You are on page 1of 25

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PEMANFAATAN UBI JALAR DALAM FORMULASI PENGEMBANGAN


BASO NABATI PREBIOTIK

BIDANG KEGIATAN:

PKM PENELITIAN

Diusulkan oleh:

Eko Prames Swara F34062458 (2006)


Nur Hidayat F34061189 (2006)
Febri Isni Prajayana F34061166 (2006)
Sandra Setyawati F34061022 (2006)
M. Ramdan Shalihudin F44080044 (2008)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


BOGOR
2008
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul kegiatan : Pemanfaatan Ubi Jalar Dalam Formulasi


Pengembangan Baso Nabati Prebiotik

2. Bidang kegiatan : (√) PKMP ( ) PKMK


(Pilih salah satu) ( ) PKMT ( ) PKMM
3. Bidang ilmu : ( ) Kesehatan ( ) Pertanian
(Pilih salah satu) ( ) MIPA (√ ) Teknologi dan Rekayasa
( ) Sosial Ekonomi ( ) Humaniora
( ) Pendidikan
4. Ketua pelaksana kegiatan :
a. Nama lenggkap : Eko Prames Swara
b. NRP : F34062458
c. Program studi : Teknologi Industri Pertanian
d. Alamat rumah/telp. : Kemayoran/081514261226
5. Anggota pelaksana kegiatan : 4 orang
6. Dosen pembimbing :
a. Nama lengkap : Ir. Indah Yuliasih, M.Si.
b. NIP : 132 145 717
c.Telp. : 08161187070
7. Biaya kegiatan total :
a. DIKTI : Rp 5.637.500
b. Sumber lain :-
8. Jangka waktu pelaksanaan : 6 Bulan
Bogor, 9 Oktober 2008
Menyetujui,
Sekretaris Departemen TIN Ketua Pelaksana Kegiatan

Dr. Ir. Sukardi, MM Eko Prames Swara


NIP 131 645 108 NRP F34062458

Wakil Rektor Dosen Pembimbing


Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. Ir. Indah Yuliasih, M.Si.
NIP 131 473 999 NIP 132 145 717
A. LATAR BELAKANG
Adanya perubahan gaya hidup dan perilaku konsumen dalam
mengkonsumsi bahan pangan menyebabkan adanya peningkatan penyakit saluran
pencernaan. Salah satu contohnya yaitu fenomena kanker saluran pencernaan
(kanker kolon). Gangguan saluran pencernaan lain yang biasa ditemukan adalah
gangguan buang air besar dan infeksi saluran pencenaan karena mikroflora jahat
dalam usus.
Penyakit-penyakit ini tidak terlepas dari mikroorganisme yang tumbuh
pada saluran pencernaan. Mikroba inilah yang membantu dalam proses
pencernaan. Namun, apabila sumber nutrisi yang diperlukan mikroba tidak
tersedia, maka fungsi-fungsi fisiologis tubuh akan terganggu.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan berbagai macam
bahan pangan khas yang belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satunya
adalah ubi jalar. Produksi ubi jalar Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 1.876.434
ton dengan produktivitas sebesar 182.602 Kw/Ha dari 103 Ha. Penggunaan ubi
jalar hanya sebatas pangan substitusi karbohidrat ataupun hanya diolah secara
minimal sabagai pangan langsung jadi. Pengembangan ubi jalar sebagai produk
pangan lain diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah ubi jalar dan
mengangkat citra ubi jalar sebagai salah satu pangan alternatif potensial bagi
masyarakat yang berhasil guna.
Dilihat dari segi nilai gizi, Ubi jalar mengandung komponen zat gizi yang
tidak kalah dengan pangan nabati lainnya. Ubi jalar memiliki rasa yang khas dan
enak. Selain itu, ubi jalar juga mengandung komponen non-gizi yang berguna bagi
tubuh. Contohnya adalah oligosakarida yang berguna sebagai nutrisi bagi bakteri
baik dalam tubuh (prebiotik). Dengan kandungan seperti itu maka prevalensi
terhadap penyakit kanker dan penyakit saluran pencernaan dapat dikurangi.
Baso merupakan salah satu jenis makanan yang banyak disukai oleh
masyarakat Indonesia. Mungkin hampir semua orang Indonesia tahu dan pernah
mencicipi produk olahan yang berbentuk bulat-bulat ini, karena mudah diperoleh
dan praktis untuk diolah. Namun, baso yang beredar di pasaran tidak memiliki
kandungan gizi yang cukup.
Pembuatan baso yang berbahan baku ubi jalar merupakan salah satu
alternatif diversifikasi pengolahan ubi jalar sebagai produk pangan. Alasan
penggunaan ubi jalar sebagai bahan baku pembuatan baso, karena salah satu
fungsi ubi jalar adalah bisa mengurangi prevalensi penyakit saluran pencernaan.
Rasa baso yang lebih gurih dan sangat bervariasi, tergantung dari
komposisi bahan dan jenis bumbu yang digunakan. Sehingga, mengkonsumsi
baso menjadi pilihan menarik bagi masyarakat. Produk olahan baso dari ubi jalar
yang bisa mengurangi prevalensi penyakit saluran pencernaan dapat menjadi
alternatif pilihan masyarakat. Tetapi tentu saja ubi jalar yang dijadikan bahan
makanan perlu diketahui jenis dan juga formulasi yang tepat.
Mengingat hal tersebut di atas maka dirasa perlu untuk melakukan
penelitian tentang formulasi baso yang tepat dan layak untuk dikonsumsi oleh
masyarakat sebagai makanan fungsional dari ubi jalar.

