You are on page 1of 10

Yang terhormat,

Bapak Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia


Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Majelis Wali Amanat
Universitas Sumatera Utara,
Bapak Ketua dan Bapak/Ibu Anggota Senat Akademik
Universitas Sumatera Utara,
Bapak Ketua dan Anggota Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara,
Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara,
Bapak/Ibu Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara,
Para Dekan, Ketua Lembaga dan Unit Kerja, Dosen, dan Karyawan
di lingkungan Universitas Sumatera Utara,
Bapak dan Ibu para undangan, keluarga, teman sejawat, mahasiswa, dan
hadirin yang saya muliakan.

Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

Kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
penyertaan-Nya, sehingga kita dapat hadir pada upacara pengukuhan ini.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor: 32532/A2.7/KP/2006, tanggal 31 Mei 2006, maka terhitung tanggal
1 Juni 2006 saya telah diangkat dalam jabatan Guru Besar Tetap dalam
Bidang Ilmu Limnologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA), Universitas Sumatera Utara (USU).
Hadirin yang terhormat,
Pada kesempatan ini perkenankanlah saya membacakan pidato ilmiah saya
di hadapan Bapak/Ibu dan hadirin sekalian dengan judul:

KEANEKARAGAMAN HAYATI EKOSISTEM DANAU TOBA


DAN UPAYA PELESTARIANNYA

PENDAHULUAN

Laju pembangunan yang makin meningkat, diiringi dengan pertambahan


penduduk dunia yang sangat cepat, telah menimbulkan berbagai dampak
negatif terhadap sumber daya alam dan lingkungan. Ekosistem air yang
merupakan bagian dari sumber daya alam juga tidak luput dari segala
dampak negatif yang ditimbulkan oleh peningkatan aktivitas manusia dalam
mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan tersebut.
Banyak orang yang beranggapan bahwa persediaan air tawar di planet bumi
ini tidak terbatas, dan menggunakan air seakan-akan air tidak akan pernah
habis. Seperti kita ketahui bersama bahwa lebih kurang tiga perempat
bagian dari permukaan bumi tertutup air. Dari segi ekosistem kita dapat
membedakan air tawar, air laut, dan air payau. Dari ketiga ekosistem
perairan tersebut, air laut dan air payau merupakan bagian yang terbesar,
yaitu lebih dari 97%. Jumlah keseluruhan air yang terdapat di planet bumi
adalah sekitar 1,4 miliar kilometer kubik. Dari jumlah tersebut volume air
tawar hanya berkisar 36 juta kilometer kubik atau hanya sekitar 2,6%.
Sebagian besar dari volume air tawar tersebut terdapat dalam bentuk es
kutub, gletser di pegunungan, air tanah, dan air di atmosfer, sehingga dari
perhitungan para ahli hanya tersedia sekitar 34.000 kilometer kubik yang
dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia dan makhluk hidup lain.
Keseluruhan air di bumi terdapat dalam suatu siklus hidrologi yaitu sebuah
proses sirkulasi air dari bumi ke atmosfer dan sebaliknya.
Bila dibandingkan dengan ekosistem daratan dan lautan, luas ekosistem air
tawar, seperti sungai dan danau, sangatlah kecil. Tetapi ekosistem yang
kecil ini adalah habitat bagi sebagian besar spesies yang ada di bumi. Di
ekosistem air tawar hidup 10% spesies lebih banyak bila dibandingkan
dengan yang terdapat di daratan. Sebanyak 12% dari seluruh fauna yang
terdapat di bumi, termasuk 41% dari seluruh spesies ikan yang telah
teridentifikasi hidup di ekosistem air tawar yang luasnya hanya sekitar 1%
dari keseluruhan area permukaan bumi.

