan Prasarana dan Sarana (Infrastruktur) ................................................................. 27
3.4 Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Manajemen ....................................................... 34
3.5 Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi .................................................................. 36
3.6 Penyedia Jasa Logistik Dan Peran Asosiasi Perusahaan Terkait ............................................ 37

BAB 4. VISI DAN STRATEGI LOGISTIK INDONESIA .................................................................... 41


4.1. Visi Logistik Indonesia ............................................................................................................... 42
4.2. Strategi Logistik Indonesia......................................................................................................... 44

BAB 5. KEBIJAKAN SEKTOR LOGISTIK INDONESIA .................................................................. 48


5.1. Prinsip-prinsip Dasar Kebijakan Logistik Nasional .................................................................... 48
5.2. Arah Kebijakan Logistik Nasional .............................................................................................. 49
5.3. Kelembagaan Logistik Nasional................................................................................................. 59
5.4. Peninjauan dan Pemantauan..................................................................................................... 60
5.5. Rekomendasi Skala Prioritas Kebijakan.................................................................................... 60

LAMPIRAN ........................................................................................................................................ 63
i. Global Competitiveness Index (GCI) 2006-2007 Table .............................................................. 63
ii. Logistics Performance Index (LPI) 2007 Table ........................................................................... 64
iii. Daftar Asosiasi Penyedia Jasa Logistik di Indonesia .................................................................. 65
iv. Klasifikasi Usaha Logistik menurut CPC/WTO............................................................................ 70
v. Peran/kegiatan yang berbeda dari bermacam segmen penyedia jasa logistik........................... 71
vi. Kebijakan Pengembangan National Single Window ................................................................... 73
vii. 10 (sepuluh) Langkah Kebijakan Pemerintah Untuk Mengantisipasi Dampak
Krisis Keuangan Global di Akhir Tahun 2008.............................................................................. 78
viii. Daftar Nama Anggota Tim Penyusun dan Kontributor Cetak Biru Penataan dan
Pengembangan Sektor Logistik Indonesia .................................................................................. 79

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terntu saja ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenan-Nya
naskah BLUE PRINT (CETAK BIRU) Penataan dan Pengembangan Sektor Logistik Nasional ini
dapat diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan jadwal yang sudah direncanakan.

Walaupun kami sudah berupaya secara maksimal untuk menyelesaikan penyusunan Cetak Biru ini,
mulai dari mengumpulkan berbagai data dan informasi, melakukan serangkaian diskusi, seminar dan
workshop, bahkan termasuk mempelajari berbagai perkembangan sektor logistik di beberapa negara,
namun kami percaya bahwa Cetak Biru ini masih memiliki kekurangan di sana sini. Oleh sebab itu
segala kritik, masukan dan koreksi yang konstruktif tentu akan kami terima dengan tangan terbuka.

Penyusunan Cetak Biru ini terutama sekali dilatar-belakangi oleh beberapa hal. Pertama, kondisi dan
kinerja sektor logistik nasional yang hingga hari ini masih belum menunjukkan kontribusi yang
memadai dilihat dari perspektif kepentingan nasional. Perkiraan ini diperkuat oleh hasil pemotretan
beberapa badan dunia, seperti World Economic Forum dan World Bank, yang menunjukkan posisi
Indonesia dalam laporan mereka berjudul Global Competitive Index (GCI) dan Logistics Performance
Index (LPI). Kedua, kebutuhan akan pembenahan sektor logistik nasional semakin terasa, terutama
untuk mengatasi berbagai persoalan distribusi barang-barang secara nasional, yang terkadang cukup
merepotkan pemerintah dan seluruh stakeholders sektor logistik nasional. Ketiga, munculnya
berbagai kesepakatan global dan regional, misalnya APEC dan ASEAN, yang mendorong Indonesia
harus sesegera mungkin merespon berbagai perkembangan ini. Salah satunya adalah sektor logistik,
yang bahkan sudah tercantum dalam berbagai kesepakatan di tingkat global dan ASEAN. Khusus
untuk lingkungan ASEAN, kesepakatan tentang adanya AEC (ASEAN Economic Community) tahun
2015 menjadi barometer utama. Berbagai kesepakatan ini mendorong Indonesia harus sesegera
mungkin merumuskan langkah-langkah antisipatif, yang di antaranya adalah melalui penyusunan
perencanaan strategis di sektor logistik nasional.

Penyusunan Cetak Biru ini tidak akan terlaksana tanpa dukungan dan partisipasi berbagai pihak.
Oleh sebab itu perkenankan kami menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya, terutama kepada:

1. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, khususnya Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri
Perhubungan, Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Negara BUMN, Menteri Perdagangan,
Menteri Perindustrian, Menteri Keuangan dan Menteri Pekerjaan Umum.
2. Para pejabat dari hampir semua departemen dan instansi pemerintah terkait lainnya
3. Para Direksi dan pejabat baik dari perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) atau dari
perusahaan-perusahaan swasta, yang telah secara aktif berkontribusi bagi penyusunan Cetak
Biru ini.
4. Para pimpinan berbagai asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi yang menjadi bagian dari
stakeholders sektor logistik nasional, yang telah memberikan berbagai masukan dan referensi
bagi penyusunan Cetak Biru ini
5. Para profesional yang telah mengkontribusikan pemikiran dan waktunya, serta
6. Berbagai pihak yang tidak mungkin kami sebutkan satu per satu.

Akhirnya kami persembahkan Cetak Biru Penataan dan Pengembangan Sektor Logistik Nasional ini
kepada pemerintah untuk dapat dijadikan sebagai bagian dari keputusan strategis pemerintah tentang
pengembangan sektor logistik nasional. Semoga bermanfaat dan menjadi acuan semua pihak.

Terimakasih.

Jakarta, Desember 2008


TIM PENYUSUN

3
RANGKUMAN EKSEKUTIF

Manajemen Logistik adalah bagian dari Manajemen Rantai Suplai yang merencanakan, menerapkan
dan mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas dari arus dan penyimpanan barang, jasa dan
informasi yang terkait, dari hulu-ke-hilir dan sebaliknya, mulai dari titik asal barang tersebut hingga
titik tempat digunakan atau dikonsumsinya barang tersebut, untuk dapat memenuhi persyaratan dan
permintaan dari pelanggan (Council of Supply Chain Management Professional – CSCMP).

Dalam 10 tahun terakhir ini, praktek logistik dalam industri mengalami perubahan yang sangat luar
biasa. Kecenderungan global mendorong ekspansi pasar perdagangan internasional hampir terjadi
pada semua wilayah terutama di Asia-Pasifik. Kompetisi global dalam pasar produk dan jasa
mendorong keragaman produk untuk memenuhi kebutuhan segmen pasar yang juga beragam,
standar kualitas produk tinggi, penyerahan barang tepat waktu yang sangat tergantung ketersediaan
dan kondisi infrastruktur publik yang disediakan pemerintah suatu negara. Akibatnya tuntutan efisiensi
dalam kegiatan logistik semakin tinggi, termasuk tingkatan kualitas keamanan, keselamatan dan
pelayanannya. Dipihak lain sumber energi (fosil) yang saat ini semakin mahal dengan tingkat polusi
lingkungan yang diakibatkannya, semakin dituntut untuk dikurangi, tetapi menimbulkan peningkatan
biaya pemakaian energi.

Menekan biaya dan meningkatkan kualitas sistem logistik dan transportasi akan meningkatkan akses
ke pasar internasional, yang akan bedampak langsung pada peningkatan perdagangan, dan melalui
hal ini, akan meningkatkan pendapatan dan berarti mengurangi tingkat kemiskinan secara signifikan
(World Bank).

Penelitian dan survey Global Competitiveness Index (GCI) yang dilakukan oleh World Economic
Forum pada tahun 2007-2008 menempatkan Indonesia pada urutan ke 54 dari 131 negara yang
disurvey, berada dibawah Thailand (28), Malaysia (21), dan Singapura (7). Dalam laporan survey
Logistics Performance Index (LPI) tahun 2007, Bank Dunia menempatkan Indonesia pada posisi ke
43, dari 150 negara yang di survey, berada dibawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Khusus untuk
salah satu dari 7 (tujuh) tolok ukur yang ada dalam LPI diatas, indikator biaya logistik domestik
Indonesia berada di peringkat 92 dari total 150 negara yang disurvey.

Persaingan saat ini adalah persaingan antar rantai suplai. Logistik adalah kegiatan dalam Rantai
Suplai. Sektor logistik penting dalam peningkatan daya saing negara. Porsi biaya logistik terhadap
harga barang adalah sekitar 20% lebih. Biaya logistik negara di dunia memiliki besaran sekitar 10%-
20% untuk negara maju dan berkembang. Kondisi ini telah menginspirasi banyak negara untuk
melakukan penataan dan merumuskan kebijakan nasional mereka dalam sektor logistik.

Indonesia bisa menjadikan perkembangan di beberapa negara sebagai referensi yang sangat
berharga. Australia misalnya, mematok sasaran dan strategi bisnis logistik sebagai bagian dari daya
saing nasional. Untuk itu, mereka membentuk Australian Logistics Council yang khusus menangani
masalah ini. Hong Kong mencanangkan visi sebagai “Gateway for Pearl River Delta”, yaitu pintu
gerbang ke wilayah China di sekitarnya. Singapore jelas menempatkan strategi sektor logistik menjadi
primadona industrinya dan memiliki visi “A Leading Integrated Logistics Hub in Asia by 2010”.
Masyarakat Ekonomi Eropa, melalui “EULOC Vision 2015”, mendukung terbangunnya “linkage” antar
negara anggota, untuk meningkatkan daya saing satu Eropa, melalui peningkatan standardisasi
logistik. Amerika Serikat memiliki “VISION 2050: An Integrated National Transportation System” yang
fokus pada pembangunan sarana dan prasarana transportasi yang dibutuhkan oleh semua industri.
Sementara Thailand, merencanakan menjadi “Regional Logistics Hub” untuk kawasan Indochina
(Vietnam, Laos, Kamboja, Myanmar dan sebagian Mainland China). Thailand juga mencanangkan
tujuan untuk dapat menurunkan total biaya logistik-nya sebanyak 9% selama 5 tahun ke depan.

Belajar dari pengalaman negara-negara sebagaimana tersebut di atas, Indonesia selayaknya sudah
dapat menentukan “Visi” ke depan yang tersendiri untuk mengembangkan sektor logistik nasional
yang kemudian dijabarkan dalam “Strategi” dan “Peta Jalan (Roadmap)” sebagai acuan
pembangunan dan pengembangan sektor lain yang terkait. Rumusan Visi Logistik Indonesia harus
mewakili karakter Indonesia yang unik, antara lain:

4
(a) perspektif Indonesia sebagai “supply side”, sekaligus “demand side”, dalam rantai suplai global,
juga terdiri dari kepulauan yang luas (peran sebagai “hub” atau sejenisnya bukan pilihan),
(b) memberikan gambaran kemampuan menghadapi tantangan global yang saat ini dan masa depan
dalam era kompetisi rantai suplai,
(c) mencerminkan suatu mimpi yang ingin diwujudkan,
(d) suatu visi sebaiknya dapat dinyatakan dalam satu kalimat, dengan Headline-nya fokus pada kata-
kata pembeda dibanding visi-visi terkait/pesaing yang lain, dan Statement-nya menyatakan visi
secara lengkap, dan
(e) menunjukkan suatu sasaran yang jelas (waktu atau jumlah).

Dengan pertimbangan tersebut, maka Headline dan Statement dari Visi Logistik Indonesia adalah:

“Vision 2025: Locally Integrated, Globally Connected“


(Visi 2025: Terintegrasi Secara Lokal, Terhubung Secara Global)

“Pada tahun 2025, Sektor Logistik Indonesia, yang secara domestik terintegrasi antar-pulau dan
secara internasional terkoneksi dengan ekonomi utama dunia, dengan efisien dan efektif, akan
meningkatkan daya saing nasional untuk sukses dalam era persaingan rantai suplai dunia”

Sebuah Visi akan semakin kuat dan berdampak lebih besar pada penentuan arah kebijakan bila
dilengkapi dengan “Goals” (Sasaran) yang ‘solid’. Selain sasaran dalam bentuk tahun (2025) yang
tertulis diatas, sasaran lain yang dapat dipertimbangkan untuk dijadikan fokus juga adalah seberapa
jauh (dalam %) penurunan biaya logistik nasional yang ingin dicapai pada tahun 2025 tersebut.
Penentuan sasaran ini perlu diformulasikan dengan lebih seksama dan detail, sehingga studi lebih
lanjut perlu dilakukan oleh Komite Logistik Indonesia (KLI) yang direkomendasikan untuk dibentuk.

Visi dicapai melalui penerapan Strategi. Strategi Logistik Indonesia memiliki prioritas pada 6 (enam)
penggerak utama logistik nasional, atau ”the 6 (six) major national logistics drivers”, yaitu:

- Komoditas Penentu (Key Commodities),


- Peraturan dan Perundangan (Laws and Regulations),
- Prasarana dan Sarana (Infrastructure),
- Sumber Daya Manusia dan Manajemen (Human Resources and Management),
- Teknologi Informasi dan Komunikasi (Information and Communication Technology)
- Penyedia Jasa Logistik (Logistics Service Providers).

Berdasarkan Visi dan Strategi Logistik Nasional tersebut, dan mengacu pada Prinsip-prinsip Dasar
Kebijakan Logistik Nasional, maka pemerintah Indonesia melalui dokumen Cetak Biru Logistik
Nasional ini menetapkan Arah Kebijakan Logistik Nasionalnya, menyarankan pentingnya
pembentukan Kelembagaan Logistik Nasional, dan merencanakan pelaksanaan Peninjauan dan
Pemantauan terhadap semua rencana aksi yang akan dilakukan.

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Umum

Logistik secara sederhana, dapat didefinisikan sebagai penyediaan suatu barang yang dibutuhkan
yang pengadaannya dapat dilakukan langsung oleh pihak yang membutuhkan atau dilakukan oleh
pihak lain. Dalam perkembangannya, persepsi tentang logistik berubah, logistik dipersepsikan bukan
lagi suatu barang yang dibutuhkan tetapi proses mengadakan barang kebutuhan tersebut
dipersepsikan sebagai logistik. Wikipedia, the free encyclopadia, mendefinisikan logistik sebagai
suatu proses mendapatkan barang yang tepat (at the right item), dalam jumlah yang tepat (in the
right quantity), pada waktu yang tepat (at the right time), pada tempat yang tepat (at the righ place)
untuk harga yang tepat (for the right price). Dari perspektip lain, logistik dapat didefinisikan sebagai
kerangka kerja perencanaan bisnis untuk manajemen material, jasa, informasi dan arus modal,
mencakup peningkatan kompleksitas sistem informasi, komunikasi dan pengendalian yang
dikehendaki lingkungan bisnis saat ini. (dari Logistics World, Logistix Parteners OY, Helsinki
Fl,1996).

Istilah Logistik awalnya lebih di kenal di dunia militer. Logistics didefinisikan oleh pihak militer sebagai:

“the science of planning and carrying out the movement and maintenance of forces.... those aspects
of military operations that deal with the design and development, acquisition, storage, movement,
distribution, maintenance, evacuation and disposition of material; movement, evacuation, and
hospitalization of personnel; acquisition of construction, maintenance, operation and disposition of
facilities; and acquisition of furnishing of services”, atau,

”ilmu perencanaan dan pelaksanaan pergerakan dan pemeliharaan dari kekuatan …. segala aspek
operasi militer yang berhubungan dengan:
- desain dan pengembangan, akuisisi, penyimpanan, permindahan, distribusi, pemeliharaan,
evakuasi dan pembagian/penempatan material;
- pergerakan, evakuasi, dan perawatan personel, akuisisi konsruksi, pemeliharaan, operasi dan
penempatan fasilitas; dan akuisisi dari perlengkapan pelayanan”

Evolusi pemikiran tentang logistics didasarkan atas bagaimana melakukan pengelolaan yang paling
efektif dan efisien atas pendistribusian barang dari produsen sampai ke konsumen akhir, dengan
perkembangan orientasi (a) 1950an, berupa workplace logistics, (b) 1960an, facility logistics, (c)
1970an, corporate logistics, (d) 1980an, supply chain logistics, dan (e) 1990an, global logistics
(Frazelle, 2002).

Secara konseptual, pengertian manajemen logistics adalah:

“the process of planning, implementing and controlling the efficient, cost effective flow and storage of
raw materials in process inventory, finished goods and related information flow from point of origin to
point of consumption for the purpose to customer requirement”, (Bowersox, 1984)

dengan berbagai variasi bentuk kegiatannya (Simchi-Levi et al, 2003; Hong and Liu, 2007; Bowersox
et al, 2007; Chopra and Meindl, 2007). Fungsi dan aktivitas manajemen logistik pada dasarnya
mencakup:

“location, transportation and logistics, inventory and forecasting, marketing and channel restructuring,
sourcing and supplier management, information and electronic mediated environments, product
design and new product introduction, service and after sales support, reverse logistics and green
issues, outsourcing and strategic alliances, metrics and incentives, global issues”, (Ganeshan et al,
1999; Johnson and Pyke, 2000a)

dengan berbagai diferensiasi dan pengembangan bentuknya, termasuk “basic logistics activities” dan
“value-added logistics activities” (Berglund et al, 1999; Simchi-Levi et al, 2003; Swa, 2004; Sohail et

6
al, 2006; Chopra and Meindl, 2007; Bowersox et al, 2007), seperti diilustrasikan dalam gambar
berikut:

Di dalam suatu masyarakat baik yang modern maupun yang tradisional, pada dasarnya produk atau
barang-barang, diangkut dari tempat yang menghasilkan ke tempat yang mengkonsumsikannya.
Pertukaran dapat terjadi apabila terjadi perbedaan antara jumlah, tipe dan waktu ketersediaan dan
kebutuhan akan produk atau barang tersebut. Apabila satu atau beberapa individu atau organisasi
memiliki surplus atas suatu produk atau barang yang dibutuhkan oleh individu atau organisasi lain,
keadaan ini merupakan basis terjadinya pertukaran.

Rangkaian/rantai kegiatan perpindahan barang, informasi, dan juga uangnya, dalam rangka
pemenuhan kebutuhan konsumen/pengguna-akhir, secara umum dikenal sebagai ”Supply Chain”
atau ”Rantai Suplai”. Dalam beberapa sudut pandang teori manajemen, istilah supply chain juga
sering dikaitkan dengan istilah ”demand chain” dan ”value chain”. Dengan demikian supply chain
bersifat koordinasi dan integrasi dari rangkaian kegiatan suplai/pasokan mulai dari pemasok pertama
untuk mensuplai kebutuhan pelanggan paling akhir yang dapat difasilitasi ”service providers”
(penyedia jasa).

Menurut Council of Supply Chain Management Professional (CSCMP) yang berkedudukan di Amerika
Serikat:

“Logistics Management is that part of Supply Chain Management that plans, implements, and controls
the efficient, effective forward and reverse flow and storage of goods, services and related information
between the point of origin and the point of consumption in order to meet customers' requirements”,
atau,

“Manajemen Logistik adalah bagian dari Manajemen Rantai Suplai yang merencanakan, menerapkan
dan mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas dari arus dan penyimpanan barang, jasa dan
informasi yang terkait, dari hulu-ke-hilir dan sebaliknya, mulai dari titik asal barang tersebut hingga
titik tempat digunakan atau dikonsumsinya barang tersebut, untuk dapat memenuhi persyaratan dan
permintaan dari pelanggan”.

7
Istilah ”Logistics” atau ”Logistik” itu sendiri lebih diartikan pada ”eksekusi dan proses kegiatan”
didalam supply chain. Supply chain dan logistics adalah merupakan elemen-elemen penting dalam
meningkatkan daya saing suatu “entitas” (perusahaan).

1.2. Latar Belakang

Dalam tatanan ekonomi dunia, logistik atau manajemen logistik memiliki peranan yang penting dalam
mendukung perkembangan ekonomi dan kesejahteraan suatu Negara. Pengelolaan logistik yang
lebih baik akan membantu pelaku usaha di suatu negara untuk dapat lebih unggul dari persaingan
perbandingan biaya dan karenanya akan menghasilkan nilai lebih untuk produk atau jasa yang
dihasilkan. Perbaikan daya saing tersebut akan membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Logistik yang efisien juga secara langsung akan ikut mempertahankan kelestarian lingkungan dan
menghemat energi. Terkait dengan hal ini, World Bank mempunyai pandangan khusus terhadap
terhadap sektor logistik ini, yaitu:

“The case is simple. Reducing the cost and improving the quality of logistics and transport systems
improves international market access and leads directly to increased trade and through this to higher
incomes and the scope for significant reductions in poverty”, atau,

“Masalahnya sederhana. Menekan biaya dan meningkatkan kualitas sistem logistik dan transportasi
akan meningkatkan akses ke pasar internasional, yang akan bedampak langsung pada peningkatan
perdagangan, dan melalui hal ini, akan meningkatkan pendapatan dan berarti mengurangi tingkat
kemiskinan secara signifikan”.

World Bank secara periodik melakukan survey terhadap kinerja sektor logistik berbagai Negara di
dunia, yang dikenal sebagai Logistics Performance Index (LPI). Selain sebagai tolok ukur bagi
Negara terkait untuk terus meningkatkan kinerja logistik mereka, diselenggarakannya survey LPI ini
oleh World Bank juga menunjukkan bahwa sektor logistik dilihat semakin penting dalam mendukung
perkembangan daya saing perdagangan dan industri dari suatu Negara.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia membutuhkan sistem distribusi nasional yang terintegrasi guna
mampu menjamin ketersediaan bahan kebutuhan pokok masyarakat secara adil dan merata. Dengan
sistem logistik yang efektif dan efisien, suatu barang atau jasa akan berada ditangan penguna jasa
dalam bentuk dan kondisi yang sesuai dengan keinginan, dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang
tepat serta harga yang terjangkau. Kenyataan yang ada menunjukkan hal yang berbeda. Sistem
logistik nasional di Indonesia saat ini dikenal “tidak efisien dan tidak efektif”. Berberapa permasalahan
distribusi komoditi / produk kerap kali menjadi isu strategis di tingkat nasional, yang memperlihatkan
lemahnya dukungan sektor logistik nasional. Permasalahan-permasalahan tentang distribusi pupuk,
BBM, beras, gula, dan logistik PEMILU adalah beberapa contoh persoalan distibusi barang tingkat
domestik yang sering merepotkan pemerintah, yang tentu menimbulkan persoalan bagi bangsa.

Pada tingkat dunia, kecenderungan (trend) global pada praktek logistik dalam industri mengalami
perubahan besar. Telah terjadi perubahan yang cukup signifikan pada peta pasar dunia dengan
adanya gerakan menuju pasar bebas dan juga adanya kerjasama kawasan untuk memperluas pasar.
Ekspektasi pasar juga berubah karena persaingan global dalam produk dan jasa mendorong standar
yang lebih tinggi, biaya yang lebih rendah dan semakin beragam pilihan pelanggan di pasar.

Beroperasinya rantai suplai global pada banyak negara yang diakibatkan oleh semakin terpencarnya
lokasi sentra-sentra produksi membuat kompetisi antar pemain menjadi semakin sengit. Bersamaan
dengan meningkatnya persaingan di tingkat global juga mendorong para pemain untuk
memanfaatkan perkembangan teknologi dengan melakukan investasi dengan teknologi terkini pada
moda-moda transportasi maupun pengelolaan informasinya agar dapat lebih efisien dalam
operasinya. Hal tersebut tampak pada penggunaan mesin-mesin terbaru yang hemat energi maupun
penggunaan kapal-kapal yang lebih besar dan lebih efisien.

Inter-moda semakin penting peranannya karena baik kontainerisasi standart maupun spesifik terus
berkembang, memfasilitasi alokasi lalu lintas inter-modal transit dan multi-modal.

8
Dalam aspek energi, biaya energi akan menjadi salah satu variabel yang dominan dalam penentuan
daya saing ekonomi dengan melemahnya pengharapan ketersediaan energi murah secara
berkelanjutan karena berkurangnya stock fosil bahan bakar dan perkiraan akan diberlakukan pajak
energi yang lebih tinggi sebagai tanggapan atas global warning.

Security menuntut standar keamanan yang lebih tinggi dan pencapaian standart security tersebut
untuk transport barang terus diupayakan dan diperluas untuk seluruh moda pengangkutan,
khususnya dalam armada pelayanan international dan aviasi.

Dilain sisi, perlu dicatat juga bahwa peningkatan volume yang terjadi tidak diantisipasi secara merata.
Bottleneck menjadi trend global karena pelayanan logistik sangat tergantung pada infrastruktur publik
pada jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, saluran pelayaran (shipping
channels) dan lain-lain, penambahan kapasitas tidak sesuai dengan pertumbuhan muatan barang
dunia.

Berdasarkan permasalahan domestik dan mempertimbangkan kecenderungan global tersebut diatas,


maka Indonesia memerlukan suatu “Visi” logistik nasional, yang berperan menjadi acuan kebijakan di
sektor logistik nasional, sehingga sektor logistik dapat berkembang dan menjadi salah satu pra-
sarana untuk membangun national competitiveness (daya saing nasional). Diawali dengan
penyelenggaraan berbagai seminar, diskusi terbatas, round table discussion dan semacamnya, yang
diikuti oleh seluruh stakeholder sektor logistik nasional, Kantor Menteri Koordinator Perekonomian RI
berinisiatif untuk menyusun konsep yang disebut sebagai “Cetak Biru Penataan dan Pengembangan
Sektor Logistik Nasional”. Melalui Cetak Biru ini diharapkan Indonesia dapat segera secara bertahap
melakukan penataan kembali dan pengembangan sektor logistik nasional dengan sasaran jangka
panjang untuk memperkuat daya saing nasional. Diharapkan Cetak Biru ini dapat segera menjadi
bagian integral dari keputusan strategis pemerintah yang secara formal tertuang dalam peraturan
ataupun kebijakan pemerintah.

1.3. Tujuan

Cetak Biru (Blue Print) Penataan dan Pengembangan Sektor Logistik Nasional menjadi kebijakan
Presiden Republik Indonesia di sektor logistik dalam rangka meningkatkan daya saing dunia usaha
nasional di pasar global. Cetak Biru ini berisikan visi dan strategi logistik nasional serta rencana aksi
terkait dengan kebijakan pemerintah dalam melakukan pembangunan di sektor logistik, dalam
kerangka upaya memperlancar distribusi barang baik dalam negeri maupun luar negeri. Kebijakan
tersebut harus dapat meningkatkan kinerja sektor logistik dalam rangka mempersiapkan ekonomi
Indonesia menghadapi globalisasi yang secara konkrit diwujudkan dalam kesepakatan WTO, APEC
dan AFTA untuk menciptakan perdagangan dunia yang bebas.

Sebagai dokumen Cetak Biru, dokumen ini hanya akan memformulasikan Visi dan Kebijakan Logistik
Nasional secara garis besar (high level blue print), yang untuk selanjutnya akan menjadi dasar untuk
pembuatan rencana aksi dan jadwal kerja yang lebih rinci bagi pihak-pihak yang nantinya ditunjuk
atau diberi wewenang untuk itu. Keberadaan Cetak Biru ini diharapkan dapat membantu pemerintah
pusat maupun daerah dalam membuat rencana pembangunannya sehingga sumber daya nasional
yang tebatas ini dapat difokuskan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan semaksimal
mungkin daya saing dunia usaha nasional di pasar global. Diharapkan juga sebagai turunannya,
keberadaan Cetak Biru ini dapat meningkatkan transparansi dan koordinasi lintas departemen dan
instansi, serta turut memberikan gambaran-gambaran kesempatan investasi bagi usaha menengah,
kecil dan mikro serta membuka peluang penyedia jasa logistik nasional untuk menggalang kerjasama
dalam skala global.

1.4. Pendekatan

Cetak Biru Pengembangan Sektor Logistik Indonesia ini disusun melalui pendekatan berupa
beberapa pentahapan pengumpulan data dan informasi, baik dalam bentuk diskusi, rapat kerja,
seminar dan konferensi, maupun kerja individual (pengembangan konsep dan penulisan dokumen).

9
Seluruh kegiatan tersebut secara umum dikoordinasi oleh tim kecil logistik nasional dari kantor
Kementerian Koordinator Perekonomian.

Tahap awal melakukan overview kinerja dan relevansi secara umum kegiatan logistik di Indonesia
yang mencakup semua kegiatan mulai dari titik asal pemasok sampai titik akhir pengguna, termasuk
persediaan, pergudangan, pengkemasan, trucking dan komponen dari Logistik yang lain.

Tahap kedua adalah mempelajari kondisi dan kinerja sisi suplai yang mencakup komponen sistem
logistik (penyedia jasa logistik, peralatan dan teknologi, sumber daya manusia, dan lain-lain),
peraturan perundangan dan institusi serta daftar proyek-proyek (infratruktur) yang sedang berjalan.
Dalam sistem logistik nasional, peraturan dan perundangan adalah “payung” dari semua komponen
yang ada, sedangkan infrastruktur (prasarana) merupakan “landasan” atau “fondasi” dari semua
kegiatan logistik di suatu negara.

Tahap ketiga adalah untuk mengkaji kebutuhan dan perspektif pengguna sistem kegiatan logistik.
Tahap ini mencakup studi dalam mempelajari bagaimana pola arus barang yang berlangsung, baik
export, import maupun distribusi dalam negeri, menelaah lebih dalam hasil survey yang ada tentang
kinerja logistik secara umum, dan menganalisa value chain yang ada serta mengkaji kemungkinan
perbaikan atau penyempurnaan yang dapat dilakukan.

Tahap keempat (akhir) adalah penyusunan dokumen cetak biru penataan dan pengembangan logistik
nasional ini, dimulai dengan kesepakatan mengenai rumusan visi logistik nasional, strategi logistik
nasional (dengan fokus pada beberapa bidang penentu sebagai arahan utama kebijakan), dan
penjelasan rencana aksi kunci serta kerangka kebijakan yang harus dikembangkan.

Dokumen Cetak Biru Penataan dan Pengembangan Sektor Logistik Indonesia ini disusun dengan
kerangka penyajian sebagai berikut:

- pengertian tentang logistik, penjelasan mengenai peran, ruang lingkup dan perubahan global
sektor logistik nasional,
- penggambaran tentang tantangan saat ini dan masa depan untuk bidang-bidang utama penentu
kinerja sektor logistik nasional,
- penjelasan rumusan visi dan strategi logistik Indonesia, yang dikembangkan oleh tim penyusun
Cetak Biru Penataan dan Pengembangan Sektor Logistik Nasional ini,
- penjabaran kebijakan logistik nasional, yang berupa prinsip-prinsip dasar yang harus
dipertimbangkan dan langkah-langkah yang harus dilaksanakan.

Untuk mendukung paparan yang ada dalam Cetak Biru ini, beberapa data atau tabel pelengkap juga
dilampirkan dalam dokumen ini.

10
BAB 2
SEKTOR LOGISTIK NASIONAL

2.1. Peran Sektor Logistik Nasional

Penelitian dan survey Global Competitiveness Index (GCI) yang dilakukan oleh World Economic
Forum pada tahun 2007-2008, menempatkan Indonesia pada urutan ke 54 dari 131 negara yang
disurvey, berada dibawah Thailand (28), Malaysia (21), dan Singapura (7). Tabel lengkap hasil survey
tercantum pada lampiran (i) di bagian belakang dokumen ini.

Survey ini membandingkan 12 komponen yang mereka tetapkan sebagai 12 Pilars of


Competitiveness yaitu :
- Basic requirements/Persyaratan Mendasar:
Institutions, Infrastructure, Macroeconomic stability, Health and primary education
- Efficiency enhancers/Pendorong Efisiensi:
Higher education and training, Goods market efficiency, Labor market efficiency, Financial market
sophistication, Technological readiness, Market size
- Innovation and sophistication factors/Faktor Tingkat Inovasi dan Kecanggihan:
Business sophistication, Innovation

Kedudukan Indonesia dalam ranking hasil survey ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia
masih memiliki pekerjaan rumah yang cukup besar untuk dapat meningkatkan daya saing Indonesia
ke tingkat yang lebih tinggi, minimal dapat bersaing dengan negara sesama anggota ASEAN.

Dalam konsep atau model Value Chain yang diperkenalkan oleh Michael E Porter, mayoritas dari
kegiatan utama (primary) dalam model tersebut adalah kegiatan logistik. Dalam dunia bisnis, sebuah
Value Chain atau sebuah entitas bisnis (perusahaan) harus mampu bersaing untuk dapat terus hidup
dan berkembang. Kinerja yang baik dalam kegiatan logistik sebuah entitas akan mendukung kinerja
daya saing entitas tersebut secara keseluruhan. Logistik adalah kegiatan / eksekusi yang terjadi
dalam Rantai Suplai, dan karena semakin terlihat kritikalnya peran Rantai Suplai dalam persaingan
bisnis, banyak ahli yang menyebutkan bahwa bisnis saat ini tidak lagi merupakan persaingan antar
merek, tetapi telah menjadi persaingan antar rantai suplai - ”today is the era of supply chain
competition”.

Michael E Porter juga menyatakan bahwa “The productivity of a country is ultimately set by the
productivity of its companies. An economy cannot be competitive unless companies operating there
are competitive, whether they are domestic firms or subsidiaries of foreign companies”, atau “Tingkat
produktifitas suatu negara ditentukan oleh produktifitas dari perusahaan-perusahaannya. Suatu
negara tidak dapat bersaing bila perusahaan yang beroperasi di negara tersebut tidak punya daya
saing yang baik, baik itu perusahaan lokal maupun perusahaan asing yang beroperasi di negara itu”.

11
Untuk tatanan makro, suatu Negara adalah sebuah Value Chain (entitas bisnis) dalam lingkungan
perdagangan ekonomi global, yang tentu saja harus punya daya saing guna tetap hidup dan
berkembang (makmur dan sejahtera). Sektor logistik nasional suatu negara otomatis menjadi penting
untuk meningkatkan daya saing negara tersebut. Oleh karenanya, perbaikan di sektor Logistik perlu
diberikan perhatian khusus oleh pemerintah dalam bentuk kejelasan visi dan strategi logistik nasional
berikut rencana aksi dan metoda pemantauan pencapaian pelaksanaan aksi tersebut.

Pentingnya sektor logistik dalam rangka peningkatan daya saing suatu entitas (perusahaan atau
negara) dapat pula dilihat dari tingginya prosentase biaya logistik perusahaan dibandingkan dengan
harga barang dari berbagai industri yang berbeda dan porsi biaya logistik nasional dibandingkan
dengan GDP dari negara yang bersangkutan.

Source: Transport & Logistics in the Internet Age


Source: European Logistics Association. International Summit 2001.

