Professional Documents
Culture Documents
Kemauan dan tekad yang membaja untuk membentuk Palang Merah Indonesia diteruskan karena tuntutan yang
mendesak guna memberikan pertolongan kepada para korban pertempuran dalam perjuangan bangsa mengusir
penjajah.
Dan barulah pada tanggal 3 September 1945 dikeluarkanlah perintah Presiden R.I kepadaMenteri Kesehatan dr.
Boentaran Martoatmojo untuk menjajagi kemungkinan terbentuknya Palang Merah Indonesia
tanggal 5 September 1945 dibentuklah panitia persiapan yang terdiri dari 5 or-an adalah Dr. Mochtar, Dr. Bahder
Djohan, Dr. Sitanala, Dr. Djoehana. Panitia lima inilah bertugas membentuk Palang Merah Indonesia.
Dan akhimya pada tanggal 17 September 1945 terbentuklah Perhimp unan Palang Merah Indonesia, bersamaan
dengan dilantiknya Pengurus Besar PMI pertama adalah:
Ketua : Drs. Moh Hatta
Wakil Ketua : Dr. R. Boentaran Martoatmodjo
Badan Penulis terdiri dari : Dr. R. Mochtar, Dr. Bahder Djohan, Mr. Santoso
Bendahara : Mr. T.Saubari
Penasehat : K.H. Raden Adrian
Setelah pengakuan kedaulatan, catatan peristiwa penting dalam Organisasi Palang Merah Indonesia adalah :
* Dikeluarkan keputusan pemerintah No. 25 tahun 1950 tertanggal 16 Januari 1950 tentang pengesahan Palang
Merah Indonesia sebagai satu-satunya organisasi Palang Merah di Indonesia.
* Palang Merah Indonesia diakui oleh ICRC, INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS dengan
surat No. 392 tertanggal 15 Juni 1950.
* Tanggal 16 Oktober 1950 Palang Merah Indonesia diterima sebagai Liga Palang Merah International LEAGUE
OF NATION RED CROSS SOCIETY
* Dengan telah ditandatangani KONVENSI GENEVA oleh utusan Pemerintah RI maupun perwakilan Palang
Merah Indonesia, maka pemerintah RI telah menetapkan UU No. 59 tahun 1958.
Palang Merah Indonesia berdiri dan bertindak atas dasar Sapta Prinsip Palang Merah, yaitu :
1. Kemanusiaan
2. Kesamaan
3. Kenetralan
4. Kemandirian
5. Kesukarelaan
6. Kesatuan
7. Kesemestaan
Dengan semua tindak dan langkahnya tidak terlepas dari identias Bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan UUD
1945.
Palang Merah Indonesia adalah organisasi yang netral dan independent, yang melakukan kegiatannya demi
kemanusiaan, kesukarelaan, kenetralan, kesamaan, kemandirian, kesatuan, dan kesemestaan.
Palang Merah Indonesia tidak melibatkan diri/berpihak pada golongan politik, ras, suku ataupun agama tertentu.
Dalam pelaksanaannya tidak melakukan pembedaan tetapi mengutamakan objek korban yang paling
membutuhkan pertolongan segera untuk keselamatan jiwanya.
ORGANISASI PALANG MERAH INDONESIA (PMI)
SEJARAH PMI
Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa
sebelum Perang Dunia Ke-II. Saat itu, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1873
Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama
Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (Nerkai), yang kemudian dibubarkan pada saat
pendudukan Jepang.
Perjuangan untuk mendirikan Palang Merah Indonesia sendiri diawali sekitar tahun 1932. Kegiatan tersebut
dipelopori oleh Dr. RCL Senduk dan Dr Bahder Djohan. Rencana tersebut mendapat dukungan luas terutama
dari kalangan terpelajar Indonesia. Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut ke dalam sidang
Konferensi Nerkai pada tahun 1940 walaupun akhirnya ditolak mentah-mentah. Terpaksa rancangan itu
disimpan untuk menunggu kesempatan yang tepat. Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan Jepang,
mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu
mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk kedua kalinya rancangan itu harus kembali
disimpan.
Tujuh belas hari setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, yaitu pada tanggal 3 September 1945,
Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk membentuk suatu badan Palang Merah Nasional. Atas
perintah Presiden, maka Dr. Buntaran yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Kabinet I, pada tanggal 5 September 1945 membentuk Panitia 5 yang terdiri dari: dr R. Mochtar (Ketua), dr.
Bahder Djohan (Penulis), dan dr Djuhana; dr Marzuki; dr. Sitanala (anggota).
Akhirnya Perhimpunan Palang Merah Indonesia berhasil dibentuk pada 17 September 1945 dan merintis
kegiatannya melalui bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia dan pengembalian
tawanan perang sekutu maupun Jepang. Oleh karena kinerja tersebut, PMI mendapat pengakuan secara
Internasional pada tahun 1950 dengan menjadi anggota Palang Merah Internasional dan disahkan
keberadaannya secara nasional melalui Keppres No.25 tahun 1959 dan kemudian diperkuat dengan Keppres
No.246 tahun 1963.
Kini jaringan kerja PMI tersebar di 30 Daerah Propinsi / Tk.I dan 323 cabang di daerah Tk.II serta dukungan
operasional 165 unit Transfusi Darah di seluruh Indonesia.
Dalam peristiwa pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan), PMI bekerjasama dengan ICRC
melaksanakan pelayanan kesehatan yang dipimpin oleh Dr. Bahder Djohan dan BPH Bintara berupa Rumah
Sakit terapung di Ambon. Juga diadakan penyampaian berita keluarga yang hilang/ terpisah serta mengunjungi
tawanan.
PMI mulai mengembangkan kegiatn kepemudaan dengan 7.638 anggota remaja di 29 Cabang PMI.
Bekerjasama dengan Yayasan Kesejahteraan Guru, murid dan anak-anak sepakat membentuk unit PMR di
sekolah-sekolah, penerbitan majalah PMR, korespodensi, pertukaran album, lomba, pameran lukisan, serta
penyelenggaraan sanatoria (perawatan paru-paru untuk anak-anak).
Pada peristiwa Aru 15 Januari 1952, yaitu tenggelamnya Kapal Perang RI Macan Tutul, sebanyak 55 orang
awak kapal perang tersebut menjadi tawanan Belanda sehingga atas permintaan Menteri/KSAL, PMI
menghubungi ICRC untuk menangani tawanan tersebut. Berkat usaha Sekjen PBB, pihak Belanda menyetujui
penyerahan awak kapal di Singapura.
