You are on page 1of 11

Efek Kombinasi dari Perubahan Iklim, Limbah dan Krisis Moneter

di Sektor Perikanan

Oleh:
Tikkyrino Kurniawan, Bayu Vita Indah Yanti
Peneliti Balai Besar Riset Sosial Ekonomi, Departemen Kelautan dan perikanan
Email: Tikkyrino.k@gmail.com, and Bviy1979@gmail.com

Abstrak

Perubahan iklim tidak dapat dihindari dan terus berlangsung. Perubahan


iklim mengakibatkan berpindahnya sebagian ikan dan adanya seleksi alam yang di
perparah dengan adanya limbah di lautan lepas yang menyebabkan sebagian ikan
mati, serta krisis moneter yang menyebabkan pendapatan bersih aktor perikanan
berkurang sangat jauh. Penelitian ini bisa dijadikan acuan pengambilan kebijakan.
Penelitian dilakukan dengan survey ke lapangan dengan metoda purposif
sampling dan dilengkapi dengan data sekunder. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juli hingga Agustus 2009 di Kabupaten Karawang, Jawa Barat serta
Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Perubahan iklim yang terjadi di lokasi
tersebut antara lain adalah arus kencang, angin kencang, temperatur naik dan
gelombang tinggi. Perubahan iklim dan limbah pabrik mengakibatkan hasil
tangkapan berkurang setengah dari sebelum adanya perubahan iklim bahkan
terkadang tidak melaut sama sekali, sehingga harga melonjak cukup tajam walau
kadang tidak sampai dua kali lipatnya. Dilain pihak kenaikan harga operasional
mencapai dua kali lipat bahkan terkadang lebih. Jika di bandingkan dengan
sebelum adanya perubahan iklim dan krisis ini kondisi nelayan justru lebih
sejahtera. Sekarang kondisinya menurun. Perlu adanya bantuan penyaluran BBM
dan bahan pokok untuk mengantisipasi lonjakan harga.

Kata Kunci: Perubahan Iklim, Pendapatan, Pelaku Utama Perikanan

The Combo Effect of Climate Change, Toxic Waste and Monetary Crisis in
Fishery Sector

Abstract

Climate change is inavoidable and ongoing natural changes. Climate


change makes several fish migrate and natural selection happened at sea are
worsen by toxic wastes that caused several fish died. Moreover, the global
monetary crisis led to the fishery actors net income fell. This research can be used
as a reference for policy making. Research was conducted by the field survey with
purposive sampling method and supported with secondary data. The study was
conducted in July to August 2009 in the Karawang district in West Java and
Penjaringan district in North Jakarta. The effect of climate change happened at
these locations are strong currents and winds, temprature rise and also high waves.
limate change and manufacture waste reducing half of fish caught compare with
before the climate change and sometimes made the fisherman could not sail at all.
Thus, the fish price jumped sharply sometimes twice the regular price. On the
other hand the operational price double or increase more than that. Compared with
the prior existence of climate change and the crisis, the fishery conditions are even
more prosperous and now worsen. There should be a good fuel and basic
materials distributions in order to anticipate the price hikes.

Keywords: Climate Change, Income, Main Actors on Fisheries Sectors

PENDAHULUAN

Latar Belakang Dan Permasalahan

Perubahan cuaca seperti perubahan temperatur udara baik di daratan


maupun di lautan, serta perubahan curah hujan mengakibatkan perubahan iklim
dan keadaan di alam ini banyak menyebabkan perubahan perilaku pada mahluk
hidup. Mahluk hidup selalu melakukan adaptasi terhadap alam, seperti pohon
meranggas, dan perubahan postur tubuh pada hewan-hewan. Hewan yang bisa
bergerak akan berpindah ke tempat dimana mereka akan merasa nyaman, jika
tidak maka seleksi alam yang akan terjadi.

