Professional Documents
Culture Documents
P 3 E S ID A
Pendahuluan
Dalam setahun terakhir Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat
sedikitnya empat keputusan hukum yang memengaruhi kehidupan politik di
Tanah Air. Pertama, keputusan tentang diperbolehkannya calon
perseorangan dalam pemilihan langsung kepala daerah. Kedua, keputusan
tentang penetapan calon terpilih anggota legislatif berdasarkan suara
terbanyak dalam Pemilu 2009. Keputusan ini menganulir penetapan calon
terpilih berdasarkan nomor urut yang lebih kecil. Ketiga, keputusan
peneguhan mengenai ambang batas parlemen 2,5% (parliamentary
threshold). Terakhir, keempat, keputusan MK tanggal 17 Februari lalu
tentang penolakan calon perseorangan dalam pemilihan presiden.
Dua dari keputusan MK yang membatalkan salah satu materi
undang-undang tersebut selain memengaruhi kondisi kehidupan politik di
Indonesia, juga memberikan tanda tanya besar mengenai kekuatan
legitimasi DPR sebagai pembuat UU.
Selain itu Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan uji materi UU No 10
Tahun 2008 tentang pemilu, terkait pasal 214 tentang syarat pencalegan. Dengan demikian
penetapan caleg untuk pemilu 2009 tidak lagi ditentukan dengan sistem nomor urut.
Menurut Mahfud, pelaksanaan putusan MK tidak akan menimbulkan hambatan yang pelik
karena pihak terkait Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menyatakan siap melaksanakan
putusan MK. "Jika memang harus menetapkan anggota legislatif berdasarkan suara
1 STIE-SB Pariaman
terbanyak," katanya1.
2 STIE-SB Pariaman
integrasi politik. Demikian pula keputusan tentang calon perseorangan
dalam pemilihan presiden memang sangat bersifat tekstual karena bunyi
UUD 1945 Pasal 6 sangat eksplisit diusulkan oleh parpol atau gabungan
parpol. Dalam hal ini dibutuhkan revisi konstitusi jika calon perseorangan
akan dimungkinkan dalam pemilihan presiden2.
2 Eko Prasojo. Guru Besar Ilmu Administrasi Negara FISIP UI. 2009. MK Superorgan.
Dalam http://www.Ahmadheryawan.com. Diakses Tanggal 6 April 2009.
3 STIE-SB Pariaman
jumlah partai peserta pemilu lebih banyak 34 partai ditambah 6 partai lokal
aceh, dari pemilu 2004 hanya 24 partai, tetapi jauh lebih sedikit
dibandingkan pemilu 1999 sebanyak 48 partai. Banyaknya partai politik
yang lolos verfikasi faktual KPU menggambarkan semakin progresnya
kehidupan demokrasi di Republik ini. Selain itu menggambarkan ekspresi
ketidakpuasan masyarakat terhadap keberadaan partai politik, yang bisanya
hanya mengobral janji saat kampanye, namun tidak mampu merealisasikan
ketika berkuasa. Juga karena partai politik yang ada dianggap tidak mampu
mewadahi aspirasi politik masyarakat yang terus bergerak dinamis dari
waktu ke waktu. Orientasi partai politik masih seputar upaya pelanggengan
kekuasaan, sehingga kepentingan rakyat menjadi termarginalisasi. Dan
paling penting karena semakin tumbuh suburnya kesadaran politik
masyarakat untuk lebih bebas bergerak menyuarakan aspirasi sesuai
kepentingan dan idealisme nuraninya, tanpa tergantung pada partai politik
yang ada. Alasan inilah yang kemudian membidani lahirnya berbagai macam
partai politik dengan idealisme dan kepentingan berbeda pula entah itu
kepentingan bisnis, agama bahkan sampai pada ranah etnis.