B. PERUMUSAN MASALAH
a. Baso merupakan makanan yang banyak disukai oleh masyarakat. Selain
rasanya yang enak, baso juga mudah diolah dan harganya relatif terjangkau.
Namun, belum ada baso yang meregulasi dan memodulasi mikroekosistem
populasi bakteri probiotik, selain sebagai sumber protein.
b. Ubi jalar sebagai pangan indigenous Indonesia memiliki keunggulan sebagai
prebiotik yang dapat memberikan nutrisi pada mikroflora saluran pencernaan.
c. Baso prebiotik merupakan baso yang berasal dari bahan baku utama ubi jalar.
Formulasi yang tepat antara ubi jalar dan bahan tambahan lainnya akan
menghasilkan baso prebiotik yang bergizi, murah, dan dapat berperan sebagai
asupan makanan bakteri probiotik dalam tubuh.

C. TUJUAN
Tujuan dari program penelitian ini adalah mendapatkan formulasi baso
dari bahan baku ubi jalar yang tepat, sehingga dapat menjadi produk prebiotik dan
dapat diterima oleh masyarakat luas.
D. LUARAN YANG DIHARAPKAN
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah hak paten terhadap
produk yang dihasilkan berupa baso nabati prebiotik dengan formulasi bahan baku
ubi jalar yang tepat.

E. KEGUNAAN PROGRAM
a. Bagi Perguruan Tinggi
Munculnya produk baso ubi jalar prebiotik sebagai pangan
fungsional baru akan memicu jiwa kreatif inovatif mahasiswa dalam
menciptakan sebuah produk pangan olahan baru yang bermanfaat bagi
tubuh, sehat dan praktis. Kondisi ini dapat menumbuhkan iklim
kompetitif dikalangan mahasiswa untuk bersaing melalui pengembangan
intelektualitas dan kreatifitas, sehingga secara tidak langsung dapat
meningkatkan kualitas perguruan tinggi.
Program ini merupakan perwujudan dari Tridharma Perguruan
Tinggi. Dengan program ini pula akan meningkatkan khasanah ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya dalam penerapan teknologi yang
dapat dikembangkan lebih lanjut.
b. Bagi Mahasiswa
Pelaksanaan program ini akan merangsang mahasiswa berfikir
positif, kreatif, inovatif dan dinamis. Pelaksanaan program ini menuntut
mahasiswa untuk dapat bekerja dalam tim yang akan menumbuhkan
kesolidan dan kekuatan tim.
Program ini akan menambah wawasan dan pengalaman
mahasiswa dalam berkarya dalam menerapkan teknologi sederhana yang
berhasil guna. Program ini dapat menumbuhkan sikap kepedulian
mahasiswa terhadap tuntutan konsumen dalam bidang pangan.
c. Bagi Masyarakat
Adanya produk ini akan membantu konsumen dalam
pemenuhan kebutuhan prebiotik yang sesuai dengan tren pangan dan
tuntutan masyarakat yang ingin serba praktis, mudah, namun bermanfaat
bagi tubuh. Produk baso prebiotik dapat membantu mengurangi
prevalensi terhadap bahaya kanker saluran pencernaan. Dengan adanya
program ini, masyarakat diharapkan mampu lebih peduli terhadap
kebutuhan pangan fungsional.

F. TINJAUAN PUSTAKA
1. Ubi Jalar
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) biasa disebut ketela rambat (Jawa), Sweet
potato (Inggris), Apichu (Peru) dan Karo-imo (Jepang). Menurut O’ Brien (1972)
diacu dalam Onwueme (1978), ubi jalar diduga berasal dari benua Amerika,
sekitar Amerika tengah atau bagian barat laut Amerika selatan dan telah mulai
ditanam sejak 3000 tahun sebelum masehi.