EKOSISTEM DANAU TOBA

Danau Toba yang merupakan suatu ekosistem air telah banyak mengalami
perubahan terutama akibat dari berbagai aktivitas manusia yang terdapat di
sekitarnya. Danau Toba yang mempunyai luas permukaan lebih kurang
1.100 kilometer persegi, dengan total volume air sekitar 1.258 kilometer
kubik, merupakan danau yang paling luas di Indonesia.
Danau ini merupakan sumber daya air yang mempunyai nilai yang sangat
penting ditinjau dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Hal ini
berkaitan dengan fungsi Danau Toba sebagai habitat berbagai jenis
organisme air, sebagai sumber air minum bagi masyarakat sekitarnya,
sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian dan budi daya perikanan serta
untuk menunjang berbagai jenis industri, seperti kebutuhan air untuk
industri pembangkit listrik Sigura-gura dan Asahan. Tak kalah pentingnya
adalah fungsi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang sudah terkenal ke
mancanegara dan sangat potensial untuk pengembangan kepariwisataan di
Provinsi Sumatera Utara.

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN ABIOTIK DANAU TOBA

Hadirin yang saya hormati,


Dari berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi bahwa telah
terjadi penurunan kualitas air, khususnya pada lokasi-lokasi yang banyak
terkena dampak dari kegiatan masyarakat. Hasil analisis laboratorium
terhadap sampel air danau yang diambil pada waktu terjadinya kematian
masal ikan mas di perairan Haranggaol Danau Toba pada bulan November
2004 menunjukkan bahwa nilai kelarutan oksigen (DO) telah turun pada
nilai yang sangat rendah yaitu sebesar 2,95 mg/l, hal ini menunjukkan
bahwa ketersediaan oksigen sudah sangat terbatas. Selanjutnya nilai BOD
(Biochemical Oxygen Demand) sebesar 14 mg/l memberikan indikasi
tingginya bahan organik di dalam air. Bahan organik tersebut kemungkinan
berasal dari sisa pakan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan budidaya.
Demikian juga konsentrasi zat-zat nutrisi seperti nitrogen dan fosfor telah
jauh melebihi ambang batas yang ditetapkan.
Jika dibandingkan hasil analisis kualitas air pada lokasi budidaya ikan di
perairan Haranggaol dengan hasil analisis kualitas air di beberapa lokasi di
perairan Danau Toba, ternyata bahwa di lokasi penelitian Parapat,
Simanindo, dan Balige konsentrasi zat-zat nutrisi juga telah melewati baku
mutu yang ditetapkan.
Kegiatan budidaya ikan dalam jaring apung ternyata menghasilkan limbah
organik yang tinggi dan pada akhirnya akan menghasilkan senyawa nitrit
yang tinggi pada perairan melalui proses nitrifikasi. Hasil analisis yang sama
juga diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Terangna, N., dkk. (2002)
yang melakukan penelitian tentang sifat fisik, kimia, dan biologi di beberapa
lokasi di ekosistem Danau Toba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
lokasi yang terletak di tengah danau (sekitar 500 m dari pinggir danau)
kecerahan air mencapai kedalaman 11 – 14 m dengan kandungan nutrisi
dalam air masih rendah dan kadar oksigen masih terdeteksi sampai ke
dasar danau pada kedalaman antara 200 – 500 m, sehingga perairan danau
masih tergolong Oligotrofik (miskin zat hara). Sedangkan pada lokasi
penelitian yang dekat dengan pemukiman dan lokasi budidaya ikan dalam
jaring apung terdeteksi kadar nutrisi yang tinggi serta ditandai dengan
pertumbuhan eceng gondok yang cukup subur.

