You are on page 1of 39

HIKMAH SHALAT BAGI KESEHATAN

‫ن‬
ِ ‫ع‬
َ ‫هى‬ َ ْ ‫صَلةَ ت َن‬ ّ ‫ن ال‬ ّ ِ ‫صَلةَ إ‬ ّ ‫قم ِ ال‬ ِ َ ‫وأ‬ ِ ‫ن ال ْك َِتا‬
َ ‫ب‬ َ ‫م‬ َ ْ ‫ي إ ِل َي‬
ِ ‫ك‬ ِ ‫ما ُأو‬
َ ‫ح‬ َ ‫ل‬ ُ ْ ‫ات‬
َ ّ ‫ء وال ْمن ْك َر ول َذك ْر الل‬
‫ن‬
َ ‫عو‬ُ َ ‫صن‬ ْ َ ‫ما ت‬ ُ َ ‫عل‬
َ ‫م‬ ْ َ‫ه ي‬ُ ّ ‫والل‬
َ ‫ه أك ْب َُر‬ ِ ُ ِ َ ِ ُ َ ِ ‫شا‬ َ ‫ح‬ َ ْ ‫ال‬
ْ ‫ف‬

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al


Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Seungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah
yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan. ”
(Q.S. Al ‘Ankabut : 45)
Dalam rangka membina kesehatan manusia. Islam
membuat pedoman-pedoman secukupnya. Salah satunya
adalah shalat lima waktu. Mungkin selama ini kita belum
menyadari apa sesungguhnya hikmah dibalik gerakan
shalat itu. Mengapa kita harus berdiri tegak dan lurus
(bagi yang mampu), ruku’, i’tidal, sujud dan duduk
(tahuyat) di dalam shalat? Tidakkah kita menyadari
bahwa setiap gerakan itu mengandung unsur olah raga?
Yang ternyata dapat menyehatkan jasmaniyah (tubuh)
serta berefek positif terhadap kesehatan rohani
(mental/jiwa) bagi yang melaksanakannya.
Demikian menurut ahli. Prof. DR. H.A. Saboe dalam
bukunya Hikamh Kesehatan dalam Shalat, 1986.
Sedangkan ahli lain, Syekh Hakim Abu Abdullah Ghulam
Hoiruddin dalam bukunya The Book of Sufi Healding
(Kitab Al Timn Al Rauhii As Suufi), juga dalam versi
Indonesia mengatakan bahwa shalat dikerjakan dalam
delapan posisi yang masing-masing dapat memberikan
efek positif terhadap siri seseorang. Dan ahli lain ada
yang menyebutkan ada 12 atau lebih posisi dalam shalat.
Posisi 1: Berdiri tegak, pandangan ke arah tempat
sujud dan menghadap kiblat. Dengan posisi ini, tubuh
merasa bebas dari beban, karena pembagian beban yang
sama pada kedua kaki. Punggung lurus sehingga akan
memperbaiki postur tubuh. Pandangan dipertajam
dengan memfokuskan pada tempat sujud. Otot-otot
punggung bagian atas dan bawah dilemaskan, pusat otak
bagian atas dan bawah dipadukan membentuk satu
kesatuan tujuan.
Posisi 2: Berdiri tegak dengan kedua tangan
bersedekap di dada. Dengan posisi ini dapat
diperpanjang konsentrasi pengendoran kaki dan
punggung. Membaca ayat-ayat Al Qur’an atau doa dapat
merangsang penyebaran 99 Nama Tuhan (Asmaul Husna)
ke seluruh tubuh, pikiran dan jiwa. Suara vokalnya akan
merangsang jantung, kelenjer gondok (tyroid), kelenjer
pineal, kelenjer bawah otak, kelenjer adrenal dan paru-
paru serta akan membersihkan dan mengeringkan semua
organ tersebut. Juga dapat menciptakan sirkulasi darah,
terutama aliran darah kembali ke jantung, serta produksi
getah bening dan jaringan yang terkumpul dalam
kantong-kantong kedua persendian itu menjadi lebih
baik, gerakannya menjadi lancar dan dapat
menghindarkan diri dari penyakit di persendian, misalnya
reumatik.
Posisi 3 :Ruku’Posisi ini dapat melonggarkan otot-
otot punggung bawah, paha dan betis. Darah dipompa ke
batang tubuh bagian atas. Juga dapat melonggarkan otot-
otot perut, abdomen dan ginjal. Dengan ruku’ ternyata
tulang punggung (vertebrae) dapat tetap berada dalam
keadaan baik, karena persendian diantara badan-badan
ruas tulang belakang (corpus vertebrae) tetap lembut
dan lentur. Dapat memudahkan persalinan bagi wanita
yang melahirkan. Selain itu, ruku’ dapat menciptakan
konsentrasi secara serentak antara otot-otot pinggang,
sehingga penyakit pembungkukan tulang punggung
(scloise) yang sering dialami terutama oleh anak-anak
karena sikap duduk yang salah saat menulis atau
membaca dapat dihindarkan.
Posisi 4: Bangkit dari ruku’ (I’tidal) Gerakan ini me-
nyebabkan darah segar yang bergerak naik ke batang
tubuh saat ruku’ akan kembali ke keadaan semula
dengan membawa toksin. Tubuh menjadi santai kembali
dan melepaskan ketegangan.
Posisi 5: Sujud Secara ilmiah sujud dapat menye-
babkan otot-otot menjadi besar dan kuat terutama otot-
otot dada, sehingga terhindar dari penyakit yang
disebabkan oleh dada tidak kuat. Lutut yang membentuk
sudut yang tepat memungkinkan otot perut berkembang
dan dapat mencegah pembesaran di bagian tengah perut.
Sujud juga menyebabkan 20 % oksigen yang ada pada
tubuh akan mengalir ke otak, sehingga aliran darah
dalam otak semakin lancar. Sujud dapat pula
memperlancar aliran darah ke bagian atas tubuh
terutama kepala (mata, hidung, dan telinga) serta paru-
paru yang memungkinkan toksin-toksin dibersihkan oleh
darah. Ternyata sujud dapat mengurangi tekanan darah
tinggi dan menambah elastisitas tulang. Pada saat sujud,
semua otak akan berkontraksi, bukan saja otot menjadi
besar dan kuat, tapi urat-urat darah sebagai pembuluh
nadi (arteria), pembuluh darah balik (venae), serta urat-
urat getah bening akan terpijat atau terurut. Sehingga
peredaran darah dan lympa akan lancar. Disamping itu
membantu kelancaran kerja jantung dan menghindarkan
pengerutan dinding-dinding pembuluh darah (arterio-
scelerosis). Gerakan sujud juga dapat mengahasilkan
energi panas yang dibutuhkan oleh proses pencernaan
makanan oleh tubuh. Satu hal lagi, bahwa adalah
merupakan esensi dari ibadah shalat.
Posisi 6: Duduk diantara dua sujud (tasyahud
Awwal/Duduk iftirasy) Sikap ini dapat membantu meng-
hilangkan efek racun pada hati dan merangsang gerakan
paristaltik usus besar, serta akan membantu proses
pencernaan dengan mendesak turun isi perut.
Posisi 7: Sujud ke dua setelah duduk Iftirasy
Pengulangan sujud yang lama dalam beberapa detik
dapat membersihkan sistem pernafasan, peredaran darah
dan saraf, juga penyebaran oksigen ke seluruh tubuh
akan lebih lancar dan menciptakan keseimbangan sistem
saraf simpatik dan para simpatik.
Posisi 8: Tasyahud Akhir/duduk Tawaruq Posisi ini
hampir sama manfaatnya dengan dengan posisi 6 (duduk
Iftirasy). Pada kedua sikap duduk ini, sebenarnya kita
duduk dengan otot-otot pangkal paha. Dimana di
dalamnya terdapat salah satu saraf pangkal paha yang
besar yaitu di atas kedua tumit kita, tumit dilapisi oleh
sebuah otot yang berfungsi sebagai bantal, sehingga
tumit menekan otot-otot pangkal paha serta saraf
pangkal paha dan pijatan atau tekanan tersebut ternyata
dapat menghindarkan atau menyembuhkan penyakit
saraf pangkal paha (neuralgia) yang terasa sakit, nyeri
dan sengal.
Kesimpulannya, jika shalat kita kerjakan dengan
sebenar-benarnya (sesuai gerakan dan syari’at), Insya
Allah ia dapat melindungi, mencegah bahkan
meyembuhkan dari sekumpulan penyakit ringan maupun
berat.
Miras