Pada tahun 1963 ketika Gunung Agung di Bali meletus , PMI bersama Dinkes Angkatan Darat RI membantu
penanggulangan para korban bencana tersebut.
Ketika Tim Kesatuan Nasional PMI ke Kalimantan Barat dalam rangka Dwikora (Dwi Komando Rakyat), telah
dikirimkan Tim Kesehatan Nasional untuk membantu Operasi TUMPAS di Sulawesi Selatan.
Bencana Alam
Ketika gempa bumi melanda Bali Juli 1976 yang melanda 3 dari 5 kabupaten
PMI mengerahkan tenaga sukarela, membuka Dapur Umum dan membantu perbaikan 500 buah rumah.
Bekerjasama dengan tim medis dari Angkatan Darat, memberikan pelayanan kesehatan makanan dan obat-
obatan.
Di tahun yang sama gempa bumi melanda Kecamayan Kurima dan Okbibab di Kabupaten Jayawijaya dengan
kekuatan 6,8 Skala Richter.
PMI juga turun langsung membantu korban bencana Galunggung tahun 1982 selama beberapa bulan
Transfusi Darah
Tahun 1978 Pengurus Pusat memberikan penghargaan Pin Emas untuk pertamakalinya kepada donor darah
sukarela 75 kali.
Ketentuan tentang tugas dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah dikeluarkan oleh pemerintah melali
Peraturan Pemerintah No.18 th 1980
Bencana alam
PMI mengerahkan 700 orang KSR/PMR dan 8 tenaga dokter untuk membantu korban banjir bandang di
Semarang Jawa Tengah dan juga ikut membantu korban Letusan Gunung Kelud Jawa Timur tahun 1990
dengan bantuan pangan dan obat-obatan senilai Rp.8.583.400,-
Untuk turut menanggulangi bencana gempa bumi Tsunami di Flores 12 Desember 1992, PMI membentuk
Satgas KSR Serbaguna yang disebut SATGAS MERPATI I.
Banjir
Akhir tahun 2000 banjir menimpa wilayah Aceh. Dengan bantuan ICRC di Lhoksumawe, Tim PMI ikut turun
tangan membersihkan jalan-jalan dan fasilitas sosial lainnya dan memberikan bantuan 4000 paket bantuan alat
kebersihan. Pada periode yang sama, banjir juga melanda Gorontalo Sulawesi Tengah yang mengakibatkan
wilayah tersebut terutama di Kecamatan Ranoyapo terisolir banjir.
Banjir Lumpur dikuti longsor juga melanda wilayah Jawa Barat selama beberapa hari pada bulan Pebruari. Banjir
bandang terjadi pula di NTB. 1000 paket bantuan PMI dan 610 petromaks disumbangkan oleh Federasi
Internasional melalui PMI.
Awal Agustus 2001, banjir besar juga telah menghancurkan 8 Kecamatan di Kabupaten Nias Sumetera Utara.
PMI telah mengirimkan obat-obatan dan bantuan paket keluarga berupa peralatan dapur, kelambu nyamuk,
pakaian, selimut dan gula untuk memenuhi kebutuhan darurat sehari-hari di Nias.
PMI KINI
Dalam rangka menghadapi perkembangan masyarakat Indonesia di masa depan yang semakin global dalam
suasana yang semakin demokratis maka PMI harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebagai stakeholder
untuk ikut mengambil peran aktif di dalamnya.
Karena itu, PMI telah menetapkan misi dan visi dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip
kepalangmerahan dan digariskan di dalam garis-Garis Kebijakan PMI 2000 - 2004 :
A. Visi
PMI diakui secara luas sebagai organisasi kemanusiaan yang mampu menyediakan pelayanan
kepalangmerahan yang efektif dan tepat waktu, terutama kepada mereka yang paling membutuhkan, dalam
semangat kenetralan dan kemandirian.
B. Misi
1. Menyebarluaskan dan mengembangkan aplikasi prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan sabit
Merah serta Hukum perikemanusiaan Internasional (HPI) dalam masyarakat Indonesia.
2. Melaksanakan pelayanan kepalangmerahan yang bermutu dan tepat waktu, mencakup:
+ Bantuan kemanusiaan dalam keadaan darurat
+ Pelayanan sosial dan kesehatan masyarakat
+ Usaha Kesehatan Transfusi Darah
3. Pembinaan Generasi Muda dalam kepalangmerahan, kesehatan dan kesejahteraan.
4. Melakukan konsolidasi organisasi, pembinaan potensi dan peningkatan potensi sumber daya manusia
dan sumber dana untuk menuju PMI yang efektif dan efiesien.
A. TUJUAN
Menyempurnakan organisasi dan tata laksana PMI di semua tingkatan untuk persiapan peningkatan
kemandirian dan kenetralan PMI dalam 5 tahun ke depan.
B. PROGRAM 2002
1. Melanjutkan upaya akurasi data kapasitas organisasi daerah dan cabang dari hasil respon kuistioner
yang diberikan Daerah dan Cabang dan Laporan Persemester atau Tahunan.
2. Menyusun pola standar Orientasi Kepalangmerahan dan implementasi manajemen PMI bagi pengurus.
3. Memberikan arahan kepada Daerah untuk mengaktifkan fungsinya melalui:
Pengamatan aktif, advokasi dan membantu implementasi AD/ART, khususnya di dalam MUSDA
dan MUKERDA.
Lokakarya Manajemen dan Organisasi bagi daerah dan beberapa cabang terpilih.
Orientasi kepalangmerahan dan manajemen organisasi untuk daerah dan cabang-cabang yang
dimiliki.
Membina Rencana Strategis Pengembangan Organisasi melalui kinerja tim OD
Lokakarya bagi pengembangan fungsi markas pusat bagi Kepala Unit Daerah (KAMADA)
Melanjutkan pemberian bantuan kepada korban gempa bumi di Bengkulu, dengan pilot program
OD di PMI Bengkulu, untuk mendukung implementasi program CBFA, water and sanitation in
Bengkulu.
4. Memantapkan persiapan untuk MUKERNAS tahun 2002
5. Menerbitkan perangkat lunak bagi pengembangan manajemen dan organisasi seperti Petunjuk Bagi
Pengurus PMI.