Secara rata-rata, porsi biaya logistik terhadap harga barang adalah sekitar 20% lebih. Sedangkan
biaya logistik negara di dunia memiliki besaran mulai dari sekitar 10% terhadap GDP (di Amerika,
negara maju) sampai dengan kisaran 15%-25% untuk negara-negara sedang berkembang. Untuk
Indonesia, walau belum ada survey resmi yang dapat memberikan angka yang tepat, diyakini bahwa
porsi biaya sektor logistik nasionalnya adalah lebih dari 25% dari GDP.

Seberapa jauh sektor logistik suatu negara dapat mendukung daya saing negara tersebut dapat
dilihat pula dari seberapa baik kinerja sektor logistik tersebut dibandingkan dengan sektor logistik di
negara lain di dunia. Secara periodik, Bank Dunia melakukan survey terhadap kinerja sektor logistik
negara-negara di dunia, yang disebut Logistics Performance Index (LPI). Dalam LPI tahun 2007,
Bank Dunia menempatkan Indonesia pada posisi ke 43, dari 150 negara yang di survey, berada
dibawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Walau survey tersebut didasarkan pada persepsi para
penyedia jasa logistik global, seperti DHL, TNT, FEDEX, P&O, Maersk, dll., dan tidak termasuk
persepsi dari pelaku logistik lokal, peringkat tersebut pada dasarnya cukup untuk menunjukkan
bahwa kinerja sektor logistik nasional Indonesia masih perlu terus diperbaiki, guna pada gilirannya
dapat meningkatkan daya saing negara. Tabel lengkap hasil survey LPI ini tercantum pada lampiran
(ii) di bagian belakang dokumen ini.

Khusus untuk salah satu dari 7 (tujuh) tolok ukur yang ada dalam LPI diatas, indikator biaya logistik
domestik Indonesia berada di peringkat 92 dari total 150 negara yang disurvey. Peringkat yang begitu
rendah ini tampaknya mewakili apa yang sebenarnya ada di logistik domestik Indonesia.

12
2.2. Ruang Lingkup Sektor Logistik Nasional

Sesuai dengan definisi dari CSCMP yang berpusat di Amerika Serikat, kegiatan logistik adalah
kegiatan arus barang kearah hilir maupun arus sebaliknya, penyimpanan barang-barang, layanan-
layanan lain dan juga arus informasi yang berkaitan dengan barang-barang tersebut, mulai dari titik
asal barang tersebut hingga titik tempat digunakan atau dikonsumsinya barang tersebut, untuk dapat
memenuhi persyaratan dan permintaan dari pelanggan. Dalam sistem logistik di suatu industri atau
negara, model teoritis tentang pengendalian arus pergerakan barang, membagi pelaku kegiatan
logistik dalam lima kelompok, yaitu:

a. Produsen dan Pedagang yang menentukan lokasi berdasarkan sumber pasokan bahan baku dan
jaringan distribusi yang dibutuhkan, bentuk proses produksi dan jenis jalur penjualan, serta
jenis/tipe/merek dan harga dari produknya;
b. Konsumen yang menentukan jenis dan jumlah barang-barang yang akan dibeli dari produsen,
dan preferensi dimana produk tersebut di beli;
c. Penyedia jasa logistik yang menyimpan barang atas nama pemilik barang, mencatat, mensortir
dan termasuk juga mengemas bilamana perlu, mengangkut sesuai dengan rencana penyediaan
(fulfillment plan), yang juga disesuaikan dengan karakteristik barang yang di angkut dan moda
angkutan yang diperlukan;
d. Pemilik prasarana dan sarana angkutan yang biasanya adalah agen yang melaksanakan
kegiatan angkutan tersebut, sesuai prinsip operasi moda angkutannya;
e. Pemerintah yang menyiapkan peraturan perundangan dan infrastruktur yang diperlukan untuk
terlaksananya proses logistik didalam suatu sistem.

Khusus untuk usaha penyedia jasa logistik, definisi dari World Trade Organization, dan sesuai yang
tercantum pada dokumen ASEAN Roadmap for Logistics Integration, yang telah disepakati oleh
pemerintah Indonesia, menyebutkan bahwa cakupan jasa logistik ini terdiri dari 11 sektor dan
dikelompokkan dalam 3 Tier (detail penjelasan pembagian Tier ini dapat dilihat di lampiran-iv), yaitu:
- TIER I : Core Freight Logistic Services
- TIER II : Related Freight Logistic Services
- TIER III : Non-Core Freight Logistic Services

Sektor jasa logistik tidak didefinisikan sebagai sektor yang terpisahkan di dalam GATS, akan tetapi
hanya dimasukan dalam kategori jasa lain, termasuk jasa penolong (service auxiliary) untuk seluruh
moda pengangkutan. Komitmen atas jasa-jasa penolong (service auxiliary) terhadap seluruh moda
angkutan selama Uruguay Round tetap kembar (binary), dengan beberapa anggota mempertahankan
pembatasan dalam bidang tersebut seperti pendirian; pagu ekuitas asing; syarat minimum modal;
jumlah terbatas dan jangka waktu dari usaha bersama; kebangsaan, persyaratan tempat kedudukan
dan bahasa ; persyaratn kualifikasi; dan jangka waktu menetap dan kondisi peatihan. Dalam putaran
terbaru sektor jasa logistik telah diakui dan di bahas pada tingkat plurilaterl/bilateral, dan berdasarkan
umpan balik informal hal ini secara relatif item yang sering diebut dalam pemohonan.

Proposal yang di ajukan negara-negara dan kelompok yang relevan tentang logistik sejak tahun 2004
di bahas. Proposal swiss menyampaikan subsektor jasa logistik berikut ini: cargo handling service,
freight transport agency service, termasuk other auxiliary transport service. Proposal dari hongkong ,
china sebagian besar diinspirasi oleh daftar nama- nama yang disusun oleh kelompok “the Friend of
logistics services“ proposal tersebut bertujuan untuk memperoleh komitmen dalam: freight
transportation service, cargo handling service, storage and warehousing service, customs clearance
service, transport agency service, container station and depot service, custom clearance service,
inventory management service, order processing service, production planning service, and production
control service.

“The Friends of Logistics Service“ mengusulkan pengklasifikasian jasa sama seperti penjabaran
USITC 2005 di atas :
a. Core freight logistics service, yang terutama sekali mencakup services auxiliary untuk seluruh
moda angkutan,
b. Related freight logistics service, yang mencakup freight transport service dan jasa-jasa logistic
terkait lainnya seperti Technical testing and analysis service, courier service : dan

13
c. Non-core freight logistics service seperti computer and related service, packaging, and
management consulting and related service.

2.3. Keunikan Geografis Negara Indonesia

Michael Hugos, pada bukunya berjudul The Essential of Supply Chain Managament (2003), menulis
bahwa ada 5 (lima) penggerak utama dalam suatu rantai suplai (major supply chain drivers). Ke 5
(lima) penggerak utama itu adalah produk, persediaan, transportasi, lokasi & informasi. The overall
effect of the decisions made concerning each driver will determine how well the supply chain serves
its market and how profitable it is for the participants in that supply chain. The right combination of
responsiveness & efficiency in each of the drivers allows supply chain to “increase throughput while
simultaneously reducing inventory & operating expense”.

Bila pada kerangka mikro peserta rantai suplai adalah perusahaan, maka dalam kerangka makro,
peserta rantai suplai global adalah Negara. Letak geografis suatu negara di peta percaturan ekonomi
dunia adalah faktor penggerak “lokasi” dari teori diatas. Kondisi geografis, dalam hal ini untuk
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, menentukan bagaimana manajemen faktor
penggerak “transportasi” harus dikelola. Bersama dengan faktor “produk” (sebaran sentra produksi)
dan faktor “persediaan” (supply and demand), faktor letak dan kondisi geografis ini sangat
menentukan kebijakan perdagangan dan industri suatu negara, yg tentu akan pada gilirannya juga
menentukan kebijakan logistik nasional-nya. Agar kebijakan tersebut berjalan sebagaimana mestinya,
dukungan faktor penggerak “informasi” (tekonologi dan manajemen) tentu sangat diperlukan.

Keunikan kondisi dan letak geografis Indonesia, termasuk juga keadaan alam, demografi dan sebaran
sentra produksi komoditas, tentu akan membutuhkan arah kebijakan logistik nasional yang khusus
atau unik pula. Oleh karenanya, pemahaman dalam keunikan tersebut terkait dengan pengembangan
sektor logistik nasional adalah penting.

2.3.1. Letak, Cuaca dan Keadaan Alam

Indonesia memiliki 17.504 pulau (data 2004), di mana sekitar 6.000 pulau di antaranya tidak
berpenghuni. Posisinya yang terletak di garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia memiliki cuaca
tropis. Indonesia mempunyai iklim tropik basah yang dipengaruhi oleh angin musim barat dan musim
timur. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut membawa banyak
uap air dan hujan di kawasan Indonesia, sedangkan dari bulan Juni hingga Oktober angin bertiup dari
Selatan Tenggara kering, membawa sedikit uap air. Suhu udara di dataran rendah Indonesia berkisar
antara 23 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius sepanjang tahun. Umumnya di Indonesia dikenal
2 musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau, dan pada beberapa tempat dikenal musim
pancaroba, yaitu musim diantara perubahan kedua musim tersebut.

Secara lokasi Indonesia terletak pada posisi koordinat 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BB - 141°45'BT,
membentang dari Barat ke Timur dan diapit oleh dua Samudera yang menjadi sarana lalu lintas
utama perhubungan antara wilayah Barat dunia dengan wilayah Timur dunia, dengan rincian luas
terdiri atas total darat: 1.922.570 km, daratan non-air 1.829.570 km², daratan berair 93.000 km², dan
lautan: 3.257.483 km². Secara georgrafis, Indonesia berbatasan (berbatasan darat maupun
berbatasan laut) dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, India
di barat laut Aceh, Australia, Singapura, Filipina, Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, Kamboja,
Thailand, dan Birma.

2.3.2. Demografi

Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, menjadikan negara ini negara dengan
penduduk terpadat ke-4 di dunia. Pulau Jawa merupakan salah satu daerah terpadat di dunia,
dengan lebih dari 107 juta jiwa tinggal di daerah dengan luas sebesar New York.

Dari segi kependudukan, hingga saat ini Indonesia masih menghadapi beberapa masalah besar
anatara lain (WHO, 2007):

14
- Penyebaran penduduk tidak merata, sangat padat di Jawa - sangat jarang di Kalimantan dan
Irian.
- Piramida penduduk masih sangat melebar, kelompok balita dan remaja masih sangat besar.
- Angkatan kerja sangat besar, perkembangan lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding
dengan jumlah penambahan angkatan kerja setiap tahun.
- Distribusi Kegiatan Ekonomi masih belum merata, masih terkonsentrasi di Jakarta dan kota-kota
besar di pulau Jawa.
- Pembangunan Infrastruktur masih tertinggal; belum mendapat perhatian serius
- Indeks Kesehatan masih rendah; Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi masih tinggi

2.3.3. Variasi Ketersebaran Komoditas

Variasi ketersebaran komoditas/produk pada dasarnya adalah konsekuensi dari kedua faktor kondisi
alam dan demografi, bahkan faktor sosio-kultural juga turut mempengaruhi orientasi dan tingkat
produktivitas penduduk Indonesia di setiap daerah. Sebagai contoh, produk kelapa sawit atau CPO,
yang saat ini menjadi salah satu andalan ekspor Non-Migas Indonesia, lokasi perkebunan dan
industrinya tersebar luas di semua bagian kepulauan Indonesia.

Sumber : Departemen Perdagangan RI (2008)

Sentra produksi Kelapa Sawit (CPO) ini tersebar setidaknya di 12 (dua belas) propinsi, yaitu
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Papua.

2.4. Perubahan di Sektor Logistik Global

a. Tekanan Komitmen Internasional

Perjanjian negara sehubungan dengan jasa logistik dalam kerangka WTO saat ini sedang dibahas.
Walaupun semua negara sepakat bahwa Logistik merupakan sektor yang sangat menentukan dalam
daya saing negara, namun belum tampak satu kesepahaman perihal liberalisasi di bidang ini. Dua
puluh delegasi, dari negara maju dan berkembang, telah mengeluarkan pernyataan bersama tentang
liberalisasi jasa logistik . Jasa logistik tidak hanya kesatuan (aggregation) dari seluruh jasa yang
relevan, tapi intergrasi dari jasa-jasa tersebut untuk menjamin koordinasi yang tepat dan efesiensi di
dalam sektor tersebut. Sementara terdapat sejumlah besar negara menawarkan komitmen liberalisasi
dalam beberapa sektor dari jasa logistik, tidak ada anggota yang telah meliberalisasi seluruh
subsektor jasa tersebut. Untuk jasa kurir, negara-negara sedang dalam proses membuka sebagaian,
dengan ketentuan (provision) monopoli jasa yang secara berangsur-angsur hilang.
UNCTAD dan OECD saat ini sedang mengembangkan checklist pertanyaan untuk membantu
negosiator dalam proses permintaan-tawaran (request-offer). Pada diskusi Ad Hoc Expert meeting,
hubungan antara partisipasi negara berkembang pada perdagangan dunia dan peningkatan dari
kapasitas jasa logistik megara tersebut tampak jelas. Implikasi dari pasar yang lebih terbuka,

15
termasuk melalui komitmen GATS untuk pemasok lokal demikian pula akses kepada jasa logistik
yang bersaing, dibahas dalam pertemuan tersebut.
Suatu catatan pengingat diangkat mengenai permitaan untuk pembukaan pasar terhadap jasa logistik
dan mengenai pertimbangan yang berhati-hati yang harus di berikan untuk menyatakan kesiapan
negara dalam pengaturan dan ekonomi sebelum liberaliasi. Diingatkan pula bahwa pentingnya bagi
negara – negara memiliki akses jasa logistik yang berkualitas tinggi dan efisienmerupakan satu unsur
yang ikut menentukan bagaimana negara negara berkembang dapat maksimalkan partiipasi mereka
dalam liberalisasi logistik dan pada saat yang bersaman ikut mengambil keuntungan dari liberalisasi
jasa logistik tersebut.
Dalam hal ini, akses pasar merupakan satu unsur, akan tetapi yang lebih fundamental terdapat
kebutuhan untuk membangun dan memelihara kapasitas suplai. Pentingnya membangun kerangka
kerja pengaturan (termasuk aturan-aturan persaingan yang harus membentuk bagian integral dari
pasar) dan urutan yang tepat bagi negara-negara berkembang untuk mengabil keuntungan
sepenuhnya dari liberalisasi jasa logistik.
Dalam kerangka kerja ASEAN Economic Community permasalahan Jasa Logistik tertuang di dalam
ASEAN Economic Community Blueprint sebagai karakteristik B (a highly competitive economic
region). Pada Poin B.4 Infrastructure Development Nomor 47, disebutkan bahwa upaya-upaya
regional telah dilakukan untuk meningkatkan upaya fasilitasi transportasi dan jasa logistik,
meningkatkan infrastruktur hubungan dan ketersambungan transportasi multimodal, memfasilitasi
trasnportasi dan integrasi kepariwisataan , dan lebih jauh lagi untuk meliberalisasi sector transportasi
udara dan laut. Kerangka kerja untuk liberalisasi penuh jasa penerbangan di ASEAN harus secara
tepat guna diimplementasikan.Pada Point B.4 Infrastructure Development Nomor 48, disebutkan
Transportasi Multi-modal dan fasilitasi transportasi. The ASEAN Transport Action Plan (ATAP) 2005-
2010 mencakup angkutan laut (maritim), darat dan udara, serta fasilitasi transportasi.

Masih dalam kerangka kerjasama ASEAN, ada beberapa komitmen seperti:


1. The ASEAN Framework untuk melaksanakan Agreement on the Facilitation of Goods in Transit
(AF-AFGIT) untuk kesatuan Operasi Angkutan Jalan Raya dari Protocol 2 (Pelabuhan Laut
Perbatasan) dan Protocol 7 (Transit Pabean).
2. Menandatangani dan mengadopsi teks akhir dari the ASEAN Framework Agreement on the
Facilitation of Inter-State Transport (FAIST)
3. Menyimpulkan dan menandatangani ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalisation of
Air Freight Services (2008)
4. Mengundangkan undang-undang dalam negeri yang diperlukan untuk mulai berlakuknya
Kerangka kerja Agreement on Multimodal Transport (misalnya: untuk memperbolehkan Operator
Angkutan Multimodal dari Negara anggota ASEAN lainnya untuk beroperasi di wilayah mereka
masing-masing).
Dalam kaitan terbentuknya ASEAN Free Trade Area, maka ASEAN telah menyepakati protokol
ASEAN Single Window dalam hal pemrosesan importasi atau eksportasi barang ke atau dari negara
ASEAN ke wilayah di luar ASEAN. Untuk terciptanya ASEAN Single Window maka Indonesia harus
menerpakan suatu sistem National Single Window agar dapat terintegrasi dengan sistem ASEAN
Single Window.Penerapan ASEAN Single Window atau National Single Window ini selain untuk
mewujudkan Free Trade Area juga akan memperlancar arus barang. Kelancaran arus barang adalah
salah satu kinerja penting dalam sektor logistik.
b. Pasar Dunia

Perjanjian-perjanjian keterbukaan pasar kawasan tertentu seperti ASEAN, perjanjian kawasan yang
lebih luas seperti APEC, ataupun perjanjian-perjanjian lain yang difasilitasi oleh WTO menyebabkan
perubahan yang signifikan dalam pola arus barang.

Diturunkannya bea masuk dan batasan lain ke tingkat minimal menyebabkan perubahan peta pusat-
pusat industri. Sentra industri bergerak mendekat ke bahan baku atau pusat logistik kawasan
regional. Perpindahan barang yang dulunya lebih banyak berupa bahan baku, di masa mendatang

16
diperkirakan akan lebih banyak dalam bentuk komponen atau bahkan barang jadi yang nilainya lebih
tinggi.

Selain pergeseran karakteristik barang, jalur-jalur pengiriman barang juga diperkirakan akan ikut
berubah mengikuti perubahan pola transportasi global. Peraturan-peraturan baru juga lebih
memudahkan transportasi antar negara, terutama negara-negara kontinen. Hal ini membuat para
praktisi di bidang rantai suplai ‘menggambar ulang’ jaringan operasi mereka dengan menghubungkan
kota-kota penting di ASEAN dalam jaringan mereka.

Bangkok akan menjadi hub logistik untuk kawasan ASEAN. Bangkok berada pada posisi yang
strategis dikawasan karena berada di tengah tengah jalur Barat (India) ke Timur (Indochina), maupun
Jalur Utara (China dan Asia Timur) ke Selatan (Malaysia, Singapura, Indonesia).

Bagi ASEAN, Indonesia adalah negara yang sangat penting karena 45% dari populasi ASEAN ada di
Indonesia, mengkontribusi GDP bagi ASEAN dengan porsi yang kurang lebih sama, dan dengan
wilayahnya yang luas meliputi lebih dari 65% wilayah ASEAN merupakan sumber daya yang dapat
memberi manfaat bagi perkembangan kawasan. Harus menjadi perhatian bahwa dengan populasi
220 juta penduduk maka Indonesia akan dipandang sebagai wilayah sumber ‘permintaan (demand
side)’. Namun dengan wilayah yang demikian luas dan kaya akan sumber daya alam, maka Indonesia
harus cerdik untuk menyusun strategi logistik yang memaksimalkan potensi yang dimiliki sebagai
‘pemasok (supply side)’

c. Tuntutan Pelanggan

Persaingan global dalam pemasaran produk-produk juga telah mendorong tuntutan standar yang
lebih tinggi untuk kualitas layanan dari penyedia jasa logistik oleh para produsen. Tuntutan para
produsen semakin kompleks seperti :
- Kecepatan respons pada tuntutan pelanggan
- Jangkauan layanan yang lebih luas, lintas Negara
- Ketepatan dan Kecepatan waktu pengantaran
- Fleksibilitas untuk melakukan pengantaran yang semakin sering dan cepat
- Tuntutan atas keamanan barang dari pencurian dan juga keutuhan barang selama perjalanan
- Tuntutan untuk dapat ikut menjaga dan meningkatkan corporate image dari produsen
- Tuntutan untuk dapat memberikan layanan yang memberi nilai tambah bagi produsen

Selain tuntutan yang lebih kompleks, persaingan yang semakin meningkat juga menuntut
peningkatan efisiensi sehingga dapat menekan biaya-biaya :
- Transportasi dan Pergudangan
- Biaya Inventory
- Kerusakan atau penurunan mutu barang
- Kehilangan atas pencurian atau pendodosan

17
- Asuransi dan administrasi lain
- Proses pengeluaran Bea dan Cukai dan badan lainnya
- Pungutan-pungutan liar dan hambatan-hambatan yang mengada-ada

d. Persaingan

Persaingan kini sudah bergeser ke wilayah yang lebih luas. Persaingan tidak lagi antar penyedia jasa
logistik di suatu kota atau negara. Kini persaingan sudah terangkat ke tingkat kawasan regional
bahkan ke tingkat global. Produsen-produsen global yang mulai melakukan sentralisasi dalam
produksi membawa serta juga penyedia jasa logistik dari tempat asalnya. Para penyedia jasa logistik
yang baru tiba langsung akan menduplikasi kesuksesan mereka dibelahan dunia yang lain sehingga
memberi kemudahan bagi para produsen untuk dapat langsung beroperasi dengan sangat efisien.

Persaingan juga bukan saja di tingkat mikro, namun juga berlangsung ditingkat makro (negara)
dimana saat ini kita amati bagaimana Singapura, Port Klang (Malaysia) dan Laem Chabang
(Thailand) saling bersaing di tingkat negara untuk dapat menjadi pusat distribusi yang disukai.
Ketersedian infrastruktur yang modern pada suatu lokasi akan meningkatkan daya saing bagi
produsen di lokasi tersebut. Walaupun ada beberapa pemusatan industri (misalnya pelabuhan laut),
kebebasan pasar transport menciptakan persaingan yang lebih besar dalam jasa logistik

e. Teknologi

Meningkatnya persaingan di tingkat global juga mendorong para pemain untuk memanfaatkan
perkembangan teknologi dengan melakukan investasi dengan teknologi terkini pada moda-moda
transportasi maupun pengelolaan informasinya agar dapat lebih efisien dalam operasinya. Hal
tersebut tampak pada penggunaan mesin-mesin terbaru yang hemat energi maupun penggunaan
kapal-kapal/wahana yang lebih besar dan lebih efisien dan meningkatkan lalu lintas pengiriman,
kemampuan monitoring serta kemampuan pengendalian.

Perkembangan teknologi informasi juga membuka banyak peluang dalam hal lalu lintas informasi atas
barang pengiriman. Informasi barang pengiriman akan meningkatkan daya pandang jalur logistik
(logistics pipeline visibility) dan hal ini akan membantu semua pihak untuk mendapatkan kepastian
atas transportasi barang-barangnya. Kepastian atas operasi logistik ini akan secara signifikan
meningkatkan efisiensi operasional.

f. Standarisasi dan Kompatibilitas Inter-Modal

Dengan cakupan wilayah yang semakin luas, maka tak ayal lagi lalu lintas inter-modal transit dan
multi-modal semakin penting peranannya. Selain tantangan operasional, multi modal transportation
juga mensyaratkan peraturan Bea dan Cukai yang disesuaikan karena kalau dahulu kedatangan
barang identik dengan penerimaan barang oleh pemilik/importir, kini kedatangan barang
kemungkinan hanya diwakili oleh pihak penyedia transportasi yang masih harus meneruskan
pengiriman ke kota atau ke negara lain.

Kunci dari kelancaran multi-modal transportation ini adalah kompatibilitas antara moda angkutan.
Angkutan laut sudah berpuluh tahun menggunakan kontainer standard yang kompatibel untuk setiap
kapal pengangkut container, kompatibel dengan peralatan penanganan kontainer hingga tersedianya
truk [engangkut yang kompatibel dengan kontainer ini. Kompatibilitas ini yang harus diterapkan juga
untuk angkutan kereta api dan juga angkutan udara, dan bahkan sesama angkutan truk sehingga
multi-modal transportation benar-benar dapat berjalan dengan efisien

g. Energi

Dalam aspek energi, biaya energi akan menjadi salah satu variabel yang dominan dalam penentuan
daya saing ekonomi dengan melemahnya pengharapan ketersediaan energi murah secara
berkelanjutan karena berkurangnya stock bahan bakar fosil menyebabkan harga energi ini menjadi
liar dan sulit diperhitungkan. Penurunan kualitas iklim dunia dalam bentuk global warming menurut
perkiraan akan ditanggapi dengan diberlakukannya pajak energi yang lebih tinggi. Karenanya, pilihan

18
solusi pengangkutan yang paling sedikit menggunakan energi (terutama yang tidak terbarukan) harus
menjadi pertimbangan utama.

h. Keamanan

Dalam hal keamanan, kini dituntut standar keamanan yang lebih tinggi dan pencapaian standart
keamanan tersebut untuk transport asi barang terus diupayakan dan diperluas untuk. seluruh moda
pengangkutan, khususnya dalam armada pelayanan international dan aviasi.

Selain standar pengamanan yang langsung terhadap barang maupun alat angkut, beberapa negara
maju kini juga mulai menerapkan audit keamanan yang mengacu pada keamanan nasional ataupun
keamanan umum. Penerapan standard-standard pengamanan diterapkan untuk menghindari adanya
ancaman terorisme, pengiriman narkotika dan obat-obatan terlarang, dan juga pengamanan atas
kontaminasi biologis.

Implikasinya, penerapan prosedur standar keamanan ini membutuhkan investasi yang lebih besar
dan terkadang membutuhkan waktu yang lebih lama yang mana hal ini dipandang menjadi beban
bagi para pelaku usaha yang tidak berniat jahat

i. Bottlenecks – ketidak seimbangan kapasitas

Peningkatan volume yang terjadi di tingkat global tidak diantisipasi dengan baik secara merata.
Bottleneck – ketidak seimbangan kapasitas pelabuhan dengan barang muatan yang masuk menjadi
trend global. Kondisi Pelabuhan di Indonesia juga mengalami hal yang sama. Hingga tahun 2012,
sekitar satu lusin MegaShips dengan kapasitas angkut lebih dari 10,000 container akan masuk dalam
jajaran pelayaran dunia untuk rute Asia dan Eropa. Hal ini berarti bahwa akan ada kapal-kapal yang
lebih besar dari kapal yang sebelumnya yang akan memasuki jalur-jalur feeder seperti ke Indonesia.
Hal ini menuntut kesiapan infrastruktur pelabuhan untuk dapat melayani kapal yang lebih besar.

Pelayanan logistik sangat tergantung pada infrastruktur publik pada jalan raya, rel kereta api,
pelabuhan laut, pelabuhan udara, saluran pelayaran (shipping channels) dan lain-lain, penambahan
kapasitas infrastruktur saat ini tampaknya tidak sesuai dengan pertumbuhan muatan barang dunia.

2.5. Permasalah Sektor Logistik Indonesia

Banyak masalah strategis dalam sektor logistik nasional teridentifikasi dari hasil berbagai seminar,
diskusi, bahkan riset yang terkait dengan sektor logistik. Masalah kerentanan sektor logistik nasional
terlihat pula ketika di akhir tahun 2008 terjadi krisis keuangan dunia yang dipicu oleh krisis keuangan
di Amerika Serikat. Berawal dari pemberian kredit murah pada sektor perumahan yang berakibat
pada banyaknya gagal bayar, banyak lembaga pembiayaan keuangan bangkrut, ekonomi Amerika
Serikat tidak berkembang, atau bahkan menyusut, daya beli (impor) berkurang, nilai expor hasil
produksi atau manufaktur ke Amerika Serikat berkurang (termasuk dari Indonesia), yang tentu
berpengaruh sangat signifikan bagi kegiatan logistik global dan Indonesia. Untuk mengantisipasi
dampak yang lebih buruk dari krisis global tersebut, pemerintah telah memutuskan 10 (sepuluh)
langkah kebijakan yang didalamnya banyak terkait dengan sektor logistik nasional (penjelasan detail
ada pada lampiran vii.).

Pandangan dari pelaku industri penyedia jasa logistik (LSP) nasional terhadap permasalahan tersebut
(Kajian Gefeksi 2008) menggambarkan sebagian dari keseluruhan permasalahan tersebut dan
seberapa jauh pengaruh mereka kepada efektifitas dan efisiensi logistik nasional, dan pada gilirannya
juga kepada daya saing nasional.
2.5.1. Rendahnya Penegakan Hukum/Peraturan

Masih belum terintegrasinya payung hukum yang kuat di sektor logistik merupakan permasalahan
utama dalam pertumbuhan dan kepastian hukum bisnis jasa logistik. Jasa logistik dalam arti
luas, yang menekankan pada pelaksanaan pengelolaan layanan dari hulu ke hilir, serta dapat

19
bertindak baik sebagai prinsipal atau sebagai arsitek pergerakan barang, sangat memerlukan
proteksi regulasi yang kuat. Inilah substansi pekerjaan rumah yang tidak mudah di sektor logistik.

2.5.2. Rendahnya Koordinasi Lintas Sektoral

Secara departemental, kegiatan logistik nasional saat ini setidaknya berada di bawah koordinasi
Departemen Perdagangan (aspek pergudangan dan perdagangan), Departemen Perhubungan
(transportasi), Departemen Keuangan (Kepabeanan, Asuransi dan Perbankan), Departemen
Komunikasi dan Informnasi (telekomunikasi, perposan dan kurir), Kementerian Negara BUMN
(pengaturan BUMN bidang pengelola infrasturktur logistik dan penyedia jasa logistik), bahkan
termasuk BKPM (dalam hal pendirian perusahaan dan penanaman modal). Kebijakan yang
dikeluarkan oleh bermacam pihak tersebut sering tidak terkoordinasi, sehingga penerapan di
lapangannya sering menimbulkan kesulitan dna bahkan gagal. Lemahnya koordinasi antar
departemen, antar asosiasi, dan antar instansi diperparah dengan belum adanya payung hukum dan
peraturan perundangan yang kurang kuat.

2.5.3. Sistem Perdagangan Yang Kurang Mendukung

Sebuah fakta yang sangat ironis adalah bahwa di dalam perdagangan internasional perusahaan-
perusahaan Indonesia sama sekali tidak memiliki bargaining position yang memadai untuk turut
mengendalikan sistem perdagangan (kontrak), termasuk dampaknya terhadap manajemen logistik
nasional. Terlepas dari belum tersedianya infrastruktur logistik berstandar internasional di Indonesia,
kenyataan bahwa kapal-kapal Indonesia yang sampai hari ini masih memainkan peran hanya sebagai
feeders misalnya, adalah sebuah ironi yang luar biasa. Kondisi ini diperparah lagi oleh syarat-syarat
transaksi perdagangan internasional yang sangat merugikan devisa negara. Misalnya, persyaratan
FOB (free on board) untuk ekspor dan CIF (Cash, Insurance and Freight) untuk impor, yang apabila
dilihat dari perspektif logistik, praktis Indonesia hanya berperan sebagai ”tukang angkut atau kuli
barang di dalam negeri sendiri”. Kita sama sekali tidak turut mengatur aspek-aspek yang menyangkut
asuransi, perbankan, transportasi dan sebagainya.

2.5.4. Kurangnya Dukungan Infrastruktur dan Sistem

Ketersediaan infrastruktur yang memadai adalah masalah paling serius di sektor logistik nasional.
Kondisi ini diperparah lagi oleh lemahnya keterdukungan sistem, baik karena permasalahan regulasi,
kompetensi, kualitas SDM maupun model partnership dengan pihak lain. Beberapa contoh kasus
yang mengindikasikan hal ini di antaranya sebagai berikut:

a. Belum Adanya ”Hub Port” Nasional

Salah satu indikator pragmatis perkembangan sektor logistik suatu negara adalah didirikannya ”hub
port” berskala internasional yang difungsikan sebagai pusat pengendalian arus barang nasional
melalui ”port” tersebut, apakah melalui laut ataupun melalui udara. Hal inilah yang dilakukan banyak
negara, dengan formulasi visi dan misi yang jelas, misalnya di Hongkong dan Thailand. Dalam
konteks ini visi sektor logistik ke depan seharusnya menempatkan penetapan “hub port” sebagai
salah satu prioritas awal.

Peningkatan volume yang terjadi di tingkat global tidak diantisipasi dengan baik secara merata.
Bottleneck, ketidak seimbangan kapasitas pelabuhan dengan barang muatan, kian menjadi trend
global saat ini. Kondisi Pelabuhan di Indonesia juga mengalami hal yang sama. Hingga tahun 2012,
sekitar satu lusin MegaShips dengan kapasitas angkut lebih dari 10,000 container akan masuk dalam
jajaran pelayaran dunia untuk rute Asia dan Eropa. Hal ini berarti bahwa akan ada kapal-kapal yang
lebih besar dari kapal yang sebelumnya yang akan memasuki jalur-jalur feeder seperti ke Indonesia.
Hal ini menuntut kesiapan infrastruktur pelabuhan untuk dapat melayani kapal yang lebih besar.
Pelayanan logistik sangat tergantung pada infrastruktur publik pada jalan raya, rel kereta api,
pelabuhan laut, pelabuhan udara, saluran pelayaran (shipping channels) dan lain-lain, penambahan
kapasitas infrastruktur.

b. Buruknya Manajemen interkoneksi atau Sistem intermodal antara Infrastruktur Pelabuhan,


Transportasi dan Pergudangan

20
Kalau kita melakukan perjalanan ke suatu negara, misalnya Jepang, kita akan mendapatkan sebuah
kenyataan bahwa sedemikian hebatnya manajemen interkoneksi atau sistem intermodal yang terkait
dengan pengelolaan keluar masuk barang dari dan melalui pelabuhan atau bandara. Inilah yang tidak
bisa kita temukan di Indonesia. Akses transportasi internodal begitu minim dan buruk. Ketika sebuah
kapal merapat di Pelabuhan Tanjung Priok misalnya, satu-satunya akses transportasi hanyalah land
transportation, itupun dengan infrastruktur jalan raya yang sangat terbatas, yang menyebabkan lalu
lintas di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok mengalami kemacetan parah setiap harinya. Akses jalan
kereta api yang sejak jaman Belanda sudah dibangun, justru sekarang malah dihilangkan. Dengan
demikian sangat dapat dipahami begitu sulitnya pilihan bagi para pelaku industri untuk dapat
mengelola distribusi barangnya secara efektif dan efisien. Belum lagi aspek-aspek non teknis yang
harus dilalui (pungutan liar dan sejenisnya) yang mengakibatkan biaya proses distribusi barang itu
menjadi semakin tinggi.

c. Rendahnya Kapabilitas Jaringan, Teknologi Informasi dan Pengetahuan

Kapabilitas sektor logistik dapat diukur dari beberapa indikator, di antaranya adalah network,
penerapan IT, pengembangan pengetahuan, dan koordinasi antar stake holder yang merefleksikan
pembangunan struktur rantai suplai. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

- Kapabilitas dari sisi Pengembangan Network


Jangkauan pelayanan, baik karena pengembangan organisasi milik sendiri (cabang, agen dan
sejenisnya) maupun melalui kerjasama dengan pihak ketiga merupakan salah satu kritikal poin
dalam pengembangan sektor logistik (karena esensi dari logistik adalah managing networks).
Dengan pemahaman ini maka pengembangan network adalah sebuah keniscayaan untuk
memajukan sektor logistik nasional.