Seperti penelitian oleh Morley (2009) yang meneliti tentang molusca laut
yang bisa berubah perilaku dan bertahan hidup. Menurutnya molusca tersebut
akan melakukan bergerak dan berubah komposisinya. Jika peningkatan suhu
semakin tinggi dan extrim maka Morley (2009) khawatir jika oksigen tidak
sampai ke inti molusca tersebut dan mati. Hal ini kurang lebih sama dengan
hewan dan mahluk lainnya. Hewan dan manusia juga memerlukan oksigen,
dimana transfer oksigen tersebut ke pusat pernafasan juga mempunyai toleransi
tingkat suhu tertentu (Suharsono 2009).

Dari penjelasan diatas, maka ikan dan biota laut lainnya yang akan
bermigrasi ke tempat yang lebih cocok suhunya (Suharsono 2009). Sedangkan
ikan yang tidak melakukan migrasi akan berusaha untuk bertahan hidup. Hal ini
tentunya akan mempengaruhi penangkapan nelayan akan jenis ikan tertentu
(Diposaptono 2009). Jika ikan yang ditangkap bermigrasi ke lokasi yang tidak
pernah dipredisikan mereka akan pindah ke lokasi tersebut, maka hasil tangkapan
nelayan akan berkurang jauh. Jika mereka bisa memperkirakan lokasi-lokasi mana
saja yang menjadi tempat penangkapan, maka jumlah hasil tangkapanya bisa
dipertahankan. Hal tersebut juga dipengaruhi perubahan kemampuan ikan-ikan itu
berkembang biak, serta seleksi alam yang mempengaruhi ikan-ikan tersebut
(Suwahyuono 2009).

Sedangkan ikan-ikan dan biota laut lainnya yang tidak pindah dan tidak
lolos seleksi alam akan perlahan-lahan berevolusi atau mati (Hermantoro 2009).
Oleh karena itu, dikhawatirkan ada beberapa jenis species yang akan punah jika
perubahan iklim ini akan terus berlangsung dan semakin parah (Suharsono 2009).
2

The Combo Effect: Climate Change, Toxic Waste and Monetary Crisis in
Fishery Sector
Terlebih jika bumi semakin memanas, maka makanan ikan akan semakin
berkurang sehingga banyak ikan juga yang akan punah dan yang lebih parahnya
lagi penghasilan nelayan akan sangat berkurang (Kusumastanto et. al. 2009).
Diposaptono et. al. (2009) menekankan bahwa 40% species dunia akan punah jika
suhu naik sebesar 2oC. sekitar Keadaan alam seperti ini saja cukup
menghawatirkan, belum lagi keadaan yang diperparah ulah manusia yaitu
pembuangan limbah baik sampah maupun limbah pabrik sembarangan.

Limbah yang dibuang manusia itu ada 2 macam, yaitu limbah tidak
beracun dan limbah beracun. Limbah yang tidak beracun itu contohnya plastik,
dan kertas. Sedangkan limbah beracun contohnya limbah pabrik, bekas sabun, sisa
oli kendaraan, bahkan kotoran manusia bisa menjadi limbah beracun. Baik limbah
beracun atau tidak beracum sama- sama membahayakan manusia, limbah beracun
berbahaya karena racunya, sedangkan yang tidak beracun berbahaya karena
pengola hanya memakan waktu yang lama dan tidak ramah lingkungan.

Limbah tidak beracun selain memakan waktu pengolahan yang lama,


juga menutupi pori-pori bumi untuk peresapan air tanah. Air yang turun pada
waktu hujan sangat di butuhkan oleh bumi untuk menjaga komposisi bumi. Jika
kondisi air tanah berkurang, maka rongga yang kosong itu akan diisi oleh tanah
yang berada di atasnya, sehingga terjadilah longsor atau tanah turun. Sedangkan di
laut, limbah yang tidak beracun yang menutupi laut menyebabkan plankton-
plankton tidak dapat melakukan fotosintesis sehingga kadar O2 dilaut semakin
rendah (Kaswadhi dan Damar 2009). Hal ini yang menyebabkan kadar CO2 di
alam semakin tinggi yang akan menambah parahnya perubahan iklim
(Kusumastanto et. al. 2009).

