You are on page 1of 146

IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN

PENDIDIKAN (KTSP) PADA PEMBELAJARAN IPS SEJARAH DI


SMP NEGERI 21 SEMARANG TAHUN AJARAN 2006/2007

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sejarah


pada Universitas Negeri Semarang

Oleh:
Basuki Dwi Sulistyo
NIM. 3101403021

FAKULTAS ILMU SOSIAL


JURUSAN SEJARAH
2007
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan di sidang ujian skripsi
pada:

Hari :
Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Subagyo, M.Pd. Drs. Ba’in , M.Hum


NIP. 130 818 771 NIP. 131 876 207

Mengetahui:
Ketua Jurusan Sejarah

Drs. Jayusman, M.Hum.


NIP. 131 764 053

ii
PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu
Sosial, Universitas Negeri Semarang pada :

Hari : Senin
Tanggal : 27 Agustus 2007

Penguji Skripsi

Drs. Cahyo Budi Utomo, M.Pd.


NIP. 131 570 081

Anggota I Anggota II

Drs. Subagyo, M.Pd. Drs. Ba’in , M.Hum


NIP. 130 818 771 NIP. 131 876 207

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Sosial

Drs. H. Sunardi, M.M.


NIP. 130 367 998

iii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya

sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.

Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk

berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Agustus 2007

Basuki Dwi Sulistyo


NIM. 3101403021

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

™ “Semua mungkin kalau kita yakin”


(Penulis)

™ “Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah”


(Ir. Soekarno)

Dengan penuh keikhlasan dan rasa syukur kepada


Allah SWT kupersembahkan Skripsi ini untuk:
Permata hatiku Ayah dan Ibu yang telah
mencurahkan kasih sayang, pengorbanan dan
doa restunya dengan penuh ketegaran serta
kesabaran.
Kakakku dan Adikku serta keluarga besarku
yang selalu mendoakan serta membantuku baik
secara moril maupun spiritual
Sahabat sejatiku (Mammoeth & Bang Andi)
Teman-teman seperjuangan Pendidikan Sejarah
’03 dan Farham Kost terima kasih atas
segalanya selama ini aku lalui waktu bersama
kalian.
Almamaterku

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Implementasi

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dalam Pembelajaran IPS Sejarah di

SMP Negeri 21 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007”. Skripsi ini merupakan salah satu

syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu

Sosial Universitas Negeri Semarang.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan dan pengarahan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan

hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo M.Si., selaku Rektor Universitas Negeri

Semarang.

2. Drs. H. Sunardi, M.M. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Semarang.

3. Drs. Jayusman, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Semarang.

4. Drs. Subagyo, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran dan

perhatian dalam memberikan bimbingan dan pengarahan.

5. Drs. Ba’in, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang penuh kesabaran dan

perhatian dalam memberikan bimbingan dan pengarahan.

6. Drs. Hasan Budisulistyo selaku Wakil Kepala Sekolah SMP N 21 Semarang yang

telah memberikan ijin dan kerjasamanya selama penelitian ini berlangsung

vi
7. Dra. Lestari Nurmananik selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas VII SMP N

21 Semarang yang telah memberikan kesempatan dan bantuan selama penelitian.

8. Supatemi, S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas VIII SMP N 21

Semarang yang telah memberikan kesempatan dan bantuan selama penelitian.

9. Anies Salamah selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas XI SMP N 21

Semarang yang telah memberikan kesempatan dan bantuan selama penelitian.

10. Siswa-siswi SMP N 21 Semarang yang telah membantu dalam menyelesaikan

penelitian ini.

11. Segenap karyawan dan staf tata usaha SMP N 21 Semarang atas bantuan dan

kerjasamanya selama penelitian.

12. Kedua orang tua, kakakku serta adikku yang selalu memberikan dukungan moral

maupun materi dalam penyusunan skripsi ini.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

pada umumnya. Dengan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, skripsi ini masih

jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang membangun

sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Semarang, Agustus 2007

Penulis

vii
SARI

Basuki Dwi Sulistyo. 2007. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(KTSP) pada Pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang Tahun Ajaran
2006/2007. Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 177+
xiv halaman.

Kata Kunci: Implementasi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,


Pembelajaran, IPS Sejarah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan
penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-
masing satuan pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan salah
satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan
pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan
kebutuhan masing-masing. KTSP sebagai inovasi terbaru dalam rangka peningkatan
kualitas kurikulum tidaklah mudah diterapkan secara universal dan instant, bahkan
Departemen Pendidikan Nasional menargetkan paling lambat tahun 2009/2010 semua
sekolah telah melaksanakan KTSP secara menyeluruh. Berdasarkan hal tersebut maka
permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : (1) bagaimanakah pemahaman
guru IPS Sejarah mengenai KTSP, (2) bagaimanakah implementasi KTSP pada
pembelajaran IPS Sejarah, (3) apakah faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
implementasi KTSP. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui
pemahaman guru IPS Sejarah mengenai KTSP, (2) untuk mengetahui implementasi
KTSP pada pembelajaran IPS Sejarah, (3) untuk mengetahui faktor pendukung dan
faktor penghambat dalam implementasi KTSP.
Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah pemahaman guru IPS Sejarah di
SMP Negeri 21 Semarang mengenai KTSP, implementasi KTSP pada pembelajaran
IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang yang secara garis besarnya mencakup tiga
kegiatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran dan
evaluasi, serta faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi KTSP
pada pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang. Untuk memperoleh data
digunakan metode observasi partisipatif pasif (passive participation), wawancara
mendalam (in dept interview), studi dokumentasi. Untuk menguji objektivitas dan
keabsahan data digunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda
dengan teknik yang sama, sedangkan triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber
data yang sama. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model analisis
interaksi (interactive analysis models) yaitu komponen reduksi data dan sajian data
dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Setelah data terkumpul, maka
tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan) saling
berinteraksi.

viii
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemahaman guru IPS Sejarah di SMP
Negeri 21 Semarang mengenai KTSP sebagian besar masih terbatas hanya mengetahui
secara garis besarnya. Guru hanya mampu memahami konsep dasar KTSP secara
singkat seperti pengertian KTSP, SKL, SI, RPP serta perbedaan yang mendasar antara
KTSP dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Dalam kegiatan pembelajaran guru
IPS Sejarah telah menyusun program-program sesuai dengan acuan dalam KTSP,
program tersebut seperti program tahunan, program semester, program mingguan dan
harian, program pengayaan dan remedial, serta program pengembangan diri.
Pengembangan silabus oleh guru IPS Sejarah masih mengadopsi model silabus dari
Depdiknas, selanjutnya model silabus tersebut ditelaah dan disesuaikan dengan
kondisi sekolah. Dalam penyusunan silabus guru IPS Sejarah tidak mengalami
hambatan yang berarti karena dalam penyusunannya dikerjakan secara bersama-sama
dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat sekolah. Dalam hal
penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) guru IPS Sejarah diberi
kebebasan untuk mengubah, memodifikasi, dan menyesuaikan silabus dengan kondisi
sekolah dan karakteristik peserta didik. Penyusunan RPP oleh guru IPS Sejarah
dilakukan secara sekaligus untuk beberapa pertemuan, hal ini disebabkan adanya
kesibukan. Pada awal pembelajaran guru IPS Sejarah melakukan kegiatan apersepsi,
namun tidak pernah mengadakan pre-test, guru masih menggunakan metode ceramah,
namun hanya untuk membantu siswa dalam memahami materi dan keaktifan siswa
sangat diprioritaskan. Dalam pembelajaran guru telah menerapkan berbagai metode,
sumber belajar serta media yang variatif. Evaluasi hasil belajar dilakukan guru melalui
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) untuk mengetahui kemampuan siswa dalam aspek
penguasaan konsep dan penerapan konsep. Selain itu, guru telah menerapkan
pendekatan pembelajaran tuntas dengan mengadakan program remidi dan program
pengayaan.
Faktor pendukung dalam implementsi KTSP pada pembelajaran IPS Sejarah
di SMP Negeri 21 Semarang antara lain sarana prasarana pembelajaran secara
kuantitas maupun kualitas sudah cukup memadai, adanya program-program dalam
rangka implementasi KTSP seperti pembentukan kepanitiaan KTSP, adanya tim
pengembang dan penyusun KTSP, adanya evaluasi yang dikemas dalam briefing
setiap satu bulan sekali untuk mengevaluasi program-program yang sedang berjalan,
Adanya sistem penilaian kinerja terhadap guru dan siswa.
Faktor penghambat dalam implementasi KTSP pada pembelajaran IPS Sejarah
di SMP Negeri 21 Semarang antara lain lemahnya kemampuan guru dalam melakukan
penilaian secara mandiri, terbatasnya waktu, biaya serta tenaga dalam penggunaan
metode-metode pembelajaran, terjadinya integrasi (penggabungan) pada mata
pelajaran ilmu-ilmu sosial menjadi IPS terpadu, kurangnya kesiapan siswa untuk
belajar mandiri.
Dari hasil penelitian tersebut maka disarankan, (1) guru hendaknya selalu
meningkatkan pemahamannya tentang KTSP dan menerapkannya secara profesional,
(2) guru hendaknya dapat mengembangkan kreatifitasnya sendiri dalam menyusun
silabus dengan menyesuaikan kondisi dan potensi sekolah, (3) guru harus lebih kreatif
dan inovatif dalam penggunaan metode pembelajaran, (4) bagi pihak sekolah
hendaknya secara berkala mengadakan kegiatan seminar, workshop serta rapat kerja
mengenai KTSP, sehingga pemahaman guru tentang KTSP akan semakin meningkat.

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ....................................................................... iii

PERNYATAAN ............................................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi

SARI .................................................................................................................. viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ................................................................... 7

E. Penegasan Istilah....................................................................... 9

F. Sistematika Skripsi ................................................................... 12

BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 14

A. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ..................................... 14

1. Pengertian Kurikulum ......................................................... 14

2. Pengertian KTSP ................................................................. 15

3. Landasan Yuridis KTSP...................................................... 15

x
4. Tujuan KTSP....................................................................... 20

5. Karakteristik KTSP ............................................................. 21

6. Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP................................. 23

7. Acuan Operasional Penyusunan KTSP ............................... 25

8. Komponen-Komponen KTSP ............................................ 28

9. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan KTSP ..................................... 30

B. Manajemen Pelaksanaan KTSP di Sekolah .............................. 32

1. Perencanaan......................................................................... 33

2. Pengorganisasian................................................................. 35

3. Pelaksanaan KBM ............................................................... 36

4. Penilaian Hasil Belajar ........................................................ 40

5. Pelaporan............................................................................. 43

C. Tinjauan Mengenai Pembelajaran ............................................ 45

1. Pengertian Pembelajaran ..................................................... 45

2. Ciri-Ciri Pembelajaran ........................................................ 47

3. Tujuan Pembelajaran........................................................... 47

D. Tinjauan Mengenai Ilmu Pengetahuan Sosial .......................... 51

1. Pengertian IPS ..................................................................... 51

2. Karakteristik IPS ................................................................. 53

3. Tujuan Pembelajaran IPS .................................................... 54

4. Konsep Pembelajaran dalam IPS ........................................ 55

E. Tinjauan Mengenai Mata Pelajaran IPS Sejarah ...................... 59

1. Pengertian Mata Pelajaran IPS Sejarah ............................... 59

2. Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran IPS Sejarah .................. 60

3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS Sejarah ....................... 61

xi
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 62

A. Pendekatan Penelitian .............................................................. 62

B. Fokus Penelitian ....................................................................... 64

C. Sumber Data Penelitian............................................................. 65

D. Teknik Pengambilan Sampel..................................................... 65

E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 66

F. Keabsahan Data......................................................................... 70

G. Teknik Analisis Data................................................................. 73

H. Langkah-Langkah Penelitian..................................................... 78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 80

A. Hasil Penelitian ......................................................................... 80

1. Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................. 80

2. Deskripsi Data....................................................................... 84

B. Pembahasan............................................................................... 106

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 122

A. Simpulan..................................................................................... 122

B. Saran ........................................................................................... 124

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 125

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................. 128

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penyusunan jadwal kegiatan belajar mengajar ............................................. 35


2. Tiga kemungkinan hasil penelitian ................................................................ 37
3. Manajemen kegiatan pembelajaran tuntas ..................................................... 39
4. Laporan guru .................................................................................................. 43
5. Laporan wali kelas ........................................................................................ 44
6. Pola laporan kepala sekolah........................................................................... 45
7. Keterpaduan cabang IPS ................................................................................ 53
8. Model integrasi IPS berdasarkan topik/tema ................................................. 57
9. Model integrasi IPS berdasarkan potensi utama ........................................... 58
10. Model integrasi IPS berdasarkan permasalahan .......................................... 59
11. Triangulasi teknik ........................................................................................ 71
12. Triangulasi sumber....................................................................................... 72
13. Komponen-komponen analisis data model alir............................................ 74
14. Komponen-komponen analisis data model interaksi ................................... 75
15. Lokasi penelitian SMP N 21 Semarang ....................................................... 172
16. Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah ................................................. 172
17. Wawancara dengan Dra.Lestari Nurmananik .............................................. 173
18. Anies Salamah salah satu informan ............................................................. 173
19. Wawancara dengan Supatemi, S.Pd............................................................. 174
20. Wawancara dengan salah seorang siswa...................................................... 174
21. Guru menggunakan peta dalam KBM ......................................................... 175
22. Proses kegiatan belajar mengajar................................................................. 175
23. Siswa sedang menggunakan komputer ........................................................ 176
24. Kegiatan belajar mengajar di kelas ICT....................................................... 176
25. Ruang laboratorium IPA .............................................................................. 177
26. Ruang laboratorium bahasa.......................................................................... 177

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perhitungan minggu efektif........................................................................ 128


2. Program tahunan ....................................................................................... 129
3. Program semester ...................................................................................... 131
4. Silabus........................................................................................................ 132
5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .......................................................... 139
6. Pedoman wawancara semiterstruktur dengan guru.................................... 144
7. Pedoman wawancara semiterstruktur dengan siswa .................................. 148
8. Pedoman wawancara semiterstruktur dengan wakil kepala sekolah ......... 150
9. Pedoman observasi..................................................................................... 152
10. Data pribadi informan penelitian ............................................................... 158
11. Surat pernyataan sumber informan penelitian ........................................... 161
12. Surat ijin penelitian .................................................................................... 168
13. Surat bukti penelitian dari SMP N 21 Semarang ....................................... 171

xiv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya

manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang

digunakan bukan saja untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan,

melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan diyakini mampu

menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk mempelajari pengetahuan

dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia produktif. Di sisi lain,

pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses dan mobilitas sosial dalam

masyarakat baik secara horizontal maupun vertikal.

Di era globalisasi dewasa ini, kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan

oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia bergantung

pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan

masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu,

pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan suatu bangsa. Kemajuan Bangsa Indonesia hanya dapat dicapai melalui

penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan

dapat menaikan harkat dan martabat manusia Indonesia.

Berkaitan dengan hal tersebut, sekarang pemerintah telah mempercepat

perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan

tahun 2020 dipercepat menjadi 2015. Millenium Development Goals (MDGS)

adalah era pasar bebas atau era globalisasi, sebagai era persaingan mutu
2

kualitas, siapa yang berkualitas dialah yang akan maju dan mampu

mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu, pembangunan sumber daya

manusia (SDM) berkualitas merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat

ditawar-tawar lagi (Mulyasa 2006:2).

Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menuntut

semua bidang kehidupan untuk menyesuaikan visi, misi, tujuan dan strateginya

agar sesuai dengan kebutuhan, dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut

secara langsung mengubah tatanan dalam sistem makro, meso, maupun mikro,

demikian halnya dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa

harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi

baik ditingkat lokal, nasional, maupun global (Mulyasa 2006:4).

Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah

kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan

acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara;

khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Oleh karena itu, sejak Indonesia

memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak

bangsanya, sejak saat itu pula pemerintah menyusun kurikulum (Mulyasa 2006:4).

Masa depan Bangsa terletak dalam tangan generasi muda. Mutu bangsa

dikemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak

sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang diterima di sekolah. Apa yang

akan dicapai di sekolah, ditentukan oleh kurikulum sekolah tersebut. Maka dapat

dipahami bahwa kurikulum sebagai alat yang sangat vital bagi perkembangan

suatu bangsa. Dapat pula dipahami betapa pentingnya usaha mengembangkan

kurikulum tersebut.
3

Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu

pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai

tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di

Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang

tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan

kemajuan zaman. Dengan kurikulum yang sesuai dan tepat, maka dapat

diharapkan sasaran dan tujuan pendidikan akan dapat tercapai secara maksimal.

Salah satu inovasi terbaru yang dilakukan pemerintah saat ini adalah

dengan menyempurnakan kualitas kurikulum yang lama, yaitu kurikulum berbasis

kompetensi (KBK) dengan dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (PP19/2005)

tentang Standar Nasional Pendidikan yang mengamanatkan kurikulum pada

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan

menengah yang disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI

(Standar Isi) dan SKL (Standar Kompetensi Lulusan).

Selain itu, juga berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP) serta penyusunan KTSP juga harus

mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP

19/2005.

Pada dasarnya kurikulum yang baru ini tidak ada perubahan dengan

kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) .kurikulum

baru ini ialah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai akrab

disebut Kurikulum 2006 yang diolah berdasarkan Standar Isi dan Standar

Kompetensi Lulusan produk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).


4

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sudah diresmikan pada tanggal 7

Juli 2006. Kurikulum tersebut mengakomodir kepentingan daerah. Guru dan

sekolah diberikan otonomi untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan

potensi sekolah, permasalahan sekolah dan kebutuhan sekolah. Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan menuntut adanya kesanggupan guru untuk membuat kurikulum

yang mendasarkan pada kebolehan, kemampuan dan kebutuhan sekolah.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) tahun 2006 ini berarti

satuan-satuan pendidikan harus mampu mengembangkan komponen-komponen

dalam kurikulum KTSP. Komponen yang dimaksud mencakup visi, misi, dan

tujuan tingkat satuan pendidikan; struktur dan muatan; kalender pendidikan;

silabus sampai pada rencana pelaksanaan pembelajaran.

KTSP memiliki beberapa karakteristik yang secara umum Yaitu, adanya

partisipasi guru; partisipasi keseluruhan atau sebagian staf sekolah; rentang

aktivitasnya mencakup seleksi (pilihan dari sejumlah alternatif kurikulum),

adaptasi (modifikasi kurikulum yang ada), dan kreasi (mendesain kurikulum baru);

perpindahan tanggung jawab dari pemerintah pusat (bukan pemutusan tanggung

jawab); proses berkelanjutan yang melibatkan masyarakat; dan ketersediaan

struktur pendukung (untuk membantu guru maupun sekolah).

Pada dasarnya, tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

adalah bagaimana membuat siswa dan guru lebih aktif dalam pembelajaran. Selain

murid harus aktif dalam kegiatan belajar dan mengajar, guru juga harus aktif

dalam memancing kreativitas anak didiknya sehingga dialog dua arah terjadi

dengan sangat dinamis. Kelebihan lain KTSP adalah memberi alokasi waktu pada

kegiatan pengembangan diri siswa. Siswa tidak melulu mengenal teori, tetapi

diajak untuk terlibat dalam sebuah proses pengalaman belajar.


5

Kurikulum yang baru ini nantinya menuntut setiap sekolah membuat

kurikulum yang berbeda-beda. Namun, dalam penyusunannya harus

memperhatikan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) yang

sudah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas).

Dalam kurikulum baru ini guru diberi otonomi dalam menjabarkan kurikulum, dan

murid sebagai subyek dalam proses belajar mengajar. Dari situlah diharapkan

implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan dapat memenuhi standardisasi

evaluasi belajar siswa.

Namun sebagai konsep baru dalam peningkatan kualitas kurikulum, KTSP

tidaklah mudah diterapkan secara universal dan instan. Bahkan Pemerintah

menargetkan empat tahun semua sekolah di Indonesia dapat melaksanakan KTSP

dengan menyeluruh. Apalagi selama ini, mayoritas sekolah-sekolah masih

berpusat dengan pemerintah pusat. Jadi untuk menerapkan KTSP memerlukan

soialisasi-sosialisasi dan proses pengalaman.

Kecenderungan selama ini, terutama ketika muncul tanda-tanda pergantian

kurikulum, selalu tidak diperhitungkan dengan matang. Buktinya, saat ini berbagai

jenjang sekolah di Indonesia menggunakan tiga jenis kurikulum secara bersamaan

(kurikulum 1994, kurikulum 2004 dan kurikulum 2006 berlabel KTSP). Di

sejumlah sekolah saat ini berlangsung saat ini berlangsung uji coba kurikulum

2004. Dengan adanya dua-tiga kurikulum berbeda untuk generasi yang hampir

seangkatan, bisa dibayangkan bagaimana gamangnya arah dan visi pendidikan

nasional kita (Susilo 2007:96).

Di Indonesia termasuk di Kota Semarang, belum semua sekolah

menerapkan KTSP, hanya beberapa sekolah yang sudah menerapkan KTSP

tersebut. Salah satunya adalah SMPN 21 Semarang, sebagai usaha untuk


6

meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan, sekolahan ini telah mencoba

memulai menerapkan konsep KTSP dalam pembelajaran di semua mata pelajaran,

termasuk IPS Sejarah pada tahun pelajaran 2006/2007.

Dengan demikian sudah satu tahun KTSP diterapkan di SMPN 21

Semarang ini. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan mengangkat masalah mengenai implementasi KTSP pada

pembelajaran IPS Sejarah dan peneliti mengambil judul tentang “Implementasi

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada Pembelajaran IPS Sejarah di

SMP Negeri 21 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya

sebagai berikut :

1. Bagaimana pemahaman guru IPS sejarah di SMP Negeri 21 Semarang

mengenai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ?

2. Bagaimana implementasi KTSP pada pembelajaran IPS Sejarah di SMP

Negeri 21 Semarang ?

3. Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi KTSP

pada pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang ?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memiliki tujuan :

1. Untuk mengetahui pemahaman guru sejarah mengenai Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP).


7

2. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan pelaksanaan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) pada pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21

Semarang tahun pelajaran 2006/2007.

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam

implementasi KTSP pada pembelajaran IPS Sejarah di SMPN 21 Semarang

tahun pelajaran 2006/2007.

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai

berikut :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi

untuk penelitian lebih lanjut mengenai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) serta dapat menambah pemahaman dan wawasan mengenai kurikulum

baru yang menyempurnakan kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) pada pembelajaran IPS Sejarah di Sekolah Menengah

Pertama.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk

dapat :

1) Meningkatkan kualitas guru dalam melaksanakan proses belajar

mengajar dalam mata pelajaran IPS Sejarah.

2) Membantu dalam pencapaian tujuan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP).
8

3) Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat di dalam

pelaksanaan KTSP.

4) Menganalisis sejauh mana optimalisasi KTSP pada pembelajaran IPS

Sejarah.

5) Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman dalam

ruang lingkup yang lebih luas guna menunjang profesinya sebagai

guru.

b. Bagi Siswa

1). Menambah wawasan dan pemahaman mengenai KTSP.

2). Meningkatkan minat belajar IPS Sejarah.

3). Meningkatkan kepekaan siswa terhadap perkembangan IPTEK.

c. Bagi SMPN 21 Semarang

1). Sebagai studi banding pelaksanaan KTSP pada pembelajaran IPS

Sejarah di SMP.

2). Pengembangan jaringan dan kerjasama strategis antara sekolah

dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengembangan

sekolah.

d. Bagi Peneliti

Memperoleh wawasan dan pemahaman baru mengenai salah satu

aspek yang penting dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia saat

ini yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan demikian,

diharapkan peneliti sebagai calon guru sejarah siap melaksanakan tugas

sesuai kebutuhan dan perkembangan Zaman.


9

E. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap judul skripsi ini dan agar

tidak meluas sehingga skripsi ini tetap pada pengertian yang dimaksud dalam

judul maka perlu adanya penegasan istilah.

Adapun penegasan istilah tersebut sebagai berikut :

1. Implementasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah

pelaksanaan, penerapan : pertemuan kedua ini bermaksud mencari bentuk

tentang hal yang disepakati dulu (Tim Penyusun 2005:427). Sedangkan

menurut Susilo (2007:174) implementasi merupakan suatu penerapan ide,

konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga

memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan

maupun nilai, dan sikap. Dalam Oxford Advance Learner Dictionary

dikemukakan bahwa implementasi adalah “put something into effect”

(penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak).

Berdasarkan definisi implementasi tersebut, implementasi kurikulum

didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan

kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga

peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil

interaksi dengan lingkungan. Implementasi kurikulum tertulis (Written

Curriculum) dalam bentuk pembelajaran (Susilo 2007:174-175).

Berdasarkan uraian tersebut, implementasi pembelajaran berbasis

KTSP dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan

kebijakan KTSP dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik

menguasai seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi dengan


10

lingkungan. Implementasi KTSP juga dapat diartikan sebagai aktualisasi

kurikulum operasional dalam bentuk pembelajaran (Mulyasa 2006:246).

2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Istilah kurikulum pada zaman Yunani kuno, berasal dari kata “Curere”

yang berarti “tempat pertandingan”. Kurir artinya pelari yang bertugas

menyampaikan berita dari suatu tempat ke tempat lain. Kurikulum diartikan

“jarak yang harus ditempuh dalam suatu perlombaan lari” atau “rara cource”.

Analog dengan makna di atas, kurikulum dalam pendidikan, diartikan sebagai

sejumlah mata pelajaran dan materi yang harus dikuasai peserta didik untuk

memperoleh ijazah tertentu (Darsono 2000:126).

Selain itu para ahli kurikulum juga memberikan definisinya, dalam

bukunya Darsono (2006:127) ada beberapa pengertian kurikulum, diantaranya

menurut Mcdonal (1965) menyatakan bahwa kurikulum sebagai rencana

kegiatan untuk menuntun pengajaran. Kurikulum juga diartikan sebagai

dokumen tertulis yang memuat rencana untuk pendidikan peserta didik selama

belajar di sekolah (Beauchamp, 1981) atau sebagai rencana untuk

membelajarkan peserta didik (Hilda Taba, 1962).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kurikulum adalah (1)

perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan, (2)

perangkat mata kuliah mengenai bidang keahlian khusus (Tim penyusun

2005:617).

Ahli kurikulum lainnya Mauritz Johnson dalam bukunya Sukmadinata,

kurikulum “Prescribes (or at least anticipates) the result of in struction”

kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan

pegangan tentang jenis, lingkup dan urutan isi serta proses pendidikan
11

(Sukmadinata 2004:4). Jadi kurikulum adalah suatu rencana yang memberi

pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Sedangkan menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,

dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu (BSNP 2006:5).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan

dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan

pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat

satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus (BSNP 2006:5).

3. Pembelajaran Sejarah

Istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “instruction”

yang berarti self instruction (dari internal) dan external instructionI (dari

eksternal) (Sugandi 2004:9). Sedangkan pembelajaran secara umum adalah

kegiatan yang dilakukan guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa

berubah ke arah yang lebih baik. Arti pembelajaran secara khusus yakni secara

behavioristik, pembelajaran adalah usaha guru untuk membentuk tingkah laku

yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus (Darsono

2000: 24).

Selain itu, Hamalik (1995:57) berpendapat bahwa pembelajaran adalah

suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,

fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai

tujuan pembelajaran.
12

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarah dapat diartikan (1)

asal usul (keturunan) silsilah, (2) kejadian dan peristiwa yang benar-benar

terjadi pada masa lampau, riwayat, tambo, cerita, (3) pengetahuan atau uraian

tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau (Tim

penyusun 2005:1011).

Sedangkan Widja (1989:9) berpendapat bahwa Sejarah adalah adalah

suatu studi yang telah dialami manusia di waktu lampau dengan dan yang

telah meninggalkan jejak-jejak pada masa lampau dan yang telah

meninggalkan jejak-jejak pada masa sekarang, dimana tekanan perhatian

diletakkan terutama pada aspek peristiwa sendiri terutama perkembangan yang

disusun dalam cerita sejarah.

Jadi pembelajaran sejarah adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang

menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan

perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga masa

kini.

F. Sistematika Skripsi

Skripsi ini direncanakan terdiri dari 5 (lima) bab. Bab I merupakan bab

pendahuluan, di dalamnya terdiri dari antara lain latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, sistematika

skripsi.

Adapun landasan teori dipaparkan dalam bab II. Didalamnya terdiri dari

antara lain, pertama tinjauan mengenai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) yang meliputi pengertian kurikulum, pengertian KTSP, tujuan KTSP,

landasan pengembangan KTSP, prinsip-prinsip pengembangan KTSP, acuan


13

operasional penyusunan KTSP, komponen-komponen KTSP, serta prinsip-prinsip

pelaksanaan KTSP.

Kedua, tinjauan mengenai manajemen pelaksanaan KTSP di sekolah yang

meliputi antara lain perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan pembelajaran,

penilaian hasil belajar serta pelaporan. Ketiga, tinjauan mengenai pembelajaran

yang meliputi pengertian pembelajaran, cirri-ciri pembelajaran, dan tujuan

pembelajaran. Keempat, tinjauan mengenai Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang

meliputi pengertian IPS, karakteristik mata pelajaran IPS, tujuan pembelajaran

IPS, serta konsep pembelajaran terpadu dalam IPS. Kelima, tinjauan mengenai

mata pelajaran sejarah yang meliputi pengertian sejarah, tujuan dan fungsi mata

pelajaran sejarah serta ruang lingkup mata pelajaran sejarah.

Sedangkan metode penelitian akan dipaparkan dalam bab III. Didalamnya

terdiri dari pendekatan penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, fokus

penelitian, metode pengumpulan data, keabsahan data, analisis data serta prosedur

penelitian.

Bab selanjutnya bab IV merupakan bab pembahasan dan hasil penelitian.

Dalam bab ini menguraikan tentang laporan hasil penelitian, terdiri atas hal-hal

yang menyangkut deskripsi obyek penelitian, penyajian dan analisis data,

dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian.

Bab terakhir yaitu bab V merupakan bab penutup, dalam bab ini diuraikan

mengenai kesimpulan yang didasarkan pada hasil penelitian kemudian dilanjutkan

dengan saran-saran.
14
14

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Mengenai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

1. Pengertian Kurikulum

Menurut Hilda Taba dalam Nasution (2003:7) mengemukakan bahwa

pada hakikatnya kurikulum merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak

agar berpartisipasi sebagai anggota yang berproduktif dalam masyarakatnya.

Dalam kurikulum terdapat komponen-komponen tertentu yaitu pernyataan

tentang tujuan dan sasaran, seleksi dan organisasi bahan dan isi pelajaran,

bentuk dan kegiatan belajar mengajar dan evaluasi hasil belajar.

Sedangkan menurut Oliva dalam Hasan (2007:1) mengemukakan

bahwa kurikulum adalah perangkat pendidikan yang merupakan jawaban

terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat. Tantangan tersebut dapat

dikategorikan dalam berbagai jenjang seperti jenjang nasional, lokal dan

lingkungan terdekat (daerah). Tantangan tersebut tidak muncul begitu saja

tetapi direkonstruksi oleh sekelompok orang dan umumnya dilegalisasikan

oleh pengambil keputusan. Rekonstruksi tersebut menyangkut berbagai

dimensi kehidupan dalam jenjang-jenjang tersebut.

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 dan peraturan pemerintah

nomor 19 tahun 2005 menetapkan pengertian kurikulum sebagai “seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara

yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.


15

Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa kurikulum

adalah seperangkat rencana pengajaran yang digunakan guru sebagai pedoman

dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan.

2. Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Menurut Mulyasa (2006:20-21) menyatakan bahwa KTSP adalah suatu

ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakan pada posisi yang paling

dekat dengan pembelajaran yakni sekolah dan satuan pendidikan. KTSP

merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan

otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam

rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan

agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam

mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya

sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.

Sedangkan menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang

disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP

terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan

kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus (BSNP

2006:5).

3. Landasan Yuridis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilandasi oleh Undang-Undang dan

Peraturan Pemerintah sebagai berikut :


16

a. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas)

Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP adalah pasal 1

ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal

35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal

38 ayat (1), (2) (BSNP 2006:4).

Dalam Undang-Undang tentang Sisdiknas dikemukakan bahwa

Standar Nasional Pendidikan (SNP) terdiri atas standar isi, proses,

kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,

pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian yang harus ditingkatkan secara

berencana dan berkala. Selain itu juga dikemukakan bahwa kurikulum

pendidikan dasar dan menengah wajib memuat : pendidikan agama,

pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, IPA, IPS, seni dan

budaya, pendidikan jasmani dan olah raga, keterampilan/kejuruan, dan

muatan lokal.

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai

dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan

komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas

pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk

pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang

Standar Nasional Pendidikan (SNP)

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 adalah peraturan

tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP merupakan kriteria


17

minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Terdapat 8 standar nasional pendidikan yang harus diacu oleh

sekolah dalam penyelenggaraan kegiatannya. Ke 8 standar tersebut yaitu :

1) Standar isi (SI)

2) Standar proses

3) Standar kompetensi lulusan (SKL)

4) Standar tenaga kependidikan

5) Standar sarana dan prasarana

6) Standar pengelolaan

7) Standar pembiayaan

8) Standar penilaian pendidikan

Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP adalah Pasal

1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7

ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10

ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3),

(4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17

ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.

Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa kurikulum adalah

seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Selain itu, dalam peraturan tersebut juga dikemukakan bahwa KTSP

adalah kurikulum operasional yang dikembangkan berdasarkan Standar

Kompetensi Lulusan (SKL), dan Standar Isi (SI). SKL adalah kualifikasi
18

kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan

keterampilan. Sedangkan standar isi adalah ruang lingkup materi dan

tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi

tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus

yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan

tertentu.

Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban

belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender

pendidikan/akademik. Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan,

dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diorganisasikan

ke dalam lima kelompok, yaitu :

1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;

2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;

3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;

4) Kelompok mata pelajaran estetika;

5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006

mengatur tentang standar isi yang mencakup lingkup materi dan tingkat

kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis

pendidikan tertentu. Secara keseluruhan standar isi mencakup :

1) Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman

dalam penyusunan KTSP;

2) Beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan

menengah;
19

3) KTSP yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan

panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari

standar isi;

4) Kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan

pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006

mengatur tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk satuan

pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian

dalam menentukan kelulusan peserta didik.

Standar Kompetensi Lulusan meliputi :

1) Standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan

menengah;

2) Standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajarn; dan

3) Standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.

e. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 24

tahun 2006 mengatur tentang pelaksanaan peraturan menteri pendidikan

nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan

dasar dan menengah serta peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23

tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan

dasar dan menengah.

Selain itu, dalam Permendiknas tersebut dikemukakan pula bahwa

satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan

kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan,
20

dengan memperhatikan panduan penyusunan KTSP pada satuan

pendidikan dasar dan menengah yang disusun Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP).

Sementara bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum

atau tidak mampu mengembangkan kurikulum sendiri dapat mengadopsi

atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan

menengah yang disusun oleh BSNP, ditetapkan oleh kepala satuan

pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari

komite sekolah / madrasah.

4. Tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan

dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan

(otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk

melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan

kurikulum.

Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah :

a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah

dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan

sumber daya yang tersedia.

b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.

c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang

kualitas pendidikan yang akan dicapai (Mulyasa 2006:22).


21

Sedangkan menurut Baedhowi (2007:7-8) menyatakan bahwa tujuan

KTSP adalah untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai dengan kekhasan

(karakteristik), kondisi, potensi daerah, kebutuhan dan permasalahan daerah,

satuan pendidikan dan peserta didik dengan mengacu pada tujuan pendidikan

nasional.

5. Karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah

dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran,

pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem

penilaian. Berdasarkan uraian diatas, dalam bukunya Mulyasa (2006:29-32)

dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP yaitu sebagai berikut :

a. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan

KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan,

disertai seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum

sesuai dengan kondisi setempat. Sekolah dan satuan pendidikan juga diberi

kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk mengembangkan

pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta

tuntutan masyarakat. Selain itu, sekolah dan satuan pendidikan juga

diberikan kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai

dengan prioritas kebutuhan.

b. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi

Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulum didukung oleh partisipasi

masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta

didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan


22

keuangan, tetapi melalui komite sekolah dan dewan pendidikan

merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran.

c. Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional

Dalam KTSP, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum didukung oleh

adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional. Kepala

sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana kurikulum merupakan

orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas profesional. Dalam

proses pengambilan keputusan, kepala sekolah mengimplementasikan

proses “bottom-up” secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki

tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil beserta pelaksanaannya.

d. Tim Kerja yang Kompak dan Transparan

Dalam KTSP, keberhasilan pengembangan kurikulum dan pembelajaran

didukung oleh kinerja team yang kompak dan transparan dari berbagai

pihak yang terlibat dalam pendidikan. Dalam dewan pendidikan dan

komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama secara

harmonis sesuai dengan posisinya masing-masing untuk mewujudkan

suatu sekolah yang dapat dibanggakan oleh semu pihak. Dalam

pelaksanaan pembelajaran misalnya pihak-pihak terkait bekerjasama

secara profesional untuk mencapai tujuan atau target yang telah disepakati

bersama. Dengan demikian, keberhasilan KTSP merupakan hasil sinergi

(sinergistic effect) dari kolaborasi team yang kompak dan transparan.


23

6. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan

dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah dengan

berpedoman pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI)

serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh Badan Standar

Nasional Pendidikan (BSNP), dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai

berikut (permendiknas, no 22 tahun 2006)

a. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan

lingkungannya

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik

memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar

menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk

mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta

didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan

kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi

sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.

b. Beragam dan terpadu

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik

peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta

menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku,

budaya, adat istiadat, status sosial, ekonomi, dan jender. Kurikulum

meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan


24

pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan

kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu,

semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik

untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni.

d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku

kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan

kebutuhan hidup dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan

kurikulum harus mempertimbangkan dan memperhatikan pengembangan

integritas pribadi, kecerdasan spiritual, keterampilan berpikir (thingking

skill), kreatifitas sosial, kemampuan akademik, dan keterampilan

vokasional.

e. Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang

kajian kurikulum dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan

secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

f. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan

formal, non formal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan


25

tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan

manusia seutuhnya.

g. Seimbang antar kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan global,

nasional, dan lokal untuk membangun kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Kepentingan global, nasional, dan lokal harus

saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan perkembangan era

globalisasi dengan tetap berpegang pada motto Bhineka Tunggal Ika

dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

7. Acuan Operasiomal Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP)

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) penyusunan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) harus memperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

a. Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia

Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan

kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun yang

memungkinkan semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman

dan takwa serta akhlak mulia.

b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat

perkembangan dan kemampuan peserta didik

Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat

manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif,

psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum


26

disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat,

kecerdasan intelektual, emosional dan sosial, spiritual, dan kinestetik

peserta didik.

c. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan

Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman

karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan

sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh

karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk

menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan

daerah.

d. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional

Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang

otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong

pertisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional.

Untuk itu, keduanya harus ditampung secara berimbang dan saling

mengisi.

e. Tuntutan dunia kerja

Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya

pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai

kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan

hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat

penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang

tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.


27

f. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa

masyarakat berbasis pengetahuan, dimana IPTEK sangat berperan sebagai

penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan

adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEK sehingga tetap relevan

dan kontekstual dengan perubahan. Oleh karma itu, kurikulum harus

dikembangkan secara berkala dan kesinanambungan sejalan dengan

perkembangan Ilmu Pengetahuan, teknologi, dan seni.

g. Agama

Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan

taqwa serta ahlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan

umat beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum mata pelajaran harus

ikut mendukung meningkatkan iman, taqwa dan ahlak mulia.

h. Dinamika perkembangan gobal

Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun

bangsa, yang sangat penting ketika dunia digerakan oleh pasar bebas.

Pergaulan antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang

mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup

berdampingan dengan suku dan bangsa lain.

i. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan

Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan

kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya

memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Oleh

karena itu, kurikulum harus mendorong berkembangnya wawasan dan


28

sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan

bangsa dalam wilayah NKRI.

j. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat

Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik

sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman

budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih

dahulu ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa

lain.

k. Kesetaraan jender

Kuirikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang

berkeadilan dan memperhatikan kesetaraan jender.

l. Karakteristik satuan pendidikan

Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi,

dan ciri khas satuan pendidikan.

8. Komponen-Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) komponen-komponen

KTSP terdiri dari sebagai berikut :

a. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan

Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah

dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.

1) Tujuan pendidikan dasar adalah meletakan dasar kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk

hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.


29

2) Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk

hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.

3) Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan

kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta

keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih

lanjut sesuai dengan kejuruannya.

b. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran

yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

Kedalaman muatan kurikulum setiap mata pelajaran pada setiap satuan

pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta

didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur

kurikulum.

Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran

sebagai berikut :

1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.

2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.

3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknlogi.

4) Kelompok mata pelajaran estetika.

5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.

Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan

dan/atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005

pasal 7. Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan


30

dan kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada

satuan pendidikan. Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan

pengembangan diri termasuk ke dalam isi kurikulum.

c. Kalender Pendidikan

Kurikulum tingkat satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang

diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan pada setiap tahun

ajaran. Kelender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan

pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup

permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran

efektif dan hari libur. Kalender pendidikan untuk setiap satuan pendidikan

disusun oleh masing-masing satuan pendidikan berdasarkan alokasi waktu

pada dokumen standar isi dengan memperhatikan ketentuan dari

pemerintah (Mulyasa 2006:86).

9. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP)

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pelaksanaan KTSP di

setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan

kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi

dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan

pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk

mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.


31

b. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakan kelima pilar belajar, yaitu

: (a) belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

(b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu

melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama

dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan

menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang efektif, aktif,

kreatif, dan menyenangkan.

c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan

yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/ atau percepatan sesuai dengan

potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap

memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang

berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.

d. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan

pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan

hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing

ngarsa sung tulada (dibelakang memberikan daya dan kekuatan, ditengah

membangun semangat dan prakarsa, didepan memberikan contoh dan

teladan).

e. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multi strategi

dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan

memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

f. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial

dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan

muatan seluruh bahan kajian secara optimal.


32

g. Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran,

muatan lokal, dan pengembangan diri diselenggarakan dalam

keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai

antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

Ketujuh prinsip diatas harus diperhatikan oleh para pelaksana kurikulum

(guru), dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, baik menyangkut

perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

B. Tinjauan Mengenai Manajemen Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP)

Manajemen pelaksanaan kurikulum di sekolah merupakan bagian dari

program peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan pola pengelolaan

pelaksanaan kurikulum secara nasional. Menurut Caldwell & Spinks dalam Susilo

(2007:154) menyatakan bahwa manajemen pelaksanaan kurikulum di sekolah

mengatur kegiatan operasional dan hubungan kerja personil sekolah dalam upaya

melayani siswa mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan.

Kegiatan sekolah tersebut terkait dengan kurikulum yang meliputi

perencanaan kegiatan belajar mengajar berdasar kurikulum yang berlaku secara

nasional dan lokal, penyampaian kurikulum, proses belajar mengajar, dan

evaluasi.

Berdasarkan konsep manajemen tersebut, menurut Susilo (2007:155)

menjelaskan bahwa manajemen pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan

(KTSP) di sekolah meliputi antara lain :


33

1. Perencanaan

Perencanaan kurikulum secara nasional menjadi tugas Depdiknas dan

secara lokal menjadi tugas Dinas Pendidikan Kabupaten. Namun dalam KTSP

guru diberi kewenangan penuh untuk menyusun program-program

perencanaan. Dalam menyusun perencanaan program-program tersebut harus

guru harus mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan

(SKL) serta panduan penyusunan KTSP yang telah disusun oleh BSNP.

Adapun perencanaan program-program pengembangan KTSP tersebut antara

lain :

a. Program Tahunan

Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran untuk

setiap kelas, yang dikembangkan oleh guru mata pelajaran yang

bersangkutan. Program ini perlu dipersiapkan dan dikembangkan oleh

guru sebelum tahun ajaran, karena merupakan pedoman bagi

pengembangan program-program berikutnya, yakni program semester,

program mingguan, dan program harian atau program pembelajaran setiap

kompetensi dasar.

b. Program semester

Program semester berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang

hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut. Program

semester ini merupakan penjabaran dari program tahunan. Pada umumnya

program semester ini berisikan tentang bulan, pokok bahasan yang hendak

disampaikan, waktu yang direncanakan, dan keterangan-keterangan.

c. Program mingguan dan harian


34

Untuk membantu kemajuan belajar peserta didik, disamping modul perlu

dikembangkan program mingguan dan harian. Program ini merupakan

penjabaran dari program semester dan program modul. Melalui program

ini dapat diketahui tujuan-tujuan yang telah dicapai dan yang perlu

diulang, bagi setiap peserta didik. Melalui program ini juga diidentifikasi

kemajuan belajar setiap peserta didik, sehingga dapat diketahui peserta

didik yang mendapat kesulitan dalam setiap modul yang dikerjakan, dan

peserta didik yang memiliki kecepatan belajar diatas rata-rata kelas. Bagi

peserta didik yang cepat bisa diberikan pengayaan, sedang bagi yang

lambat dilakukan pengulangan modul untuk mencapai tujuan yang belum

dicapai.

d. Program pengayaan dan remedial

Program ini merupakan pelengkap dan penjabaran dari program mingguan

dan harian. Berdasarkan hasil analisis terhadap kegiatan belajar, dan

terhadap tugas-tugas modul, hasil tes, dan ulangan dapat diperoleh tingkat

kemampuan belajar setiap peserta didik. Hasil analisis ini dipadukan

dengan catatan-catatan yang ada pada program mingguan dan harian,

untuk digunakan sebagai bahan tindak lanjut proses pembelajaran yang

telah dilaksanakan. Program ini juga mengidentifikasi modul yang perlu

diulang, peserta didik yang wajib mengikuti remedial, dan yang mengikuti

program pengayaan.

e. Program pengembangan diri.