“Nabi SAW melaknat tentang khamr (minuman keras atau


yang memabukkan) sepuluh golongan: 1) yang
memerasnya, 2) yang minta diperaskan, 3) yang
meminumnya, 4) yang membawanya, 5) yang minta
diantarkan, 6) yang menuangkannya, 7) yang
menjualnya, 8) yang makan hasil penjualannya, 9) yang
membelinya, 10) yang minta dibelikan. ” (HR. At Tirmidzi
dan Ibnu Majah).
Al Khamr secara bahasa berarti tertutup.
Khamarahu berarti satarahu (menutupinya). Dari sinilah
diambil kata khimar yang berarti kerudung (penutup
kepala) dan kata khamr yang berarti minuman kears
(miras). Disebut demikian karena orang yang
mengkonsumsi khamr akan menyebabkan akalnya
tertutup sehingga tidak bisa mengingat apa-apa alias
mabuk. Lebih khusus lagi Rasulullah SAW memandang
khamr (miras) bukan dari segi bahan yang dipakai untuk
membuat khamr (miras), tetapi memandang dari segi
pengaruh yang ditimbulkan, yaitu memabukkan. Oleh
karenanya miras (minuman keras), apapun merk dan
nama yang dipergunakan oleh manusia dapat dihukumi
haram.
Khamr yang didefenisikan oleh Raslullah SAW adalah
sesuatu yang memabukkan yang dapat mengakibatkan
hilngnya akal. Padahal akal adalah organ yang berfungsi
mengontrol dan mengembalikan gerak gerik seluruh
anggota tubuh. Dan hokum Islam juga menegaskan
bahwa meminum khamr baik sedikit apalagi banyak maka
hukumnya adalah haram.
Rasulullah SAW bersabda: “Minuman apapun kalau
banyaknya itu memabukkan. Maka sedikitnyapun adalah
haram.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan At Tirmidzi)
Karena itu tidaklah mengherankan kalau Islam
memandang khamr sebagai ummul khabaits (sumber
segala perbuatan keji) dan miftahu kulli syarrin (kunci
segala kemaksiatan). Sebab, jika akal seseorang sudah
tertutup oleh pengaruh khamr, ia akan bertindak di luar
kontrol. Tindak kejahatan apa saja bisa ia lakukan,
seperti perkelahian yang tidak jarang berakhir dengan
pembunuhan dan kejahatan lainnya yang dapat
mengganggu ketentraman serta meresahkan masyarakat
dan lingkungan.
Allah SWT memerintahkan manusia untuk menjauhi
(mengharamkan) khamr. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Al Maidah ayat 90-91
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr,
judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan
anak panah adalah perbuatan keji dan merupakan
perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu memperoleh keberuntungan. Sesungguhnya
syetan itu hanyalah bermaksud menimbulkan
permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran
khamr dan berjudi itu, dan hendak menghalang-halangi
kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah
kamu.”
Dari di atas dapat diambil kesimpulan singkat
tentang khamr :
1. Khamr (miras) adalah rijsun, sesuatu yang keji dan
kotor (najis).
2. Khamr (miras) adalah perbuatan syetan.
3. Khamr (miras) senantiasa menyeret kepada tindak
kejahatan, permusuhan, dan kebencian di antara
manusia.
4. Khamr (miras) penghalang manusia untuk berbuat baik,
berzikir kepada Allah dan menghalangi manusia untuk
mendirikan shalat.
5. Khamr (miras) dalam segala bentuk dan kadarnya
adalah haram, maka Allah memerintahkan manusia
untuk menjauhinya.
Sebelum ayat Al Qur’an surat Al Maidah: 90-91 itu
turun, masyarakat Arab sudah terbiasa meminum khamr,
bahkan khamr termasuk bagian hidup mereka, termasuk
para shahabat. Namun, setelah Allah mengharamkan
khamr melalui firman-Nya di atas (Q.S Al Maidah: 90-91)
mereka langsung meninggalkannya. Rasulullah SAW
bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr, maka
barangsiapa yang telah mengetahui ayat ini dan masih
mempunyai khamr walaupun sedikit, maka jangan
diminum dan jangan dijual.” (HR. Muslim)
Rawi hadits ini menjelaskan, bahwa para sahabat
kemudian secara serentak menumpahkan semua
minuman keras yang ada di rumah mereka. Menurut para
ahli sejarah, beberapa saat setelah turunnya ayat yang
mengharamkan khamr, saat itu kota Madinah ‘banjir’
digenangi air khamr yang ditumpahkan kaum muslimin
sambil berseru, “Intahaina ya Allah!” (Kami telah
menjauhinya, ya Allah!).
Sahabat Ali bin Abi thalib r.a bahkan sempat berkata,
“Seandainya ada satu tetes khamr (minuman keras) jatuh
ke laut, kemudian laut itu kering, lalu tumbuh sebatang
pohon yang buahnya bisa dimakan, maka andai saja
lidahku telah kering kehausan dan perutku menjerit
kelaparan, niscaya aku tidak akan mendekatinya.”
Sikap tegas seperti ini ditunjukkan juga oleh sahabat
Umar bin Khatab r.a di hadapan orang banyak ia berseru,
“Demi Allah! Seandainya setetes khamr jatuh ke
tanganku, niscaya akan kupotong tanganku ini dan
kulepaskan dari tubuhku.”
Mereka juga mencegat dan melakukan ‘razia’ orang-
orang yang masih menyimpan atau menjual khamr.
Kemudian khamr-khamr itu mereka tumpahkan ke tanah
atau mereka buang ke selokan air. Para sahabat
melakukan gerakan pembasmian khamr dikarenakan
Allah SWT dan Rasul-Nya telah mengharamkannya, dan
juga melihat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh khamr
tersebut (khususnya bagi peminumnya). Yaitu timbulnya
beragam macam kejahatan dan kemaksiatan yang sangat
merugikan manusia, baik yang mengkonsumsinya
maupun orang lain. Disamping itu para sahabat sangat
meyakini bahwa Allah tidak akan melarang sesuatu, kalau
tidak ada mudharat di dalamnya. “Sesungguhnya Allah
tidak pernah menzalimi manusia, manusia sendiri yang
menzalimi dirinya.”
Dalam kajian syari’at Islam sangat dikenal bahwa
diterapkannya syari’at oleh Allah SWT bagi manusia
memiliki tujuan (maqashid syari’ah) yang sangat berarti
bagi manusia, diantaranya ialah memelihara akal, yaitu
dengan mengharamkan seluruh apa yang mengganggu
atau menghilangkan akal itu.
Sekali lagi perlu ditekankan bahwa MIRAS (minuman
keras), apapun bentuk, nama maupun merknya maka
hukum mengkonsumsinya adalah haram. Diriwayatkan
oleh Ahmad dan Abu Daud dari Abu Malik Al Asy’ari,
Sesungguhnya dia (Abu Malik Al Asy’ari)telah mendengar
Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya manusia dari
ummatku akan meminum khamr dan mereka akan
menyebutnya dengan selain namanya (selain khamr).”

Tiada Maaf Bagimu

“ Wahai ‘Uqbah, maukah engkau aku beritahukan akhlak


penghuni dunia dan akhirat yang paling mulia ? Yaitu,
menyambung silaturrahmi dengan orang yang
memutuskannya, memberi kepada orang yang tidak mau
dan tidak pernah memberimu, memaafkan orang yang
pernah menzalimi dan menganiayamu. ” (HR. Al Hakim)
Pemaaf adalah sikap yang suka memberi maaf
terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa
benci dan dendam di hati. Sifat pemaaf adalah salah satu
manifestasi dari ketaqwaan kepada Allah. Sebagaimana
firman-Nya:
‫ت‬ ِ ُ‫ض أ‬
ْ ّ‫ع عد‬
َ
ُ ‫واْلْر‬
َ ‫ت‬
ُ ‫وا‬
َ ‫م‬
َ ‫سع‬
ّ ‫ها ال‬
َ ‫ض‬
ُ ‫عْر‬
َ ‫ة‬
ٍ ّ ‫جن‬
َ ‫و‬ ْ ُ ‫ن َرب ّك‬
َ ‫م‬ ْ ‫م‬
ِ ‫ة‬
ٍ ‫فَر‬
ِ ‫غ‬ َ ‫عوا إ َِلى‬
ْ ‫م‬ ُ ‫ر‬
ِ ‫سا‬
َ ‫و‬
َ
َ ‫غْيعع‬
‫ظ‬ َ ْ ‫ن ال‬
َ ‫مي‬ َ ْ ‫وال‬
ِ ِ‫كاظ‬ َ ‫ء‬
ِ ‫ضّرا‬
ّ ‫وال‬
َ ‫ء‬
ِ ‫سّرا‬
ّ ‫في ال‬
ِ ‫ن‬ ُ ‫ف‬
َ ‫قو‬ ِ ْ ‫ن ي ُن‬ ِ ّ ‫( ال‬133) ‫قين‬
َ ‫ذي‬ ُ ْ ‫ل ِل‬
ِ ّ ‫مت‬

