You are on page 1of 20

Sekolah

www.masbow.com/2009/11/kontek-sosial-dalam-perkembangan-anak.html
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis
melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka
membantu anak agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut
aspek moral spiritual, intelektual, emosionalmaupun sosial. Peranan sekolah dalam
mengembangkan kepribadian anak adalah sebagai faktor penentu bagi
perkembangan kepribadian anak baik dalam cara berpikir, bersikap maupun cara
berperilaku. Sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam
membantu para anak mencapai tugas perkembangannya. Alasannya antara lain
adalah bahwa sekolah memberi pengaruh kepada anak secara dini, seiring dengan
perkembangan konsep dirinya, anak-anak banyak menghabiskan waktunya di
sekolah dari pada tempat lain di luar rumah, sekolah memberikan kesempatan
kepada anak untuk meraih sukses, sekolah memberi kesempatan pertama kepada
anak untuk menilai dirinya dan kemampuan secara realistic dan sekolah juga
berperan sebagai substansi keluarga dan guru subtitusi orang tua.

Sehubungan hal ini, sekolah sebisanya berupaya menciptakan suatu kondisi yang
dapat memfasilitasi anak untuk mencapai tugas perkembangannya tersebut. Upaya
sekolah dapat berjalan dengan baik, apabila sekolah tersebut telah tercipta kondisi
yang sehat atau efektif, baik menyangkut aspek manajemennya, maupun
profesionalisme para personelnya. Sekolah yang efektif itu sebagai sekolah yang
memajukan, atau mengembangkan prestasi, ketrampilan sosial, sopan santun,
sikap positif terhadap belajar, rendahnya angka absen dan memberikan
ketrampilan-ketrampilan yang memungkinkan seorang anak dapat mandiri. Sekolah
yang efektif disamping ditandai oleh ciri-ciri di atas juga sangat didukung oleh
kualitas para guru, baik menyangkut karakteristik pribadi maupun kompetensinya.
Karakteristik pribadi dan kompetensi guru ini sangat berpengaruh terhadap kualitas
proses pembelajaran di kelas atau hubungan guru dengan anak di kelas yang pada
nantinya akan berpengaruh pula pada keberhasilan belajar anak tersebut.

Usaha Perbaikan Kualitas Guru dengan Mengoptimalkan Kompetensi


Profesional dan Sosial
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang
sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di
jalur pendidikan formal maupun informal. Guru menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana
pembelajaran. Kompetensi guru dituntut dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Studi
tentang pendidikan guru di akhir abad ke 20 dan awal abad ke 21 menunjukkan fenomena yang
semakin kuat menempatkan guru sebagai suatu profesi. Kondisi nyata kini memandang bahwa
guru sebagai sebuah profesi, bukan lagi dianggap sebagai suatu pekerjaan (vokasional) biasa
yang memerlukan pendidikan tertentu Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas
pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan
eksistensi guru itu sendiri.
Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru
sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai
peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus
mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral
bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua
anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Dalam konteks sosial budaya Jawa misalnya, kata guru sering dikonotasikan sebagai
kepanjangan dari kata “digugu dan ditiru” (menjadi panutan utama). Begitu pula dalam khasanah
bahasa Indonesia, dikenal adanya sebuah peribahasa yang berunyi “Guru kencing berdiri, murid
kencing berlari”. Semua perilaku guru akan menjadi panutan bagi anak didiknya. Sebuah posisi
yang mulia dan sekaligus memberi beban psykologis tersendiri bagi para guru kita.
Mutu pendidikan ditentukan oleh beberapa faktor penting, yaitu menyangkut input, proses,
dukungan lingkungan, sarana dan prasarana. Penjabaran lebih lanjut mengenai faktor-faktor
tersebut bahwa input berkaitan dengan kondisi peserta didik (minat, bakat, potensi, motivasi,
sikap), proses berkaitan erat dengan penciptaan suasana pembelajaran, yang dalam hal ini lebih
banyak ditekankan pada kreativitas pengajar (guru), dukungan lingkungan berkaitan dengan
suasana atau situasi dan kondisi yang mendukung terhadap proses pembelajaran seperti
lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar, sedangkan sarana dan prasarana adalah perangkat
yang dapat memfasilitasi aktivitas pembelajaran, seperti gedung, alat-alat laboratorium,
komputer dan sebagainya. Berkaitan dengan faktor proses, guru menjadi faktor utama dalam
penciptaan suasana pembelajaran.
Sudah banyak usaha-usaha yang dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
khususnya kualitas guru ,kesejahteraan dan pendidikan guru yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Namun patut disayangkan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas guru, kesejahteraan dan
pendidikan guru tersebut dilaksanakan berdasarkan pandangan dari "luar kalangan guru ataupun
luar pendidikan guru". Terlalu banyak kebijaksanaan di bidang pendidikan yang bersifat teknis
diambil dengan sama sekali tidak mendengarkan suara guru. Pengambilan keputusan yang
menyangkut guru di atas seakan-akan melecehkan guru sebagai seseorang yang memiliki
"kepribadian".

B. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah bertujuan agar para guru meningkatkan kualitasnya dalam mengajar agar
anak didik juga mendapat pendidikan yang lebih baik. Untuk itu diperlukan dukungan
Pemerintah dalam upaya perbaikan ini baik dari sisi spiritual maupun materiil. Makalah ini juga
memberikan gambaran tentang kondisi guru saat ini di Indonesia dan juga prospek guru di masa
depan.

C. Rumusan Masalah
Makalah yang berjudul ” Usaha Perbaikan Kualitas Guru dengan Mengoptimalkan Kompetensi
Profesional dan Sosial ” mengambil beberapa masalah untuk dibahas, diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan kualitas guru ?
2. Apa saja yang mencakup kompetensi guru ?
3. Apa saja kriteria dari guru yang berkualitas ?
4. Apa saja kendala para guru dalam meningkatkan kualitasnya dalam mengajar ?
5. Bagaimana upaya Pemerintah dalam memperbaiki kualitas guru khususnya guru Geografi ?
6. Sejauh mana usaha Pemerintah dalam mengatasi kendala perbaikan kualitas guru ?
7. Bagaimana kaitan antara usaha memperbaiki kulitas guru dengan mengoptimalkan tercapainya
kompetensi profesionalismedan sosial guru?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kualitas Guru


Kualitas guru adalah kemampuan yang dimiliki seorang guru untuk diberikan pada anak
didiknya. Ada tiga kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa meningkatkan
kualitasnya sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi.
Pertama para guru harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan
pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik. Tukar
pikiran tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan guru sejenis di sanggar kerja guru, ataupun
dalam seminar-seminar yang berkaitan dengan hal itu. Kegiatan ilmiah ini hendaknya selalu
mengangkat topik pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa digunakan
secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Hanya perlu dicatat,
dalam kegiatan ilmiah semacam itu hendaknya faktor-faktor yang bersifat struktural
administrative harus disingkirkan jauh-jauh. Misalnya, tidak perlu yang memimpin pertemuan
harus kepala sekolah.
Kedua, akan lebih baik kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang
dihadiri para guru adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para guru sendiri.
Dengan demikian guru harus melakukan penelitian. Untuk ini perlulah anggapan sementara ini
bahwa penelitian hanya dapat dilakukan oleh para akademisi yang bekerja di perguruan tinggi
atau oleh para peneliti di lembaga-lembaga penelitian harus dibuang jauh-jauh. Justru sekarang
ini perlu diyakini pada semua fihak bahwa hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa yang
terjadi di kelas dan di sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah sangat penting untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang nyata-nyata memahami dan
manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di kelas.
Ketiga, guru harus membiasakan diri untuk mengkomunikasikan hasil penelitian yang dilakukan,
khususnya lewat media cetak. Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi guru meningkatkan
kemampuan dalam menulis laporan penelitian.