- Kapabilitas dari sisi Penerapan IT


Meningkatnya persaingan di tingkat global juga mendorong para pemain untuk memanfaatkan
perkembangan teknologi dengan melakukan investasi dengan teknologi terkini pada moda-moda
transportasi maupun pengelolaan informasinya agar dapat lebih efisien dalam operasinya. Hal
tersebut tampak pada penggunaan mesin-mesin terbaru yang hemat energi maupun penggunaan
kapal-kapal/wahana yang lebih besar dan lebih efisien dan meningkatkan lalu lintas pengiriman,
kemampuan monitoring serta kemampuan pengendalian. Perkembangan teknologi informasi juga
membuka banyak peluang dalam hal lalu lintas informasi atas barang pengiriman. Informasi
barang pengiriman akan meningkatkan daya pandang jalur logistik (logistics pipeline visibility) dan
hal ini akan membantu semua pihak untuk mendapatkan kepastian atas transportasi barang-
barangnya. Dengan dukungan IT, manajemen operasi logistik akan dapat dikelola secara lebih
efisien dan efektif.

- Kapabilitas dari sisi Pengembangan Knowledge


Dalam konteks pengembangan pengetahuan (knowledge), pada perusahaan-perusahaan logistik
di Indonesia umumnya berlangsung tidak sistemik, dalam arti bukan karena proses learning yang
terencana dan tersistematis. Sejauh ini, model pengembangan knowledge dari adanya hubungan
kontraktual (partnership) antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, menunjukkan hasil
dan kemajuan cukup signifikan, tetapi faktornya tidak hanya persoalan transfer of knowledge
semata tetapi juga berkaitan dengan aspek-aspek lain yang memerlukan perhatian serius,
misalnya faktor kepemilikan asing dalam perusahaan domestik, faktor mobilitas tenaga kerja
secara global, dan sebagainya.

2.5.5. Rendahnya Kompetensi SDM dan Lembaga Pendidikan Bidang Logistik

Di dalam situasi bisnis dan perekonomian yang tengah berkembang saat ini, institusi pendidikan dan
pelatihan dituntut untuk dapat menyediakan lulusan-lulusan yang memiliki dasar pengetahuan yang
secara langsung dibutuhkan pada dunia industri tertentu. Sementara, kenyataan di lapangan
menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup lebar antara institusi pendidikan dan pelatihan yang
ada dengan dunia usaha yang membutuhkan. Hal ini bisa dilihat dari pola pendidikan dan pelatihan di
dunia logistik yang masih sporadis, terpencar dengan dasar pengetahuan instan, bahkan yang sering
terjadi adalah pola pelatihan dilaksanakan oleh masing-masing perusahaan. Dengan demikian

21
standarisasi kompetensi dan pengembangan SDM yang secara umum diharapkan terjadi tidak bisa
tertata dan terencana dengan baik. Sebuah sistem logistik yang efisien dan terintegrasi sangat
dibutuhkan untuk menopang industri secara keseluruhan. Sistem ini baru bisa bekerja apabila
terdapat ketersediaan Sumber Daya Manusia yang tepat sasaran.

22
BAB 3
TANTANGAN SEKTOR LOGISTIK INDONESIA SAAT INI DAN MASA DEPAN

Gambaran mengenai kondisi sektor logistik nasional Indonesia dapat di lihat dengan cukup jelas dari
beberapa fakta empiris mutakhir. Situasi tersebut sekaligus merefleksikan kondisi hari ini dan
tantangan masa depan yang dihadapi oleh sektor logistik nasional. Fakta-fakta empiris tersebut
antara lain adalah sebagai berikut:

a. Sampai hari ini masih sering terjadi kelangkaan beberapa komoditas dan barang yang menjadi
kebutuhan mutlak masyarakat, padahal permasalahannya bukan terletak pada sektor produksi
tetapi masalah distribusinya. Misalnya kelangkaan BBM, kelangkaan pupuk, kelangkaan obat,
kelangkaan beras, kelangkaan gula, kelangakaan komoditi tertentu, dan sebagainya.
b. Ketika mendadak terjadi bencana alam, misalnya Tsunami dan Gempa Bumi, yang memakan
korban tidak sedikit dan membutuhkan tindakan kolektif sesegera mungkin, pemerintah kita
terkesan kurang siap secara logistik. Ada indikasi terlambat dalam penyaluran bantuan, kurang
siap dalam menangani korban, koordinasi yang tidak berjalan baik, penanganan bantuan yang
tidak efektif, sistem informasi yang tidak berjalan dengan baik, dan sebagainya.
c. Sampai hari ini, mayoritas penyedia jasa logistik (LSP) masih didominasi oleh perusahaan-
perusahaan asing dan/atau muntinasional, termasuk dalam menguasasi pasar domestik
sekalipun. Profil sektor logistik dalam konteks penyedia jasa juga sangat fragmented sehingga
tidak ada satu perusahaan pun yang mendominasi pasar secara signifikan.
d. Kebanyakan infrastruktur logistik yang dimiliki Indonesia saat ini masih bersifat konvensional.
e. Regulasi yang ada belum cukup mengatur seluruh kegiatan sektor logistik, kalaupun ada regulasi
masih bersifat sektoral dan departemental, dan kurang diikuti oleh penegakan hukum (law
enforcement) yang memadai. Bahkan dalam prakteknya sering terjadi adanya tumpang-tindih
fungsi antara operator dan regulator.
f. Indonesia belum memiliki rencana strategis terintegrasi dalam penanganan program-program
khusus yang sangat memerlukan kontribusi sektor logistik, seperti logistik untuk Pemilu, Bencana
Alam, kargo Haji/TKI, Sembako, dan sebagainya.
g. Biaya distribusi dan transportasi yang relatif tinggi, dibanding praktek di negara lain, telah
menjadikan biaya barang dan jasa menjadi lebih mahal ketika sampai ke tangan pengguna
barang dan jasa (end users) tersebut.

Fakta-fakta diatas dan penjelasan tentang peran, ruang lingkup, permasalahan logistik global dan di
Indonesia pada bab-2 memberi kita rujukan awal untuk dapat menjelaskan hal-hal yang mendasar
dari tantangan sektor logistik nasional Indonesia, saat ini maupun di masa depan, yang akan menjadi
faktor penentu perbaikan kinerja sektor logistik nasional (major national logistics drivers).

3.1. Komoditas Penentu dan Pemangku Kepentingan

Dalam kebijakan perdagangan pemerintah saat ini, telah dikenal definisi 10 (sepuluh) ”Produk
Utama”, terkait dengan perdagangan internasionl (expor), yaitu: Tekstil, Elektronika, Karet dan Produk
Karet, Kelapa Sawit dan Produk Kelapa Sawit, Produk Hasil Hutan, Alas Kaki, Otomotip, Udang dan
Kakap. Juga ada kategori 10 (sepuluh) “Produk Potensial”, yaitu Makanan Olahan, Perhiasan,
Kerajinan, Ikan dan Produk Perikanan, Rempah-rempah, Kulit dan Produk Kulit, Peralatan Medis,
Peralatan Kantor, Minyak Katsiri, dan Tanaman Obat.

Pertanyaan yang timbul adalah apakah produk 10+10 diatas bisa dijadikan dasar dalam
pengembangan sistem logistik nasional, yaitu termasuk penentuan jenis dan letak geografis dari
jaringan infrastruktur pendukung kegiatan logistik, misalnya pelabuhan, jalan raya, dan lain-lain?
Jawabannya jelas: tidak bisa. Hal ini karena unsur penentu suatu rancangan rantai suplai dan
jaringan logistik adalah “volume” atau berat dari komoditas yang “dibawa”-nya. Untuk itu, adalah
suatu tantangan bagi pemerintah untuk menentukan komoditas penentu ini sehingga sistem logistik
nasional dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang benar.

Dalam suatu bisnis, perdagangan dan industri suatu komoditas (produk), ada beberapa pemangku
kepentingan, atau biasa disebut peserta rantai suplai (“supply chain participants”). Peserta rantai

23
suplai ini ada yang berperan sebagai peserta inti (core), yaitu yang melakukan perdagangan dan
industri komoditas/produk terkait, dan ada yang sebagai peserta pendukung (enabler), yaitu yang
tidak ikut melakukan perdagangan dan industri produk terkait tetapi menyediakan jasa
pendukungnya, seperti jasa logistik, teknologi informasi, perbankan, dan lain-lain.

Peran masing-masing peserta rantai suplai diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Produsen (Producers); adalah perusahaan yang membuat suatu produk (pabrikan).
- Distributor (Distributors); termasuk grosir, agen, dan semacamnya, adalah perusahaan yang
membeli persediaan (inventory) dalam jumlah banyak dari produsen dan menawarkan dalam satu
paket bersama produk-produk lain yang terkait kepada pelanggannya.
- Pengecer (Retailers); adalah perusahaan yang menyimpan persediaan dan menjualnya dalam
jumlah yang kecil kepada pelanggan umum.
- Pelanggan atau Konsumen (Customers or Consumers); adalah semua organisasi atau individu
yang membeli dan menggunakan produk tersebut.
- Penyedia Jasa (Service Providers); adalah organisasi yang menyediakan jasa kepada produsen,
distributor, pengecer dan pelanggan / konsumen.

Dalam kaitannya dengan sistem logistik dalam suatu industri di suatu negara, Produsen berperan
penting untuk terciptanya sistem logistik yang efisien melalui,
- standarisasi sistem informasi dengan menggunakan barcode hingga unitisasi terbesar
pengirimannya. Hal ini akan mempermudah penyedia jasa untuk menyajikan informasi tentang
barang angkutan
- standarisasi dan memperbaiki kualitas kemasan yang mempermudah penumpukan (stacking)
maupun penanganan (handling) selama barang mengalir di dalam sistem logistik
- mempertinggi tingkat kolaborasi dengan pemasok dan dengan para penyedia jasa logsitik

Pedagang (Distributor, Grosir, Agen dan Pengecer) juga dapat berperan dalam menciptakan sistem
logistik yang efisien dengan meningkatkan kepedulian pada efisiensi logistik dan mempertinggi tingkat
kolaborasi dengan penyedia jasa logistik. Kelompok Penyedia Jasa, terkait dengan peningkatan
kualitas kegiatan rantai suplai, berperan dalam memberikan jasa terkait dengan efisien dan efektif,
melalui kemampuan mereka dalam mengadopsi praktek terbaik dalam bisnis global dan menerapkan
manajemen yang baik. Pelanggan atau konsumen (customers or consumers) sejatinya adalah
penentua utama dari suatu desain sebuah rantai suplai. Perubahan perilaku konsumen (pengguna
akhir) terhadap suatu komoditas/produk akan menentukan bagaimana komoditas tersebut harus di
produksi, didistribusikan dan digunakan. Bentuk rantai suplai dan kegiatan logistiknya akan tentu saja
berbeda untuk jenis industri dan kondisi geografis yang berbeda.

3.2. Penegakan Hukum/Peraturan dan Koordinasi Lintas Sektoral

Masalah payung hukum adalah syarat mendasar di dalam berlangsungnya sebuah industri pada
suatu sektor tertentu, umpamanya Keputusan Menteri Perhubungan tentang Jasa Pengurusan
Transportasi (JPT), Freight Forwarder (FF), Angkutan Darat, Angkutan Laut, Angkutan Udara, Kereta

24
Api, Bongkar Muat, Depo Kontainer, Tally; Regulasi perpajakan adalah otoritas Departemen
Keuangan, kegiatan pergudangan merujuk pada Keputusan Menteri Perdagangan dan sebagainya.

Peraturan dan undang-undang yang mengatur sub-sektor logistik selama ini ada di Indonesia saling
berdiri sendiri. Peraturan-peraturan tersebut tidak disusun dengan konteks persepektif logistik.
Negara-negara lain walaupun tidak mengatur Logistik di bawah satu badan koordinasi, namun
setidaknya sudah menggariskan arahan kebijakan di sub-sektor logistiknya. Hal ini selain mencegah
peraturan yang tumpang tindih di kemudian hari, juga dapat memberi arahan yang jelas tentang apa
yang akan terjadi di masa mendatang, yang berarti akan memberi kepastian investasi. Arahan
kebijakan juga akan membantu setiap departemen yang mengeluarkan keputusannya mempunyai
arah pandang yang sama sehingga efisiensi secara nasional dapat dicapai.

Di samping persoalan payung hukum, hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penerapan dan
implementasi dari segala ketentuan hukum tersebut. Hal ini juga menjadi persoalan tersendiri dalam
sektor logistik.

Untuk mendalami lebih jauh pengaturan dalam sektor logistik, berikut tinjauan yuridis terhadap
peraturan yang terkait dan yang ada pada saat ini, yaitu antara lain:

3.2.1. Undang Undang Pergudangan

Undang-undang No. 11 Tahun 1965 tentang UU 11/1965, Penetapan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang Undang No. 5 Tahun 1962 Tentang Perubahan Undang Undang No. 2 Prp Tahun
1960 Tentang Pergudangan (Lembaran Negara Tahun 1962 No. 31) Menjadi Undang Undang
mendefinisikan gudang sebagai tempat tertutup khusus digunakan untuk menyimpan barang
perniagaan, mewajibkan pemilik gudang untuk menyelenggarakan administrasi gudang berkaitan
dengan barang masuk dan keluar, membayar biaya administrasi kecuali gudang yang berada di
dalam pelabuhan dan menetapkan adanya jangka waktu penyimpanan barang di gudang
berdasarkan kriteria barang impor, barang ekspor dan penggolongan letak gudang. Dari definisi ini
terlihat bahwa pendefinisian gudang hanya berdasarkan kegiatan export-import saja.

3.2.2. Undang Undang Perposan/Jasa Titipan

Undang-undang No. 6 Tahun 1984 tentang Pos mendefinisikan paketpos sebagai barang dengan
bentuk dan ukuran tertentu, mengatur tentang kewajiban pengangkut untuk mengangkut kiriman-pos
yang diserahkan kepadanya, menyampaikan jadwal perjalanan, menyampaikan jadwal hubungan
(koneksi) dalam hal menggunakan media telekomunikasi dan menjaga keamanan dan keselamatan
kiriman-pos. Undang-Undang ini sampai hari ini menjadi satu-satunya payung hukum tentang
kegiatan usaha perposan dan kurir di Indonesia, yang melalui berbagai kajian diketahui bahwa
beberapa dari substansi pengaturan dalam Undang-Undang ini sudah tidak relevan lagi dengan
kondisi yang ada sekarang. Salah satu hal sangat menarik dalam Undang-Undang ini adalah tidak
diperkenalkannya terminologi “logistik” sebagai salah satu aktivitas perusahaan-perusahaan jasa
perposan dan kurir, padahal dalam prakteknya hampir semua perusahaan-perusahaan tersebut
memposisikan dirinya sebagai “Logistics Service Provider (LSP)”.

3.2.3. Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya

Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya menegaskan:
Transportasi jalan bertujuan untuk menciptakan angkutan jalan dengan selamat, tertib, terhubung
dengan moda transportasi lainnya dengan biaya yang murah dan seefisien mungkin, mewajibkan
kendaraan pengangkut untuk lulus uji secara berkala dalam rangka keselamatan transportasi jalan.,
mewajibkan kendaraan pengangkut untuk didaftarkan, mewajibkan pengemudi kendaraan
pengangkut untuk memiliki Surat Izin Mengemudi sebagai bukti kompetensi berkendara, mengatur
tatacara berlalu lintas demi keselamatan dan kelancaran pengangkutan barang, mewajibkan
pengangkut untuk mengasuransikan kendaraannya termasuk kerugian pihak ketiga yang diakibatkan
oleh pengoperasian angkutannya, mewajibkan angkutan barang menggunakan kendaraan bermotor
khusus untuk barang, menetapkan angkutan tertentu boleh menggunakan jaringan lintas angkutan
tersendiri demi kelancaran arus barang, menetapkan pengangkutan bahan berbahaya, barang
khusus, peti kemas dan alat berat yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah,

25
menetapkan badan hukum Indonesia dan warga negara Indonesia sebagai pelaku usaha angkutan
barang tertentu, menetapkan kewenangan menentukan struktur dan golongan tarif angkutan berada
ditangan Pemerintah, merinci tanggung jawab pengangkut meliputi kewajiban mengangkut barang,
menerbitkan dokumen angkutan, mengembalikan biaya angkutan dan mengganti kerugian bila tidak
jadi berangkat karena kesalahannya atau kelalaiannya, dan berhak menurunkan barang bila
berbahaya bagi keselamatan angkutan dan memberikan hak kepada pengangkut untuk meminta
biaya tambahan biaya gudang dan berhak melelang barang angkutannya sepanjang persyaratan
untuk itu telah terpenuhi.

3.2.4. Undang-Undang Penerbangan

Undang-undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan mewajibkan prasarana dan sarana
penerbangan yang handal dan memenuhi standar keamanan dan keselamatan penerbangan,
mewajibkan sertifikasi kompetensi personil penerbangan., mewajibkan sertifikasi laik terbang pesawat
terbang dan helikopter, menetapkan Pemerintah sebagai penentu struktur dan golongan tarif
penggunaan fasilitas dan jasa di bandara., mewajibkan pengangkut baik yang berjadwal maupun
tidak berjadwal untuk memiliki izin, dan merinci tanggung jawab pengangkut meliputi kewajiban
mengangkut barang yang telah disepakati, menerbitkan dokumen angkutan, menjamin keselamatan
barang angkutan, dan mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap kerugian pihak ketiga akibat
dari operasional pengangkutan udara.

3.2.5. Undang-Undang Pelayaran

Undang-undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran menjelaskan fungsi pelabuhan yang
dilaksanakan dengan cara koordinasi antara kegiatan pemerintah dengan kegiatan pelayanan jasa di
pelabuhan yang mencakup keselamatan pelayaran, bea dan cukai, imigrasi, karantina serta
keamanan dan ketertiban dan juga mengatur perihal penyelenggaraan transportasi laut
(pengoperasian kapal, standar keselamatan, tanggung jawab, hingga pengembangan sumber daya
manusianya)

3.2.6. Undang-Undang Kepabeanan

Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang mengatur impor, ekspor dan prosedur
pabean, meliputi pemeriksaan pabean, penanganan barang saat kedatangan, pembongkaran,
penimbunan dan pengeluaran barang, penetapan tarif bea masuk dan nilai pabean, jaminan dan
bentuk jaminan, serta kewajiban menyelenggarakan pembukuan.

Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995
tentang Kepabeanan melakukan perubahan bahwa saat dimulainya suatu barang dinyatakan sebagai
barang ekspor yakni barang yang telah dimuat, menetapkan adanya bea keluar terhadap barang
ekspor tertentu, pengawasan pengangkutan barang dalam daerah pabean, pemberitahuan rencana
kedatangan sarana pengangkut kecuali sarana pengangkutan darat, mengatur prosedur
pengangkutan barang impor antar Tempat Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan
Berikat. Undang-undang ini juga menentukan besaran denda atas setiap pelanggaran berdasarkan
kriteria tertentu.

3.2.7. Undang-Undang Perkeretaapian

Undang-undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian mengatur tentang persyaratan teknis,
pengujian dan persyaratan teknis kelaikan operasi perkeretaapian, mengatur tentang kewajiban
sertifikasi kompetensi awak perkeretaapian, mewajibkan adanya asuransi terhadap tanggung jawab
Penyelenggara Prasarana Perkeratapian, mengatur tentang keikutsertaan masyarakat dalam
menjaga keamanan dan keselamatan angkutan melalui kereta api.

3.2.8. Keputusan Menteri Freight Forwarding

Keputusan Menteri Perhubungan No. 10 Tahun 1988 tentang Perusahaan Jasa Pengurusan
Transportasi (Freight Forwarding ) yang didefinisikan sebagai usaha yang ditujukan untuk mewakili
kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya

26
pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut dan udara yang dapat mencakup
kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan,
pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan,
klaim, asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya
berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang
berhak menerimanya. Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi dapat melakukan usahanya
didalam maupun diluar negri.

3.2.9. Undang-Undang Ketenagakerjaan

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan tentang sertifikasi


kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan menetapkan pembentukan badan nasional sertifikasi
profesi sebagai pihak yang berwenang menetapkan standarisasi kompetensi profesi.

3.3. Pembenahan Prasarana dan Sarana (Infrastruktur)

Berdasarkan hasil Study ASEAN tahun 1999, diperkirakan kenaikan lalu lintas angkutan barang
melalui kontainer sebesar 3 kali lipat, non kontainer 2 kali lipat, angkutan udara 5 kali lipat, dan
volume perdagangan antar negara ASEAN sebesar 20 – 30 % dalam kurun waktu 15 tahun
mendatang. Untuk mengantisipasi ledakan permintaan diatas, permasalahan utama yang menjadi
pekerjaan rumah Indonesia adalah bagaimana mempersiapkan infrastruktur jalan, pelabuhan,
bandara, fasilitas logistik lainnya, dalam kapasitas yang cukup dengan kualitas baik, dalam waktu
yang tidak terlampau lama. Padahal investasi infrastruktur transportasi selain mahal, dana yang
tersedia terbatas, waktu konstruksi juga lama, tingkat pengembalian investasi cukup panjang,
birokrasinya juga kurang kondusif. Yang bisa dilakukan adalah memaksimalkan penggunaan fasilitas
yang ada guna meningkatkan produktivitasnya. Kondisi infrastruktur yang ada sekarang ini jauh dari
mencukupi, baik pelabuhan, bandara, akses jalan dari sentra-sentra produksi ke pelabuhan/bandara,
belum lagi kualitas pelayanan rendah dan tarif jasa yang mahal.

Di samping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah orientasi pembangunan sektor logistik kita selama
ini (sadar atau tidak) ternyata sangat berbasis pada sarana transportasi mahal. Berbeda dengan
kebanyakan negara-negara lain yang membangun basis infrastruktur logistik pada sistem transportasi
murah, yakni Kereta Api dan Kapal Laut, Indonesia justru mengandalkan land transportation dan
udara yang justru relatif mahal. Di samping itu, sistem transportasi intermodal ataupun multimodal
belum berjalan dengan baik karena belum optimalnya infrastruktur pelabahan atau bandara, termasuk
akses transportasi dari dan ke pelabuhan atau bandara tersebut (lihat gambar diatas).

3.3.1. Pelabuhan

Pada saat ini, pelabuhan utama nasional adalah Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan dan
Makasar, semuanya mengendalikan angkutan barang melalui kontainer untuk ekspor/impor. Banyak

27
dari lalu lintas barang dari sentra-sentra produksi memanfaatkan pelabuhan diatas. Pelabuhan yang
terbesar adalah Tanjung Priok mempunyai total 78 tempat sandar kapal dan 14 untuk kontainer.
Jumlah lalu lintas barang 36 MT, setengah diantaranya domestik, dan kapasitas untuk operasi
kontainer 3,6 juta TEU. Angkutan barang melalui pelayaran antar pulau jauh melebihi volume
angkutan barang internasional.

Pengaturan Sistem Kepelabuhan Nasional dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
dilakukan dengan memperhitungkan isu-isu nasional dalam melayani distribusi barang (logistik),
antara lain yaitu:
a. Terkontaminasi arus barang melalui pelabuhan karena kegiatan ekonomi nasional masih
terkonsentrasi di pulau jawa,
b. Keterbatasan prasarana dan sarana pelabuhan mengakibatkan ketidakoptimalan peranan
pelabuhan untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dan wilayah,
c. Keterbatasan prasarana dan sarana pelabuhan pada daerah yang memiliki resources, khususnya
di KTI mengakibatkan kegiatan ekonomi tetap berorientasi ke pulau jawa (tidak dapat langsung
melakukan ekspor-impor) (keterbatasan sarana bongkar muat khususnya untuk bongkar muat
dengan tonase 5.000 ton ke atas) umpamanya keterbatasan pelabuhan Pasar Wajo/Pulau Buton
mengakibatkan Indonesia tidak dapat memenuhi permintaan ekspor aspal ke China.
Keterbatasan sarana bongkar muat tersebut, mengakibatkan aspal harus dikirim terlebih dahulu
ke Surabaya dengan menggunakan kapal-kapal bertonase 1.000-an ton yang mengakibatkan
biaya operasional yang lebih tinggi. (“Keterbatasan Pelabuhan Hambat Ekpor Aspal Buton,
Kompas, Sabtu 21 Juni 2008”)

Dalam rangka perwujudan tujuan penataan ruang nasional yaitu Keseimbangan dan Keserasian
Pertumbuhan Nasional, ditetapkan Kawasan Andalan sebagai “pusat pertumbuhan kawasan” yang
memiliki sektor unggulan (propulsive industry) dan industry terkait (industrial cluster). Setiap kawasan
andalan memiliki pusat-pusat pertumbuhan kawasan andalan yang berfungsi sebagai pusat koleksi
perkotaan nasional yang terdiri atas: Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW),
dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).Untuk membuka akses (arus barang) dari kawasan andalan menuju
system perkotaan nasional, perlu dikembangkan pelabuhan (outlet) yang membentuk system
transportasi laut, yang terdiri atas : pelabuhan internasional hub, pelabuhan internasional, pelabuhan
nasional, pelabuhan regional, dan pelabuhan lokal. Dalam rangka pengembangan sistem perkotaan
nasional yang efisien, perlu dibangun keterkaitan pelabuhan dengan system perkotaan nasional yang
dihubungkan dengan jaringan infrastruktur, berupa: jaringan jalan dan jalur kereta api.

Kawasan budi daya (di luar kawasan lindung) yang memiliki nilai strategis nasional sebagai kawasan
andalan yang dilayani oleh pelabuhan adalah:
a. 112 kawasan andalan darat (57 di KBI dan 55 di KTI); dan
b. 40 kawasan andalan laut (15 di KB dan 25 di KTI).

Sistem perkotaan nasional yang dilayani pelabuhan,yaitu:


a. Kota pusat kegiatan nasional (PKN dan PKW); dan
b. Kota pusat utama pertumbuhan di kawasan perbatasan (PKSN)

Untuk mendukung aliran barang (produk) yang dihasilkan dari kawasan andalan tersebut, sistem
perkotaan nasional ke pelabuhan laut harus didukung secara sinergis dengan jaringan infrastruktur
transportasi lainnya jalan arteri primer, jalur kereta api antarkota dan lalu lintas penyeberangan. PP
no. 26 tahun 2008 tentang RTRWN merupakan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang
wilayah Negara, yang muatannya terdiri atas:
a. Tujuan,kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;
b. Rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi system perkotaan nasional yang terkait
jaringan prasarana utama;
c. Rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi
daya yang memiliki nilai strategis nasional (kawasan andalan);
d. Penetapan kawasan strategis nasional;
1. Arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima
tahunan; dan
2. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan
peraturan zonasi system nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan serta arahan sanksi.

28
3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang (pelabuhan) yaitu:
i. Kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas dan jangkauan jaringan prasarana
transportasi yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional, dan
ii. Strategi dalam rangka
iii. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana, dan
iv. Mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut dan udara. Rencana
pengembangan kepelabuhan sebagai bagian dari system jaringan transportasi nasional
yang terdiri atas pelabuhan internasional (internasional hub), pelabuhan nasional,
pelabuhan regional dan pelabuhan lokal. Pelabuhan regional dan lokal ditetapkaan dalam
Perda RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Pelabuhan internasional terdapat 25 pelabuhan yang mencakup :


a. 8 pelabuhan di Sumatera
b. 6 pelabuhan di Jawa/Bali
c. 4 pelabuhan di Kalimantan
d. 3 pelabuhan di Sulawesi,
e. 1 pelabuhan di Nusa Tenggara,
f. 1 pelabuhan di Maluku
g. 2 pelabuhan di Papua

Pelabuhan nasional terdapat 47 pelabuhan yang mencakup :


a. 18 pelabuhan di Sumatera,
b. 2 pelabuhan di Jawa/Bali,
c. 8 pelabuhan di Kalimantan,
d. 5 pelabuhan di Sulawesi,
e. 5 pelabuhan di Nusa Tenggara,
f. 4 pelabuhan di Maluku, dan
g. 5 pelabuhan di Papua.

Atas dasar informasi di atas maka tantangan utama sektor logistik hari ini dan ke depan adalah
bagaimana mengoptimalisasikan peran pelabuhan nasional, termasuk mengkaji kemungkinan
pembangunan semacam hub port, atau menjadikan fungsi dan peran pelabuhan nasional hanya
sebagai gateway dan peran hub port tetap dimainkan oleh pelabuhan Singapore atau Malaysia yang
mampu mengelola sistem logistiknya dengan lebih efisien.

3.3.2. Transportasi Laut

Kapal laut mempunyai kapasitas yang sangat besar yang memungkinkan untuk mengangkut suatu
produk dalam jumlah yang sangat besar melintasi jarak yang sangat jauh dengan biaya yang sangat
masuk akal (murah). Dalam 5 tahun mendatang ada sekitar selusin Mega Ships berkapasitas 8.000-
12.000 yang akan memasuki jajaran angkutan lain melayani jallur Eropa-Asia. Pelanggan mendapat
manfaat karena akan dapat mengirimkan barang dengan harga per ton-kilometer yang sangat murah.
Namun biaya yang murah ini dihadapkan pada kenyataan bahwa angkutan laut ini relatif lambat dan
aksesibilitasnya terbatas. Tidak semua pelabuhan dapat disandari semua jenis kapal. Saat ini
Pelabuhan di dunia sedang dihadapkan pada ancaman kongesti (penumpukan) yang disebabkan
oleh volume yang meningkat dan juga yang menyulitkan bahwa peningkatan volume tersebut hanya
terjadi satu arah yang menyebabkan ketidakseimbangan ketersediaan kontainer dan peralatannya di
semua titik. Angkutan laut juga menghadapi kenaikan biaya energi yang tinggi dan peningkatan
persyaratan keamanan. Kenaikan biaya ini pada akhirnya harus ditanggung oleh pelanggan.

Untuk Prasarana angkutan laut sebagian besar harus disediakan oleh pemerintah, dalam bentuk
Pelabuhan dan alat-alat bongkat muat di pelabuhan. Operator angkutan laut hanya berinvestasi di
unit Kapal Angkut dan mereka hanya membayar jasa layanan pelabuhan manakala menggunakannya
(missal: layanan bongkar muat, pergudangan, dan fasilitas transfer kargo). Walaupun harga kapal laut
sangat tinggi, namun karena daya angkutnya yang sangat besar dan umur ekonomisnya lama, maka
bila dibagi per berat kargo maka biaya per kilogram per jaraknya sangat kecil. Paling kecil
dibandingkan dengan alat angkut bermotor lainnya. Kapal laut mendominasi transportasi
internasional. Diperkirakan separuh dari biaya angkutan Internasional ini adalah dibelanjakan untuk
angkutan lain dengan total angkutan 99% dari total berat yang diangkut (sisanya adalah

29
menggunakan angkutan udara dan darat). Mengingat tersedianya banyaknya jenis dan ukuran kappa,
bisa dikatakan semua kargo, baik yang besar maupun yang kecil, mulai dari tepung yang murah
hingga mobil mewah yang paling mahal, dapat diangkut melalui laut.

Bentuk transportasi laut yang lain adalah angkutan penyeberangan. Frekwensi angkutan
penyeberangan yang sangat tinggi dengan waktu di pelabuhan yang pendek membuat sarana
transportasi ini menjadi pilihan yang diminati. Masyarakat setiap saat bisa menggunakan transportasi
penyeberangan selama 24 jam di paling tidak 6 lintasan nasional. Sebagai contoh, untuk lintasan
Ujung-kamal, frekwensi layanan sekitar 24 menit. Artinya dalam 24 jam sehari, 7 hari semingu, 365
hari pertahun, penguna jasa penyeberangan hanya dengan selang waktu 24 jam.

Dari segi kapasitas muat, angkutan penyeberangan memberikan pelayanan yang lebih baik yakni
berupa kapasitas muat yang apling besar apabila di bandingkan dengan moda transportasi lain. Dari
jadwal, angkutan penyeberangan memberikan ketepatan jadwal yang tingi, hal ini terutama karena
terbatasan dermaga sehinga penyandaran kapal harus tepat waktu dan tidak menyebabkan efek
keterlambatan bagi kapal-kapal berikutnya. Angkutan penyeberangan efek keterlambatan dari kapal-
kapal berikutnya. Angkutan penyeberangan selalu melaksanakan keberangkatan dan ketibaan
dengan waktu, dan apabila keterlambtan akan memberikan sanksi oleh pihak pengatur transportasi
penyeberangan yaitu PT. ASDP. Sedangkan moda transportasi lain masih sulit menerapkan
ketepatan waktu. Satu-satunya factor yang dapat menyebabkan kapal tidak dapat berangkat / sandar
tepat waktu adalah cuaca di laut, dan hal ini diluar kemampuan operator kapal penyeberangan.

Dari sisi pentaripan dan jadwal, noda transportasi penyeberangan harus patuh kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah melalui keputusan Menteri perhubungan.Adapun sifat tarip itu sendiri
bersifat satatis dan bersifat tetap sepanjang waktu. Artinya berapun jumlah pengguna
penyeberangan, tarip yang ditentukan akan tetap sama.

Dari sisi jadwal operasi kapal, seluruh armada kapal yang beroperasi di lintasan penyeberangan tidak
bias membuat jadwal sendiri-sendiri, sesuai dengan keinginannya semua jadwal operasi ditetapkan
bersama dengan PT. ASDP, dan jika operator tidak dapat memenuhi jadwal maka berlaku denda dari
PT.ASDP dan bahkan bahkan berakibat pada pencabutan ijin operasional kapal. Dengan kata lain,
armada operasional kapal. Dengan kata lain, armada oprasi penyeberangn tidak boleh untuk TIDAK
beroprasi. Hal ini yang tidk terjadi pada angkutan bis antar kota atau angkutan dalam kota.