(134) ‫ن‬
َ ‫سِني‬
ِ ‫ح‬ ُ ْ ‫ب ال‬
ْ ‫م‬ ّ ‫ح‬ ُ ّ ‫والل‬
ِ ُ‫ه ي‬ َ ‫س‬
ِ ‫ن الّنا‬
ِ ‫ع‬
َ ‫ن‬
َ ‫في‬ َ ْ ‫وال‬
ِ ‫عا‬ َ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu


dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Yaitu
orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu
lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang.
Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuata
kebajikan.” (Q.S. Ali Imran: 133-134)
Islam mengajarkan kepada kita untuk bersikap
pemaaf dan suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa
menunggu permohonan maaf dari orang yang berbuat
salah kepada kita. Karenanya, menurut para ulama tidak
ditemukan satu ayatpun yang menganjurkan untuk
meminta maaf, tetapi yang ada ialah perintah untuk
memberi maaf.
Adakalanya seseorang berbuat salah dan menyadari
kesalahannya serta berniat untuk meminta maaf, namun
ia terhalang oleh hambatan psikologis untuk
menyampaikan permintaan maaf. Apalagi jika orang itu
merasa status sosialnya lebih tinggi dari orang yang akan
dimintainya maaf. Misalnya, seorang pemimpin kepada
orang yang ia pimpin, orang tua kepada anaknya, atau
yang lebih tua kepada yang lebih muda. Barangkali,
itulah salah satu hikmah kenapa Allah memerintahkan
kita untuk memberi maaf sebelum dimintai maaf.
Memberi maaf haruslah disertai dengan ketulusan
hati dan berlapang dada. Sehingga tak ada tersisa rasa
dendam atau keinginan untuk membalasnya. Allah
berfirman dalam surat An Nuur ayat 22.
Berlapang dada dalam bahasa Arab disebut ash
shafhu secara etimologis berarti lapang. Halaman pada
buku dinamai shafhah karena kelapangan dan
keluasannya. Dari sini ash shafhu dapat diartikan
kelapangan dada. Berjabat tangan dinamai mushafahah,
karena melakukannya berarti perlambang kelapangan
dada.
Diibaratkan kita adalah dalam menulis di sebuah
lembaran kertas, dan kesalahan itu kita hapus dengan
alat penghapus. Serapi apapun kita menghapusnya, tentu
akan meninggalkan bekas, bahkan barangkali kertas
tersebut menjadi kusut. Karena itu, supaya lebih bersih
dan lebih rapi, maka kertas yang terdapat kesalahan tulis
padanya diganti saja dengan kertas lembaran yang baru.
Memaafkan diibaratkan menghapus kesalahan pada
kertas, sedangkan berlapang dada diibaratkan mengganti
lembaran kertas yang salah dengan lembaran yang baru.
Rasulullah SAW pemilik akhlak yang paling mulia,
dengan keagungan akhlaknya telah memberikan suri
tauladan kepada umatnya. Diantaranya sikap pemaaf.
Diantara sikap pemaafnya dapat kita simak dalam kisah
berkut ini.
Dalam peperangan Khaibar, Zainab binti Al Haris istri
Salam bin Miskan, salah seorang pemuka Yahudi,
memberikan hadiah kambing bakar yang telah matang
kepada Rasulullah SAW. Zainab bertanya kepada
Rasulullah tentang anggota badan kambing yang disukai
beliau, lalu ada yang menjelaskan kepadanya bahwa yang
disenangi Rasulullah adalah paha kambing. Kemudian
Zainab memberi racun sebanyak-banyaknya pada paha
kambing dan menghidangkannya kepada Rasulullah.
Kemudian Rasulullah mengambil sedikit daging paha
kambing tersebut dan mengunyahnya, tetapi tidak
menyukai rasanya. Bisyar Al Barra’ bin Ma’ruf yang saat
itu bersama Rasulullah ikut menyantap daging paha
kambing tersebut. Rasulullah SAW memuntahkan kembali
daging kambing yang beliau kunyah, kemudian berkata:
“Sesungguhnya tulang ini memberi tahu kepadaku bahwa
dia diberi racun.” Lalu Zainab dipanggil dan ditanya
tentang hal tersebut, dan diapun mengakuti
perbuatannya. Rasulullah SAW bertanya kepada Zainab
tentang perbuatannya itu. Zainab menjawab, “ Karena
engkau telah menaklukkan kaumku, sebagaimana engkau
ketahui, lantas terlintas di hatiku untuk mengujimu
dengan racun itu. Jikalau Muhammad seorang raja, maka
aku akan aman dari tindakannya (mati lantaran memakan
daging paha kambing yang telah diberi racun), dan
jikalau dia memang seorang nabi, tentu ia akan
diberitahu (tentang daging yang beracun itu). ” Lalu
Zainab dimaafkan oleh Rasulullah, sedangkan Basyar al
Barra’ yang telah memakannya, meninggal seketika.
Sebenarnya pengakuan Zainab hanya dusta belaka.
Sesungguhnya ia benar-benar berniat untuk berbuat
jahat terhadap Rasulullah SAW. Walaupun demikian, niat
jahatnya itu telah diampuni oleh Rasulullah berka tsifat
pemaafnya dan kelapangan dadanya.
Kisah di atas hanyalah salah satu dari sekian banyak
kisah tentang keluhuran budi pekerti dan akhlakul
karimah yang dimiliki oleh Rasulullah SAW. Betapapun
besarnya kezaliman yang dilakukan atas diri beliau, tiada
sedikitpun beliau menaruh benci apalagi dendam untuk
membalasnya. Bahkan pintu maaf selalu beliau buka
dengan lebar bagi siapa saja yang bermaksud atau
berlaku jahat dan menganiaya beliau. Tak ada kata “Tak
ada maaf bagimu” bagi Rasulullah SAW.
Adalah hal yang perlu kita sadari, bahwa di dunia ini
rasanya tidak seorang pun yang tidak pernah berbuat
kesalahan. Karena itu, hal yang terbaik bagi setiap diri
adalah menyadari akan kesalahan yang pernah diperbuat,
kemudian bersegera untuk memohon maaf atas
kesalahannya. Jika kesalahan itu terhadap Allah SWT,
maka bersegeralah minta ampun-Nya. Dan jika kesalahan
itu terhadap sesama manusia, maka bersegeralah
memintakan maaf kepadanya. Dan yang paling utama
adalah jika ada yang pernah berbuat kesalahan terhadap
diri kita, maka maafkanlah kesalahannya, walau orang
yang berbuat kesalahan itu tidak pernah memohon maaf
dari kita. Karena ketahuilah, bahwa dengan begitu
rahmat Allah akan senantiasa meliputi kita. Allahu A’lam
Peliharalah Pandangan Mata
‫م‬ ُ َ ‫كى ل‬
ْ ‫ه‬ َ ‫ك أ َْز‬َ ِ ‫م ذَل‬
ْ ‫ه‬ُ ‫ج‬َ ‫فُرو‬ ُ ‫ظوا‬ ُ ‫ف‬َ ‫ح‬ ْ َ ‫وي‬
َ ‫م‬ ْ ‫ه‬ِ ‫ر‬
ِ ‫صا‬
َ
َ ْ ‫ن أب‬ْ ‫م‬
ِ ‫ضوا‬ ّ ‫غ‬ ُ َ‫ن ي‬ َ ‫مِني‬
ِ ‫ؤ‬ ُ ْ ‫ل ل ِل‬
ْ ‫م‬ ْ ‫ق‬ ُ
َ
‫ن‬
ّ ‫ه‬ ِ ‫ر‬ِ ‫صا‬
َ ْ ‫ن أب‬ ْ ‫م‬ِ ‫ن‬ َ ‫ض‬ْ ‫ض‬ ُ ‫غ‬ْ َ‫ت ي‬ِ ‫مَنا‬ ْ ‫م‬
ِ ‫ؤ‬ ُ ْ ‫ل ل ِل‬ ُ ‫و‬
ْ ‫ق‬ َ (30) ‫ن‬ َ ‫عو‬ُ َ ‫صن‬
ْ َ ‫ما ي‬ َ ِ ‫خِبيٌر ب‬َ ‫ه‬ َ ّ ‫ن الل‬ ّ ِ‫إ‬

