Professional Documents
Culture Documents
BIDANG KEGIATAN:
PKM PENELITIAN
Diusulkan oleh:
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. Ir. Indah Yuliasih, M.Si.
NIP 131 473 999 NIP 132 145 717
A. LATAR BELAKANG
Adanya perubahan gaya hidup dan perilaku konsumen dalam
mengkonsumsi bahan pangan menyebabkan adanya peningkatan penyakit saluran
pencernaan. Salah satu contohnya yaitu fenomena kanker saluran pencernaan
(kanker kolon). Gangguan saluran pencernaan lain yang biasa ditemukan adalah
gangguan buang air besar dan infeksi saluran pencenaan karena mikroflora jahat
dalam usus.
Penyakit-penyakit ini tidak terlepas dari mikroorganisme yang tumbuh
pada saluran pencernaan. Mikroba inilah yang membantu dalam proses
pencernaan. Namun, apabila sumber nutrisi yang diperlukan mikroba tidak
tersedia, maka fungsi-fungsi fisiologis tubuh akan terganggu.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan berbagai macam
bahan pangan khas yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satunya
adalah ubi jalar. Produksi ubi jalar Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 1.876.434
ton dengan produktivitas sebesar 182.602 Kw/Ha dari 103 Ha. Penggunaan ubi
jalar hanya sebatas pangan substitusi karbohidrat ataupun hanya diolah secara
minimal sabagai pangan langsung jadi. Pengembangan ubi jalar sebagai produk
pangan lain diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah ubi jalar dan
mengangkat citra ubi jalar sebagai salah satu pangan alternatif potensial bagi
masyarakat yang berhasil guna.
Dilihat dari segi nilai gizi, Ubi jalar mengandung komponen zat gizi yang
tidak kalah dengan pangan nabati lainnya. Ubi jalar memiliki rasa yang khas dan
enak. Selain itu, ubi jalar juga mengandung komponen non-gizi yang berguna bagi
tubuh. Contohnya adalah oligosakarida yang berguna sebagai nutrisi bagi bakteri
baik dalam tubuh (prebiotik). Dengan kandungan seperti itu maka prevalensi
terhadap penyakit kanker dan penyakit saluran pencernaan dapat dikurangi.
Baso merupakan salah satu jenis makanan yang banyak disukai oleh
masyarakat Indonesia. Mungkin hampir semua orang Indonesia tahu dan pernah
mencicipi produk olahan yang berbentuk bulat-bulat ini, karena mudah diperoleh
dan praktis untuk diolah. Namun, baso yang beredar di pasaran tidak memiliki
kandungan gizi yang cukup.
Pembuatan baso yang berbahan baku ubi jalar merupakan salah satu
alternatif diversifikasi pengolahan ubi jalar sebagai produk pangan. Alasan
penggunaan ubi jalar sebagai bahan baku pembuatan baso, karena salah satu
fungsi ubi jalar adalah bisa mengurangi prevalensi penyakit saluran pencernaan.
Rasa baso yang lebih gurih dan sangat bervariasi, tergantung dari
komposisi bahan dan jenis bumbu yang digunakan. Sehingga, mengkonsumsi
baso menjadi pilihan menarik bagi masyarakat. Produk olahan baso dari ubi jalar
yang bisa mengurangi prevalensi penyakit saluran pencernaan dapat menjadi
alternatif pilihan masyarakat. Tetapi tentu saja ubi jalar yang dijadikan bahan
makanan perlu diketahui jenis dan juga formulasi yang tepat.
Mengingat hal tersebut di atas maka dirasa perlu untuk melakukan
penelitian tentang formulasi baso yang tepat dan layak untuk dikonsumsi oleh
masyarakat sebagai makanan fungsional dari ubi jalar.
B. PERUMUSAN MASALAH
a. Baso merupakan makanan yang banyak disukai oleh masyarakat. Selain
rasanya yang enak, baso juga mudah diolah dan harganya relatif terjangkau.