Issu ABS, iklan sampai saling tuding Menjelang Pemilu 2009 banyak
hal menarik yang patut dicermati seperti munculnya wacana pelanggengan
kekuasaan dengan hadirnya generasi baru di lingkungan politik seperti
anaknya SBY, Megawati, Amin Rais, Sabam Sirait, dll dalam daftar calon
anggota legislatif. Selain itu issu politik “ABS”, cukup membuat SBY gerah
dan gelisah karena menurutnya ada indikasi gerakan terorganisir oleh
petinggi militer aktif dalam kancah politik praktis sebagai team sukses calon
presiden tertentu. alasan itu lalu kemudian mendorong Presiden SBY
memanggil para petinggi TNI dan Polri ke instana, untuk mengantisipasi
issu tersebut, sekaligus menegaskan netralitas TNI dan Polri.
4 STIE-SB Pariaman
menawarkan program beras murah. Demikian juga partai Golkar Jusuf
seakan mendeklarasikan partainya sebagai ikon perdamaian konflik di
wilayah nusantara. Memang demikianlah kondisi bangsa ini ketika
menjelang Pemilu, perang iklan dan pernyataan politik selalu
dipertontonkan kepada rakyat.
5 STIE-SB Pariaman
tugasnya sebagai Menkokesra saat itu. Lagipula konflik bisa terselesaikan
karena dukungan semuan komponen bangsa, dan kesadaran masyarakat.
Kenyataan ini menggambarkan para elite politik telah kehilangan
kreativitasnya untuk mendesign iklan yang lebih cerdas dan mendidik
rakyat. Materi eksploitasi hanya keberhasilan semata, sementara kegagalan
ditutup rapat-rapat.
6 STIE-SB Pariaman
yang ikut pemilu, sehingga untuk memenuhi ketentuan formil siapa saja
dijaring menjadi anggota parpol kemudian dicalonkan menjadi anggota
legislatif tanpa dibekali dengan pengalaman organisasi atau proses
kaderisasi partai yang matang. Bahkan untuk mencari popularitas tidak
sedikit partai politik memilih jalur instant dengan mengandeng para artis,
atau siapa saja, bahkan tidak ketinggalan ibu-ibu rumah tangga yang
dianggap memiliki kemampuan financial dan mampu mengkatrol perolehan
suara pada pemilu 2009 dengan mekanisme penjaringan dor to dor.
7 STIE-SB Pariaman
bangunlah rakyatku kita buat perubahan untuk negeri tercinta ini3.
8 STIE-SB Pariaman
melalui isu-isu kebijakan terkait dengan komisi mereka masing-masing4.
Cara kampanye yang haram oleh orang awam sering disebut dengan
istilah kampanye kotor/hitam (Black Campaign) yang mana calon anggota
legislatif melakukan kampanye yang dapat merugikan calon lain dan/atau
Peserta Pemilu lain dengan mengharapkan dirinya atau partainya mendapat
keuntungan dari kampanye kotor tersebut. Kampanye kotor dilakukan untuk
4 http://magnainformasi.com. Kandidat Berlomba Tampil di Media (2009). Diakses Tanggal
6 April 2009.
9 STIE-SB Pariaman
menjatuhkan calon sehingga calon tersebut menjadi tidak disenangi
temannya, pendukungnya. Dengan begitu calon tersebut akan dikeluarkan
dari partai sehingga karier politiknya habis alias tamat.
c). menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Peserta
Pemilu yang lain;
10 STIE-SB Pariaman
g). merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
i). membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut lain selain
dari tanda gambar dan/atau aribut Peserta Pemilu yang bersangkutan;
a) sopan, yaitu menggunakan bahasa atau kalimat yang santun dan pantas
ditampilkan kepada umum;
d). bijak dan beradab, yaitu tidak menyerang pribadi, kelompok, golongan
atau Peserta Pemilu lain.
b). menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri
bangsa;
11 STIE-SB Pariaman
f). menjalin komunikasi politik yang sehat antara Peserta Pemilu dan/atau
calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan masyarakat sebagai bagian
dari membangun budaya politik Indonesia yang demokratis dan
bermartabat.