Dalam pelaksanaan KTSP, sekolah berkewajiban memberikan program

pengembangan diri melalui bimbingan dan konseling kepada peserta didik

yang menyangkut pribadi, sosial, belajar, dan karier. Selain guru


35

pembimbing, guru mata pelajaran yang memenuhi kriteria pelayanan

bimbingan dan karier diperkenankan memfungsikan diri sebagai guru

pembimbing. Oleh karena itu, guru mata pelajaran harus senantiasa

berdiskusi dan berkoordinasi dengan guru bimbingan dan konseling secara

rutin dan berkesinambungan.

2. Pengorganisasian

Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam KTSP dan berbeda

berbeda dari kurikulum sebelumnya adalah penerapan pendekatan

pembelajaran tuntas dan mengakui perbedaan kecepatan belajar setiap siswa.

Implikasinya adalah ada layanan pembelajaran secara klasikal dan individual,

seperti pengajaran remedial bagi siswa yang belum kompeten, pengayaan bagi

siswa yang kompeten 75-85 %. Namun demikian pengorganisasian kurikulum

tingkat satuan pendidkan secara individual tersebut perlu memperhatikan

beban mengajar regular dan ketersediaan SDM dan fasilitas.

Sumber daya tersedia Jumlah peserta didik Rencana kegiatan kurikuler

Jadwal kegiatan belajar mengajar (KBM)

Remidi Penilaian hasil belajar Pengayaan

KBM selanjutnya

Gambar 1 : Penyusunan jadwal kegiatan belajar mengajar


(Sumber : Susilo 2007:159)
36

3. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM)

Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah

mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku

bagi peserta didik. Dalam Mulyasa (2006:255-258) pelaksanaan

pembelajaraan berbasis KTSP mencakup tiga hal yaitu : pre tes, pembentukan

kompetensi, dan post test. Ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai berikut ini :

a. Pre Tes (tes awal)

Pada umumnya pelaksanaan proses pembelajaran dimulai dengan pre tes.

Pre tes ini memiliki banyak kegunaan dalam menajajagi proses

pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, pre tes memegang

peranan yang cukup penting dalam proses pembelajaran. Fungsi pre tes

antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, karena dengan

pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus

mereka kerjakan.

2) Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan

proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan

membandingkan hasil pre tes dengan post tes.

3) Untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik

mengenai kompetensi dasar yang akan dijadikan topik dalam proses

pembelajaran.

4) Untuk mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran dimulai,

kompetensi dasar mana yang telah dikuasai peserta didik, serta

kompetensi dasar mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian

khusus.
37

b. Pembentukan Kompetensi

Pembentukan kompetensi merupakan kegiatan inti dari pelaksanaan proses

pembelajaran yakni bagaimana kompetensi dibentuk pada peserta didik,

dan bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Proses pembentukan

kompetensi dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat secara

aktif, baik mental, fisik maupun sosialnya (Mulyasa 2006:256). Kualitas

pembentukan kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil.

Pada pembelajaran tuntas, kriteria pencapaian kompetensi yang ditetapkan

adalah minimal 75 % oleh karena itu setiap kegiatan belajar mengajar

diakhiri dengan penilaian pencapaian kompetensi siswa dan diikuti

rencana tindak lanjutnya. Hasil penilaian ada tiga kemungkinan, yaitu

kompetensi 75-85% dalam waktu terjadwal, kompetensi lebih dari 85 %

dalam waktu kurang dari alokasi atau kompetensi dalam waktu terjadwal,

sebagaimana yang tergambar berikut :

KBM

Waktu terjadwal habis Penilaian Waktu terjadwal sisa


Kompetensi < 75 %

Kompeten 75-85 %

Gambar 2 : Tiga Kemungkinan Hasil Penelitian


(Sumber : Susilo 2007:160)
38

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka tindak lanjutnya ada tiga

kemungkinan, yaitu pemberian remedi, pemberian pengayaan, dan atau

akselerasi. Perbedaan tindak lanjut tersebut berdasarkan variasi pencapaian

kompetensi siswa sebagai berikut :

1) Melanjutkan ke KBM berikutnya secara klasikal bila dalam waktu

terjadwal sebagian besar siswa mencapai kompetensi minimal 85 %.

2) Pemberian remedi secara individual / kelompok kepada siswa yang

dalam waktu terjadwal belum mencapai kompetensi minimal 75 %,

sehingga siswa tersebut belum diizinkan melanjutkan ke KBM

berikutnya.

3) Pemberian pengayaan kepada siswa yang sudah mencapai kompetensi

antara 75-85 % sedangkan waktu terjadwal masih tersisa.

4) Pemberian izin akselerasi (percepatan) ke pembelajaran Kompetensi

Dasar (KD) berikutnya secara individual kepada siswa yang sudah

kompeten lebih dari 85 % sedangkan waktu terjadwal belum habis.


39

Ilustrasi kegiatan tersebut di atas dapat diperjelas dengan gambar berikut :

Kompetensi < 75 % dan Kompetensi 75-85% Kompetensi > 85 % dan


Waktu habis dan waktu habis waktu habis

KBM Penilaian Kompetensi 75-85%


Remedi ulang dan waktu tersisa

Bimbingan Kompetensi KBM


Psikologis/ minimal 75 % pengayaan
Akademis

Akselerasi

Konselor/wali KBM regular Layanan KBM


Kelas berikutnya individual

Gambar 3 : Manajemen kegiatan pembelajaran tuntas


(Sumber : Susilo 2007:161)

c. Post test

Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post tes. Sama

halnya dengan pre tes, post tes juga memiliki banyak kegunaan, teutama

dalam melihat keberhasilan pembelajaran dan pembentukan kompetensi.

Fungsi post tes antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap

kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun

kelompok. Hal ini dapat diketahui dengan membandingkan antara

hasil pre tes dan post tes.


40

2) Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang dapat dikuasai

oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum

dikuasainya.

3) Untuk mengetahui peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan

remedial, dan yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk

mengetahui tingkat kesulitan belajar yang dihadapi.

4) Sebagai bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap kegiatan

pembelajaran dan pembentukan kompetensi yang telah dilaksanakan,

baik terhadap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi.

4. Penilaian hasil belajar / evaluasi

Evaluasi dibedakan menjadi dua, yaitu evaluasi oleh pihak dalam (guru

dan pengelola sekolah) yang selanjutnya disebut evaluasi diri dan evaluasi

oleh pihak luar (badan independen atau badan akreditasi sekolah). Sasaran

evaluasi secara garis besar mencakup masukan (termasuk program), proses,

dan hasil (Susilo 2007:162).

Penilaian hasil belajar dalam KTSP dapat dilakukan dengan penilaian

kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi,

benchmarking, dan penilaian program. Untuk lebih jelasnya di dalam Mulyasa

(2006:258-261) dijelaskan sebagai berikut :

a. Penilaian kelas

Penilaian kelas dapat dilakuakan dengan ulangan harian, ulangan umum,

dan ujian akhir.


41

1) Ulangan harian

Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam

kompetensi dasar tertentu. Ulangan harian ini terdiri dari seperangkat

soal yang harus dijawab para peserta didik, dan tugas-tugas terstruktur

yang berkaitan konsep yang sedang dibahas, ulangan harian dilakukan

tiga kali dalam setiap semester.

2) Ulangan umum

Ulangan umum dilaksanakan setiap akhir semester dengan bahan yang

diujikan sebagai berikut :

a) Ulangan umum semester pertama soalnya diambil dari materi

semester pertama.

b) Ulangan umum semester kedua soalnya merupakan gabungan dari

materi semester pertama dan kedua, dengan penekanan pada

materi semester kedua.

Ulangan umum dilaksanakan secara bersama untuk kelas-kelas paralel,

dan pada umumnya dilakukan ulangan umum bersama, baik tingkat

rayon, kecamatan, kodya/kabupaten maupun provonsi.

3) Ujian akhir

Ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan. Bahan-bahan

yang diujikan meliputi seluruh kompetensi dasar yang telah diberikan,

dengan penekanan pada kompetensi dasar yang dibahas pada kelas-

kelas tinggi. Hasil evaluasi ujian akhir ini terutama digunakan untuk

menentukan kelulusan bagi setiap peserta didik, dan layak tidaknya

untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat atasnya.


42

b. Tes kemampuan dasar

Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca,

menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki

program pembelajaran (program remedial). Tes kemampuan dasar

dilakukan pada setiap tahun akhir kelas tiga.

c. Penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi

Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan

penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh

mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu.

Untuk keperluan sertifikasi, kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan

dalam Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) tidak semata-mata didasarkan

atas hasil penilaian akhir jenjang sekolah.

d. Benchmarking

Benchmarking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang

sedang berjalan, proses, dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang

memuaskan. Ukuran keunggulan dapat ditentukan di tingkat sekolah,

daerah, atau nasional. Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan

sehingga peserta didik dapat mencapai satuan tahap keunggulan

pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan usaha dan keuletannya.

e. Penilaian program

Penilaian program dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan

Dinas Pendidikan secara kontinu dan berkesinambungan. Penilaian

program dilakukan untuk mengetahui kesesuaian KTSP dengan dasar,

fungsi, dan mengetahui tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya

dengan tuntutan perkembangan masyarakat, dan kemajuan zaman.


43

5. Pelaporan

Pelaporan mencakup laporan guru, laporan wali kelas, dan laporan

kepala sekolah. Untuk lebih jelasnya Susilo (2007:166-168) menjelaskan

sebagai berikut :

a. Laporan guru

Memuat hasil pembelajaran (mencapai kompetensi siswa) dan mata

pelajaran yang menjadi tanggungjawabnya. Laporan guru disampaikan

kepada wali kelas. Guru bisa melengkapi laporannya dengan informasi

tentang hambatan yang dihadapi, upaya yang telah ditempuh, dan atau

kegagalan yang terjadi karena adanya hambatan yang tidak bisa diatasi.

Informasi tersebut merupakan bahan laporan wali kelas kepada kepala

sekolah dan sebagai bahan menyusun program kerja tahun berikutnya.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :

Pencapaian
Kompetensi mata pelajaran

Laporan Wali kelas

Hambatan dan upaya


mengatasinya

Gambar 4 : Laporan Guru


(Sumber : Susilo 2007:166)
44

b. Laporan wali kelas

Memuat pretasi (pencapaian kompetensi) dari kelas binaannya untuk

disampaikan kepada orang tua siswa dan siswa yang bersangkutan. Wali

kelas juga membuat laporan tentang profil kompetensi siswa dan

pembinaan yang pernah dilakukan atau kasus yang terjadi dari kelas

binaannya untuk disampaikan kepada kepala sekolah. Laporan tersebut

sebagai bahan kepala sekolah membuat laporan sekolah.

Profil pencapaian
kompetensi per kelas Kepala sekolah

Laporan
Wali kelas

Pencapaian
Kompetensi per siswa Ortu & siswa

Gambar 5 : Laporan wali kelas


(Sumber : Susilo 2007:167)

c. Laporan Kepala Sekolah

Memuat hasil evaluasi kinerja sekolah secara keseluruhan, profil

kompetensi siswa di sekolah yang dipimpinnya, serta pertanggungjawaban


45

keuangan sekolah. Laporan kinerja sekolah secara keseluruhan, yang

diharapkan dalam pedoman ini, lebih menekankan pada laporan

akuntabilitas, yaitu laporan pertanggungjawaban berdasarkan kebenaran

esensial dan faktual disamping berdasarkan dokumen tertulis. Laporan

dibuat berdasarkan hasil evaluasi, akreditasi, dan hasil analisis faktual.

Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :

Evaluasi diri Siswa

Pengakuan pengguna
lulusan Laporan Komite

Orang tua

Akreditasi
DinasPendidikan

Gambar 6 : Pola laporan Kepala Sekolah


(Sumber : Susilo 2007:168)

C. Tinjauan Mengenai Pembelajaran

1. Pengertian Pembelajaran

Secara umum pengertian pembelajaran adalah suatu kegiatan yang

dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa menjadi

berubah ke arah yang lebih baik (Darsono 2002:24).


46

Selanjutnya ada beberapa ciri-ciri pembelajaran menurut Darsono (2002:24)

yaitu sebagai berikut :

a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis.

b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam

belajar.

c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan

menantang bagi siswa.

d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan

menyenangkan bagi siswa.

e. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran baik secara

fisik maupun psikologis.

Sedangkan pengertian pembelajaran secara khusus adalah antara lain :

a. Menurut teori behavioristik pembelajaran adalah suatu usaha guru

membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan

lingkungan, agar terjadi hubungan dengan subjek belajar serta perlu

diberikan reinforcement (hadiah) untuk meningkatkan motivasi kegiatan

belajar.

b. Menurut teori kognitif pembelajaran adalah cara guru memberikan

kesempatan kepada si belajar untuk berpikir agar memahami apa yang

dipelajari.

c. Menurut teori Gestalt, pembelajaran adalah usaha guru memberikan mata

pelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengaturnya

menjadi suatu Gestalt (pola bermakna). Bantuan guru diperlukan untuk

mengaktualkan potensi yang terdapat pada diri siswa.


47

d. Menurut teori Humanistik, pembelajaran adalah memberikan kebebasan

kepada si belajar untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya

sesuai dengan minat dan kemampuannya (Haryanto 2003:8).

2. Ciri-Ciri Pembelajaran

Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran,

Hamalik (2003:66) menjelaskan ketiga ciri-ciri tersebut yaitu :

a. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang

merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus.

b. Kesalingtergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem

pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat

esensial dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem

pembelajaran.

c. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak

dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaaan antara sistem yang dibuat oleh

manusia dan sistem yang alami (natural). Tujuan utama sistem

pembelajaran adalah agar siswa belajar. Tugas seorang perancang sistem

ialah mengorganisasi tenaga, material, dan prosedur agar siswa belajar

secara efisien dan efektif.

3. Tujuan Pembelajaran

Dalam upaya mencapai tujuan kurikuler program pendidikan di suatu

lembaga pendidikan, maka perlu dirumuskan tujuan pembelajaran baik tujuan

pembelajaran umum maupun tujuan pembelajaran khusus. Maka bila tujuan

pembelajaran suatu program atau bidang pelajaran itu ditinjau dari hasil belajar
48

akan muncul aspek psikologis atau “human ability”, fungsi pendidikan pada

hakekatnya adalah mengembangkan potensi manusia atau “human ability”

(Sugandi 2006:23).

Klausmire dalam Sugandi (2006:23) menyatakan bahwa “human

ability” dapat dibedakan atas potensi cognitive domain, affective domain, dan

physchomotor domain.

a. Tujuan pembelajaran ranah kognitif

Taksonomi ini mengelompokan ranah kognitif kedalam enam kategori.

Keenam kategori itu mencakup keterampilan intelektual dari tingkat

rendah sampai dengan tinggkat tinggi. Keenam kategori itu tersusun secara

hirarkis yang berarti tujuan pada tingkat diatasnya dapat dicapai apabila

tujuan pada tingkat dibawahnya telah dikuasai. Adapun keenam kategori

tersebut adalah sebagai berikut :

1) Kemampuan kognitif tingkat pengetahuan (C1)

Kemampuan kognitif tingkat pengetahuan adalah kemampuan untuk

mengingat (recall) akan informasi yang telah diterima, misalnya

informasi mengenai fakta, konsep, rumus, dan sebagainya.

2) Kemampuan kognitif tingkat pemahaman (C2)

Kemampuan kognitif tingkat pemahaman adalah kemampuan mental

untuk menjelaskan informasi yang telah diketahui dengan bahasa atau

ungkapannya sendiri.

3) Kemampuan kognitif tingkat penerapan (C3)

Kemampuan kognitif tingkat penerapan adalah kemampuan untuk

menggunakan atau menerapkan informasi yang telah diketahui

kedalam situasi atau konteks baru.


49

4) Kemampuan kognitif tingkat analisis (C4)

Kemampuan kognitif tingkat analisis adalah kemampuan menguraikan

suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi dan semacamnya atas elemen-

elemennya, sehingga dapat menentukan hubungan masing-masing

elemen.

5) Kemampuan kognitif tingkat sintesis (C6)

Kemampuan kognitif tingkat sintesis adalah kemampuan

mengkombinasikan elemen-elemen kedalam kesatuan atau struktur.

6) Kemampuan kognitif tingkat evaluasi (C6)

Kemampuan kognitif tingkat evaluasi adalah kemampuan menilai

suatu pendapat, gagasan, produk, metode, dan semacamnya dengan

suatu kriteria tertentu.

b. Tujuan pembelajaran ranah Afektif

Tujuan pembelajaran ranah afektif berorientasi pada nilai dan sikap.

Tujuan pembelajaran tersebut menggambarkan proses seseorang dalam

mengenali dan mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu menjadi

pedoman dalam bertingkah laku. Krathwol dalam Sugandi (2006:26-27)

membagi taksonomi tujuan pembelajaran ranah afektif kedalam lima

kategori yaitu :

1) Pengenalan (Receiving)

Pengenalan (Receiving) adalah katergori jenis perilaku ranah afektif

yang menunjukan kesadaran, kemauan, perhatian individu untuk

menerima dan memperhatikan berbagai stimulus dari lingkungannya.


50

2) Pemberian respon (Responding)

Pemberian respon atau partisipasi adalah kategori jenis perilaku ranah

afektif yang menunjukan adanya rasa kepatuhan individu dalam hal

mematuhi dan ikut serta terhadap sesuatu gagasan, benda, atau sistem

nilai.

3) Penghargaan terhadap nilai (Valuing)

Penghargaan terhadap nilai adalah kategori jenis perilaku ranah afektif

yang menunjukan menyukai, menghargai dari seseorang individu

terhadap sesuatu gagasan, pendapat atau sistem nilai.

4) Pengorganisasian (Organization)

Pengorganisasian adalah kategori jenis perilaku ranah afektif yang

menunjukan kemauan membentuk sistem nilai dari berbagai nilai yang

dipilih.

5) Pengamalan (Characterization)

Pengamalan adalah kategori jenis perilaku ranah afektif yang

menunjukan kepercayaan diri untuk mengintegrasikan nilai-nilai

kedalam suatu filsafat hidup yang lengkap dan meyakinkan.

c. Tujuan pembelajaran ranah Psikomotorik

Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik dikembangkan oleh Sympson

dam Harrow (1969). Taksonomi Sympson dalam Sugandi (2006:27-28)

juga menyusun tujuan psikomotorik secara hirarkis dalam lima kategori

yaitu :
51

1) Peniruan (Imitation)

Kemampuan melakukan perilaku meniru apa yang dilihat atau di

dengar. Pada tingkat meniru perilaku yang ditamkan belum bersifat

otomatis, bahkan mungkin masih salah tidak sesuai dengan yang ditiru.

2) Manipulasi (Manipulation)

Kemampuan melakukan perilaku tanpa contoh atau bantuan visual,

tetapi dengan petunjuk tulisan secara verbal.

3) Ketapatan gerakan (Precision)

Kemampuan melakukan perilaku tertentu dengan lancar, tepat dan

akurat tanpa contoh dan petunjuk tertulis.

4) Artikulasi (Articulation)

Keterampilan menunjukan perilaku serangkaian gerakan dengan

akurat, urutan benar, cepat dan tepat.

5) Naturalisasi (Naturalization)

Keterampilan menunjukan perilaku gerakan tertentu secara

“automatically” artinya cara melakukan gerakan secara wajar dan

efisien.

D. Tinjauan Mengenai Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah pembelajaran terintegrasi

terhadap ilmu-ilmu sosial dan hiumanitas dalam pendidik kompetensi warga

negara. Sejalan dengan program sekolah (pendidikan), IPS berkoordinasi serta

secara sistematik ditarik dari berbagai disiplin ilmu sosial, seperti antropologi,

sosiologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, psikologi, ilmu


52

politik, filsafat, agama, dan sosiologi,, dan juga memperhatikan humaniora,

matematika, dan ilmu pengetahuan alam (Kasmadi 2007:1).

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai

cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,

hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas

dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari

aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi,

ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi sosial itu merupakan

bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang

ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi,

filsafat, dan psikologi sosial (Puskur 2006:5).

Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang

memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan

kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan

sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari

berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan

dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi,

organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda

budaya dari budaya-budaya terpilih.

Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang

kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan

keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang

perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol

sosial. Secara intensif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial

dan studi-studi sosial (Puskur 2006:5).


53

Sejarah
Ilmu Politik

Geografi Ekonomi
Ilmu
Pengetahuan
Sosiologi Sosial Psikologi
Sosial

Filsafat
Antropologi

Gambar 7 : Keterpaduan Cabang Ilmu Pengetahuan Sosial


(Sumber : Puskur 2006:5)

2. Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Karakteristik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial SMP / MTs menurut

Puskur (2006:6) antara lain sebagai berikut.

a. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur geografi,

sejarah, ekonomi, hukum dan politik, kewarganegaraan, sosiologi, bahkan

juga bidang humaniora, pendidikan dan agama.

b. Kompetensi Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah,

ekonomi, hukum dan politik, sosiologi, yang dikemas sedemikian rupa

sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu.

c. Kompetensi Dasar IPS juga menyangkut berbagai masalah sosial yang

dirumuskan dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.


54

d. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat menyangkut peristiwa

dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip sebab akibat,

kewilayahan, adaptasi dan pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan

masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti

pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan keamanan.

e. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS menggunakan tiga

dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta kehidupan

manusia secara keseluruhan.

3. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan

potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di

masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala

ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi

sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa

masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program

pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan

tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

a. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau

lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan

kebudayaan masyarakat.

b. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan

metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat

digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.


55

c. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat

keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di

masyarakat.

d. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta

mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil

tindakan yang tepat.

e. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun

diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun

masyarakat.

4. Konsep Pembelajaran dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan

pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya

merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara

individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep

serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Salah satu di antaranya adalah

memadukan kompetensi dasar melalui pembelajaran terpadu siswa dapat

memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk

menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang

dipelajarinya.

Pada pendekatan pembelajaran terpadu, program pembelajaran disusun

dari berbagai cabang ilmu dalam rumpun ilmu sosial. Pengembangan

pembelajaran terpadu, dalam hal ini, dapat mengambil suatu topik dari suatu

cabang ilmu tertentu, kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan diperdalam

dengan cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat dikembangkan dari


56

isu, peristiwa, dan permasalahan yang berkembang. Bisa membentuk

permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari berbagai disiplin atau

sudut pandang, contohnya banjir, pemukiman kumuh, potensi pariwisata,

IPTEK, mobilitas sosial, modernisasi, revolusi yang dibahas dari berbagai

disiplin ilmu-ilmu sosial.

a. Model integrasi berdasarkan topik.