Dari sisi safety and security, moda transportasi penyeberangan harus memenuhi aturan internasional
tentang keselmatan yang di audit setiap tahun untuk menjamin keselamatan pelayaran dan
pencegahan pencemarn lingkungan yaitu ISM code (International safety Management Codes) dan
untuk kontruksi mesin dan perlengkapan lainya mengikuti aturan internasional SOLAS dimana
pemerintah di bantu juga oleh unsure BUMN yaitu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) selalu mengawasi
dan mengeluarkan sertifakasi lambung mesin dan garis muat serta sertifikasi kesempurnaan guna
menjamin kondisi dari armada angkutan penyeberangnan dalam keadaan baik. Adapun moda
transportasi kelas ekonomi yang menggunakan keselamatan yang seimbang dengan angkutan
penyeberangan hanya laut dan udara, sedangkan angkutan Bis dan Kereta Api tidak ada aturan
Internasional yang mengatur baik safety, kontruksi dan security.

3.3.3. Transportasi Jalan Raya dan Kereta Api

a. Truk

Angkutan jalan raya bisa menggunakan Mobil, Mobil Pick Up, Mini Truck-CDE, Truck 6 rodaCDD
(double), Truk 6 roda Fuso, Tronton dan Jumbo/Wing box. Ada yang tertutup dengan box baja atau
aluminium, ada yang terbuka ditutup terpal, bahkan ada yang flat bed. Truck banyak dipakai untuk
kebutuhan distribusi angkutan barang. Jaringan jalan yang cukup bagus dan luas, memungkinkan
seluruh titik dimanapun dapat dijangkau oleh truck ini. Jadi, alat angkut yang paling baik
jangkauannya adalah truck

Industri angkutan truk sangatlah kompetitif. Ribuan armada truk milik perorangan (sebagian besar)
atau milik perusahaan persewaan siap untuk disewa untuk pengangkutan. Ada yang Full Truckload
Carriers, ada yang Less Than Truckload Carriers, dan ada juga yang small package carriers. Secara

30
ekonomi, struktur biaya dari moda angkutan ini mempunyai variable cost yang tingi namun fixed cost
yang rendah. Inilah yang menyebabkan begitu banyaknya pemasok angkutan truck ini.
Penyelenggara angkutan truck ini tidak menyiapkan jaringan jalan. Pemerintah yang melakukan
investasi untuk menyiapkan jaringan jalan. Angkutan Truck hanya membayar penggunaan jalan
dengan mekanisme pajak atau pembayaran tol di jalur tol. Biaya yang timbul pada angkutan truck
sebagian besar adalah timbul akibat menjalankan truck tersebut seperti uang jalan supir dan awak
bahan bakar minyak, maintenance, dan keausan ban. Biaya-biaya inilah yang sangat mempengaruhi
kinerja keuangan industri angkutan truk.

Penggunaan truk sebagai alat angkut adalah untuk jangkauan regional, atau sekitar 1000 km
perjalanan. Lebih dari jarak tersebut sudah dianggap mahal bila dibandingkan dengan angkutan laut.
Penggunaan truck paling banyak adalah di tingkat retail, yaitu untuk mengangkut barang barang dari
pabrik dan distributor ke distribution centers-nya dan kemudian untuk mengirim ke toko-toko.
Beberapa komoditi utama yang ditangani oleh moda angkutan ini adalah barang-barang konsumer,
elektronik, mesin elektrik, furnitur, tekstile, spareparts otomotive, dan barang setengah jadi atau
barang jadi lainnya

Angkutan Truk mempunyai reputasi yang sangat bagus. Penyedia jasa dapat menawarkan layanan
door-to-door karena aksesibilitasnya yang baik, fleksibilitas yang tinggi, intransit visibility, dan
perlindungan terhadap barang yang sangat baik. Inilah karakteristik dari angkutan truck yang
menyebabkan moda ini banyak dipilih untuk pengiriman barang-barang jadi.Naun, kelebihan ini juga
tidak murah. Biaya angkutan truck relatif tinggi untuk perton kilometernya bila dibandingkan dengan
truk atau kereta api. Selain itu, kapasitas yang sangat terbatas dari truck atau kelas jalan yang
dilewati menyebabkan penggunaan truck tidak bisa menjadi jawaban untuk semua kebutuhan
angkutan.

b. Kereta Api

Pada dasarnya Kereta api mampu untuk mengangkut volume dan berat barang yang jauh lebih besar
dari angkutan truck. Angkutan kereta api sangat ideal untuk jarak-jarak yang jauh, untuk mengangkut
barang-barang jadi atau bahan baku yang bernilai rendah. Dalam kasus tertentu kereta api juga dapat
digunakan untuk mengangkut barang-barang sembako dan barang konsumsi. Sayang sekali bahwa
saat ini jaringan rel kereta api di Indonesia masih sangat terbatas. Kita mempunyai empat jaringan
kereta api, yang satu sama lain terpisah, yaitu satu di Jawa dan tiga di Sumatera. Semua jaringan
yang ada hanya track tunggal dan tidak bertenaga listrik. Barang yang di angkut sebagian besar
adalah minyak, pupuk, semen, dan batubara.

Di Indonesia jasa layanan Kereta Api diselenggarakan hanya oleh PT Kereta Api Indonesia. Dalam
memberikan layanan angkutan barang, pihak PT KA menunjuk beberapa Ekspedisi Muatan Kereta
Api (EMKA) untuk melayani para pengirim barang. Kereta Api menuntut investasi yang sangat besar
karena harus menyediakan sendiri jalurnya beserta peralatan pengendalian dan operasinya, stasiun
pemberhentian, dan tentu saja lokomotif dan gerbong-gerbongnya. Investasi ini menjadi
menguntungkan bila jumlah barang yang diangkut bisa ditingkatkan semaksimal mungkin. Komoditi
yang biasanya diangkut dengan kereta api adalah batu bara, bahan baker, bahan kimia, semen, dan
bahan dasar lainnya. Ada beberapa jalur dimana PT KA melayani pengiriman container yaitu dari
Gedebage Bandung – Tanjung Priok dan Jakarta – Surabaya. Angkutan kereta api harus didukung
dengan angkutan moda lainnya seperti truck karena aksesibilitas yang terbatas. Angkutan Kereta Api
cukup efisien untuk mengangkut barang dengan volume yang besar. Angkutan Kereta Api
sebenarnya juga dapat membantu mengurangi kepadatan lalu lintas jalan raya (karena mengurangi
jumlah truck). Namun angkutan kereta api biasanya bermasalah dengan aksesibilitas. Banyak titik
distribusi yang jauh dari titik akses kereta api. Penggunaan kereta api harus direncanakan dengan
matang karena tidak memungkinkan untuk mengadakan perubahan sewaktu-waktu. Bila
direncanakan dan dikoordinasikan dengan baik, kereta api dapat menjadi substitute yang efisien.
Kereta api khusus (misalnya : batu bara) dapat diatur keberangkatan dan prioritasisasinya karena
hanya melayani satu pelanggan dan hanya dari kota dan ke tujuan kota yang sama setiap hari.

Dengan demikian, tantangan terbesar pada sektor transportasi kereta api adalah mewujudkan sarana
transportasi kereta api sebagai andalan utama transportasi sektor logistik nasional, dan tantangan ini

31
harus dihadapi di tengah orientasi pembenahan infrastruktur kereta api masih diarahkan pada
pelayanan penumpang, bukan barang.

3.3.4. Transportasi Udara

Semenjak dahulu, angkutan udara dipandang sebagai angkutan yang mahal dan hanya digunakan
dalam ‘keadaan mendesak’ saja. Kemajuan dari e-commerce, perkembangan dari global supply
chain, dan segala upaya untuk menurunkan tingkat inventory yang begitu mahal dan memperpendek
order cycle time telah merubah pandangan tersebut. Hal inilah yang juga mendorong kenaikan
volume angkutan udara dalam 20-30 tahun belakangan ini. Walaupun dari segi tonase barang yang
diangkut lewat angkutan udara ini relatif sangat kecil, namun dari segi nilai barang dari tahun ke tahun
terus meningkat, baik untuk kiriman dalam negeri maupun luar negeri.

Untuk angkutan udara, struktur ekonominya didominasi oleh variable cost yang tinggi bila
dibandingkan dengan fixed cost-nya. Struktur ini mengingatkan kita pada struktur biaya angkutan
Truck. Angkutan udara sangat tergantung pada pemerintah untuk menyaipak bandar udara beserta
segala kelengkapannya dan traffic control yang mengatur penggunaan jalur udara. Penyedia jasa
angkutan udara membayar landing fee, ground handling fee, dan pungutan-pungutan lain hanya bila
menggunakan jasa tersebut. Walaupun nilainya tinggi, biaya-biaya tersebut tetap kecil bila
dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan.

Angkutan udara biasanya digunakan untuk mengirim barang-barang dengan volume yang kecil
(karena keterbatasan kapasitas pesawat angkut), relative tidak terlalu berat dan mempunyai nilai
komersial yang tinggi. Komoditas yang biasanya diangkut melalui angkutan udara adalah komputer,
elektronik, obat-obatan, barang-barang mudah busuk, majalah, koran dan barang-barang fashion
(baju, sepatu dan asesoris). Perusahaan produsen biasanya berani untuk membayar lebih untuk
transportasi barang mereka karena barang-barang mereka peka waktu dan membutuhkan
pengamanan tingkat tinggi selama dalam perjalanan. Sebagai contoh, penjual barang-barang fashion
menggunakan angkutan udara untuk mengirimkan barang-barang mode terakhirnya ke pasaran.
Walaupun mereka harus membayar 10 kali lebih tinggi dari menggunakan angkutan laut, namun
dengan angkutan udara mereka dapat mengurangi biaya inventory dan biaya pemenuhan (fulfilment)
secara keseluruhan. Dengan angkutan udara mereka bisa memajang baju-baju mode terbaru
secepatnya sehingga bisa dijual dengan harga tinggi karena tidak ketingalan mode. Dan dengan
pengiriman lewat udara mereka dapat mengirm barang hanya dengan jumlah yang sedikit sehingga
mengurangi jumlah inventory, mengurangi resiko kehabisan barang (lost sales) dan mengurangi
resiko kelebihan barang usang yang tidak terjual (obsolescence).

Bila kecepatan adalah penting, maka gunakan angkutan udara. Moda angkutan udara selain cepat
juga sangat dapat diprediksi kedatangannya karena mereka terbang berdasarkan jadwal yang sudah
tetap. Kelemahannya adalah harga yang tinggi dan keterbatasan kapasitas angkut. Karenanya,
angkutan udara tidak efisien untuk mengangkut barang-barang yang murah dan volumetric (besar
tapi ringan, makan tempat). Industri penerbangan pun kerap dihadapkan pada kendala dalam
menggapai keuntungan yang memadai seperti kenaikan harga bahan bakar, kompetisi dari moda
transportasi lain, dan prosedur keamanan yang sangat memakan biaya.

Saat ini di Indonesia dengan biaya angkut yang tinggi, namun layanan yang diberikan masih sangat
kurang memuaskan akibat kurangnya fasilitas dalam penanganan kargo. Kondisi gudang
penanganan kargo di bandara utama Soekarno Hatta sudah sangat penuh sehingga kehilangan
maupun pendodosan kerap tejadi.

Ketersediaan kapasitas kargo juga terbatas, dan hal ini diperparah karena karena sifatnya yang
’mendesak’ maka hampir semua barang ingin dikirimkan pada pagi hari dan karakter pengirimannya
yang masih satu arah, tidak seimbang antara pengiriman keluar dan pengiriman ke dalam. Jadi,
masih ditemui utilisasi yang rendah untuk jam-jam tertentu dan untuk sektor-sektor tertentu.

Khusus untuk pengiriman ke Indonesia Timur, bottleneck dirasakan di Makassar. Makassar dijadikan
titik transit untuk semua penerbangan ke arah timur Indonesia

32
Dengan volume yang besar dan kapasitas terbatas, sistem resevasi yang manual seperti saat ini
mendorong terjadinya ekonomi biaya tinggi (sogokan atau handling fee) karena pengiriman barang
tidak menggunakan sistem yang transparan, namun sangat dipengaruhi oleh tenaga lapangan yang
menangani barang. Diperlukan sistem reservasi yang transparan agar pungutan liar yang bisa bernilai
200-1000 rupiah per kilogramnya dapat dialihkan untuk investasi lain.

3.3.5. Angkutan Intermodal (Terminal dan Gudang Penerusan)

Dalam banyak kasus, untuk tercapainya biaya angkut yang efisien sangat tidak mungkin untuk hanya
mengandalkan satu moda transportasi. Penggunaan beberapa moda transportasi dalam satu
pengiriman dari kota asal ke kota tujuan disebut transportasi Intermodal atau Multimodal.

Walaupun belum ada survey khusus untuk meninjau peningkatan volume pengiriman ini namun data
dari jumlah container di Amerika Serikat yang menggunakan transportasi Multimodal ini terus
meningkat dari 10 juta TEUs di tahun 1985 ke 38.5 juta TEUs di tahun 2004. Para ahli
memperkirakan bahwa volume ini akan berlipat dua di tahun 2015. Perkembangan ini terjadi tidak
lepas karena adanya standarisasi kontainer yang digunakan sehingga memudahkan dalam
menggunakan berbagai macam angkutan. Misalnya dari kapal laut, dipindahkan ke Kereta Api, dan
kemudian dipindahkan ke Truck.. Standarisasi container ini telah membuat perpindahan dapat
dilakukan dengan mudah dan cepat sehingga tidak menimbulkan biaya yang terlalu besar dan
memperpanjang waktu pengantaran terlau banyak.

Standarisasi Kontainer atau pallet adalah kunci dari kompatibilitas multi-modal transport,
memudahkan penanganan dan meningkatkan keamanan barang. Perlu diingat bahwa standarisasi ini
juga harus diikuti dengan standarisasi penandaan (Marking) agar penanganan dan pemilahan dapat
dilakukan dengan lebih efisien. Inilah tantangan besar yang harus dihadapi oleh Indonesia di masa
depan, sistem transportasi intermodal.

3.3.6. Gudang Penyimpanan dan Alat Penanganan Barang

Gudang mempunyai peran yang vital dalam suatu system logistic. Walaupun adanya gudang
menimbulkan biaya, namun ada beberapa fungsi gudang yang akan dapat meningkatkan nilai dari
barang yang mengalir dalam suatu sistem logistik yaitu bila gudang dapat :

- Tempat penyimpanan sementara dari hasil produksi yang berlebihan (surplus) hingga saatnya
dibutuhkan
- Tempat penampungan sementara dalam rantai proses penambahan nilai, misalnya proses
penggilingan, pemipilan, pengeringan, hingga pengemasan dan pelabelan untuk selanjutnya
didistribusikan
- Tempat melakukan proses konsolidasi beberapa barang dari berbagai tempat produksi sebelum
dilakukan pengiriman

Gudang dapat meningkatkan efisiensi karena gudang adalah tempat untuk mengumpulkan berbagai
barang dalam jumlah besar yang memungkinkan pengiriman yang lebih efisien. Bila tidak ada gudang
maka pengiriman-pengiriman terpaksa dilakukan dalam volume yang lebih kecil sehinga akan
meningkatkan biaya transportasi.

Tergantung dari komoditi yang disimpan, maka gudang harus dilengkapi dengan peralatan
penanganan barang yang memadai sehingga barang yang disimpan dapat disimpan secara efisien
(tidak memakan luas lahan berlebihan) dan barang yang disimpan tidak mudah rusak.

Berberapa peralatan penanganan barang yang penting:


- Rak penyimpanan, sangat efektif untuk meningkatkan efisiensi luas gudang karena dengan
menyusun secara vertikal, penggunaan per m2 jadi bisa berlipat-lipat, sementara tambahan biaya
pembuatan gudang variabelnya hanya menambah tinggi tiang-tiangnya saja.
- Palletisasi, memudahkan penanganan barang dalam jumlah lebih besar dan berat dengan
menggunakan peralatan pengankut pallet. Kunci dari penggunaan pallet ini adalah standarisasi.
Ukuran pallet yang juga dijadikan standar disain rak, ukuran peralatan, disain alat angkut (ukuran

33
box truck), secara keseluruhan akan membuat sistem logistik menjadi lebih efisien. Ukuran pallet
yang berbeda-beda akan merepotkan perpindahan barang dan angkutan multi-modal.
- Pengatur suhu dan kelembaban, tergantung pada komoditinya maka harus diinvestasikan
peralatan pengatur suhu dan kelembaban, bila perlu ruang berpendingin (chiller) agar komoditi
yang disimpan dapat bertahan mempunyai nilai ekonomi yang lebih lama, mengurangi adanya
bakteri pembusuk dan hama lain.

Faktor lain yang juga sangat penting adalah penempatan lokasi gudang. Pertimbangan harus dibuat
berdasarkan
- komoditi
- lokasi penghasil komoditi tersebut
- fungsi atau proses apa yang akan terjadi di dalam gudang tersebut
- dimana komoditi tersebut akan diperlukan

Mengingat luasnya negara Indonesia, dan untuk mendukung sistem logistik yang efisien, maka
gudang-gudang tersebut harus membentuk jaringan pergudangan yang dihubungkan secara
elektronik sehingga informasi atas barang apa yang ada di dalam semua gudang dapat terpantau.
Informasi ini sangat penting dalam manajemen rantai suplai, dikaitkan dengan informasi permintaan
dan tindakan yang harus diambil untuk pencegahan kekosongan barang atau komoditi atau terjadinya
lonjakan harga akibat tidak seimbangnya pasokan dari permintaan.

Agar lebih efisien, maka jaringan gudang ini seyogyanya dapat dipakai oleh beberapa piahk sekaligus
karena suplai dari berbagai komoditi tidak sama musimnya.

3.3.7. Pemeriksaan Bea Cukai dan Karantina

Bea Cukai dan Karantina adalah instansi yang diberi tanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan
atas barang-barang yang akan masuk atau keluar dari wilayah hukum Indonesia

Bea Cukai akan melaksanakan segala peraturan yang berkenaan dengan importasi atau eksportasi
suatu jenis barang. Baik dari segi jumlah, jenis dan kualitas barang, perizinan, pembatasan, termasuk
persyaratan pemeriksaan dan perizinan dari karantina dan pada akhirnya mengenakan cukai dan
pajak-pajak atas barang-barang tersebut.

Karantina adalah instansi yang secara teknis melakukan prosedur pemeriksaan dan prosedur
pencegahan masuknya organisma yang yang tidak boleh masuk ke wilayah Indonesia, yang
menempel atau terkandung dalam barang yang masuk.

Kedua proses pemeriksaan ini ada kalanya merupakan penghambat dari kelancaran aliran barang
pada jalur logistik. Dengan berjalannya ASEAN Free Trade Agreement dan nanti pada tahun 2015
ASEAN Economic Community, maka proses pemeriksaan Bea dan Cukai dan Karantina harus
disempurnakan sedemikian rupa sehingga tidak akan menghambat arus barang yang akan masuk
atau keluar dari Indonesia. Kehadiran Bea dan Cukai dan Karantina harus sellu diperhitungkan dalam
setiap rencaran pengembangan ’Gerbang Masuk Internasional’ untuk barang-barang ke Indonesia.

National Single Window dan ASEAN Single Window adalah salah satu upaya untuk memperlancar
arus barang dinegara-negara Asean. Penerapan National Single Window yang eektif dan efisien
adalah sangat penting bagi Indonesia agar dapat tetap bersaing dengan Negara-negara tetangga
ASEAN. Inilah tantangan utama dari sisi proses keluar masuk barang di wilayah yurisdiksi Republik
Indonesia.

3.4. Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Manajemen

Trend industri global akhir-kahir ini menunjukkan bahwa peran manajemen rantai suplai dan logistik di
dalam perusahaan semakin kritikal dan penting terkait dengan mempertahankan keuntungan
perusahaan secara keseluruhan. Ketika perusahaan berada pada situasi dimana tingkat keuntungan
(profitabilitas) rendah, sedangkan peningkatan pendapatan dari penjualan juga rendah karena kondisi
kompetisi pasar yang makin keras, banyak dari perusahaan tersebut mulai memperhatikan dan

34
membenahi fungsi perencanaan dan eksekusi manajemen rantai supai dan logisik. Perbaikan dalam
fungsi ini akan dapat membantu perusahaan untuk mengurangi biaya operasi dan juga meningkatkan
kecepat-tanggapan mereka terhadap kebutuhan pasar, sehingga pada akhirnya perusahaan dapat
berharap adanya kenaikan keuntungan.

Di Indonesia, setelah terjadinya krisis keuangan di akhir dekade 1990-an, fokus ke bidang
manajemen rantai suplai dan logistik semakin umum di bisnis dan industri. Banyak perusahaan mulai
menyelenggarakan program dan inisiatif di bidang ini. Pelbagai perusahaan konsultan manajemen
juga mempromosikan ilmu dan penerapan tentang bidang ini, dan pada saat yang sama, kebutuhan
terhadap profesional berkualitas di bidang manajemen rantai suplai dan logistik ini pun semakin
meningkat.

Dalam bidang sumber daya manusia, dunia logistik Indonesia dihadapkan pada dua masalah, yaitu:

- Peningkatan Jumlah Tenaga Kerja di Bidang Logistik


- Peningkatan Kualitas dan Kompetensi Sumber Daya yang ada

Bisnis logistik merupakan bagian dari industri jasa. Dalam industri jasa, keberadaan manusia
merupakan faktor penentu keberhasilan bisnis tersebut. Manusia dalam kegiatan organisasi memiliki
sejumlah pengetahuan, pengalaman, kemampuan, sikap dan motivasi yang tidak dimiliki oleh sumber
daya lainnya Oleh karenanya pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang logistik merupakan
syarat utama sebagai tonggak perkembangan Bisnis Logistik di Indonesia.

Seperti telah diutarakan dalam sub-bab sebelumnya, terjadi banyak masalah di negeri ini yang
mengganggu perkembangan bisnis logistik. Meskipun dalam ukuran angka bisnis terus tumbuh,
namun pertumbuhannya tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas dari bisnisnya. Salah satu faktor
utama rendahnya kualitas tersebut adalah kemampuan dan profesionalitas Sumber Daya
Manusianya. Hingga saat ini, pertumbuhan dari bisnis logistik tidak dibarengi dengan tumbuhnya
Sumber Daya Manusia profesional yang memadai. Lapangan kerja di bidang Logistik termasuk
lapangan kerja yang kurang popular sehingga tidak menarik minat dari para calon pencari kerja. Itu
sebabnya meskipun begitu banyak pengangguran di Indonesia, namun kualitas dari para penganggur
tersebut juga begitu rendahnya sehingga tidak memiliki kemampuan kerja yang memadai, khususnya
di industri spesifik seperti Logistik.

Sumber daya manusia yg berkarya dalam bidang manajemen rantai suplai dan logistik umumnya
masuk secara ”kebetulan” atau masuk karena kebutuhan perusahaan & bukan karena membangun
kompetensi-nya dari awal. Profesi di bidang manajemen rantai suplai dan logistik belum popular
padahal supply chain management sangat menentukan keberhasilan suatu produk untuk bersaing di
rak toko. Setelah manajemen rantai suplai dan logistik tidak lagi melulu hanya diidentikkan dengan
pekerjaan ‘gudang’, bidang ini makin populer, mulai tampak para pencari kerja baru (fresh graduate)
yang berminat untuk bekerja di bidang ini yg apply bekerja di bidang ini.

Di dalam situasi bisnis dan perekonomian yang tengah berkembang saat ini, institusi pendidikan dan
pelatihan dituntut untuk dapat menyediakan lulusan-lulusan yang memiliki dasar pengetahuan yang
secara langsung dibutuhkan pada dunia industri tertentu. Sementara, kenyataan di lapangan
menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup lebar antara institusi pendidikan dan pelatihan yang
ada dengan dunia usaha yang membutuhkan. Hal ini bisa dilihat dari pola pendidikan dan pelatihan di
dunia logistik yang masih sporadis, terpencar dengan dasar pengetahuan instan, bahkan yang sering
terjadi adalah pola pelatihan dilaksanakan oleh masing-masing perusahaan. Dengan demikian
standarisasi kompetensi dan pengembangan SDM yang secara umum diharapkan terjadi tidak bisa
tertata dan terencana dengan baik.

Sekolah ber-ijasah (degree) dalam bidang ini di Indonesia umunya masih belum berani melepaskan
diri dari program studi Teknik Industri. Para penyelenggara pendidikan masih belum melihat bahwa
program studi manajemen rantai suplai dan logistik akan menarik minat pelajar.

Secara resmi, pelatihan secara periodik diselenggarakan oleh PPM, INFA Institute, ALI dan KADIN.
Banyak pula diadakan berbagai rangkaian seminar dan lokakarya oleh banyak pihak. Sebagian
program tersebut diselenggarakan dengan bekerja sama beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia.

35
Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Widyatama, Universitas Diponegoro, Sekolah Tinggi
Manajemen Transpor Trisakti dan menyusul Universitas Gajah Mada adalah beberapa lembaga
pendidikan yang sudah berani menyelenggarakan program studi (S1 dan S2) bidang Manajemen
Logistik dan Supply Chain Management.

Di luar Negeri sudah banyak bermunculan program studi khusus Supply Chain Management dalam
bentuk degree atau Profesisonal Certification. Program setifikasi di dalam negeri masih belum ada
yang resmi karena belum ada Lembaga Sertifikasi Profesi untuk Supply Chain & Logistics
Management. Selama ini yang marak ditawarkan hanyalah sebatas training.

Dengan semakin meningkatnya persaingan dalam pemasaran produk, peran manajemen rantai suplai
dan logistik menjadi semakin penting. Karenanya diperkirakan kebutuhan ahli dibidang ini akan
meningkat secara signifikan. Walaupun di Indonesia belum dilakukan survey, namun semua pihak
bersepakat bahwa bila tidak dipersiapkan semenjak dini, maka ketersediaan sumber daya manusia
bisa menjadi salah satu penghambat tercapainya tujuan system Logistik yang efisien.

Sebuah sistem logistik yang efisien dan terintegrasi sangat dibutuhkan untuk menopang industri
secara keseluruhan sementara sistem ini baru bisa bekerja apabila terdapat dukungan ketersediaan
sumber daya manusia yang memadai. Jadi, tantangan utama sektor logistik nasional adalah
meningkatkan kualitas dan kuantititas sumberdaya manusia di sektor ini, baik melalui kelembagaan
formal (pembentukan fakultas atau jurusan logistik di universitas) ataupun melalui lembaga-lembaga
informal lainnya.

3.5. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Pengelolaan Logistik pada dasarnya adalah pengelolaan arus barang, dan tidak kalah penting adalah
arus informasi yang menyertai barang tersebut. Terkadang informasi lebih penting dari barangnya itu
sendiri. Karena itu sistem logistik yang efisien harus didukung oleh kelancaran arus informasi.

Dalam membahas masalah kelancaran arus informasi ini ada dua hal yang harus dibicarakan, yaitu
Prasarana/Sarana untuk lalu lintas Informasi tersebut, dan apa saja informasi yang harus dikirimkan
untuk menunjang efisiensi logistik

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi harus diterapkan pada seluruh unsur sistem
logistik, yaitu:

a. Barang atau Produk


Teknologi informasi diterapkan pada barang atau produk dalam bentuk standarisasi barcode baik
untuk kemasan unit terkecil hingga yang lebih besar sehingga akan membantu dalam proses
pengiriman dan pemantauan. Teknologi Radio Frequency based Identification system (RFID) saat
ini sudah banyak dipakai dan semakin terjangkau. RFID ini merupakan peningkatan dari Barcode
system karena dapat memuat lebih banyak informasi atas barang

b. Alat Angkut
Dengan menggunakan Transportation Management System (TMS) maka diharapkan
penggunaan atau utilisasi dari alat angkut dapat lebih maksimal. Hal ini terutama untuk mengelola
truck yang jumlahnya relatif lebih banyak dan banyak menimbulkan biaya dalam operasionalnya,
dan juga mengingat tidak seimbangnya volume pengiriman antara yang keluar dengan yang
masuk. Sistem ini akan memanfaatkan teknologi Global Positioning System (GPS) yang dapat
memberikan informasi mengenai lokasi, arah perjalanan dan kecepatan dari alat transportasi
secara real time.

c. Gudang Penyimpanan
Gudang-gudang yang dilengkapi dengan Warehouse Management System (WMS) akan dapat
lebih mudah dikelola karena semua informasi akan barang yang ada di dalam gudang tersedia
lengkap dan mudah untuk dibaca. Pemanfaatan ruang lebih maksimal, proses penerimaan
maupun proses pengiriman juga dapat dilakukan dengan cepat dengan sumber daya yang relatif

36
lebih kecil. Penggunaan WMS ini juga memungkinkan untuk mendapatkan data inventory (barang
persediaan) yang ada di gudang tersebut.

d. Pemantauan Proses
Untuk mengendalikan dan memantau proses yang terjadi dari hulu hingga hilir dari suatu jalur
logistik, maka dibutuhkan kemampuan untuk penjejakan dan pelacakan. Dengan kemampuan
penjejakan dan pelacakan maka tindakan-tindakan antisipatif atau reaktif atas suatu kejadian
dapat dilakukan dengan cepat dan tepat waktu. Pelacakan ini dilakukan dengan pencatatan
pergerakan barang yang menggunakan Barcode atau RFID mulai dari hulu hingga hilir.
Pemantauan ini memberikan transparansi atas jalur logistik. sehingga bermanfaat untuk
perencanaan, dan kualitas dari pelayanan dapat diukur dan kemudian ditingkatkan.

e. Pelaksanaan Proses dalam Sub-Sistem Logistik


Dalam perjalanan barang dari hulu hingga ke hilir, barang angkutan akan mengalami proses-
proses verifikasi atau pemeriksaan yang merupakan sub-sistem dari logistik seperti, pemeriksaan
bea dan cukai, pemeriksaan karantina, dan pemeriksaan atau pelaporan ke departemen terkait
lainnya. Teknologi Informasi dan Komunikasi harus digunakan untuk dapat mempercepat proses
pemeriksaan dan pelaporan ini, dan untuk mengurangi kontak individual yang dapat
menyebabkan terjadinya kolusi dan korupsi. Dengan menggunakan satu sistem dan data base,
maka semua data pemeriksaan dan pelaporan dapat langsung digunakan untuk penentuan
kebijakan atau pengambilan keputusan.

Dengan kondisi geografis yang sangat luas yang hanya 22% yang berupa daratan, Indonesia
memberi tantangan yang sangat besar bagi dunia Logistik,bukan saja dalam hal penanganan fisik
barang, namun juga penyiapan infra struktur untuk pengiriman informasi.

Perkembangan infrastruktur Komunikasi Seluler di Indonesia dalam 10 tahun belakangan ini sangat
mengagumkan, bahkan demikian majunya sehingga walaupun lebih mahal, di banyak lokasi menjadi
pilihan yang terbaik. Walaupun sementara infrastruktur komunikasi seluler sudah dapat menjembatani
ketiadaan infrastruktur yang lain, namun dalam jangka panjang hal ini akan mengakibatkan sistem
logistik Indonesia menjadi kurang bersaing.

Solusi Infrastruktur yang lebih murah harus terus dikembangkan agar sistem logistik Indonesia bisa
lebih efisien. Selain untuk efisiensi, komitmen Indonesia dalam mewujudkan kawasan Free Trade
Asean juga memaksa kita untuk memanfaatkan sarana komunikasi untuk proses kepabeanan.
National Single Window sudah harus diterapkan dan disempurnakan agar pemrosesan kepabeanan
baik import maupun eksport cukup melalui satu pintu. Lebih jauh lagi, sistem National Single Window
nantinya akan dihubungkan dengan Asean Single Window yang memungkinkan pemrosesan
kepabeanan baik import maupun eksport cukup dilakukan di satu pintu dinegara manapun sesama
anggota ASEAN.

Secara mikro, para peserta rantai suplai sangat membutuhkan jaringan teknologi informasi yang
mampu memonitor pergerakan arus barang setiap saat pada semua simpul lintasan ditribusi. Hal ini
akan mempermudah transaksi antara berbagai pihak.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa tantangan utama sektor logistik di bidang komunikasi dan
informasi adalah pelibatan seluruh pihak penyedia infrastruktur komunikasi dan juga semua pihak
yang akan mengambil manfaat dari informasi yang mengalir dalam sistem logistik ini, untuk
membangun pelayanan logistik yang berkualitas.

3.6. Penyedia Jasa Logistik dan Peran Asosiasi Perusahaan Terkait

Dalam pelaksanaan kegiatan logistik, para pemilik barang, yaitu peserta inti dari rantai suplai, banyak
melakukan praktek alih daya (outsourcing) kepada penyedia jasa logistik. Riset Cap Gemini (Ernst &
Young) menunjukkan seberapa jauh, dalam persentase, jenis kegiatan logistik suatu korporasi di
alihdayakan di pelbagai region di dunia utk setiap jenis kegiatan logistik.

37
Kegiatan logistik yang paling umum dialih-dayakan adalah kegiatan yang bersifat operasional,
sedangkan kegiatan yang lebih sedikit dialih-dayakan adalah kegiatan yang berhubungan langsung
dengan pelanggan (misalnya order entry, order processing, customer service), yang terkait dengan
penggunaan teknologi informasi (TI), dan kegiatan yang besifat strategis (misalnya order fulfillment
and distribution, rate negotiation, inventory ownership, and 4PL services).

Cap Gemini juga memiliki diagram tipe-tipe penyedia jasa logistik (Logistics Service Provider - LSP)
mulai yang menyediakan basic servises hingga tingkatan 4PL. Unsur penentu (key attributes) dari
sebuah perusahaan penyedia jasa logistik (LSP) akan berubah sesuai dengan perkembangan /
perubahan tingkat jasa yang ditawarkan kepada pelanggannya, yaitu mulai dari tingkatan Logistics
Service Providers, ke 3PL providers, lalu Lead Logistics Providers (LLP), dan akhirnya menjadi 4PL
providers.

Penyedia jasa logistik Indonesia (lokal/PMDN) umumnya fokus pada penyediaan jasa logistik dasar
(basic services), atau kategori LSP pada diagram diatas, dengan banyak pemain yang sudah
mencoba untuk menyediakan beberapa jasa dasar sekaligus, walau hanya beberapa yang telah

38
menyediakan jasa bernilai tambah (value added services) atau kategori 3PL. Diagram berikut
menunjukkan segmentasi LSP yang beroperasi di Indonesia berdasarkan tipe jasa inti/dasar yang
ditawarkan (sekaligus pula tertulis beberapa nama pemain utamanya dalam segmen terkait).

Sumber : Asosiasi Logistik Indonesia (2006)

Usaha dalam jasa Logistik di Indonesia tidak dikelompokkan pada satu kelompok khusus pada KBLI.
Bidang-bidang usaha yang berkaitan dengan Logistik saat ini terkelompok menurut departemen
pembinanya masing-masing.