12 STIE-SB Pariaman
Hal ini yang menjelaskan mengapa ada tuntutan otonomi daerah serta
perimbangan keuangan yang lebih adil antara pusat dan daerah. Di samping
itu, kelompok masyarakat yang tertinggal seperti suku-suku terasing di
berbagai pelosok Indonesia juga menuntut perhatian sama.
6 Dr. Valina Singka Subekti, MA. 2009. Kepekaan Gender Dalam Politik Indonesia. Harian
seputar Indonesia. Dalam http://www.ahmadheryawan.com. Diakses Tanggal 6 April 2009.
13 STIE-SB Pariaman
bertugas mengamendemen UUD 1945. Mampu dihadirkannya pasal tersebut
sebenarnya menggambarkan kerja sama yang baik antara PAH I BP MPR
dengan komponen masyarakat sipil dalam memperjuangkan isu-isu strategis
demokratisasi. PAH I menggelar forum hearing,mengundang dan menerima
masukan dari masyarakat mengenai materi amendemen.
14 STIE-SB Pariaman
perjuangan keras bertahun-tahun untuk memperoleh akses dan kesempatan
yang sama dalam pengisian kursi parlemen (DPR).
15 STIE-SB Pariaman
sistem yang lebih baik.
Gagasan KPU yang saat ini akan membuat regulasi baru untuk
mendukung zipper system. Menurut salah satu anggota KPU, Andi Nurpati,
KPU tetap akan memasukkan zipper system ke dalam peraturan KPU
tentang penetapan dan penggantian calon terpilih anggota DPR, DPRD
provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini untuk mengakomodasi suara
perempuan agar mendapat kursi ketiga dari tiga kursi yang didapatkan
partai. Kebijakan itu diambil untuk memastikan bahwa partai benar-benar
memberikan jatah satu kursi dari tiga kursi yang didapat untuk perempuan.
16 STIE-SB Pariaman
Penentuan perempuan diambil dari caleg perempuan yang memperoleh
suara terbanyak.
17 STIE-SB Pariaman
keputusan telah mejadi isu global karena beberapa alasan. Pertama,
pemerintahan oleh (mayoritas) laki-laki dengan perspektif laki-laki (dengan
sendirinya lebih menguntungkan laki-laki), tidak dapat melegitimasi
“prinsip pemerintahan untuk rakyat oleh rakyat” sebagai esensi demokrasi.
Hal ini disebabkan di antaranya, hak-hak politik perempuan merupakan
bagian integral dan tidak terpisahkan dari hak asasi manusia, bahwa dalam
demokrasi pandangan dari kelompok yang berbeda-beda termasuk berbeda
jenis kelamin harus dipertimbangkan dalam setiap kebijakan, dan
perempuan adalah separoh penduduk dunia dan separoh dari jumlah
penduduk masing-masing negara. Kedua, tidak ada sekelompok orangpun
yang dapat mengartikulasikan kepentingan dan kebutuhan perempuan
dengan kualitas tertinggi selain kaum perempuan sendiri khususnya umtuk
mengartikulasikan kebutuhan perempuan yang spesifik misalnya dalam
masalah kekerasan terhadap perempuan, kesehatan reproduksi dll. Ketiga,
kebutuhan-kebutuhan perempuan yang spesifik diatas, lebih berhasil
diagendakan oleh perempuan sendiri dari pada kaum laki-laki.
Keempat, perempuan dianggap membawa perubahan dalam gaya dan nilai-
nilai baru dalam politik dan juga dalam pembangunan.
18 STIE-SB Pariaman
Meragukan Kualitas Legislatif Hasil Pemilu 2009
Tulisan ini bukan sebuah pengingkaran atas hak setiap warga negara
untuk memilih dan dipilih, namun lebih kepada pengkritisan atas
inkonsistensi profesi, sekiranya politisi kita kategorikan sebagai profesi.