(31) ... ‫ن‬


ّ ‫ه‬
ُ ‫ج‬
َ ‫فُرو‬ َ ْ ‫فظ‬
ُ ‫ن‬ َ ‫ح‬
ْ َ ‫وي‬
َ

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman,


“ Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya ; yang demikian itu adalah
lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah
kepada wanita yang beriman, “ Hendaklah mereka
menahan pandangannya dan memelihara
kemaluanya. ”(S.Q. An Nuur: 30-31)
Pandangan mata seringkali menjadi pangkal
timbulnya fitnah dan dosa. Maka dari itu, pandangan
mata harus dipelihara dan dikendalikan. Ayat di atas
mengandung dua makna sebagai berikut:
Pertama: Mengandung Pendidikan
Islam mengajarkan kepada umatnya agar menahan
pandangannya (Ghadhdhul Basyr) dari perkara yang
diharamkan Allah. Jika terpandang dengan tidak sengaja
kepada sesuatu yang mengundang hawa nafsu dan hal
yang diharamkan, maka pandangan haruslah segera
dipalingkan. Hal ini sebagaimana yang diajarkan
Rasulullah SAW kepada para sahalabat Radhiyallahu
‘Anhum. Dalam hasits yang diriwayatkan Muslim, dari
Jabir ‘Abad al Bajili r.a ia berkata: Aku bertanya kepada
Nabi SAW soal memandang (sesuatu yang diharamkan)
tanpa disengaja (tiba-tiba), beliau menyuruhku
memalingkan pandangan. (HR.Muslim)
Diriwayatkan dari Buraidah, bahwa Rasulullah SAW
bersabda kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a: “Hai Ali,
janganlah pandangan pertama diikuti oleh pandangan
yang kedua. Sesungguhnya pandangan yang pertama
dibolehkan (untukmu). Sedangkan pandangan yang
selanjutnya tidak lagi untukmu. (HR. Abu Daud)
Kedua: Mengandung Peringatan
Allah memperingatkan kepada laki-laki mukmin agar
memelihara pandangan dari yang diharamkan Allah. Hal
ini disamping bimbingan juga peringatan yang harus
dihindarinya, agar mereka mereka terselamatkan dari
fitnah yang senantiasa mengintai di balik pandangan
yang liar.
Nabi Isa a.s pernah berkata, “Janganlah engkau
melihat sesuatu yang tidak baik. Sebab, penglihatan itu
akan membangkitkan syahwat di hatimu, dan
mengundang fitnah bagi pelakunya.”
Seorang ulama sufi, Dzunun, mengatakan,
“Penahanan syahwat yang paling ampuh adalah
memelihara pandangan dari segala yang tidak perlu.”
Telah jelas bagi kita bahwa memalingkan pandangan,
atau tidak menyaksikan sesuatu yang tidak bermanfaat,
niscaya akan menjadikan hati selalu bersih, bebas dari
keragu-raguan dan terhindar dari penyakti hati.
Allah SWT Maha Mengetahui apa yang tampak nyata
dan apa yang tersembunyi bahkan akan terbersit dalam
hati seseorang. Begitu pula halnya dengan pandangan,
baik yang disengaja atau tidak disengaja, atau
pandangan mata yang khianat, niscaya Allah
Mengetahuinya. Allah berfirman dalam surat Al Mukmin
ayat 19.
Yang pasti, mata dan semua anggota tubuh manusia
kelak akan dimintakan pertanggung-jawabannya di
yaumil mahsyar. Allah SWT berfirman dalam surat Al
Israa’: 36.
Dalam kitab Tibbun Nabawy Imam Ibnu Qayyin
menyebutkan faedah-faedah dalam menjaga mata dan
pandangannya. Kesimpulannya sebagai berikut:
1. Dengan menundukkan pandangan, berarti seorang
hamba telah menjalankan perintah Allah. Yang mana
hal itu merupakan kebahagiaan bagi setiap hamba di
dunia dan akhirat.
2. Menundukkan pandangan dapat menghindarkan dan
membentengi seseorang dari serangan racun
kehidupan yang mematikan dan menghancurkan
kehidupannya.
3. Menundukkan pandangan dapat mengantarkan
seseorang merasa selalu dekat atau merasa selalu
dalam pengawasan Allah.
4. Menundukkan pandangan akan menguatkan hati dan
melapangkannya.
5. Menundukkan pandangan membuat hati bercahaya
bagaikan pelita di malam yang gulita.
6. Menundukkan pandangan akan melahirkan firasat yang
tajam. Sehingga hak dan batil tampak jelas
perbedaannya dalam pandangannya.
7. Menundukkan pandangan mata akan melahirkan
keteguhan hati (istiqamah), optimisme dan keberanian
(syaja’ah).
8. Menundukkan pandangan mata akan menutup rapat
celah-celah hati yang dapat dimasuki oleh syetan untuk
menggodanya, melakukan kemaksiatan dan segala
bentuk dosa.
9. Menundukkan pandangan akan menjadikan hati mampu
berkonsentrasi kepada sesuatu yang dapat membawa
kemaslahatan bagi pelakunya.
10. Menundukkan pandangan berarti menundukkan hati
agar senantiasa bertafakkur dan berzikir, mencermati
ciptaan Allah dengan cerdas. Sehingga mata benar-
benar berfungsi sebagaimana yang dimaksudkan Allah
dalam penciptaannya. Yaitu alat bagi manusia untuk
beriqra’, menbaca tanda-tanda kekuasaan Allah,
memikirkan dan kemudian menyikapinya. Semua ini tak
pelak lagi berawal dari pandangan dan kesaksian mata.
Inilah yang mungkin dikenal dengan istilah ‘ketajaman
mata hati’.
11. Sesungguhnya antara mata dan hati memiliki
hubungan yang sangat erat dan integral. Yang
kesibukkan salah satunya akan mengakibatkan
kesibukan lainnya. Baik buruknya pendangan mata
sangat tergantung kepada bersih atau kotornya hati.
Demikian pula sebaliknya. Hati akan terpelihara
kesuciannya apabila mata terpelihara atau
mengarahkan pandangannya hanya kepada hal-hal
yang baik. Karena itu peliharalah dua ‘aset’ termahal
manusia ini, yakni mata dan hati.
Ketahuilah Buta mata tiada mengapa Buta hati
semuanya binasa! Allahu A’lam bissawab.
Mengapa Musibah Itu Datang
‫ل‬ َ َ ‫فل ْي َت‬
ِ ّ ‫وك‬ ِ ّ ‫عَلى الل‬
َ ‫ه‬ َ ‫مول ََنا‬
َ ‫و‬ َ ‫و‬ ُ ‫ه ل ََنا‬
َ ‫ه‬ ُ ّ ‫ب الل‬
َ َ ‫ما ك َت‬
َ ّ ‫صيب ََنا إل‬ ْ َ‫ل ل‬
ِ ُ‫ن ي‬ ُ
ْ ‫ق‬