Struktur Organisasi
Apa itu KORPS SUKARELA - KSR PMI
Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR-PMI) adalah kesatuan atau unit di dalam perhimpunan PMI, yang
merupakan wadah kegiatan atau pengabdian bagi Anggota Biasa perhimpunan PMI dan pribadi-pribadi yang
menyatakan diri dan menjadi anggota KSR PMI, serta memenuhi syarat menjadi anggota KSR PMI.
Beberapa waktu kemudian, setelah kembali ke Swiss, dia menuangkan kesan dan pengalaman tersebut
kedalam sebuah buku berjudul "Kenangan dari Solferino", yang menggemparkan seluruh Eropa. Dalam
bukunya, Henry Dunant mengajukan dua gagasan;
Pada tahun 1863, empat orang warga kota Jenewa bergabung dengan Henry Dunant untuk mengembangkan
gagasan pertama tersebut. Mereka bersama-sama membentuk "Komite Internasional untuk bantuan para
tentara yang cedera", yang sekarang disebut Komite Internasional Palang Merah atau International Committee
of the Red Cross (ICRC).
Dalam perkembangannya kelak untuk melaksanakan kegiatan kemanusiaan di setiap negara maka didirikanlah
organisasi sukarelawan yang bertugas untuk membantu bagian medis angkatan darat pada waktu perang.
Organisasi tersebut yang sekarang disebut Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Merah.
Berdasarkan gagasan kedua, pada tahun 1864, atas prakarsa pemerintah federal Swiss diadakan Konferensi
Internasional yang dihadiri beberapa negara untuk menyetujui adanya "Konvensi perbaikan kondisi prajurit yang
cedera di medan perang". Konvensi ini kemudian disempurnakan dan dikembangkan menjadi Konvensi
Jenewa I, II, III dan IV tahun 1949 atau juga dikenal sebagai Konvensi Palang Merah . Konvensi ini merupakan
salah satu komponen dari Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI) suatu ketentuan internasional yang
mengatur perlindungan dan bantuan korban perang.
Dua tahun sekali , Gerakan Palang Merah Internasional juga mengadakan pertemuan Dewan Delegasi (Council
of Delegates) , yang anggotanya terdiri atas seluruh komponen Gerakan. Dewan Delegasi akan membahas
permasalahan yang akan dibawa dalam konferensi internasional. Suatu tim yang dibentuk secara khusus untuk
menyiapkan pertemuan selang antar konferensi internasional yaitu Komisi Kerja ( Standing Commission).
Bersamaan dengan pertemuan tersebut khusus untuk Federasi Internasional dan anggota perhimpunan nasional
juga mengadakan pertemuan Sidang Umum (General Assembly) sebagai forum untuk membahas program
kepalangmerahan dan pengembangannya.
KOMITMEN KEMANUSIAAN
Berikut adalah garis besar program kemanusiaan kepalangmerahan yang terakomodasi antara lain dalam
kesepakatan Federasi Internasional ( Strategi 2010) ; Komitmen Regional anggota Perhimpunan ( Deklarasi
Hanoi ) dan kesepakatan Konferensi Internasional ( Plan of Action ).
1. STRATEGI 2010
Strategi 2010 (S-2010) adalah seperangkat strategi Federasi Internasional dalam menghadapi tantangan
kemanusiaan pada dekade menantang. Dokumen yang diadopsi Sidang Umum pada tahun 1999 ini
menjabarkan misi Federasi yaitu: "memperbaiki hajat hidup masyarakat rentan dengan memobilisasi kekuatan
kemanusiaan".
Tiga tujuan utama yang strategis adalah:
Memenuhi komitmen untuk meratifikasi Protokol Tambahan I dan II dari Konvensi-Konvensi Jenewa
1949
Memperkuat Legislasi yang berkaitan dengan penggunaan Lambang Palang Merah
Memperkuat aspek-aspek kelembagaan dalam perencanaan kesiapsiagaan penanggulangan bencana
Mengintensifkan pendidikan dan diseminasi Hukum Humaniter Internasional dan karya-karya organisasi
kemanusiaan kepada masyarakat sipil dan militer
Memperkuat kemitraan dengan lembaga-lembaga nasional untuk membantu masyarakat rentan
Program diseminasi nilai-nilai kemanusiaan kepada anggota dan kelompok sasaran tertentu serta
mendorong pemerintah untuk menyusun peraturan nasional mengenai lambang dan perjanjian terkait.
Mengintensifkan program kesiapsiagaan penanggulangan bencana di daerah-daerah yang rawan
bencana melalui program "community based" dan meningkatkan kemampuan manajemen bencana dan
pelatihan sukarelawan serta penyediaan peralatan standar operasional.
Melaksanakan program sosial dan kesehatan dalam hal pelayanan darah, pendidikan remaja sebaya
sebagai upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS atau kegiatan-kegiatan yang berorientasikan pada
pelayanan P3K yang berbasis masyarakat, masalah air dan sanitasi, kesejahteraan kelompok masyarakat
rentan di daerah tertinggal dan memperbaiki pelayanan ambulan dan pos P3K.
KEANGGOTAAN
Menurut k
etentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PMI
yang disebut Anggota Palang Merah Indonesia (PMI) adalah
setiap Warga Negara Indonesia yang bersedia menjadi anggota
PMI. Mereka terdiri dari:
Pasal 8
1. Yang dapat diterima sebagai Anggota Remaja ialah
Warga Negara Indonesia berumur 10 sampai 20 tahun.
2. Anggota Remaja sebagai calon anggota dan kader pengurus PMI berkewajiban membantu pelaksanaan
kegiatan kepalangmerahan.
3. Setiap anggota Remaja dapat menjadi Anggota Biasa setelah mencapai usia 20 tahun
4. Hak dan kewajiban Anggota Remaja dilaksanakan melalui wadah Palang Merah Remaja, disingkat
PMR.
Pasal 9
1. Status, persyaratan tugas dan kegiatan Palang Merah Remaja ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
2. Status, persyaratan tugas dan kegiatan Korps Sukarela (KSR) ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
3. Status, persyaratan tugas dan kegiatan Tenaga Sukarela (TSR) ditetapkan oleh Pengurus Pusat.
4. Atribut keanggotaan PMI ditetapkan oleh Pengurus Pusat
Pasal 10
1. Anggota Biasa adalah Warga Negara Indonesia yang menaruh perhatian dan minat untuk berperan
serta memajukan gerakan kepalang merahan.