Gambar 1. Tanaman Ubi Jalar

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman dikotil karena dapat
menghasilkan biji dari hasil perkawinan antara benang sari dan putik. Ubi jalar
termasuk famili Convolvulaceae yang terdiri atas 45 genus dan 1000 atau lebih
spesies tetapi hanya Ipomoea batatas yang mempunyai nilai ekonomis sebagai
tanaman pangan (Onwueme, 1978). Ubi jalar mempunyai banyak variasi
tergantung dari kultivarnya. Batang ubi jalar ada yang berwarna kuning, hijau atau
jingga, sedangkan akar ubi jalar akan menjadi umbi yang berbentuk panjang atau
agak bulat. Warna kulit umbi ada yang berwarna putih kekuning-kuningan, merah
jingga dan ada yang berwarna ungu pucat (Onwueme, 1978).
Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar tahun 2004 (Aram III)

Luas Panen Produktivitas Produksi


No Propinsi
(Ha) (Kw/Ha) (Ton)
1 NAD 2.313 98 22.688
2 Sumut 11.645 96 111.723
3 Sumbar 4.330 125 54.337
4 Riau 1.476 78 11.521
5 Jambi 3.161 84 26.552
6 Sumsel 3.390 66 22.312
7 Bengkulu 5.342 95 50.863
8 Lampung 4.610 96 44.471
9 Babel 610 82 4.991
Sumatera 36.877 95 349.458
10 DKI Jakarta - - -
11 Jabar 29.978 122 366.938
12 Jateng 11.336 126 142.469
13 DI Yogya 635 103 6.520
14 Jatim 15.452 111 171.042
15 Banten 2.892 114 32.971
Jawa 60.293 119 719.940
16 Bali 6.344 114 72.341
17 NTB 1.784 113 20.103
18 NTT 13.864 78 107.465
Bali & NT 21.992 91 199.909
19 Kalbar 2.040 80 16.228
20 Kalteng 2.059 70 14.403
21 Kalsel 2.166 102 22.187
22 Kaltim 2.740 88 24.183
Kalimantan 9.005 86 77.001
23 Sulut 3.740 87 32.391
24 Sulteng 2.911 94 27.231
25 Sulsel 7.346 111 81.189
26 Sultra 3.587 78 27.967
27 Gorontalo 586 90 5.257
Sulawesi 18.170 96 174.035
28 Maluku 1.861 86 15.981
29 Maluku Utara 4.124 88 36.193
30 Papua 30.280 100 303.917
Maluku & Papua 36.265 98 356.091
Luar Jawa 122.309 95 1.156.494

Indonesia 182.602 103 1.876.434


Sumber : Departemen Pertanian, 2004
Menurut Kay (1973), komposisi kimia ubi jalar sangat bervariasi
tergantung dari kultivar, iklim pertumbuhan, tingkat kematangan dan lamanya
penyimpanan setelah dipanen. Umumnya komposisi kimia dari ubi jalar adalah
sebagai berikut : kadar air 50-81%, protein 0.95 – 2.4 %, pati 8 – 29 %, gula
pereduksi 0.2 – 2.5 %, pektin dan karbohidrat selain pati 0.5 – 7.5 % dan total
mineral 0.88 – 1.38%. Ubi jalar juga mengandung beberapa vitamin yang penting
bagi tubuh seperti thiamin sebesar 0.10 mg per 100 gram dan asam askorbat
(vitamin C) sebesar 25 mg per 100 gram. Komposisi kimia ubi jalar dapat dilihat
pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Ubi Jalar Per 100 gram Bahan Segar
Jumlah
Komposisi
Ubi jalar putih Ubi jalar merah
Kalori (Kal) 123 123
Protein (g) 1.8 1.8
Lemak (g) 0.7 0.7
Karbohidrat (g) 27.9 27.9
Kalsium (mg) 30 30
Fosfor (mg) 49 49
Zat besi (mg) 0.7 0.7
Vitamin A (SI) 60 7700
Vitamin B1 (mg) 0.9 0.9
Vitamin C (mg) 22 22
Air (g) 68.5 68.5
Bagaian yang dapat
86 86
dimakan (%)
Sumber : Direktorat gizi Departemen Kesehatan RI (1993)

2. Oligosakarida
Ubi jalar memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, mempunyai potensi
yang besar mengandung serat makanan dan senyawa oligosakarida. Rafinosa,
stakiosa dan verbakosa adalah oligosakarida yang terdiri dari unit-unit glukosa,
fruktosa dan galaktosa. Ketiga jenis oligosakarida ini terdapat di dalam biji-bijian
dan kacang-kacangan serta tidak dapat dipecah oleh enzim-enzim pencernaan.
Seperti halnya polisakarida bukan pati, oligosakarida ini di dalam usus besar
mengalami fermentasi (Almatsier, 2001).

Oligosakarida ini memiliki ikatan α-galaktosida dan α-galaktoglukosa


seperti yang terlihat pada gambar 2.

α-D-Gal-(1-6)- α-D-Glu-(1-2)-β-D-Fru
Rafinosa

(α-D-Gal-(1-6))2 - α-D-Glu-(1-2)-β-D-Fru
Stakiosa

(α-D-Gal-(1-6))3 - α-D-Glu-(1-2)-β-D-Fru
Verbakosa

Gambar 2 Struktur analogi Oligosakarida dari famili rafinosa (Muchtadi, 1989)

Oligosakarida dapat berfungsi sebagai prebiotik. Prebiotik adalah suatu


bahan pangan yang tidak dapat dicerna dan dapat memberikan suatu efek yang
menguntungkan bagi kesehatan karena adanya seleksi pertumbuhan maupun
peningkatan aktivitas bakteri tertentu di usus besar. Oligosakarida dapat
menstimulasi pertumbuhan Bifidobacterium, oleh karena itu oligosakarida disebut
juga sebagai sebagai Bifidogenic factor (Anonim, 2005).