NO. BIDANG USAHA KBLI KEWENANGAN SEKARANG


1 Perusahan jasa kurir/jasa Titipan (golongan kecil ) 64130 Komunikasi dan Informatika
2 Pelayaran Rakyat 61118 Perhubungan
3 Angkutan penyeberangan 61221 Perhubungan
4 Angkutan Sungai 61211 Perhubungan
5 Angkutan Barang umum 60231 Perhubungan
6 Angkutan Barang Berbahaya 60232 Perhubungan
7 Angkutan Barang Khusus 60232 Perhubungan
8 Angkutan Barang Peti Kemas 60231 Perhubungan
9 Angkutan Barang Alat Berat 60232 Perhubungan
10 Angkutan Berjadwal Domestik Umum 62111 Perhubungan
11 Angkutan Udara Berjadwal Domestik Printis 62112 Perhubungan
12 Angkutan Berjadwal International 62120 Perhubungan
13 Angkutan Udara Tidak Berjadwal Domestik Umum 62201 Perhubungan
14 Angkutan Udara Tidak Berjadwal Domestik printis 62202 Perhubungan
15 Jasa penurusan transportasi 63540 Perhubungan
16 Jasa ekspedisi 63540 Perhubungan
17 Angkutan laut 61111 Perhubungan
18 Angkutan laut domestikumum liner untuk barang 61113 Perhubungan
19 Angkutan laut domestikumum ltramper untuk barang 61114 Perhubungan
20 Angkutan laut domestik khusus untuk barang 61116 Perhubungan
21 Angkutan laut international umum liner untuk barang 61123 Perhubungan
22 Angkutan laut international umum tramper untuk barang 61124 Perhubungan
23 Angkutan laut international khusus unuk barang 61126 Perhubungan
24 Angkutan laut international pelayaran rakyat 61127 Perhubungan
(Tabel KBLI & Departemen Terkait)

Selain segmen penyedia jasa logistik dasar diatas, ada juga penyedia jasa untuk kegiatan khusus
tertentu, yang pada dasarnya adalah sub-sistem dari segmen jasa diatas. Segmen jasa khusus
tersbut antara lain PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, yang umunya selalu terkait
dengan jasa freight forwarding), operator pengelola depo kontainer (yang umumnya juga
menyediakan jasa pergudangan CFS), perusahaan Bongkar Muat Barang, dan lain-lain.

39
Perusahaan Jasa Titipan / Pengiriman ekspress menyediakan jasa pengantaran Internasional secara
ekspres, dimana termasuk di dalamnya adalah pengambilan barang, pengiriman dokumen atau
barang dengan waktu yang cepat dan dijamin dan sepenuhnya bertanggung jawab atas barang
kiriman tersebut selama belum dilakukan serah terima dengan penerima. Layanan dari perusahaan
seperti ini memungkinkan adanya pengalihan tujuan pengiriman karena selain proses pengirimannya
ditangani langsung oleh perusahaan tersebut atau perwakilannya, juga didukung oleh sistem
komunikasi yang canggih. Perusahaan Jasa Titipan yang besar memberi layanan nilai tambah seperti
penanganan masalah kepabeanan, penjejakan dan pelacakan dan pengelolaan logistik.

Pada saat permintaan meningkat sebagai konsekuensi dari perdagangan internasional, dan
pertumbuhan produksi yang sangat besar, dituntut pelayanan pengiriman dan sistem transportasi
yang jauh lebih baik, mengandalkan keamanan, kecepatan dan ketepatan waktu. Oleh karena itu
penyedia jasa ekspedisi diatas menyesuaikan status bisnisnya menjadi International Freight
Forwarder (IFF), berarti membuka jaringan lebih luas dengan dunia internasional, tetapi karakter
kegiatannya masih sebagai agen.

Ketika teknologi dan ilmu pengetahuan tentang sistem logistik semakin berkembang, kegiatan
semakin maju, IFF dituntut tanggung jawab dengan jaminan risiko lebih besar, memanfaatkan sistem
informasi berbasis komputer, serta sumber daya manusia yang berkualitas. Sekali lagi IFF harus
merubah nomenklatur usahanya dengan embel-embel Cargo, dan selanjutnya menjadi Penyedia
Jasa Logistik (Logistics Service Providers – LSP).

Sebagai Penyedia Jasa Logistik, sejatinya pengusaha dapat menawarkan jasa Angkutan
Multimoda/MTO, door to door, dan one stop service. Prakteknya sebagian besar dari pemain jasa
angkutan barang ini tetap seperti semula, hanya sebagai agen dari Multi National Corporation (MNC).
Sementara itu di dunia luar, kemajuan usaha jasa pengiriman barang telah bermigrasi menjadi jasa
pergerakan barang, terus melaju menjadi Architect of Cargo Movement dan akhirnya
mendayagunakan ilmu dan teknologi Supply Chain Management.

Di sisi lain, kategorisasi kegiatan logistik dan perusahaan penyedia jasa logistik – LSP sebagaimana
dikemukakan di atas, telah mendorong lahirnya berbagai asosiasi. Cukup banyak lembaga berbentuk
asosiasi, gabungan, organisasi atau sejenisnya yang bergerak dalam bidang logistik. Lembaga-
lembaga tersebut pada umumnya melaksanakan kegiatan pada segmen tertentu dari pengertian
logistik secara utuh, misalnya jasa transportasi, jasa bongkar muat, jasa kepabeanan, jasa
pergudangan, jasa pengiriman barang titipan, dan jasa-jasa terkait lainnya, baik melalui darat, laut
maupun udara. Hal ini tidak berarti bahwa tidak ada asosiasi yang melaksanakan jasa logistik secara
terpadu. Di dalam prakteknya ada, namun persentasinya relatif kecil dan dalam cakupan kegiatan
yang terbatas pula. Penyedia Jasa Logistik dalam skala besar dan mencakup kegiatan dari hulu ke
hilir, kebanyakan di dominasi perusahaan Multi National yang tidak termasuk di dalam keanggotaan
asosiasi di Indonesia. Data lengkap tentang asosiasi perusahaan yang terkair dengan penyediaan
jasa logistik tercantum pada lampiran (iii) di bagian belakang dokumen ini.

40
BAB 4
VISI DAN STRATEGI LOGISTIK INDONESIA

Visi diartikan sebagai kondisi ideal yang diharapkan atau dapat di capai di masa yang akan datang.
Logistik secara definisi adalah bagian dari Rantai Suplai yang berarti arus dan penyimpanan barang,
jasa dan informasi yang terkait, dari hulu-ke-hilir dan sebaliknya, mulai dari titik asal barang tersebut
hingga titik tempat digunakan atau dikonsumsinya barang tersebut, untuk dapat memenuhi
persyaratan dan permintaan dari pelanggan.

Visi logistik nasional suatu Negara dan tingkat keterlibatan pemerintah dalam pembangunan
logistiknya tentunya berbeda-beda. Sebagai perbandingan, kita dapat mengambil contoh Visi dan
kebijakan logistik nasional dari beberapa negara seperti Australia, Hongkong, Singapura, Uni Eropa,
USA dan negara tetangga kita yaitu Thailand.

Australia menempatkan logistik sebagai bagian strategi daya saing nasional dan membentuk satu
organisasi khusus untuk itu. Hongkong lebih cenderung memposisikan dirinya sebagai hub logistik
untuk kawasan Laut Cina Selatan dan sebagai gerbang masuk Cina dan membentuk Dewan Logistik
Nasional. Singapura menempatkan logistik sebagai industri jasa yang strategis dalam kemitraan
publik-swasta yang kebijakannya ditangani Economic Development Board. Uni Eropa cenderung
untuk kebijakan logistiknya mengarah kepada keterkaitan Negara-negara Uni Eropa dengan
mendorong peran swasta penuh dan peran pemerintah hanya menetapkan standar logistik. Sama
dengan Uni Eropa, US mendorong sektor swasta penuh dalam penanganan logistik dengan kebijakan
transportasi yang liberal.

EULOC Vision 2015 adalah membangun sistem logistik tanpa batas ruang, cost efficiency dalam
rangka mendukung daya saing Uni Eropa, memberikan peluang bisnis yang sama pada pelaku bisnis
dan sistim yang berkelanjutan. Vision 2015 tersebut disertai dengan mission statement yang
antaranya memberikan hak-hak tertentu kepada pemangku kepentingan seperti warga Negara dan
perusahan untuk akses ke pelayanan logistik. Komponen utama dari Vision 2015 tersebut adalah
Seamless Systems, Intelligent Regulation, Cost Efficiency, Resources, Europe’s Competitiveness,
Equal Business Opportunity, dan Sustainability.

Hongkong vision adalah sebagai pintu gerbang untuk “Pearl River Delta“ yaitu kawasan yang terdiri
dari Hongkong, Macao, Shenzen dan Guang Dong, yang berhubungan langsung dengan banyak
provinsi di mainland China bagian selatan. Penetapan logistik Hongkong sebagai “hub“ tersebut,
Hongkong memberikan focus yang tinggi terhadap penerapan teknologi pendukungnya.

41
Visi logistik Thailand kedepan adalah menjadi “hub“ untuk kawasan IndoChina: Vietnam, Laos,
Kamboja, Myanmar dan sebagian Mainland China. Dari sudut pandang geografis, visi logistik
Thailand ini dimungkinkan sepanjang Thailand dapat mempersiapkan infrastruktur pendukung untuk
pencapaian visi tersebut dan adanya kesediaan kerjasama dari Negara-negara Indochina.
Keuntungan yang diharapkan oleh Thailand dari visi ini adalah tercapainya skala ekonomi untuk
penurunan biaya logistik, mendorong investasi dan perolehan keuntungan ekonomi dari perannya
sebagai pusat perdagangan dan jasa. Dengan hal tersebut, Thailand optimis untuk dapat
menurunkan total biaya logistik-nya sebanyak 9% selama 5 tahun ke depan.

Belajar dari pengalaman negara-negara lain dalam mengedepankan visi logistik mereka, terutama
negara tetangga dekat kita, Indonesia selayaknya memiliki visi ke depan untuk sektor logistik nasional
yang kemudian dijabarkan dalam “strategi nasional” dan “paket kebijakan” sebagai acuan
pembangunan dan pengembangan sektor lain yang terkait.

4.1. Visi Logistik Indonesia

Visi Logistik Indonesia adalah kondisi ideal yang diharapkan dapat kita capai agar perencanaan,
penerapan dan pengendalian tingkat efisiensi dan efektifitas dari arus barang kearah hilir maupun
arus sebaliknya, penyimpanan barang-barang, layanan-layanan lain dan juga arus informasi yang
berkaitan dengan barang-barang tersebut, dapat memuaskan pelanggan di Indonesia dengan.

Mengacu pada cita-cita pendiri bangsa Indonesia, yaitu terciptanya ”masyarakat yang adil dan
makmur”, diperlukan daya saing nasional yang kuat di pasar global. Menekan biaya dan
meningkatkan kualitas sistem logistik dan transportasi akan meningkatkan daya saing, dan melalui
hal ini, akan meningkatkan pendapatan dan berarti mengurangi tingkat kemiskinan.

Rumusan Visi Logistik Indonesia harus mewakili karakter Indonesia yang unik, antara lain:

a. perspektif Indonesia sebagai “supply side”, sekaligus “demand side”, dalam rantai suplai global,
juga terdiri dari kepulauan yang luas (peran sebagai “hub” atau sejenisnya bukan pilihan),
b. memberikan gambaran kemampuan menghadapi tantangan global yang saat ini dan masa depan
dalam era kompetisi rantai suplai,
c. mencerminkan suatu mimpi yang ingin diwujudkan,
d. suatu visi sebaiknya dapat dinyatakan dalam satu kalimat, dengan Headline-nya fokus pada kata-
kata pembeda dibanding visi-visi terkait/pesaing yang lain, dan Statement-nya menyatakan visi
secara lengkap.
e. menunjukkan suatu sasaran yang jelas (waktu atau jumlah).

Hal-hal di atas dan hasil pembelajaran (benchmarking) dari negara lain tersebut menjadi dasar
pertimbangan dalam perumusan Visi Logistik Indonesia, yang dituangkan dalam bentuk Vision
Headline dan Vision Statement sebagai berikut:

“Vision 2025: Locally Integrated, Globally Connected“


(Visi 2025: Terintegrasi Secara Lokal, Terhubung Secara Global)

“Pada tahun 2025, Sektor Logistik Indonesia, yang secara domestik terintegrasi antar-pulau dan
secara internasional terhubung dengan ekonomi utama dunia, dengan efisien dan efektif, akan
meningkatkan daya saing nasional untuk sukses dalam era persaingan rantai suplai dunia”

Penjelasan: Integrasi domestik melalui jaringan logistik “Node & Arc” (“Node” adalah ports, terminals,
warehouses, dll, dan “Arc” adalah roads, highways, rails, ocean vessels, dll.). Koneksi internasional
melalui jaringan logistik “Gateways”, yaitu ports, customs, trade/industry facilitations, dll.

Visi Logistik Indonesia diatas direpresentasikan dalam bentuk ilustrasi berlatar belakang peta dunia
dengan bentukan elips di tengah yang dikelilingi segitiga anak panah berada diatas peta kepulauan
nusantara (Indonesia). Bentukan elips, yang melingkari / mengintegrasikan kepulauan nusantara,

42
mewakili kata “locally integrated” dan bentukan 8 (delapan) buah segitiga anak panah, yang
mengarah / menghubungkan 8 (delapan) ekonomi utama di dunia, mewakili kata “globally connected”.

Pada tahun 2025, logistik Indonesia, yang secara domestik harus membangun jaringan yang
mengikat kuat kawasan-kawasan industri dan perkotaan. Titik-titik penting berupa pelabuhan, bandar
udara, terminal, kawasan pergudangan harus terikat secara efektif dan efisien dengan jaringan jalan
raya, jalan Tol, Jalur Kereta Api, jalur pelayaran dan jalur penerbangan sehingga perekonomian
rakyat akan dapat berkembang dengan lebih cepat.

Sebagai negara yang sangat besar, yang terhampar dari Sabang hingga Merauke, yang membentang
sepanjang 1/8 dari equator dunia, yang terdiri dari tiga wilayah waktu, yang merupakan Negara
kepulauan yang terdiri dari 17,506 pulau, dengan total luas wilayah daratan hingga 2 juta km persegi
dan wilayah lautan 7.9 km persegi, Indonesia benar-benar menghadapkan tantangan dalam hal
logistik dan distribusi. Visi Logistik Indonesia diatas merupakan juga visi yang dapat menyatukan
seluruh wilayah dan segala kepentingan logistiknya untuk menjadi satu kekuatan.

Kearah external, Indonesia harus responsif terhadap perubahan yang terjadi di tingkat global. Adanya
tekanan komitmen di tingkat regional maupun global, perubahan peta pasar, persaingan, peraturan
tentang transportasi multi-modal, perkembangan teknologi informasi, keamanan dan adanya
keterbatasan kapasitas menuntut kita untuk lebih aktif untuk merebut peluang-peluang yang ada.
Indonesia juga sigap merebut peluang-peluang yang ada dalam tataran global. Indonesia harus
secara aktif mempromosikan dirinya dan membangun kemudahan arus barang baik untuk masuk ke
Indonesia (khususnya untuk bahan baku) dan lebih utama lagi untuk barang keluar dari Indonesia.

Efektifitas dan Efisiensi sistem logistik domestik dan keterhubungannya dengan logistik global akan
menjadi kunci kesuksesan di era persaingan rantai suplai dunia.

Visi diperlukan dalam konsistensi pencapaian tujuan dalam bidang logistik di lingkungan industri
dunia yang menghadapi perubahan luar biasa: tantangan pasar, ekspektasi, kompetisi, teknologi,
energi, sekuriti dan kesenjangan antara kapasitas infrastruktur dengan pertumbuhan volume barang
dan tantangan lainnya seperti kecenderungan global dan ekonomi regional. Tantangan pertumbuhan
volume barang yang diakomodasi dengan teknologi menghasilkan container yang dalam
perkembangannya memberikan dampak antara lain pada teknologi perkapalan, sistim pelabuhan,
jaringan jalan dan intermodal.

Sebuah Visi akan semakin kuat dan berdampak lebih besar pada penentuan arah kebijakan bila
dilengkapi dengan “Goals” (Sasaran) yang ‘solid’. Selain sasaran dalam bentuk tahun (2025) yang

43
tertulis diatas, sasaran lain yang dapat dipertimbangkan untuk dijadikan fokus juga adalah seberapa
jauh (dalam %) penurunan biaya logistik nasional yang ingin dicapai pada tahun 2025 tersebut.
Penentuan sasaran ini perlu diformulasikan dengan lebih seksama dan detail, sehingga studi lebih
lanjut perlu dilakukan oleh Komite Logistik Indonesia (KLI) yang direkomendasikan untuk dibentuk.
Secara lebih luas, tujuan yang ingin dicapai dari penetapan Visi Logistik Nasional adalah:

a. Memperbaiki sistem distribusi domestik sehingga setiap simpul ekonomi di semua daerah bisa
terhubung, dan menjadikan logistik domestik Indonesia terintegrasi.
b. Mendukung ekspor dengan mempermudah aliran barang dari sentra produksi sampai ke
pelabuhan dan terhubung dengan jaringan internasional.
c. Prioritas pembangunan infrastruktur berdasarkan moda transportasi dan geografi yang akan
memberi dampak ekonomi terbesar secara jangka panjang.
d. Memberi arahan yang jelas pada setiap departemen, pemakai jasa logistik dan penyedia jasa
logistik, agar terjadi sinkronisasi dalam membangun sistem logistik nasional.
e. Pada akhirnya, menurunkan biaya logistik nasional, meningkatkan kecepatan pergerakan barang
di Indonesia dan meningkatkan daya saing nasional dalam pasar global.

4.2. Strategi Logistik Indonesia

Visi menentukan prioritas karena visi menentukan sasaran. Dalam upaya pencapaian suatu sasaran,
diperlukan Strategi, yaitu berupa prioritas cara mencapai Visi tersebut. Strategi umumnya
diimplemetasikan dalam bentuk rencana aksi, yang sering pula disebut peta jalan (road map). Road
map memberi gambaran tentang tahapan pelaksanaan pembenahan yang perlu dilakukan.

Strategi logistik nasional, sebagai metoda untuk mencapai Visi logistik nasional, dibutuhkan karena:

a. Industri logistik merupakan kepentingan nasional untuk perdagangan dan pembangunan,


b. Dampak eksternalnya sangat signifikan umpamanya pada transport security dan emission,
c. Memuat road map pengadaan infrastruktur yang merupakan basis keberhasilan industri logistik,
d. Mengatur mekanisme kordinasi mengingat kebijakan pemerintah dan tanggung jawab
administratip terbagi-bagi,
e. Menjadi rujukan bagi sektor swasta dalam perencanaan bisnis.

Inventarisasi permasalahan yang ada yaitu kesenjangan antara kondisi sekarang dengan kondisi
yang diharapkan dapat memberikan kita pijakan awal untuk kita menentukan arah perubahan dan
perbaikan yang kita perlukan.

Strategi Logistik Nasional disusun dengan tetap berpedoman pada hal-hal sebagai berikut :

1. Berdasarkan Komoditas Penentu

Luasnya wilayah geografis Indonesia ditambah dengan terbatasnya sumber daya yang dapat
digunakan untuk pengembangan sistem logistik nasional memaksa Indonesia untuk menyusun
prioritas pengembangan. Secara logistik maka prioritas tersebut disusun berdasarkan komoditas
yang ditangani pada jalur logistik nasional tersebut. Dari jenis komoditasnya maka dapat
diketahui jalur dan wilayah yang harus diprioritaskan untuk komoditas tersebut. Secara umum
akan dibagi dua kelompok komoditas, yaitu komoditas unggulan Ekspor dan komoditas penting
untuk konsumsi dalam negeri.

Dengan pendekatan prioritas berdasarkan komoditas maka berarti pendekatan penyusunan


strategi tidak secara departemental, namun digunakan pendekatan spatial dimana hal ini akan
menuntut koordinasi lintas departemen.

2. Lompatan terobosan untuk akselerasi mengejar ketinggalan dalam persaingan dunia

Pada saat ini Indonesia berada pada posisi yang tidak kompetitif dari segi Logistics Performance
Index. Indonesia sedang berbenah untuk memperbaiki layanan logistiknya, pada saat yang sama,
negara lain juga melakukan hal yang sama, sehingga diyakini memperbaiki saja tidak akan cukup

44
untuk meningkatkan daya saing Indonesia relatif terhadap negara lain. Oleh karenanya,
diperlukan lompatan terobosan agar daya saing Indonesia dapat mengimbangi perkembangan
negara-negara lain. Sebagai contoh, lompatan yang dapat dipertimbangkan secara mikro adalah
pengembangan short-sea shipping di wilayah Kalimantan dan Sumatera sebagai alternatif
pengembangan infrastruktur jalan raya, pengembangan logistics support di wilayah laut dalam
untuk menunjang aktifitas eksploitasi kekayaan laut Indonesia, dan lain-lain.

3. Memanfaatkan Aliansi dan Kemitraan

Untuk memaksimalkan hasil dari sumberdaya yang terbatas maka Indonesia harus berpedoman
pada keuntungan dari suatu synergi. Aliansi dan kemitraan dalam pengembangan infrastruktur
logistik nasional bukan saja dalam tataran meningkatkan partisipasi Swasta dalam negeri, namun
juga harus diciptakan suatu iklim investasi yang kondusif yang akan memungkinkan Indonesia
mendapatkan manfaat dari suatu aliansi dan kemitraan antara perusahaan dalam negeri dan
perusahaan Global.

Sesuai dengan komitmen ditingkat ASEAN maka pada tahun 2013 tidak ada halangan lagi bagi
investor asing ASEAN untuk menanamkan modalnya langsung di Indonesia. Perusahaan
Penyedia Jasa Logistik Global yang perannya dalam perkembangan industri logistik akan
semakin besar harus dimanfaatkan oleh perusahaan penyedia jasa logistik lokal baik dari segi
permodalan, Teknologi Informasi, maupun keahlian pengelolaan logistiknya tanpa harus
mengorbankan kepentingan perkembangan industri Logistik Nasional yang lebih luas

Terjadinya konvergensi layanan di bidang logistik akan membuat aliansi dan kemitraan ini juga
memungkinkan terjadinya peleburan perusahaan-perusahaan dari berbagai jenis usaha menjadi
suatu usaha layanan logistik yang komprehensif

4. Pemanfaatan Teknologi Inforrmasi dan Komunikasi

Untuk dapat mencapai tujuan efisiensi, maka strategi Logistik Nasional harus memanfaatkan
sejauh mungkin Teknologi Informasi dan Komunikasi yang terkini. Teknologi Informasi bukan
hanya digunakan untuk meng-automasi proses yang saat ini terjadi namun proses yang mungkin
terjadi dalam pengelolaan logistik juga harus disesuaikan dengan tersedianya teknologi terbaru,
termasuk platform dari sistem logistik yang akan digunakan sehingga efisiensi benar-benar dapat
dicapai.

Penyusunan platform dari sistem logistik akan melibatkan dan menuntuk komitmen bukan saja
dari penyedia jasa logistik, namun juga menuntut komitmen dari produsen dan dari sisi pedagang
(distributor dan pengecer). Pemanfaatan Teknologi Informasi dan komunikasi bukan saja terbatas
pada implementasi Nasional Single Window namun juga dimanfaatkan dalam menyusun sistem
Rantai Suplai Nasional yang akan meningkatkan transparansi dari komoditas yang mengalir
dalam sistem logistik tersebut.

5. Pengelolaan secara efisien

Tujuan akhir dari adanya strategi Logistik Nasional adalah adanya sistem logistik yang efisien
sehingga dapat mendorong ekonomi biaya rendah dan meningkatkan daya saing dari produk-
produk nasional. Karenanya, implementasi dari strategi Logistik Nasional akan sangat bergantung
pada pengelolaan berbagai aktifitas lintas departement yang efisien. Pengelolaan yang efisien
menuntut koordinasi lintas departemen yang baik.

Sinkronisasi dari berbagai peraturan dan rencana kerja pengembangan infrastruktur lintas
departemen harus secara berkesinambungan dilakukan agar sumberdaya yang terbatas betul-
betul memberikan hasil yang maksimal.

6. Mengutamakan kepentingan Nasional

Seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 maka kepentingan nasional harus
diutamakan. Selain untuk meningkatkan daya saing nasional, membantu meningkatkan

45
kemakmuran rakyat dengan memfasilitasi perdagangan barang-barang yang dihasilkan oleh
daerah, Logistik Nasional juga harus dapat membantu menjaga kestabilan keamanan nasional
dengan menjamin distribusi yang murah dan lancar dari bahan-bahan pokok yang dibutuhkan
oleh rakyat.

Bagian terpenting dalam mengembangkan Logistik Nasional yang juga diamanatkan dalam
Undang-undang Dasar 1945 adalah mengembangkan kompetensi dari sumber daya manusia
Indonesia. Keahlian di bidang logistik yang dimiliki oleh negara-negara lain harus dengan segera
diserap dan dikapitalisasi oleh komunitas logistik Indonesia melalui pelatihan-pelatihan atau
pendidikan-pendidikan.

Disamping itu, Logistik Nasional juga harus dapat menjawab tantangan logistik pada kondisi
darurat seperti darurat bencana alam atau darurat perang. Sistem Logisitk Kemanusiaan
(Humanitarian Logistics System) harus diagendakan agar negara selalu dalam keadaan yang
lebih siap membantu rakyatnya.

Dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang telah terjadi di external (yaitu adanya tekanam
komitmen di tingkat regional maupun global, perubahan peta pasar, persaingan, peraturan tentang
transportasi multi-modal, perkembangan teknologi informasi, keamanan dan adanya keterbatasan
kapasitas) dan dengan menilik pada kekuatan dan kelemahan berbagai faktor dalam logistik nasional
pada saat ini, maka Strategi Logistik Indonesia akan mengutamakan strategi pada ”6 (enam) faktor
penentu logistik nasional” atau ”the 6 (six) major national logistics drivers”, yaitu:

- Komoditas Penentu (Key Commodities),


- Peraturan dan Perundangan (Laws and Regulations),
- Prasarana dan Sarana (Infrastructure),
- Sumber Daya Manusia dan Manajemen (Human Resources and Management),
- Teknologi Informasi dan Komunikasi (Information and Communication Technology)
- Penyedia Jasa Logistik (Logistics Service Providers).

Strategi logistik nasional tersebut dapat diilustrasikan dalam model ”anak panah” dan Statement
lengkapnya sebagai berikut:

“Progressive L&R and adequate WWI would provide platform for professional
logistics HRM, advance logistics ICT and world class LSP to drive strategic KCF
adding best values to the country’s competitiveness”

“Peraturan dan Perundangan yang progresif dan Infrastruktur yang memadai akan menjadi landasan
bagi Sumber Daya Manusia dan Manajemen logistik yang professional, Teknologi Informasi dan
Komunikasi logistik yang maju, dan Penyedia Jasa Logistik yang berkelas dunia untuk mendorong
Komoditas / Industri Penentu memberi nilai tambah terbaik bagi daya saing Negara”.

a. Komoditas Penentu

Kebijakan logistik nasional harus merupakan kebijakan logistik yang mendukung kinerja dan
pengembangan komoditi utama nasional. Kebijakan harus disusun berdasarkan komoditas penentu

46
(key commodities) atau industri kunci dari seluruh kegiatan logistik di Indonesia. Komoditas
Perdagangan dan Perindustrian tersebut mencakup kebutuhan Domestik maupun Internasional.
Sesuai dengan prinsip kegiatan logistik, maka komoditas kunci terebut ditentukan bukan oleh
nilai/harganya, tetapi dari volume atau beratnya.

b. Peraturan dan Perundang-undangan

Kebijakan logistik nasional harus mencakup upaya sinkronisasi dan penyempurnaan peraturan
perundangan (laws dan regulations) yang telah ada, atau menyiapkan peraturan perundangan yang
baru apabila diperlukan, dalam kerangka memberikan “payung hukum” yang sesuai untuk tercapainya
5 (lima) komponen strategi logistik nasional lainnya. Kebijakan logistik juga harus meliputi peraturan
perundang-undangan yang melindungi kepentingan sektor logistik secara khusus dan kepentingan
negara pada umumnya.

Selain pembuatan dan sinkronisasi dari peraturan-peraturan, juga digarisbawahi pentingnya upaya
penegakan hukum (law enforcement) agar peraturan-peraturan yang dibuat dapat efektif dijalankan
oleh para pelaku.

c. Infrastruktur

Kebijakan logistik nasional harus menentukan lintasan distribusi optimal untuk rencana arus
komoditas penentu (key commodity) tersebut diatas. Yang dimaksud dengan lintasan optimal adalah
lintasan dengan biaya termurah, waktu tersingkat dan jarak terpendek. Lintasan optimal ini
membutuhkan jenis dan lokasi (“apa dan dimana”) dari infrastruktur (prasarana dan sarana) yang
mendukungnya. Infrastruktur adalah “landasan” dari strategi logistik nasional. Kebijakan logistik
nasional akan menetapkan rencana pembangunan, penataan kembali dan pengembangan
infrastruktur logistik nasional secara bertahap.

d. Sumber Daya Manusia dan Manajemen

Kebijakan logistik nasional harus menggariskan kebijakan peningkatan dan pengembangan


kompetensi sumberdaya manusia, termasuk pengembangan institusi lembaga pendidikan bidang
logistic dalam rangka peningkatan kompetensi, yang pada gilirannya akan memperbaiki kinerja
tempat SDM tersebut berkarya.

e. Teknologi Informasi dan Komunikasi

Kebijakan logistik nasional harus menentukan arah pembangunan jaringan teknologi informasi, dan
intensifikasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk menunjang kualitas dan kinerja
sektor logistik nasional sehingga mampu memonitor pergerakan arus barang setiap saat pada semua
simpul lintasan distribusi dan juga mempermudah transaksi antara berbagai pihak yang terkait dalam
rantai suplai.

f. Penyedia Jasa Logistik

Kebijakan logistik nasional harus fokus untuk memberdayakan jasa-jasa yang terkait dengan logistik,
dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para penyedia jasa logistik untuk
mengembangkan usahanya dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional dalam arti yang luas
termasuk perusahaan penyedia jasa logistik (Logistics Service Provider - LSP) milik lokal, agar lebih
professional dan memiliki daya saing, tidak saja dalam skala lokal tetapi juga global. Seluruh upaya
pemberdayaan tersebut harus tetap berpegang pada prinsip bahwa tujuan utama kegiatan logistik
adalah “High Service at Low Cost”.

47
BAB 5
KEBIJAKAN SEKTOR LOGISTIK INDONESIA

Berdasarkan uraian dan pola pikir sebagaimana telah dijelaskan mulai dari bab-1 sampai dengan
bab-4, selanjutnya dirumuskan kebijakan sektor logistik nasional yang akan menjadi basis pijakan
bagi pembenahan dan pengembangan sektor logistik nasional. Secara substantif, uraian dalam bab
ini dibagi atas (a) prinsip-prinsip dasar kebijakan sektor logistik nasional, (b) arah kebijakan sektor
logistik nasional, (c) kelembagaan pengelolaan sektor logistik nasional, (d) evaluasi dan monitoring,
(e) rekomendasi skala prioritas kebijakan.

5.1. Prinsip-prinsip Dasar Kebijakan Sektor Logistik Nasional

Dalam menentukan Kebijakan Logistik, yang merupakan penjabaran dari Strategi Logistik Nasional,
kita harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :

a. Tujuan Utama Kebijakan logistik

Tujuan yang ingin dicapai dari dibuatnya Kebijakan Logistik Indonesia harus jelas, yaitu mengacu
pada Visi Logistik Indonesia, dengan headline ”Visi 2025: Locally Integrated, Globally Connected”,
yang pada pelaksanaannya tetap terfokus pada tujuan akhir dari sistem logistik yang efektif dan
efisien yaitu memberikan pelayanan logistik terbaik (high service) kepada para peserta Rantai Suplai
dengan biaya yang seekonomis mungkin (low cost).

Higher customer service (peningkatan layanan pelanggan) mencakup Customer responsiveness,


Geographic coverage, Delivery time, Reliability of delivery time, Frequency of delivery, Safety and
security of goods, Protection of corporate image, and Value-adding services.

Lower service cost (penurunan biaya layanan) mencakup Transport & storage tariffs, Inventory
holding costs, Product damage or deterioration, Pilferage losses, Insurance costs, Administration,
Customs and other clearances, Bribes and malicious delays, and Social & environmental costs.

Tujuan diatas akan selalu menjadi acuan dan syarat utama untuk meningkatkan daya saing seluruh
sistem logistik di Indonesia, yang pada gilirannya akan membuat Indonesia mempunyai daya saing di
tingkat global yang lebih baik.

b. Pembagian Peran dari Pemerintah dan Swasta

Dengan keterbatasan sumber daya finansial yang dimiliki oleh pemerintah, maka pihak swasta akan
sangat dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan sistem logistik nasional. Peran dari pihak swasta
bukan hanya dalam hal pendanaan namun juga termasuk hak pengoperasian suatu sub-sistem
logistik dengan jangka waktu tertentu. Pembagian peran ini haruslah jelas dan saling melengkapi,
sedemikian rupa sehingga memberikan hasil yang terbaik untuk mencapai tujuan utama
pengembangan logistik nasional ini.

c. Pembagian Peran dari Pemerintah Pusat dan Daerah

Mengingat sistem Logistik adalah sistem yang terpadu mengintegrasikan seluruh kekuatan ekonomi
nasional, maka kita perlu menentuka peta jalan (roadmap) sebagai suatu dokumen acuan yang
disusun oleh Pemerintah Pusat yang akan dipakai oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah dalam mengembangkan sistem logistik daerahnya, termasuk juga untuk menentukan prioritas
pembangunan dalam rencana pembangunannya.

d. Peran dari Peraturan dan Mekanisme Pasar

Tujuan utama logistik, yaitu layanan yang baik dengan biaya rendah, akan hanya tercapai dalam
dunia bisnis yang berkompetisi. Sistem logistik akan efisien bila pelaksanaannya sejauh mungkin

48
berdasarkan pada mekanisme pasar dan sesedikit mungkin dilakukan pendekatan peraturan-
peraturan dari pemerintah.

e. Prinsip-Pinsip Dasar dari Keterbukaan Akses Industri

Siapa pun pihak yang akan mengembangkan usaha dalam lingkup sektor logistik di Indonesia,
haruslah dapat memperoleh akses yang sama dengan yang lain. Akses tersebut adalah akses
terhadap perijinan (ijin usaha dan ijin teknis), dana dan informasi. Keterbukaan akses yang sama ini
akan menciptakan mekanisme pasar yang baik dan pada gilirannya akan mengembangkan industri
logistik yang baik, efektif dan efisien di Indonesia.