2. Anggota Biasa serendah-rendah berumur 20 tahun atau yang telah kawin.
3. Anggota Biasa berkewajiban menyumbangkan darma baktinya menurut kebijaksanaan Cabang sesuai
dengan peraturan Pengurus Pusat.
anggota biasa mempunyai hak untuk menghadiri Musyawarah Cabang.
dalam hal Anggota Biasa di cabang yang sudah mempunyai Ranting, mewakilkan haknya
kepada utusan Ranting yang bersangkutan.
Pasal 11
1. Untuk menjadi Anggota Biasa, wajib mendaftarkan diri kepada Pengurus Cabang.
2.
keabsahan sebagai Anggota Biasa PMI dinyatakan oleh tercantumnya nama anggota yang
bersangkutan dalam buku daftar anggota dan kepadanya diberikan kartu anggota.
setiap anggota yang pindah keluar Cabang diwajibkan memberitahukan kepada Cabang yang
bersangkutan dan melaporkan kepada Cabang di tempat tinggal yang baru.
3. Anggota Biasa berhenti sebagai anggota apabila yang bersangkutan :
minta berhenti
meninggal dunia
4. Anggota Biasa dapat diberhentikan oleh Pengurus Cabang apabila yang bersangkutan melakukan
perbuatan yang mencemarkan nama Palang Merah Indonesia.
Pasal 12
1. Anggota Kehormatan ialah Warga Negara Indonesia yang diangkat dengan Surat Keputusan Pengurus
Pusat berdasarkan jasa-jasanya kepada PMI
2. Anggota Luar Biasa ialah warga Negara bukan Indonesia yang diangkat dengan Surat Keputusan
Pengurus Pusat berdasarkan jasa-jasanya kepada PMI
3. Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, dan Pengurus Cabnag dapat mengusulkan seseorang untuk
diangkat menjadi Anggota Kehormatan, sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat.
SUMBER DANA
Mengacu pada ketentuan Anggaran Rumah Tangga PMI Bab XI tentang Perbendaharaan bahwa kekayaan,
sumber dana PMI diperoleh dari :
1. Bulan Dana
2. Sumbangan masyarakat
3. Sumbangan masyarakat yang tidak mengikat
4. Usaha-usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan peraturan PMI.
BULAN DANA
Gerakan bulan dana merupakan kebijakan PMI yang dilaksanakan dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Sosial yang dikeluarkan setiap tahun. Pelaksanaan penggalangan dana dilaksanakan oleh Pengurus
Cabang melalui mekanisme kepanitiaan pengelolaan dari wakil masyarakat.
Kegiatan Bulan Dana dilaksanakan selama dua bulan dalam setahun. Setiap Pengurus Cabang mempunyai
kebijakan masing-masing untuk memulai Bulan Dana tersebut, ada yang bulan Mei atau September, bertepatan
dengan momentum peringatan Hari Palang Merah.
Bentuk pencarian dana, pada umumnya berupa kupon dengan nilai rupiah tertentu yang diedarkan di tempat-
tempat hiburan, Bandara dan kantor-kantor , sekolah atau PLN dan Telkom sesuai ijin Pemerintah setempat.
Setelah selesai, hasil bersih Bulan Dana oleh PMI dialokasikan sebagai berikut :
+ 5 % untuk Pengurus Pusat
+ 10 % untuk Pengurus Daerah
+ 85 % untuk Pengurus Cabang
Sejumlah tersebut oleh Pengurus Cabang dimanfaatkan untuk program bantuan, pelatihan, pembinaan dan
pelayanan transfusi darah.
Namun sejak tahun 2000 bagian 5% dari pengumpulan bulan dana untuk PMI Pusat ditiadakan. Penghapusan
tersebut dilakukan atas pertimbagan agar pengurus cabang dapat secara leluasa mengelola dana dari hasil
bulan dana tersebut. Koordinasi pelaksanaan bulan dana ada di tangan pengurus daerah dengan tembusan ke
pengurus pusat.
Dalam kesempatan tertentu PMI juga menyelenggarakan kegiatan pertunjukkan amal sekaligus penggalangan
dana bekerjasama dengan pihak ketiga.
Bila manajemennya baik maka kumpulan dana tersebut dikelola sedemikian rupa menjadi semacam simpanan
"dana abadi" yang dapat dikembangkan untuk pendanaan program lain yang berkelanjutan.
PMI Pusat
Di tingkat pusat, Pengurus Pusat selain mengandalkan pengelolaan dana abadi juga mendapat subsidi dari
pemerintah pusat , Sekretariat Negara untuk dana operasional pembayaran telpon dan listrik. Besar jumlah
subsidi setiap tahun tidak sama , tahun 2001 ini sebesar Rp. 40.000.000.
Selain itu PMI Pusat juga memperoleh sedikit tambahan pemasukan dari Rumah Sakit PMI Bogor. Bantuan dari
Masyarakat atau perusahaan, juga diterima untuk menambah beaya operasional, namun sejak masa krisis
moneter, jumlah dana dari sumbangan masyarakat menurun.
Dengan adanya program pengembangan organisasi dua tahun belakangan ini, yang difasilitasi oleh Palang
Merah Internasional, maka sejak tahun 2000 kapasitas SDM ( karyawan) dan implementasi program kegiatan
didanai dari sumber bantuan internasional.
+ Laporan periodik ke
PMI Pusat.
PMI Program Kesiapsiagaan + Konsolidasi sumber- + Reorganisasi sumber-
Cabang PMI di tingkat Cabang: sumber daya sumber daya
+ Menyusun peta rawan
bencana di wilayah + Membentuk Posko + Evaluasi kegiatan PC
kerjanya serta PB/Crisis Center dan selama periode opearsi
Contingency plan yang komunikasi internal tanggap darurat dan
telah dikoordinasikan maupun eksternal PMI penentuan
dengan program Satlak kebijaksanaan atas
PB setempat. + Pengerahan Tim rencana kegiatan pasca
Satgana untuk bantuan bencana.