Menurut Muchtadi (1989) oligosakarida tidak dapat dicerna atau tidak dapat
diserap oleh sistem pencernaan manusia, kemudian mencapai usus besar. Di usus
besar senyawa ini difermentasi oleh bakteri kolon. Hasil fermentasi ini
menyebabkan turunnya nilai pH di usus besar, yaitu pH menjadi di bawah 7
sehingga lingkungan menjadi asam. Hal ini menyebabkan perubahan komposisi
mkroba di dalam usus besar, presentase bakteri yang menguntungkan seperti
Bifido bacterium dan Lactobacillus meningkat, sedangkan presentase mikroba
yang merugikan seperti Clostridium menurun.
3. Prebiotik
Prebiotik merupakan nondigestible food ingredient yang mempunyai
pengaruh baik terhadap host dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif
atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon probiotik.
Prebiotik umumnya golongan oligosakarida (2-10 unit monosakarida) dan
termasuk serat makanan karena tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan.

Gambar 3. Struktur Oligosakarida


Manfaat penggunaan prebiotik tidak terlepas dari peranan prebiotik untuk
meregulasi dan memodulasi mikroekosistem populasi bakteri probiotik. Prebiotik
dalam usus, terutama usus besar yang difermentasi oleh bakteri probiotik akan
menghasilkan berbagai produk asam lemak rantai pendek (short chain fatty
acid/SCFA) dalam bentuk asetat, propionat, butirat, L-laktat, karbondioksida dan
hidrogen.

Oleh tubuh, SCFA dapat dipakai sebagai sumber energi, efek stimulasi
selektif terhadap pertumbuhan bakteri probiotik terutama Bifidobacteria dan
Lactobacillus yang akan memberikan efek menguntungkan terhadap kesehatan
antara lain:

1. memperbaiki keluhan malabsorpsi laktosa;


2. meningkatkan ketahanan alami terhadap infeksi di usus oleh kuman patogen
Clostridium perfringen, E. Coli, Salmonella, Shigells, dan Listeria;
3. supresi kanker
4. memperbaiki metabolisme lipid, mengurangi kadar kolesterol darah
5. memperbaiki pencernaan
6. stimulasi gastrointestinal

4. Mekanisme Prebiotik Sebagai Anti Kanker


Prebiotik menyediakan nutrisi bagi prebiotik yang mampu menghilangkan
kemapuan enzim yang berperan dalam mengkonversi kompone-komponen pro-
karsinogenik menjadi karsinogenik, yaitu enzim fekal β-glukosidase, β-
glukoronidase, nitroreduktase dan azorereduktase.
Probiotik menekan pertumbuhan bakteri penghasil-enzim-enzim tersebut
dengan memproduksi senyawa-senyawa inhibitor seperti asam-asam organic,
H2O2 serta bakteriosin; memblokir sisi penempelan di saluran pencernaan; dan
berkompetisi dalam penggunaan nutrisi untuk pertumbuhan terhadap beberapa
senyawa-senyawa aditif pemicu prokarsinogenik maupun mutagenik, seperti nitrit,
probiotik dapat secara langsung menghilangkan atau mengikat atau
menetralisirnya (Prangdimurti, 2001).