Selain itu, limbah yang beracun sangat berbahaya untuk semua


organisme. Racun yang ada pada mereka bisa membunuh organ-organ dari
mahluk hidup. Ada juga yang sangat mematikan sehingga bahan-bahan tersebut
seharusnya tidak langsung dibuang ke lingkungan akan tetapi harus melalui
pengolahan yang bertingkat sehingga pada saat dibuang, limbah itu sudah aman.

Dilain pihak, pada jaman yang serba canggih ini dengan peredaran uang
yang sangat cepat menyebabkan kebutuhan hidup sangat tinggi. Ditambah dengan
jumlah penduduk yang semakin meningkat pesat sehingga kebutuhan hidup jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan produksinya. Sehingga memacu harga melonjak
semakin tajam. Hal tersebut sesuai dengan hukum ekonomi, banyaknya jumlah
permintaan yang tidak diimbangi dengan supply barang yang cukup akan memicu
harga barang menjadi lebih mahal.

Kenaikan harga ini diperparah lagi oleh adanya krisis ekonomi. Krisi
ekonomi menaikkan harga barang dalam negeri karena untuk produksi barang,
seperti penangkapan ikan, masih membutuhkan komponen dari luar negeri seperti
contohnya mesin, dan bensin. Oleh kerena itu maka harga produksi akan turut
meningkat. Dilain pihak, konsumsi nelayan juga meningkat pada saat kriris

The Combo Effect: Climate Change, Toxic Waste and Monetary Crisis in
Fishery Sector
berlangsung. Harga-harga bahan makanan dan transportasi juga naik. Sehingga
nelayan akan sangat merugi jika mereka tidak ikut menaikkan harga ikan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini ingin melihat adanya keterkaitan adanya ancaman yang


multi dimensi yang bisa memperparah nasib nelayan. Antisipasi masalah secara
sepihak atau parsial bisa memperingan, akan tetapi tidak memecahkan masalah
tersebut. Penelitian ini bisa dijadikan acuan pengambilan kebijakan.

METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi dalam studi kualitatif


yang menekankan pada prinsip pemahaman dalam suatu gejala sosial (verstehen).
Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan studi pustaka (desk research)
dan studi lapangan (fields research).

Studi pustaka antara lain digunakan untuk pengumpulan data sekunder


yang berkaitan dengan pengidentifikasian dampak perubahan iklim bagi pelaku
utama sektor perikanan. Dalam studi pustaka ini, teknik pengumpulan data
dilakukan dengan studi dokumen yang meliputi artikel-artikel di media massa,
bagan organisasi, data survei, data sensus, data-data hasil penelitian sebelumnya,
dan data pengalaman praktisi dalam menangani dampak perubahan iklim.

Studi lapangan digunakan untuk mengumpulkan data langsung dari


informan terutama untuk data yang berkaitan langsung dengan tujuan dari
penelitian ini.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya mengkaji tiga pelaku utama sektor perikanan, yaitu
nelayan, pembudidaya tambak, dan pengolah hasil perikanan dalam kurun waktu
satu tahun pada lokasi penelitian. Penelitian ini juga hanya mengkaji dampak
perubahan iklim terhadap pendapatan ketiga pelaku utama sektor perikanan
berdasarkan aspek ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, dan teknik
pemanfaatan sumber daya perikanan terhadap perubahan iklim.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2009 di Desa
Muara dan Muara Baru, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa
Barat serta Kelurahan Kamal Muara dan Muara Baru, Kecamatan Penjaringan,
4

The Combo Effect: Climate Change, Toxic Waste and Monetary Crisis in
Fishery Sector
Jakarta Utara. Kedua lokasi ini dipilih secara sengaja dengan alasan lokasi
tersebut memiliki tingkat kerentanan yang cukup tinggi terhadap perubahan iklim
karena sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai nelayan,
pembudidaya tambak, dan pengolah hasil perikanan. Bahkan, Kecamatan
Penjaringan diramalkan akan terendam air akibat naiknya permukaan air laut
(Susandi, 2006).