+ Pengadaan serbaguna dalam
perlengkapan bantuan satuan-satuan kerja + Ekspose dan
PB. pengungsian, Dapur pertanggungjawaban
Umum, P3K/ambulans, kepada public tentang
+ Membina saluran distribusi material relief, penerimaan sumbangan
informasi dan logistic, TMS, Informasi dan bantuan bencana
komunikasi dengan dan komunikasi, yang diterima dari
institusi terkait. administrasi. sumber-sumber local,
proses distribusinya,
+ Pembentukan Tim + Memelihara cakupannya dll
Satgana terlatih dan koordinasi dengan
tugas siaga KSR secara satlak PB + Komitmen untuk
rotasi. tetap melaporkan
+ Laporan periodic ke
+ Mengadakan simulasi PMI Daerah/Pusat
perkembangan situasi
PB. hingga tiga bulan
+ Diseminasi dan berikutnya.
Program Kesiapsiagaan sosialisasi upaya PB
Tingkat Masyarakat: PMI
+ Membina hubungan
dengan penduduk di + Menyusun rencana
lokasi rawan bencana kerja tindak lanjut untuk
(setingkat tahap pasca bencana.
desa/kelurahan)
+ Kerjasama dengan
organisasi masyarakat
setempat.
+ Menyelenggarakan
program pelatihan
praktis kepada anggota
masyarakat setempat.
+ Menyusun program
pencegahan/mitigasi
dampak bencana
bersama-sama
masyarakat (program
CBDP)
+ Implementasi CBDP
Program
2. Langsung
Bantuan PMI harus diberikan secara langsung oleh tenaga PMI kepada korban bencana, tanpa perantara,
sehingga dapat langsung dirasakan oleh para korban.
4. Materi Bantuan
Bantuan PMI kepada korban bencana adalah dalam bentuk Material (pangan atau non-pangan) dan Jasa
(pendampingan, konseling dan advokasi)
TATA LAKSANA PROGRAM PENANGGULANGAN BENCANA
1. Di dalam melaksanakan tugas memberikan pertolongan dan bantuan kepada korban akibat bencana
alam atau terjadinya konflik dilakukan oleh tenaga KSR dan TSR yang sudah terlatih di bawah komando
PMI Cabang.
2. Setiap orang yang luka siapapun dia dan meskipun dia ikut serta dalam peristiwa kekerasan tersebut,
dia mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pertolongan pertama . Petugas harus menggunakan
seragam Palang Merah dan harus mempunyai akses kepada semua pihak, karena petugas tersebut
bersifat netral dan tidak memihak. Tugasnya hanya membantu semua korban tanpa perbedaan.
3. Apabila dampak dari kejadian bencana alam atau konflik tersebut mengakibatkan pengungsian
penduduk yang memerlukan penanganan bersama, maka PMI Cabang harus meminta bantuan
penanganan kepada PMI Daerah bahkan sampai ke tingkat pusat.
4. Untuk menjaga kemungkinan terjadinya bencana baik bencana alam maupun bencana konflik, di
beberapa daerah yang rawan harus dibentuk tim khusus yang disebut SATGANA (Satuan Siaga
Penanggulangan Bencana). Anggota SATGANA tersebut terdiri dari dari anggota KSR dan TSR yang
sudah terlatih dengan pengetahuan khusus. KSR yang masuk ke dalam Tim SATGANA dapat berasal dari
KSR Unit Perguruan Tinggi atau KSR Unit PMI Cabang yang terpenting dapat melaksanakan tugas setiap
saat diperlukan.
5. Apabila penanganan korban/pengungsi tersebut sangat komplek dan tidak mungkin ditangani oleh PMI
sendiri, maka PMI dapat meminta bantuan /dukungan kepada Palang Merah Internasional dalam bentuk
permohonan bantuan ( disaster appeal) ditujukan kepada IFRC, dan kepada ICRC bila itu bencana konflik.
6. Apabila diperlukan , PMI Pusat dan Daerah dapat bekerjasama dengan ICRC atau IFRC untuk
membentuk sebuah tim khusus yang bertugas dalam kurun waktu tertentu hingga unsur PMI setempat
mampu mengambil alih tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Tim Khusus tersebut. Anggota Tim Khusus
dapat direkrut dari unsur-unsur pengurus PMI, staf senior (Pusat, Daerah maupun Cabang), KSR terlatih
dari lintas daerah dan KSR PMI Cabang setempat.
Setiap upaya penanggulangan bencana oleh PMI harus dipastikan bahwa kegiatan tersebut telah
dikoordinasikan baik secara vertical maupun horizontal di semua tingkatan.
SOP harus disosialisasikan kepada instansi terkait di semua tingkatan (Bakornas, Satkorlak, Satlak).
Bekerjasama dengan instansi terkait/LSM sangat dimungkinkan berdasarkan prinsip-prinsip kemitraan
dan saling menghormati mandate masing-masing pihak.
Kerjasama antara PMI Daerah atau Cabang dengan Lembaga-Lembaga Internasional harus
memperoleh persetujuan dari PMI Pusat.
Kerjasama operasional antara PMI dengan ICRC atau IFRC dalam operasi penanggulangan bencana
harus dilandasi oleh sebuah kesepakatan/MOU yang umum berlaku dalam lingkungan gerakan
kepalangmerahan.
PENANGGUNGJAWAB KEGIATAN
CBDP merupakan program PMI dalam rangka persiapan antisipasi Bencana Alam yang berbasis pada
pemberdayaan masyarakat.
CBDP bukan merupakan hal yang baru bagi PMI, karena sudah berjalan di beberapa daerah yakni:
+ PD Jawa Timur - CBDP di desa Kalitidu ( 1995 / 1996 )
+ PD Jawa Tengah - CBDP / FA di desa Eromoko Wonogiri ( 1995 )
+ PD NTT - CBDP / FA di Kobalima, Atambua ( 1999/2000 )
+ PD Kaltim - CBFA di Tarakan ( 2001 s.d. sekarang )
1. Secara Institusional : Bertindak selaku Pembina Program tingkat Daerah, yang akan memberikan
dukungan struktural, peran koordinasi dan fasilitasi, peran penghubung dan monitoring
2. Secara Individual : bertindak selaku Narasumber dari program CBDP itu sendiri. Di sini, kita benar-benar
dituntut untuk memahami secara mendalam berbagai aspek dalam pengembangan program CBDP
3. Dalam konteks operasional : Bertindak secara proaktif (inisiatif), antisipatif, inovatif, dan mampu
merumuskan ide-ide serta menyampaikannya kepada berbagai pihak terkait.
4. Dalam konteks regional : PMI Daerah terpilih harus mampu menjadi contoh / model Pembangunan
kegiatan kepalangmerahan bagi propinsi tetangga.