Namun, belum ada baso yang meregulasi dan memodulasi mikroekosistem
populasi bakteri probiotik, selain sebagai sumber protein.
b. Ubi jalar sebagai pangan indigenous Indonesia memiliki keunggulan sebagai
prebiotik yang dapat memberikan nutrisi pada mikroflora saluran pencernaan.
c. Baso prebiotik merupakan baso yang berasal dari bahan baku utama ubi jalar.
Formulasi yang tepat antara ubi jalar dan bahan tambahan lainnya akan
menghasilkan baso prebiotik yang bergizi, murah, dan dapat berperan sebagai
asupan makanan bakteri probiotik dalam tubuh.
C. TUJUAN
Tujuan dari program penelitian ini adalah mendapatkan formulasi baso
dari bahan baku ubi jalar yang tepat, sehingga dapat menjadi produk prebiotik dan
dapat diterima oleh masyarakat luas.
D. LUARAN YANG DIHARAPKAN
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah hak paten terhadap
produk yang dihasilkan berupa baso nabati prebiotik dengan formulasi bahan baku
ubi jalar yang tepat.
E. KEGUNAAN PROGRAM
a. Bagi Perguruan Tinggi
Munculnya produk baso ubi jalar prebiotik sebagai pangan
fungsional baru akan memicu jiwa kreatif inovatif mahasiswa dalam
menciptakan sebuah produk pangan olahan baru yang bermanfaat bagi
tubuh, sehat dan praktis. Kondisi ini dapat menumbuhkan iklim
kompetitif dikalangan mahasiswa untuk bersaing melalui pengembangan
intelektualitas dan kreatifitas, sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan kualitas perguruan tinggi.
Program ini merupakan perwujudan dari Tridharma Perguruan
Tinggi. Dengan program ini pula akan meningkatkan khasanah ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya dalam penerapan teknologi yang
dapat dikembangkan lebih lanjut.
b. Bagi Mahasiswa
Pelaksanaan program ini akan merangsang mahasiswa berfikir
positif, kreatif, inovatif dan dinamis. Pelaksanaan program ini menuntut
mahasiswa untuk dapat bekerja dalam tim yang akan menumbuhkan
kesolidan dan kekuatan tim.
Program ini akan menambah wawasan dan pengalaman
mahasiswa dalam berkarya dalam menerapkan teknologi sederhana yang
berhasil guna. Program ini dapat menumbuhkan sikap kepedulian
mahasiswa terhadap tuntutan konsumen dalam bidang pangan.
c. Bagi Masyarakat
Adanya produk ini akan membantu konsumen dalam
pemenuhan kebutuhan prebiotik yang sesuai dengan tren pangan dan
tuntutan masyarakat yang ingin serba praktis, mudah, namun bermanfaat
bagi tubuh. Produk baso prebiotik dapat membantu mengurangi
prevalensi terhadap bahaya kanker saluran pencernaan. Dengan adanya
program ini, masyarakat diharapkan mampu lebih peduli terhadap
kebutuhan pangan fungsional.
F. TINJAUAN PUSTAKA
1. Ubi Jalar
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) biasa disebut ketela rambat (Jawa), Sweet
potato (Inggris), Apichu (Peru) dan Karo-imo (Jepang). Menurut O’ Brien (1972)
diacu dalam Onwueme (1978), ubi jalar diduga berasal dari benua Amerika,
sekitar Amerika tengah atau bagian barat laut Amerika selatan dan telah mulai
ditanam sejak 3000 tahun sebelum masehi.
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman dikotil karena dapat
menghasilkan biji dari hasil perkawinan antara benang sari dan putik. Ubi jalar
termasuk famili Convolvulaceae yang terdiri atas 45 genus dan 1000 atau lebih
spesies tetapi hanya Ipomoea batatas yang mempunyai nilai ekonomis sebagai
tanaman pangan (Onwueme, 1978). Ubi jalar mempunyai banyak variasi
tergantung dari kultivarnya. Batang ubi jalar ada yang berwarna kuning, hijau atau
jingga, sedangkan akar ubi jalar akan menjadi umbi yang berbentuk panjang atau
agak bulat. Warna kulit umbi ada yang berwarna putih kekuning-kuningan, merah
jingga dan ada yang berwarna ungu pucat (Onwueme, 1978).
Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar tahun 2004 (Aram III)
Tabel 2. Komposisi Kimia Ubi Jalar Per 100 gram Bahan Segar
Jumlah
Komposisi
Ubi jalar putih Ubi jalar merah
Kalori (Kal) 123 123
Protein (g) 1.8 1.8
Lemak (g) 0.7 0.7
Karbohidrat (g) 27.9 27.9
Kalsium (mg) 30 30
Fosfor (mg) 49 49
Zat besi (mg) 0.7 0.7
Vitamin A (SI) 60 7700
Vitamin B1 (mg) 0.9 0.9
Vitamin C (mg) 22 22
Air (g) 68.5 68.5
Bagaian yang dapat
86 86
dimakan (%)
Sumber : Direktorat gizi Departemen Kesehatan RI (1993)
2. Oligosakarida
Ubi jalar memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, mempunyai potensi
yang besar mengandung serat makanan dan senyawa oligosakarida. Rafinosa,
stakiosa dan verbakosa adalah oligosakarida yang terdiri dari unit-unit glukosa,
fruktosa dan galaktosa. Ketiga jenis oligosakarida ini terdapat di dalam biji-bijian
dan kacang-kacangan serta tidak dapat dipecah oleh enzim-enzim pencernaan.
Seperti halnya polisakarida bukan pati, oligosakarida ini di dalam usus besar
mengalami fermentasi (Almatsier, 2001).
α-D-Gal-(1-6)- α-D-Glu-(1-2)-β-D-Fru
Rafinosa
(α-D-Gal-(1-6))2 - α-D-Glu-(1-2)-β-D-Fru
Stakiosa
(α-D-Gal-(1-6))3 - α-D-Glu-(1-2)-β-D-Fru
Verbakosa
Menurut Muchtadi (1989) oligosakarida tidak dapat dicerna atau tidak dapat
diserap oleh sistem pencernaan manusia, kemudian mencapai usus besar. Di usus
besar senyawa ini difermentasi oleh bakteri kolon. Hasil fermentasi ini
menyebabkan turunnya nilai pH di usus besar, yaitu pH menjadi di bawah 7
sehingga lingkungan menjadi asam. Hal ini menyebabkan perubahan komposisi
mkroba di dalam usus besar, presentase bakteri yang menguntungkan seperti
Bifido bacterium dan Lactobacillus meningkat, sedangkan presentase mikroba
yang merugikan seperti Clostridium menurun.
3. Prebiotik
Prebiotik merupakan nondigestible food ingredient yang mempunyai
pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif
atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon probiotik.
Prebiotik umumnya golongan oligosakarida (2-10 unit monosakarida) dan
termasuk serat makanan karena tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan.
Oleh tubuh, SCFA dapat dipakai sebagai sumber energi, efek stimulasi
selektif terhadap pertumbuhan bakteri probiotik terutama Bifidobacteria dan
Lactobacillus yang akan memberikan efek menguntungkan terhadap kesehatan
antara lain:
5. Baso
Baso adalah campuran homogen daging, tepung pati dan bumbu yang telah
mengalami proses ekstraksi dan pemasak. Cara pembuatan baso tidak sulit.
Daging digiling halus dengan screw extruder, kemudian dicampur dengan tepung
dan bumbu di dalam alat pencampur yang khusus sehingga bahan tercampur
menjadi bahan pasta yan sanat rata dan halus. Setelah itu pata dicetak bebentuk
bulat dan direbus sampai matang. Baso yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa
penambahan bahan kimia apapun (Tarwiyal, 2001).