B. Pengertian Kompetensi Guru


Kompetensi pendidik merupakan pilar penting dalam menopang pencapaian mutu pendidikan
secara menyeluruh. Kompetensi merupakan seperangkat kemampuan yang harus dimiliki guru
searah dengan kebutuhan pendidikan di sekolah (kurikulum), tuntutan masyarakat, dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kompetensi dimaksud meliputi kompetensi
Keterampilan proses dan penguasaan pengetahuan.
-Kompetensi Pribadi
Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi
guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai
seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan
kepribadian (personal competencies), di antaranya: (1) kemampuan yang berhubungan dengan
pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya; (2) kemampuan
untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama; (3) kemampuan untuk berperilaku
sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat; (4) mengembangkan
sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma dan; (5) bersikap
demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
- Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan
penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting.
Oleh sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat
keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut: (1) kemampuan
untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus
dicapai baik tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan pembelajaran; (2) pemahaman
dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa,
paham tentang teori-teori belajar; (3) kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai
dengan bidang studi yang diajarkannya; (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai
metodologi dan strategi pembelajaran; (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai
media dan sumber belajar; (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (7)
kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (8) kemampuan dalam melaksanakan
unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan; (9)
kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
- Kompetensi Sosial Kemasyarakatan
Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai
makhluk sosial, meliputi: (1) kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman
sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional; (2) kemampuan untuk mengenal dan
memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan; (3) kemampuan untuk menjalin
kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok Di era yang serba canggih ini guru
dituntut untuk selalu berkembang dalam hal wawasan serta kemampuannya dalam proses belajar
mengajar. Wawasan seorang guru diharapkan mampu menyokong kegiatannya dalam proses
belajar mengajar, selain itu wawasan yang luas membuat guru memiliki cara pandang yang maju
dalm menilai berbagi hal.
C. Upaya Peningkatan Kualitas Kompetensi dan Sosial Guru
Jalan yang dapat dilakukana untuk meningkatkan Profesionalisme guru antara lain:
1.Gaji yang memadai. Perlu ditata ulang sistem penggajian guru agar gaji yang diterimanya
setiap bulan dapat mencukupi kebutuhan hidup diriny dan keluarganya dan pendidikan putra-
putrinya. Dengan penghasilan yang mencukupi, tidak perlu guru bersusah payah untuk mencari
nafkah tambahan di luar jam kerjanya. Guru akan lebih berkonsentrasi pada profesinya, tanpa
harus mengkhawatirkan kehidupan rumah tangganya serta khawatirakan pendidikan putra-
putrinya. Guru mempunyai waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri tampil prima di depan
kelas. Jika mungkin, seorang guru dapat meningkatkan profesinya dengan menulis buku materi
pelajaran yang dapat dipergunakan diri sendiri untuk mengajar dan membantu guru-guru lain
yang belum mencapai tingkatnya. Hal ini dapat lebih menyejahterakan kehidupan guru dan akan
lebih meningkatkan status sosial guru. Guru akan lebih dihormati dan dikagumi oleh anak
didiknya. Jika anak didik mengagumi gurunya maka motivasi belajar siswa akan meningkat dan
pendidikan pasti akan lebih berhasil.
2.Kurangi beban guru dari tugas-tugas administrasi yang sangat menyita waktu. Sebaiknya
tugas-tugas administrasi yang selama ini harus dikerjakan seorang guru, dibuat oleh suatu tim di