Karena kami percaya profesi apapun selalu membutuhkan proses untuk
melahirkan skil profesi yang matang. Karena sejujurnya hadirnya fenomena
penyimpangan yang dilakukan partai politik dalam merekrut calon anggota
legislatif, yang lebih mengutamakan popularitas ketimbang kualitas. Serta
turut bersimpati kepada kawan-kawan aktivis, tokoh LSM, OKP dan Ormas
yang telah berproses puluhan tahun karena tuntutan profesionalisme pilihan
karir, namun pada akhirnya tidak terpakai dalam perekrutan calon politisi
senayan atau diabaikan karena partai politik sedang latah untuk lebih
memilih artis ?pelawak dan pesohor sinetron.
19 STIE-SB Pariaman
2009 melahirkan pesimisme baru akan produk legislatif 2009 yang bakalan
diisi oleh kalangan pelawak, pesohor dan para pemain sinetron.
Fakta teranyar dan sungguh ironis merujuk pada hasil suvey LSI yang
dikutip dari (RM dan Berpolitik.com) popularitas politisi ternyata masih
jauh dibawah caleg artis yang nota bene adalah pelawak, pemain sinetron
dan foto model. Presiden PKS Tifatul Sembiring dan Ketua DPP Partai
Demokrat Anas Urbaningrum misalnya, masih berada di bawah pelawak Eko
Patrio8.
Dari hasil survei tersebut, popularitas Eko yang jadi caleg dari PAN ini
mengantongi 5,6 persen, Tifatul Sembiring 1,5 persen, dan Anas
Urbaningrum 1,9 persen. Selebihnya, Ketua Umum PBB MS Kaban 1 persen,
Pramono Anung 2,5 persen, Muhaimin Iskandar 2,9 persen. Sedangkan
Ferry Mursidan Baldan menempati posisi buncit dengan tingkat popularitas
0,1 persen.
8 Jay Paradi. Aktivis Barisan Muda Merah Putih. 2009. Meragukan Kualitas Legislatif
Hasil Pemilu 2009. Dalam http://www.berpolitik .com. Diakses Tanggal 6 April 2009.
20 STIE-SB Pariaman
rutin lima tahunan rakyat ini tidak menjanjikan harapan, justeru melahirkan
pesimisme yang dalam. Kami meragukan kemampuan anggota ledislatif
hasil pemilu 2009 untuk memikirkan nasib rakyat karena kualitas caleg yang
tidak jelas latar belakang karir politiknya. Memang benar kata Rasulullah
Muhammad SAW, jika sesuatu diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggu
saja kehancurannya. Dapat ditebak bahwa udah pasti legislatifnya bakalan
amburadur, kalau gedung senayan isinya para pelawak dan pemain sinetron
serta caleg dari latar belakangan lainnya yang selama ini tidak bersentuhan
dengan substansi persoalan politik kebangsaan.
21 STIE-SB Pariaman
ditambah persoalan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
terpilih berdasarkan nomor urut ataupun perolehan suara terbanyak di
samping itu kompleksitas kesiapan dukungan logistik yang masih dibahas
untuk disesuaikan dengan kebutuhan yang sejak tender hingga
distribusinya. Ternyata juga belum menggambarkan optimisme.
22 STIE-SB Pariaman
melangkah ke depan” di tengah dinamika pemilu yang kita hadapi. Hal ini
yang harus dijadikan komitmen bersama seluruh penyelenggara pemilu
dilapangan, syukur-syukur ini juga difahami secara bijak oleh seluruh pihak
yang terkait dengan pemilu, baik itu partai politik, panwas pemilu dan
pihak-pihak lainnya. Artinya kita (penyelenggara dan seluruh pihak yang
terkait dengan pemilu) harus memberikan keyakinan kuat kepada
masyarakat/rakyat sang pemilik kedaulatan, agar mereka tidak merasa
pesimis dan terlebih khawatir akan pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu
2009. Saya yakin ekspektasi publik mengharapkan sesuatu yang terbaik dari
proses pemilu ini.