Dalam pembelajaran IPS keterpaduan dapat dilakukan berdasarkan

topik yang terkait, misalnya ‘pariwisata’. Pariwisata dalam contoh yang

dikembangkan ditinjau dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup dalam

Ilmu Pengetahuan Sosial. Pengembangan pariwisata dalam hal ini ditinjau

dari persebaran dan kondisi fisis-geografis yang tercakup dalam disiplin

Geografi.

Secara sosiologis, pariwisata itu juga dapat ditinjau dari partisipasi

masyarakat, pengaruhnya terhadap kondisi sosial budaya setempat, dan

interaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal. Secara historis dapat

dikembangkan melalui sejarah daerah pariwisata tersebut. Keadaan politik

juga dapat dikaji pula pada topik pengembangan pariwisata berkaitan

dengan pengaruhnya terhadap perkembangan pariwisata. Selanjutnya,

dampak pariwisata terhadap perkembangan ekonomi lokal maupun

nasional dapat dikembangkan melalui kompetensi yang berkaitan dengan

ekonomi.
57

Skema berikut memberikan gambaran keterkaitan suatu topik/tema

dengan berbagai disiplin ilmu.

Persebaran,
Sejarah kondisi fisik
perkembangan Sejarah Geografi daerah objek
daerah wisata
pariwisata
PENGEMBANGAN
PARIWISATA

Partisipasi Dampak
masyarakat Sosiologi Ekonomi terhadap
kesejahteraan
masyarakat
Pengaruh terhadap Politik
perkembangan
masyarakat di
sekitar objek wisata

Gambar 8 : Model Integrasi IPS Berdasarkan Topik/Tema


(Sumber : Puskur 2006:8)

b. Model integrasi berdasarkan potensi utama.

Keterpaduan IPS dapat dikembangkan melalui topik yang

didasarkan pada potensi utama yang ada di wilayah setempat; sebagai

contoh, “Potensi Bali Sebagai Daerah Tujuan Wisata”. Dalam

pembelajaran yang dikembangkan dalam Kebudayaan Bali dikaji dan

ditinjau dari faktor alam, sosial/antropologis, historis kronologis dan


58

kausalitas, serta perilaku masyarakat terhadap aturan. Melalui kajian

potensi utama yang terdapat di daerahnya, maka siswa selain dapat

memahami kondisi daerahnya juga sekaligus memahami Kompetensi

Dasar yang terdapat pada beberapa disiplin yang tergabung dalam Ilmu

Pengetahuan Sosial.

Keadaan Alam Sosiologis/


antropologis
Potensi objek wisata Memupuk aspirasi
BALI SEBAGAI terhadap kesenian
DAERAH
TUJUAN
WISATA

Keadaan Politik Ekonomi


Keamanan dan stabilitas daerah
Azas manfaat terhadap
kesejahteraan penduduk

Gambar 9 : Model Integrasi IPS Berdasarkan Potensi Utama


(Sumber : Puskur 2006:9)

c. Model integrasi berdasarkan permasalahan.

Model pembelajaran terpadu pada IPS yang lainnya adalah

berdasarkan permasalahan yang ada, contohnya adalah “Pemukiman

Kumuh”. Pada pembelajaran terpadu, pemukiman kumuh ditinjau dari

beberapa faktor sosial yang mempengaruhinya. Di antaranya adalah faktor


59

ekonomi, sosial, dan budaya. Juga dapat dari faktor historis kronologis dan

kausalitas, serta perilaku masyarakat terhadap aturan/norma.

Faktor sosial, Faktor Ekonomi


dan budaya

PEMUKIMAN
KUMUH
Perilaku
terhadap aturan Faktor historis

Gambar 10 : Model Integrasi IPS Berdasarkan Permasalahan


(Sumber : Puskur 2006:9)

E. Tinjauan Mengenai Mata Pelajaran IPS Sejarah

1. Pengertian Mata Pelajaran IPS Sejarah

Sejarah dalam pengertian bahasa memiliki empat pengertian, yakni

a. Sesuatu yang telah berlalu, suatu peristiwa, suatu kejadian.

b. Riwayat dari kejadian dimasa lalu.

c. Semua pengetahuan tentang masa lalu, khususnya tentang masyarakat

tertentu.

d. Ilmu yang berusaha menentukan dan mewariskan pengetahuan tentang

masa lalu (Gasalba, 1981:2).


60

Sejarah sebagai mata pelajaran adalah pelajaran yang menanamkan

pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan

masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga masa kini. Pada

sekolah menengah pertama, sejarah merupakan bagian dari mata pelajaran IPS.

Sebagai bagian dari mata pelajaran IPS, maka sejarah terkait dengan struktur

kurikulum IPS, meskipun dalam pembelajarannya bisa dilakukan secara

terpisah. Kurikulum sejarah sekolah menengah pertama merupakan hal yang

penting karena sekolah menengah merupakan tingkat pendidikan yang harus

diterima oleh semua anak bangsa.

2. Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran IPS Sejarah

Setiap bangsa memiliki sejarahnya masing-masing di mana keberadaan

suatu bangsa tidak lepas dari masa lalunya, termasuk bangsa Indonesia.

Namun arti penting sejarah suatu bangsa banyak yang kurang menyadari. Kita

melupakan bahwa sejarah adalah dasar bagi identitas nasional yang merupakan

salah satu modal utama dalam membangun bangsa kita, baik dimasa kini

maupun masa yang akan datang (Widya 1988:10).

Menurut Wasino, tujuan mata pelajaran sejarah di sekolah adalah untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan sebagai berkut :

a. Agar siswa memperoleh kemampuan berpikir historis dan pemahaman

sejarah.

b. Membangun kesadaran akan pentingnya waktu (time) yang merupakan

sebuah proses dari masa lampau, masa kini dan masa depan.
61

c. Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta-fakta sejarah

secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi

keilmuan (sejarah)

d. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan terhadap peninggalan sejarah

sebagai bukti peradaban Bangsa Indonesia di masa lampau.

e. Menumbuhkan pemahaman terhadap peserta didik bahwa proses

terbentuknya Bangsa Indonesia melalui proses yang panjang dan masih

berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.

f. Menumbuhkan kesadaran dalam peserta didik bahwa mereka menjadi

bagian dari Bangsa Indonesia yang harus memiliki rasa kebanggaan dan

cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang

kegiatan dan lapangan pengabdian.

Oleh karena itu, pembelajaran sejarah sangat penting artinya untuk diajarkan

di sekolah-sekolah.

3. Ruang lingkup Mata Pelajaran IPS Sejarah

Ruang lingkup materi pelajaran IPS sejarah di sekolah menengah

pertama disusun berdasarkan urutan kronologis yang dijabarkan dalam aspek-

aspek tertentu sebagai materi standar. Menurut Mulyasa (2006:126-127) ruang

lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut

a. Manusia, tempat dan lingkungan

b. Waktu, berkelanjutan dan perubahan

c. Sistem sosial dan budaya

d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan


62
63
62

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji mengenai

implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada pembelajaran

IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang adalah metode kualitatif. Menurut

Bogdan & Taylor (1975 : 5) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka,

pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).

Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam

variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu

kebutuhan.

Sedangkan menurut Sugiyono (2006:15) menyatakan bahwa metode

penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat

postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,

(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti sebagai instrumen kunci.

Pengambilan sampel sumber data dilakukan secara Purposive dan Snowball,

teknik pengumpulan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat

induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna

daripada generalisasi. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian

naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural)


63

(setting) Disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan

analisisnya lebih bersifat kualitatif. Filsafat postpositivisme sering juga disebut

sebagai paradigma interpretif dan konstruktif, yang memandang realitas sosial

sebagai sesuatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan

hubungan gejala bersifat interaktif (reciprocal). Penelitian dilakukan pada obyek

yang alamiah, obyek yang alamiah adalah obyek yang berkembang apa adanya,

tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi

dinamika pada obyek tersebut (Sugiyono 2006:14-15).

Metode penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini, karena pada

umumnya permasalahannya belum jelas, holistik, dinamis, dan penuh makna

sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut diperoleh dengan metode

penelitian kuantitatif dengan instrumen seperti test, kuesioner, pedoman

wawancara. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara

mendalam, menemukan pola, hipotesis dan teori (Sugiyono 2006:399).

Selain alasan tersebut, peneliti juga mempunyai beberapa pertimbangan-

pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila

berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara

langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih

peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama

terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong 2004:10).

Terkait dengan jenis penelitian tersebut, maka pendekatan penelitian

bertumpu pada pendekatan fenomenologis, yakni usaha untuk memahami arti

peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu

(Moleong 2002:9). Dalam hal ini, peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia

konseptual para subyek yang diteliti sedemikian rupa sehingga mereka mengerti
64

apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar

peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan pendekatan inilah diharapkan

bahwa implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada

pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang tahun ajaran 2006/2007

dapat dideskripsikan secara lebih teliti dan mendalam.

B. Fokus Penelitian

Dalam mempertajam penelitian ini, peneliti menetapkan batasan masalah

yang disebut dengan fokus penelitian, yang berisi pokok masalah yang masih

bersifat umum. Spradley dalam Sugiyono (2006:286) menyatakan bahwa “a

focused refer to a single cultural domain or a few related domains” maksudnya

adalah bahwa fokus penelitian merupakan domain tunggal atau beberapa domain

yang terkait dari situasi sosial. Dalam penelitian kualitatif, gejala itu bersifat

holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), tetapi keseluruhan situasi

sosial yang diteliti meliputi aspek tempat (places), pelaku (actor) dan aktivitas

(activity) yang berinteraksi secara sinergis.

Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka yang menjadi

fokus dalam penelitian ini adalah pemahaman guru sejarah mengenai kurikulum

tingkat satuan pendidikan (KTSP), implementasi KTSP pada pembelajaran IPS

Sejarah serta faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi KTSP

pada pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang tahun ajaran

2006/2007.
65

C. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat

diperoleh (Arikunto 2002:107). Sedangkan menurut Lofland dan Lofland

(1984:47) menyatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah

kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan

lain-lain (Moleong 2004:157). Dengan demikian, sumber data penelitian yang

bersifat kualitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara

langsung dari informan di lapangan yaitu melalui wawancara mendalam

(indept interview) dan observasi partisipasi. Berkaitan dengan hal tersebut,

wawancara mendalam dilakukan kepada guru-guru sejarah, Wakil Kepala

Sekolah serta peserta didik di SMP Negeri 21 Semarang.

2. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh secara tidak

langsung dari informan di lapangan, seperti dokumen dan sebagainya.

Dokumen tersebut dapat berupa buku-buku dan literature lainnya yang

berkaitan serta berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. Data

sekunder yang peneliti gunakan dalam penelitian ini berupa dokumen sekolah

SMP Negeri 21 Semarang.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah

pertama, metode purposive sampling, Menurut Sugiyono (2006:300) menyatakan

bahwa purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan
66

pertimbangan tertentu. Fokus dalam penelitian ini adalah pemahaman guru sejarah

SMP Negeri 21 Semarang mengenai KTSP, implementasi KTSP pada

pembelajaran IPS Sejarah serta faktor pendukung dan faktor penghambat dalam

implementasi KTSP pada pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang.

Dengan mengacu pada fokus penelitian tersebut, maka sampel sumber data

yang ditentukan adalah : guru-guru IPS sejarah di SMP Negeri 21 Semarang serta

para peserta didik. Adapun pertimbangan mengambil sampel sumber data tersebut

karena informan dianggap berhubungan langsung dengan masalah yang sedang

diteliti sehingga akan memudahkan peneliti untuk memperoleh informasi.

Kedua, metode snowball sampling, menurut Sugiyono (2006:300)

menyatakan bahwa snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber

data yang pada awalnya jumlahnya sedikit lama-lama menjadi besar. Hal ini

dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum mampu

memberikan data yang lengkap, maka mencari orang lain lagi yang dapat

digunakan sebagai sumber data. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam

penelitian ini apabila informasi yang diperoleh dianggap belum lengkap, maka

peneliti akan mencari informan lain yang dianggap lebih menguasai dari

permasalahan tersebut. Misalnya dengan kepala sekolah atau pihak-pihak lain

yang berkompeten.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam penelitian kualitatif, data
67

yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, maka metode yang digunakan untuk

proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Observasi Partisipatif

Dengan observasi partisipatif, maka data yang diperoleh akan lebih

lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap

perilaku yang tampak. Susan stainback dalam Sugiyono (2006:331)

menyatakan “in participant observation the researcher observes what people

do, listent to what they say, and participates in their activities” maksudnya

dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang,

mendengarkan apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam aktivitas

mereka.

Berkaitan dengan observasi ini, peneliti menggunakan metode

partisipasi pasif (passive participation), jadi dalam hal ini peneliti datang

ditempat kegiatan orang yang diamati, akan tetapi tidak ikut terlibat dalam

kegiatan mereka. Partisipasi pasif yang dilakukan oleh peneliti adalah

menekankan fokus dari permasalahan yaitu mendengarkan informasi dari

guru-guru IPS sejarah di SMP Negeri 21 Semarang, kemudian melakukan

pengamatan terhadap implementasi KTSP pada pembelajaran IPS Sejarah di

kelas-kelas serta mengamati keadaan sarana dan prasarana pada pembelajaran

IPS Sejarah.

Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak menggunakan instrumen

yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan. Rambu-rambu

pengamatan tersebut pengisiannya dalam bentuk memberi tanda cek list ( )

pada salah satu jawaban yang telah peneliti sediakan pada rambu-rambu
68

tersebut, namun demikian tidak menutup kemungkinan bagi peneliti untuk

mencatat hal-hal yang belum dirumuskan dalam rambu-rambu pengamatan

tersebut.

2. Wawancara Mendalam (In Dept Interview)

Wawancara menurut Sugiyono (2006:317) adalah merupakan

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,

sehingga dapat dikostruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Sedangkan

menurut Hadi (2004:217) mengemukakan bahwa wawancara adalah suatu

proses tanya jawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih berhadap-hadapan

secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan

suaranya dengan telinga. Wawancara merupakan alat pengumpul informasi

langsung untuk berbagai jenis data sosial, baik yang terpendam (latent)

maupun yang memanifes.

Dalam penelitian ini, peneliti menggabungkan teknik observasi

partisipatif dengan wawancara mendalam, selama melakukan observasi

peneliti juga melakukan interview kepada orang-orang yang ada didalamnnya.

Metode wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

wawancara semiterstruktur (semistructure interview), menurut Sugiyono

(2006:320) jenis wawancara ini termasuk dalam kategori in depth interview,

dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan

wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak

wawancara diminta pendapatnya serta ide-idenya.

Informan yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah guru-guru IPS

sejarah di SMP Negeri 21 Semarang, serta para peserta didik dan Wakil
69

Kepala Sekolah (apabila informasi yang diperoleh dianggap masih kurang oleh

peneliti). Untuk menjaga kredibilitas hasil wawancara tersebut, maka perlu

adanya pencatatan data, dalam hal ini peneliti menggunakan tape recorder

yang berfungsi untuk merekam hasil wawancara tersebut. Mengingat bahwa

tidak setiap informan suka dengan adanya alat tersebut karena merasa tidak

bebas ketika diwawancarai, maka peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada

informan dengan menggunakan tape recorder tersebut.

Disamping menggunakan tape recorder, peneliti juga mempersiapkan

buku catatan yang berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber

data. Selain itu juga berguna untuk membantu peneliti dalam merencanakan

pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Supaya hasil wawancara dapat terekam

dengan baik, dan peneliti memiliki bukti bahwa telah melakukan wawancara

kepada informan atau sumber data, maka peneliti menggunakan camera digital

untuk memotret ketika peneliti sedang melakukan pembicaraan dengan

informan atau sumber data. Dengan adanya foto ini, maka dapat meningkatkan

keabsahan penelitian, karena peneliti benar-benar melakukan pengumpulan

data.

3. Studi Dokumentasi

Menurut Arikunto (2002:206) studi dokumentasi adalah mencari data

mengenai hal-hal atau variabe yang berupa catatan, transkrip, buku, surat

kantor, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.

Sedangkan menurut Sugiyono (2006:329) mengemukakan bahwa studi

dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.


70

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode

observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian akan

semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik

dan seni yang telah. Akan tetapi perlu dicermati bahwa tidak semua dokumen

memiliki kredibilitas yang tinggi.

Dalam penelitian ini, studi dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti

adalah dengan mengumpulkan data melalui sumber-sumber tertulis misalnya

dokumen-dokumen resmi, makalah-makalah penelitian dan buku-buku yang

relevan dengan penelitian ini. Studi dokumen resmi yang dilakukan peneliti

adalah mengumpulkan data melalui pencatatan atau data-data tertulis

mengenai keadaan SMP yang diteliti yaitu SMP Negeri 21 Semarang.

F. Keabsahan Data

Pemeriksaan terhadap keabsahan data merupakan salah satu bagian yang

sangat penting di dalam penelitian kualitatif yaitu untuk mengetahui derajat

kepercayaan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Apabila peneliti

melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat dan

menggunakan teknik yang tepat, maka akan diperoleh hasil penelitian yang benar-

benar dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai segi.

Untuk memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan teknik triangulasi. Menurut Moleong (2004:330) triangulasi adalah

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Sedangkan menurut Sugiyono (2006:330) triangulasi diartikan sebagai teknik


71

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

Dalam bukunya Sugiyono (2006:330) triangulasi dapat dibedakan menjadi

dua macam yaitu triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan kedua macam triangulasi tersebut yaitu :

1. Triangulasi Teknik

Menurut Sugiyono (2006:330) triangulasi teknik berarti peneliti

menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk

mendapatkan data dari sumber data yang sama. Adapun trianggulasi teknik

ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut :

Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, Serta

dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Hal ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

Observasi
Partisipatif

Wawancara Sumber data sama.


mendalam

Dokumentasi

Gambar 11 : Triangulasi “teknik” pengumpulan data (bermacam-


macam cara pada sumber yang sama).
(Sumber : Sugiyono 2006:331).
72

2. Triangulasi Sumber

Menurut Sugiyono (2006:330) triangulasi sumber berarti untuk

mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.

Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Wawancara mendalam

Gambar 12 : Triangulasi “sumber” pengumpulan data. (satu teknik


pengumpulan data pada bermacam-macam sumber data
A, B, C). (Sumber : Sugiyono 2006:331).

Mathinson dalam Sugiyono (2006:332) mengemuakakan bahwa “the

value of triangulation lies in providing evidence, whether convergent in

consistent, or contracdictory” maksudnya nilai dari teknik pengumpulan data

dengan triangulasi adalah untuk mengetahui data yang diperoleh convergent


73

(meluas), tidak konsisten atau kontradiksi. Oleh karena itu, dengan

menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan data, maka data yang

diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti. Selain itu, dengan triangulasi

akan lebih meningkatkan kekuatan data, apabila dibandingkan dengan satu

pendekatan.

G. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan & Taylor, analisis data kualitatif adalah upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih-

milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong 2004:248).

Sedangkan menurut Sugiyono (2006:335) menyatakan bahwa analisis data

kualitatif ialah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh

dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara

mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang

akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai penelitian di

lapangan. Analisis data menjadi pegangan bagi penelitian selanjutnya sampai jika

mungkin, teori yang grounded. Namun dalam kenyataannya analisis data kualitatif

berlangsung selama proses pengumpulan data daripada setelah selesai

pengumpulan data (Sugiyono 2006:336).


74

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban

informan yang diwawancarai. Apabila jawaban informan, setelah dianalisis

dianggap belum lengkap, maka peneliti akan melanjutkan memberikan

pertanyaan-pertanyaan berikutnya sampai tahap tertentu diperoleh data yang lebih

kredibel (Sugiyono 2006:337).

Menurut Miles dan Huberman dalam Rachman (1999:120) menyatakan

bahwa ada dua jenis metode analisis data kualitatif yaitu :

1. Model analisis mengalir (Flow Analysis Models)

Dimana dalam model analisis mengalir tiga komponen analisis yaitu

reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi dilakukan saling

mengalir dengan proses pengumpulan data dan mengalir bersamaan. Langkah-

langkah dalam analisis mengalir dapat dilihat pada gambar berikut :

Masa pengumpulan data


REDUKSI DATA
Antisipasi Selama Pasca
PENYAJIAN DATA
Selama Pasca = analisis
PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI
Selama Pasca

Gambar 13 : Komponen-komponen analisis data model alir.


(Sumber : Miles dan Huberman 1992:18).
75

2. Model Analisis Interaksi (interactive analysis models ).

Dimana komponen reduksi data dan sajian data dilakukan bersamaan

dengan proses pengumpulan data. Setelah data terkumpul, maka tiga

komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan) saling

berinteraksi. Langkah-langkah dalam analisis interaksi dapat dilihat pada

gambar berikut :

Pengumpulan data

Penyajian data

Reduksi data

Kesimpulan-kesimpulan
Penarikan/verifikasi

Gambar 14 : Komponen-komponen analisis data model interaksi.


(Sumber : Miles dan Huberman 1992:20).
76

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliti menggunakan metode

analisis yang kedua yaitu model analisis interaksi atau interactive analysis models

dengan langkah-langkah yang ditempuh yaitu sebagai berikut :

a. Pengumpulan data (Data Collection)

Dilaksanakan dengan cara pencarian data yang diperlukan terhadap

berbagai jenis data dan bentuk data yang ada di lapangan, kemudian

melaksanakan pencatatan data di lapangan.

b. Reduksi data (Data reduction)

Apabila data sudah terkumpul langkah selanjutnya adalah mereduksi

data. Menurut Sugiyono (2006:338) mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari

tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data

yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan

mencarinya apabila diperlukan.

Proses reduksi data dalam penelitian ini dapat peneliti uraikan sebagai

berikut : pertama, peneliti merangkum hasil catatan lapangan selama proses

penelitian berlangsung yang masih bersifat kasar atau acak ke dalam bentuk

yang lebih mudah dipahami. Peneliti juga mendeskripsikan terlebih dahulu

hasil dokumentasi berupa foto-foto proses pembelajaran IPS Sejarah dalam

bentuk kata-kata sesuai apa adanya di lapangan. Setelah selesai, peneliti

melakukan reflektif. Reflektif merupakan kerangka berpikir dan pendapat atau

kesimpulan dari peneliti sendiri.