Baso, merupakan makanan yang sangat populer di kalangan masyarakat
kita. Hampir di setiap tempat dapat kita jumpai produk ini. Di pasar-pasar, di
pinggir jalan, di pondokan, pedagang keliling sampai di pasar swalayan. Bakso
yang biasa kita kenal dikelompokkan menjadi bakso daging, bakso urat, dan
bakso aci. Bakso daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat,
misalnya daging bagian penutup atau bagian gandik, dengan penambahan tepung
yang lebih sedikit. Bakso urat terbuat dari daging yang mengandung jaringan ikat
atau urat, misalnya daging iga. Bakso aci adalah bakso yang penambahan
tepungnya lebih banyak dibanding dengan jumlah daging yang digunakan
(Auliahazza, 2006).
Menurut Wibowo (2006) Beberapa pedagang baso sering menggunakan
bahan tambahan pada produknya, seperti bahan pemutih, bahan pengawet, boraks,
fosfat (STPP), dan tawas. Bahan pemutih yang biasa digunakan adalah Titanium
dioksida. Bahan pengawet yang biasa digunakan adalah benzoat, batas
penggunaannya dalam produk pangan maksimum 0,1%. Boraks berupa serbuk
putih yang digunakan pada baso untuk menghasilkan produk yang kering (kasat
dan tidak lengket), bahan ini termasuk bahan kimia yang dilarang penggunaannya
dalam produk pangan. Tawas digunakan dalam air perebus bakso untuk
membantu mengekstrak protein daging, kelebihan STPP ini menyebabkan rasa
pahit pada baso. Untuk menghindari konsumsi bahan tambahan yang terlalu
banyak, baso dapat dibuat sendiri di rumah dengan mengurangi atau menghindari
sama sekali penggunaan bahan-bahan tersebut.
Pembuatan bakso terdiri dari tahap pemotongan daging, penggilingan
daging, penghalusan daging giling sekaligus pencampuran dengan bahan
pembantu dan bumbu, pencampuran dengan tepung tapioka dan sagu aren,
pembentukan bola-bola dan perebusan.Perebusan baso dilakukan dalam dua tahap
agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak keriput dan tidak pecah akibat
perubahan suhu yang terlalu cepat. Tahap pertama, baso dipanaskan dalam panci
berisi air hangat sekitar 60ºC sampai 80ºC, sampai baso mengeras dan terapung.
Tahap kedua, baso direbus sampai matang dalam air mendidih (Wibowo, 2006)
G. METODE PELAKSANAAN PROGRAM
1. BAHAN DAN ALAT
a. Bahan
Bahan baku utama yang digunakan adalah ubi jalar (Ipomoea batatas L.).
Bahan kimia yang digunakan antara lain NaCl 2%, NaOH 1.0 N, HCl. Bahan-
bahan yang digunakan untuk pembuatan baso prebiotik adalah ubi jalar, tapioka,
sagu, tepung hungkwe, garam, es batu, bawang merah, bawang putih, merica, dan
air.
b. Alat
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bakso adalah pisau, telenan,
blender, freezer, baskom, sendok pencetak, timbangan, panci perebus, kompor
gas, sarung tangan plastik, ember. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk
pengujian antara lain pH-meter, tanur, cawan porselin, cawan aluminium,
desikator, neraca analitik, oven, penangas air, ayakan 80 mesh, soxhlet,
termometer, peralatan gelas, cawan petri, label, plastik, tabung gas, pisau, dan
piring. Alat ukur yang digunakan adalah TA.XT2 Texture Analyzer dan
chromatometer.
2. METODOLOGI PENELITIAN
a. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan meliputi analisis ubi jalar, baso (daging dan ikan
teri). Analisis ubi jalar meliputi kadar kalori, air, abu, lemak, protein, dan
karbohidrat.