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam riset ini berupa data sekunder dan data
primer. Data sekunder diperoleh dari Dinas Badan Riset Kelautan dan Perikanan,
Badan Pusat Statistik Kotamadya Jakarta Utara, jurnal atau laporan ilmiah
nasional dan internasional, serta artikel-artikel dari media massa. Sementara itu,
data primer diperlukan untuk mengetahui dan merinci dampak perubahan iklim
bagi pelaku utama sektor perikanan. Data primer tersebut diperoleh melalui
pengamatan dan wawancara langsung dengan nelayan, pembudidaya tambak, dan
pengolah hasil perikanan dengan menggunakan kuesioner. Selanjutnya, data
tersebut diolah untuk mengidentifikasi dampak perubahan iklim bagi kegiatan
usaha pelaku utama perikanan.

Metode Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data yang dilakukan mencakup pengumpulan


bahan literatur, kunjungan ke perwakilan dinas perikanan setempat, kunjungan
kepada Kepala Kelompok setempat, kunjungan kepada rumah tangga perikanan
sampel, baik perikanan tangkap, perikanan budidaya, maupun industri pengolahan
ikan. Selain itu, penelitian ini juga melakukan pengamatan langsung berkaitan
dengan keadaan geografis dan kondisi masyarakat Cilamaya Wetan dan Kamal
Muara.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara berstruktur,


wawancara bebas, dan pengamatan langsung. Wawancara berstruktur digunakan
untuk mengumpulkan data tentang kegiatan ekonomi, tingkat pendapatan, status
kepemilikan dan profil/data pribadi. Wawancara bebas digunakan untuk
mengumpulkan data tentang aspirasi mengenai perubahan iklim, peran
pemerintah, dan kelompok. Pengamatan langsung digunakan untuk
mengumpulkan data tentang perubahan fisik yang terjadi akibat perubahan iklim,
lahan budidaya, kegiatan budidaya dan industri pengolahan ikan, serta hubungan
individu dalam kelompok yang ada.

Pemilihan informan dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu


penentuan informan yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan kriteria
tertentu. Kriteria yang diinginkan adalah informan yang mengetahui dan
mendalami permasalahan tentang perubahan iklim, masyarakat nelayan, keadaan

The Combo Effect: Climate Change, Toxic Waste and Monetary Crisis in
Fishery Sector
lingkungan, dan masalah ekonomi yang berkaitan dengan sektor kelautan dan
perikanan.

Metode Analisis Data

Nazir (2003) mengatakan bahwa analisis data adalah mengelompokkan,


membuat suatu urutan, memanipulasi, serta menyingkatkan data. Fungsi analisis
data adalah untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah
untuk dibaca dan diinterpretasikan.

Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan


kualitatif yang bersifat deskriptif eksplanatoris. Tujuannya untuk memberikan
gambaran dan penjelasan mengenai fenomena dan gejala sosial yang ada sehingga
diharapkan dapat ditarik kesimpulan secara umum dan khusus mengenai dampak
perubahan iklim yang dirasakan dan dialami oleh masyarakat perikanan di
wilayah masing-masing.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efek perubahan iklim terhadap sumberdaya laut

Efek perubahan iklim di laut yang paling sering di temui di lokasi


penelitian antara lain adalah arus kencang, angin kencang, temperatur naik dan
gelombang tinggi. Ketidaktentuan dan perubahan yang ekstrim dari biasanya
menyebabkan suatu shock yang bisa merubah ekosistem.