Kedua, peneliti menyusun satuan dalam wujud kalimat faktual

sederhana berkaitan dengan fokus dan masalah. Langkah ini dilakukan dengan
77

terlebih dahulu peneliti membaca dan mempelajari semua jenis data yang

sudah terkumpul. Penyusunan satuan tersebut tidak hanya dalam bentuk

kalimat faktual saja tetapi berupa paragrap penuh. Ketiga, setelah satuan

diperoleh, peneliti membuat koding. Koding berarti memberikan kode pada

setiap satuan. Tujuan koding agar dapat ditelusuri data atau satuan dari

sumbernya.

c. Penyajian data (Data display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Melalui penyajian data tersebut, maka data

terorganisasikan tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan mudah

dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan

sejenisnya. Selain itu, dengan adanya penyajian data, maka akan memudahkan

untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

Penyajian data dalam penelitian ini peneliti paparkan dengan teks yang

bersifat naratif. Peneliti juga menyajikan data dalam gambar-gambar proses

pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang. Tujuannya untuk

memperjelas dan melengkapi sajian data.

d. Penarikan kesimpulan atau Verification

Setelah dilakukan penyajian data, maka langkah selanjutnya adalah

penarikan kesimpulan atau Verification ini didasarkan pada reduksi data yang

merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian. Kesimpulan

awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila

tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap


78

pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan

pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat

peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

H. Langkah-Langkah Penelitian

Untuk memberikan gambaran mengenai prosedur dari penelitian ini,

berikut akan diuraikan setiap tahapan-tahapannya :

1. Tahap Orientasi (persiapan penelitian)

Tahap ini dilakukan sebelum merumuskan masalah secara umum.

Masalah yang dimiliki oleh peneliti masih remang-remang, bahkan gelap,

kompleks dan dinamis. Peneliti hanya berbekal dari pemikiran tentang

kemungkinan adanya masalah yang layak diungkapkan dalam penelitian ini.

Perkiraan muncul dari hasil membaca berbagai sumber tertulis dan juga hasil

konsultasi dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam hal ini yaitu dosen

pembimbing skripsi 1 dan dosen pembimbing skripsi 2.

2. Tahap Eksplorasi

Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data, tahap ini

merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama

dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif,

pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah),

sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi

berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (In dept

interview), dan dokumentasi (Sugiyono 2006:309).


79

Tahap eksplorasi langsung peneliti dimulai sejak hari Selasa, 20 Maret

2007 sampai dengan hari Rabu, 30 Mei 2007. Atas persetujuan Wakil Kepala

Sekolah serta guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas VII, VIII dan IX, peneliti

melakukan pengamatan, wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Peneliti

juga telah melakukan analisis data selama pelaksanaan tahap eksplorasi.

Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2006:337) mengemukakan

bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah

jenuh.

Pada saat pengamatan terhadap proses pembelajaran IPS Sejarah

dengan menggunakan KTSP, peneliti juga melakukan wawancara dengan

guru-guru IPS Sejarah kelas VII, VIII dan IX, selain itu untuk mengecek

keabsahan data peneliti juga mengadakan wawancara dengan siswa-siswi serta

Wakil Kepala Sekolah. Hasil pengamatan dan wawancara tersebut dikroscek

kembali dengan studi dokumentasi.

3. Tahap penyusunan laporan hasil penelitian

Tahap penyusunan laporan hasil penelitian ini dilakukan setelah proses

analisis data selesai. Pada tahap ini peneliti juga melakukan pengecekan

terhadap hasil penelitian agar laporan hasil penelitian tersebut kredibel. Hasil

penelitian yang sudah tersusun maupun yang belum tersusun sebagai laporan

dan bahkan penafsiran data, perlu dicek kebenarannya sehingga ketika

didistribusikan tidak terdapat keragu-raguan. Untuk menguji kredibilitas data

tersebut yaitu dengan menggunakan triangulasi teknik dan triangulasi sumber.


80
80

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh melalui observasi dan studi dokumentasi

resmi dari pihak sekolah, maka diperoleh mengenai profil dari sekolah yang

diteliti yaitu SMP Negeri 21 Semarang.

SMP Negeri 21 Semarang merupakan sekolah favorit, hal ini dikarenakan

SMP Negeri 21 Semarang termasuk salah satu Sekolah Standar Nasional (SSN)

yang ada di Kota Semarang. Kedisplinan menjadi kunci keberhasilan SMP Negeri

21 Semarang dalam meraih prestasi terbaik dalam bidang akademik maupun non

akademik baik di tingkat lokal maupun tingkat nasional. Prestasi terakhir yang

diraih oleh SMP Negeri 21 Semarang dalam bidang akademik yaitu peringkat ke

dua tingkat Kota Semarang untuk nilai rata-rata komulatif seluruh mata pelajaran

yang diujikan dalam ujian nasional.

SMP Negeri 21 Semarang memiliki visi dan misi sekolah, adapun visi dari

SMP Negeri 21 Semarang adalah “Handal Dalam Prestasi Santun Dalam Pekerti

(Outstanding In Achievement, Excellen In Character)”. Sedangkan misi dari SMP

Negeri 21 Semarang adalah melaksanakan pengembangan kurikulum satuan

pendidikan, melaksanakan pengembangan proses pembelajaran di sekolah,

melaksanakan peningkatan standar kelulusan tiap tahun, melaksanakan

pengembangan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan, melaksanakan

pengembangan fasilitas pendidikan, melaksanakan manajemen sekolah sesuai


81

standar pelayanan minimal, melaksanakan pengembangan pembiayaan sekolah,

melaksanakan pengembangan perolehan prestasi akademik dan prestasi non

akademik (Sumber : Dokumen Tata Usaha SMP N 21 Semarang).

SMP Negeri 21 Semarang didirikan dan mulai dioperasikan pada tahun

1977. Sekolah ini terletak di jalan Karangrejo Raya No 12, Desa Srondol Wetan,

Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Bangunan yang

mengelilingi SMP Negeri 21 Semarang yaitu sebelah barat terdapat gedung SMA

Negeri 4 Semarang, sebelah timur terdapat perumahan penduduk dan pertokoan,

sebelah utara terdapat gedung SMA Negeri 4 Semarang, sebelah selatan terdapat

Jalan Karangrejo Raya dan pertokoan (Sumber : Dokumen Tata Usaha SMP N 21

Semarang).

Kondisi lingkungan SMP Negeri 21 Semarang yaitu terletak di daerah

yang cukup kondusif dan sangat strategis, sehingga sangat baik untuk proses

kegiatan belajar mengajar. Adapun potensi lingkungan yang dimiliki sekolah ini

antara lain hubungan kerjasama yang baik antara sekolah dengan orang tua atau

wali murid, sarana ibadah yang cukup memadai serta memiliki mushola yang

digunakan untuk kegiatan keagamaan, keamanan cukup terjamin karena

disekeliling sekolah telah dipagar tembok, memiliki gedung serbaguna yang dapat

digunakan untuk kegiatan-kegiatan sekolah baik ekstrakurikuler maupun

intrakurikuler, pentas seni, olahraga dan sebagainya. Pengurus komite sekolah

yang sangat mendukung dan responsive terhadap program-program sekolah.

Selain itu, untuk menuju ke SMP Negeri 21 Semarang banyak sekali akses yang

bisa dicapai (Sumber : Dokumen Tata Usaha SMP N 21 Semarang).

Fasilitas-fasilitas angkutan umum mudah didapat, sehingga memudahkan

untuk menuju ke SMP Negeri 21 Semarang. Jarak antara SMP Negeri 21


82

Semarang dengan pusat kota kurang lebih 15 km. Luas sekolah secara keseluruhan

sekolah ini adalah 14.922 M2, terdiri atas : luas bangunan 3.335 M2, luas ruang

(gedung sekolah) 3.921 M2, luas ruang teori kelas 2.798 M2 dan lain-lain sekitar

2.020 M2 (Sumber : Dokumen Tata Usaha SMP N 21 Semarang).

SMP Negeri 21 Semarang memiliki 65 ruangan atau bangunan yang

meliputi antara lain dua puluh dua ruang kelas, satu ruang laboratorium IPA, satu

ruang perpustakaan, satu ruang keterampilan, satu ruang BP/BK, satu ruang aula

kecil, satu ruang guru, satu ruang tata usaha, satu ruang UKS (unit kesehatan

sekolah), satu ruang laboratorium komputer, satu ruang kepala sekolah, satu ruang

wakil kepala sekolah, satu ruang urusan kurikulum, satu ruang OSIS, satu ruang

koperasi, satu ruang mushola, satu ruang pramuka, satu ruang aula, empat ruang

kantin, satu ruang laboratorium bahasa, satu ruang multimedia, empat belas ruang

kamar mandi / toilet, tiga ruang jaga atau penjaga sekolah, satu ruang tempat

parkir guru, dua ruang gudang

(Sumber : Dokumen Tata Usaha SMP N 21 Semarang).

SMP Negeri 21 Semarang juga memiliki sarana dan prasarana yang dapat

membantu dan mempermudah kegiatan proses belajar mengajar siswa. Misalnya

memiliki fasilitas internet, website, hot spot, mesin riso, komputer, mesin foto

copy, peralatan tata boga, lapangan olah raga (tenes lapangan, tenes meja, bola

voli, basket, dan foot shal), OHP, LCD, televisi, radio, tape, peta-peta, globe,

gambar-gambar, buku-buku referensi, buku paket, buku bacaan, majalah, kliping-

kliping maupun surat kabar dan sebagainya

(Sumber : Dokumen Tata Usaha SMP N 21 Semarang).

SMP Negeri 21 Semarang mulai tahun ajaran 2006/2007 membuka kelas

ekslusif yaitu kelas ICT (Information and Communication Technology), kelas ICT
83

dilengkapi dengan sarana dan prasarana belajar yang lengkap dan canggih yaitu

setiap siswa diwajibkan menggunakan laptop dalam proses kegiatan belajar

mengajar, dilengkapi dengan fasilitas internet, menggunakan dua bahasa yaitu

bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, dilengkapi dengan LCD dan OHP, serta

ruangan yang ber-AC. Jumlah siswa kelas ICT untuk saat ini hanya sebanyak 20

siswa dan terbatas hanya untuk kelas VII. Rencananya mulai tahun ajaran

2007/2008 kelas ICT akan ditambah menjadi dua kelas yaitu kelas VII dan kelas

VIII.

Tenaga pengajar / guru di SMP Negeri 21 Semarang terdiri dari 52 guru,

dengan rincian yaitu 43 orang sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), 2 orang

sebagai guru bantu, 3 orang sebagai guru TPHL, 4 orang sebagai guru tidak tetap

(GTT). Pendidikan guru-guru tersebut meliputi 1 orang berijazah S2, 29 orang

berijazah S1, 8 orang berijazah D3, 5 orang berijazah D2/D3. Untuk guru mata

pelajaran IPS Sejarah terdiri dari 4 orang guru yaitu Dra. Lestari Nurmananik

mengampu kelas VII, Supatemi, S.Pd mengampu kelas VIII, Anies Salamah, S.Pd

mengampu kelas XI serta Triyana, S.Pd mengampu kelas ICT. Sedangkan tenaga

non kependidikan (karyawan) sebanyak 15 karyawan, dengan rincian yaitu 6

karyawan sebagai pegawai tetap dan 9 karyawan sebagai pegawai tidak tetap

(PTT). Pendidikan para karyawan tersebut meliputi 9 karyawan berijazah

D2/D1/SMA sedangkan 6 karyawan berijazah SD/SMA (Sumber : Dokumen Tata

Usaha SMP N 21 Semarang).

Jumlah siswa yang aktif belajar di SMP Negeri 21 Semarang pada tahun

ajaran 2006/2007 sebanyak 947 siswa yang terdiri dari kelas VII sebanyak 331

siswa, kelas VIII sebanyak 296 siswa, dan kelas IX berjumlah 320 siswa. Kondisi

orang tua siswa juga sangat beragam yaitu terdiri dari 40 % pegawai negeri, 15 %
84

TNI/POLRI, 15 % karyawan swasta, 5 % petani, 10 % pedagang serta 15 %

swasta. Pendidikan para orang tua siswa juga sangat beragam meliputi 3 %

berijazah Sekolah Dasar (SD), 20 % berijazah Sekolah Menengah Pertama (SMP),

40 % berijazah Sekolah Menengah Atas (SMA), serta 37 % berijazah Perguruan

Tinggi (Sumber : Dokumen Tata Usaha SMP N 21 Semarang).

2. Deskripsi Data

Untuk mendiskripsikan mengenai pemahaman guru sejarah tentang

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), implementasi KTSP pada

pembelajaran IPS Sejarah serta faktor pendukung dan faktor penghambat dalam

implementasi KTSP pada pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang,

berikut ini disajikan hasil wawancara dengan beberapa informan dalam penelitian,

selain itu peneliti juga akan mendiskripsikan data dari hasil observasi dan studi

dokumentasi.

a. Pemahaman guru IPS Sejarah mengenai Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP)

Dari hasil wawancara secara mendalam serta observasi atau

pengamatan dapat diketahui pemahaman guru IPS Sejarah SMP Negeri 21

Semarang mengenai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berikut

hasil wawancara dengan guru-guru IPS Sejarah kelas VII, VIII dan IX.

Dra. Lestari Nurmananik selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas

VII SMP Negeri 21 Semarang menyatakan sebagai berikut :

“Menurut saya, KTSP itu merupakan kurikulum tingkat satuan


pendidikan yang menggantikan kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK). Adapun landasan pengembangan KTSP meliputi
85

tujuan tentang penyusunan KTSP, pengertian KTSP, prinsip-prinsip


pengembangan KTSP, adanya acuan operasional penyusunan KTSP. KTSP itu
pada dasarnya hampir sama dengan KBK. Hanya dalam KTSP ini yang
ditentukan hanya standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sedangkan yang
lainnya membuat sendiri seperti indikator, materi, silabus disusun sesuai
dengan keadaan sekolahnya masing-masing” (wawancara tanggal 10 Mei
2007).
“Sedangkan dalam KBK semuanya sudah ditentukan dari pusat seperti
materi, indikator dan sebagainya. Sekarang guru dituntut untuk
mengembangkannya, sehingga KTSP ini antara sekolah yang satu dengan
yang lainnya tidak sama sesuai dengan keadaan sekolah masing-masing.
KTSP sebenarnya hampir sama dengan KBK, akan tetapi dalam KTSP saya
harus dituntut untuk benar-benar menyiapkan diri, semua itu harus disiapkan
dengan baik. Seorang guru harus menguasai labih dari satu mata pelajaran,
karena sekarang mata pelajaran IPS terpadu. Sekarang kurikulumnya hanya
ada IPS yang meliputi sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi “(wawancara
tanggal 10 Mei 2007).
“Saya sekarang mengajar dua mata pelajaran yaitu sejarah dan
ekonomi, padahal di sekolah ini guru IPS hanya diampu oleh dua guru
sehingga harus ada pembagian tugas. Dengan adanya penggabungan tersebut,
saya merasa kesulitan karena saya tidak menguasai satu mata pelajaran yang
saya ampu. Akan tetapi, karena itu merupakan sudah peraturan, maka saya
harus melaksanakannya dengan baik yaitu saya harus lebih ekstra dalam
mempersiapkan pembelajaran. Selanjutnya mengenai SKL dan SI, menurut
saya hal tersebut sudah ditentukan, jadi kurikulum yang berdasar SKL dan SI
pedoman-pedomannya sudah ditentukan disitu. Jadi nantinya akan menjadi
model KTSP tersebut” (wawancara tanggal 10 Mei 2007).

Sementara itu, Supatemi, S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah

kelas VIII SMP Negeri 21 Semarang mengemukakan sebagai berikut :

“Menurut saya, KTSP adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan.


KTSP merupakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di
masing-masing tingkat satuan pendidikan yang meliputi SD,SMP,SMA. KTSP
terdiri dari tujuan pendidikan, tingkat satuan pendidikan, muatan, struktur dan
sebagainya. Selanjutnya karakteristik dari KTSP yaitu setiap sekolah diberi
kebebasan untuk mengembangkan meteri tersebut, karena tiap-tiap sekolah
mempunyai sarana dan prasarana yang berbeda-beda. Di sekolah ini berbeda
dengan sekolah lainnya. Di SMP N 21 Semarang sarana prasarananya sudah
lengkap” (wawancara tanggal 10 Mei 2007).
“Prinsip yang harus dipenuhi dalam KTSP yaitu materi tersebut harus
bisa tersampaikan kepada siswa, selain itu yang paling utama adalah siswa
mempunyai kompetensi, mengetahui dan tidak hanya sekedar menghafal tetapi
katakanlah kalau sejarah itu, siswa benar-benar mampu memahami dan sampai
kapan pun siswa akan teringat terus. Sedangkan mengenai silabus, menurut
saya silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran
tertentu” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)
86

“Selanjutnya mengenai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan


Standar ISI (SI), menurut saya SKL merupakan standar sebagai pedoman atau
patokan bahwa seorang siswa dikatakan lulus apabila siswa tersebut telah
memahami materi tersebut. Setiap sekolah mempunyai grade atau tingkat
ketuntasan belajar minimal yang berbeda-beda. Sedangkan mengenai SI,
menurut saya SI yaitu isi dari program itu dari materi “(wawancara tanggal 10
Mei 2007).
“Sedangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menurut saya
yaitu rencana pelaksanaan pembelajaran yang isinya meliputi rencana saya
pada waktu akan mulai pembelajaran seperti jenis-jenis jenjang pendidikan
selanjutnya berisi mata pelajaran, alokasi waktu berapa, kemudian kompetensi
dasar apa yang mau dicapai serta standar kompetensi apa, selanjutnya
dijabarkan langkah-langkah saya pada waktu mengajar, apa saja yang perlu
dipersiapkan dan seterusnya” (wawancara tanggal 10 Mei 2007).
“Berkaitan dengan uraian diatas, menurut saya ada perbedaan antara
RPP berbasis KTSP dengan RPP yang menggunakan KBK. Perbedaannya
yaitu operasionalnya di standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa.
Dalam KBK terkesan bersifat verbal yaitu menghafal dan menghafal,
sedangkan di KTSP misalnya siswa dituntut untuk dapat melakukan dan
seterusnya, lebih pada penekanan atau untuk dapat melaksanakan, bukan
hanya sekedar menghafal tetapi siswa harus benar-benar mampu memahami.
Dalam KTSP harus dengan konstekstual dengan menggunakan contoh yang
ada disekitar kita yang pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari”
(wawancara tanggal 10 Mei 2007).
“Selain itu, perbedaan mendasar antara KBK dengan KTSP dalam
pembelajaran IPS Sejarah yaitu kebebasan untuk mengatur waktunya. Dalam
kurikulum sebelumnya sudah diatur (misal waktunya berapa jam, urut-
urutannya) guru tinggal melaksanakannya, sedangkan dalam KTSP guru diberi
kebebasan untuk mengatur waktunya dalam pembelajaran tidak harus sesuai
aturan, guru diberi kebebasan untuk mengembangkan sendiri sesuai dengan
kondisi sekolah masing-masing” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)

Anis Salamah selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas IX SMP

Negeri 21 Semarang dalam hal ini mengemukakan bahwa :

“Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu pada dasarnya


sama dengan kurikulum 2004, yang membedakan hanya kewenangan masing-
masing satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum sesuai dengan
kemampuan potensi dan karakteristik sekolah tersebut. Sedangkan
karakteristik dari KTSP adalah adanya penyesuaian kemampuan yang
diimplementasikan dalam indikator yang mengacu pada kemampuan siswa.
Jadi dalam penyusunannya mengacu pada kedalaman materi, pemahaman
anak, serta kemampuan anak tentang materi tersebut” (wawancara tanggal 30
Mei 2007).
87

“Selanjutnya mengenai komponen-komponen KTSP, menurut saya


terdiri dari silabus, indikator yang penjabarannya meliputi kompetensi dasar
dan sebagainya. Berkaitan dengan Standar Isi (SI) menurut saya SI adalah
korelasi materi dengan kurikulum yang berlaku, hal ini harus sesuai yang
meliputi komponen-komponen seperti kompetensi dasar, standar kompetensi
dan sebagainya. Sedangkan mengenai Standar Kompetensi Lulusan (SKL),
menurut saya SKL adalah penjabaran dari materi-materi yang sudah disusun
didalam silabus selanjutnya dijabarkan dalam indikator, hal tersebut akan
menjadi pedoman dalam penyusunan soal-soal untuk evaluasi akhir”
(wawancara tanggal 30 Mei 2007).
“Berkaitan dengan perbedaan silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) antara KTSP dengan KBK, menurut saya pada prinsipnya
tidak ada perbedaan, yang ada hanya perbedaan istilah. Pada KBK istilahnya
Rencana Pembelajaran (RP), sedangkan dalam KTSP istilahnya Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)” (wawancara tanggal 30 Mei 2007).

b. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada

Pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang

1) Persiapan Pembelajaran

Berdasarkan hasil wawancara, observasi atau pengamatan serta studi

dokumentasi yang dilakukan mulai tanggal 20 Maret – 30 Mei 2007 dapat

diketahui persiapan pembelajaran yang dilakukan oleh guru IPS Sejarah SMP

Negeri 21 Semarang. Secara garis besarnya meliputi sebagai berikut :

a) Pengembangan Program

Langkah pertama persiapan pembelajaran yang dilakukan oleh guru

mata pelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang adalah melakukan

pengembangan program. Dalam KTSP pengembangan program mencakup

program tahunan, program semester, program mingguan dan harian, program

pengayaan dan remedial serta program bimbingan dan konseling.

Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran

untuk jangka waktu satu tahun dalam rangka mengefektifkan program

pembelajaran. Program ini dipersiapkan dan dikembangkan oleh guru sebelum


88

tahun ajaran baru, karena merupakan pedoman bagi pengembangan program-

program berikutnya yaitu program semester, program mingguan dan harian,

dan program harian atau program pembelajaran setiap kompetensi dasar.

Program tahunan yang disusun oleh guru IPS Sejarah SMP Negeri 21

Semarang diantaranya memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang

harus dikuasai siswa setelah mempelajari pokok bahasan tertentu, alokasi

waktu serta keterangan (lihat lampiran 2).

Program semester berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang

hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut. Program semester

merupakan penjabaran dari program tahunan. Program semester yang disusun

oleh guru IPS Sejarah SMP Negeri 21 Semarang berisikan tentang bulan,

pokok bahasan yang hendak disampaikan, alokasi waktu serta keterangan-

keterangan (lihat lampiran 3)

Program mingguan dan harian merupakan penjabaran dari program

semester dan program modul. Dari program ini dapat teridentifikasi siswa-

siswa yang mengalami kesulitan belajar akan dilayani melalui kegiatan

remedial, sedangkan untuk siswa yang cemerlang akan dilayani melalui

kegiatan pengayaan agar siswa tersebut tetap mempertahankan kecepatan

belajarnya.