PRA merupakan suatu pendekatan dalam melakukan pembelajaran bersama antara masyarakat lokal dan
pendatang sehingga mampu melakukan perencanaan yang memungkinkan terciptanya prinsip-prinsip penentu,
seperti:
1. PARTISIPASI : masyarakat lokal membantu dalam mengumpulkan data serta dalam proses analisa.
2. FLEKSIBILITAS : tidak berdasarkan metodologi yang standard tatapi tergantung pada kegunaan,
sumber daya, ketrampilan dan ketersediaan waktu.
3. KERJASAMA TIM : outsider & insiders, men & women, mix of disciplines.
4. Mengoptimalkan keperdulian : efisiensi waktu dan biaya, namun cukup memiliki kesempatan untuk
melakukan perencanaan dan analisa.
5. SISTEMATIS : untuk ketepatan dan kesahihan.
Peralatan PRA :
+ Spot mapping
+ Transect mapping
+ Time Line / Historical Line
+ Seasonal calendar
+ Wealth ranking
+ Problem tree Analysis
+ Objective Tree Analysis
+ Logical Framework Approach
Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah seperangkat aturan yang karena alasan kemanusiaan dibuat
untuk membatasi akibat-akibat dari pertikaian bersenjata. Hukum ini melindungi mereka yang tidak atau tidak
lagi terlibat dalam pertikaian dan membatasi cara-cara dan metode peperangan. Hukum Perikemanusiaan
Internasional adalah istilah yang digunakan oleh Palang Merah Indonesia untuk Hukum Humaniter Internasional
(International Humanitarian Law). Istilah lain dari Hukum Humaniter Internasional ini adalah "Hukum Perang"
(Law of War) dan "Hukum Konflik Bersenjata" (Law of Armed Conflict).
Hukum Perikemanusiaan Internasional adalah bagian dari hukum internasional. Hukum internasional adalah
hukum yang mengatur hubungan antara negara. Hukum internasional dapat ditemui dalam perjanjian-perjanjian
yang disepakati antara negara-negara sering disebut traktat atau konvensi dan secara prinsip dan praktis negara
menerimanya sebagai kewajiban hukum.
Dalam sejarahnya hukum perikemanusiaan internasional dapat ditemukan dalam aturan-aturan keagamaan dan
kebudayaan di seluruh dunia. Perkembangan modern dari hukum tersebut dimulai pada abad ke-19. Sejak itu,
negara-negara telah setuju untuk menyusun aturan-aturan praktis, berdasarkan pengalaman pahit atas
peperangan modern. Hukum itu mewakili suatu keseimbangan antara tuntutan kemanusiaan dan kebutuhan
militer dari negara-negara. Seiring dengan berkembangannya komunitas internasional sejumlah negara di
seluruh dunia telah memberikan sumbangan atas perkembangan hukum perikemanusiaan internasional.
Dewasa ini hukum perikemanusiaan internasional diakui sebagai suatu sistem hukum yang benar-benar
universal.
Ada juga beberapa perjanjian internasional yang melarang penggunaan senjata-senjata tertentu dan taktik
militer. Perjanjian ini termasuk Konvensi Den Haag tahun 1907, Konvensi Senjata Biologi tahun 1972, Konvensi
Senjata Konvensional tahun 1980 dan Konvensi Senjata Kimia tahun 1993. Konvensi Den Haag tahun 1954
mengatur perlindungan bangunan dan benda sejarah selama pertikaian bersenjata.
Banyak aturan hukum perikemanusiaan internasional yang sekarang diterima sebagai hukum kebiasaan
internasional yang berarti telah menjadi aturan umum yang diterapkan di semua negara.
Ada dua bahasan yang menjadi cakupan hukum perikemanusiaan internasional, yaitu:
1. Perlindungan atas mereka yang tidak dan tidak lagi mengambil bagian dan suatu pertikaian.
2. Batasan-batasan atas sarana peperangan, khususnya persenjataan dan metode atau cara-cara
peperangan seperti taktik-taktik militer.
Hukum perikemanusiaan internasional melindungi mereka yang tidak ambil bagian atau tidak terlibat dalam
pertikaian yaitu seperti warga sipil serta petugas medis dan rohani. Hukum perikemanusiaan juga melindungi
mereka yang tidak lagi ambil bagian dalam pertikaian seperti mereka yang telah terluka atau korban kapal
karam, mereka yang sakit atau yang telah dijadikan tawanan.
Orang yang dilindungi tidak boleh diserang. Mereka harus bebas dari penyiksaan fisik dan perlakuan yang
merendahkan martabat. Korban yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan dirawat. Aturan-aturan yang terinci,
termasuk penyediaan makanan serta tempat berteduh yang layak dan jaminan hukum, berlaku bagi mereka
yang telah dijadikan tawanan atau mengalami penahanan.
Tempat-tempat dan objek-objek tertentu seperti rumah sakit dan ambulans, juga dilindungi dan tidak boleh
menjadi sasaran penyerangan. HPI menetapkan sejumlah lambang-lambang yang dapat dikenali dengan jelas
dan sinyal-sinyal yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang dan tempat-tempat yang dilindungi.
Lambang-lambang ini termasuk palang merah dan bulan sabit merah.
Hukum perikemanusiaan internasional melarang segala sarana dan cara-cara peperangan yang:
gagal membedakan antara mereka yang terlibat dalam pertikaian dan mereka seperti warga sipil, yang
tidak terlibat dalam pertikaian;
menyebabkan luka-luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak semestinya;
menyebabkan kerusakan lingkungan yang berkepanjangan atau sangat parah.
Hukum perikemanusiaan internasional juga telah melarang penggunaan berbagai jenis persenjataan tertentu
termasuk peluru ledak, senjata kimia dan biologi serta senjata "laser-blinding weapon."
Hukum perikemanusiaan internasional hanya berlaku pada saat terjadi pertikaian bersenjata. Hukum tersebut
tidak dapat diterapkan pada kekacauan dalam negeri seperti tindakan-tindakan kekerasan yang terisolasi.
Hukum perikemanusiaan internasional juga tidak mengatur apakah suatu negara dapat menggunakan kekuatan
(militernya) karena hal ini diatur oleh aturan berbeda (namun sama pentingnya) yaitu hukum internasional yang
terdapat dalam Piagam PBB. Hukum perikemanusiaan internasional hanya berlaku pada saat suatu konflik
dimulai dan berlaku sama kepada semua pihak tanpa memandang siapa yang memulai pertikaian.