Arus laut yang kencang cukup menguntungkan terutama bagi ikan yang
berenang dengan cepat, dan budidaya kerang. Ikan yang berenang dengan cepat
bisa mencapai tempat tertentu dengan waktu yang lebih cepat sehingga waktu dan
lokasi penangkapan berubah. Untuk budidaya kerang, arus yang kencang juga
menguntungkan karena arus yang kencang justru membawa bibit kerang hijau
ketempat perkembang biakan. Akan tetapi arus deras itu yang terus menerus
justrus merupakan kelemahan budidaya kerang hijau karena perkembang biakanya
semakin cepat justru akan mematikan budidaya tersebut.

Angin kencang yang tidak beraturan dan berlawanan cukup


menyusahkan nelayan karena angin kencang ini memicu gelombang laut yang
berlawanan dengan tujuan kapal seringkali gelombang pasang yang terjadi sampai
mencapai 2 meter yang merupakan ambang batas keamanan kapal untuk berlayar.

Dilain pihak, suhu udara terus meningkat. Hal ini diakibatkan oleh
bolongnya lapisan ozon oleh gas-gas dari pembuangan pabrik dan kendaraan yang
menyebabkan radiasi matahari masuk dalam jumlah yang banyak. Akan tetapi
6

The Combo Effect: Climate Change, Toxic Waste and Monetary Crisis in
Fishery Sector
gas-gas tersebut menyebabkan panas yang memantul keluar dari bumi berkurang
yang menyebabkan bumi menjadi lebih panas seperti didalam rumah kaca
(Suwahyuono 2009). Ahrens (2007) dan McGuffie (2003) menyebutkan bahwa
kenaikan temperatur berkala akan berlangsung selama 22 tahun.

Dilain pihak, pada saat ini temperatur yang tinggi justru cukup
menguntungkan pengolah hasil perikanan, terutama yang menggunakan sinar
matahari dan suhu udara untuk pengeringan hasil produksi mereka. Pengeringan
produk perikanan menjadi lebih cepat kering.

Dilain pihak, Curah hujan yang tidak menentu sangat membingungkan


bagi nelayan, maupun pengolah hasil perikanan. Nelayan memang tidak begitu
kena efeknya kecuali bahaya jika ada petir menyambar. Bagi pengolahan ikan,
adanya hujan justru menyebabkan hasil olahan menjadi tidak baik dan harus
mengulangi menjemuh produk mereka kembali. Sehingga curah hujan yang tidak
menentu justru membingungkan pengolah hasil perikanan untuk menjemur atau
menyimpannya. Selain itu diKamal Muara, hujan yang dalam jangka waktu yang
panjang akan menyebabkan banjir rob.

Efek perubahan iklim terhadap usaha di sektor perikanan

Perubahan iklim seperti gelombang tinggi dan arus yang deras cukup
berbahaya bagi nelayan dengan kapal yang kecil karena ketinggian gelombang
yang bisa mereka antisipasi cukup rendah. Sehingga nelayan kecil bisa berlabuh
dipelabuhan untuk waktu yang cukup lama. Musim ini biasa terjadi pada musim
paceklik, sehingga jika hal ini terjadi mereka mengidentifikasikanya sebagai
musim paceklik. Musim paceklik pada saat perubahan iklim menjadi lebih
panjang.

Perubahan menyebabkan sebagian ikan bermigrasi, maka nelayan harus


bisa mengantisipasi hal ini dan memperhitungkan dengan matang lokasi mana
ikan-ikan itu pindah sehingga dapat dipetakan lokasi-lokasi penangkapan baru.
jika tidak bisa memprediksi hal tersebut, maka penangkapan akan berkurang
sangat jauh dan yang tertangkap hanya ikan-ikan yang tidak bermigrasi yang
jumlahnya sudah berkurang karena seleksi alam.