KEANEKARAGAMAN HAYATI DANAU TOBA

Kondisi oligotrofik Danau Toba menyebabkan daya dukung danau untuk


perkembangan dan pertumbuhan organisme air seperti plankton dan
bentos sangat terbatas. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan di
beberapa kawasan Danau Toba menunjukkan bahwa populasi plankton
dan bentos di Danau Toba adalah rendah (Barus et al., 1998, 1999).
Komunitas plankton (fitoplankton dan zooplankton) merupakan basis
dari terbentuknya suatu rantai makanan, oleh sebab itu plankton
memegang peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem danau.
Dengan demikian maka dapat dimaklumi bahwa keanekargaman ikan di
Danau Toba juga tidak terlalu tinggi. Hal ini disebabkan bahwa sumber
nutrisi utama ikan secara alamiah umumnya adalah berbagai jenis
plankton dan bentos tersebut. Dari beberapa hasil penelitian di Danau
Toba, dijumpai 14 spesies ikan. Informasi yang diperoleh dari nelayan
setempat bahwa jenis ikan yang akhir-akhir ini sering didapat adalah
ikan mujahir (Tilapia mossambica), ikan kepala timah (Aplocheilus
panchax), ikan seribu (Lebistes reticulates), ikan gurami (Osphronemus
goramy), ikan sepat (Trichogaster trichopterus), ikan gabus (Channa
striata), ikan lele (Clarias batrachus), ikan mas (Cyprinus carpio), dan
ikan nila.
Selain itu terdapat satu jenis ikan endemik yaitu ikan yang hanya
terdapat di Danau Toba yang disebut sebagai ikan batak atau “ihan”
(Neolissochillus thienemanni). Jenis ikan ini berdasarkan kriteria IUCN
(International Union for the Conservation of Nature) sudah
diklasifikasikan sebagai terancam punah (endangered). Jenis ikan ini
dahulu sering dihidangkan sebagai sajian istimewa untuk berbagai acara
pesta adat bagi masyarakat setempat, tetapi kini masyarakat yang
tinggal di sekitar danau sudah sangat sulit untuk menemukan ikan
tersebut.

ANCAMAN TERHADAP KELESTARIAN EKOSISTEM DANAU TOBA

Hadirin yang saya hormati,


Permasalahan utama yang dialami ekosistem Danau Toba terutama adalah
penurunan kualitas air sebagai akibat dari berbagai limbah yang dibuang ke
dalam danau sehingga menimbulkan pencemaran, seperti limbah
domestik/perhotelan, limbah pertanian, limbah dari budidaya perikanan di
dalam jaring apung, serta limbah minyak yang berasal dari aktivitas
transportasi air. Hal ini terutama dapat dilihat di kawasan sekitar Parapat,
Haranggaol, Balige, dan Tongging. Selain itu terjadi perusakan kawasan
hutan, berupa penebangan hutan untuk berbagai keperluan di sekitar
danau, yang menyebabkan terjadinya fluktuasi aliran air yang masuk ke
dalam danau serta terjadinya erosi dan peningkatan sedimentasi.
Pemanfaatan Danau Toba sebagai tempat budidaya ikan sistem jaring
apung merupakan salah satu pemanfaatan perairan Danau Toba bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akibat dari rendahnya pengelolaan
yang dilakukan serta perkembangan budidaya ikan sistem jaring apung
yang sangat pesat di Danau Toba, khususnya di perairan Haranggaol,
menyebabkan telah terjadi kematian masal ikan mas pada bulan Oktober –
November 2004, serta telah menimbulkan kerugian material yang tidak
sedikit.
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh berbagai pihak, disimpulkan
bahwa terjadinya kematian masal ikan di perairan Haranggaol Danau Toba
disebabkan oleh serangan virus herpes koi. Namun demikian kemungkinan
faktor lain yang menyebabkan terjadinya kasus kematian masal ikan mas
tersebut adalah penurunan kualitas air di perairan Haranggaol. Kegiatan
budidaya ikan dalam jaring apung yang sudah berlangsung selama lebih
dari 10 tahun, telah menyebabkan terjadinya akumulasi berbagai senyawa
kimia yang pada akhirnya menimbulkan kondisi yang toksik terhadap ikan-