5.2. Arah Kebijakan Sektor Logistik Nasional

Arah kebijakan logistik nasional Indonesia harus selaras dengan Visi logistik nasional Indonesia, yaitu
”Vision 2025: Locally Integrated, Globally Connected”, dalam kerangka mendukung peningkatan daya
saing nasional dan dikelompokkan sesuai dengan model Strategi Logistik Indonesia, yaitu ”the 6 (six)
major national logistics drivers”. Prinsip dasar manajemen logistik, yaitu untuk pencapaian ”high
service, low cost”, juga menjadi acuan dalam pengembangan kebijakan tersebut.

5.2.1. Komoditas Penentu

Komoditas penentu (key commodities) dari seluruh kegiatan logistik di Indonesia utamanya ditentukan
berdasarkan volume atau berat dari komoditas tersebut, bukan nilai/harganya. Komoditas atau
industri penentu tersebut adalah indikator kunci dalam menilai kinerja sektor logistik. Dalam
menyusun kebijakan logistik nasional dibedakan 2 (dua) kepentingan logistik. Pertama adalah strategi
logisitik untuk komoditi ekspor dan kedua, strategi logistik untuk komoditas domestik.

Untuk komoditas ekspor, sesuai acuan yang dipakai oleh Departemen Perdagangan, yaitu “10 produk
Utama dan “10 Produk Potensial”, seperti tertulis di bab 3.1, secara logistik (khususnya secara
metoda pengangkutan), produk-produk tersebut dapat di kelompokkan sebagai berikut:

a. Bahan Baku BBM dan Gas


Untuk Bahan Baku BBM dan Gas karena pelakunya sangat terbatas dan khusus, maka strategi
logistiknya dapat dibuat terpisah dan secara khusus. Strategi logistik untuk produk ini tidak hanya
untuk “barang jadi”-nya saja, tetapi juga menyangkut untuk “barang pendukung produksi”-nya,
yang akan menyangkut strategi dan desain jaringan “supply base” dan sebagainya.

b. Minyak Kelapa Sawit (CPO)


Minyak Kelapa Sawit dalam bentuknya yang cair akan melibatkan tangki-tangki penimbunan dan
alat angkut yang tidak dapat dicampur untuk penggunaan cairan lain. Mengingat luasnya lahan
Kelapa Sawit dan pusat-pusat proses pengolahan minyak Kelapa Sawit tersebar dibeberapa
tempat yang berjauhan, maka solusi logistiknya akan mencakup pengangkutan intermodal
(menggunakan beberapa modal transportasi), dengan melibatkan pipanisasi, truk pengangkut
(truk tangki), kemudian kapal tangki pengangkut atau containerized tanks dengan kapal container
biasa. Daerah asal dari Minyak Kelapa Sawit adalah di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

c. Batu Bara
Sifatnya yang curah dengan nilai per volume yang rendah mensyaratkan moda pengiriman yang
paling murah, yaitu sedapat mungkin menggunakan conveyer belt, kereta api atau truk angkut.
Untuk pengiriman expor, dapat digunakan kapal-kapal angkut bermuatan besar seperti tongkang-
tongkang di dalam negeri dan kapal angkut curah. Daerah asal dari Batu Bara adalah sebagian
besar di Kalimantan dan diekspor baik ke Jepang, Cina, Singapura, Malaysia, Australia dan
penggunaan di dalam negeri di Pulau Jawa

d. Hasil Industri Dalam Kontainer


Banyak dari produk unggulan ekspor adalah hasil industri yang dalam proses pengirimannya
akan dikirim dengan Kontainer standar kapal laut (Kontainer 20 feet atau 40 feet). Yang termasuk
didalamnya adalah komoditi seperti Textile, Alas Kaki, Obat-obatan, Electronik, Suku Cadang

49
Kendaraan Bermotor, Furniture, Kerajinan tangan atau Handicraft, Makanan Olahan, Peralatan
Kantor, dan lain-lainnya. Kebanyakan dari produk-produk ini diproduksi di Pulau Jawa, Bali dan
Sumatera. Industri di Pulau Batam juga menghasilkan komoditi ini namun secara logistik dikirim
langsung ke Singapura. Diharapkan hingga tahun 2025 akan lebih banyak tumbuh tumbuh sentra
industri tujuan ekspor di Kalimantan (untuk yang berbahan dasar kayu dan hasil hutan), Sulawesi
dan Indonesia timur lainnya (untuk pangsa pasar Asia Timur, Polynesia dan Australia).

e. Komoditas Dalam Kontainer


Barang-barang komoditas hasil perkebunan, pertanian dan hutan seperti Kopi, Kakao, maupun
Karet biasanya juga diekspor dalam kemasan Kontainer laut yang standar (Kontainer 20 feet atau
40 feet). Walaupun mungkin bentuk kontainernya lebih spesifik, namun dengan menggunakan
kontainer maka penanganannya jauh lebih mudah dan dapat mempercepat proses perpindahan
dalam hal penggunaan alat angkut intermodal. Komoditas ini banyak dihasilkan dari Sumatera,
Sulawesi, sedikit di Sulawesi dan Pulau Jawa.

f. Hasil Laut
Negara Indonesia yang memiliki wilayah laut hingga 7.9 juta kilometer persegi sudah pasti
mempunyai potensi hasil laut yang sangat tinggi. Walaupun saat ini hasil laut belum terlalu
menonjol, namun dalam penyiapan strategi logistik harus dipersiapkan strategi logistik untuk
mengeksploitasi hasil laut berikut pengangkutannya untuk tujuan ekspor. Khusus untuk hasil laut
ini diperkirakan juga akan membutuhkan pergudangan dan strategi pengangkutan yang khusus
yaitu dengan sistem suhu terkontrol dibawah nol. Diperkirakan hasil laut akan lebih banyak
berasal dari Indonesia Bagian Timur.

Untuk keperluan Domestik, selain volume/bentuk fisiknya, faktor lain dari komoditas yang perlu juga
diperhatikan adalah faktor nilai komoditas terhadap kemajuan perekonomian dan nilai strategis dari
komoditas tersebut, dikaitkan dengan kepentingan rakyat banyak (misalnya kebutuhan dasar rakyat).
Karena itu untuk kebutuhan domestik diidentifikasikan beberapa komoditas penentu sebagai berikut:

a. BBM dan Gas untuk konsumsi dalam negeri (finished product)


Bahan Bakar Minyak dan Gas untuk konsumsi rakyat memegang peran yang sangat vital dalam
menjaga kestabilan keamanan. Seluruh lapisan rakyat demikian tergantung pada ketersediaan
bahan bakar minyak dan gas ini. Selain harganya yang telah diatur sama rata di seluruh wilayah
indonesia yang sangat luas, tantangan lainnya adalah dalam hal penyiapan strategi pemenuhan
permintaan untuk berbagai pelosok wilayah di Indonesia yang terdiri dari aktifitas penimbunan
dan pengirimannya. Ketersediaan dari BBM ini di wilayah laut dalam akan sangat membantu
nelayan dalam mengeksploitasi hasil laut Indonesia.

b. Hasil Pertanian (curah)


Hasil Pertanian “curah” disini termasuk Padi, Jagung, Kacang Kedelai dan hasil pertanian lainnya.
Hasil pertanian ini biasanya dikemas dalam bentuk karung. Sebagai hasil pertanian, sistem
logistiknya tidak cukup hanya menyoroti pengangkutannya saja, namun harus diintegrasikan
dengan proses penanganan paska panennya agar nilai dari hasil pertanian tersebut dapat
mencapai nilai maksimalnya. Selain penanganan paska panen, masalah strategi penimbunan
juga sangat berpengaruh dalam mengendalikan harga komoditas tersebut, khususnya untuk
komoditas beras yang menjadi kepentingan rakyat banyak.

c. Semen
Semen menjadi suatu komoditi yang khusus karena komoditi ini menjadi komoditas yang
menentukan dalam kelancaran pembangunan fisik. Pembangunan fisik memerlukan semen dan
tidak semua wilayah merupakan penghasil semen, karenanya strategi penimbunan dan
penyaluran semen akan menjadi faktor yang kritis untuk tetap menjaga kestabilan keamanan di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komoditas ini juga harus ditangani khusus
karena umumnya komoditas lain tidak dapat dicampur dengan Semen mengingat bentuknya yang
berupa bubuk yang dapat mengkontaminasi komoditas lain.

d. Pupuk
Pupuk adalah komoditas yang sangat penting untuk mendukung hasil pertanian dan perkebunan.
Sebagai negara agraris, maka sebagian besar penduduk Indonesia masih mengandalkan hasil

50
pertanian dan perkebunannya. Untuk meningkatkan produktifitas hasil kebun dan pertanian maka
pemerintah harus memastikan pupuk yang tepat tersedia di wilayah-wilayah tanam pada saat
yang tepat. Penanganan logistik pupuk memerlukan penanganan khusus karena sifat dari
barangnya yang mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya bagi kesehatan.

e. Komoditas Konsumsi Berbentuk Cairan


Komoditas dalam bentuk cairan memerlukan sarana penampungan dan angkutan yang sedikit
berbeda dengan komoditas lainnya. Yang termasuk di antaranya adalah Minyak Goreng yang
termasuk sebagai Sembilan bahan Pokok dan Susu yang merupakan suatu hasil peternakan
rakyat yang harus dikembangkan.

f. Komoditas Konsumsi Lainnya


Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang-barang konsumsi lain selain yang telah
disebutkan di atas yang mempunyai karakter produk yang umum atau dapat dikategorikan
sebagai general cargo. Secara logistik, penanganan komoditas ini umumnya dapat dilakukan
dengan infrastruktur yang standar, seperti truk, kapal, kontainer, dan lainnya.

Dengan mengetahui prioritas komoditas tersebut, maka seluruh sistem logistik nasional yang
dipersiapkan akan mengacu pada kebutuhan spesifik dari komoditas tersebut. Wilayah atau daerah
asal dan tujuan dari arus komoditas kunci tersebut tentu harus diperhatikan pula. Kawasan sumber
komoditas dan area tujuan pengiriman komoditas tersebut harus dipetakan agar pemerintah daerah
terkaitpun juga dapat mengintegrasikan strategi ini dengan strategi pembangunan lokalnya.

Studi yang lebih mendalam untuk setiap kelompok komoditas di atas masih harus dilakukan oleh ahli
yang menguasai betul industri dari setiap kelompok komoditas tersebut berikut permasalahan yang
saat ini dihadapi hingga tingkat mikronya agar solusi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi biaya
logistiknya dapat diformulasikan. Pendekatan yang mungkin bisa dipakai untuk menentukan
komoditas penentu utama dari sisi volume, adalah dengan memanfaatkan prinsip/formulasi “Pareto”.
Prinsip “Pareto”, yang biasa dikenal dalam ilmu manajemen persediaan (inventory management)
dapat digunakan sebagai pendekatan dalam menentukan komoditas kunci tersebut. Prinsip “pareto”
menyebutkan bahwa 80 (delapan puluh) persen volume produk yang dikelola oleh suatu entitas
berasal dari 20 (dua puluh) persen dari jenis produk (“items) yang dikelola. Dengan menerapkan
prinsip “Pareto” tersebut, kita akan dapat menyimpulkan ‘ranking’ dari tingkat keutamaan dari
komoditas penentu yang dimaksud.

5.2.2. Peraturan dan Perundang-undangan

Mengingat bahwa selama ini belum ada upaya untuk mengkoordinasi dan mensinkronisasi peraturan
dan perundang-undangan yang terkait dengan sektor logistik nasional, maka diperlukan penyesuaian-
penyesuaian dalam bentuk:

- Peraturan-peraturan baru, bila diperlukan


- Penyempurnaan dan/atau perubahan peraturan-peraturan lama
- Penyelarasan peraturan pusat dan daerah
- Penyesuaian dan/atau perubahan dalam struktur administrasi dan organisasi pemerintahan yang
terkait untuk suksesnya implementasi strategi logistik nasional ini.

Upaya penyempurnaan peraturan dan perundang-undangan ini perlu ada skala prioritas, misalnya,
peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan Bea Dan Cukai harus terus diperbaharui dan
disosialisasikan dengan cepat mengingat perkembangan yang pesat dari perjanjian-perjanjian
bilateral, multilateral, perjanjian Kawasan Asean, dan perjanjian kawasan lainnya. Fokus juga perlu
diberikan kepada peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan pengangkutan barang-barang
dan transportasi (khususnya multi modal transport), mengingat kinerja bidang transportasi ini masih
jauh dari tujuan utama logistik, yaitu “High service, Low cost”.

Perbandingan atas peraturan-peraturan dengan negara lain (benchmarking) juga harus dilakukan
untuk memastikan bahwa peraturan-peraturan yang berlaku benar-benar mencerminkan langkah
menuju efisiensi. Sebagai contoh, peraturan pengawakan suatu kapal ferry atau pesawat udara harus

51
ditinjau terus menerus dan dibandingkan dengan praktek yang berlaku dinegara lain sehingga
mendapatkan jumlah yang paling efisien namun masih tetap menjunjung tinggi faktor keamanannya.

Untuk pengaturan usaha penyedia jasa logistik misalnya, pemerintah dapat mengacu pada cakupan
jasa di bidang Logistik seperti di definisikan oleh World Trade Organization, dan sesuai yang
tercantum pada dokumen ASEAN Roadmap for Logistics Integration, yang telah disepakati oleh
pemerintah Indonesia. Seperti disebutkan juga dalam bab-2, cakupan ini terdiri dari 11 sektor dan
dikelompokkan dalam 3 Tier (detail penjelasan pembagian Tier ini dapat dilihat di lampiran-iv), yaitu:
- TIER I : Core Freight Logistic Services
- TIER II : Related Freight Logistic Services
- TIER III : Non-Core Freight Logistic Services

Disisi lain dari Peraturan dan Perundang-undangan adalah masalah Penegakan Hukum (Law
Enforcement). Peraturan yang sudah disusun dapat tidak berfungsi dengan baik apabila tidak
dilakukan law enforcement disemua lini. Mengingat keterbatasan kuantitas maupun pengetahuan dari
aparat Kepolisian Republik Indonesia, maka demi efektifitas penegakan hukum setiap departemen
diharapkan dapat menentukan pelanggaran-pelanggaran mana yang dikategorikan pelanggaran tata
tertib dan pelanggaran mana yang dianggap sebagai tindakan pidana, serta kemudian menetapkan
sanksi-sanksi yang sifatnya adalah pembinaan yang langsung dapat diterapkan dilapangan oleh
aparat-aparat dari departemen dan asosiasi terkait dengan mekanisme pengendalian melalui
pendekatan sertifikasi profesi.

Sertifikat Profesi dapat dijadikan salah satu syarat untuk mendapatkan izin operasional suatu usaha
dan suatu pelanggaran yang dilakukan pada tingkat yang terberat dapat berakibat pada pencabutan
sertifikat profesi yang dimiliki operator yang pada akhirnya akan dapat mempengaruhi status izin
operasional dari perusahaan tersebut.

Pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya pidana dapat dilaporkan untuk dapat ditindak lanjuti oleh
pihak Kepolisian Republik Indonesia. Diharapkan dengan pembagian tugas seperti ini maka peraturan
yang telah dikeluarkan akan ditaati oleh semua pelaku dalam rantai suplai.

5.2.3. Infrastruktur

Pengembangan infrastruktur logistik nasional mengacu pada rancangan lintas distribusi optimal
(jaringan logistik) nasional yang didorong oleh rencana pengembangan industri nasional yang sudah
menentukan jenis industri dan clusters-nya. Rancangan tersebut menentukan jenis dan lokasi
infrastruktur yang diperlukan, sehingga pemerintah Indonesia dapat memfokuskan sumber dayanya
yang terbatas untuk meningkatkan infrastruktur yang benar-benar dibutuhkan saja, dan sebaliknya
menunda rencana pengembangan infrastruktur yang tidak atau belum dibutuhkan.

Untuk mendapatkan sistem logistik yang efisien maka perencanaan sistem logistik harus
menterjemahkan efisiensi menjadi kecepatan. Efisiensi dapat dicapai dengan peningkatan kecepatan
arus barang. Karena itu, perencanaan pembangunan infrastruktur harus terus mengupayakan untuk
menghilangkan hambatan-hambatan dalam suatu arus barang, termasuk juga meminimalisir faktor-
faktor non teknis yang akan dapat menimbulkan perlambatan dalam arus barang.

a. Pelabuhan Laut

Faktanya bahwa 90% barang yang diekspor, dan 84% barang angkutan domestik adalah
menggunakan angkutan laut, maka dalam perencanaan pengembangan infrastruktur, konsentrasi
yang lebih harus diarahkan ke infrastruktur untuk angkutan laut dan intermodal angkutan laut dengan
angkutan darat yang mendukungnya.

Kongesti di Pelabuhan Laut harus dihindari dengan melakukan percepatan proses penanganan arus
barang. Kerjasama yang baik antara instansi yang terlibat dalam proses import maupun ekspor harus
ditingkatkan sehingga barang yang diproses tidak kehilangan waktu duduk diam dipelabuhan hanya
karena informasi status pemrosesan barang yang masih simpang siur. Pengenaan biaya gudang
yang tinggi untuk barang yang tidak bergerak dapat dijadikan pemicu agar semua pihak benar-benar
fokus untuk mempercepat pemrosesan barang.

52
Jam kerja di pelabuhan, pembatasan jam angkutan jalan raya dan jam kerja di gudang-gudang dari
kalangan industri harus disinkronkan agar utilisasi pelabuhan udara maupun laut dapat ditingkatkan
hingga 24 jam sehari. Masalah penumpukan kontainer kosong harus diupayakan agar tidak
mengganggu kelancaran arus kontainer yang isi. Pembangunan depo-depo kontainer (khususnya
untuk kontainer yang kosong) harus diperbanyak dan dibangun bukan didekat pelabuhan, namun
mendekat ke sentra industri.

Untuk pembentukan jaringan logistik/distribusi optimal, dalam jangka pendek (5 tahun kedepan),
pemerintah dapat tetap mempertahankan pelabuhan Singapura sebagai hub internasional bagi
Indonesia dalam rangka perdagangan terutama dengan kawasan Asia Selatan, Afrika dan Eropah,
dan Negara-negara lain. Untuk jangka yang lebih panjang, sebelum tahun 2025, pemerintah harus
mempertimbangkan untuk membatasi jumlah pelabuhan yang dapat digunakan untuk aktifitas ekspor
dan impor, dari saat ini 25 pelabuhan menjadi hanya 2-3 pelabuhan saja (pelabuhan gerbang
international / International Gateway Port) untuk mengendalikan arus barang impor dan mendorong
kemajuan perekonomian nasional.

Pelabuhan yang dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan sebagai International Gateway Port
adalah Batam atau Sabang sebagai pengganti Singapura di bagian barat untuk melayani
perdagangan dengan Negara-negara dikawasan Asia Selatan, Afrika dan Eropa. Sedang untuk di
bagian Timur. pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara atau Balikpapan atau pelabuhan lain di kawasan
Indonesia Timur dapat dipertimbangkan untuk dikembangkan sebagai International Gateway Port
yang akan mengakomodasi jalur perdagangan terutama dengan Cina, Korea, Jepang, Australia dan
Amerika. Selain itu, dapat dipertimbangkan juga pengembangan pelabuhan Tanjung Perak di Jawa
Timur atau Bali sebagai gerbang internasional pendukung untuk melayani perdagangan ekspor/impor
ke/dari Australia. Pelabuhan lain di Indonesia diluar pelabuhan gerbang internasional tersebut dapat
difungsikan sebagai pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan.

Mengingat bahwa arus komoditas berbeda memerlukan jaringan infrastruktur yang berbeda pula,
maka output dari penentuan komoditas penentu diatas akan bisa dipakai untuk menyempurnakan
kebijakan yang sudah ada saat ini. Misalnya pada UU no. 17 tahun 2008 tentang pelayaran, yang
mengamanatkan rancangan tertentu tentang letak dan fungsi pelabuhan utama, pengumpul dan
pengumpan, bila nantinya ada komoditas penentu yang tidak efisien dan efektif untuk dilayani oleh
jenis dan letak pelabuhan yang ada, maka perlu dilakukan penyesuaian berdasarkan kebutuhan
tersebut.

b. Angkutan Penyeberangan (Ferry)

Peran dari angkutan Ferry sebagai juga dapat lebih ditingkatkan untuk mempercepat arus barang
antar pulau di Indonesia. Ferry dengan karakteristiknya sebagai ‘penghubung angkutan jalan raya
yang terpisahkan oleh laut’ mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan Angkutan Laut
pada umumnya, yaitu :

- Pelayanannya regular sehingga lebih dapat diprediksi jadwalnya


- Mendapat prioritas untuk melakukan sandar (bongkar muat)
- Dapat beroperasi 24 jam non-stop
- Kapal Ferry lebih cepat dan flexible dapat melakukan sandar dipelabuhan tanpa layanan kapal
pandu.

Walaupun biaya angkutan Ferry relatif lebih tinggi dari Angkutan Laut pada umumnya, namun
perbedaan biaya itu pada umumnya dapat dikompensasikan dengan manfaat yang diterima karena
kecepatan angkutan berarti penghematan dalam inventory atau nilai ekonomis komoditas lebih tinggi.

Kenyataannya bahwa kehadiran kapal ferry yang berjadwal dan cepat itu disuatu daerah dapat
secara langsung menjamin pasokan suatu barang, maka secara langsung pula menyeimbangkan
pasokan dan permintaan atas suatu barang sehingga dapat menurunkan harga barang ke tingkat
ekonomisnya.

53
Peningkatan peran angkutan Ferry untuk mempercepat arus barang ini harus dibarengi dengan
peraturan yang mendorong efisiensi operasionalnya. Kebijakan mengenai pengoperasian dan
pengawakan Ferry yang saat ini cenderung kurang kompetitif dibandingkan dengan praktek yang
terjadi di negara tetangga harus dirubah agar industri Ferry ini dapat tetap kompetitif. Sebagai contoh
bahwa peraturan pengawakan untuk kapasitas kapal yang sama di Indonesia saat ini memerlukan 5-6
kali jumlah awak yang berlaku di negara tetangga. Penerapan Standard International Safety
Management Code dapat digunakan untuk menggantikan aturan lokal, terutama di era free-trade
seperti sekarang ini.

c. Angkutan Darat (Jalan Raya dan Kereta Api)

Transportasi barang melalui jalur kereta api sebaiknya diaktifkan kembali, khususnya sebagai feeder
dari kawasan industri ke pelabuhan laut, karena lebih murah biayanya dibanding angkutan jalan raya.
Jalur-jalur kereta seharusnya dapat diaktifkan dan perpanjang hingga masuk jauh ke dalam
pelabuhan maupun ke sentra industri sehingga dapat dicapai efisiensi yang tinggi dalam penggunaan
intermodal transportation.

Untuk angkutan jalan raya, jalan bebas hambatan merupakan pilihan yang disukai karena selain
dapat meningkatkan kecepatan rata-rata angkutan barang, jalan bebas hambatan juga sekaligus
menghilangkan faktor hambatan yang biasa terjadi pada jalur jalan raya biasa (misalnya:
pemeriksaan di jalan raya, kriminalitas, jembatan timbang, dan lain-lainnya).

Volume muatan yang akan melintasi prasarana jalan raya atau rel kereta api akan menjadi penentu
efisiensi dari investasi tersebut. Karena itu, bila dilihat untuk jangka pendek dan menengah, wilayah
yang dianggap cukup mempunyai volume muatan angkutan untuk tingkat efisiensi angkutan darat
adalah di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.

Angkutan Kereta Api harus menjadi pilihan terbaik dalam membangun poros transportasi dari sentra
industri ke pelabuhan laut, ataupun antar pelabuhan laut. Untuk di Jawa, yang jaraknya tidak terlalu
jauh dan memiliki kepadatan wilayah industri yang cukup padat, target pada tahun 2013 adalah
menghubungkan pelabuhan laut strategis yaitu Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Mas di Semarang
dan Tanjung Perak di Surabaya, dan dimungkinkan diteruskan hingga ke Banyuwangi untuk
penerusan ke Bali. Untuk Sumatera, yang saat ini sangat minim jaringan Kereta Api maupun
infrastruktur jalan rayanya, ditargetkan sudah memiliki jaringan Kereta Api yang menghubungkan
kota-kota / pelabuhan penting di Sumatera pada tahun 2015.

Jaringan Kereta Api ini harus didukung oleh Jaringan Jalan raya yang akan memberi akses lebih jauh
kepedalaman. Keseluruhan jaringan Kereta Api dan Jalan Raya harus dikembangkan dalam suatu
cetak biru secara bersama-sama antara penyelenggara angkutan Kereta Api dan Penyelenggara
Angkutan Jalan Raya.

d. Angkutan Udara

Untuk pengembangan pelabuhan udara guna penanganan arus barang tujuan ekspor dan impor,
pendekatannya sedikit berbeda karena selain volumenya yang tidak terlalu besar (hanya kurang dari
4% volume barang yang diangkut lewat udara) juga tidak bisa dilepaskan dari arus penumpangnya.
Pengembangan fasilitas penanganan kargo angkutan udara akan mengikuti pengembangan bandar
udara (untuk penumpang)-nya. Semakin banyak arus penumpang, maka semakin banyak kapasitas
kargo yang dilayani. Semakin banyak kapasitas kargo yang dapat dilayani maka semakin
dikembangkanlah fasilitas kargonya.

Selain Jakarta, maka Bali adalah bandar udara yang fasilitas kargonya dapat ditingkatkan untuk lebih
baik dalam melayani arus barang ekspor ke wilayah regional Australia, Timor Leste dan Polynesia. Di
bagian barat Bandar udara Medan dapat ditingkatkan fasilitas kargonya untuk dijadikan gerbang pintu
masuk untuk lalulintas untuk wilayah Sumatera. Sebelum tahun 2025, Manado merupakan wilayah
yang berpotensi untuk berkembang arus penumpangnya (untuk tujuan wisata) dan menduduki posisi
yang cukup strategis untuk menjadi hub bagi negara negara Australia, Malaysia, Philipina, China dan
Taiwan, Korea, Jepang karena posisinya yang cukup sentral.

54
e. Sentra Industri dan Standarisasi

Salah satu hambatan yang ada dalam karakter arus barang di Indonesia guna mencapai efiiensi
adalah masalah arus barang yang tidak seimbang. Saat ini arus barang ke arah timur Indonesia relatif
jauh lebih besar dari sebaliknya. Situasi ini menyebabkan biaya pengiriman ke arah timur harus
menanggung beban kembalinya alat angkut ke arah barat. Pada gilirannya, pelayaran yang melayani
rute tersebut berupaya untuk dapat menutup biaya pengiriman dengan memaksimalkan kargo yang
akan dibawanya kembali. Upaya ini seringkali akan mengorbankan kualitas layanan pelayaran yang
lebih penting, yaitu transit time dan kepastian jadwal. Dengan tidak adanya kepastian jadwal, maka
secara keseluruhan hal ini akan mendorong para produsen dan pedagang untuk meningkatkan
persediaan inventory-nya. Penambahan inventory secara keseluruhan akan meningkatkan biaya
logistik perusahaan yang akan membuat menurunnya daya saing perusahaan tersebut.

Begitu juga dengan arus barang dari Singapura ke Jakarta (import) jauh lebih besar dari muatan
kembali ke Singapura. Disamping masalah biaya, situasi ini juga menyebabkan banyaknya kapal
asing yang kembali ke Singapura dengan muatan jauh di bawah kapasitas, banyak kontainer kosong
yang tertimbun di Jakarta, dan hal ini juga menyebabkan pelayaran nasional menjadi sulit bersaing
untuk mendapatkan volume pengiriman. Dalam jangka panjang situasi ini akan dapat membuat
industri pelayaran nasional mati karena kalah bersaing dengan raksasa pelayaran dunia.

Karena itu keseimbangan arus barang harus diupayakan semaksimal mungkin baik dalam konteks
domestik maupun internasional. Dampak dari penerapan Otonomi Daerah, yang diyakini akan
membuat perkembangan perekonomian tidak lagi berpusat di Jakarta atau Jawa, akan membawa
perubahan ekonomi yang signifikan terutama di area Kalimantan, Sulawesi, Papua dan kawasan
Indonesia Timur lainnya. Hal ini diharapkan juga memperbaiki ketidak-seimbangan arus barang yan
gada saat ini. Pembangunan sentra-sentra industri di daerah-daerah tersebut juga haruslah
direncanakan dengan matang sehingga ketersambungan mereka dengan pelabuhan terkait secara
baik dapat mendukung kelancaran arus barang yang dimaksud.

Dari segi produksi, untuk dapat meningkatkan efisiensi dari segi pergudangan maupun dari segi
transportasinya, maka para produsen harus menggunakan satu standar yang berkaitan dengan
kemasan dan unitisasi. Standarisasi ini menjadi lebih penting bilamana akan menggunakan
intermodals transportation.

Standarisasi dapat dimulai dari penggunaan ukuran kontainer hingga ke ukuran pallet. Standarisasi
ini akan dapat dijadikan pegangan dalam pengembangan alat angkut yang efisien, misalnya
standarisasi ukuran boks truk, ukuran pintu gerbong kargo kereta api, dan sebagainya. Pemerintah
harus ikut mendorong terwujudnya standarisasi ini karena standarisasi ini menyangkut kepentingan
dari berbagai pihak yang saling bersaing.

f. Partisipasi Swasta dan Kepentingan Umum


Selain pada penyediaan infrastruktur yang memungkinkan peningkatan kecepatan arus barang,
strategi logistik juga seharusnya didukung dengan peraturan-peraturan dan insentif yang akan
mendorong para pelaku untuk melakukan investasi pada jenis kendaraan yang lebih baru dan lebih
cepat (misalnya kapal baru yang lebih cepat dan luas, Truk yang lebih baru dan lebih kuat, bahkan
penggunaan pesawat terbang yang lebih baru dan lebih hemat bahan bakar).

Kebijakan yang memberikan peluang kepada Swasta untuk membangun sekaligus menjadi operator
fasilitas pelabuhan (UU Pelayaran No17/April 2008) adalah langkah yang dianggap tepat untuk
melibatkan modal swasta dalam meningkatkan kualitas infrastruktur.

Selain penentuan jenis dan lokasinya, perlu juga dilihat bahwa infrastruktur tersebut adalah
infrastruktur publik (umum), sehingga perlu dibuat kerangka kebijakan terkait, yaitu mencakup:

- Bidang Keuangan Dan Pengelolaan Umum


Memberikan arahan perihal peraturan investasi dan aturan pengelolaan badan secara umum
dibidang logistik (misal: investasi langsung oleh badan usaha asing, kerjasama dengan badan
asing) demi percepatan terciptanya sistem logistik yang efisien.

55
- Hak Penggunaan Atas Prasarana dan Sarana Umum
Membuat ketetapan atas hak penggunaan atas prasarana dan sarana umum untuk kepentingan
logistik. Ketetapan ini harus membedakan kepentingan logistik untuk barang-barang komersial,
sembilan bahan pokok, obat-obatan darurat, layanan pos standard, kebutuhan pertahanan
negara dan barang-barang kebutuhan dalam kondisi darurat kemanusiaan.

- Kebijakan Cost Recovery Dan Tariff (Harga)


Memberikan arahan kepada Departemen Keuangan perihal peraturan cost recovery dan tariff
untuk layanan yang menggunakan prasarana dan sarana umum yang ujungnya akan
meningkatkan return on investment atau memperpendek payback periode. Hal ini semata-mata
untuk menarik investor untuk menanamkan investasinya dibidang prasarana dan sarana logistik.

- Prioritas Dalam Investasi Prasarana dan Sarana Umum


Memberikan arahan jenis-jenis infrastruktur, kapasitas, spesifikasi umum, dan dilokasi mana saja
yang harus ditingkatkan dalam kurun waktu 5, 10, dan 20 tahun mendatang, termasuk
infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (hardware dan software) yang menunjang
kegiatan logistik, serta arah pengembangan teknologi lainnya, seperti kendaraan (truk, kapal laut,
pesawat udara, yang hemat energi), peralatan logistik, dsn lain-lain.

- Perencanaan Tata Ruang (Land Use)


Berdasarkan fokus komoditas dan pengembangan wilayah menuangkan strategi dalam bentuk
kebijakan Tata Ruang Wilayah Nasional yang sekaligus menggambarkan jalur-jalur lalu lintas
Logistik Utama, Jalur-jalur pengumpan berikut moda transportasinya.

Studi yang lebih dalam perlu dilakukan untuk peningkatan efisiensi dari jalur-jalur lintasan barnag
yang saat ini volumenya sangat tinggi. Selain meniadakan hambatan-hambatan agar lebih efisien,
studi tersebut juga harus meninjau alternatif-alternatif lokasi infrastruktur dan moda angkutan yang
paling ideal untuk mendapatkan efisiensi maksimal untuk jalur tersebut yang dikaitkan dengan
komoditas yang mengalir pada jalur tersebut.

5.2.4. Sumber Daya Manusia dan Manajemen

Sebuah sistem logistik yang efisien dan terintegrasi sangat dibutuhkan untuk menopang industri
secara keseluruhan. Sistem ini baru bisa bekerja dengan baik apabila didukung oleh ketersediaan
Sumber Daya Manusia yang sesuai.

Strategi dalam bidang ini dapat berbentuk dukungan bagi perguruan tinggi yang memperkenalkan
program studi khusus manajemen Logistik dan Rantai Suplai, mendorong komunitas profesi di bidang
yang terkait dengan Rantai Suplai dan Logistik untuk berkolaborasi menyusun program sertifikasi
nasional bidang ini, melakukan survey khusus tentang profesi di bidang ini yang kemudian
dipublikasikan secara regular sebagai salah satu cara untuk mempromosikan profesi ini masyarakat
yang lebih luas, dan secara berkesinambungan mendorong diselenggarakannya kegiatan (seminar,
konferensi, pameran, dan lain-lain) yang terkait dengan pembelajaran dan penerapan “global
management best practices” di bidang Logistik dan Rantai Suplai dalam industri di Indonesia.

Sangat luasnya spektrum bidang keahlian khusus (spesialisasi) di dalam manajemen rantai suplai
dan logistik menyebabkan tidak ada satu pelaku pun yang mampu mengerjakan seluruh mata rantai
kegiatan logistik secara utuh. Namun sebaliknya, setiap pelaku dari salah satu mata rantai logistik
diharapkan memahami keseluruhan proses dengan baik sehingga dapat memahami dengan baik
perannya terhadap keseluruhan proses. Sebagai contoh luasnya spektrum kegiatan logistik, kita bisa
melihat peran/kegiatan yang berbeda dari bermacam segmen penyedia jasa logistik, seperti
tercantum dalam tabel pada lampiran v., di halaman belakang.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia akan dituangkan dalam bentuk sertifikasi keahlian.
Sertifikasi keahlian adalah hasil akhir dari suatu proses pelatihan teori dan praktek, dengan hasil
akhirnya ditentukan oleh sebuah ujian. Agar tetap mendapat pengakuan atas sertifikasi keahlian
tersebut, umumnya pemegang sertifikasi harus secara berkelanjutan mengikuti kegiatan seminar,
studi dan semacamnya, yang diberi poin/’cum’ khusus, untuk selalu mengasah keahlian tersebut.