5. Baso
Baso adalah campuran homogen daging, tepung pati dan bumbu yang telah
mengalami proses ekstraksi dan pemasak. Cara pembuatan baso tidak sulit.
Daging digiling halus dengan screw extruder, kemudian dicampur dengan tepung
dan bumbu di dalam alat pencampur yang khusus sehingga bahan tercampur
menjadi bahan pasta yan sanat rata dan halus. Setelah itu pata dicetak bebentuk
bulat dan direbus sampai matang. Baso yang bermutu bagus dapat dibuat tanpa
penambahan bahan kimia apapun (Tarwiyal, 2001).
Baso, merupakan makanan yang sangat populer di kalangan masyarakat
kita. Hampir di setiap tempat dapat kita jumpai produk ini. Di pasar-pasar, di
pinggir jalan, di pondokan, pedagang keliling sampai di pasar swalayan. Bakso
yang biasa kita kenal dikelompokkan menjadi bakso daging, bakso urat, dan
bakso aci. Bakso daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat,
misalnya daging bagian penutup atau bagian gandik, dengan penambahan tepung
yang lebih sedikit. Bakso urat terbuat dari daging yang mengandung jaringan ikat
atau urat, misalnya daging iga. Bakso aci adalah bakso yang penambahan
tepungnya lebih banyak dibanding dengan jumlah daging yang digunakan
(Auliahazza, 2006).
Menurut Wibowo (2006) Beberapa pedagang baso sering menggunakan
bahan tambahan pada produknya, seperti bahan pemutih, bahan pengawet, boraks,
fosfat (STPP), dan tawas. Bahan pemutih yang biasa digunakan adalah Titanium
dioksida. Bahan pengawet yang biasa digunakan adalah benzoat, batas
penggunaannya dalam produk pangan maksimum 0,1%. Boraks berupa serbuk
putih yang digunakan pada baso untuk menghasilkan produk yang kering (kasat
dan tidak lengket), bahan ini termasuk bahan kimia yang dilarang penggunaannya
dalam produk pangan. Tawas digunakan dalam air perebus bakso untuk
membantu mengekstrak protein daging, kelebihan STPP ini menyebabkan rasa
pahit pada baso. Untuk menghindari konsumsi bahan tambahan yang terlalu
banyak, baso dapat dibuat sendiri di rumah dengan mengurangi atau menghindari
sama sekali penggunaan bahan-bahan tersebut.
Pembuatan bakso terdiri dari tahap pemotongan daging, penggilingan
daging, penghalusan daging giling sekaligus pencampuran dengan bahan
pembantu dan bumbu, pencampuran dengan tepung tapioka dan sagu aren,
pembentukan bola-bola dan perebusan.Perebusan baso dilakukan dalam dua tahap
agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak keriput dan tidak pecah akibat
perubahan suhu yang terlalu cepat. Tahap pertama, baso dipanaskan dalam panci
berisi air hangat sekitar 60ºC sampai 80ºC, sampai baso mengeras dan terapung.
Tahap kedua, baso direbus sampai matang dalam air mendidih (Wibowo, 2006)
G. METODE PELAKSANAAN PROGRAM
1. BAHAN DAN ALAT
a. Bahan
Bahan baku utama yang digunakan adalah ubi jalar (Ipomoea batatas L.).
Bahan kimia yang digunakan antara lain NaCl 2%, NaOH 1.0 N, HCl. Bahan-
bahan yang digunakan untuk pembuatan baso prebiotik adalah ubi jalar, tapioka,
sagu, tepung hungkwe, garam, es batu, bawang merah, bawang putih, merica, dan
air.

b. Alat
Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bakso adalah pisau, telenan,
blender, freezer, baskom, sendok pencetak, timbangan, panci perebus, kompor
gas, sarung tangan plastik, ember. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk
pengujian antara lain pH-meter, tanur, cawan porselin, cawan aluminium,
desikator, neraca analitik, oven, penangas air, ayakan 80 mesh, soxhlet,
termometer, peralatan gelas, cawan petri, label, plastik, tabung gas, pisau, dan
piring. Alat ukur yang digunakan adalah TA.XT2 Texture Analyzer dan
chromatometer.

2. METODOLOGI PENELITIAN
a. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan meliputi analisis ubi jalar, baso (daging dan ikan
teri). Analisis ubi jalar meliputi kadar kalori, air, abu, lemak, protein, dan
karbohidrat.

b. Penelitian Utama
1. Formulasi Baso Ubi Jalar Prebiotik

Dari bahan berupa ubi jalar, garam, merica, bawang merah, bawang putih,
merica, sagu, tapioca, tepung hung kwe dan dibuat perbandingan formula baso
nabati prebiotik sebagai berikut :
Tabel 3. Formulasi Pembuatan baso
Komposisi (gram)
Bahan Baku
F1 F2 F3 F4 F5
Ubi Jalar 300 400 500 600 700
Tepung Tapioka 50 50 50 50 50
Tepung Hung kwe 40 40 40 40 40
Tepung Sagu 40 40 40 40 40
Bawang Putih 30 30 30 30 30
Bawang Merah 10 10 10 10 10
Merica 7 7 7 7 7
Telur 60 60 60 60 60
Garam 10 10 10 10 10
Es Batu 50 50 50 50 50

2. Proses Pembuatan Baso


Pembuatan baso dilakukan dengan perebusan ubu jalar setengah sampai
matang, kemudian dilakukan penghalusan dengan cara pengilingan kembali
dengan penambahan es batu, garam, dan merica. Setelah tercampur merata ke
dalam ubi jalar lumat ditambahkan tapioka, sagu, tepung hung kwe sedikit demi
sedikit sambil diaduk dan dilumatkan hingga diperoleh adonan yang homogen.
Kemudian ditambahkan irisan daun bawang dan seledri. Proses dilanjutkan
dengan pencetakan adonan yang sudah homogen tadi menjadi bentuk bola-bola
baso yang siap direbus. Bola baso direbus dalam air mendidih hingga matang
ditandai dengan bakso mengapung di permukan air. Setelah cukup matang, baso
diangkat dan ditiriskan sambil didinginkan pada suhu ruang. Lalu baso direbus
kembali hingga benar-benar matang (baso mengapung) dan bakso yang telah
matang tersebut dikemas dalam kantong plastik serta ditutup rapat untuk
kemudian dilakukan pengujian dan analisis.
Produk baso yang dihasilkan selanjutnya dianalisis untuk mengetahui
karakteristiknya. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kimia, analisis
mikrobiologi, analisis fisik, dan uji organoleptik.
Metode Analisis