ikan budidaya.
Pemanfaatan air Danau Toba yang sangat beragam yaitu sebagai sumber
air bersih bagi masyarakat sekitar, sebagai tempat kegiatan penangkapan
ikan dan budidaya ikan dalam keramba jaring apung, kegiatan transportasi
air, pariwisata, sebagai sumber air untuk pembangkit listrik di daerah hilir,
di satu sisi membutuhkan kualitas air danau yang baik serta memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu. Sebaliknya Danau Toba juga digunakan
sebagai tempat membuang berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari
kegiatan pertanian di sekitar kawasan Danau Toba, limbah domestik dari
permukiman dan perhotelan, limbah nutrisi dari sisa pakan ikan yang tidak
habis dikonsumsi oleh ikan yang dibudidayakan, limbah dari pariwisata dan
transportasi air. Apabila proses pencemaran terus berlanjut tanpa ada
upaya-upaya untuk meminimalkan pencemaran yang terjadi, maka beban
ekosistem Danau Toba akan semakin berat dan pada akhirnya akan
merugikan semua pihak yang berkepentingan.
Secara kasat mata di beberapa kawasan Danau Toba kita sudah bisa
melihat tumbuhnya berbagai jenis tumbuhan air terutama jenis eceng
gondok yang telah menutupi lapisan permukaan danau. Hal ini terjadi
akibat proses eutrofikasi (pengayaharaan) yang merupakan suatu gejala
peningkatan unsur hara, terutama fosfor dan nitrogen di suatu ekosistem
air. Unsur hara tersebut terutama berasal dari limbah cair yang dibuang ke
suatu ekosistem air secara terus menerus sehingga terakumulasi dalam
jumlah yang banyak. Peningkatan unsur hara tersebut akan meningkatkan
proses pertumbuhan berbagai jenis tumbuhan air yang sangat cepat
sehingga terjadi ledakan populasi vegetasi yang sering disebut sebagai
blooming. Biomassa dari vegetasi ini setelah mati akan mengalami proses
pembusukan/dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri dan berlangsung
secara aerob, artinya proses tersebut membutuhkan ketersediaan oksigen
terlarut di dalam air. Akibat proses dekomposisi tersebut kandungan oksigen
terlarut akan semakin sedikit, bahkan apabila proses tersebut terus berlangsung
dapat menimbulkan kondisi anaerob karena kandungan oksigen terlarut sudah
sangat sedikit. Dalam kondisi tidak tersedia oksigen terlarut, proses penguraian
akan berjalan secara anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa yang
bersifat toksik dan menimbulkan bau yang busuk.
Bahaya potensial yang tidak kalah pentingnya yang mengancam spesies-
spesies asli di ekosistem Danau Toba adalah masuknya spesies
pendatang yang disebut sebagai spesies eksotis, baik yang dilakukan
secara sengaja maupun tidak sengaja. Meskipun spesies pendatang
bukan akibat dari pencemaran, tetapi spesies eksotis ini dapat
digolongkan sebagai polutan yang mengancam kehidupan spesies asli.
Sering terjadi bahwa spesies eksotis memangsa spesies asli atau
berkompetisi dengan spesies asli untuk mendapatkan makanan dan
tempat untuk berkembang biak. Bahkan mungkin terjadi bahwa spesies
eksotis membawa penyakit baru yang dapat membahayakan keseluruhan
kehidupan di ekosistem air tersebut. Ikan yang dipasok secara tidak
alami di Danau Toba dapat saja meningkatkan jenis dan populasi ikan,
tetapi karena ikan-ikan ini bukan merupakan bagian dari rantai makanan
yang sudah terbentuk secara alami dalam kurun waktu yang lama, maka
kehidupan ikan dan biota lain di danau tersebut menjadi terganggu.
Hilangnya ikan batak dari perairan Danau Toba dapat terjadi sebagai
akibat perubahan berbagai faktor lingkungan atau juga akibat dari intervensi
ikan-ikan yang banyak dimasukkan ke dalam danau.
PENTINGNYA PEMAHAMAN TENTANG KARAKTERISTIK EKOSISTEM
DANAU TOBA