Program pengayaan dan remedial merupakan pelengkap dan

penjabaran dari program mingguan dan harian. Program ini dilaksanakan

berdasarkan hasil analisis terhadap kegiatan belajar dan terhadap tugas-tugas,

hasil tes, dan ulangan. Hal ini berdasarkan pernyataan Supatemi, S.Pd selaku

guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas VIII SMP Negeri 21 Semarang sebagai

berikut :
89

“Saya melaksanakan program remidi diberlakukan untuk siswa yang


nilainya masih dibawah standar nilai ketuntasan, siswa tersebut diberi
kesempatan untuk menuntaskan kompetensi-kompetensi dasar yang belum
tuntas. Siswa yang belum tuntas dalam kompetensi dasarnya nilainya tidak
dicantumkan dalam raport, siswa tersebut hanya menerima raport bayangan.
Setelah siswa mengikuti program remidi, serta dievaluasi ternyata sudah tuntas
kompetensi dasarnya maka siswa tersebut baru berhak menerima
raport”(wawancara tanggal 10 Mei 2007)
“Sedangkan program pengayaan diberlakukan bagi siswa yang nilainya
diatas nilai standar ketuntasan, program pengayaan tersebut seperti pemberian
tugas-tugas atau dalam bentuk soal-soal yang bisa dikerjakan secara individu
maupun kelompok” (wawancara tanggal 10 Mei 2007).

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Drs. Hasan Budisulistyo

selaku wakil kepala sekolah SMP Negeri 21 Semarang mengemukakan

sebagai berikut :

“Setiap ada siswa yang nilainya masih kurang, siswa akan dipanggil
oleh pihak sekolah untuk diberi pengarahan agar mengikuti program remedial
“ (wawancara tanggal 12 Mei 2007).

Program pengembangan diri di SMP Negeri 21 Semarang sebagian

besar melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun bimbingan konseling melalui

konselor, hal ini berdasarkan pernyataan Drs. Hasan Budisulistyo selaku wakil

kepala sekolah SMP Negeri 21 Semarang sebagai berikut :

“Program pengembangan diri di SMP Negeri 21 Semarang sebagian


besar melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun bimbingan konseling/konselor.
Kegiatan ekstrakurikuler yang diwajibkan yaitu pramuka, sedangkan yang
tidak wajib seperti Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), Palang Merah Remaja
(PMR), Paskibraka, kepemimpinan, jurnalistik dan sebagainya. Kegiatan-
kegiatan ekstrakurikuler tersebut mampu berprestasi baik di tingkat lokal
maupun nasional” (wawancara tanggal 12 Mei 2007).

b) Penyusunan persiapan mengajar

Sebagai persiapan mengajar guru mata pelajaran IPS Sejarah SMP

Negeri 21 Semarang menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP).
90

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata

pelajaran dengan tema tertentu. Silabus yang disusun (lihat lampiran 4)

mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar

yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.

Dalam KTSP pengembangan silabus diserahkan sepenuhnya kepada

setiap satuan pendidikan, khususnya bagi yang sudah mampu

melaksanakannya. Berkaitan dengan hal tersebut guru IPS Sejarah SMP

Negeri 21 Semarang belum mampu menyusun silabus sendiri. Guru IPS

Sejarah SMP N 21 Semarang masih mengadopsi model silabus dari

Depdiknas, selanjutnya model silabus tersebut ditelaah dan disesuaikan

dengan kondisi sekolah.

Berikut adalah hasil wawancara dengan guru-guru IPS Sejarah SMP N

21 Semarang mengenai penyusunan silabus pada mata pelajaran IPS Sejarah :

Dra. Lestari Nurmananik selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas

VII SMP N 21 Semarang mengemukakan :

“Pada saat ini penyusunan silabus secara terpadu, penyusunan silabus


dibahas dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat Kota
Semarang, selanjutnya model silabus tersebut dibawa ke sekolah untuk
ditelaah dalam MGMP tingkat sekolah, kemudian silabus tersebut disesuaikan
dengan kondisi sekolah “ (wawancara tanggal 10 Mei 2007).

Sementara itu, Supatemi S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah

kelas VIII SMP N 21 Semarang mengatakan sebagai berikut :

“Berkaitan dengan penyusunan silabus, sekarang dilakukan secara


bersama-sama dan sudah ada panduan penyusunan silabus. Model silabus
tersebut diperoleh dari MGMP, selanjutnya dikembangkan sendiri. Silabus
tersebut dijadikan acuan atau pedoman untuk membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Didalam silabus dijelaskan mengenai standar
91

kompetensi, kompetensi dasar, media pembelajaran, metode pembelajaran


yang selanjutnya dijabarkan dalam RPP” (wawancara tanggal 10 Mei 2007).

Uraian serupa dikemukakan oleh Anis Salamah selaku guru mata

pelajaran IPS Sejarah kelas XI SMP N 21 Semarang sebagai berikut :

“Secara jujur, saya mendapatkan contoh-contoh model silabus dari


Depdiknas, selanjutnya model-model tersebut dievaluasi sesuai dengan
karakteristik siswa SMP N 21 Semarang. Apabila model tersebut sesuai
dengan karakteristik dan potensi sekolah maka digunakan, namun sebaliknya
apabila model tersebut tidak sesuai dengan karakteristik dan potensi sekolah
maka model tersebut tidak akan digunakan atau direvisi terlebih dahulu”
(wawancara tanggal 30 Mei 2007).

Pernyataan guru-guru tersebut diperkuat dengan pernyataan Wakil

Kepala Sekolah SMP N 21 Semarang, Drs. Hasan Budisulistyo sebagai

berikut:

“Penyusunan silabus disusun secara bersama-sama melalui


Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), selanjutnya model silabus
tersebut disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik siswa-siswi SMP N 21
Semarang” (wawancara tanggal 12 Mei 2007).

Penyusunan silabus oleh guru mata pelajaran IPS Sejarah SMP N 21

Semarang tidak mengalami hambatan yang berarti. Hal ini berdasarkan

pernyataan Dra. Lestari Nurmananik selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah

kelas VIII SMP N 21 Semarang sebagai berikut :

“Berkaitan dengan penyusunan silabus, saya tidak mengalami


hambatan yang berarti karena penyusunannya dilaksanakan secara bersama-
sama dalam sebuah tim. Selain itu, dalam KTSP mata pelajaran IPS Sejarah
telah terintegrasi kedalam IPS terpadu, sehingga akan memudahkan dalam
menyusun silabus tersebut” (wawancara tanggal 10 Mei 2007).

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Anis Salamah selaku guru

mata pelajaran IPS Sejarah kelas XI SMP N 21 Semarang sebagai berikut :


92

“Dalam penyusunan silabus saya tidak mengalami hambatan, karena


silabus disusun secara bersama-sama dalam satu tim” (wawancara tanggal 30
Mei 2007)

Selanjutnya mengenai manfaat dari silabus, berikut hasil wawancara

dengan Supatemi, S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas XI SMP

N 21 Semarang sebagai berikut :

“Manfaat dari silabus adalah sebagai pedoman dalam pengembangan


pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), pengelolaan kegiatan pembelajaran dan pengembangan
sistem nilai” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)

Persiapan pembelajaran berikutnya yang disusun oleh guru mata

pelajaran IPS Sejarah SMP N 21 Semarang berupa Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP). RPP merupakan perencanaan jangka pendek untuk

memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam

pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berisi tentang :

alokasi waktu, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan

pembelajaran, materi pokok atau pembelajaran, metode, strategi pembelajaran,

sumber belajar, serta penilaian (lihat lampiran 5).

Dari hasil wawancara secara mendalam serta studi dokumentasi yang

dimulai pada tanggal 10 Mei 2007-30 Mei 2007 diketahui bahwa penyusunan

RPP yang dilakukan oleh guru mata pelajaran IPS Sejarah SMP N 21

Semarang telah sesuai dengan acuan dalam KTSP. Guru telah diberi

kebebasan untuk mengubah, memodifikasi dan menyesuaikan silabus sesuai

dengan kondisi dan potensi sekolah serta dengan karakteristik peserta didik.

Berikut hasil wawancara dengan Dra. Lestari Nurmananik selaku guru

mata pelajaran IPS Sejarah kelas VII SMP N 21 Semarang :


93

“Dalam penyusunan RPP, saya membuatnya menjadi satu untuk


beberapa kali pertemuan tatap muka, hal ini dikarenakan adanya kesibukan-
kesibukan yang harus diselesaikan” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)

Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) oleh guru mata

pelajaran IPS Sejarah SMP N 21 Semarang sebagai persipan pelaksanaan

kegiatan pembelajaran tidak mengalami hambatan yang berarti. Hal ini

berdasarkan pernyataan Supatemi, S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS

Sejarah kelas VIII SMP N 21 Semarang sebagai berikut :

“Secara umum dalam penyusunan RPP berbasis KTSP, saya tidak


mengalami hambatan yang berarti, hal ini disebabkan telah adanya panduan
dalam penyusunan RPP yang mengacu pada silabus” (wawancara tanggal 10
Mei 2007).

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Anis Salamah selaku guru

mata pelajaran IPS Sejarah kelas XI SMP N 21 Semarang sebagai berikut :

“Berkaitan dengan penyusunan RPP, saya tidak merasa mengalami


hambatan, akan tetapi karena sekarang mata pelajaran IPS telah terintegrasi,
maka saya harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum mengajar mata
pelajaran yang bukan basic saya” (wawancara tanggal 30 Mei 2007)

2) Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran

a) Kegiatan awal atau pembukaan

Dari hasil observasi atau pengamatan dan wawancara secara mendalam

pada tanggal 20 Maret-30 Mei 2007 dapat diketahui bahwa kegiatan awal atau

pembukaan pembelajaran selalu dimulai dengan kegiatan apersepsi serta

persiapan bahan pembelajaran baik oleh guru atau siswa. Berikut hasil

wawancara dengan guru-guru mata pelajaran IPS Sejarah SMP N 21

Semarang berkaitan dengan kegiatan awal pembelajaran sebagai berikut :

Dra. Lestari Nurmananik selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas

VII SMP N 21 Semarang mengemukakan sebagai berikut :


94

“Sebelum proses pembelajaran dimulai, saya absensi siswa terlebih


dahulu, selanjutnya saya selalu berusaha untuk mengkondisikan siswa supaya
tenang terlebih dahulu, serta menanyakan materi-materi pada pertemuan
sebelumnya, setelah itu saya baru memulai materi pelajaran” (wawancara
tanggal 10 Mei 2007)

Sementara itu, Supatemi S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah

kelas XI SMP N 21 Semarang menyatakan sebagai berikut :

“Pada kegiatan awal pembelajaran, saya melakukan apersepsi selama


kurang lebih lima menit seperti absensi, mempersiapkan kondisi siswa supaya
tenang dan menuntun siswa untuk memperhatikan terhadap materi pelajaran,
selanjutnya saya baru memulai meteri pelajaran. Selain itu, saya juga harus
mempersiapkan strategi pembelajaran dengan sebaik-baiknya misal membuat
pedoman dalam menilai kemampuan siswa pada saat diskusi antara lain dinilai
bagaimana siswa menyampaikan materi, keluasan materinya, keaktifan,
kekompakan serta membuat soal-soal evaluasi dan sebagainya” (wawancara
tanggal 10 Mei 2007)

Uraian serupa dikemukakan oleh Anis Salamah selaku guru mata

pelajaran IPS Sejarah kelas XI SMP N 21 Semarang sebagai berikut :

“Biasanya saya sebelum mengajar melakukan hal-hal sebagai berikut


mempersiapkan kondisi siswa di kelas, absensi, selanjutnya siswa dituntun
untuk memperhatikan materi yang akan disampaikan. Selain itu saya juga
mencoba mereview (mengulang) kembali materi-materi yang telah
disampaikan pada pertemuan sebelumnya” (wawancara tanggal 30 Mei 2007)

Selanjutnya mengenai kegiatan pre-test, guru selama ini jarang

melakukannya, hal ini karena waktu yang tersedia terbatas. Berikut hasil

wawancara dengan Dra. Lestari Nurmananik selaku guru mata pelajaran IPS

Sejarah kelas VII SMP N 21 Semarang sebagai berikut :

“Dalam kegiatan pembelajaran, saya tidak melakukan pre-test terlebih


dahulu sebelum pembelajaran dimulai, hal ini disebabkan waktu yang tersedia
sangat terbatas sedangkan kompetensi yang harus dicapai banyak”
(wawancara tanggal 10 Mei 2007)

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Rani siswa kelas VII SMP N

21 Semarang mengatakan :
95

“Ibu Nani jarang bahkan hampir tidak pernah melakukan Pre-Test


sebelum melakukan pembelajaran” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)

b) Kegiatan inti pembelajaran atau pembentukan kompetensi

Dari hasil wawancara secara mendalam, observasi atau pengamatan

serta studi dokumentasi yang mulai dilakukan pada tanggal 27 Maret-30 Mei

2007 dapat diketahui kegiatan yang dilakukan pada proses pembelajaran IPS

Sejarah di SMP N 21 Semarang dapat dijelaskan sebagai berikut :

(1) Metode atau strategi pembelajaran

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dimulai pada

tanggal 20 Maret-30 Mei 2007 dapat diketahui bahwa dalam proses

pembelajaran IPS Sejarah di SMP N 21 Semarang menerapkan metode

ceramah bervariasi, diskusi, tanya jawab, observasi serta penugasan.

Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan kompetensi atau

materi yang harus dikuasai siswa dan waktu yang tersedia.

Berikut adalah hasil wawancara berkaitan dengan penggunaan

metode atau strategi pembelajaran dalam proses pembelajaran mata

pelajaran IPS Sejarah di SMP N 21 Semarang.

Dra. Lestari Nurmananik selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah

kelas VII SMP N 21 Semarang mengemukakan sebagai berikut :

“Dalam pembelajaran IPS Sejarah berbasis KTSP, keaktifan siswa


sangat diprioritaskan. Sekarang metode ceramah sudah jarang digunakan,
kalau digunakan pun menggunakan metode ceramah bervariasi. Saya tetap
menggunakan ceramah karena untuk mengantarkan siswa, seandainya
tidak berceramah siswa akan mengalami kesulitan. Dulu saya selalu
menggunakan ceramah, jadi saya sebagai pusatnya sedangkan siswa hanya
pasif, sekarang pembelajaran lebih enak karena siswa ikut aktif dalam
pembelajaran” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)
“Selain ceramah bervariasi, saya juga menggunakan metode diskusi.
Dengan diskusi siswa dilatih untuk berani tampil, siswa juga dilatih untuk
memecahkan masalah sendiri. Selain itu, dengan adanya diskusi siswa
96

akan lebih senang dan bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Selama ini
proses pembelajaran hanya dilakukan di ruang kelas dan perpustakaan.
Sebenarnya ada program untuk melakukan kegiatan belajar di luar ruang
kelas, namun karena terbatasnya waktu yang tersedia sehingga program
tersebut tidak dapat dilaksanakan secara optimal” (wawancara tanggal 10
Mei 2007)

Sementara itu, Supatemi S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS

Sejarah kelas VIII SMP N 21 Semarang menyatakan sebagai berikut :

“Berkaitan dengan metode pembelajaran, saya telah berusaha untuk


menggunakan metode pembelajaran yang variatif dan menyenangkan
seperti metode ceramah serta tanya jawab, diskusi, observasi dan
penugasan. Saya sering melakukan diskusi dengan siswa, apalagi sekarang
dalam KTSP siswa dituntut untuk belajar dalam kelompok-kelompok kecil
selain itu antara siswa yang satu dengan yang lainnya diharapkan bisa
untuk saling bertukar pendapat” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)

Uraian serupa juga dikemukakan oleh Anis Salamah selaku guru

mata pelajaran IPS Sejarah kelas XI SMP N 21 Semarang sebagai berikut :

“Saya selama ini masih menggunakan metode konvensional yaitu


ceramah, sebenarnya ada keinginan untuk melaksanakan model-model
pembelajaran IPS Sejarah yang lainnya seperti CTL, problem solving, dan
sebagainya, namun dalam prakteknya mengalami beberapa hambatan misal
dana serta waktu dan sebagainya, sehingga saya pun kembali lagi
menggunakan metode ceramah tersebut. Seandainya saya tidak kretif
dalam berceramah, maka siswa tidak akan berantusias dalam mengikuti
pelajaran. Hal ini yang menyebabkan sampai sekarang menjadi
permasalahan yang belum dapat terselesaikan”(wawancara tanggal 30 Mei
2007)
“Hal-hal yang sudah saya usahakan agar pelajaran IPS Sejarah
tersebut menarik bagi siswa antara lain saya memberikan motivasi-
motivasi, selalu mengaitkan materi dengan peristiwa-peristiwa factual,
memberikan guyonan-guyonan yang membuat Susana kelas menjadi
menyenangkan” (wawancara tanggal 30 Mei 2007)

Pernyataan-pernyataan para guru tersebut diperkuat dengan

pernyataan dari beberapa siswa-siswi SMP N 21 Semarang. Berikut hasil

wawancaranya.
97

Rani, siswa kelas VII SMP N 21 Semarang mengatakan sebagai

berikut :

“Saya dituntut untuk selalu aktif dalam pembelajaran, misal dalam


diskusi saya dituntut untuk selalu bertanya. Bu Nani dalam pembelajaran
selalu menggunakan metode ceramah dan diskusi. Selaian itu, Bu Nani
juga selalu mengaitkan materi dengan peristiwa faktual yang sedang terjadi
(wawancara tanggal 12 Mei 2007)

Sementara itu, Aditya siswa kelas XI SMP N 21 Semarang

mengatakan bahwa :

“Dalam kegiatan pembelajaran, saya harus dituntut aktif, misal kalau


diberi tugas kelompok, saya disuruh untuk aktif bekerja tidak boleh pasif”
(wawancara tanggal 10 Mei 2007)

(2) Sumber belajar

Dari hasil observasi atau pengamatan (tanggal 20 Maret-30 Mei

2007) dapat diketahui bahwa selama proses pembelajaran IPS Sejarah guru

menggunakan berbagai sumber belajar, antara lain : Buku paket dari

Pemkot Semarang, buku-buku penunjang dari beberapa penerbit, Lembar

Kerja Siswa (LKS), media-media pemberitaan dan sebagainya. Sedangkan

data dari hasil wawancara dengan para guru sebagai berikut :

Dra. Lestari Nurmananik selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah

kelas VII SMP N 21 Semarang mengemukakan sebagai berikut :

“Dalam proses pembelajaran, saya selalu menggunakan buku paket


dari Pemkot, buku-buku penunjang lainnya serta LKS dalam hal ini
diwajibkan bagi siswa. Sedangkan untuk buku penunjang sifatnya tidak
wajib hanya sebagai tambahan saja” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)

Sementara itu, Supatemi, S.Pd selaku gutu mata pelajaran IPS

Sejarah kelas VIII SMP N 21 Semarang mengatakan bahwa :

“Sumber-sumber belajar yang saya gunakan antara lain buku-buku


paket, buku-buku penunjang lainnya yang ada di perpustakaan, lingkungan
98

sekitar (misal museum), serta dari media-media pemberitaan dari televisi,


surat kabar dan sebagainya” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)

Pernyataan-pernyataan diatas diperkuat dengan pernyataan dari

beberapa siswa-siswi SMP N 21 semarang sebagai berikut :

Niken, siswa kelas VIII SMP N 21 Semarang mengatakan bahwa :

“Bu Supatemi dalam pembelajaran menggunakan buku-buku paket


serta buku pendamping misal LKS dan sebagainya” (wawancara tanggal
12 Mei 2007)

Aditya, siswa kelas IX SMP N 21 Semarang mengemukakan bahwa:

“Sumber belajar yang sering digunakan oleh Bu Anis antara lain


buku paket, informasi dari media massa seperti Koran, televisi, majalah
dan sebagainya” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)

Wakil Kepala Sekolah SMP N 21 Semarang, Drs. Hasan

Budisulistyo menjelaskan :

“Siswa-siswi dapat menggunakan sumber belajar berupa buku-buku


yang tersedia di Perpustakaan, siswa diwajibkan minimal mempunyai satu
buku pelajaran, sedangkan guru dianjurkan mempunyai minimal tiga
buku” (wawancara tanggal 12 Mei 2007)

(3) Media Pembelajaran

Media pada dasarnya merupakan alat bantu pembelajaran yang

digunakan dalam rangka untuk mengefektifkan komunikasi dan interaksi

antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Berdasarkan

wawancara dan observasi (tanggal 20 Maret-30 Mei 2007) dapat diketahui

bahwa pelaksanaan belajar mengajar pada mata pelajaran IPS Sejarah di

SMP N 21 Semarang telah menggunakan media pembelajaran yang variatif

untuk menunjang pemahaman siswa terhadap meteri pelajaran.


99

Berikut hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPS Sejarah,

Wakil Kepala Sekolah dan siswa-siswi SMP N 21 Semarang.

Guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas VII SMP N 21 Semarang,

Dra. Lestari Nurmananik mengemukakan bahwa :

“Berkaitan dengan penggunaan media, saya sering menggunakan


peta dan peta tersebut dibuat oleh saya sendiri. Petanya khusus bukan peta
umum seperti peta penyebaran agama Hindu-Budha, peta perkembangan
Islam dan sebagainya. Pembuatan peta kadang-kadang dibantu juga oleh
siswa” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)

Sementara itu, Supatemi S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS

Sejarah kelas VIII SMP N 21 Semarang mengatakan bahwa :

“Saya dalam proses pembelajaran IPS Sejarah sering menggunakan


Televisi, LCD, OHP, dan sebagainya. Di sekolah ini terdapat pengaturan
penggunaan media tersebut yaitu diatur penggunaannya serta dibuat jadwal
di ruang media. Selain itu, saya juga menggunakan media di lingkungan
sekitar” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)

Anis Salamah selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas XI SMP

N 21 Semarang mengemukakan :

“Media yang saya gunakan dalam proses pembelajaran antara lain


gambar-gambar, televisi serta peta-peta dan sebagainya” (wawancara
tanggal 30 Mei 2007)

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Drs. Hasan Budisulistyo

selaku wakil kepala sekolah SMP N 21 Semarang sebagai berikut :

“Media pembelajaran di sekolah ini secara umum sudah baik, guru


telah memanfaatkan media yang telah tersedia seperti OHP, peta, peta
konsep dari kertas manila, gambar, laptop dan masih banyak lagi”
(wawancara tanggal 12 Mei 2007).

Rani, siswa kelas VII SMP N 21 Semarang mengatakan bahwa :

“Bu Nani pernah memakai media dalam pembelajaran seperti


gambar dan peta” (wawancara tanggal 12 Mei 2007)
100

c) Kegiatan akhir atau penutup

Berdasarkan observasi atau pengamatan pada kegiatan akhir atau

penutup dapat diketahui bahwa guru selalu memberitahukan materi yang

akan dibahas pada pertemuan selanjutnya, karena dalam KTSP siswa

dituntut untuk tidak hanya diam, oleh karena itu siswa harus mengetahui

terlebih dahulu materi yang akan dipelajari. Selain itu, guru memberikan

tugas untuk mengerjakan soal dari buku maupun dari LKS.