Dari perspektif lain, kalau dikaji dan didalami secara ilmiah, bahwa
pelaksanaan pemilu 2009 sudah dapat dilaksanakan dan harus berlangsung
tahapan demi tahapan, sebab penyelenggaraan pemilu 2009 sudah ada
variabel-variabelnya, diantaranya diterbitkannya undang-undang
kepemiluan, sudah dibentuknya lembaga penyelenggara pemilu dari pusat
hingga daerah (KPU sampai dengan PPS), sudah ditetapkannya peserta
pemilu (partai politik dan perseorangan DPD), sudah ditetapkannya calon,
sudah ditetapkannya pemilih (DPT) dan stabilitas keamanan dinegara kita
yang cukup kondisif. Jika semua variabel itu terpenuhi maka diyakini pemilu
23 STIE-SB Pariaman
akan terselenggara dengan baik, apalagi saat ini persiapan-persiapan dan
pelaksanaan tahapan untuk itu sudah dilakukan. Semua persiapan sudah
dijalankan sesuai prosedur, peraturan ada, calon pemilih juga ada meskipun
diyakini ada golongan putih (golput), dan keamanan secara nasional dinilai
aman dan stabil sampai penyelenggaraan pemilu nanti. Hal-hal itulah yang
harss dibangun keyakinan bahwa pemilu 2009 harus berlangsung sesuai
dengan tepat waktu.
Sebut saja dari teknis pemberian suara, sudah 9 (sembilan) kali kita
pemilu sejak tahun 1955, 1971, 1977, 1992, 1997, 1982, 1987, 1999 dan
terakhir 2004 selalu memberikan suara dengan cara di coblos. Untuk pemilu
2009 ini lah, bangsa kita memulai untuk sesuatu yang baru, yaitu dengan
cara di centang (istilah lain, ceklis, contreng dan lainnya). Tentu dalam
perubahan teknis yang mendasar ini mengandung makna yang mendalam.
Usut punya usut, ternyata Pemilu 2009 diletakkannya pondasi pelaksanaan
”PEMILU YANG CERDAS”. Sejarah membuktikan bahwa di dunia negara
yang dalam pemilunya masih di coblos tinggal 2 negara yaitu negara kita
(Indonesia) dan negara Kamerun. Ada sebuah cita demokrasi yang luhur
barangkali dari pemegang kebijakan di atas akan perubahan ini. Tentunya
perubahan mendasar ini, seyogyanya diikuti oleh gencarnya sosialisasi. Tapi
apa yang terjadi banyak kritikan dan itu diakui sendiri oleh KPU bahwa
sosialisasi belum maksimal dilakukan. Tentunya ini merupakan kewajiban
semua stakeholder untuk mengawal dan menyelamatkan pemilu 2009 ini,
24 STIE-SB Pariaman
dengan terus melakukan kerja sosialisasi yang tidak hanya merupakan
tanggungjawab KPU semata.
25 STIE-SB Pariaman
juga harus mengalami perubahan karena terkait dengan suara untuk pemilu
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang dinyatakan sah
apabila pemberian satu kali pada kolom nama partai atau kolom nomor
calon atau kolom nama calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota.
Kesimpulan
9 Endun Abdul Haq. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kuningan. 2009.
Optimisme Pemilu 2009. Dalam http://www. radarcirebon.com. Diakses Tanggal 6 April 2009.
26 STIE-SB Pariaman
memberikan dampak positif berupa terselenggaranya sistem demokrasi
langsung dimana pemilih lagsung memilih caleg yang dianggapnya pantas
bukan lagi dari partai yang menentukan sehingga caleg yang bernomor urut
berkemungkinan untuk dapat masuk menjadi anggota legislative, namun
keputusan MK tersebut juga memberikan dampak buruk terhadap konstitusi
negara dan juga oleh sebagian kalangan keputusan tersebut dianggap
melemahkan posisi caleg perempuan dalam pemilu legislative 2009.
Referensi
27 STIE-SB Pariaman