Perlu kita sadari bahwa pemahaman tentang berbagai faktor lingkungan


yang meliputi faktor fisik, kimia dan biologi ekosistem Danau Toba adalah
suatu hal yang sangat penting, dan harus diakui bahwa pengetahuan kita
tentang karakteristik ekosistem Danau Toba masih sangat terbatas.
Sebenarnya sudah banyak dilakukan penelitian oleh berbagai pihak di
ekosistem Danau Toba, tetapi umumnya merupakan penelitian yang
sifatnya sesaat dan temporal saja, sehingga tidak mendapatkan gambaran
kondisi ekologis danau secara menyeluruh.
Kita masih belum memahami secara rinci tentang bagaimana pola
temperatur air danau secara vertikal, bagaimana kondisi substrat dasar
danau dan bagaimana pola distribusi dan pertumbuhan biota air yang
terdapat di Danau Toba. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
mengenai pola temperatur air danau di beberapa lokasi penelitian, diperoleh
bahwa nilai temperatur pada bagian permukaan Danau Toba tidak berbeda
jauh dengan besaran temperatur pada bagian danau yang lebih dalam
(pada kedalaman 200 – 500 m), dengan selisih hanya sekitar 10 C. Hal ini
menunjukkan bahwa sulit menemukan lapisan air di mana terjadi termoklin,
yaitu terjadinya penurunan temperatur air secara drastis sejalan dengan
bertambahnya kedalaman air. Adanya termoklin akan menyebabkan
terjadinya stagnasi arus air secara vertikal, karena adanya perbedaan
temperatur yang besar antara lapisan permukaan dengan lapisan bagian
dasar danau. Hal ini menyebabkan air danau sulit bercampur secara vertikal.
Dengan sulitnya terbentuk lapisan termoklin di Danau Toba, maka peluang
terjadinya sirkulasi air danau secara vertikal menjadi lebih besar. Oleh
karena itu penelitian yang rinci tentang pola arus menjadi hal yang sangat
penting untuk dilakukan. Pemahaman tentang pola sirkulasi air ini misalnya
dapat dimanfaatkan oleh nelayan budidaya ikan dalam jaring apung untuk
menghindarkan ikan budidaya dari kemungkinan terkena senyawa toksik
yang terakumulasi di dasar perairan dan naik ke permukaan pada saat
terjadi proses sirkulasi air.
Demikian juga tentang pola pertumbuhan dan distribusi plankton perlu
dipahami secara menyeluruh dan mendetail. Pertumbuhan plankton sangat
berfluktuasi tergantung dari perubahan berbagai faktor lingkungan seperti
musim, ketersediaan nutrisi (terutama fosfor), cahaya, dan temperatur air.
Hal ini menunjukkan adanya interaksi yang sangat erat antara faktor-faktor
lingkungan abiotik dengan keberadaan organisme air, sehingga perubahan
nilai dari berbagai faktor lingkungan abiotik akan mempengaruhi
keanekaragaman organisme air. Pemahaman mengenai interaksi antara
organisme air di Danau Toba dengan parameter lingkungan abiotik
selanjutnya dapat dikembangkan untuk menentukan organisme air sebagai
bioindikator kualitas ekosistem Danau Toba.
Oleh karena itu adanya stasiun penelitian yang sifatnya permanen menjadi
suatu kebutuhan mendesak dalam rangka melakukan berbagai kegiatan
penelitian dan pemantauan terhadap berbagai faktor lingkungan danau
secara berkesinambungan.