Dilain pihak, kerang yang tumbuh subur didasar laut harus cepat di
panen. Jika petani kerang tidak memperhitungkan dan lalai untuk panen, maka
bibit kerang yang terlalu banyak justru mematikan budidaya kerang hijau tersebut.
Akibatnya petani kerang akan merugi.

Perubahan iklim tersebut mengurangi penghasilan sektor perikanan.


Meski harga akan naik karena jumlah ikan yang di tangkap berkurang, akan tetapi
kenaikan harga tidak bisa terlalu tinggi karena tidak akan bisa di serap oleh pasar.
Sehingga keuntungan mereka berkurang jauh sekali.

The Combo Effect: Climate Change, Toxic Waste and Monetary Crisis in
Fishery Sector
Efek dari limbah terhadap ekosistem

Banyak sekali efek negatif terhadap ekologi dan mahluk hidup dari
limbah baik sampah yang dibuang sembarangan maupun limbah dari pabrik.
Efek-efek tersebut antara lain adalah air kotor dan banyak sampah, air menjadi
gelap dan bau, serta air menjadi beracun bagi mahluk hidup.

Sarana pembuangan yang kurang dan kebiasaan tidak memperhatikan


lingkungan membuat manusia kerap sekali membuang sampah sembarangan.
Sampah-sampah itu kemudian menumpuk dan menggenang disaluran-saluran air.
Sehingga air menjadi kotor dan ditutupi oleh sampah dan menyebabkan air tidak
mengalir dengan sempurna.

Sampah-sampah itu pula yang menyebabkan air menjadi gelap dan bau.
Kepekatan terhadap cahaya itu menyebabkan plankton-plankton yang dibutuhkan
ikan mati, sehingga jumlah ikan pun akan berkurang. Sebagian dari mereka
pindah ketempat yang terang dan yang tidak tercemar. Selain itu pula, plankton-
plankton tersebut tidak bisa melakukan fotosintesis sehingga tidak bisa
memproduksi O2 (Kaswadji dan Damar 2009). Kadar O 2 yang rendah dan kadar
CO2 tinggi menyebabkan pemanasan global semakin parah.

Selain membuat warna menjadi gelap dan bau, kotoran itu dan limbah
meracuni lautan. Ikan yang melewati lokasi tercemar itu menjadi terkontaminasi
oleh zat-zat berbahaya. Price dan tom (2009) menekankan bahwa ikan memang
mempunyai sedikit kandungan berbahaya yang jika manusia tidak mempunyai
antibodi yang kuat terhadap unsur tersebut, maka terjadilah efek keracunan ikan
seperti gatal-gatal. Dengan adanya pencemaran, zat berbahaya dalam ikan
kadarnya meningkat hal ini dikhawatirkan orang-orang yang sensitif tersebut akan
bertambah banyak dan bahkan ada beberapa dari mereka yang bisa sampai masuk
rumah sakit karena zat racunya terlalu tinggi.

Untuk itu pihak asing yang bisa mengimport ikan dari Indonesia
menetapkan standar batu mutu ikan hasil tangkapan, dan tata cara penangkapanya
yang terangkum dalam Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
(Anonim 2009). Hal ini digunakan untuk mencegah penggunaan zat beracun
untuk menangkap ikan dan pembeli dapat mendekesi kwalitas ikan yang tidak
beracun. Ikan yang beracun memang sangat berbahaya bagi manusia, untuk itu
pihak asing berusaha memperbolehkan import barang-barang yang tidak
berbahaya bagi penduduk negeri tersebut.

Efek dari krisis global dan perubahan harga terhadap usaha nelayan

Yang terakhir adalah adanya krisis dan perubahan harga yang cukup
tinggi. Selama sepuluh tahun terakhir, terjadilah perubahan harga yang secara
bertahap dan terus meningkat tajam. Sehingga kebutuhan-kebutuhan hidup terus
8

The Combo Effect: Climate Change, Toxic Waste and Monetary Crisis in
Fishery Sector
meningkat tajam. Hal ini cukup menyulitkan sektor perikanan. Dilain pihak
penghasilan tidak meningkat seperti peningkatan harga tersebut, sehingga daya
beli masyarakat menurun yang diikutin menurunnya tingkat kesejahteraan mereka.