Hukum perikemanusiaan internasional membedakan antara pertikaian bersenjata internasional dan pertikaian
bersenjata internal (dalam negeri). Pertikaian bersenjata internasional adalah pertikaian yang sedikitnya
melibatkan dua negara. Pertikaian seperti itu tunduk pada aturan yang lebih luas termasuk diatur dalam empat
Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan pertama. Aturan yang lebih terbatas berlaku bagi pertikaian
bersenjata internal-khususnya yang ditetapkan dalam Pasal 3 dari setiap ke-empat Konvensi Jenewa dan
Prokokol Tambahan kedua. Namun di dalam pertikaian bersenjata internal, seperti halnya dalam pertikaian
bersenjata internasional, semua pihak harus mematuhi hukum perikemanusiaan internasional.
Adalah penting untuk membedakan antara hukum perikemanusiaan internasional dengan hukum hak asasi
manusia. Meski beberapa aturan dari keduanya ada yang sama, kedua hukum ini telah berkembang secara
terpisah dan terdapat dalam perjanjian yang berbeda. Secara khusus hukum hak asasi manusia, tidak seperti
hukum perikemanusiaan internasional, berlaku pada masa damai dan banyak aturannya mungkin ditangguhkan
selama suatu pertikaian bersenjata berlangsung.
Sejumlah tindakan telah diambil untuk mempromosikan penghormatan terhadap hukum perikemanusiaan
internasional. Negara-negara berkewajiban untuk memberikan pendidikan tentang hukum perikemanusiaan
internasional kepada angkatan bersenjata dan masyarakat umum negaranya. Mereka harus mencegah dan jika
perlu menghukum semua pelanggaran hukum perikemanusiaan internasional. Utamanya mereka harus
memberlakukan hukum untuk menghukum pelanggaran-pelanggaran paling serius Konvensi-Konvensi Jenewa
dan Protokol-protokol Tambahan yang dianggap sebagai kejahatan perang. Beberapa tindakan juga telah
dilakukan pada level internasional. Pengadilan-pengadilan ad hoc telah dibentuk untuk menghukum tindakan-
tindakan yang dilakukan dalam dua pertikaian yang terjadi beberapa waktu lalu yaitu di bekas Yugoslavia dan
Rwanda. Dewasa ini pengadilan permanen internasional yang akan dapat menghukum kejahatan perang sudah
disepakati untuk didirikan. Dasar hukumnya adalah Statuta Roma 1998 tentang pendirian Pengadilan Kriminal
Internasional (International Criminal Court). Pengadilan yang akan berkedudukan di Den Haag Belanda itu
terbentuk bila Statuta tersebut sudah diratifikasi 60 negara, sementara saat ini baru 4 negara yang
meratifikasinya.
Apakah melalui pemerintah, melalui organisasi-organisasi atau sebagai perorangan, kita dapat memberikan
suatu sumbangan penting bagi penerapan hukum perikemanusiaan internasional. ( Sumber: "What is
International Humanitarian Law" - ICRC Advisory Service on International Humanitarian Law - SERBA SERBI
TRANSFUSI DARAH
1. DONOR DARAH
2. BAGAIMANA MENDAPATKAN DARAH
3. PENGELOLAAN DARAH & BIAYA PENGGANTIAN PENGELOLAAN (Service Cost )
4. PEMAKAIAN DARAH
5. GOLONGAN DARAH
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1. DONOR DARAH
a. Syarat-syarat Teknis Menjadi Donor Darah :
umur 17 - 60 tahun
( Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis dari orangtua. Sampai usia
tahun donor masih dapat menyumbangkan darahnya dengan jarak penyumbangan 3 bulan atas
pertimbangan dokter )
Berat badan minimum 45 kg
Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
Tekanan darah baik ,yaitu:
Sistole = 110 - 160 mm Hg
Diastole = 70 - 100 mm Hg
Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
Hemoglobin
Wanita minimal = 12 gr %
Pria minimal = 12,5 gr %
Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-
kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
Dokter yang merawatlah yang menentukan pasien membutuhkan darah atau tidak
Membawa formulir khusus rangkap 4 atau 5 untuk permintaan darah yang telah diisi oleh dokter yang
merawat disesrtai contoh darah pasien dengan identitas yang jelas.
Formulir dan contoh darah tersebut dikirim ke Bank Darah di rumah sakit atau laboratorium UTDC PMI
setempat. Untuk Daerah Jakarta, darah dapat diperoleh di UTDD PMI DKI Jakarta, Jl. Kramat Raya No.47,
apabila persediaan darah yang diminta oleh dokter tidak ada di bank darah rumah sakit tmaka bawalah
donor pengganti ke UTDC setempat.
Atas dasar permintaan dokter di RS tersebut UTDC melakukan pemeriksaan reaksi silang antara contoh
darah donor dengan contoh darah pasien, yang memakan waktu lebih kurang 1,5 jam.
Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan walaupun golongan darah pasien dengan golongan darah donor
sama. Bila dalam pemeriksaan silang tidak terdapat kelainan maka barulah darah donor diberikan kepada
pasien. Bila pada pemeriksaan ditemukan kelainan atau ketidakcocokan perlu dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk mencari sebab kelainan atau ketidakcocokan tersebut.