PENGELOLAAN EKOSISTEM DANAU TOBA

Mengingat fungsi ekosistem Danau Toba yang sangat beranekaragam


seperti sudah diuraikan di atas, maka diperlukan suatu strategi pengelolaan
yang efisien agar kelestarian ekosistem Danau Toba dapat tetap
dipertahankan sejalan dengan pemanfaatan yang dilakukan untuk berbagai
kepentingan. Satu hal yang harus disadari adalah bahwa pengelolaan
ekosistem Danau Toba tidak bisa dilakukan oleh satu pihak tertentu saja,
melainkan sinergi dari upaya terpadu oleh berbagai pihak baik dari instansi
pemerintah, ilmuwan, investor serta didukung oleh peran serta yang aktif
dari masyarakat/LSM. Upaya pengelolaan tidak hanya bertujuan menjaga
keseimbangan ekosistem danau, namun juga untuk mengarahkan berbagai
pemanfaatan potensi sumber daya alam yang ada secara efektif dan efisien
dengan memperhatikan daya dukung ekosistem Danau Toba.
Sehubungan dengan pengelolaan ekosistem, perlu ditetapkan baku mutu
lingkungan ekosistem Danau Toba yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk melakukan pemantauan terhadap kualitas ekosistem danau. Baku
mutu lingkungan merupakan seperangkat indikator lingkungan yang
digunakan sebagai dasar penilaian terhadap terjadinya kerusakan ekosistem
Danau Toba, dan juga berfungsi sebagai pedoman bagi setiap kegiatan
yang akan memanfaatkan potensi sumber daya alam danau tersebut.
Untuk mengendalikan pencemaran air di Danau Toba, maka sebagai
langkah awal sebaiknya dilakukan identifikasi terhadap sumber dan jenis
pencemar yang timbul. Selanjutnya baku mutu lingkungan yang sudah
ditetapkan digunakan sebagai acuan untuk menilai kualitas limbah yang
dihasilkan oleh berbagai aktivitas masyarakat. Untuk itu tersedianya sarana
pengolahan limbah cair maupun limbah padat sudah merupakan suatu
keharusan, sehingga semua limbah yang dihasilkan tidak dibuang langsung
ke dalam danau, seperti masih banyak dilakukan saat ini, tetapi harus
diolah terlebih dahulu sampai dapat memenuhi baku mutu lingkungan.
Dalam kaitannya dengan upaya pelestarian keanekaragaman hayati
ekosistem Danau Toba maka selain menjaga dan mengelola kualitas air,
yang juga penting untuk dilakukan adalah pemantauan terhadap kualitas
habitat yang dapat mendukung pertumbuhan populasi organisme air. Untuk
itu perlu diidentifikasi zona perairan yang berfungsi sebagai tempat
berkembang biak berbagai jenis organisme air termasuk zona perairan
sebagai tempat pemijahan ikan secara alami, untuk kemudian dilakukan
upaya konservasi, sehingga organisme air dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal.
Berbagai kajian dan upaya pengelolaan ini dibutuhkan untuk dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas tentang daya dukung ekosistem
Danau Toba, sehingga pemanfaatan ekosistem Danau Toba bagi berbagai
kepentingan tidak menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan
ekologi di danau tersebut.
Untuk melaksanakan koordinasi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan di
ekosistem Danau Toba maka Gubernur Sumatera Utara pada tahun 2002
telah membentuk Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau
Toba (BKPEKDT). Selanjutnya atas prakarsa Pemerintah Daerah Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2004 telah dirumuskan dan disepakati suatu
konsep pengelolaan ekosistem kawasan Danau Toba yang dituangkan
dalam Lake Toba Ecosystem Management Plan (LTEMP). Pedoman ini
memuat secara rinci tentang rencana dan tindakan pengelolaan yang harus
dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan dan memelihara integritas fisik,
biologis, dan kimia ekosistem kawasan Danau Toba.
Diharapkan agar komitmen yang sudah disepakati itu dapat dilaksanakan
secara utuh sehingga pengelolaan ekosistem Danau Toba dapat terlaksana
dengan baik dan berkesinambungan.
Demikianlah telah saya sampaikan paparan singkat mengenai ”Keanekaragaman
Hayati Ekosistem Danau Toba dan Upaya Pelestariannya”, semoga dapat
bermanfaat bagi kita semua.