Diknas atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang disesuaikan dengan kondisi
daerah dan bersifat fleksibel (bukan harga mati) lalu disosialisasikan kepada guru melalui
sekolah-sekolah. Hal ini dapat dijadikan sebagai pegangan guru mengajar dalam mengajar dan
membantu guru-guru prmula untuk mengajar tanpa membebani tugas-tugas rutin guru.
3.Pelatihan dan sarana. Salah satu usaha untuk meningkatkan profesionalitas guru adalah
pendalaman materi pelajaran melalui pelatihan-pelatihan. Beri kesempatan guru untuk mengikuti
pelatihan-pelatihan tanpa beban biaya atau melengkapi sarana dan kesempatan agar guru dapat
banyak membaca buku-buku materi pelajaran yang dibutuhkan guru untuk memperdalam
pengetahuannya.
E.Upaya Pemerintah dalam Peningkatan Kualitas Guru
Guru sebagai pilar negara berupaya meningkatkan kualitas guru dengan cara sebagai berikut:
1. Standardisasi Kompetensi Guru
Standardisasi Kompetensi Guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan bagi seorang guru dalam
menguasai seperangkat kemampuan agar berkelayakan menduduki salah satu jabatan fungsional
Guru, sesuai bidang tugas dan jenjang pendidikannya. Persyaratan dimaksud adalah penguasaan
proses belajar mengajar dan penguasaan pengetahuan. jabatan Fungsional Guru adalah
kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak seseorang guru yang
dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau keterampilan tertentu serta
bersifat mandiri.
2. Undang-undang Guru dan Dosen
Indonesia pada tahun 2005 telah memiliki Undang-undang guru dan dosen, yang merupakan
kebijakan untuk intervensi langsung meningkatakan kualitas kompetensi guru lewat kebijakan
keharusan guru untuk memiliki kualifikasi strata 1 atau D4 dan memiliki sertifikasi profesi.
Dengan sertifikat profesi ini guru berhak mendapatkan tunjangan 1 bulan gaji pokok guru.
F. Kendala Yang Dihadapi Guru Saat Ini
Hingga saat ini masih banyak masalah dan kendala yang berkaitan dengan guru sebagai satu
kenyataan yang harus diatasi dengan segera. Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah
banyak dilakukan antara lain melalui perbaikan sarana, peraturan, kurikulum, dsb. tapi belum
mempriotitaskan guru sebagai pelaksana di tingkat instruksional terutama dari aspek
kesejahteraannya. Beberapa masalah dan kendala yang berkaitan dengan kondisi guru antara lain
sebagai berikut.
1. Kuantitas, kualitas, dan distribusi.
Dari aspek kuantitas, jumlah guru yang ada masih dirasakan belum cukup untuk menghadapi
pertambahan siswa serta tuntutan pembangunan sekarang. Kekurangan guru di berbagai jenis dan
jenjang khususnya di sekolah dasar, merupakan masalah besar terutama di daerah pedesaan dan
daerah terpencil. Dari aspek kualitas, sebagian besar guru-guru dewasa ini masih belum memiliki
pendidikan minimal yang dituntut. Data di lampiran 1 menunjukkan bahwa dari 2.783.321 orang
guru yang terdiri atas 1.528.472 orang guru PNS dan sisanya (1.254.849 orang) non-PNS, baru
sekitar 40% yang sudah memiliki kualifikasi S-1/D-IV dan di atasnya. Sisanya masih di bawah
D-3 atau lebih rendah. Dari aspek penyebarannya, masih terdapat ketidak seimbangan
penyebaran guru antar sekolah dan antar daerah.. Dari aspek kesesuaiannya, di SLTP dan SM,
masih terdapat ketidak sepadanan guru berdasarkan mata pelajaran yang harus diajarkan.
2. Kesejahteraan.
Dari segi keadilan kesejahteraan guru, masih ada beberapa kesenjangan yang dirasakan sebagai
perlakuan diskriminatif para guru. Di antaranya adalah: (1) kesenjangan antara guru dengan PNS
lainnya, serta dengan para birokratnya, (2) kesenjangan antara guru dengan dosen, (3)
kesenjangan guru menurut jenjang dan jenis pendidikan, misalnya antara guru SD dengan guru
SLTP dan Sekolah Menengah, (4) kesenjangan antara guru pegawai negeri yang digaji oleh
negara, dengan guru swasta yang digaji oleh pihak swasta, (5) kesenjangan antara guru pegawai
tetap dengan guru tidak tetap atau honorer, (6) kesenjangan antara guru yang bertugas di kota-
kota dengan guru-guru yang berada di pedesaan atau daerah terpencil, (7) kesenjangan karena
beban tugas, yaitu ada guru yang beban mengajarnya ringan tetapi di lain pihak ada yang beban