Wilayah di luar DKI Jakarta, dapat menghubungi Unit-Unit Transfusi Darah PMI Cabang , seperti berikut :
Daftar Nomer Telpon UTD PMI Cabang
No Daerah No Telpon
I Banda Aceh
1 Kod Banda Aceh 0651 - 231 / 332281
2 Kab Aceh Utara 0645 - 740202
3 Kab Aceh Timur/Langsa 0641 - 22051
II Sumatera Utara
4 Kod Medan 061 - 6621918
5 Kab Simalungun/P Siantar 0622 - 21856
6 Kab Tap Sel/ P Sidempuan 0634 - 23845
7 Kod Asahan/Tj Balai 0623 - 92033
8 Kod Tebing Tinggi 0621 - 22084
9 Kab Deli Sedang 061 - 7953820
III Sumatera Barat
10 Kod Padang 0751 - 31795
11 Kod Bukit Tinggi 0752 - 31605
IV Riau
12 Kod Pakan Baru 0761 - 23126
13 Kep Riau/Tj Pinang 0771 - 22734
14 Kotif Batam Sekupang 0778 - 450626
V Sumatera Selatan
15 Kod Palembang 0711 - 356282
16 Kod Pangkal Pinang 0717 - 432467
17 Kab Belitung/Tj Pandan 0719 - 21585
18 Kab Lahat 0731 - 21798
20 Kab Ogan Komering Ulu 0735 - 20298
VI Jambi
21 Kod Jambi 0741 - 61827
VII Bengkulu
22 Kod Bengkulu 0736 - 27018
VIII Lampung
23 Kod B Lampung 0721 - 702147
24 Kab L Utara/Kota Bumi 0724 - 22095
IX DKI Jakartra
25 UTDD PMI DKI Jakarta 021 - 3906666
X Jawa Barat
26 Kod Bandung 022 - 4208677
27 Kab Bandung/Soreang 022 - 5950035
28 Kab Serang 0254 - 200724
29 Kab Tangerang 021 - 5523582
30 Kota Bogor 0251 - 342864
31 Kab Bogor 0251 - 29491
32 Kod Sukabumi 0266 - 225180
33 Kab Sukabumi 0266 - 225343
34 Kab Garut 0262 - 233672
35 Kab Tasimalaya 0265 - 331325
36 Kab Karawang 0267 - 405190
37 Kod Cirebon 0231 - 201003
38 Kab Cirebon 0231 - 207587
39 Kab Purwakarta 0264 - 200100
40 Kab Bekasi 021 - 8855713
41 Kab Cianjur 0263 - 265167
42 Kab Subang 0264 - 91423
43 Kab Lebak Rangkasbitung 0252 - 21087
44 Kab Majalengka 0233 - 22048
45 Kab Ciamis 0265 - 771405
46 Kab Sumedang 0261 - 81623
47 Kab Indramayu 0234 - 272324
48 Kab Kuningan 0232 - 81505
3. PENGELOLAAN DARAH & BIAYA PENGGANTIAN PENGELOLAAN (Service Cost )
Upaya kesehatan Transfusi Darah adalah upaya kesehatan yang bertujuan agar penggunaan darah berguna
bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan . Kegiatan ini mencakup antara lain :pengerahan
donor,penyumbangan darah, pengambilan, pengamanan, pengolahan, penyimpanan, dan penyampaian darah
kepada pasien.
Kegiatan tersebut harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai standar yang telah ditetapkan, sehingga darah
yang dihasilkan adalah darah yang keamanannya terjamin. Demikian juga dengan donornya, donor yang
menyumbagkan darahnya juga tetap selalu sehat.
Kelancaran pelaksanaan upaya kesehatan transfusi darah di atas sangat terkait dengan dukungan faktor
ketenagaan, peralatan, dana dan sistem pengelolaannya yang hakikatnya kesemuanya itu memerlukan biaya.
Biaya yang dibutuhkan untuk proses kegiatan tersebut diatas adalah biaya pengelolaan darah ( Service Cost) ,
yang pada prakteknya manfaatnya ditujukan kepada pengguna darah di rumah sakit. Penarikan service
cost/biaya pengelolaan darah untuk pemakaian darah dilakukan semata-mata sebagai penggantian pengelolaan
darah sejak darah diambil dari donor sukarela sampai darah ditransfusikan pada orang sakit dan bukan untuk
membayar darah.
Pengelolaan Darah
Yang dimaksud dengan pengelolaan darah adalah tahapan kegiatan untuk mendapatkan darah sampai dengan
kondisi siap pakai, yang mencakup antara lain :
Rekruitmen donor.
Pengambilan darah donor.
Pemeriksaan uji saring.
Pemisahan darah menjadi komponen darah.
Pemeriksaan golongan darah.
Pemeriksaan kococokan darah donor dengan pasien.
Penyimpanan darah di suhu tertentu
Dan lain-lain.
Untuk melaksanakan tugas tersebut dibutuhkan sarana penunjang teknis dan personil seperti :
Kantong darah.
Peralatan untuk mengambil darah.
Reagensia untuk memeriksa uji saring, pemeriksaan golongan darah, kecocokan darah donor dan
pasien.
Alat-alat untuk menyimpan dan alat pemisah darah menjadi komponen darah.
Peralatan untuk pemeriksaan proses tersebut.
Pasokan daya listrik untuk proses tersebut dan
Personil PMI yang melaksanakan tugas tersebut
Peranan ketersediaan prasarana di atas sangat menentukan berjalannya proses pengolahan darah. Untuk itu
pengadaan dana menjadi penting dalam rangka menjamin ketersediaan prasarana tersebut, PMI menetapkan
perlunya biaya pengolahan darah ( service cost).
"Service cost" tetap harus dibayar walaupun pemohon darah membawa sendiri donor darahnya. Mengapa
demikian? Karena bagaimanapun darah tersebut untuk dapat sampai kepada orang sakit yang membutuhkan
darah tetap memerlukan prosedur seperti tersebut diatas.
Demikian pula Service Cost tetap ditarik walaupun PMI telah menerima sumbangan dari masyarakat karena
hasil sumbangan masyarakat tersebut masih jauh dari mencukupi kebutuhan operasional Unit Darah Daerah
PMI DKI Jakarta.
Penarikan service cost di Jakarta khususnya dapat dilakukan di :
+ Rumah Sakit
Rumah sakit yang sudah mempunyai Bank Darah atau yang belum mempunyai Bank Darah tetapi permintaan
darahnya banyak.
Kemudian UTDD PMI DKI akan menagih setiap bulan ke rumah sakit tersebut, berdasarkan jumlah pemakaian
darah.
4. PEMAKAIAN DARAH
+ Pemecahan Darah menjadi Komponen
Darah terdiri dari bagian-bagian atau komponen darah dengan fungsinya masing-masing. Komponen-komponen
darah yang penting adalah eritrosit, leukosit, trombosit, plasma dan faktor pembekuan darah. Dengan kemajuan
teknologi kedokteran, komponen-komponen darah tersebut dapat dipisah-pisahkan dengan suatu proses.
5. GOLONGAN DARAH
Apakah Golongan Darah itu?
Golongan darah ditentukan adanya suatu zat/antigen yang terdapat dalam sel darah merah. Dalam system ABO
yang ditemukan Lansteiner tahnu 1900, golongan darah dibagi:
donatur korban banjir Perlengkapan sekolah Peduli Banjir DKI Banjir di Sumatera, Hari AIDS Se
2007 untuk siswa korban Jakarta dan sekitarnya Riau dan NAD 2006
banjir