UCAPAN TERIMA KASIH

Hadirin yang saya hormati,


Akhirnya sampailah saya kepada bagian akhir dari pidato saya ini. Puji dan
syukur saya panjatkan sekali lagi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas anugerah-Nya saya dapat dikukuhkan pada hari ini sebagai Guru Besar
Tetap di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor USU
beserta seluruh Pembantu Rektor dan seluruh Dewan Guru Besar USU atas
segala bantuannya hingga saya dapat dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), USU pada
hari ini.
Demikian juga kepada tim penilai kenaikan pangkat USU yang telah
memproses kenaikan pangkat dan jabatan fungsional saya, saya ucapkan
terima kasih.
Kepada Bapak Dr. Eddy Marlianto, MSc selaku Dekan FMIPA USU beserta
para Pembantu Dekan, Bapak Drs. M. Chairuddin Nasution, Apt (mantan
Dekan FMIPA USU), Bapak Dr. Dwi Suryanto, selaku Ketua Departemen
Biologi FMIPA USU, dan Ibu Dra. Nunuk Priyani, MSc, sebagai Sekretaris
Departemen Biologi FMIPA USU, saya ucapkan terima kasih atas segala
bantuan moril dan partisipasi yang diberikan kepada saya.
Kepada rekan-rekan di Departemen Biologi Bapak Prof. Dr. Erman Munir,
MSc, Ibu Dr. Retno Whidiastuti, MS, Ibu Hesti Wahyuningsih, SSi, MSi, serta
teman sejawat lain yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu dan telah
banyak memberikan dorongan dan semangat kepada saya, saya
mengucapkan terima kasih.
Kepada guru-guru saya sejak Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama
(SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), serta dosen-dosen saya di Jurusan
Biologi, Institut Teknologi Bandung, khususnya Bapak Drs. Wulangi S. Kartolo,
saya ucapkan terima kasih atas segala bimbingan yang telah diberikan kepada
saya.
Secara khusus ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Prof. Dr.
Meertinus P.D. Meijering dan Prof. Dr. H. Schmeisky, selaku Doktorvater/
promotor saya selama menyelesaikan studi di University of Kassel, Jerman,
yang telah begitu baik membimbing dan mengarahkan saya, membagi
ilmunya kepada saya dan tidak henti-hentinya memberikan dorongan dan
semangat sehingga saya dapat menyelesaikan studi saya di Jerman. Juga
kepada Dr. J. Brehm, Dr. Cyffka, Dr. Fuehrer, Dipl. Ing. Thomas M. Stein,
Dipl. Biol. W. Haass, Dipl. Ing. W. Schweers, dan Frau E. Zwicker, sebagai
teman sejawat dan teman diskusi di University of Kassel Jerman yang telah
banyak memberikan masukan dan bantuan dalam pelaksanaan riset saya.
Kepada keluarga E. Beier di Witzenhausen Jerman, yang telah menganggap
kami sebagai keluarganya sendiri, saya mengucapkan terima kasih atas
segala bantuan yang diberikan.
Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. A.T. Barus, MSc,
Bapak Prof. Dr. Hemat R. Brahmana, MSc, Bapak Prof. Dr. Ir. Justin A.
Napitupulu, MSc, Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung, Bapak Prof. Dr. Seri
Bima Sembiring, MSc, Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, MSc, PhD, Bapak
Prof. Dr. Tonel Barus, Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, Bapak Prof. Dr.
Sengli J. Damanik, MSc, serta Ibu Ir. Mena Uly Tarigan, MS, dan Drs. Arifin
Bangun, atas segala bantuan, kerjasama dan dorongan moril yang telah
diberikan kepada saya.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada DAAD (Jerman) dan
Dikti-Depdiknas yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa bagi
saya selama saya melanjutkan studi di Jerman.
Kepada almarhum Ayahanda T. Barus dan almarhumah Ibunda L. Sembiring,
yang telah membesarkan, mendidik, membimbing, dan mengajar saya
sejak kecil dengan penuh kesabaran dan ketulusan tanpa mengenal lelah
sehingga saya dapat menjadi Guru Besar, saya sampaikan rasa hormat dan
terima kasih yang setinggi-tingginya.
Kepada kedua mertua saya, Bapak Drs. Kamar Ginting dan Ibu Dra. S.M.
Sebayang, saya ucapkan terima kasih atas segala perhatian, dorongan,
bimbingan serta doanya.
Kepada istri saya tercinta, Dra. Eva M. Ginting, MSi, yang telah dengan
setia mendampingi saya dan kepada ananda berdua yang saya sayangi,
Shandra Agina Barus dan Fernando Natanael Barus, terima kasih saya
ucapkan atas segala perhatian, pengertian, dorongan serta doanya. Begitu
tulus pengorbanan, pengertian, dan kasih sayang yang telah kalian berikan
dan itu semua memberikan dorongan dan semangat bagi saya sehingga
saya dapat mencapai karier seperti sekarang ini. Mari kita terima
penghargaan ini dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa
dan bagi ananda berdua kiranya kesempatan pada hari ini menjadi
dorongan bagi kalian untuk mencapai cita-cita.
Kepada seluruh keluarga kakak dan abang saya dan keluarga adik-adik
saya serta keluarga ipar-ipar saya, saya ucapkan terima kasih atas
dukungannya. Kiranya ikatan kekeluargaan di antara kita semua dapat
semakin erat.
Masih banyak lagi sebenarnya ucapan terima kasih yang selayaknya saya
sampaikan kepada berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan
dan dukungan kepada saya, yang tidak mungkin saya sampaikan satu per
satu dalam kesempatan ini. Untuk itu saya mohon maaf dan perkenankan
saya dalam kesempatan ini untuk menyampaikan rasa terima kasih saya
kepada kita sekalian.
Akhirnya, kepada panitia pengukuhan ini saya mengucapkan terima kasih
atas segala bantuan yang diberikan sehingga acara pengukuhan ini dapat
terlaksana dengan baik. Kepada seluruh hadirin yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk mengikuti rangkaian acara ini saya ucapkan
terima kasih

You might also like