3) Evaluasi Hasil Belajar atau Penilaian

Berikut hasil wawancara (tanggal 10-30 Mei 2007) dengan guru mata

pelajaran IPS Sejarah, wakil kepala sekolah serta dari beberapa siswa SMP N

21 Semarang berkaitan dengan kegiatan evaluasi hasil belajar :

Dra. Lestari Nurmananik selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas

VII SMP N 21 Semarang mengemukakan sebagai berikut :

“Saya dalam melakukan evaluasi menggunakan model penilaian


berbasis kelas seperti model test berupa uraian, pilihan ganda, kemudian pada
saat diskusi, saya juga melihat dan melakukan penilaian melalui keaktifan
siswa. Selain itu juga melalui tugas-tugas, dalam KTSP nilai tugas itu sama
dengan nilai test atau ulangan, sehingga apabila ada siswa yang nilai
ulangannya jelek, namun nilai tugasnya baik, hal itu akan sangat membantu
siswa” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)
“Saya juga selalu mengadakan program remidi untuk siswa yang
nilainya masih dibawah standar nilai ketuntasan. Selanjutnya untuk siswa yang
nilainya sudah diatas rata-rata akan diberi tugas-tugas (program pengayaan).
Dalam aturannya, penilaian dilakukan setiap selesai satu kompetensi dasar
(KD), akan tetapi dalam pelaksanaannya penilaian dilakukan rata-rata tiga (3)
kali dalam satu semester, kemudian penilaian diambil dari tugas-tugas,
pengamatan dalam diskusi, laporan-laporan” (wawancara tanggal 10 Mei
2007)

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Rani, siswa kelas VII SMP N

21 Semarang sebagai berikut :


101

“Bu Nani sering melakukan penilaian kelas seperti model uraian dan
test lisan (pertanyaan langsung). Bu Nani pernah mengadakan program remidi
yaitu setelah ulangan harian terprogram dan semester, selain itu juga
melakukan program pengayaan. penilaian kelas dilakukan sebanyak 2 – 3 kali”
(wawancara tanggal 12 Mei 2007)

Sementara itu, Supatemi S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah

kelas VIII SMP N 21 Semarang mengatakan :

“Saya dalam evaluasi menggunakan model penilaian berbasis kelas


yaitu saya melakukan penilaian pada saat siswa melakukan proses
pembelajaran, misal dalam diskusi dapat dilihat dari keaktifan siswa,
kemampuan siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan, kekompakan, keluasan
materi dan sebagainya. Selain itu, saya juga menggunakan model penilaian
hasil yaitu melakukan evaluasi setelah menyelesaikan satu materi bentuknya
seperti test tertulis (pilihan ganda dan uraian) dan test lisan” (wawancara
tanggal 10 Mei 2007)
“Berkaitan dengan pelaksanaan penilaian kelas, saya biasa
melakukannya sesuai dengan kompetensi dasar (KD), rata-rata satu semester
dilakukan sebanyak 5 (lima) kali yaitu misal KD-nya ada 3 (tiga) kemudian
ditambah dengan ulangan med semester dan ulangan akhir semester sehingga
menjadi 5 (lima) kali, selain itu ada penilaian dari tugas-tugas” (wawancara
tanggal 10 Mei 2007)
“Di SMP N 21 Semarang untuk mata pelajaran IPS terpadu kelas VIII
telah ditentukan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) sebesar 70 untuk
penguasaan konsep sedangkan untuk penerapan konsep sebesar 71. KKM
tersebut dijadikan acuan untuk menilai kemampuan siswa. Apabila ada siswa
yang belum mencapai nilai tersebut, maka saya melakukan program remidi,
siswa-siswa yang belum tuntas Kompetensi Dasar (KD) nya akan diberi
kesempatan untuk menuntaskannya dalam remedial teaching. Sedangkan bagi
siswa yang sudah diatas rata-rata siswa akan diberi program pengayaan yaitu
diberi tugas-tugas atau dalam bentuk soal-soal yang bisa dikerjsakan secara
individu maupun kelompok” (wawancara tanggal 10 Mei 2007)

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Drs. Hasan Budisulistyo

selaku wakil kepala sekolah SMP N 21 Semarang sebagai berikut :

“Di SMP N 21 Semarang program remidi dilaksanakan dan


diprogramkan oleh urusan kurikulum sehingga tidak mengganggu kegiatan
lainnya dan semua itu dibiayai oleh sekolah”

Uraian serupa dikemukakan oleh Anis Salamah selaku guru mata

pelajaran IPS Sejarah kelas XI SMP N 21 Semarang sebagai berikut :

“Model penilaian kelas yang saya lakukan misal dari keaktifan, test,
kekompakan, penguasaan meteri. Saya lebih mementingkan penilaian proses
102

yaitu melalui pengamatan dan panilaian, karena kalau hanya mengandalkan


hasil evaluasi akhir, hal tersebut tidak akurat. Penilaian biasanya dilakukan
setiap satu kompetensi dasar selesai. Dalam penilaian mata pelajaran IPS
Sejarah sekarang hanya ada 2 (dua) aspek yaitu aspek penguasaan konsep dan
aspek penerapan konsep. Penguasaan konsep dapat dilihat misalnya dengan
hasil ulangan, dalam diskusi seperti kemampuan menyampaikan materi,
mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan, menaggapi pendapat orang
lain dan sebagainya. Sedangkan aspek penerapan seperti dari tugas-tugas,
kegiatan upacara bendera, tanah air, kedisplinan, peringatan hari proklamasi
dan lain-lain “ (wawancara tanggal 30 Mei 2007)

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Aditya, siswa kelas XI SMP

N 21 Semarang sebagai berikut :

“Bu Anis melakukan penilaian kelas berupa pembuatan makalah,


laporan-laporan serta soal-soal dan sebagainya” (wawancara tanggal 10 Mei
2007)

c. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Implementasi

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada Pembelajaran IPS

Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007

1) Faktor Pendukung dalam Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) pada Pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri

21 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mempunyai

karakteristik yaitu memberi keleluasaan penuh pada setiap sekolah untuk

mengembangkan potensi sekolah dan potensi daerah, sehingga akan

mendorong sekolah untuk lebih kreatif dan inovatif. Berdasarkan hasil

observasi dan dokumentasi (tanggal 20 Maret-30 Mei 2007) dapat diketahui

bahwa sarana prasarana pembelajaran di SMP N 21 Semarang secara

kwantitatif (jumlah) maupun kulitatif (kualitas) sudah memadai, bahkan


103

pembangunan gedung-gedung penunjang terus dilakukan. Selain itu, setiap

tahun ada program perbaikan serta penambahan terhadap sarana prasarana

tersebut.

Berikut adalah hasil wawancara berkaitan dengan faktor pendukung

dalam implementasi KTSP pada mata pelajaran IPS Sejarah di SMP N 21

Semarang menurut para guru dan wakil kepala sekolah.

Dra. Lestari Nurmananik selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas

VII SMP N 21 Semarang mengatakan sebagai berikut :

“Menurut saya, yang mendukung implementasi KTSP di sekolah ini


adalah sarana prasarananya sudah memadai dibandingkan sekolah lain,
misalnya sudah tersedia komputer, internet, peta-peta, OHP, LCD, Globe.
Setiap tahun ada penambahan terhadap sarana prasarana tersebut. Selain itu di
sekolah ini ada tim pengembang dan penyusun KTSP” (wawancara tanggal 10
Mei 2007)

Sementara itu, Supatemi S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah

kelas VIII SMP N 21 Semarang mengemukakan :

“Secara singkat faktor yang mendukung implementasi KTSP pada


pembelajaran IPS Sejarah di SMP N 21 Semarang yaitu sarana dan prasaranya
lengkap misal tersedianya LCD, CD pembelajaran, Perpustakaan yang
lengkap, OHP, gambar-gambar dan sebagainya. Selain itu, adanya daya
dukung dari siswa terhadap program-program sekolah, semua itu bisa
dilakukan karena tersedianya biaya. Untuk kedepannya rencananya akan
dilakukan penambahan-penambahan sarana prasarana seperti replika candi
Borobudur, candi Hindu-budha, menara Kudus dan lain-lain” (wawancara
tanggal 10 Mei 2007)

Uraian serupa dikemukakan oleh Anis Salamah selaku guru mata

pelajaran IPS Sejarah kelas XI SMP N 21 Semarang sebagai berikut :

“Menurut saya yang mendukung adalah adanya sarana prasarana yang


lengkap serta adanya daya dukung dari siswa-siswi” (wawancara tanggal 30
Mei 2007)

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Drs. Hasan Budisulistyo

selaku wakil kepala sekolah SMP N 21 Semarang mengenai program-program


104

yang telah dilakukan oleh SMP Negeri 21 Semarang dalam rangka

implementasi KTSP pada tahun ajaran 2006/2007 :

“Dalam rangka mempersiapkan KTSP, SMP N 21 Semarang telah


melakukan program-program antara lain mengadakan sosialisasi mengenai
konsep-konsep dasar KTSP dengan melibatkan dari unsur lembaga perguruan
tinggi (UNNES), LPMP Dinas Pendidikan dan istruktur Dinas Pendidikan
tingkat propinsi. Selain itu pembentukan kepanitiaan KTSP, hal ini disebabkan
melibatkan stakeholder antara lain kepala sekolah, guru, konselor, komite
sekolah. Semuanya terlibat langsung dalam penyusunan dan pelaksanaannya.
Dalam hal ini tidak ada yang ditutup-tutupi karena ini kebutuhan dan
tanggungjawab bersama-sama dan dilaksanakan bersama-sama juga”
(wawancara tanggal 12 Mei 2007)
“Dalam mempersiapkan KTSP di sekolah ini tidak membutuhkan
waktu yang lama, karena pada saat sosialisasi rekan-rekan guru telah
memahami tugasnya masing-masing. Di sekolah ini juga ada tim pengembang
dan penyusun KTSP yang kinerjanya sangat solid, karena tidak semua guru
dapat masuk dalam tim ini. Syarat-syaratnya untuk masuk tim ini antara lain
loyalitas tinggi, punya dedikasi kerja, mau bekerja keras. Sampai sekarang tim
ini terus melakukan pengembangan-pengambangan serta evaluasi demi
kemajuan sekolah ini. Selain itu, setiap satu bulan sekali dilakukan evaluasi
yang dikemas dalam briefeng atau rapat dinas sekolah” (wawancara tanggal 12
Mei 2007).
“Selain program-program tersebut, di sekolah ini juga telah ada sistem
penilaian kinerja, yaitu selama ini guru-guru dinilai berdasar dedikasi
kerjanya, profesionalisme, disiplin dan sebagainya. Bentuk reward atau
penghargaannya seperti promosi jabatan dan berupa materi yaitu uang.
Sedangkan untuk siswa bentuk reward-nya yaitu setiap siswa yang mendapat
nilai 10 dalam setiap mata pelajaran dalam Ujian Nasional (UN) akan
mendapat uang sebesar Rp. 100.000. Menurut saya sistem penilaian seperti ini
sudah efektif untuk memotivasi pretasi peserta didik”(wawancara tanggal 12
Mei 2007)

2) Faktor Penghambat Dalam Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) Pada Pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri

21 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan

penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) dalam pelaksanaannya tidak lepas dari berbagai kendala

atau hambatan. Berikut adalah hasil wawancara berkaitan dengan hambatan


105

yang dihadapi dalam imlementasi KTSP pada pembelajaran IPS Sejarah

menurut para siswa, guru dan wakil kepala sekolah.

Supatemi, S.Pd selaku guru mata pelajaran IPS Sejarah kelas VIII SMP

N 21 Semarang mengatakan sebagai berikut :

“Dalam hal penilaian berbasis kelas. Guru merasa kesulitan dalam


mengadakan penilaian kelas secara mandiri, hal ini dikarenakan guru harus
mengadakan penilaian terhadap setiap siswa, padahal setiap siswa notabennya
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga guru merasa kesulitan
untuk mengidentifikasi atau menghafal semua siswa. Dan hal ini dianggap
oleh guru akan menghambat dalam proses pembelajaran berbasis KTSP.
Hambatan selanjutnya yaitu dalam hal pelaksanaan model-model
pembelajaran. Misalnya dalam metode diskusi, pada saat ada siswa yang
sedang melakukan presentasi di depan kelas yang jumlah siswanya banyak dan
siswa yang sedang presentasi mempunyai suara yang lemah, maka hal ini akan
menyebabkan diskusi tidak dapat berjalan secara efektif, karena siswa lainnya
tidak bisa mendengar suaranya dengan jelas. Selain itu, dalam hal pengerjaan
tugas-tugas kelompok juga mengalami hambatan yaitu ada beberapa siswa
yang malas untuk bekerjasama atau egois. Mereka saling melempar tugas
antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya” (wawancara tanggal 10
Mei 2007)

Sementara itu guru IPS Sejarah kelas VII SMP N 21 Semarang yaitu

Dra. Lestari Nurmananik mengemukakan bahwa :

“Dalam KTSP mata pelajaran IPS Sejarah telah terintegrasi kedalam


mata pelajaran IPS terpadu. Dengan adanya hal ini, guru merasa kesulitan
dalam proses pembelajaran IPS Sejarah, karena guru dituntut untuk mengajar
lebih dari satu mata pelajaran, yaitu mata pelajaran Sejarah dan satu mata
pelajaran yang notabennya bukan basicnya. Di SMP Negeri 21 Semarang mata
pelajaran IPS dibagi menjadi dua kelompok yaitu IPS satu meliputi mata
pelajaran geografi dan sosiologi sedangkan IPS dua meliputi mata pelajaran
ekonomi dan sejarah. Dengan adanya hal ini, maka guru merasa mengalami
kesulitan dalam proses pembelajaran IPS Sejarah berbasis KTSP” (wawancara
tanggal 10 Mei 2007)

Uraian serupa juga dikemukakan oleh guru IPS Sejarah kelas XI SMP

N 21 Semarang Anis Salamah sebagai berikut :

“Dalam KTSP guru dituntut untuk menggunakan metode pembelajaran


yang variatif dan menyenangkan seperti : Inquiry, discovery, contextual,
problem solving, dan sebagainya. Namun dalam pelaksanannya guru
mengalami beberapa hambatan yang serius seperti keterbatasan dana, waktu
serta tenaga dan sebagainya. Dengan adanya hal ini, maka penggunaan metode
106

pembelajaran selama ini belum bisa berlangsung secara efektif” (wawancara


tanggal 30 Mei 2007)

Drs. Hasan Budisulistyo selaku Wakil Kepala Sekolah SMP N 21

Semarang mengemukakan :

“Secara umum hambatan yang dialami hampir tidak ada, namun


kadang-kadang muncul permasalahan walaupun ini tidak menjadi masalah
yang serius yaitu motivasi orang tua siswa kepada anaknya agar rajin belajar,
seperti respon orang tua apabila dipanggil ke sekolah dalam rangka konsultasi
yang berkaitan dengan pendidikan anaknya, kadang-kadang tidak hadir
dengan mewakilkan adiknya, keponakannya atau bahkan pembantunya. Hal
inilah yang sedikit menjadi hambatan”(wawancara tanggal 12 Mei 2007)

Rani siswa kelas VII SMP N 21 Semarang mengatakan bahwa :

“Saya sedikit mengalami hambatan yaitu harus dituntut lebih mandiri


dalam belajar, tidak seperti waktu di SD, pada saat itu guru yang menerangkan
kemudian siswa bertanya, sedangkan sekarang siswa bertanya telebih dahulu
baru nanti dijelaskan oleh gurunya”

Aditya siswa kelas XI SMP N 21 Semarang mengatakan bahwa :

“Dalam KTSP tersebut proses pembelajarannya lebih detail


dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, sehingga sedikit sulit”
(wawancara tanggal 10 Mei 2007)

3. Pembahasan

a. Pemahaman guru IPS Sejarah mengenai Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum

operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan

pendidikan. KTSP dikembangkan sesuai dengan potensi sekolah atau daerah,

karakteristik sekolah atau daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan

karakteristik para peserta didik. Selain itu, dalam pengembangan KTSP harus

memperhatikan Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL)


107

yang sudah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

(Permendiknas).

Dalam KTSP, guru merupakan the key person dalam keberhasilan

pembelajaran. Guru adalah orang yang diberi tanggungjawab untuk

mengembangkan dan melaksanakan kurikulum hingga mengevaluasi

ketercapaiannya. Guru adalah figur yang sangat berperan dalam proses dan

hasil belajar siswa. Karakter guru perlu dibangun sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan zaman. Dengan tanggung jawab yang sedemikian besar, guru

harus memahami dengan benar mengenai KTSP dan selanjutnya memainkan

peranannya secara profesional.

Adapun pemahaman guru-guru IPS Sejarah di SMP N 21 Semarang

mengenai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagian besar masih

terbatas. Mereka hanya mengetahui secara garis besarnya. Guru hanya mampu

memahami konsep dasar KTSP secara singkat seperti pengertian KTSP, SKL,

SI, RPP serta perbedaan yang mendasar antara KTSP dengan kurikulum-

kurikulum sebelumnya. Hal tersebut disebabkan kebiasaan selama ini yaitu

guru hanya sebagai “mesin pelaksana” dari paket kurikulum yang sudah

disusun oleh Pemerintah pusat, sehingga guru belum terbiasa untuk

mengembangkan kurikulum sendiri. Untuk keperluan tersebut sekolah perlu

meningkatkan kegiatan seminar, workshop, dan rapat kerja mengenai KTSP.


108

b. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada

pembelajaran IPS Sejarah

1) Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran

a) Pengembangan Program

Dalam KTSP guru diberi kewenangan penuh untuk menyusun dan

mengembangkan program. Pengembangan program tersebut mencakup antara

lain :

pertama, program tahunan. Program ini dipersiapkan dan dikembangkan

oleh guru sebelum tahun ajaran, karena merupakan pedoman bagi

pengembangan program-program berikutnya, yaitu program semester, program

mingguan, dan program harian atau program pembelajaran setiap kompetensi

dasar.

Kedua, program semester. Program ini berisikan garis-garis besar

mengenai hal-hal yang hendak dilaksanakan dan akan dicapai dalam semester

tersebut. Program semester ini merupakan penjabaran dari program tahunan.

Ketiga, program mingguan dan harian. Program ini merupakan

penjabaran dari program semester dan program modul. Melalui program ini

dapat diketahui tujuan-tujuan yang telah dicapai dan yang perlu diulang bagi

setiap peserta didik.

Keempat, program pengayaan dan remidial. Program ini merupakan

pelengkap dan penjabaran dari program mingguan dan harian. Dari program

ini dapat teridentifikasi siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar akan

dilayani dengan kegiatan remidial, sedangkan untuk siswa yang cemerlang

akan dilayani dengan kegiatan pengayaan agar tetap mempertahankan

kecepatan belajarnya.
109

Kelima, Program pengembangan diri. Program ini sebagian besar

diberikan melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun melalui bimbingan dan

konseling atau konselor kepada para siswa yang menyangkut pribadi, sosial,

belajar, dan karier.

Adapun pengembangan program tahunan, program semester, program

mingguan dan harian yang disusun oleh guru-guru IPS Sejarah di SMP Negeri

21 Semarang telah disusun sesuai dengan acuan dalam KTSP. Para guru

menyusunnya secara bersama-sama dalam satu tim. Biasanya program tersebut

disusun pada awal tahun pelajaran. Setiap guru mempunyai tugas-tugas

masing-masing, sehingga dalam penyusunannya tidak mengalami hambatan

yang berarti.

Menurut Muslich (2007:44) hal-hal yang seharusnya dilakukan guru

dalam penyusunan Program Tahunan (prota) dan Program Semester (promes)

adalah sebagai berikut :

(1) Mendaftar kompetensi dasar pada setiap unit berdasarkan hasil pemetaan

kompetensi dasar per unit yang telah disusun

(2) Mengisi jumlah jam pelajaran setiap unit berdasarkan hasil analisis

alokasi waktu yang telah disusun

(3) Menentukan meteri pembelajaran pokok pada setiap kompetensi dasar

yang didapatkan dari pengembangan silabus

(4) Membagi habis jumlah jam pelajaran efektif ke semua unit pembelajaran

dan semua jenis ulangan berdasar pengalokasian waktu

Pelaksanaan program pengayaan dan remedial oleh guru mata pelajaran

IPS Sejarah SMP N 21 Semarang sudah sesuai dalam konsep KTSP yaitu

berdasarkan teori belajar tuntas. Seorang peserta didik dipandang tuntas belajar
110

jika ia mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan

pembelajaran minimal 65 % dari seluruh tujuan pembelajaran. Di SMP N 21

Semarang Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang harus dicapai adalah 70

untuk penguasaan konsep, sedangkan 71 untuk penerapan konsep.

Dalam konsep KTSP sekolah berkewajiban memberikan program

pengembangan diri melalui bimbingan dan konseling kepada peserta didik

yang menyangkut pribadi, sosial, belajar, dan karier. Konsep ini sudah

diterapkan di SMP N 21 Semarang, di sekolah ini pengembangan diri sebagian

besar melalui kegiatan ekstrakurikuler dan bimbingan konseling melalui

konselor. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut bahkan telah mampu berprestasi di

tingkat lokal maupun nasional.

b) Penyusunan persiapan mengajar

Dalam prinsip pengembangan silabus berbasis KTSP, setiap satuan

pendidikan diberi kebebasan dan keleluasaan dalam mengembangkan silabus

sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing sekolah. Prinsip ini

belum dilaksanakan oleh guru IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang dalam

mengembangkan silabus tersebut.

Dalam pengembangan silabus, guru IPS Sejarah di SMP Negeri 21

masih mengadopsi model silabus dari Depdiknas, selanjutnya model silabus

tersebut ditelaah dan disesuaikan dengan kondisi sekolah.

Apabila silabus dari Depdiknas tidak sesuai dengan kondisi sekolah,

maka silabus tersebut akan direvisi atau disesuaikan dengan kondisi sekolah

yang ada. Namun sebaliknya apabila silabus dari Depdiknas ternyata sesuai

dengan kondisi sekolah, maka silabus tersebut akan digunakan oleh guru

tersebut.
111

Untuk menyusun silabus yang sesuai dengan acuan KTSP perlu

diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut : (1) mengkaji Standar

Kompetensi (KD) dan Kompetensi Dasar (KD). (2) mengidentifikasi materi

pokok. (3) mengembangkan pengalaman belajar. (4) merumuskan indicator

keberhasilan belajar. (5) penentuan jenis penilaian. (6) menentukan alokasi

waktu. (7) menentukan sumber belajar.

(Muslich 2007:28-30)

Secara umum dalam penyusunan silabus, guru IPS Sejarah tidak

mengalami hambatan yang berarti, karena guru-guru tersebut dalam

penyusunan silabus dilaksanakan secara bersama-sama dalam sebuah tim yaitu

dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat sekolah. Selain itu,

dalam KTSP mata pelajaran IPS Sejarah telah terintegrasi menjadi satu

kedalam IPS terpadu, dengan adanya hal tersebut akan semakin memudahkan

guru dalam menyusun silabus berbasis KTSP.