1. Analisis Kimia
a. Analsis Kadar Air (Metode Destilasi Azeotropik)
Pengukuran kadar air dengan menggunakan metode oven. Bahan sebanyak
1-2 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan aluminium. Bahan tersebut
dikeringkan dengan oven pada suhu 100-105ºC selama 3-5 jam. Selanjutnya
bahan didinginkan pada desikator dan ditimbang.
(berat awal contoh − berat akhir contoh)
Kadar air = X 100%
berat awal contoh
b. Kadar Abu (AOAC, 1995)
Pengukuran kadar abu ditentukan dengan metode tanur. Cawan porselin
dipanaskan terlebih dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator.
Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang kemudian dibakar di dalam cawan porselin
sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur suhu 600oC sampai berwarna
putih dan berat konstan. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
berat abu
Kadar abu = X 100%
berat contoh

c. Analisis Kadar Lemak (AOAC, 1995)


Sampel sebanyak 5 g baso dalam bentuk potongan-potongan kecil
dibungkus dengan kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi
soxhlet dan di atasnya diletakkan alat kondensor sedangkan labu lemak diletakkan
di bawahnya. Labu lemak diisi dengan pelarut heksan secukupnya. Selanjutnya
dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun ke dalam labu
lemak berwarna jernih kembali.
Setelah itu, pelarut yang ada pada labu lemak didestilasi dan ditampung
kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan
kembali dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai berat tetap dan
didinginkan dalam desikator. Prosedur terakhir labu beserta lemak yang berada di
dalamnya ditimbang untuk mengetahui berat lemak.
Rumus perhitungannya adalah sebagai berikut :
berat lemak ( g )
% lemak = X 100%
berat contoh ( g )

d. Analisis Kadar Protein (AOAC, 1995)


Baso sebanyak 0,1 gram ditimbang, kemudian ditambahkan katalis (CuSO4
dan Na2SO4) dengan perbandingan 1:1,2 dan 2,5 ml H2SO4 pekat.Setelah itu
didestruksi sampai bening hijau. Kemudian didinginkan dan dicuci dengan
aquades secukupnya. Selanjutnya didestilasi dan dilakukan penambahan NaOH
50% sebanyak 15 ml. Hasil destilasi (destilat) ditampung dengan Hcl 0,02 N.
Proses destilasi dihentikanapabila volumedestilat telah mencapai volume dua kali
volume sebelum destilasi. Hasil destilasi tersebut kemudian ditritrasi dengan
NaOH 0,02N dan indikator mensel yang merupakan campuran dari metil red dan
metil blue.
(ml HCl contoh − ml HCL blanko) X N HCl X 14.007
%N = X 100%
mg Contoh
% Pr otein = % N X 6,25

e. Analisis Karbohidrat (AOAC, 1995)


Penentuan kadar karbohidrat menggunakan perhitungan Penentuan kadar
karbohidrat menggunakan by difference dengan cara :
Kadar karbohidrat=!00%-(% air+%abu+%protein+% lemak)

2. Analsis Fisik
a. Uji Kekerasan
Kekerasan diukur dengan alat TA.XT2 Texture Anakyzer. Sampel
diletakkan tepat di bagian tengah sadar alat dan posisi probe di atas sampel. Probe
kemudian dijalankan sampai menyentuh dan masuk ke dalam sampel sehingga
hasil pengukuran (peak) muncul pada grafik. Kekerasan dinyatakan dalam satuan
gf (gramforce) .
b. Uji Intensitas Warna
Intensitas warna produk dapat diukur menggunakan chromameter. Sebelum
digunakan untuk mengukur zat warna suatu bahan, chromameter dikalibrasi
dahulu dengan menggunakan caliberate plate yang berwarna putih. Setelah
dikalibrasi, zat warna produk diukur tingkat kecerahannya (L), cahaya pantul yang
menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau (a), dan cahaya pantul yang
menghasilkan warna kromatik campuran biru-kuning (b).

3. Analisis Mikrobiologi
a. Uji Total Bakteri (Fardiaz, 1987)
Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengencer steril. Setiap pengenceran
menggunakan dua cawan pemupukan (duplo). Kemudian media NA steril cair
yang sudah hangat kemudian dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 10 – 15 ml
dan diratakan dengan gelas drigalsky secara mendatar di atas meja untuk
menyebarkan mikroba agar merata. Cawan berisi tersebut apabila sudah membeku
diinkubasi dengan posisi cawan terbalik pada suhu 30°C selama 2 hari. Total
bakteri ditetapkan dengan metode Harigan SPC (Standard Plate Count).

b. Uji Total Kapang / Khamir (Fardiaz, 1987)


Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengencer steril. Setiap pengenceran
menggunakan dua cawan pemupukan (duplo). Kemudian media APDA steril cair
yang sudah hangat kemudian dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 10 – 15 ml
dan diratakan dengan gelas drigalsky secara mendatar di atas meja untuk
menyebarkan mikroba agar merata. Cawan berisi tersebut apabila sudah membeku
diinkubasi dengan posisi cawan terbailk pada suhu 30°C selama 2 hari. Total
bakteri ditetapkan dengan metode Harigan SPC (Standard Plate Count).