‫ن‬
َ ‫مُنو‬
ِ ‫ؤ‬ ُ ْ ‫ال‬
ْ ‫م‬

“ Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami


melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami…”
(Q.S. At Taubah: 51)
Musibah merupakan ujian yang datang dari Allah
SWT, yang pada hakikatnya setiap manusia tidak
menginginkan kedatangannya, baik ujian kehilangan
harta benda, kecelakaan, maupun kematian, baik ujian itu
besar maupun kecil.
Meskipun demikian, ujian itu tetap datang kepda
setiap manusia, kapan saja dan dimana saja. Walaupun
manusia lari dari musibah itu, iapun tetap datang
menghampirinya.
Setiap musibah, bila ditinjau dari takdir Allah
memang terjadi atas izin dan ketentuan Allah. Tanpa izin
dan ketentuan-Nya tidak mungkin musibah itu dapt
terjadi. Bila dilihat dari sisi kemanusiaan serta dari segi
hukum kausalitas (sebab akibat), ternyata ada beberapa
faktor yang menyebabkan Allah SWT mendatangkan
musibah kepada makhluknya.
Pertama, karena kurang bersedekah atau tidak mau
bersedekah sama sekali. Ia terlalu cinta dan sayang
terhadap hartanya, sehingga ia takut hartanya habis jika
ia bersedekah. Sehingga ia menjadi manusia kikir. Bila
dipandang sepintas lalu, bersedekah kepada orang lain
itu memang mengurangi harta kekayaan, tetapi jika
dipandang lebih jauh lagi, sedekah itu justru membawa
keberkahan, menambah kekayaan lebih banyak dan
menyebabkab seseorang terhindar dari musibah.
Ini dikarenakan seseorang yang senang bersedekah
itu akan dicintai, dibela dan juga didukung usahanya oleh
masyarakat. Sebaliknya seseorang yang kikir, enggan
bersedekah baik dengan hartanya maupun dengan
jiwanya untuk kepentingan ummat, menyebabkan ia
dibenci, dijauhi, serta didoakan jelek oleh masyarakat.
Dengan demikian, maka kekikiran (kebakhilan) membuka
jalan bagi datangnya musibah.
Berkaitan dengan bersedekah, Rasulullah SAW
bersabda: “Sedekah itu akan menutup tujuh puluh pintu
keburukan (musibah).” (HR. Ath Thabrani)
Allah SWT berfirman:
“Apasaja yang telah kalian nafkahkan (infaqkan) Allah
akan menggantinya”. (Q.S. As Saba’: 39)
Kedua, yang mendatangkan musibah ialah kurangnya
bersilaturrahmi; menyambung tali persaudaraan.
Silaturrahmi merupakan amal yang diwajibkan dalam
ajaran Islam. Karenanya, hal itu harus masuk ke dalam
agenda hidup kita. Ini dikarenakan silaturrahmi itu akan
menumbuhkan kasih sayang yang mendalam diantara
ummat. Dengan kasih sayang itulah persaudaraan dan
persatuan dapat dibina, kedengkian dan kebencian dapat
diobati, serta segala macam bencana dapat dihindari dan
diatasi. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang ingin diluaskan rezkinya dan
dipanjangkan umurnya maka hubungkanlah tali
silaturrahmi (persaudaraan).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga, penyebab terjadinya suatu musibah ialah karena
melupakan Allah dan lalai atas segala perintah-perintah-
Nya. Seseorang yang melupakan Allah dan perintah-Nya,
cepat maupun lambat suatu saat musibah akan datang
kepadanya.
Allah SWT berfirman “Maka tatkala mereka
melupakan peringatan yang telah diberikan kepada
mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu
kesenangan untuk mereka sehingga apabila mereka
bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada
mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong,
maka ketika itu mereka terdiam dan berputus asa.” (Q.S.
Al An’am: 44)
Keempat, yang menyebabkan terjadinya bencana
adalah karena berbuat kerusakan, seperti penebangan
liar hutan dan lain-lain. Yang pada akhirnya akan
berdampak negatif bagi manusia, seperti banjur, tanah
lonsor dll. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat
14
Dr. Yusuf Al Qardhawy dalam buku kumpulan
khutbahnya membagi manusia dalam beberapa golongan
dalam menghadapi musibah:
Pertama: Golongan yang mengetahui Allah
meletakkan tangannya di atas tangan Allah. Berjalan
lurus meniti jalan Allah, menghalalkan yang halal dan
mengharamkan yang haram, mengetahui bahwa yang
terbaik adalah mengikuti jalan Allah dan jejak Rasulullah
SAW. Golongan ini yang merasa bahwa dialah yang selalu
membutuhkan Allah di setiap saat. Tatkala suka dan
duka, tatkala miskin dan kaya, lapang dan sempit,
bahkan disetiap keadaan ia senantiasa bersama Allah,
karena ia mengetahui tiada daya dan upaya melainkan
hanya dengan izin Allah SWT.
Kedua: Golongan yang tatkala sehat, senang dan
lapang melupakan Allah, namun jika datang kesulitan dan
dikepung cobaan, maka ketika itu dia kembali kepada
Allah. Dia sadar bahwa cobaan itu datang untuk
mengembalikannya kepada Allah dengan cara yang
terbaik, agar dia berdiri di hadapan-Nya memasrahkan
diri dan bertaubat dengan taubat yang semurnni-
murninya.
Ketiga: Golongan yang melupakan Allah SWT tatkala
senang dan mengingatnya tatkala susah. Namun bila
kesusahan telah berlalu ia kembali dalam kesesatan dan
melupakan apa yang pernah dilakukannya sebelum itu.
Ini merupakan keadaan orang-orang yang musyrik yang
telah dijelaskan Allah dalam kitab-Nya. Allah SWT
berfirman dalam surat Yunus ayat 22.
Keempat : Ada satu golongan yang paling buruk,
yaitu orang-orang yang hatinya mengeras sehingga
seperti batu atau bahkan lebih keras lagi. Bencana dan
musibah datang kepadanya namun ia tidak mau berkata,
“ Wahai Rabb-ku ! ” Mereka tidak bisa mengambil
pelajaran dari musibah yang ditimpakan kepada mereka.
Musibah yang datang kepada kita bisa berupa
teguran atau azab dari Allah, untuk menyadarkan
manusia akan kelalaiannya. Marilah kita senantiasa
hindari semua musibah dengan mendekatkan diri dan
taat kepada Allah SWT.
Allahu a’lam bissawab
Isu atau Fitnah
” Wahai orang-orang yang hanya Islam dengan lidahnya,
sementara keimanan belum masuk ke dalam hatinya ;
janganlah kalian menyakiti kaum muslimin dan
mencelanya, dan jangan pula kalian mencari-cari
kesalahannya, karena orang yang mencari-cari kesalahan
saudaranya yang muslim niscaya Allah akan membukka
auratnya, dan jika seseorang telah dibuka auratnya oleh