b. Penelitian Utama
1. Formulasi Baso Ubi Jalar Prebiotik
Dari bahan berupa ubi jalar, garam, merica, bawang merah, bawang putih,
merica, sagu, tapioca, tepung hung kwe dan dibuat perbandingan formula baso
nabati prebiotik sebagai berikut :
Tabel 3. Formulasi Pembuatan baso
Komposisi (gram)
Bahan Baku
F1 F2 F3 F4 F5
Ubi Jalar 300 400 500 600 700
Tepung Tapioka 50 50 50 50 50
Tepung Hung kwe 40 40 40 40 40
Tepung Sagu 40 40 40 40 40
Bawang Putih 30 30 30 30 30
Bawang Merah 10 10 10 10 10
Merica 7 7 7 7 7
Telur 60 60 60 60 60
Garam 10 10 10 10 10
Es Batu 50 50 50 50 50
1. Analisis Kimia
a. Analsis Kadar Air (Metode Destilasi Azeotropik)
Pengukuran kadar air dengan menggunakan metode oven. Bahan sebanyak
1-2 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan aluminium. Bahan tersebut
dikeringkan dengan oven pada suhu 100-105ºC selama 3-5 jam. Selanjutnya
bahan didinginkan pada desikator dan ditimbang.
(berat awal contoh − berat akhir contoh)
Kadar air = X 100%
berat awal contoh
b. Kadar Abu (AOAC, 1995)
Pengukuran kadar abu ditentukan dengan metode tanur. Cawan porselin
dipanaskan terlebih dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator.
Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang kemudian dibakar di dalam cawan porselin
sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur suhu 600oC sampai berwarna
putih dan berat konstan. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
berat abu
Kadar abu = X 100%
berat contoh
2. Analsis Fisik
a. Uji Kekerasan
Kekerasan diukur dengan alat TA.XT2 Texture Anakyzer. Sampel
diletakkan tepat di bagian tengah sadar alat dan posisi probe di atas sampel. Probe
kemudian dijalankan sampai menyentuh dan masuk ke dalam sampel sehingga
hasil pengukuran (peak) muncul pada grafik. Kekerasan dinyatakan dalam satuan
gf (gramforce) .
b. Uji Intensitas Warna
Intensitas warna produk dapat diukur menggunakan chromameter. Sebelum
digunakan untuk mengukur zat warna suatu bahan, chromameter dikalibrasi
dahulu dengan menggunakan caliberate plate yang berwarna putih. Setelah
dikalibrasi, zat warna produk diukur tingkat kecerahannya (L), cahaya pantul yang
menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau (a), dan cahaya pantul yang
menghasilkan warna kromatik campuran biru-kuning (b).
3. Analisis Mikrobiologi
a. Uji Total Bakteri (Fardiaz, 1987)
Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengencer steril. Setiap pengenceran
menggunakan dua cawan pemupukan (duplo). Kemudian media NA steril cair
yang sudah hangat kemudian dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 10 – 15 ml
dan diratakan dengan gelas drigalsky secara mendatar di atas meja untuk
menyebarkan mikroba agar merata. Cawan berisi tersebut apabila sudah membeku
diinkubasi dengan posisi cawan terbalik pada suhu 30°C selama 2 hari. Total
bakteri ditetapkan dengan metode Harigan SPC (Standard Plate Count).
4. Uji Organoleptik
a. Uji Organoleptik (Soekarto, 1990)
Uji organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indera manusia
sebagai instrumennya. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji penerimaan
dimana setiap panelis diharuskan mengemukakan tanggapan pribadinya terhadap
produk yang disajikan. Uji penerimaan yang digunakan adalah uji hedonik.
Panelis yang dipilih adalah mahasiswa, dan masyarakat umum. Sampel diujikan
kepada tiga puluh orang panelis. Panelis tersebut merupakan panelis yang tidak
terlatih.
Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna,
rasa, aroma, tekstur, dan overall. Skala hedonik yang digunakan adalah 1 sampai
5, dimana 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 =
sangat suka. Data yang diperoleh akan ditabulasi dan dianalisis dengan analisis
ragam (ANOVA) dan uji Duncan.