4. Uji Organoleptik
a. Uji Organoleptik (Soekarto, 1990)
Uji organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indera manusia
sebagai instrumennya. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji penerimaan
dimana setiap panelis diharuskan mengemukakan tanggapan pribadinya terhadap
produk yang disajikan. Uji penerimaan yang digunakan adalah uji hedonik.
Panelis yang dipilih adalah mahasiswa, dan masyarakat umum. Sampel diujikan
kepada tiga puluh orang panelis. Panelis tersebut merupakan panelis yang tidak
terlatih.
Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna,
rasa, aroma, tekstur, dan overall. Skala hedonik yang digunakan adalah 1 sampai
5, dimana 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 =
sangat suka. Data yang diperoleh akan ditabulasi dan dianalisis dengan analisis
ragam (ANOVA) dan uji Duncan.

b. Nilai Energi Baso (Almatsier, 2001)


Jumlah energi dapat dihitung berdasarkan kandungan kimia (kandungan
lemak, kandungan protein, dan kandungan karbohidrat) dari produk baso yang
kemudian dikonversikan dengan bilangan konversi masing-masing. Lemak
memiliki bilangan konversi 9 kkal/g, sedangkan karbohidrat dan protein
mempunyai bilangan konversi 4 kkal/g. Hasil konversi dijumlahkan sehingga
diperleh total energi dari baso Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Energi (kkal/100g) = (4 kkal/g x KH) + (4 kkal/g x P) + (9 kkal/g x L)


Keterangan :P = Protein
KH = Karbohidrat
L = Lemak
c. Rancangan Percobaan
i. Model rancangan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap. Masing-masing percobaan dilakukan dengan dua kali
ulangan (duplo). Perlakuan yang diberikan adalah formulasi ikan teri dan tepung
tapioka serta suhu yang digunakan dalam perebusan baso.
Model yang digunakan adalah
Yij = µ + Ai + Cij
Keterangan :
Yij = hasil pengamatan respon karena pengaruh perlakuan ke-I
pada ulangan ke j
µ = nilai tengah umum
Ai = pengaruh taraf I pada faktor A
Cij = pengaruh galat percobaan taraf ke-I dari faktor A pada
ulangan ke-j

ii. Pengolahan data


Data hasil penelitian diolah secara statistik. Analisis yang dilakukan
meliputi analisis fisik ragam (ANOVA) dan uji Duncan untuk faktor yang
berpengaruh nyata terhadap parameter pengamatan. Faktor yang dianalisis secara
statistik merupakan hasil uji organoleptik.

5. Uji Prebiotik
Pengujian dikembangkan oleh Muchtadi et all (1989). Dilakukan pengujian
secara mikrobiologi dengan menggunakan Lactobacillus casei shirota. Uji ini
dilakukan untuk menguatkan dugaan kandungan prebiotik dalam menumbuhkan
probiotik. Sejumlah ekstrak ditambahkan kedalam media MRSA. Ke dalam media
padat diinokulasikan L. casei shirota lalu diinkubasikan pada kondisi 370C.
Setelah masa inkubasi selesai (2 hari), diamati pertumbuhannya.
H. JADWAL KEGIATAN PROGRAM
Kegiatan ini direncanakan akan berlangsung selama 6 bulan.
Bulan I Bulan II Bulan III Bulan IV Bulan V Bulan VI
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi Pustaka
Persiapan alat
dan bahan
Penelitian
Pendahulauan
Penelitian
Utama
Penelitian
Lanjutan
Pengelolaan
Data
Penyusunan
Laporan
Tabel Jadwal Kegiatan Program Penelitian “Pemanfaatan Ubi Jalar Dalam
Formulasi Pengembangan Baso Nabati Prebiotik”.
I. DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK

1. Ketua Pelaksana Kegiatan


a. Nama Lengkap : Eko Prames Swara
b. NIM : F34062458
c. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/TIN
d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
e. Waktu untuk kegiatan PKM : 7 jam/minggu
2. Anggota Kelompok
a. Nama Lengkap : Nur Hidayat
b. NIM : F34061189
c. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/TIN
d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
e. Waktu untuk kegiatan PKM : 7 jam/minggu

a. Nama Lengkap : Febri Isni Prajayana


b. NIM : F34061166
c. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/TIN
d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
e. Waktu untuk kegiatan PKM : 7 jam/minggu

a. Nama Lengkap : Sandra Setyawati

b. NIM : F34061022

c. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/TIN


d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
e. Waktu untuk kegiatan PKM : 7 jam/minggu

a. Nama Lengkap : M. Ramdan Shalihudin


b. NIM : F44080044
c. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/SIL
d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
e. Waktu untuk kegiatan PKM : 7 jam/minggu
J. NAMA DAN BIODATA DOSEN PENDAMPING
1. Nama Lengkap dan Gelar : Ir. Indah Yuliasih, M.Si.
2. Golongan Pangkat dan NIP : Golongan IIIC /132 145 717
3. Jabatan Fungsional : Lektor
4. Fakultas/Program Studi : Teknologi Pertanian/TIN
5. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
6. Bidang Keahlian : Teknologi Industri Pertanian
7. Waktu untuk kegiatan PKM : 5 jam/minggu