Perubahan yang paling nyata dan banyak dirasakan oleh nelayan adalah
meningkatnya bahan bakar bermotor. Kenaikan BBM ini tidak hanya menaikkan
biaya operasional nelayan saja, akan tetapi semua harga barang ikut naik. Baik
ransum makanan dan rokok. Sehingga ongkos melaut menjadi lebih tinggi lagi.

Nelayan akan terus berusaha untuk mencari dan memenuhi jumlah target
penangkapan mereka. Sehingga jarak tempuh yang dilakukan oleh nelayan
bertambah karena jaraknya yang bertambah atau mereka menyisiri area yang sama
tersebut berulang kali. Hal ini juga berarti mereka harus menambah ongkos
melaut.

Naiknya harga BBM tidak hanya disebabkan oleh naiknya harga BBM
dipasar dunia, akan tetapi jika pasokan BBM menipis harga juga bisa melambung
tinggi. Karena jika pasokan berkurang, maka nelayan terpaksa membeli dari pihak
lain selain pertamina yang menyebabkan harga tidak pasti dan kecenderunganya
harganya lebih tinggi dari pada harga pertamina.
Ongkos melaut tinggi itu menyebabkan harga ikan meningkat. Jika harga
ikan tidak dinaikkan, maka nelayan akan merugi. Dan sesuai dengan hukum
penawaran dan permintaan barang, maka akan ada posis dimana ada kesepakatan
harga penawaran dan permintaan akan harga ikan.

Efek kombinasi yang memperparah nasib nelayan

Kondisi pada saat ini adalah lingkungan dicemari oleh limbah yang
memperparah perubahan iklim yang terjadi secara berkala. Kondisi alam yang
kurang mendukung membuat pendapatan nelayan menurun. Keadaan pendapatan
yang menurun ini dibarengi dengan naiknya pengeluaran karena krisis keuangan
dan naiknya permintaan.

Kondisi alam dan ekonomi yang memburuk ini menyebabkan harga ikan
melambung tinggi. Harga ikan naik rata-rata lebih dari dua kali lipat setelah ada
perubahan iklim dan naik sedikit setelah adanya krisis ekonomi. Jika harga terus
naik sementara daya beli masyarakat tidak memungkinkan, maka penjualan
tentunya akan menurun.

Jika kondisi ini tidak segera diatasi, maka yang akan terkena imbas yang
besar adalah aktor-aktor kecil. Akan tetapi jika aktor-aktor tersebut masi bisa
bertahan dengan keuntungna yang menipis serta tetap dapat hidup cukup, maka
kemungkinan untuk bertahanya akan lebih besar.

KESIMPULAN DAN SARAN


9

The Combo Effect: Climate Change, Toxic Waste and Monetary Crisis in
Fishery Sector
Perubahan iklim dan limbah pabrik mengakibatkan hasil tangkapan
berkurang setengah dari sebelum adanya perubahan iklim bahkan terkadang tidak
melaut sama sekali, sehingga harga melonjak cukup tajam walau kadang tidak
sampai dua kali lipatnya. Dilain pihak kenaikan harga operasional mencapai dua
kali lipat bahkan terkadang lebih. Jika di bandingkan dengan sebelum adanya
perubahan iklim dan krisis ini kondisi nelayan justru lebih sejahtera. Sekarang
kondisinya menurun.

Saran yang berikan penulis untuk semua aktor adalah kembali lagi ke
kearifan lokal untuk menyelesaikan smua masalah tersebut. Karena jika
pemerintah membuat peraturan-peraturan akan tetapi tidak ada yang mematuhi
dan menjalankannya demi kebaikan bersama, maka semuanya akan sia-sia saja.