tugasnya banyak (misalnya di sekolah yang kekurangan guru) akan tetapi imbalannya sama saja
atau lebih sedikit. Kesejahteraan mencakup aspek imbal jasa, rasa aman, kondisi kerja, hubungan
antar pribadi, dan pengembangan karir.
3. Manajemen guru
Dari sudut pandang manajemen SDM guru, guru masih berada dalam pengelolaan yang lebih
bersifat birokratis-administratif yang kurang berlandaskan paradigma pendidikan (antara lain
manajemen pemerintahan, kekuasaan, politik, dsb.). Dari aspek unsur dan prosesnya, masih
dirasakan terdapat kekurang-terpaduan antara sistem pendidikan, rekrutmen, pengangkatan,
penempatan, supervisi, dan pembinaan guru. Masih dirasakan belum terdapat keseimbangan dan
kesinambungan antara kebutuhan dan pengadaan guru. Rerkrutmen dan pengangkatan guru
masih selalu diliputi berbagai masalah dan kendala terutama dilihat dari aspek kebutuhan
kuantitas, kualitas, dan distribusi. Pembinaan dan supervisi dalam jabatan guru belum
mendukung terwujudnya pengembangan pribadi dan profesi guru secara proporsional. Mobilitas
mutasi guru baik vertikal maupun horisontal masih terbentur pada berbagai peraturan yang
terlalu birokratis dan “arogansi dan egoisme” sektoral. Pelaksanaan otonomi daerah yang
“kebablasan” cenderung membuat manajemen guru menjadi makin semrawut.
4. Penghargaan terhadap guru
Seperti telah dikemukakan di atas, hingga saat ini guru belum memperoleh penghargaan yang
memadai. Selama ini pemerintah telah berupaya memberikan penghargaan kepada guru dalam
bentuk pemilihan guru teladan, lomba kreatiivitas guru, guru berprestasi, dsb. meskipun belum
memberikan motivasi bagi para guru. Sebutan “pahlawan tanpa tanda jasa” lebih banyak
dipersepsi sebagai pelecehan ketimbang penghargaan. Pemberian penghargaan terhadap guru
harus bersifat adil, terbuka, non-diskriminatif, dan demokratis dengan melibatkan semua unsur
yang terkait dengan pendidikan terutama para pengguna jasa guru itu sendiri, sementara
pemerintah lebih banyak berperan sebagai fasilitator.
5. Pendidikan guru
Sistem pendidikan guru baik pra-jabatan maupun dalam jabatan masih belum memberikan
jaminan dihasilkannya guru yang berkewenangan dan bermutu disamping belum terkait dengan
sistem lainnya. Pola pendidikan guru hingga saat ini masih terlalu menekankan pada sisi
akademik dan kurang memperhatikan pengembangan kepribadian disamping kurangnya
keterkaitan dengan tuntutan perkembangan lingkungan. Pendidikan guru yang ada sekarang ini
masih bertopang pada paradigma guru sebagai penyampai pengetahuan sehingga diasumsikan
bahwa guru yang baik adalah yang menguasai pengetahuan dan cakap menyampaikannya. Hal
ini mengabaikan azas guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan sumber keteladanan dalam
pengembangan kepribadian peserta didik. Pada hakekatnya pendidikan guru itu adalah
pembentukan kepribadian disamping penguasaan materi ajar. Sebagai akibat dari hal itu semua,
guru-guru yang dihasilkan oleh LPTK tidak terkait dengan kondisi kebutuhan lapangan baik
kuantitas, kualitas, maupun kesepadannya dengan kebutuhan nyata.
F. Kaitan Antara Usaha Usaha Perbaikan Kualitas Guru Geografi Dengan Peningkatan
Prefosionalisme dan Sosial Guru
Guru akan semakin terdorong untuk meningkatkan kerjanya dalam mengajar siswa bila
kebutuhan sosialnya dapat terpenuhi dengan baik. Contohnya seorang guru yang kehidupanya
berkecukupan atau bahkan kelebihan uang akan menyisihkan sebagian uangnya untuk mengikuti
seminar, diklat, atau study banding. Dalam acara-acara tersebut guru dapat diberikan pelatihan
maupun pelatihan maupun pengetahuan, sehingga secara tidak langsung profesionalisme guru
pun bertambah. Makin professional seorang guru maka makin berkualitas pula guru tersebut .
Hal ini terlihat guru sedang mengajar dikelas. Ketika buku bahan ajar tertinggal di rumah, tidak
menjadi masalah karena guru tersebut msih bisa menerangkan materi yang telah ia kuasai.
Di Indonesia, Profesional dan sosial guru masih diragukan oleh Negara lain di dunia selain di
Indonesia tergolong Negara terbelakang dan miskin, kualitas SDM pun belum tergali secara
optimal. Untuk itulah pemerintah berupaya meningkatkan kualitas guru, salah satu caranya
adalah dengan mengoptimalkan profesionalisme dan sosial guru.