K. BIAYA
Harga Harga Total Sub Total
Jumlah Satuan
Satuan (Rp) (Rp) (Rp)
1. Bahan baku
Ubi Jalar 50 Kg 2500 125000
Tepung Tapioka 5 Kg 5000 25000 705000
Tepung Sagu 5 Kg 7000 35000
Tepung Hung
3 Kg 6000 18000
Kwe
Es batu 50 bungkus 1000 50000
Garam 5 pack 2500 12500
Telur ayam 8 Kg 12000 96000
STPP 1 Kg 5500 5500
Bawang merah 5 Kg 10000 50000
Bawang putih 7 Kg 9000 63000
Daun bawang 10 Ikat 2000 20000
Daun seledri 10 Ikat 1100 11000
Merica 2 botol 7000 14000
Air dalam
5 gallon 9000 45000
kemasan
Minyak Goreng 10 Kg 13000 130000
2. Pembelian peralatan
Pisau stainless
5 buah 10000 50000
stell 1482500
Food Processor 1 Buah 550000 550000
Baskom 5 buah 10000 50000
Gas 3 tabung 60000 180000
Telenan 3 buah 2500 7500
Blender 1 buah 280000 280000
Sendok pencetak 5 buah 5000 25000
Panci perebus 2 buah 120000 240000
Penghancur es 1 buah 5000 5000
Masker 5 buah 3000 15000
Ember 3 buah 20000 60000
Sarung tangan
5 pasang 4000 20000
plastic
3. Biaya analisis
Analisis kimia 550000 1750000
Analisis fisik 250000
Analisisi
600000
mikrobiologi
Uji organoleptik 350000
4. Biaya lain-lain
Studi pustaka 150000 1700000
Pembuatan
200000
proposal
Sewa
4 bulan 150000 600000
laboratorium
Pemeliharaan alat
250000
laboratorium
Biaya transportasi 500000
Total Biaya 5637500
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama,.
Jakarta
Anonim,2005.Prebiotics.http://www.pdrhealth.com/drug_info/nmdrugprofiles/nut
sup drugs/ pre_0.326.sthml. (15 Juli 2005).

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis on Yhe Association of Official


Agriculture Chemistry. Association of Agriculture Chemistry
Washington, D.C.

.Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspita Sari, Sedarwani Y., dan S.


Budiyanto.1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. PAU Pangan
dan Gizi, IPB, Bogor.

Auliahazza, 2006. Mari Membuat Bakso di Rumah. Majalah Sedap Sekejap Edisi
1/IV/2003. diakses pada tanggal 27 September 2007.

Boutin, R. F. 2000. Confectionery. Didalam Food Protein : Processing


Applications. Nkai, S. dan Modler, H. W. (Eds). Wiley_VCH Inc., USA.

Buckle, K.A., RA. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan.
Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1992. Padanan Bahan Makanan. Direktorat Bina Gizi
Masyarakat. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2004. http://www.deptan.go.id//. (15 Juli 2005).

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1993. Daftara Komposisi Bahan


Makanan. Bharata, Jakarta.

Fardiaz, D. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga Sumberdaya


Informasi, IPB, Bogor.

Frazier, W. C. dan D. C. westhif. 1978. Food Microbiology. Mc Graw Hill Publ.


Co. Ltd., New Delhi.

Gibson, G.R., 1999. Nutritional and health benefits of inulin and oligofructose :
dietary modulation of human gut microflora using the prebiotics
oligofructose and inulin. Am. Soc. For Nutr. Sci.1438S. America.
Kay, D.E.1973. Root Crops. The Tropical Product Institute, London. Almatsier,S.
2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Muchtadi, D. 1989. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Kemanan Pangan. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi-IPB, Bogor.

Muchtadi, D. et al. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan . Petunjuk Laboratorioum.


Depdikbud. PAU, IPB. Bogor.

Onwueme, I.C. 1978. The Tropical Tuber Crops : Yams, Cassava, Sweet Potato,
and Cocoyams. John Willey and Sons Ltd., New York.

Prangdimurti, E. 2001. Probiotik dan Efek Perlindungannya terhadap Kanker


Kolon. Makalah falsafah Sains (pps. 702).Pasca Sarjana. IPB, Bogor.

Soekarto, S. T. 1990. Penilaian Organoleptik. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tingi, PAU Pangan dan
Gizi, IPB, Bogor.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Pusat Pengembangan Teknologi
Pangan IPB, Bogor.

Tjokroadikoesoemo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT


Gramedia, Jakarta.

Tarwiyal, Kemal. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil.


http://www.ristek.go.id. Diakses pada tanggal 27 September 2007.

Wibowo, Singgih. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

You might also like