Allah niscaya Allah akan membuatnya malu dan terbuka
auratnya meskipun di rumahnya sendiri. ”
(HR. At Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu Umar r.a)
Melihat kondisi masyarakat Islam sekarang terkhusus
di Tanah Air yang kita cintai ini, kita turut prihatin.
Cobaan dari Allah seakan tidak pernah habis, musibah
demi musibah datang silih berganti seperti pergantian
musim. Penyakit merebak dimana-mana, baik penyakit
fisik atau jasmani, penyakit hati ataupun ruhani. Namun
demikian dari penyakit yang ada, bila kita lihat secara
seksama maka kita akan berkesimpulan bahwa penyakit
hati jauh akan lebih berbahaya. Kenapa demikian?
Karena bila seorang muslim ditimpa penyakit fisik,
hal ini bisa jadi akan mengantarkannya menuju
kebahagiaan akhirat, selama ia sabar menghadapinya.
Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tidak ada seorang
muslimpun yang ditimpa gangguan semacam tusukan
duri atau yang lebih berat dari padanya melainkan
dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan
buruknya serta digugurkan dosa-dosanya sebagai mana
pohon kayu menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Namun sebaliknya, lain hal dengan orang yang
ditimpa penyakit hati, seperti hasud, dengki, suka
mengumpat, sombong, ria, suka menfitnah dan lain
sebagainya, apalagi yang sudah kronis, penyakit ini akan
menjerusmuskan penderitanya ke dalam neraka atau
menuai siksaan Allah di akhirat kelak. Na’uzubillah min
zalik!
Pada surat Al Hujarat ayat 12 Allah SWT
memperingatkan dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
berburuksangka, sesungguhnya sebagian dari berburuk
sangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang
diantara kamu memakan bangkai saudaranya yang telah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik karenanya.”
Salah satu penyakit hati yang sedang menyebar di
kalangan masyarakat sekarang ini adalah menfitnah atau
suka menuduh seseorang yang bukan-bukan akibat dari
berburuk sangka.
Hal ini terjadi karena isu-isu (istilah sekarang gosip)
yang tidak benar menyebar, yang terlalu cepat kita
percayai dan kita telan mentah-mentah tanpa mengunyah
atau chek dan re-chek atau tabayun.
Padahal itu bisa dihindari kalau kita mau
mengaplikasikan ajaran Allah, seperti yang telah Allah
ingatkan di dalam firman-Nya dalams surat Al hujarat dan
6. surat An Nuur ayat 13.
Kedua ayat di atas menunjukkan dengan jelas kepada
kita agar jangan terlalu cepat menerima setiap berita
tanpa mencari kebenarannya terlebih dahulu dan tidak
terlalu mudah menuduh orang tanpa bukti dan saksi yang
dapat dipercaya. Serta peringatan kepada si pembawa
berita agar menyadari bahwa kebiasaannya menyebarkan
berita-berita bohong itu bisa mengubahnya menjadi
seorang pendusta.
Menurut asbaabun nuzulnya ayat 13 dari surat An
Nur di atas diturunkan atas peristiwa fisik atau ifki yaitu
peristiwa yang khusus yang menyangkut nash yang
umum. Peristiwa ini menyangkut Siti Aisyah r.a putri Abu
Bakar as Siddiq r.a ddan juga istri Rasulullah SAW, yang
dikaitkan sahabat dengan sahabat Safwan bin Mu’athal.
Peristiwa semacam itu sangat mungkin terjadi berulang
pada setiap generasi, dan mungkin saja menghasilkan
efek yang serupa baik yang berkenaan dengan seorang
pemimpin atau pemuka masyarakat.
Disini terlihat saat dua pihak atau kubu saling
bermusuhan, dimana salalh satu menyadari bahwa
mereka tidak mungkin menang dalam konfrontasi
langsung, disitu akan terbuka peluang untuk
menggunakan teror mental untuk menghancurkan pihak
lainnya. Cara ini tidak kesatria, pengecut tapi seringkali
ampuh hasilnya. Dan sepertinya bila kita melihat dengan
mata batin kita, hal ini juga sedang terjadi sekarang pada
pemimpin kaum muslimin, di seantero jagat ini.
Dalam peristiwa ifki, berita ini dibesar-besarkan oleh
kelompok munafiqun yang dipimpin oleh Abdullah bin
Ubay bin Salul (berasal dari seorang Yahudi). Mulanya
fitnah itu tidak mempengaruhi para sahabat, tetapi
begitu berita bohong itu menyentuh kaum muslimin
Madinah yang awam langsung menjalar dengan cepat
bagaikan api yang membakar daun ilalang yang kering.
Oleh sebab itu ada beberapa hal yang menjadi
pegangan kita yang merupakan pendidikan dari
Rasulullah SAW yang dapat kita lakukan ketika
menghadapi isu atau fitnah:
1. Menjauhkan diri kita dari semua kecurigaan dan
prasangka yang tidak beralasan.
2. Sebaiknya kita tidak menghiraukan segala macam isu
yang tidak ada dasar.
3. Membiarkan hokum bicara terhadap penyebar luasan
fitnah-fitnah itu.
4. Janganlah kita memperturutkan hawa nafsu dengan
membesar-besarkan suatu kabar burung apalagi ambil
bagian dalam menyebarkannya.
5. Kemudian dalam menghadapai suatu fitnah keji, cara
yang terbaik janganlah kita membalasnya dengan
fitnah baru.
Ummul Mukminin Sayyidah Aisyah r.a dalam
menghadapai cobaan fitnah berucap: “Kesabaran itu
adalah indah dan Allah SWT sajalah yang akan menangani
apa yang kalian katakan itu…” Inilah sikap mulia beliau.
Dan ini adalah adab Islam yang agung dalam menghadapi
atau memperlakukan orang-orang yang menyebarluaskan
fitnah terhadapnya.
Perlu kita camkan dan kita renungkan bahwa fitnah
dan berita-berita bohong itu mudah dinyalakan dalam
hati manusia manakala iman dan pemersatu kita lemah,
karena kita tidak menghadapi musuh yang nyata”. Iblis
laknatullah dan bala tentranya dari jin dan manusia terus
menyebarluaskan virus-virus penyakit hati untuk
menjerumuskan kita, maka hendaklah kita selalu
waspada, membentengi diri dengan iman dan taqwa.
Sesuai dengna firman Allah SWT dalam surat An Naas
ayat 1-6.
Jadikan Syetan Musuh Abadi
َ
‫ت‬ َ ُ ‫خط‬
ِ ‫وا‬ ُ ‫عوا‬ ُ ِ ‫ول ت َت ّب‬َ ‫حلل طَي ًّبا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫في ال َْر‬ ِ ‫ما‬ ِ ‫س ك ُُلوا‬
ّ ‫م‬ ُ ‫ها الّنا‬ َ ّ ‫َياأي‬
َ ‫ء‬ َ ْ ‫وال‬ ْ
‫ن‬
ْ ‫وأ‬
َ ِ ‫شا‬ َ ‫ح‬ْ ‫ف‬ َ ‫ء‬ ِ ‫سو‬ ْ ُ ‫مُرك‬
ّ ‫م ِبال‬ ُ ‫ما ي َأ‬َ ّ ‫(إ ِن‬168)‫ن‬
ٌ ‫مِبي‬
ُ ‫و‬ ّ ُ‫عد‬
َ ‫م‬ْ ُ ‫ه ل َك‬
ُ ّ ‫ن إ ِن‬
ِ ‫طا‬َ ْ ‫شي‬ ّ ‫ال‬