Kompetensi Guru Pada Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar


Nasional

Written by Ade Rusliana


Wednesday, 11 October 2006 08:10
Oleh: Depdiknas
Salah satu implikasi yang menentukan keberhasilan program SKM/SSN ialah adanya guru-guru
yang memiliki karakteristik dan keterampilan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak.
Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa guru perlu memiliki seperangkat keterampilan dan
kompetensi agar dapat mengajar secara efektif, yaitu (1) Pengetahuan tentang watak dan
kebutuhan siswa berbakat, (2) Keterampilan menggunakan teks dan tes, (3) Keterampilan
menggunakan dinamika kelompok, (4) Keterampilan dalam bimbingan dan konseling, (5)
Keterampilan dalam pengembangan pemikiran kreatif, (6) Keterampilan menggunakan strategi
seperti simulasi, (7) Keterampilan memberikan kesempatan belajar pada semua tingkat kognitif
(mulai tingkat rendah sampai tingkat tinggi), (8) Keterampilan dalam menghubungkan dimensi
kognitif dan afektif, (9) Pengetahuan tentang perkembangan baru dari pendidikan, (10) memiliki
pengetahuan tentang riset mutakhir mengenai perkembangan siswa (Munandar, 2001).
Karakteristik Guru untuk program SKM/SSN meliputi : (1) karakteristik filosofi; karakteristik
filosofi menentukan pendekatan mereka terhadap siswa di kelas. Guru perlu mencerminkan sikap
kooperatif dan demokratis, serta mempunyai kompetensi dan minat terhadap proses
pembelajaran, (2) Karakteristik Kompetensi; kompetensi profesional meliputi strategi untuk
mengoptimalkan belajar siswa, keterampilan bimbingan dan penyuluhan, dan pemahaman
psikologis siswa. (3) Karakteristik Pribadi; meliputi motivasi, kepercayaan diri, rasa humor,
kesabaran, minat luas dan keluwesan (Latifah, 2004).
Sumber:
Depdiknas.2008. Model Penyelenggaraan Sekolah Kategori Mandiri /Sekolah Standar Nasional.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Atas. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah

rasto.wordpress.com/2008/01/31/kompetensi-guru/
Pengertian Kompetensi Guru
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan
menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan
fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan
oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun
pengalaman.
Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan
atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal
yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif
maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa
(2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and
abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her
being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive,
affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang
telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku
kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu Finch
& Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan
kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan
apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.Sofo (1999:123)
mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but
in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to
the standard of performance required in employment”. Dengan kata lain
kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap,
namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.Robbins (2001:37) menyebut
kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan
individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan
kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan
untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan
yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan,
kekuatan, dan keterampilan.Spencer & Spencer (1993:9) mengatakan
“Competency is underlying characteristic of an individual that is causally related to
criterion-reference effective and/or superior performance in a job or situation”. Jadi
kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja
berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu.
Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying
characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat
pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis
pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau
memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena
kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau
buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu.Muhaimin (2004:151)
menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung
jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu
melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus
ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat
tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari
sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas (2004:7) merumuskan
definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.Menurut Syah (2000:230),
“kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau
memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah,
dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam
melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi
kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan
guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional
adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan uraian di atas
kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.

Dimensi-dimensi Kompetensi Guru


Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat
(1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
Kompetensi Pedagogik
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan
kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi
pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan
merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi
atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan
penilaian.Kompetensi Menyusun Rencana PembelajaranMenurut Joni (1984:12),
kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1)
merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan
pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3) merencanakan pengelolaan kelas, (4)
merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan (5) merencanakan
penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.Depdiknas (2004:9)
mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi (1)
mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu
mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5)
mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu
menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8)
mampu mengalokasikan waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program
belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus
dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan
tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar
mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan
penilaian penguasaan tujuan.
• a. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar
Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program
yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan
guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan
rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar
penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah
metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum
dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Pada tahap ini disamping
pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula
kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar,
penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan
keterampilan menilai hasil belajar siswa.Yutmini (1992:13) mengemukakan,
persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam melaksanakan proses
belajar mengajar meliputi kemampuan: (1) menggunakan metode belajar, media
pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2)
mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3)
berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar,
dan (5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.Hal serupa dikemukakan
oleh Harahap (1982:32) yang menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru
dalam melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan: (1)
memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2)
mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode
yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5)
menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan
layanan bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8)
melaksanakan hasil penilaian belajar.Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran
harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan pengajaran
dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Kemampuan-kemampuan yang
harus dimiliki guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat dalam
mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian
mendiagnosis, menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa.Depdiknas
(2004:9) mengemukakan kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar
meliputi (1) membuka pelajaran, (2) menyajikan materi, (3) menggunakan media
dan metode, (4) menggunakan alat peraga, (5) menggunakan bahasa yang
komunikatif, (6) memotivasi siswa, (7) mengorganisasi kegiatan, (8) berinteraksi
dengan siswa secara komunikatif, (9) menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan
umpan balik, (11) melaksanakan penilaian, dan (12) menggunakan waktu.Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar
merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia,
dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam
pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar adalah
menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan struktur
kognitif para siswa.
• b. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar
Menurut Sutisna (1993:212), penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk
mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah
disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan
betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai
maksud-maksud yang telah ditetapkan.Commite dalam Wirawan (2002:22)
menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap upaya
manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan pemahaman dan perbaikan
pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan merugikan pendidikan.Tujuan
utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk
mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan
instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan
dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penilaian proses belajar
mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan
pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil
belajar siswa.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar
peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,
(2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu memperbaiki
soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu mengklasifikasi
hasil-hasil penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian, (7)
mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian, (8) mampu
menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, (9) mampu mengidentifikasi
tingkat variasi hasil penilaian, (10) mampu menyimpulkan dari hasil penilaian
secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian,
(12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13) mampu mengidentifikasi kebutuhan
tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu
mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan (16) mampu menganalisis hasil evaluasi
program tindak lanjut hasil penilaian.Berdasarkan uraian di atas kompetensi
pedagogik tercermin dari indikator (1) kemampuan merencanakan program belajar
mengajar, (2) kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar
mengajar, dan (3) kemampuan melakukan penilaian.
Kompetensi Pribadi
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki
karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok
seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun
masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu”
(ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan
perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan
belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226)
menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi
pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak
atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang
masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa
(tingkat menengah). Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan
guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan
keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan
kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai
dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya
keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya
tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan
pengenalan.Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi
kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif,
dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut
kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi
seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi
personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman
diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat
(2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education,
mengemukakan kompetensi pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat
baik sosial maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3)
pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika, (5)
memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar terhadap
pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia.
Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati,
terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi. Johnson
sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru,
mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya
sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya,
(2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut
oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya
untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya.
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru
memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek
didik, dan patut diteladani oleh siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi
kepribadian guru tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan.
Kompetensi Profesional
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi
profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah
berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai
guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam
bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya,
rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru
lainnya. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for
Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup
kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan
baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori
belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu
menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4)
mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu
menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6)
mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu
melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta
didik. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan
profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran yang terkini atas penguasaan
bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang
diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan dan keguruan, (3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan
dan pembelajaran siswa. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi
profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam
tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan
metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat
dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.Depdiknas (2004:9)
mengemukakan kompetensi profesional meliputi (1) pengembangan profesi,
pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik.Pengembangan
profesi meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung
profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku
pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4)
menulis makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku
pelajaran, (7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian
ilmiah (action research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat
peraga/media, (12) menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi,
(14) mengikuti pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan
kurikulum.Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2)
memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep
pendidikan dasar dan menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5)
mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil
belajar, (6) membangun sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar
sekolah.Penguasaan bahan kajian akademik meliputi (1) memahami struktur
pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3) menguasai substansi kekuasaan
sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas,
kompetensi profesional guru tercermin dari indikator (1) kemampuan penguasaan
materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3)
kemampuan pengembangan profesi, dan (4) pemahaman terhadap wawasan dan
landasan pendidikan
Kompetensi Sosial
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil
mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan
interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen
kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi
sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam
berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk
keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab
sosial.Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for
Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya
atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat
dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat
melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi (1)
aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup
digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus
beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan
dalam melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru,
dan (3) mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan
masyarakat dan kemajuan pendidikan. Johnson sebagaimana dikutip Anwar
(2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk
menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu
membawakan tugasnya sebagai guru. Arikunto (1993:239) mengemukakan
kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik
dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan
dengan anggota masyarakat.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru
tercermin melalui indikator (1) interaksi guru dengan siswa, (2) interaksi guru
dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi guru
dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan masyarakat.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/21/kompetensi-guru-dan-peran-
kepala-sekolah-2/

Kompetensi Guru dan Peran Kepala Sekolah


21 Januari 2008 AKHMAD SUDRAJAT Tinggalkan komentar Go to comments

KOMPETENSI GURU DAN PERAN KEPALA SEKOLAH


Oleh : Akhmad Sudrajat*))