5. Uji Prebiotik
Pengujian dikembangkan oleh Muchtadi et all (1989). Dilakukan pengujian
secara mikrobiologi dengan menggunakan Lactobacillus casei shirota. Uji ini
dilakukan untuk menguatkan dugaan kandungan prebiotik dalam menumbuhkan
probiotik. Sejumlah ekstrak ditambahkan kedalam media MRSA. Ke dalam media
padat diinokulasikan L. casei shirota lalu diinkubasikan pada kondisi 370C.
Setelah masa inkubasi selesai (2 hari), diamati pertumbuhannya.
H. JADWAL KEGIATAN PROGRAM
Kegiatan ini direncanakan akan berlangsung selama 6 bulan.
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi Pustaka
Persiapan alat
dan bahan
Penelitian
Pendahulauan
Penelitian
Utama
Penelitian
Lanjutan
Pengelolaan
Data
Penyusunan
Laporan
Tabel Jadwal Kegiatan Program Penelitian “Pemanfaatan Ubi Jalar Dalam
Formulasi Pengembangan Baso Nabati Prebiotik”.
I. DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
b. NIM : F34061022
K. BIAYA
Harga Harga Total Sub Total
Jumlah Satuan
Satuan (Rp) (Rp) (Rp)
1. Bahan baku
Ubi Jalar 50 Kg 2500 125000
Tepung Tapioka 5 Kg 5000 25000 705000
Tepung Sagu 5 Kg 7000 35000
Tepung Hung
3 Kg 6000 18000
Kwe
Es batu 50 bungkus 1000 50000
Garam 5 pack 2500 12500
Telur ayam 8 Kg 12000 96000
STPP 1 Kg 5500 5500
Bawang merah 5 Kg 10000 50000
Bawang putih 7 Kg 9000 63000
Daun bawang 10 Ikat 2000 20000
Daun seledri 10 Ikat 1100 11000
Merica 2 botol 7000 14000
Air dalam
5 gallon 9000 45000
kemasan
Minyak Goreng 10 Kg 13000 130000
2. Pembelian peralatan
Pisau stainless
5 buah 10000 50000
stell 1482500
Food Processor 1 Buah 550000 550000
Baskom 5 buah 10000 50000
Gas 3 tabung 60000 180000
Telenan 3 buah 2500 7500
Blender 1 buah 280000 280000
Sendok pencetak 5 buah 5000 25000
Panci perebus 2 buah 120000 240000
Penghancur es 1 buah 5000 5000
Masker 5 buah 3000 15000
Ember 3 buah 20000 60000
Sarung tangan
5 pasang 4000 20000
plastic
3. Biaya analisis
Analisis kimia 550000 1750000
Analisis fisik 250000
Analisisi
600000
mikrobiologi
Uji organoleptik 350000
4. Biaya lain-lain
Studi pustaka 150000 1700000
Pembuatan
200000
proposal
Sewa
4 bulan 150000 600000
laboratorium
Pemeliharaan alat
250000
laboratorium
Biaya transportasi 500000
Total Biaya 5637500
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,.
Jakarta
Anonim,2005.Prebiotics.http://www.pdrhealth.com/drug_info/nmdrugprofiles/nut
sup drugs/ pre_0.326.sthml. (15 Juli 2005).
Auliahazza, 2006. Mari Membuat Bakso di Rumah. Majalah Sedap Sekejap Edisi
1/IV/2003. diakses pada tanggal 27 September 2007.
Buckle, K.A., RA. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan.
Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1992. Padanan Bahan Makanan. Direktorat Bina Gizi
Masyarakat. Jakarta.
Gibson, G.R., 1999. Nutritional and health benefits of inulin and oligofructose :
dietary modulation of human gut microflora using the prebiotics
oligofructose and inulin. Am. Soc. For Nutr. Sci.1438S. America.
Kay, D.E.1973. Root Crops. The Tropical Product Institute, London. Almatsier,S.
2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Muchtadi, D. 1989. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Kemanan Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi-IPB, Bogor.
Onwueme, I.C. 1978. The Tropical Tuber Crops : Yams, Cassava, Sweet Potato,
and Cocoyams. John Willey and Sons Ltd., New York.
Wibowo, Singgih. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.