Sedangkan dalam hal penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP), guru-guru IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang sudah

melaksanakan sesuai dengan konsep KTSP. Dalam konsep KTSP guru diberi

kebebasan untuk mengubah, memodifikasi, dan menyesuaikan silabus dengan

kondisi sekolah dan daerah, serta dengan karakteristik peserta didik.

Untuk menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sesuai

dengan acuan KTSP perlu diperhatikan langkah-langkah yang patut dilakukan

guru sebagai berikut : (1) ambilah satu unit pembelajaran (dalam silabus) yang

akan diterapkan dalam pembelajaran. (2) tulis standar kompetensi dan

kompetensi dasar. (3) tentukan indikator (4) tentukan alokasi waktu (5)

rumuskan tujuan pembelajaran (6) tentukan materi pembelajaran (7) pilihlah


112

metode pembelajaran (8) susunlah langkah-langkah kegiatan pembelajaran (9)

sebutkan sumber/media belajar (10) tentukan teknik penilaian, bentuk, dan

contoh instrumen penelitian. (Muslich 2007:54)

Secara umum guru tidak mengalami kesulitan dalam menyusun RPP

tersebut, karena guru sudah mendapat acuan atau pedoman dalam penyusunan

RPP tersebut. Dalam penyusunan RPP guru diberi kebebasan untuk mengubah,

memodifikasi dan menyesuaikan silabus dengan kondisi sekolah serta dengan

karakteristik peserta didik.

2) Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan belajar mengajar (KBM) dirancang dengan mengikuti

prinsip-prinsip khas yang edukatif, yaitu kegiatan yang berfokus pada

kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dalam

KBM guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan

otoritas atau haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar

tetap berada pada diri siswa, dan guru hanya bertanggung jawab untuk

menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung

jawab siswa untuk belajar secara berkelanjutan atau sapanjang hayat

(Muslich 2007:48)

a) Penggunaan metode atau strategi pembelajaran

Pemilihan dan penggunaan strategi atau metode pembelajaran IPS

Sejarah di SMP N 21 Semarang sudah mengarah pada pemilihan strategi

atau metode pembelajaran yang dianjurkan dalam KTSP. Dalam konsep

KTSP, guru harus mampu menciptakan kondisi kelas yang menyenangkan,

menantang, dan konstekstual. Untuk menciptakan kondisi kelas yang


113

menyenangkan, menantang dan konstekstual, guru telah mengurangi

metode ceramah dalam pembelajaran. Meskipun, guru menggunakan

metode ceramah itupun hanya sekedar untuk mengantarkan siswa dalam

memahami materi.

Guru IPS Sejarah SMP N 21 Semarang dalam pembelajaran telah

menerapkan metode ceramah bervariasi, diskusi, tanya jawab, observasi

serta penugasan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan

kompetensi atau materi yang harus dikuasai siswa dan waktu yang tersedia.

Dalam proses pembelajaran IPS Sejarah dengan menggunakan

KTSP di SMP Negeri 21 Semarang keaktifan siswa sangat diprioritaskan.

Dalam proses pembelajaran siswa merupakan sentral kegiatan, pelaku

utama dan guru hanya menciptakan suasana yang dapat mendorong

timbulnya motivasi belajar pada siswa. Reorientasi pembelajaran tidak

hanya sebatas istilah “teaching” menjadi “learning”, namun harus sampai

pada operasional pelaksanaan pembelajaran.

b) Penggunaan Sumber Belajar

Dalam pembelajaran mata pelajaran IPS Sejarah di SMP N 21

Semarang telah menggunakan media pembelajaran yang variatif untuk

menunjang pemahaman siswa terhadap meteri pelajaran. Sumber belajar

tersebut antara lain buku paket dari Pemkot Semarang, buku-buku

penunjang dari beberapa penerbit, Lembar Kerja Siswa (LKS), serta dari

lingkungan sekitar misal perpustakaan serta dari media-media pemberitaan

dari televisi, surat kabar dan sebagainya

Agar penggunaan sumber belajar dapat optimal, maka hendaknya

memperhatikan hal-hal berikut : (1) sumber belajar atau media


114

pembelajaran yang dipilih dapat dipakai untuk mencapai tujuan atau

kompetensi yang ingin dicapai. (2) sumber belajar atau media

pembelajaran yang dipilih dapat memudahkan pemahaman peserta didik.

(3) sumber belajar atau media pembelajaran dideskripsikan secara spesifik

dan sesuai dengan materi pembelajaran. (4) sumber belajar atau media

pembelajarann yang dipilih sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif,

karakteristik afektif, dan keterampilan motorik peserta didik. (Muslich

2007:89)

c) Penggunaan Media Pembelajaran

Dalam konsep KTSP proses pembelajaran dan pembentukan

kompetensi perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan, hal

tersebut tentu saja menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam

menciptakan lingkungan yang kondusif. Dalam pelaksanaan belajar

mengajar pada mata pelajaran IPS Sejarah di SMP N 21 Semarang guru

telah berusaha menggunakan media pembelajaran yang variatif untuk

menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan.

Guru-guru telah menggunakan media-media pembelajaran untuk

menunjang pemahaman siswa terhadap materi pelajaran seperti peta

sejarah, gambar-gambar, peta konsep dari kertas manila, OHP, LCD,

Powerpoint, televisi dan sebagainya. Namun kadang-kadang guru tidak

selalu menggunakan media dalam pembelajaran, penggunaan media

disesuaikan dengan materi dan waktu yang tersedia.

d) Evaluasi Hasil Belajar

Penilaian dalam KTSP menganut prinsip penilaian berkelanjutan

dan komprehensif guna mendukung upaya memandirikan siswa untuk


115

belajar, bekerja sama, dan menilai diri sendiri. Penilaian hasil belajar

dalam KTSP dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan

dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, dan

penilaian program.

Adapun penilaian yang dilakukan oleh guru IPS Sejarah di SMP N

21 Semarang sudah mengikuti penilaian yang disyaratkan dalam KTSP.

Pendekatan penilaian menggunakan Penilaian Berbasis Kelas (PBK).

Dalam Puskur (2004) dinyatakan bahwa penilaian berbasis kelas

merupakan suatu kegiatan pengumpulan informasi tentang proses dan hasil

belajar yang dilakukan oleh guru yang bersangkutan.

Prinsip penilaian berbasis kelas yaitu penilaian dilakukan oleh guru

dan siswa, tidak terpisahkan dari KBM, menggunakan acuan patokan,

menggunakan berbagai cara penilaian (tes dan non tes), mencerminkan

kompetensi siswa secara komprehensif, berorientasi pada kompetensi,

valid, adil, terbuka, berkesinambungan, bermakna, dan mendidik. (Muslich

2007:89)

Menurut Muslich (2007:92) Hal-hal yang harus diperhatikan guru

dalam melaksanakan penilaian berbasis kelas adalah sebagai berikut :

(1) Memandang penilaian sebagai bagian integral dari kegiatan

pembelajaran

(2) Mengembangkan strategi pembelajaran yang mendorong dan

memperkuat proses penilaian sebagai kegiatan refleksi

(3) Melakukan berbagai strategi penilaian dalam pembelajaran

(4) Mengakomodasi kebutuhan khusus siswa

(5) Mengembangkan sistem pencatatan dengan cara-cara yang bervariasi


116

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pelaksanaan

penilaian hasil belajar peserta didik didasarkan pada prinsip-prinsip

sebagai berikut :

(1) Mendidik, yaitu mampu memberikan sumbangan positif terhadap

peningkatan pencapaian belajar peserta didik. Hasil belajar harus dapat

memberikan umpan balik dan memotivasi peserta didik untuk lebih

giat belajar.

(2) Terbuka/transparan, yaitu prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan

dasar pengambilan keputusan diketahui oleh pihak yang terkait.

(3) Menyeluruh, yaitu meliputi berbagai aspek kompetensi yang akan

dinilai yaitu meliputi ranah pengetahuan (kognitif), keterampilan

(psikomotor), sikap dan nilai (afektif) yang direfleksikan dalam

kebiasaan berfikir dan bertindak.

(4) Terpadu dengan pembelajaran, yaitu menilai apapun yang dikerjakan

peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar itu dinilai, baik kognitif,

psikomotorik dan afektifnya.

(5) Objektif, yaitu tidak terpengaruh oleh pertimbangan subjektif penilai.

(6) Sistematis, yaitu penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap

untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta

didik sebagai hasil kegiatan belajarnya.

(7) Berkesinambungan, yaitu dilakukan secara terus menerus sepanjang

berlangsungnya kegiatan pembelajaran

(8) Adil, yaitu tidak ada peserta didik yang diuntungkan atau dirugikan

berdasarkan latar belakang social-ekonomi, budaya, agama, bahasa,

suku, bangsa, warna kulit, dan jender.


117

(9) Menggunakan acuan kriteria, yaitu menggunakan kriteria tertentu

dalam menentukan kelulusan peserta didik.

Model penilaian kelas yang diterapkan guru IPS Sejarah di SMP N

21 Semarang meliputi dua model yaitu non tes dan tes. Model non tes

meliputi pengamatan terhadap sikap peserta didik dalam proses

pembelajaran, sedangkan model tes meliputi tes lisan, tes tertulis (tes

tertulis uraian dan objektif).

Evaluasi hasil belajar pada mata pelajaran IPS Sejarah dengan

menggunakan KTSP di SMP Negeri 21 Semarang menyangkut dua ranah

yaitu ranah kognitif (pemahaman konsep) dan ranah afektif (penerapan

konsep). Di SMP N 21 Semarang telah ditentukan Kriteria Ketuntasan

Minimum (KKM) sebesar 70 untuk penguasaan konsep sedangkan 71

untuk penerapan konsep.

Di SMP Negeri 21 Semarang telah diterapkan sistem belajar tuntas

yaitu seorang siswa dianggap tuntas belajar jika siswa tersebut mampu

menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran

yaitu mampu memperoleh nilai 70 dan 71 . Sedangkan untuk siswa yang

belum mencapai nilai tersebut maka siswa tersebut dikatakan belum tuntas

belajarnya. Untuk keperluan tersebut, sekolah dalam hal ini guru

memberikan perlakuan khusus terhadap siswa yang masih mendapat

kesulitan belajar melalui program remedial.

Sedangkan bagi siswa yang cemerlang dan telah tuntas belajarnya

diberikan kesempatan untuk tetap mempertahankan kecepatan belajarnya

melalui program pengayaan. Program pengayaan tersebut seperti


118

pemberian tugas-tugas atau soal-soal kepada siswa yang bisa dikerjakan

secara individu maupun kelompok.

c. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat dalam Implementasi

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada pembelajaran IPS

Sejarah

1) Faktor Pendukung dalam Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) pada Pembelajaran IPS Sejarah

Dari hasil deskripsi dan analisis data dapat disimpulkan bahwa faktor

pendukung dalam implementasi KTSP pada pembelajaran IPS Sejarah di SMP

Negeri 21 Semarang antara lain :

a. Sarana prasarana pembelajaran di SMP Negeri 21 Semarang secara

kwantitatif maupun kualitatif sudah cukup memadai. Sarana prasarana

tersebut seperti tersedianya fasilitas internet, laboratorium komputer, OHP,

LCD, Laptop, peta sejarah, gambar-gambar, perpustakaan yang lengkap,

selain itu pembangunan gedung-gedung penunjang juga terus dilakukan.

b. Adanya program-program sekolah dalam rangka implementasi KTSP

antara lain :

(1) Mengadakan sosialisasi mengenai konsep-konsep dasar KTSP

dengan melibatkan dari unsur lembaga perguruan tinggi (UNNES),

LPMP Dinas Pendidikan dan istruktur Dinas Pendidikan tingkat

propinsi.

(2) Pembentukan kepanitiaan KTSP, hal ini melibatkan stakeholder

antara lain kepala sekolah, guru, konselor, komite sekolah.


119

(3) Adanya tim pengembang dan penyusun KTSP yang kinerjanya

sangat solid. Tim ini bertugas antara lain menjadi koordinator

penyusunan dan pengembangan KTSP, membuat struktur program

KTSP untuk satu tahun ajaran, menjadi motor penggerak bagi

terlaksananya KTSP.

(4) Setiap satu bulan sekali dilakukan evaluasi yang dikemas dalam

briefeng atau rapat dinas sekolah.

c) Adanya sistem penilaian kinerja (performance appraisal) terhadap guru

dan siswa dengan mengembangkan sistem penghargaan (reward) dan

hukuman (punishment).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mendorong guru,

pimpinan maupun karyawan untuk senantiasa profesional, maka perlu

adanya sistem penilaian kerja untuk dapat mengukur hal tersebut. Sistem

penilaian kinerja merupakan alat yang sangat bermanfaat tidak hanya

untuk mengevaluasi kinerja guru, pimpinan maupun karyawan, namun

juga untuk mengembangkan dan memotivasi kinerja guru, karyawan serta

pimpinan. Sistem penilaian kinerja diberlakukan untuk satu tahun ajaran.

Hasil penilaian kinerja berujung pada dua hal yaitu penghargaan atau

reward bagi yang kinerjanya memuaskan, mempunyai dedikasi dalam

bekerja yang tinggi serta profesionalisme. Sedangkan bagi yang berkinerja

kurang baik akan mendapatkan hukuman atau punishment. Penghargaaan

bagi yang berprestasi dapat berupa penghargaan materiil (uang) maupun

non materiil seperti studi lanjut, promosi jabatan dan sebagainya.

Penghargaan atau reward juga diberlakukan untuk siswa, yaitu siswa

yang mendapat nilai 10 dalam setiap mata pelajaran yang diujikan dalam
120

Ujian Nasional (UN) akan mendapat uang sebesar Rp.100.000. sistem

reward semacam ini sangat efektif untuk memotivasi siswa dalam belajar.

Sadangkan bagi yang kurang baik kinerjanya akan dilakukan pembinaan

yang berkelanjutan dengan batas waktu tertentu.

2) Faktor Penghambat dalam Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) pada Pembelajaran IPS Sejarah

Dari hasil deskripsi dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa

faktor penghambat dalam implementasi KTSP pada pembelajaran IPS Sejarah

di SMP Negeri 21 Semarang adalah sebagai berikut :

a) Dalam KTSP guru dituntut untuk melaksanakan sistem penilaian secara

mandiri atau berkelanjutan, namun dalam pelaksanaannya guru IPS

Sejarah belum mampu memenuhi tuntutan tersebut. Adapun faktor yang

menjadi penghambat dalam proses penilaian tersebut antara lain adanya

perbedaan karakteristik setiap peserta didik, sehingga guru merasa

kesulitan untuk mengidentifikasi atau menghafal satu per satu peserta

didik tersebut. Apalagi rata-rata guru IPS Sejarah di SMP Negeri 21

Semarang sudah cukup tua dan banyak kesibukan yang harus dilakukan,

sehingga kemampuan untuk mengingatnya sudah agak berkurang.

b) Dalam KTSP guru dituntut untuk menggunakan metode pembelajaran

yang variatif dan menyenangkan seperti : metode inquiry, discovery,

contextual, problem solving dan sebagainya. Namun dalam

pelaksanaannya guru mengalami beberapa hambatan yang cukup serius

seperti terbatasnya dana, waktu, serta tenaga, sehingga penggunaan

metode pembelajaran selama ini belum bisa berlangsung secara optimal.


121

c) Terjadinya integrasi (penggabungan) mata pelajaran ilmu-ilmu sosial

menjadi IPS terpadu. Dengan adanya hal tersebut, guru mengalami

kesulitan dalam melaksanakan proses pemebalajaran IPS Sejarah berbasis

KTSP. Hal ini disebabkan karena guru dituntut untuk mengajar lebih dari

satu mata pelajaran, dimana satu mata pelajaran tersebut notabennya

bukan basic dari guru tersebut.

d) Banyak siswa yang kurang siap untuk mandiri dalam belajar, hal ini

karena siswa masih terbiasa dengan sistem konvensional yaitu siswa selalu

pasif dalam pembelajaran. Hal ini jelas sangat berbeda dengan KTSP, saat

ini siswa menjadi sentral dalam proses pembelajaran, sedangkan guru

hanya sebagai fasilitator dalam menciptakan suasana kelas yang

menyenangkan untuk kegiatan belajar mengajar.


122

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian mengenai implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) pada pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri 21 maka

semarang dapat ditarik beberapa kesimpulan :

1. Pemahaman guru-guru IPS Sejarah di SMP N 21 Semarang mengenai

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagian besar masih terbatas

hanya mengetahui secara garis besarnya. Guru hanya mampu memahami

konsep dasar KTSP secara singkat seperti pengertian KTSP, SKL, SI, RPP

serta perbedaan yang mendasar antara KTSP dengan kurikulum-kurikulum

sebelumnya.

2. Proses Pembelajaran

a. Persiapan pelaksanaan pembelajaran

Pengembangan program yang disusun oleh guru IPS Sejarah di SMP

Negeri 21 Semarang telah sesuai dengan acuan dalam KTSP. Dalam

pengembangan silabus, guru IPS Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang

masih mengadopsi model silabus dari Depdiknas, selanjutnya model

silabus tersebut ditelaah dan disesuaikan dengan kondisi sekolah.

b. Pelaksanaan Pembelajaran

Pada awal pembelajaran guru melakukan apersepsi, namun tidak

pernah melakukan pre-test, guru telah mengurangi metode ceramah dan

keaktifan siswa sangat diprioritaskan. Guru IPS Sejarah SMP N 21


123

Semarang dalam pembelajaran telah menerapkan berbagai metode,

sumber belajar, serta media yang variatif.

c. Evaluasi hasil belajar

Guru melakukan Penilaian Berbasis Kelas (PBK) untuk memperoleh

penilaian dari aspek penguasaan konsep dan aspek penerapan konsep.

Guru menerapkan pendekatan pembelajaran tuntas dengan mengadakan

program remidi dan program pengayaan.

3. Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi KTSP di SMP

Negeri 21 Semarang

a. Faktor pendukung antara lain :

1) Sarana prasarana pembelajaran di SMP Negeri 21 Semarang secara

kuantitas maupun kualitas sudah cukup memadai.

2) Adanya program-program sekolah dalam rangka implementasi KTSP

antara lain : sosialisasi mengenai konsep-konsep dasar KTSP,

Pembentukan kepanitiaan KTSP, Adanya tim pengembang dan

penyusun KTSP, Setiap satu bulan sekali dilakukan evaluasi yang

dikemas dalam briefeng atau rapat dinas sekolah.

3) Adanya sistem penilaian kinerja terhadap guru dan siswa dengan

menerapkan reward (penghargaan) serta punishment (hukuman).

b. Faktor penghambat dalam implementasi KTSP di SMP N 21 Semarang

antara lain : Lemahnya kemampuan guru dalam melakukan penilaian

secara mandiri atau berkelanjutan, terbatasnya (dana, waktu, serta tenaga)

dalam penggunaan metode pembelajaran, terjadinya integrasi

(penggabungan) pada mata pelajaran ilmu-ilmu sosial menjadi IPS

terpadu, kurangnya kesiapan siswa untuk belajar mandiri.


124

B. Saran

Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan prinsip

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), khususnya pada pembelajaran IPS

Sejarah di SMP Negeri 21 Semarang, maka peneliti menyarankan sebagai berikut :

1. Bagi Guru IPS Sejarah

a. Selalu meningkatkan pemahaman mengenai KTSP dengan mengikuti

seminar, workshop, rapat kerja KTSP atau mempelajari buku-buku KTSP,

selian itu guru hendaknya menerapkan KTSP secara profesional sehingga

proses pembelajaran akan semakin berkualitas.

b. Berkaitan dengan penyusunan silabus, guru hendaknya dapat

mengembangkan kreatifitasnya sendiri dalam menyusun silabus dengan

menyesuaikan kondisi dan potensi sekolah.

c. Berkaitan dengan penyusunan RPP, guru hendaknya tidak menyusun

secara sekaligus, akan tetapi disusun setiap satu kali pertemuan.

d. Berkaitan dengan proses pembelajaran guru hendaknya melakukan pre-test

selain itu, guru dituntut harus lebih inovatif dan kreatif dalam penggunaan

metode pembelajaran.

e. Berkaitan dengan evaluasi hasil belajar, guru hendaknya meningkatkan

kemampuannya dalam proses penilaian secara mandiri atau berkelanjutan.

2. Bagi SMP Negeri 21 Semarang

a. Pihak sekolah secara berkala melakukan kegiatan seminar, workshop serta

rapat kerja mengenai KTSP, sehingga pemahaman guru-guru tentang

KTSP akan semakin meningkat.

b. Pihak sekolah hendaknya membangun laboratorium IPS untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran IPS.


125
125

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendeketan Praktek, Edisis


Revisi V. Jakarta : Rineka Cipta.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Penyusunan KTSP Kabupaten/Kota;


Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Departemen Pendidikan
Nasional.

Baedhowi. 2007. ‘Kebijakan Pengembangan Kurikulum’. Makalah disajikan dalam


Seminar Nasional KTSP, UNNES, Semarang, 15 Maret 2007.

Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang Press.

Hadi, Sutrisno MA. 2004. Metodologi Research Jilid 2. Yogyakarta : ANDI.

Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Hamid, Hasan. 2007. ‘Pengembangan dan Implementasi KTSP, Konsep dan


Substansi’. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional KTSP, UNNES,
Semarang, 15 Maret 2007.

Kasmadi, Hartono. 2007. ‘Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai Mata


Pelajaran yang Unggul? Sebuah Tantangan bagi Pembelajaran Sejarah?’.
Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Ikatan Himpunan Mahasiswa
Sejarah Se-Indonesia (IKAHIMSI), UNNES, Semarang, 16 April 2007.
126

Miles, Manthew B dan A. Michael Huberman. 1994. Terjemahan Tjejep Rohendi.


Analisis Data Kualitatif. Jakarta : UI Press.

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif; Edisi Revisi. Bandung : PT


Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis.


Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2007. KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar


Pemahaman dan Pengembangan Pedoman Bagi Pengelola Lembaga
Pendidikan, Pengawas Sekolah, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Dewan
Sekolah, dan Guru. Jakarta : PT Bumi Aksara.

-----. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstekstual Panduan


Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah. Jakarta : PT Bumi
Aksara.

Nasution, S. MA.2003. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.

Pusat Kurikulum. 2006. Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu Sekolah Menengah
Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS). Jakarta : Balitbang Depdiknas.

Sugandi, Achmad. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang : UPT MKK Unnes Press.

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.


Bandung : Alfabeta.
127

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek.


Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Susilo, Muhammad Joko, 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen


Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.

Widya, I Gede. 1989. Dasar-dasar Pengembangan Strategi serta Metode


Pengajaran Sejarah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

You might also like