56
Sesuai dengan pendekatan yang dilakukan dalam pembuatan Perundang-undangan dan Peraturan-
Peraturan, maka peningkatan kemampuan sumber daya manusia dengan pelatihan sertifikasi yang
dimaksud tidak akan memberikan sertifikasi yang utuh meliputi seluruh aktifitas logistik, namun justru
akan dikeluarkan sejumlah sertifikasi keahlian menurut bidangnya masing-masing yang berada dalam
cakupan aktifitas logistik.

Agar tidak timbul sertifikasi keahlian yang tumpang tindih, diperlukan sinkronisasi dan penyamaan
pemahaman dari keahlian yang dibutuhkan dalam bidang rantai suplai dan logistik ini. Seluruh
lembaga sertifikasi profesi di bidang rantai suplai dan logistik yang ada di Indonesia diharapkan untuk
berkoordinasi, dan kemudian bekerja-sama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP),
menentukan kurikulum sertifikasi terkait dan metoda akreditasi lembaga-lembaga sertifikasi profesi
dalam bidang ini di Indonesia.

Badan yang menaungi seluruh asosiasi bisnis yang terkait dengan logistik pada gilirannya juga
diharapkan untuk mendukung program ini, dengan salah satunya adalah mendorong perusahaan
anggotanya untuk melakukan perekrutan karyawan dengan mengutamakan calon karyawan yang
telah memiliki sertifikasi keahlian yang diakui tersebut. Agar pelaku usaha tidak ragu untuk melakukan
investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, maka harus diberikan suatu insentif (misal:
insentif perpajakan atau penerapan ikatan dinas), mengingat dalam situasi keterbatasan sumber daya
manusia besar kemungkinan akan terjadi praktek ‘pembajakan’ para ahli profesi ini.

Serifikasi keahlian ini juga akan berfungsi untuk semakin meningkatkan daya saing profesional
Indonesia di tingkat nasional, regional maupun global, dibanding profesional dari negara lain.
Sertifikasi ini juga akan memberi kesempatan yang lebih besar kepada sumber daya manusia
Indonesia untuk berperan dalam pengembangan sektor logsitik di negaranya sendiri. Pemerintah
dapat berperan lebih jauh lagi, dengan lebih aktif dengan mengalokasikan sebagian dananya untuk
mendorong percepatan peningkatan keahlian sumber daya manusia, baik secara langsung berupa
beasiswa maupun melalui penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai.

5.2.5. Teknologi Informasi dan Komunikasi

Pengembangan bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi akan berfokus pada pemanfaatan
strategis yang ingin diambil dari Teknologi Informasi dan Komunikasi, yaitu:

- Percepatan proses pemeriksaan, verifikasi, dan pelaporan karena semua data sudah terinput
pada satu sistem sehingga mudah dikses dari manapun dan oleh setiap pihak yang terlibat pada
proses pengiriman barang-barang (sesuai dengan otoritasnya)
- Kepastian informasi yang tepat waktu atas proses yang sedang berlangsung disepanjang jalur
pipa logistik (logistics pipeline visibility). Informasi ini akan dapat digunakan oleh semua peserta
rantai suplai untuk mengambil tindakan antisipatif agar tujuan efisiensi dapat tercapai.
- Transparansi atas penerapan peraturan yang berlaku atas proses yang berlangsung sepanjang
perjalanan, mengurangi kontak langsung antara individu, sehingga selain dapat meningkatkan
efisiensi pemanfatan sumber daya manusia, juga dapat menurunkan dan menghapuskan praktek
pungutan-pungutan liar dan suap.
- Terciptanya database yang lengkap, akurat dan tepat waktu atas arus barang yang bergerak
masuk atau keluar negeri sehingga dapat digunakan bagi para pembuat kebijakan dan para
pengambil keputusan
- Peningkatan efisiensi dan efektifitas pengelolaan produk/barang mulai dalam proses pembuatan
(produksi), penyimpanan (gudang), pengiriman (transportasi), sampai di tingkat pengecer
(pedagang) dan konsumen akhir.

Untuk dapat mencapai tujuan diatas maka harus ditentukan dan diseragamkan perihal data-data yang
harus diinput ke dalam sistem. Sosialisasi dan pelatihan lintas departemen harus dilakukan agar data
yang tersimpan dalam data base benar-benar bersih dan bermakna, dapat digunakan. Keterlibatan
para penyedia jasa informasi dan komunikasi sangat diperlukan, termasuk dalam penyediaan jaringan
telkom utama ‘backbones’ berupa satelit, kabel serat optik, selular, dan lainnya, sehingga penerapan
teknologi seperti GPS, RF, RFID, dan semacamnya, yang dikaitkan dengan aplikasi perangkat lunak
bisnis seperti ERP, WMS, TMS, dan semacamnya, maupun terkait dengan teknologi logistik lainnya

57
(peralatan, kendaraan, dan lain-lain), akan menjadi lebih ‘seamless’. Infrastruktur informasi dan
komunikasi baik suara maupun data di kawasan yang telah dijadikan prioritas harus menjadi fokus
untuk ditingkatkan. Cetak Biru Sektor Logistik ini akan sangat baik bila ada sinkronisasi dengan Cetak
Biru Sektor Komunikasi dan Telekomunikasi.

Dalam tataran Ekspor dan Impor, implementasi dari Nastional Single Window (NSW) adalah wajib
dan tidak dapat ditawar lagi sebagai alat untuk memfasilitasi perdagangan internasional. Sesegera
mungkin (dalam kurun waktu 12 bulan) seluruh 25 pelabuhan laut internasional dan pelabuhan udara
internasional sudah harus terkoneksi dengan sistem NSW. Implementasi dari NSW selain untuk
kepentingan dalam negeri Indonesia juga mendapat tekanan karena pada tahun 2013 ASEAN Free
Trade Market sudah terimplementasi secara penuh.

Dalam tataran Rantai Suplai yang lebih luas, maka suatu sistem Rantai Suplai nasional untuk
komoditas-komoditas penting seperti beras, bahan bakar minyak dan gas untuk konsumsi, pupuk dan
lain-lainnya, akan dapat membantu untuk menjaga kestabilan harga komoditas tersebut, menjamin
pasokan yang menerus, mencegah terjadinya kebocoran-kebocoran dalam jalur distribusi dan
menekan biaya logistik dari komoditas tersebut. Sistem Rantai Suplai Nasional akan menghubungkan
gudang-gudang dan pelabuhan-pelabuhan di wilayah-wilayah yang strategis sehingga pemerintah
akan memiliki gambaran yang akurat mengenai kondisi persediaan komoditas penting yang
dimaksud.

Sistem Rantai Suplai nasional juga sangat diperlukan agar negara selalu siap membantu rakyatnya
dalam menghadapi situasi darurat. Humanitarian Logistics System (Sistem Logistik Bantuan
Kemanusiaan) sangat dibutuhkan agar pemerintah, melalui Departemen Sosial atau Palang Merah
Indonesia atau Badan SAR Nasional, dapat merespons dengan cepat dan tepat bilamana terjadi
bencana alam disuatu daerah. Bencana alam Tsunami tahun 2005 memberi banyak pelajaran bagi
kita dalam hal mengelola pengiriman barang bantuan. Tanpa menggunakan sistem, barang bantuan
yang sudah tersedia tidak dapat disalurkan dengan cepat dan tepat dan kemungkinan justru akan
membusuk dan mencoreng kewibawaan pemerintah. Sistem Logistik Bantuan Kemanusiaan dapat
dikembangkan dalam sub sistem dari Sistem Rantai Suplai Nasional.

5.2.6. Penyedia Jasa Logistik

Upaya pengembangan penyedia jasa logistik yang beroperasi di Indonesia, khususnya yang milik
lokal, akan berpegang pada tujuan utama kegiatan logistik, yaitu “High Service at Low Cost”. Untuk
mencapai “layanan baik dengan biaya rendah” tersebut, kita membutuhkan faktor “3C”, yaitu:

- Competitive spirit (semangat berkompetisi), yang mencakup fokus pada pelayanan pelanggan,
kecapakan yang tinggi dalam pemasaran, dan kehandalan manajemen.
- Commercial culture (budaya komersil), yang mencakup perhatian khusus pada biaya terkait
dengan dunia industri yang kompetitif, dan sistem insentif yang baik utk staff dan manajemen.
- Capital access (akses terhadap modal), yang mencakup investasi pada aset fisik yang
memberikan standard layanan sesuai kebutuhan, dan investasi pada Teknologi Informasi (TI)
untuk memantau dan mengatur operasi.

Strategi logistik nasional dalam bidang penyedia jasa logistik harus mendorong lebih banyak peran
dari perusahan swasta dan menciptakan semangat berkompetisi yang sehat. Selain itu, dorongan
untuk insiatif kolaborasi antar perusahaan, pengurangan fragmentasi jenis layanan dasar logistik
serta peningkatan penerapan cara kerja yang telah terbukti baik di negri lain, perlu juga dilakukan.

Sesuai dengan perkembangannya harus dimungkinkan dimasa depan adanya peleburan (blending)
dari kelompok-kelompok layanan karena adanya konvergensi dari kelompok-kelompok layanan yang
saat ini masih terkotak-kotak menurut sektornya. Pendekatan pengembangan kebiatan logistik adalah
lebih ke arah spatial ketimbang fungsional. Perusahaan-perusahaan penyedia jasa logistik
dimungkinkan melebur menjadi yang disebut integrators atau consolidators. Peleburan ini bukan
merupakan masalah teknis, namun membutuhkan justru dukungan dari sisi peraturan dan
perundangannya. Peraturan dan Perundangan harus selalu responsif terhadap perubahan kebutuhan
pelayanan agar tetap dapat mempertahankan daya saingnya.

58
Selain peleburan dari sisi pelayanan, pemerintah juga harus secara aktif menyarankan adanya
peleburan-peleburan yang akan menyatukan kekuatan-kekuatan domestik agar dapat tampil lebih
kuat dan berdaya saing dalam menghadapi kompetisi global.Dengan demikian, bisa diharapkan
nantinya akan tercipta banyak “world class local players” di dunia bisnis penyedia jasa logistik di
Indonesia.

5.3. Kelembagaan Logistik Nasional

Pemerintah adalah fasilitator dalam pengembangan sektor logistik nasional. Penggerak kegiatannya
akan dilakukan bersama dengan semua pemangku kepentingan terkait. Untuk itu, perlu dibentuk
Komite Logistik Indonesia (KLI) yang diketuai oleh Menteri, dibantu dengan pengurus harian yang
kompeten, serta beranggotakan:

- Perwakilan dari Departemen Perdagangan, Industri, Perhubungan, Keuangan, Pekerjaan Umum,


Informasi dan Komunikasi, dan yang terkait lainnya.
- Perwakilan pemerintah daerah dan badan pemerintah yang terkait dengan sektor logistik.
- Perwakilan dari perusahaan peserta utama Rantai Suplai, yaitu dari Produsen, Pedagang
(Distributor, Grosir, Agen) dan Pengecer (Retailer, modern maupun tradisional), yang datang dari
industri yang komoditasnya menjadi penentu kebijakan logistik nasional.
- Perwakilan dari perusahaan pendukung Rantai Suplai, yaitu jasa ICT, jasa Perbankan, jasa
konsultan manajemen, dan jasa lainnya yang terkait.
- Perwakilan dari perusahaan penyedia jasa logistik (LSP), yang mencakup semua segmen
layanan dan berbagai asosiasi perusahaan.
- Perwakilan dari profesional dan akademisi di bidang Rantai Suplai dan Logistik.

Pembentukan dewan logistik nasional ini sejalan dengan prinsip pengembangan sektor logistik
nasional yang umum dilakukan di banyak negara, dengan tujuan bahwa semua kebijakan yang
dihasilkan telah dibuat dengan mempertimbangkan segala aspek dari semua sudut pandang para
pemangku kepentingan tersebut.

Tugas utama Komite Logistik Indonesia (KLI), yang bekerja dalam kerangka strategis logistik nasional
guna pencapaian Visi Logistik Indonesia, antara lain adalah,

- Mematangkan kebijakan dan arah untuk sektor logistik,


- Menyempurnakan cetak biru atau rencana induk logistik nasional, berikut program detailnya,
- Membantu pemerintah dalam pembicaraan Internasional yang berkaitan dengan Logistik
- Mengkoordinasi berbagai proyek bidang logistik pemerintah,
- Menyusun, mengembangkan dan memprioritaskan implementasi dari setiap program, dan
- Melaksanakan semua program yang telah disusun tersebut dengan sebaik-baiknya.

Untuk memaksimalkan hasil kerja dari kerja Komite Logistik Indonesia, lembaga tersebut harus
menentukan agenda prioritas untuk jangka pendek (quick wins) sekaligus membangun rencana aksi
yang lebih detail utk jangka yg lebih panjang. Rencana aksi ini dituangkan dalam bentuk peta jalan
(roadmap) pengembangan logistik Indonesia, yang berisi antara lain:

- Tahap “plan”: memetakan permasalahan secara lebih rinci, menyusun rencana induk (atau
rincian dari cetak biru), dan seterusnya
- Tahap “source”: membentuk tim kerja per bidang prioritas (dapat mengikuti 6 bidang strategi
logistik nasional diatas), memastikan sumber dana pendukung kegiatan, dan seterusnya.
- Tahap “make”: melakukan percepatan kegiatan di seluruh 6 bidang strategi logistik nasional,
sehingga hasil kerjanya segera terlihat, dan seterusnya.
- Tahap “deliver”: menunjukkan dampak positif dari hasil kerja diatas, yaitu berupa expor yang
meningkat, perdagangan domestik yang efisien, daya saing nasional meningkat, dan seterusnya.

Dalam menjalanin rencana aksi tersebut, KLI harus menentukan pokok-pokok pencapaian
(milestones), target jadwal penyelesaian (timeline) dan sistem “feedback and control” dari program-
program utama pada kebijakan logistik tersebut. Acuan dari pembuatan agenda rencana aksi tersebut
haruslah tetap mengacu pada arahan yang ada dalam dokumen cetak biru ini.

59
Untuk mendukung berjalannya program dari KLI diatas, sebuah Lembaga Pengembangan Jasa
Logistik Nasional, yang merupakan ‘self regulatory body’, yang menaungi semua Asosiasi yang terkait
dengan usaha penyediaan jasa Logistik, dapat secara terpisah dibentuk oleh pemangku kepentingan
industri Jasa Logistik di Indonesia.

5.4. Peninjauan dan Pemantauan

Penyusunan kebijakan logistik nasional tentu berlandaskan situasi sektor logistik pada saat ini dan
menuju situasi yang diharapkan di masa depan. Untuk mengetahui kondisi sektor logistik saat ini
dengan benar, suatu kegiatan audit kinerja logistik nasional perlu dilakukan, atau bila outputnya
dirasa cukup mewakili, hasil audit yang telah dibuat oleh lembaga internasional tentang kondisi
logistik di Indonesia dapat dimanfaatkan.

Dalam perjalanan pelaksanaan kebijakan logistik nasional, yang akan dilakukan oleh lembaga yang
dibentuk nantinya, prinsip ”control and monitoring” yang baik haru s terus dilakukan. Hal ini mencakup
kontrol dan pemantuan terhadap tujuan dan target yang terukur, jadwal dan pokok-pokok pencapaian
(milestones), pembagian tanggung jawab dan akuntabilitas, transparansi dan pelaporan, serta
pemutakhiran data dan informasi secara periodik.

Menganut prinsip ”control and monitoring” yang sama, kegiatan survey (riset) sangat diperlukan
setelah kebijakan logistik nasional tersebut dibuat. Hal ini diperlukan untuk mengetahui hasil (impact)
dari kebijakan yan gtelah dibuat, dan juga untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan yang telah
dijalankan selalu tetap ”on track” atau sejalan dengan tujuan utama kebijakan tersebut. Survey atau
riset yang perlu secara teratur (tahunan) tersebut antara lain:

a. Riset Kinerja Pelayanan Logistik (Logistics Service Index)


Untuk mengetahui tingkat kinerja layanan logistik dari semu segmen di mata pengguna.

b. Riset Kinerja Biaya Logistik (Logistics Cost Index)


Untuk mengetahui tingkat biaya pengelolaan kegiatan logistik yang harus dibayar oleh para
pengguna, baik pengguna antara maupun pengguna akhir, baik perusahaan maupun individu.

c. Survey Kinerja Penyedia Jasa Logistik (LSP or 3PL Survey)


Untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan industri penyediaan jasa layanan logistik di
Indonesia, berikut segmentasi dan tingkat kelengkapan jasa yang disediakan, tentu dibandingkan
dengan industri yang sama di dunia.

d. Survey Kinerja Profesional Logistik (Logistics Professionals Survey)


Untuk mengetahui tingkat kinerja sumber daya manusia Indonesia yang kerkarya di bidang rantai
suplai dan logistik, baik dari sisi jumlah maupun kualitas, tingkat jabatan dan penghasilan,
dibandingkan dengan professional logistik asing yang ada di Indonesia.

Selain survey dan riset diatas, yang lebih bersifat masukan untuk perbaikan kegiatan ke depan,
secara tahunan lembaga logistik nasional yang dibentuk harus mengeluarkan laporan kepada publik
berupa ”National Logistics Outlook” sebagai bagian dari sistem evaluasi dan pertanggung-jawaban ke
publik (akuntabilitas). Dalam pelaksanaan kegiatan survey, riset dan laporan tahunan tersebut,
lembaga logistik nasional dapat bekerjasama dan/atau menunjuk lembaga professional dalam bidang
tersebut untuk mengelolanya.

5.5. Rekomendasi Skala Prioritas Kebijakan

Rekomendasi ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa pekerjaan pembenahan sektor
logistik nasional saat ini bukanlah pekerjaan ringan. Implementasi kebijakan-kebijakan yang
diutarakan di atas sangat bergantung pada beberapa prasyarat, di antaranya adalah komitmen dari
seluruh pemangku kepentingan sektor logistik nasional, terutama sekali pemerintah. Beberapa

60
rekomendasi skala prioritas pengambilan kebijakan sektor logistik nasional oleh pemerintah, yang
selanjutnya juga merupakan bagian dari tugas awal utama KLI, adalah sebagai berikut:

5.5.1. Pembentukan Kelembagaan Logistik Nasional

Pembentukan kelembagaan logistik nasional, seperti halnya yang dilakukan oleh negara-negara lain,
pada dasarnya merupakan prioritas pertama. Kondisi multi kelembagaan dan multi pemangku
kepentingan yang sekarang dialami oleh sektor logistik nasional memerlukan satu badan yang
berfungsi sebagai perancang, integrator dan konsolidator arah pengembangan logistik nasional.
Badan tersebut sebaiknya dibentuk berdasarkan minimal Peraturan Presiden agar memiliki
kewibawaan dan daya dorong yang efektif. Badan itu diberi nama Komite Logistik Nasional (KLI).

Badan ini harus secara aktif memberi masukan-masukan kepada wakil pemerintah yang mewakili
kepentingan nasional di sektor logistik dalam konteks hubungan antar negara (semacam lembaga
administratif dalam mewakili kepentingan Indonesia di tingkat internasional).

Kelembagaan ini juga menjadi validator untuk seluruh unit dan kelembagaan yang selama ini memiliki
peran sebagai pemangku kepentingan sektor logistik nasional. Diharapkan lembaga ini sudah
terbentuk paling lambat bulan Maret 2009.

5.5.2. Studi Untuk Meningkatkan Efisiensi Kegiatan Logistik Setiap Komoditas Penentu

Studi yang lebih mendalam untuk setiap kelompok komoditas masih harus dilakukan oleh ahli yang
menguasai betul industri dari setiap kelompok komoditas tersebut berikut permasalahan yang saat ini
dihadapi hingga tingkat mikronya agar solusi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi biaya
logistiknya dapat diformulasikan.

Studi kelompok komoditas ini, berikut juga dengan riset dan survey yang disebutkan dalam sub bab
5.4 diatas, diharapkan sudah bisa dirampungkan sebelum akhir tahun 2009.

5.5.3. Pembenahan Infrastruktur

Pembenahan infrastruktur adalah skala prioritas dalam mendukung pembenahan sektor logistik
nasional, walaupun pada jenis infrastruktur sendiri akan ada lagi sub skala prioritas yang harus
dijadikan pertimbangan. Koordinasi dengan Departemen Pekerjaan Umum (PU) dan Bappenas akan
sangat penting untuk dicapainya kesepakatan dalam skala prioritas pembenahan infrastuktur,
terutama dilihat dari segi kepentingan logistik.

a. Pelabuhan (Sea Port)

Di sektor pelabuhan, skala prioritas utama adalah menetapkan master plan pengembangan
pelabuhan nasional, baik untuk international hub port maupun untuk nasional hub port. Hal ini sangat
penting karena sampai hari ini pembahan sektor pelabuhan, termasuk sistem manajemennya,
menjadi salah satu titik terlemah dalam pengukuran kinerja sektor logistik nasional. Dalam konteks ini,
rekomendasinya adalah sebagai berkut:

- Dalam jangka menengah (2009-2014), untuk wilayah Barat Indonesia, kita masih mengandalkan
Singapore Port atau Tanjung Pelepas Malaysia sebagai international hub port mengingat
establishing dan daya saing kedua pelabuhan tersebut yang sudah sedemikian tinggi.

- Dalam jangka pendek dan menengah ini juga Indonesia mengembangkan setidaknya 25 (dua
puluh lima) pelabuhan internasional (disebut pelabuhan utama kalau menggunakan terminologi
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008), yang untuk sementara berfungsi sebagai gateway untuk
hubungan internasional dan memperkuat fungsi ke-25 pelabuhan tersebut sebagai hub port
nasional dalam menjamin kelancaran arus distribusi barang domestik. Pembenahan terhadap ke-
25 pelabuhan ini sudah dimulai 2010 dan rampung tahun 2014

- Dalam jangka panjang (2025), sudah harus dicanangkan dari sekarang dimana Indonesia akan
membangun dan membatasi hanya 2-3 international gateway port sebagai pintu gerbang eskpor

61
dan impor yang akan meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam percaturan sektor logistik
regional dan global. Rekomendasi yang diberikan adalah untuk mempertimbangkan dan
melakukan studi mendalam atas pelabuhan Sabang atau Batam di bagian barat dan Balikpapan
atau Bitung atau pelabuhan lain di kawasan Indonesia Timur serta pelabuhan Tanjung Perak
(Surabaya) atau Benoa (Bali) untuk bagian selatan Indonesia sebagai the next international
gateway sea port of Indonesia.

b. Pelabuhan Udara (Air Port)

Untuk bidang udara, skala prioritas adalah mengembangkan setidaknya 5 (lima) bandara
internasional ditingkatkan fasilitas penanganan kargonya sebagai hub, yaitu Jakarta, Surabaya,
Medan dan Manado dan Denpasar. Ke lima airport ini, disamping secara infrastruktur sudah cukup
baik, juga berperan menjadi pusat-pusat mobilitas orang dan barang yang cukup prospektif (beberapa
referensi penelitian menguatkan ini). Penyiapan keempat bandara ini sebagai main hub sudah dapat
dilaksanakan pertengahan 2009.

c. Transportasi Darat dan Intermodal

Transportasi adalah urat nadi kegiatan sektor logistik, baik darat (termasuk kereta api), laut maupun
udara. Ironisnya, kondisi umum manajemen transportasi saat ini, termasuk kinerja pengelolaan
infrastruktur transportasi logistik, saat ini berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan (kualitas
yang rendah dan biaya tinggi). Skala prioritas menjadi sebuah kemutlakan mengingat luasnya
cakupan pembenahan. Dalam konteks ini, direkomendasikan dua hal utama, yaitu:

- Pembenahan konektivitas sistem transportasi (sistem transportasi intermodal), terutama yang


mencakup akses ke pelabuhan, bandara, pergudangan dan pusat-pusat industri tertentu.
Kegiatan ini sudah harus dimulai 2009.
- Secara khusus melakukan pembenahan jalur kereta api sebagai moda transportasi logistik
utama, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera. Kegiatan ini dimulai 2009 dan diharapkan sudah
selesai maksimum 2012.

d. Pergudangan

Membangun dan mengembangkan kawasan pergudangan di sentra-sentra logistik nasional, terutama


di dekat pelabuhan, di dekat bandara, di dekat stasiun kereta api, dan di dekat kawasan Industri.
Program ini dimulai 2009 dan diharapkan selesai dalam jangka waktu maksimum 5 (lima) tahun.

e. Bea Cukai dan Karantina

Skala prioritas dalam bidang kepabeanan (bea cukai) dan karantina adalah terciptanya linked
programs antara semua pelaku sektor logistik dengan Bea Cukai & Karantina, khususnya soal
ekspor-impor (keluar masuk barang di pelabuhan dan bandara).

f. Organisasi, SDM dan Pembinaan Asosiasi

Pembinaan organisasi, SDM dan pembinaan terhadap asosiasi-asosiasi perusahaan penyedia jasa
logistik termasuk skala prioritas yang harus dilakukan. Dalam konteks ini direkomendasikan agar
dilakukan pembentukan pusat pelatihan dan pengembangan SDM logistik, termasuk pengelola
infrastruktur (manajemen BUMN), yang di antara tugas utamanya adalah melakukan proses
sertifikasi, pelatihan dan pendidikan untuk pengembangan SDM di sektor logistik. Pemberdayaan
terhadap asosiasi dilakukan oleh Komite Logistik Nasional.

62
LAMPIRAN

i. Global Competitiveness Index (GCI) 2006-2007 Table

63
LAMPIRAN

ii. Logistics Performance Index (LPI) 2007 Table

64
LAMPIRAN

iii. Daftar Asosiasi Penyedia Jasa Logistik di Indonesia


(bernaung di bawah organisasi induk KADIN Indonesia)

1. GAFEKSI (Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Seluruh Indonesia)


atau INFA (Indonesian Forwarders Association)

Merupakan Asosiasi hasil peleburan dari tiga Asosiasi sebelumnya, yaitu :


a. GAVEKSI (Gabungan Veem dan Ekspedisi Seluruh Indonesia) dibawah naungan Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan;
b. INFFA (Indonesian Freight Forwarders Association) dibawah naungan Departemen
Perdagangan;
c. AEMPU (Asosiasi Ekspedisi Muatan Pesawat Udara) dibawah naungan Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan.

Sejak tahun 1986 Pimpinan/Pegurus dari GAVEKSI, INFFA, AEMPU membentuk Dewan Jasa
Pengurusan Transportasi Indonesia atau Indonesian Freight Forwarder Council yang merupakan
wadah/tempat dialog dan musyawarah untuk mencari mufakat dalam rangka menindak lanjuti
himbauan dan maksud positif dari Departemen Perhubungan yang menghendaki bahwa Asosiasi-
asosiasi yang sejenis agar bergabung dan melebur menjadi satu demi untuk mempermudah
pembinaannya.

Pada tanggal 10 Juni 1989 fusi (peleburan) terlaksana dan sekaligus telah merampungkan Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sementara GAFEKSI (INFA). Pengukuhan GAFEKSI (INFA)
dilakukan oleh Menteri Perhubungan pada tanggal 25 Juli 1989 melalui keputusan Menteri
Perhubungan Nomor: KP.4/AU.001/Phb-89 yang menyatakan GAFEKSI (INFA) merupakan satu-
satunya wadah organisasi bagi perusahaan Forwarder/Ekspedisi Muatan di Indonesia. GAFEKSI
(INFA) adalah Anggota Badan-Badan Nasional dan Internasional, antara lain:
- KADIN Indonesia;
- DEPALINDO (Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia);
- FIATA (International Federation of Freight Forwarders Association);
- AFFA (ASEAN Federation of Forwarders Association);
- FAPAA (Federation of Asia Pacific of Air Cargo Agents);
- IFCBA (International Federation of Custom Brokers Association).

Kini GAFEKSI (INFA) memiliki sekitar 3.100 anggota yang tersebar di seluruh Indonesia. Perwakilan
GAFEKSI (INFA) terdapat di 18 Wilayah dan 1 perwakilan khusus di Batam. Jasa yang diberikan oleh
GAFEKSI (INFA) kepada anggotanya antara lain :
- Memberikan rekomendasi dan jaminan tertulis bagi perusahaan yang melakukan kegiatan PPJK
(Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan);
- Memberikan jasa konsultasi masalah freight forwarding dan logistik, kepabeanan, pajak,
transportasi dan lain-lain, yang dihadapi anggota;
- Mewakili kepentingan para anggota secara eksternal;
- Memberikan penyuluhan dan sosialisasi kebijakan dan peraturan pemerintah atau internasional
yang berpengaruh terhadap kepentingan anggota;
- Melakukan pelatihan sumber daya manusia; dan lain-lain.

Guna mengantisipasi kelangkaan tenaga profesional di bidang International Freight Forwarding,


Logistics dan Supply Chain Management, GAFEKSI/INFA membentuk lembaga pendidikan dan
latihan yang disebut INFA INSTITUTE. Lembaga ini diperlengkapi dengan tenaga-tenaga pendidik
profesional dan berpengalaman dalam bidang ini. Disiplin ilmu yang diampu antara lain Basic Freight
Forwarding, Intermediate Freight Forwarding, Dangerous Cargo, Basic Air Cargo, dan Logistics and
Supply Chain Management, mengacu pada Training Manual yang di susun, di standardisasi, dan
ditetapkan oleh FIATA, IATA, UNESCAP serta pelatihan perpajakan.

65
2. ASPERINDO (Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia)

Berdiri pada tanggal 26 Maret 1986 yang mewadahi perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang
jasa pengiriman ekspres di Indonesia dan merupakan satu-satunya asosiasi perposan atau
perusahaan jasa ekspres yang memperoleh pengakuan dari pemerintah:
- Departemen Perhubungan;
- Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi;
- KADIN (Kamar Dagang dan Industri).

Saat ini anggota ASPERINDO berjumlah sekitar 2000 cabang perusahaan tersebar di 27 propinsi dan
terbagi menjadi 3 kompartemen yaitu:
- Kompartemen Internasional: perusahaan-perusahaan yang melayani pengiriman dan penerimaan
barang/dokumen ke dan dari Luar Negeri.
- Kompartemen Domestik: perusahaan–perusahaan yang melayani pengiriman dan penerimaan
barang/dokumen untuk seluruh wilayah Indonesia.
- Kompartemen Intra Kota: perusahaan–perusahaan yang melayani pengiriman dalam kota/City
Courier.

Jasa yang diberikan oleh Asperindo kepada anggota-anggotanya adalah:


a. Memberikan perlindungan dalam hal-hal yang berkaitan dengan Pemerintah dan instansi lain
yang berkaitan dengan Usaha Jasa Titipan Pengiriman dan Pengantaran, yang tidak melanggar
hukum yang berlaku.
b. Memberikan bantuan dalam usaha untuk mendapatkan perlindungan terhadap persaingan yang
tidak sehat.
c. Memberikan bantuan berupa surat keterangan, rekomendasi, referensi dan sejenisnya untuk
kelancaran usahanya, apabila dianggap layak oleh Dewan Pengurus.
d. Memberikan bantuan dan laporan informasi tentang peraturan-peraturan dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan Pemerintah yang menyangkut perekonomian dan dunia usaha pada umumnya
dan dalam Bidang Jasa Titipan Pengiriman dan Pengantaran pada khususnya.
e. Anggota berhak untuk mengikuti acara-acara dan pendidikan/latihan yang diadakan oleh
organisasi.
f. Memberikan informasi baik berupa penerbitan berkala, brosur, kolom warta dan lain-lain yang
ada.
g. Memberikan Surat Tanda Anggota bagi perusahaannya.
h. Anggota berhak mempunyai 1 (satu) suara dalam Musyawarah, Sidang dan Rapat.
i. Anggota berhak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota Dewan Pengurus, baik di Cabang
dimana dia terdaftar, maupun di Tingkat ASPERINDO Pusat.

3. INSA (Indonesian National Shipowners’ Association)

INSA didirikan pada tanggal 6 September 1967 dan hingga saat ini memiliki anggota sebesar 941
perusahaan.

- Visi INSA : sebagai infrastruktur pembangunan, perekonomian, alat pemersatu kesatuan dan
persatuan bangsa & negara.
- Misi INSA : adalah turut memberdayakan pelayaran niaga nasional.

Fungsi INSA adalah mempersatukan, melindungi dan memperjuangkan kepentingan anggota dan
mengarahkan kemampuan usaha untuk mencapai tujuan bersama, menjadi tuan di negeri sendiri.
INSA terdiri dari beberapa bidang, yaitu:
- Bidang Organisasi dan Keanggotaan;
- Bidang Pengembangan Industri & Pelayaran;
- Bidang Kerja sama dan Hubungan Luar Negeri;
- Bidang Pemberdayaan SDM dan Diklat;
- Bidang Angkutan Passenger & RoRo;
- Bidang Angkutan General Cargo;
- Bidang Angkutan Dry Bulk;
- Bidang Angkutan Container;

66
- Bidang Angkutan Lepas Pantai;
- Bidang Angkutan Tug and Barge;
- Bidang Angkutan Cair.

Dengan spesialiasi bidang kerja seperti di atas, INSA bertekad merealisasikan program kerjanya yang
paling utama, yaitu:
- Melaksanakan INPRES No. 5 Tahun 2005 untuk Pemberdayaan dan Pengembangan armada
nasional yang tangguh dan mandiri;
- Kerjasama diantara seluruh anggota untuk mencapai efisiensi yang maksimal dan untuk
meningkatkan kekuatan perdagangan.
- Menyebarluaskan informasi bisnis untuk menuntun para anggotanya.
- Membina hubungan baik dengan Pemerintah serta pihak berwenang terutama dalam
merumuskan peraturan pemerintah yang berhubungan dengan kegiatan maritim.
- Membina kerjasama dengan asosiasi yang ada di Indonesia dan di luar negeri serta turut
berperan aktif dalam pertemuan yang membahas masalah pelayaran di dalam negeri maupun di
dunia internasional.
- Bersikap aktif dalam masalah pendidikan dan meningkatkan sumber daya manusia dengan
mengadakan kursus, seminar dll.

4. ORGANDA (Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan)

ORGANDA didirikan 30 Juni 1962. Kini jumlah anggota ORGANDA ada 1.600.000 perusahaan
dengan tugas utamanya adalah:
- Memperjuangkan dan meningkatkan kesadaran nasional serta patriotisme para anggota dalam
tanggung jawabnya sebagai warga negara.
- Memperjuangkan aspirasi anggota.
- Memperjuangkan iklim usaha yang sehat.
- Membina dan mengembangkan peran anggota.