Abstrak : Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan, kompetensi


guru merupakan salah satu faktor yang amat penting. Kompetensi guru tersebut meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dapat dilakukan melalui optimalisasi peran kepala
stsekolah, sebagai : educator, manajer, administrator, supervisor, leader, pencipta iklim kerja dan
wirausahawan.
Kata kunci : kompetensi guru, peran kepala sekolah
A. Pendahuluan
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui
Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem
pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan
faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan
kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan
memperbaiki mutu guru di Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad
Hisyam (2000) mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and
think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem
pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata lain
bergantung pada penguasaan kompetensi guru.
Jika kita amati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya masih beragam.
Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia
adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan
kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna
meningkatkan kompetensi guru.
Tulisan ini akan memaparkan tentang apa itu kompetensi guru dan bagaimana upaya-upaya
untuk meningkatkan kompetensi guru dilihat dari peran kepala sekolah. Dengan harapan kiranya
tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi para guru maupun pihak-pihak lain yang
berkepentingan dengan pendidikan.
B. Hakikat Kompetensi Guru
Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu ? Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa
“competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and
work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992)
menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works
in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or
outcome which a person should be able to demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya
merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang
dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan
atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus
memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan
keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat
dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam
melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat
ditunjukkan..
Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000)
mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi
yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di
dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa,
sesama guru, maupun masyarakat luas.
3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut
diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang
pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani
Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan
empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu :
1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan
peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan
kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan
kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g)
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a)
mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f)
berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h)
mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara
berkelanjutan.
3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian
dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b)
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c)
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun
dengan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur,
dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi
ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep
antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam
kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks
global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002) telah
merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk
mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do,
didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:
1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a)
penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman
guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap
seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala
berfikir siswa.
2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to
Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata
pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata
pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran
(c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan
berbagai cara (multiple path).
3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning
mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan
pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting
kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward)
atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d)
kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.
4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from
Experience mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk
memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain
dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan
praktek pembelajaran.
5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru
memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi
dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua
orang siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya
masyarakat.
Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan yang prinsipil.
Letak perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian kompetensi pedagodik
yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka Joni sudah teramu dalam kompetensi
profesional. Sementara dari NBPTS tidak mengenal adanya pengelompokan jenis kompetensi,
tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa
mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan
berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus harus lebih
dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang
tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan
pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Di
masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika
guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan
terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari
siswa, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru
perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan
pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas
pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak
terjebak pada praktek pembelajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum
kenyataannya justru mematikan kreativitas para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil
penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi
dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sedang berlangsung.
C. Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi
yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya. Namun, jika kita selami lebih dalam lagi
tentang isi yang terkandung dari setiap jenis kompetensi, –sebagaimana disampaikan oleh para
ahli maupun dalam perspektif kebijakan pemerintah-, kiranya untuk menjadi guru yang
kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan dan meningkatkan kompetensi
guru diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan komprehensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah. Idochi
Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2000) mengemukakan bahwa “ kepala sekolah sebagai
pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi
profesional guru.” Perlu digarisbawahi bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional di
sini, tidak hanya berkaitan dengan penguasaan materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan
isi kandungan kompetensi sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama
kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4)
supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan;
Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di atas, di
bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah dengan
peningkatan kompetensi guru.
1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana
dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen
tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya
tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga
akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus
menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif
dan efisien.
2. Kepala sekolah sebagai manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah
adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal
ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas
kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai
kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, –seperti : MGMP/MGP
tingkat sekolah, in house training, diskusi profesional dan sebagainya–, atau melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti : kesempatan melanjutkan pendidikan atau
mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan
kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan
anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat
kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan
anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
4. Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala
sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan
kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam
pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus
keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, — tingkat penguasaan kompetensi guru
yang bersangkutan–, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu
sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan
keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa “
menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi,
metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan
bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala
sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala
sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak
menguasainya dengan baik
5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan kreativitas
sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru ? Dalam teori kepemimpinan
setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada
tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan
kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut
secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Kendati
demikian menarik untuk dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan Bambang Budi
Wiyono (2000) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul terungkap
bahwa ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada manusia.
Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah
sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri;
(3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi
yang stabil, dan (7) teladan (E. Mulyasa, 2003).
6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk
menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya.
Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah
hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat
apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu
disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui
tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para
guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik
dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi
kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran E.
Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator, E. Mulyasa, 2003)
7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi
guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan
komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan
yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk
perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta
kompetensi gurunya.
Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun
tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada
gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat
dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa
kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..
2. Kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi personal,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
3. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru
pada masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru
untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian
penguasaan kompetensinya.
4. Kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka meningkatkan
kompetensi guru, baik sebagai educator (pendidik), manajer, administrator,
supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja maupun sebagai
wirausahawan.
5. Seberapa jauh kepala sekolah dapat mengoptimalkan segenap peran yang
diembannya, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, dan pada gilirannya dapat
membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Sumber Bacaan :
Bambang Budi Wiyono. 2000. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Semangat
Kerja Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah Dasar. (abstrak) Ilmu
Pendidikan: Jurnal Filsafat, Teori, dan Praktik Kependidikan. Universitas Negeri
Malang. (Accessed, 31 Oct 2002).
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Kepala Sekolah TK,SD, SMP, SMA, SMK &
SLB, Jakarta : BP. Cipta Karya

You might also like