(169)‫ن‬ ُ َ ‫عل‬
َ ‫مو‬ ْ َ ‫ما ل ت‬ ِ ّ ‫عَلى الل‬
َ ‫ه‬ َ ‫قوُلوا‬
ُ َ‫ت‬

“ Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah


syetan. Karena, sesungguhnya syetan itu adalah musuh
yang nyata bagi kalian. Sesungguhnya syetan itu hanya
menyuruh kalian berbuat jahat dan keji, dan mengatakan
kepada Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (Q.S. Al
Baqarah: 168-169)
Secara universal, manusia adalah makhluk Allah
yang memiliki eksistesi keinsanan dan kemakhlukan yang
paling bagus, mulia, pandai dan cerdas, mendapatkan
kepercayaan sebagai khalifah di bumi yang mengemban
amanat, serta memperoleh kasih saying Allah yang
sempurna.
Sedangkan secara spesifik, manusia yang telah
mencapai tingkat keimanan dan ketaqwaan yang tinggi
dan sempurna maka akanmendapt derajat martabat
kemuliaan yang tiada tara di sisi Rabb mereka. Mereka
itulah pada nabidan rasul Allah, auliyaullah, shiddiqin,
‘abidin, ‘arifin, shalihin, muhsinin, mukminin, muslimin
dan sebagainya. Oleh karena itu syetan dan iblis, mereka
tidak senang kepada manusia yang ingin
mengembangkan, meningkatkan dan memperdayakan
esensi, potensi keinsanannya.
Sejak awal diciptakannya manusia, iblis dan syetan
memendam kebencian kepada manusia. Mereka
menganggap manusia sebagai biang keladi terusirnya
mereka dari sorga, lantaran para iblis itu enggan (gensi
karena kesombongannya) untuk sujud di hadapan Adam
sebagai tanda penghormatan atas penciptaannya.
Kemudian bapak manusia Adam a.s telah mereka
perdayakan dengan jurus rayuan dan jebakannya,
sehingga Allah memerintahkan Adam dan istrinya Hawa
untuk turun ke bumi untuk memakmurkannya sesuai
dengan yang dikisahkan dalam al Qur’an surat Al A’raf
ayat 12-17.
Karena itu, dengan berbagai cara iblis dan syetan
terus mencoba untuk menghancurkan eksistensi Ilahiyah
manusia di dunia hingga dunia berakhir. Aktifitas syetan
dan iblis dalam batin manusia ibarat aktifitas virus yang
ada dalam tubuh. Di saat stamina tubuh mengalami
penurunan, saat itulah virus akan menyerang secara jitu
sehingga dengan satu gebrakan saja tubuh akan lemah,
sakit dan lumpuh bahkan bisa merenggut nyawa manusia.
Begitu pula ibaratnya syetan dan iblis. Mereka akan
selalu mengintai dan menanti-nanti waktu dan saat-saat
yang tepat untuk melumpuhkan potensi-potensi Ilahiyah
yang ada dalam diri manusia, yaitu ketika mental lemah,
spritual goyah, iman menurun dan moral rusak.
Dedy Suardi dalam bukunya Sang Kreator Agung
mengutip penuturan Sayid Abdullah Husen mengatakan
bahwa iblis setali tiga uang dengan syetan. Apabila
kejahatan makhluk terbatas mengenai diri sendiri, ia
disebut iblis. Dan apabila kejahatannya menyangkut
orang lain, ia disebut syetan. Iblis artinya sombong dan
syetan artinya menggoda. Kata iblis berasal dari kata
balasa yang berarti putus asa. Dan kata syetan berasal
dari kata syathana yang berarti merenggang atau
menjauh.
Jadi, makhluk yang sama ini memakai dua sebutan, ia
disebut iblis karena putus asa akan rahmat Allah dan ia
disebut syetan karena menggoda manusia supaya
mengerjakan hal-hal yang menjauhkan mereka dari
rahmat Allah. Oleh karena itu, iblis berarti keinginan
rendah yang menjauhkan manusia dari sujud kepada
Allah dan dari memperoleh rahmat-Nya. Sedangkan
syetan berarti penghasut keinginan rendah untuk
menyelewengkan manusia dari jalan yang benar.
Menurut Muhammad Isa Dawud (pengarang buku
Dialog dengan Jin Muslim), diantaranya bahaya yang akan
menimpa manusia ialah apabila manusia membuka pintu
masuknya syetan, sehingga syetan leluasa menggoda dan
menguasai dirinya. Pintu masuknya syetan diantaranya
adalah dengan cara:
1. An Nazgh (godaan), yakni was-was yang berbahaya,
yang kadangkala mengantarkan orang kepada
keraguan dan kerusakan aqidah. Allah berfirman dalam
surat Al A’raf ayat 200.
2. Al Hamaz (bisikan syetan), yakni penguasaan syetan
atas diri manusia dengan membuat manusia tidak
sadarakan dirinya (tak tahu diri). Rasulullah SAW selalu
memohon perlindungan kepada Allah dari hal tersebut.
Allah berfirman dalam surat Al Mukminum ayat 97-98.
3. Al ‘Uzz (hasutan), karena itu janganlah kita
menganggap bahwa kekafiran itu tidak ada syetannya!
Allah SWT berfirman dalam surat Maryam ayat 83-84.
4. Al istihwaa’ (menyesatkan) yakni pengaruh syetan
dalam diri manusia yang mendorong manusia
memperturutkan nafsu syahwatnya. Allah SWT
berfirman dalam surat Al An’am ayat 71.
5. Zienah (memandang baik perbuatan buruk). Syetan
berusaha memperlihatkan kebatilan sebagai sesuatu
yang indah, kejahatan dan dosa sebagai sesuatu yang
menarik untuk dikerjakan.
6. An Nafkh wan Nafts (tiupan dan hembusan), An Nafkh
yakni takabbur dan pongah, serta menyombongkan diri
terhadap makhluk-makhluk Allah lainnya, sedangkan
An Nafts berarti syair yang buruk, perkataan yang keji
dan ucapan yang kotor. Ummu Salamah meriwayatkan:
“Apabila Rasulullah SAW bangun malam, beliau selalu
berdoa, “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari
gangguan syetan terkutuk, dari bisikan, hembusan dan
tiupannya.”
Syetan sangat suka turun kepada para pendusta dan
pendosa untuk membuat suatu tipu daya dengan
godaannya yang mematikan. Allah berfirman surat Asy
Syu’ara: 21-22.
Syetan tidak pernah mampu menggoda orang-orang
yang bertaqwa yang senantiasa melanggengkan zikir
(dawamiz zikri), ingat akan Allah SWT. Karena itu, hanya
dengan ketaqwaan dan terus berzikir serta berlindung
kepada Allah kita akan terhindar dari godaan syetan yang
terkutuk. Allah SWT berfirman surat Al A’raf ayat 201.
Sadarilah! Syetan adalah musuh yang abadi yang
nyata bagi manusia. “Sesungguhnya syetan itu adalah
musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia musuh
(mu), karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya
mengajak golongannya supaya mereka menjadi neraka
yang menyala-nyala.” (Q.S. Fathir:6)
Ingin Taubat… ?
Jangan Ditunda-Tunda
َ ُ ‫عسى ربك‬ َ
ّ َ ‫ن ي ُك‬
‫فَر‬ ْ ‫مأ‬ْ ّ َ َ َ ‫حا‬
ً ‫صو‬
ُ َ‫ة ن‬
ً َ ‫وب‬ ِ ّ ‫مُنوا ُتوُبوا إ َِلى الل‬
ْ َ‫ه ت‬ َ ‫ءا‬
َ ‫ن‬ ِ ّ ‫ها ال‬
َ ‫ذي‬ َ ّ ‫َياأي‬
‫زي‬ ِ ‫خ‬ ْ ُ‫م ل ي‬ َ ‫و‬ ْ َ ‫هاُر ي‬ َ ْ ‫ها الن‬ َ ِ ‫حت‬ْ َ‫ن ت‬ ْ ‫م‬ِ ‫ري‬ ِ ‫ج‬ْ َ‫ت ت‬ ٍ ‫جّنا‬ ْ ُ ‫خل َك‬
َ ‫م‬ ِ ْ‫وي ُد‬َ ‫م‬ ْ ُ ‫سي َّئات ِك‬
َ ‫م‬ ْ ُ ‫عن ْك‬
َ
َ َ
‫م‬ْ ‫ه‬ِ ِ ‫مان‬َ ْ ‫وب ِأي‬َ ‫م‬ ْ ‫ه‬ِ ‫دي‬ِ ْ ‫ن أي‬َ ْ ‫عى ب َي‬ َ ‫س‬ ْ َ‫م ي‬ ْ ‫ه‬
ُ ‫ه ُنوُر‬ ُ ‫ع‬َ ‫م‬
َ ‫مُنوا‬ َ ‫ءا‬َ ‫ن‬ َ ‫ذي‬ ِ ّ ‫وال‬ َ ‫ي‬ ّ ِ ‫ه الن ّب‬ُ ّ ‫الل‬
ّ ُ ‫عَلى ك‬ َ ّ ‫فْر ل ََنا إ ِن‬ َ
‫ديٌر‬ِ ‫ق‬ َ ‫ء‬ ٍ ‫ي‬ ْ ‫ش‬ َ ‫ل‬ َ ‫ك‬ ِ ‫غ‬ْ ‫وا‬ َ ‫م ل ََنا ُنوَرَنا‬ ْ ‫م‬
ِ ْ ‫ن َرب َّنا أت‬ َ ‫قوُلو‬ ُ َ‫ي‬

“ Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada


Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-
mudahan Rabb kalian akan menghapus kesalahan-
kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam sorga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari
ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang
yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya
mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan
mereka, sambil mereka mengatakan, “ Wahai Rabb kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah
kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu. ” (Q.S. At Thahrim : 8)
Setiap orang mukmin sangat memerlukan dua
perkara, yaitu pengampunan dosa dan penghapusan
kesalahan. Sebab tidak ada seorangpun yang terlepas
dari dosa dan kesalahan. Abu Tamam mengisyaratkan
sebuah hadits Rasulullah SAW yang bersumber dari Anas
bin Malik r.a: “Setiap orang diantara kamu sekalian
melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang
melakukan kesalahan adalah yang bertaubat.” (HR.
Ahmad)
Dosa dan kesalahan yang dilakukan oleh manusia
akan mengotori hatinya, bagaikan noda hitam di atas kain
putih, tiada yang dapat membersihkannya kecuali taubat.
Hal ini sebagaimana yang diterangkan Rasulullah SAW
dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Ahmad.
Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang meminta ampun
dari dosa seperti orang yang tidak berdosa”.(HR.
Bukhari)
Dan Allah berfirman “Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang menyucikan diri.” (Q.S. Al Baqarah: 222)
Sesungguhnya syetan telah menipu dan menjebak
kita dan memenuhi seluruh aspek kehidupan kita,
sehingga menyesatkan kita dari jalan Allah, menyesatkan
manusia dari jalan keselamatan dan membukakan bagi
kita pintu-pintu jahannam dengan bujuk rayu agar
manusia terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan penuh
dosa. Karena itu seyogyanyalah kita untuk segera
mengetuk pintu taubat mengharap maghfirah Allah.
Tidak ada putus asa dalam bertaubat untuk menuju
kepada Allah meski dosa-dosa anda memenuhi kolong
langit. Allah adalah tuhan seluruh makhluk yang
menciptakan mereka untuk menguji dan menyeleksi amal
dan perbuatan mereka. Barangsiapa yang banyak
dosanya dan ia ingin bertaubat maka pintu taubat
terbuka dengan syarat:
Pertama: harus menghentikan maksiat dan menyesali
perbuatan yang telah terlanjur dia lakukan
Kedua : harus berniat sungguh-sungguh untuk tidak
mengulanginya lagi. Dan apabila dosa yang pernah ia
lakukan itu ada berhhubungan dengan hak manusia maka
taubatnya ditambah dengan syarat yang ketiga yaitu:
Ketiga: harus menyelesaikannya dengan orang yang
berhak dengan meminta maaf atau kehalalannya atau
mengembalikan apa yang harus ia kembalikan.
Diantara keutamaan yang diperleh oleh orang-orang
yang bertaubat ialah Allah menyibukkan para malaikat-
Nya agar memintakan ampunan bagi mereka dan berdoa
kepada Allah agar Dia melindungi mereka dari siksaan
neraka jahannam, lalu memasukkan mereka ke surga
yang penuh dengan kenikmatan, menjaga mereka dari
kejahatan dan kesalahan. Para malaikat yang membawa
‘Arsy di langit juga sibuk memintakan ampunan bagi
mereka. Allah berfirman: “(Malaikat-malaikat) yang
memikul ‘Arasy dan malaikat yang berada di
sekelilingnya bertasbih memuji Rabbnya dan mereka
beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi
orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan), Ya
Rabb kami, Rahmat dan Ilmu-Mu meliputi segala sesuatu,
maka berilah ampunan kepada orang-orang yang
bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah
mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Ya Rabb
kami, dan masukkanlah mereka ke dalam sorga ‘And
yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-
orang yang shaleh diantara bapak-bapak mereka, dan
istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha
bijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan)
kejahatan … Dan, orang-orang yang Engkau pelihara dari
(pembalasan) kejahatan pada hari itu, maka
sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat
kepadanya dan itulah kemenangan yang besar. ” (Q.S. Al
Mukmin: 7-9)
Cukup banyak ayat-ayat di dalam Kitab Allah yang
mengabarkan diterimanya taubat orang-orang yang
bertaubat, kalau memang taubat mereka itu tulus dan
benar, yang tentunya dengan cara-cara tertentu.
Penerimaan taubat ini dilandaskan kepada karunia,
ampunan dan rahmat Allah, yang tidak akan menyempit
karena keberadaan seseorang yang durhaka, seperti
apapun kedurhakaannya itu. Terlebih lagi orang yang
bertaubat dan juga memperbaiki serta beramal shaleh.
Tidak kurang dari sebelas tempat di dalam Al Qur’an,
Allah mensifati diri-Nya dengan sebutan at Tawwab
(Maha Menerima Taubat). Kita akhiri pembahasan ini
dengan firman Allah : “ Sesungguhnya taubat di sisi Allah
hanyalah taubat bagi orang-orang yang melakukan
kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka
bertaubat dengan segera. Maka mereka itulah yang
diterima Allah taubatnya. Dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima
Allah dari orang-orang yang melakukan kejahatan yang
hingga apabila datang ajal kepada seseorang, barulah ia
mengatakan, “ Sesungguhnya aku bertaubat sekarang ”.
Dan tidak pula diterima taubat orang-orang yang mati
sedang mereka dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu
telah Kami sediakan siksa yang pedih. ” (Q.S. An Nisaa’:
17-18)
Karena itu janganlah anda menunda taubat hingga
hari esok. Karena maut itu datang secara tiba-tiba.
Bersegeralah untuk mensucikan jiwa anda.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam bukunya Al Fawaid
mengatakan : “Bila kau berpulang ke alam baqa, tidak
membawa bekal taqwa, kau lihat orang-orang yang
membawanya pada hari perhimpunan. Kau akan
menyesal, karena kau tidak seperti mereka. Mereka
mempunyai persiapan sedangkan kau tidak memilikinya.”
Allahu A’lam Bishshawab
Keengganan untuk Bertaubat
Abu Tamam mengisyaratkan sebuah hadits
Rasulullah SAW yang bersumber dari Anas bin Malik r.a:
“Setiap orang diantara kamu sekalian melakukan
kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang melakukan
kesalahan adalah yang bertaubat.” (HR. Ahmad)
Taubat yang berakar dari kata taaba yang berarti
kembali. Yaitu kembali kepada Allah SWT, kembali dari
larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari maksiat
menuju taat, kembali dari yang dibenci Allah menuju yang
diridhai Allah SWT. Kembali ke jalan Allah dengan
bertaubat taubatan Nashuha (taubat yang sesungguhnya)
adalah satu jalan menuju kebahagiaan dunia maupun
akhirat.
Taubat merupakan rahmat Allah kepada para hamba-
Nya. Allah Maha Mengetahui akan kelemahanhamba-
hamba-Nya. Manusia diciptakan tidak sesuci malaikat,
karena manusia penuh kekurangan, diciptakan sebagai
makhluk yang memiliki syahwat, keinginan dan
sebagainya sehingga manusia gampang tergoda oleh
bujuk rayu syetan yang selalu saja mengajaknya untuk
melakukan kejahatan dan kemaksiatan.
Allah Maha Mengetahui yang demikian itu ada pada
diri hamba-hamba-Nya, maka Allah membukakan pintu
taubat (maaf dan ampunan) bagi mereka. Demikianlah
Allah, At Tawwab; Maha Penerima Taubat, Al Ghaffaar;
Maha Pengampun, Al Ghafururrahim; Maha Pemberi Maaf
& Maha Penyayang.
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka
ingat akan Allah lalu memohon ampun terhadap dosa-
dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni
dosa selain dari pada Allah?Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka
mengetahui. ” (Q.S. Ali Imran: 135)
Allah telah menyatakan akan kasih sayang-Nya
kepada hamba-hamba-Nya dengan membuka lebar pintu
taubat bagi mereka. Namun sayang, banyak manusia,
para hamba-Nya yang enggan untuk bertaubat; kembali
ke jalan-Nya. Mereka masih berada dalam kubang
kenistaan, berlumpur dosa dan noda kemaksiatan.
Bahkan masih saja ada yang dengan sengaja dan terang-
terangan melakukan kemungkaran dan kemaksiatan
tanpa ada rasa malu kepada orang-orang beriman dan
rasa takut kepada Allah SWT. Nampaklah dari perbuatan
mereka, bahwa hidayah Allah sangat jauh dari mereka.
Dalam penilaian ajaran Islam, orang yang enggan
atau belum mau atau tidak ada niat dalam hatinya untuk
bertaubat disebabkan banyak hal, diantaranya:
Pertama: ia merasa bahwa dirinya tidak pernah
berbuat dosa atau kesalahan, baik kesalahan yang
berhubungan langsung dengan Allah maupun kepada
sesama manusia serta lingkungannya. Orang seperti ini
menjalani kehidupan dalam perbudakan hawa nafsunya.
Sehingga segala perbuatan yang dipandang buruk oleh
Islam dianggap baik olehnya. Di saat itu syetan merasuki
jiwanya dan menguasainya sehingga lupalah ia akan Allah
SWT; perintah dan larangannya. “Syetan telah
menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa
mengingat Allah, mereka itulah golongan syetan,
ketahuilah, sesungguhnya golongan syetan itulah
golongan yang merugi.” (Q.S. Al Mujadilah: 19)
Kedua: ia hanya mengenal dunia, sehingga cintanya
kepada dunia melebihi kecintaannya kepada akhirat. Ia
terlalu silau oleh keindahan dan kemewahan alam fana
ini, dan membuat dirinya terpikat oleh rayuannya.
Kehidupannya materialistik, hedonistik. Akibatnya
kenikmatan ukhrawi yang dijanjikan Allah ia campakkan
begitu saja.
“Maka diantara manusia ada yang mendoa, “Ya Tuhan
kami, berilah kami (kebaikan) di dunia.” Dan tiadalah
baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat”.
(Q.S. Al Baqarah: 200)
Ketiga: ia hanya tahu kehidupan dunia sehingga
lupalah ia bahwa suatu saat nanti kehidupannya akan
diakhiri dengan kematian dan hari pembalasan. Kalaupun
ia sadar bahwa ia akan mati, namun kecintaannya kepada
dunia membuatnya terlena. Hikmah kematian tidak
pernah membuka pintu hatinya dan menyadarkannya,
sehingga ia tidak pernah mempersiapkan bekal
kebajikan, taqwa dan amal shaleh dalam hidupnya demi
kehidupan sesudah mati. Bahkan ia menganggap bahwa
ia masih jauh dari ajal kematian dan ia selalu
menyangkabahwa umurnya masih panjang hingga tua
bangka, karenanya tak perlu baginya untuk segera
bertaubat. Bila diajak untuk bertaubat, dengan
entengnya ia mengatakan: “nanti saja kalau sudah tua!”
Ketika ajal menjemput secara tiba-tiba, sakaratul maut,
barulah sadar ingin bertaubat dan menyesali diri dan
ingin kembali kepada kehidupan untuk ia isi dengan amal
dan ibadah yang di amanatkan atas dirinya. Mungkinkah
itu dapat terjadi? Bukankah jika ajal telah tiba kematian
mustahil ditunda ? Sungguh malang nasibnya!
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga
apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka,
dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia),
agar aku berbuat amal yang shaleh terhadap yang telah
aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu
adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di
hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka
dibangkitkan.” (Q.S. Al mukminum: 99-100)
Keempat: karena di dalam hatinya ada penyakit yang
menggerogoti kebenaran dan fitrah Ilahiyah yang ada di
dalamnya. Allah mengunci mati hati mereka, sehingga
hatinya tidak dapat lagi menerima kebenaran-kebenaran
yang disampaikan kepadanya. Demikian pula dengan
pendengaran dan penglihatan mereka. Semuanya tidak
berfungsi sesuai dengan hidayah atau petunjuk dari Allah
SWT. Akal, pikiran, hati, pendengaran, dan
penglihatannya selalu saja ia pergunakan untuk
mengingkari perintah Allah dan dipergunakannya untuk
kemaksiatan. Oleh karena perbuatannya itu, ia dijadikan
sebagai calon penghuni neraka. Nauzubillahi min dzalik!
“ Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka
jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai
telinga, (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-
orang yang lalai. ” (Q.S. Al A’raf : 179)

You might also like