Saran untuk pemerintah mengenai perubahan iklim adalah mengurangi


gas emisi baik kendaraan dan pabrik. Jika perlu dilakukan penelitian bagaimana
mengolah gas-gas buangan tersebut menjadi kurang berbahaya. Penanaman seribu
pohon sudah baik dan masih terus di galakkan. Sementara pengurangan CO 2 oleh
biota laut terhambat oleh adanya pencemaran dan perusakan laut. Pemerintah dan
masyarakat harus bekerja sama mengurangi perusakan baik akibat tangan-tangan
yang tidak bertanggung jawab dan limbah2 yang tumpah di laut lepas. Jika hal ini
tidak diantisipasi, maka kadar CO2 akan semakin tinggi yang mengakibatkan
matinya biota-biota laut yang justru dibutuhkan untuk fotosintesis sehingga
kenaikan suhu akan lebih tinggi lagi yang akan memberikan efek bumerang ke
sektor-sektor lainnya.

Sedangkan untuk menanggulangi dampak krisis global adalah bagi


nelayan adalah dengan mengatur stok BBM dan kebutuhan pokok yang ada,
menjaga harga ikan yang sesuai dengan pasar dan sesuai dengan tingkat
kesejahteraan yang baik bagi nelayan sehingga kesejahteraan nelayan bisa
dipertahankan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahrens, C. Donald. 2007. Meteorology Today, Eight Edition. USA: Thomson.

Anomim. 2009. Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Wikipedia.
Wikipedia.org. (25-09-2009).

Diposaptono, Subando et. al. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. Penerbit Buku Ilmiah Populer, Bogor.

Diposaptono, Subandono. 2009. Strategi Adaptasi Perubahan Iklim di Wilayah


Pesisir dan Pulau-pulau kecil. Workshop Ocean and Climate Change,
Hotel Salak The Heritage-Bogor.

10

The Combo Effect: Climate Change, Toxic Waste and Monetary Crisis in
Fishery Sector
Hermantoro, Henky. 2009. Pengelolaan bidang pariwisata bahari dalam
pelaksanaan strategi adaptasi terhadap sampak perubahan iklim di
Indonesia. Workshop Ocean and Climate Change, Hotel Salak The
Heritage-Bogor.

Kusumastono, Tridoyo; et. al. 2009. Climate change mitigation and adaptation
strategies for Indonesia coastal and ocean. Workshop Ocean and Climate
Change, Hotel Salak The Heritage-Bogor.

Kaswadji, Richardus dan Damar, Ario. 2009. Kemampuan perairan laut Indonesia
menyerap karbon: kasus fitoplankton. Workshop Ocean and Climate
Change, Hotel Salak The Heritage-Bogor.

McGuffie, O dan Henderson-Sellers, A. 2003. A Climate Modeling Primer,


Second Edition. England: John Wiley & Sons.

Morley, Simon. 2009. Temprature Sensitivity of Marine Animals: Predicting the Impact
of Climate Change. Bogor: IPB.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Suharsono. 2009. Terumbu karang dan perubahan iklim. Workshop Ocean and
Climate Change, Hotel Salak The Heritage-Bogor.

Susandi, Armi. 2006. “Perubahan Iklim di Wilayah DKI Jakarta: Studi Masa Lalu
dan Proyeksi Mendatang”. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Suwahyuono. 2009. Peran Basis data spasial pesisir dan laut dalam kaitanya
dengan antisipasi dampak perubahan iklim. Workshop Ocean and
Climate Change, Hotel Salak The Heritage-Bogor.

Price, Robert dan Tom, Pamella D. 2004. Compendium of Fish and Fishery
Product Processes, Hazards, and Controls. Seafood Network
Information Center.
http://seafood.ucdavis.edu/haccp/compendium/compend.htm (25-09-
2009).

11

The Combo Effect: Climate Change, Toxic Waste and Monetary Crisis in
Fishery Sector

You might also like