ORGANDA berfungsi sebagai:


- Wadah menyalurkan aspirasi, pembinaan, pengembangan anggota.
- Wadah peran serta dalam usaha mensukseskan pembangunan nasional.
- Wadah komunikasi antar anggota.

ORGANDA memiliki VISI sebagai berikut:


Menjadikan ORGANDA sebagai organisasi profesi yang besar dan berakar serta
diperhitungkan/disegani, sehingga dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh seluruh anggota
dan fungsionaris ORGANDA dari mulai tingkat Pusat, Propinsi dan Kota/Kabupaten terlebih bagi
Pemerintah dan masyarakat luas.

ORGANDA mengusung MISI sebagai berikut:


Memberikan pelayanan secara optimal kepada seluruh anggota baik yang menyangkut aspek
penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kelangsungan dan kepastian berusaha, aspek
keamanan serta memberikan layanan advokasi atas segala permasalahan yang dihadapi anggota
ORGANDA yang berkaitan dengan permasalahan hukum dan perundang-undangan.

5. APBMI (Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia)

APBMI didirikan pada tanggal 28 Oktober 1989 melalui SK Menteri Perhubungan No. KP.6/AL-
3014/phb-89. Saat ini APBMI memiliki anggota sebanyak 833 perusahaan yang tersebar di seluruh
Indonesia.

Tugas APBMI sebagai mitra kerja Pemerintah pada intinya adalah melaksanakan bongkar muat dari
dan ke kapal laut secara cepat, aman dan selamat demi tercapaikan keselamatan kapal, barang
muatan dan keutuhan barang peralatan kapal yang ditangani.

67
Peranan APBMI adalah:
- Membina para anggota untuk menunjang dan berperan aktif dalam memperlancar arus barang di
pelabuhan.
- Turut memperhatikan keselamatan kapal dari segi stowage, baik untuk pelayaran dalam negeri
maupun luar negeri.
- Memberikan pendidikan bagi anggotanya dibidang pengoperasian kapal, seluk beluk
perdagangan dalam dan luar negeri baik dari segi organisasi, administrasi dan manajemen pada
umumnya, teknik asuransi, claim, “warren-kennis” serta pengetahuan mengenai prinsip dan
prosedur pelayanan jasa transportasi.

6. APTESINDO (Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara)

APTESINDO yang didirikan pada tanggal 12 Desember 2005 hingga saat ini mengayomi 22
perusahaan.

Visi APTESINDO: Menjadikan anggota sebagai penyedia jasa tempat penimbunan sementara yang
profesional & kompetitif di pasar global.

Misi APTESINDO:
- Mendukung kebijakan pemerintah dalam program pembangunan ekonomi nasional.
- Mengembangkan kemampuan anggota sebagai tulang punggung kelancaran distribusi barang
ekspor dan atau impor.
- Meningkatkan pelayanan jasa tempat penimbunan sementara untuk memperlancar serta
memperkuat daya saing perdagangan Indonesia di pasar global.
- Menjadikan para anggota sebagai pelaku bisnis yang profesional dibidang tempat penimbunan
sementara yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan.

7. ASDEKI (Asosiasi Depo Kontainer Indonesia)

ASDEKI didirikan pada tahun 1996. Saat ini jumlah anggotanya adalah 69 perusahaan. ASDEKI
memberikan jasa berupa:
- Pelayanan depo peti kemas terhadap maskapai pelayaran dan keagenannya sebagai pemilik peti
kemas.
- Pelayanan depo peti kemas terhadap pihak pemilik barang dan keagenannya atau yang
mewakilinya sebagai pengguna peti kemas.
- Pelayanan depo peti kemas terhadap pihak pengangkut kontainer sebagai sarana penunjang
pendistribusian kontainer.
- Pelayanan depo peti kemas terhadap pihak dermaga, pengelola pelabuhan dan segenap
fasilitatornya sebagai pelaksana tata tertib dan penyelenggaraan arus keluar masuk atau bongkar
muat barang/peti kemas dari dan ke pelabuhan.

ASDEKI mengusung VISI sbb:


Menjadi organisasi profesi yang dapat memajukan usaha Depo Kontainer Indonesia bersama pelaku
ekonomi lainnya bermanfaat bagi anggota khususnya dan Negara Indonesia umumnya.

MISI perjuangannya adalah:


- Memperjuangkan dan melindungi hak serta kepentingan anggota dalam menjalankan roda usaha
Depo Kontainer.
- Menjalin kerjasama dengan pemerintah dan organisasi profesi yang berkaitan dengan usaha
Depo Kontainer.
- Memupuk kerjasama dan mengurangi persaingan yang tidak sehat antar sesama anggota.
- Membantu anggota untuk meningkatkan profesionalisme dalam upaya memacu kinerja masing-
masing Depo Kontainer.

68
8. INACA (Indonesian National Air Carriers Association)

INACA adalah wadah bagi pengusaha penerbangan yang saat ini beranggotakan 25 perusahaan.
INACA berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM penerbangan untuk
mengantisipasi liberalisasi penerbangan ASEAN (open sky) mulai 2008.

Fokus pengembangan SDM INACA adalah dalam rangka safety, bukan urusan komersial dan
marketing. Salah satu SDM yang diprioritaskan adalah kebutuhan tenaga pilot, copilot, teknisi dan
pendukung lainnya. Untuk itu, INACA mengusulkan ketentuan usia pilot diperpanjang masa tugasnya
yakni untuk copilot dari maksimum 63 tahun menjadi 65 tahun. Sedangkan untuk kapten pilot tetap 60
tahun. INACA juga memperjuangkan sertifikasi kompetensi bagi pilot. Selain itu meminta Pemerintah
untuk mempermudah pendirian sekolah penerbangan (flying school).

Upaya menomorsatukan keselamatan dan keamanan penerbangan dilakukan INACA melalui


dukungan terhadap deklarasi bersama antara Pemerintah Indonesia dengan ICAO (International Civil
Aviation Organization). Sedangkan upaya melindungi kepentingan pengusaha penerbangan nasional,
dilakukan INACA melalui dukungan terhadap penerapan azas cabotage penerbangan, sekaligus
meminta hak yang sama dengan negara lain.

9. Asosiasi Perusahaan Penyedia Jasa Logistik lainnya:


- ACRB (Air Carrier)
- ICAC (Air Cargo)
- GAPASDAP (Angkutan Sungai Penyeberangan)
- ATDI (Asosiasi Transportasi Darat Indonesia)

69
LAMPIRAN

iv. Klasifikasi Usaha Logistik menurut CPC/WTO

Multi-member GATS negotiating proposal for logistics services checklist in the GATS (modified):

TIER I - Core Freight Logistics Services


- Cargo handling services, including container handling services (CPC 7411) and other cargo
handling (CPC 7419)
- Storage and warehousing services (CPC 742)
- Transport agency services (CPC 748)
- Other auxiliary services, including customs brokerage services (CPC 749)

TIER II - Related Freight Logistics Services


- Maritime transport services 1 (CPC 7211, 7212, 7454)
- Internal waterways transport services 1 (CPC 7221, 7222)
- Air transport services, including air freight transport (CPC 732) and rental of aircraft with crew
(CPC 734)2
- Rail transport services - freight transport (CPC 7112)
- Road transport services, including freight transport (CPC 7123), rental of commercial vehicles
with operator (CPC 7124), and rental of commercial vehicles without operator (CPC 83102)
- Technical testing and analysis services (CPC 8676)
- Postal and Courier services (CPC 7511 7512)
- Commission agents' services (CPC 621)
- Wholesale trade services (CPC 622)
- Retailing services (CPC 631, 632, 6111, 6113, 6121)
- Banking services specifically related to trade, including letters of credit, short term lending
services, and insurance services, particularly insurance of goods in transit

TIER III - Non-Core Freight Logistics Services


- Computer and related services
- Packaging services
- Management consulting and related services
- Real estate services, leasing and rental services of equipment, and data and message
transmission services

Additional commitments
- The WTO member country should accept electronic versions of trade administration documents.
- Services suppliers are entitled to supply named logistics services in combination, subject to
measures related to anti-competition behavior.

70
LAMPIRAN

v. Peran/kegiatan yang berbeda dari bermacam segmen penyedia jasa logistik


JASA Pemilik Gudang Menyediakan infrastruktur gudang penyimpanan siap pakai
PERGUDANGAN Pengelola Gudang/Warehouse Operator Menyediakan layanan pengelolaan aktifitas di dalam gudang

Airlines/Air Charter Menyediakan infrastruktur berbagai jenis pesawat udara


Agen Kargo (EMPU) Mewakili Airlines dalam menjual ruang kargo kepada pengirim
Penyedia Jasa Ground Handling Menangani pencatatan dan pengaturan barang dari gudang Air
Cargo ke dalam pesawat udara
ANGKUTAN UDARA Penyedia Jasa Bongkar Muat (KADE) Melakukan proses serah terima dari pengirim ke pengelola gudang
Air Cargo
Pengelola Gudang Air Cargo Mewakili EMPU, pengirim atau penerima melakukan serah terima
barang atas barang yang akan diberangkatkan maupun yang
datang dengan Airlines
Pengelola Bandar Udara Mengelola fungsi bandar udara secara keseluruhan

Pemilik Truk Menyediakan infrastruktur berbagai jenis Truk


Penyedia Jasa Angkutan Truk - Kargo Umum Menangani pengiriman barang Kargo dengan memanfaatkan Truk
milik sendiri, atau menggunakan truk milik pihak ketiga
Penyedia Jasa Angkutan Truk - Kargo B3 Menangani pengiriman barang Kargo dengan memanfaatkan Truk
milik sendiri, atau menggunakan truk milik pihak ketiga
Penyedia Jasa Angkutan Truk - Kargo Khusus Lainnya Menangani pengiriman barang Kargo dengan memanfaatkan Truk
milik sendiri, atau menggunakan truk milik pihak ketiga
ANGKUTAN DARAT Penyedia Jasa Bongkar Muat (SPSI) Menyediakan jasa menurunkan muatan atau menaikan muatan ke
atas truk pengangkut
Penyedia Jasa Keamanan Perjalanan Menyediakan jaminan keamanan atas gangguan kejahatan jalanan
sepanjang perjalanan di wilayah tertentu
Pengemudi dan Awak Kabin Menyediakan tenaga untuk mengemudikan truk dari satu kota ke
kota lain
Terminal Sementara/Pool Menyediakan tempat untuk beristirahat dan menawarkan kapasitas
yang tersedia kepada calon pengirim

PT Kereta Api Indonesia Menyediakan infrastruktur berbagai jaringan jalan Kereta Api,
Lokomotif dan Gerbong, dan sekaligus mengelola perjalanan
Kereta Api
Penyedia Jasa Angkutan melalui KA (EMKA) Mewakili PT Kereta Api dalam menjual ruang kargo kepada
ANGKUTAN KERETA pengirim
API Pengelola Gudang Stasiun KA Mewakili EMKA, pengirim atau penerima melakukan serah terima
barang atas barang yang akan diberangkatkan maupun yang
datang dengan Kereta Api
Penyedia Jasa Bongkar Muat Stasiun (SPSI) Menyediakan jasa menurunkan muatan atau menaikan muatan ke
atas gerbong pengangkut

Shipping Lines - Containerized Menyediakan infrastruktur berbagai jenis Kapal khusus angkutan
Container
Shipping Lines - Curah Menyediakan infrastruktur berbagai jenis Kapal khusus angkutan
Curah/Tanpa Container
Shipping Lines - Kargo B3 Menyediakan infrastruktur berbagai jenis Kapal khusus angkutan
Khusus Barang Berbahaya atau Beracun
Shipping Lines - Kargo Khusus Menyediakan infrastruktur berbagai jenis Kapal khusus angkutan
Khusus Barang Tertentu (misal : mobil)
Angkutan Kapal Tradisional - antar pulau Menyediakan infrastruktur berbagai jenis Kapal antar pulau
(biasanya kapasitasnya kecil dan tanpa Container)
Agen Kargo (EMKL) Mewakili Shipping Lines dalam menjual ruang kargo kepada
pengirim
Penyedia Jasa Bongkar Muat (Stevedoring) Menyediakan jasa menurunkan muatan atau menaikan muatan ke
ANGKUTAN LAUT atas kapal pengangkut
Penyedia Jasa Bongkar Muat (Manual) Menyediakan jasa menurunkan muatan atau menaikan muatan ke
atas truk Pengangkut untuk penerusan/pengiriman
Pengelola Gudang Pelabuhan Mewakili EMKL, pengirim atau penerima melakukan serah terima
barang atas barang yang akan diberangkatkan maupun yang
datang dengan Kapal Laut
Pengelola Pelabuhan Mengelola fungsi Pelabuhan Laut secara keseluruhan
Penyedia Depo Kontainer Menyediakan lahan untuk penumpukan sementara Container di
pelabuhan
Dry Port / Depo Kontainer Di Luar Pelabuhan Menyediakan lahan untuk penumpukan sementara Container di
luar pelabuhan (di daerah industri)
Penyedia Jasa Angkutan Kontainer (di darat) Menyediakan jasa pengantaran Kontainer dari Pelabuhan ke
Gudang penyimpanan dan sebaliknya
Penyedia Kontainer Menyediakan Kontainer Standar Kapal Kontainer siap pakai

71
Jasa Titipan/Kurir/Integrator Mengelola proses pengiriman door-to-door dengan menggunakan
berbagai mode transport
Freight Forwarder/Konsolidator Mengelola proses pengiriman dengan menggunakan berbagai
PENGELOLA MULTI mode transport
MODAL / SERVICES Third Party Logistics (3PL) Provider Berperan sebagai 'main contractor' kepada klien, melakukan
jasanya sendiri dan/atau bersama 'sub contractor(s)', meliputi jasa
pergudangan, transportasi, dll, dilengkapi dengan perangkat lunak
pendukungnya

Bea dan Cukai Mengontrol keluar masuknya berbagai jenis barang disesuaikan
dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Karantina Karantina memastikan tidak bahwa barang yang masuk tidak


JASA PENUNJANG / membawa kuman atau bibit penyakit ke dalam wilayah Indonesia
FASILITATOR
Penyedia Jasa Pengurusan Kepabeanan Atas nama pemilik barang mengurus masalah kepabeanan
Bank Memfasilitasi proses pembayaran
Jasa Survey Memfasilitasi pemeriksaan yang disyaratkan oleh pengirim atau
penerima atau pihak lain.

72
LAMPIRAN

vi. Kebijakan Pengembangan National Single Window

1. Kebijakan Dua Pilar: Trade system dan Port System

Kebijakan dasar dalam mengembangkan sistem NSW di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan yang
telah diambil oleh pemerintah dalam membentuk tim nasional yang menangani perkembangan
sistem NSW, yaitu membentuk Tim persiapan NSW mealui keputusan Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian , yang dalam hirarki pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinai Tim kepres
Nomor 54 Tahun 2002 tentang percepatan Lalulintas Barang Ekspor dan Import.

Pada awalnya perumusan konsep perkembangan sisitem NSW diIndonesia, pada saat itu telah
ditetapkan bahwa berdasarkan pada kondisi khusus dan karakteristik pelayanan eksport dan impor di
Indoensia, maka sistem NSW akan dikembangkan dengan cakupan dua komunikasi layanan utama,
atau dapat dikatakan sistem NSW di Indonesiamemiliki 2 pilar sistem, yaitu trade sistem (yang
disebut dengan tradenet”) dan Port System ( yang disebut dengan ”portNet”).

Walaupun kebijakan ini sedikit berbeda dengan apa yang di atur dalam ASEAN Single Window
(ASW) Agreement dan ASW Protocol, namun dengan pertimbangan untuk kepentingan nasional
maka pemrintah tetap memutuskan kebijakan dua Pilar sistem tersebut sebagai dasar perkembangan
sistem NSW di Indonesia.

Penjelasan secara umum atas penggunaan kedua pilar tersebut rangka mendukung penerapan
sistem NSW dan pengambungan kedalam sistem ASW adalah sebagai berikut:

a. Trade System :

- Mertupakan sistem yang mengintergrasikan antara sisitem kepabeanan (DJBC) dengan sistem
perijinan ( seluruh instansi Pemerintah penerbit perijinan/rekomendasi customs release and
clearance of cargo
- Diajukan untuk mendorong percepatan dalam penyelesaian dokumen pelayanan eksport dan
import ( flow of Document
b. Port System :

- Merupakan sistem yang mengintergrasikan antara sistem kepabeanan ”(DJBC) dengan sistem
kepelabuhan / kebandarudaraan, dalam rangka mendorong percepatan release and clearance of
cargoes.
- Ditujukan untuk mendorong percepatan dalam penanganan lalulintas fisik barang eksport dan
import (Flow of Goods).

2. Trade Sysem sebagai pilar Utamadalam sistem NSW di Indonesia

Dalam pengembangan sistem NSW yang ditujukan untuk mendorong percepatan proses customs
clearance maka Trade System ini merupakan suatu sistem yang akan membantu Customs dalam
melakukan penelitian dan verifikasi atas dokumen perijinan, yang merupkan persyaratan ats
pemenuhan kewajiban pabean, yang diterbitkan oleh masing-masing instansi penerbitan ijin (GA).
Secara umum data elektronik yang akan dipertukarkan melalui portal NSW meliputi penyambaian dan
perijinan dari GA ke Customs (BC) untuk proses customs clearance di BC dan penyampaian data
realisasi import-ekspor dari Customs (BC) kepada GA sebagai konfirmasi atas realisasi import –
eksport dari ijin yang telah diterbitkan oleh GA.

3. Port System sebagai Pilar Utama dalam sistem NSW di Indonesia

Munculnya port system dalam desain sistem NSW di Indonesia lebih mendasarkan kepada
kepentingan nasional Indonesia yang memandang perlu untuk mendorong percepatan arus fisik
barang eksport-import ( phisically flow of goods ) selain percepatan dari sisi pelayanan dokumen.

73
Namun demikian yang perlu di catat adalah bahwa percepatan arus fisik barang yang akan
dikoneksikan dengan sistem NSW adalah yang secara langsung berkaitan dengan proses customs
release and clearance of cargoes, yaitu proses-proses yang secara langsung berkaitan dengan
proses clearance and release atas barang-barang ekspor dan import sehingga akan mampu
mendorong percepatan arus barang secara keseluruhan.

Secara umum data elektronik yang akan di pertukarkan melalui portal NSW dalam kaitanya dengan
rekonsilasi jumlah barang yang dibongkar / dimuat, meliputi penyampain data Cargo Mnifest dari
Customs (BC) kepada pengelola pelabuhan dan penyampaian data Gate–In / Gate–Out list dari
pengelola pelabuhan kepada customs (BC) untuk dilakukan rekonsilisasi.

4. Kebijakan pengembangan Sistem pendukung NSW

Kebijakan dalam pengembangan sistem NSW sebagaimana diuraikan pada Butir 1 s.d diatas lebih
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan standar minimal yang dipersyaratkan sistem NSW sesuai
dengan komitmen di tingkat regional ASEAN sedangkan untuk pengembangan sistem NSW dalam
rangka memenuhi kepentingan nasional Indonesia, pada tahap berikutnya akan dilakukan
pengembangan lebih lanjut beberapa sistem pendukung itama terhadap kelancaran arus barang
eksport dan Import dan Import, terutama yang terkait langsung dengan pelayanan atas barang ekspor
dan impor, seperti :

- Trade System ( sistem Manajemen perdagangan )


- Port SYSTEM ( Sistem pelayanan kapal/pesawat dan Barang )
- Payment System ( sistem pembayaran )
- Logistic System ( sistem Logistik )
- Transport / Trucking system ( sistem Angkutan di pelabuhan ).

5. Kebijakan Teknis dalam pengembangan sistem NSW

a. Kebijakan terhadap data

Transaksi perdagangan internasional merupakan unsur yang sangat penting dalam perekonomian
nasional, sehingga keberadaan data transaksi perdagangan internasional ini (data eksport dan
import) akan menjadi isu yang sangat startegi yang harus diselesaikan. Apalagi terkait adanya aturan
hukum yang membatasi penyebarluaskan dat yang menyangkut data transaksi setiap wajib pajak
dan peraturan perundang-undangan yang membatasi penyampaian data ekspor dan impor kepada
pihak lain.

Oleh karena itu harus secara menetapkan pihak-pihak yang berhak menyimpan, mengelola dan
menyampaikan data informasi, serta mengatur mengenai akses terhadap data dan informasi tersebut.

Penyimpanan pengelolaan data transaksi perdagangan seharusnya tetap menjadi kewenangan


masing-masing entitas sesuai dengan ketentuan perundangan-undannan yang berlaku, sedangakn
portal NSW hanya mengelola data referensi yang digunakan untuk mendukung proses dn fungsi-
fungsi yang dijalankan oleh portal NSW.

Untuk kebijakan publikasi data dan informasi, pemerintah harus menyesuaikan dengan ketentuan
perundang-undang yang mengatur mengenai publikasi data yang terkait dengan ekspor dan impor
dengan memperhatikan pula perundang-undang yang mengatur mengenai kebebasan memperoleh
informasi oleh publik.

b. Arsitektur Sistem

Secara teknis besaran utama dari kebutuhan teknis sebuah sistem NSW adalah mencakup:

- Gateway portal yang merupakan suatu common – portal yang berfungsi sebagai mana bagi
pengajuan dan proses dokumen yang diperlukan dalam proses clearance and release barang
eksport dan impor (portal NSW);

74
- Interface bagi para penguna sistem NSW, baik dari semua instansi pemerintah bagi para
penguna sistem NSW , baik dari semua instansi pemerintah maupun seluruh pelaku usaha terkait
dalam sistem NSW;
- Sistem pelayanan ( inhouse system yang berada di internet masing-masing instansi pemerintah.

Untuk menyediakan gateway-portal dengan kapasitas dan spesifikasi teknis seperti yang
dipersyaratkan sistem NSW, idealnya pemerintah secara khusus harus menunjuk pihak yang
berttanggung jawab terhadap pembangunan sistem dan jasa komunikasi data, denan lingkup
pekerjaan menyediakan layanan sistem yang berbasis internet (web-based) berupa sebuah common-
portal nasional, yang berfungsi sebagai mana gateway-portal yang mengintergerasikan seluruh
sistem dan sebagaimana interfase bagi seluruh entitas untuk bisa mengirimkan dan menerima data
secara elektronik.

c. Standarisasi Elemen Data

Untuk dapat melakukan pertujaran data elektronik antar entititas terkait yang sedemikian banyak dan
untuk dapat menginteregrasikan sistem yang dimiliki oleh selruh entitas tersebut, maka hal mendeser
yang diperlukan adalah adanya standarisasi data elemen yang telah disepakati bersama.

Dengan demikian, semua entitas yang akan terhubung dengan sistem NSW harus mengunakan
elemen data yang standar, atau pihak pengelola portal harus menyediakan program interface untuk
mengkonversikan data-data yang mempunyai format yang berbeda kedalam standar elemen data
yang ditetapkan.

Berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan dalam pembahasan di internet Tim persiapan NSW
bersama Steering Committee Tim Persiapan NSW, serta mendasarkan pada praktek-praktek
internasional, maka format elemen data yang akan digunakan dalam pengembangan sistem NSW di
Indonesia akan mengunakan referensi ” WCO data Model dan UN/EDIFACT” sebagai standar acuan.

d. Persyaratan dan Upaya

Persyaratan yang harus dipenuhi

Dengan perkembangan sistem NSW, dengan memperhatikan berbagai kondisi saat ini sebagaimana
diuraikan sebelumnya, maka untuk sampai kepada tahapan implementasi, perlu adanya persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain:
- Tersedianya data informasi yang telah terstandar dan selaras, disemua entitas yang akan
terhubung ke sistem NSW.
- Terwujud simplikasi dan harmonisasi alur bisnis proses di semua entitas, terutama bisnis proses
yang berkaitan langsung dengan proses customs release and clearance of cargo.
- Ketersediaan sistem dan teknologi yang untuk pengembangan sistem NSW.
- Ketersediaan legal framework yang menjadi dasar penerapan sistem pelayanan elektronik di
masing-masing entitas.
- Otomasi proses –proses yang berkaian dengan proses pelayanan kepabeanan, perikinan,
kepelabuhan, perbankan, transportasi dan proses lain yang terkait dengan sistem NSW.
- Ketersedian sumber daya dan alokasi dana yang memadai untuk pengembangan dan penerapan
sistem NSW
- Ketersediaan waktu yang cukup, terhadap perencangan, pembangunan , pengoperasian dan
pengembangan sistem NSW, disesuaikan dengan skema penjadwalan di tingkat regional
ASEAN.

Upaya yang harus dilakukan

Dalam mewujudkan pemenuhan berbagai persyaratan sebagaimana diuraikan sebelumnya, beberapa


upaya yang harus dilakukan antara lain:

i. Standarisasi dan harmonisasi data dan informasi

75
Menetapkan standar format elemen data dan onformasi yang akan diperlukan melalui sistem
NSW, dimana telah ditetapkan bahwa untuk pengembangan sistem NSW di Indonesia akan
mengunakan standar berdasarkan WCO data Model (yang terakhir adalah Versi 2.0 Tahun 2006)
dan / EDIFACT. Setelah ditetapkan standar yang disepakati, kemudian harus dilakukan penelitian
dan pemetaan terhadap format elemen data struktur database sistem yang digunakan disetiap
entitas yang akan terhubung ke sistem NSW, dengan perlakukan:

- Untuk insatansi pemerintah yang belum mempunyai atau sedang mempersiapkan inhouse-
system, agar langsung menggunakan foramat data sesuai dengan WCO data Model
- Untuk instansi pemerintah yang sudah mempunyai inhaose-system, agar menyesuaikan
dengan standar WCO data Model, yang salah satunya bisa melalui aplikasi program konversi
(converter) data.
- Semua entitas yang terkait secara konsisten melakukan perubahan dan penyesuaian
terhadap standar acuan yang telah ditetapkan ( WCO data Model dan UN/EDIFACT), dan
untuk pertukaran data elektronik melalui world wide web dan internet mengunakan standar
extensible mark-up language (XML)

ii. Simplikasi dan harmonisasi alur bisnis proses

Upaya yang sangat penting adalah bagaimana melakukan simplikasi dan harmonisai bisnis
proses yang ada, dan tidak hanya sekedar mengotomasikan proses manual, terutama proses
yang berkaitan langsung dengan custoims reease and clearance of cargo. Hal yang harus
dilakukan adalah mengidentifikasikan komponen-komponen yang membentuk alur bisnis dari
tiap-tiap insatansi dan kemudian melakukan simplikasi melalui pengurangan duplikasi dan
redundasi komponen-komponen tersebut, untuk kemudian dilakukan harmonisasi dan
sinkronisasi dengan bisnis proses pada entitas lainya.

iii. Menyediakan sistem dan teknologi yang layak untuk mengembangklan sistem NSW, yang
memenuhi beberapa kriteria seperti Open System, Multi standar, Interconnection, Interoperability,
Technology.

iv. Menyediakan Legal framework terkait dengan:


- Security Policy Issues
- Standarization Issue
- Audit Policy Issue
- Providers Issue ( interkoneksi antar Provider dalam sistem NSW)
- Govermment Roles ( penyempurnaan regulasi, kebijakan pertukaran data dan kebijakan
hubungan antar instansi/Govermment Agencies/Authorities)
- Sistem dan Prosedur pelayanan elektronik

v. Untuk menjalankan proses –proses dan fungsi-fungsi dalam portal NSW, diperlukan otomasi
seluas mungkin terhadap semua proses yang berkaitan dengan kegiatan dan lalulintas ekspor-
impor. Otomasi proses dan fungsi yang harus dilakuakn dalam portal NSW antara lain:
- Proses penelitian validitas dan kelengkapan data dokument ekspor-impor
- Proses pengecekan terhadap pemenuhan persyaratan perijinan
- Workflow yang mengatur kaloborasi sistem antar entitas
- Proses pengiriman dan peneriman respon perijian
- Proses validasi pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor
- Proses pengiriman dan peneriman dikument pengeluaran dan pemasukan barang di gate
pelabuhan atau bandara.
- Proses pengiriman dan peneriman dokumen cargo manifes dan discharge/loading list

Selain otomasi proses dn fungsi da;lam portal NSW tersebut di atas, perlu dilakukan otomasi
seluas mungkin terhadap proses pelayanan pada sistem internal di masing-masing entitas.

vi. Menyediakan sumber daya dan alokasi dana yang memadai untuk mengembangkan dan
penerapan sistem NSW. Untuk itu Tim nasional yang telah ditetapkan harus melakukan
identifkasi secara jelas terhadap semua sumber daya(resouces) yang diperlukan dan kebutuhan

76
alokasi anggaran, atas dasar kebijakan dan startegi implementasi yang telah ditetapkan untuk
penerapan sistem NSW.

vii. Memberikan waktu yang cukup dan realitas kepada pihak-pihak yang akan diserahi untuk
melakukan perancangan, pembangunan pengoperasian dan pengembangan sistem NSW,
dengan mendasarkan kepada kondisi yang ada saat ini, kebijakan dan strategi implementasi
yang akan ditempuh, dan disesuaikan dengan skema penjadwalan di tingkat regional ASEAN.

77
LAMPIRAN

vii. 10 (sepuluh) Langkah Kebijakan Pemerintah Untuk Mengantisipasi Dampak


Krisis Keungan Global di Akhir Tahun 2008

Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang berdampak negatif terhadap negara-
negara lainnya, tidak berimbas terlalu besar bagi Indonesia. Hal ini disebabkan net ekspor Indonesia
ke luar negeri hanya 10 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah diharapkan dapat
menjaga konsumsi rumah tangga yang nilainya cukup besar, yakni sekitar 60% PDB, secepatnya
mengambil kebijakan yang mendorong pertumbuhan sektor riil, serta diikuti dengan pemberian
kemudahan investasi yang lebih baik agar investor asing (Warta Ekonomi, 30 Oktober 2008)

Untuk mengantisipasi dampak yang lebih buruk dari krisi global ini, pemerintah telah memutuskan 10
(sepuluh) langkah kebijakan yang akan ditempuh. Tujuan dari kebijakan ini adalah:

(a) menjaga keseluruhan kegiatan ekonomi agar tidak banyak mengalami gangguan,
(b) menjaga keselamatan dan keamanan perekonomian, khususnya melakukan respon terhadap
kesulitan-kesulitan yang dihadapi para pelaku ekonomi, dan
(c) menjaga masyarakat dari dampak yang tidak menguntungkan.

Adapun ke-sepuluh langkah tersebut meliputi:

- Pertama, mewajibkan seluruh BUMN menempatkan seluruh hasil valuta asingnya di bank dalam
negeri, dalam satu kliring house. BUMN diwajibkan melaporkan informasi tentang penghasilan
dan kebutuhan valas ke kantor Kementerian BUMN dan transaksinya melalui perbankan, secara
mingguan dan di-update setiap hari.
- Kedua, mempercepat pelaksanaan proyek-proyek yang sudah mendapat komitmen pembiayaan,
baik bilateral maupun multilateral.
- Ketiga, menginstruksikan BUMN untuk tidak melakukan pemindahan dana dari bank ke bank. Ini
untuk menjaga stabilitas likuiditas dan mencegah terjadinya perang harga.
- Keempat, pemerintah bersama Bank Indonesia melakukan pembelian SUN (Surat Utang Negara)
di pasar sekunder dan dilakukan secara bertahap. Ini menjaga kepercayaan pelaku pasar
terhadap SUN dengan melakukan stabilisasi pasar SUN.
- Kelima, memanfaatkan bilateral swaps arrangement dari Bank of Japan, Bank of Korea, dan
Bank of China apabila diperlukan untuk menjaga kesinambungan neraca pembayaran.
- Keenam, menyediakan fasilitas re-diskonto wesel ekspor with recourse yang mulai berlaku 1
November 2008. Tujuannya untuk menjaga agar ekspor tetap dapat berjalan dengan memberikan
garansi terhadap risiko pembayaran. Pemerintah akan memonitor secara ketat agar fasilitas itu
tidak disalahgunakan eksportir, misalnya dengan jalan ekspor fiktif.
- Ketujuh, mengurangi pungutan ekspor minyak sawit mentah menjadi 0% dari sebelumnya 2,5%.
Kebijakan mulai berlaku 1 November 2008.
- Kedelapan, menyusun APBN 2009 yang memungkinkan pemerintah mengubah APBN tanpa
mengurangi hak-hak DPR terkait krisis keuangan global yang diperkirakan masih terjadi sampai
tahun depan.
- Kesembilan, mencegah importasi ilegal dengan menerbitkan ketentuan pembatasan impor
komoditi garmen, elektronika, makanan-minuman, mainan anak-anak, dan sepatu yang mulai
berlaku 1 November 2008. Komoditas itu hanya bisa diimpor oleh importir terdaftar dengan
kewajiban verifikasi di pelabuhan muat yang telah ditetapkan, yakni Tanjung Priok, Tanjung
Emas, Belawan, Makassar, Bandara Soekarno-Hatta, dan Bandara Juanda. Peraturan ini mulai
berlaku pada 1 November 2008, dan
- Kesepuluh, membentuk gugus tugas terpadu antar instansi terkait guna meningkatkan
pengawasan terhadap barang-barang yang beredar lewat peraturan menteri perdagangan yang
mulai berlaku 1 November 2008.

78
LAMPIRAN

viii. Daftar Nama Anggota Tim Penyusun dan Kontributor Cetak Biru Penataan
dan Pengembangan Sektor Logistik Indonesia

Penyusun

- Firman MU Tamboen - Johni Martha


- Ananta Dewandhono - Wahyu Tunggono
- Mahendra Rianto - Nofrisel
- Rocky Pesik - Adolf Tambunan
- Edward Kennedy - Darmawan Taslan
- Parlagutan Silitonga - Zaldi Ilham Masita
- Robert Waloni - Bambang Harjo

Kontributor

Tim Kecil Sektor Logistik


Kemenko Ekonomi
dan

- Dorodjatun Kuntjoro-Jakti - David Ray


- Jusman Sjafii Djamal - Oentoro Surya
- Soebagyo - Agung Kuswandono
- Edi Putra Irawadi - Nur Hidayat
- Chris Kanter - Woro Indah Widyastuti
- Bambang Susantono - Budi Rohmadi
- Denny Siahaan - Ibnu Wibowo
- Raldi Hendro Koestoer - Johny Simanjuntak
- Jakob Friis Sorensen - Masli Mulia
- Henry Sandee - Willem Siahaya
- Mahendra Siregar - Daniel Rombon
- Senator Nur Bahagia - Sjofyan Noersali
- Harmen Sembiring - Siti Ariyanti
- Kadrial - Lien Rochman
- Syarifuddin - Khoiri Soetono
- Wellyantina Waloni - Herry Susanto

79

You might also like