You are on page 1of 16

STRATEGIC LEADERSHIP

MEMPERSIAPKAN PEMIMPIN MASA DEPAN

Oleh : Kol. Inf Juanda Syaifuddin

1. Pendahuluan. Kepemimpinan, mempunyai berbagai tingkatan dan banyak teori-teori


terapan yang dikembangkan oleh pemerhati dan para peneliti kepemimpinan. Karena
kebutuhan organisasi mulai tingkat sederhana sampai organisasi yang kompleks, maka
kepemimpinan juga menyesuaikan dengan tingkatan organisasi. Diantara sekian banyak
tingkatan kepemimpinan salah satunya adalah superleadership atau juga bisa disebut
kepemimpinan strategis, yang dalam lingkup kerjanya memimpin suatu organisasi besar yang
didalamnya juga terdapat banyak pemimpin dibawah kepemimpinannya. Sebagai contoh
seorang Presiden sebuah negara, yang dibawah kepemimpinannya terdapat para menteri yang
memimpin departemen, para menteri memimpin para direktur jenderal yang juga memimpin
organisasi, para gubernur yang memimpin propinsi yang apabila ditinjau pada tingkat
dibawahnya, seorang Gubernur, sebagai pemimpin strategis karena dalam organisasinya juga
terdapat para Bupati dan Wali kota. Demikian juga bila dilihat pada organisasi swasta,
seorang presiden direktur, memimpin beberapa direktur perusahaan, para direktur juga masih
memimpin direktur cabang, dan sejumlah pemimpin di anak perusahaan, bahkan mungkin cucu
perusahaan. Karena kebutuhan pemimpin dalam setiap strata organisasi, sebagai pemimpin
harus dapat membina orang lain agar dapat menjadi pemimpin di masa depan. Dari uraian
sebelumnya, seorang pemimpin strategis, mempunyai pengikut juga seorang pemimpin yang
telah mempunyai kecakapan dan pengalaman yang memadai sehingga diberi beban tugas
sebagai pemimpin.1 Bila melihat dalam organisasi militer, seperti yang disampaikan oleh
Letjen TNI JS. Prabowo, dalam bukunya Kepemimpinan strategis dalam organisasi militer,
mengatakan “ tidak ada satu orangpun yang sepenuhnya (100%) menempati posisi sebagai
atasan atau 100% bawahan “ , karena pada saat yang sama seorang prajurit menempati posisi
sebagai atasan, namun juga sebagai bawahan. Oleh karenanya setiap orang harus memiliki
jiwa kepemimpinan, agar dapat melakukan tugas membimbing, mengarahkan, mengajak
bawahannya untuk mendukung upaya pencapaian tujuan organisasi.

Kejayaan sebuah negara tidak ditentukan oleh luasnya wilayah, melimpahnya sumber
daya alam, tetapi ditentukan oleh mentalitas bangsanya. Apakah mentalitas bangsa sebagai
bangsa kaya atau bangsa miskin, bangsa buruh atau bangsa majikan, bangsa pintar atau bangsa

1 DR.AB.Susanto, Super leadership, leading other to lead.(prolog)


2

bodoh, mentalitas pekerja keras atau mentalitas pemalas. Indonesia dengan kekayaan alam
yang melimpah tetapi bangsa ini belum mampu mengelola dengan baik, arah kebijakan
pemerintah masih belum berfihak kepada kejayaan bangsa, masih didorong oleh kepentingan
pribadi, jabatan diperebutkan, karena hanya dengan jabatan, kesempatan untuk meraup
kekayaan akan terbuka lebar, sumber daya alam tidak dikelola sendiri, tetapi diserahkan kepada
fihak asing agar para pejabat mendapat royalti, korupsi tidak hanya dilakukan oleh para
penguasa tetapi juga oleh para pengusaha. Untuk menghindari fenomena seperti ini,
dibutuhkan pemimpin yang memiliki integritas dan visi yang jelas agar dapat menggerakkan
bangsanya menjadi bangsa yang superior. Bangsa superior adalah bangsa yang meskipun
memiliki sumber daya alam yang berlimpah, mereka tidak terlena, bangsa superior tetap akan
bekerja keras dan berjuang demi kejayaan bangsanya. Pemimpin yang diperlukan adalah
pemimpin yang mampu mengajak dan menggerakkan seluruh potensi bangsanya untuk meraih
kejayaan. Jangan sampai dipimpin oleh pemimpin yang mengagungkan jabatan hanya untuk
mengeruk kekayaan, semua yang dilakukan hanya atas desakan lingkungannya, tidak mampu
membuat keputusan yang strategis, hanya melakukan hal-hal kecil dan melupakan yang besar,
mengutamakan pertemanan daripada prestasi dan reputasi. Pemimpin harus mampu
menghadapi segala tantangan dan tekanan demi kemajuan dan kejayaan bangsanya, pemimpin
yang mampu memotivasi rakyatnya untuk mengolah segala kekayaan alam yang dimiliki demi
mencapai kesejahteraan. Mampu menggerakkan pemimpin bawahannya untuk berjuang demi
rakyatnya, bukan hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. 2 Melihat pentingnya
pemimpin dalam organisasi dan betapa kompleksnya permasalahan dalam kepemimpinan,
maka diperlukan langkah tindakan untuk menyiapkan pemimpin masa depan secara
berkesinambungan.

2. Pandangan tentang Kepemimpinan .


Apa yang dimaksudkan dengan istilah “kepemimpinan”? beberapa pandangan
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah inti daripada manajemen, sedangkan inti
kepemimpinan adalah “human relations”, maka kepemimpinan dapat diberi definisi sebagai
berikut: “keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja
sama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama”. Kepemimpinan yang
baik perlu dikembangkan dan dipelihara sebaik-baiknya, karena manajemen yang berhasil
bergantung pada adanya kepemimpinan yang baik. Dalam organisasi besar terdapat tiga
bagian yang saling berpengaruh, bagian terluar adalah mengendalikan, lebih dalam adalah
bagian memenejemeni dan bagian yang terdalam adalah memimpin, oleh sebab itu memimpin

2 Heppy Trenggono, Menjadi Bangsa Pintar ( hal. 3-30)


3

merupakan tugas yang paling sulit3.


Pemimpin membangun sumber daya manusia, tim, dan staf yang mencerminkan banyaknya
ragam masyarakat dan lingkungan, menerapkan kesetaraan dalam menilai organisasi dan
kultur, sekali pemimpin memberi perhatian berbeda, memberi peran lebih, menganggap
institusi tertentu lebih berperan daripada institusi yang lain, membedakan perlakuan terhadap
kekuatan tertentu , maka kehancuran sudah berada diambang pintu.
Pemimpin yang besar akan mempertahankan visi masa depan organisasi dan membangun serta
mengobarkan semangat kebersamaan untuk membangun negara. Pemimpin memobilisasi
kekuatan untuk misi organisasi, memantapkan kekuatan bersama dalam menghadapi setiap
perkembangan untuk menang dimasa depan. Pemimpin harus berani berfikir diluar frame,
melihat bagaimana organisasi berjalan, mengapa organisasi belum optimal, mengapa masih
terjadi penyimpangan dan memikirkan jalan untuk perbaikan. Pemimpin yang bijaksana adalah
pemimpin yang memanfaatkan keanekaragaman menjadi kekuatan dan pemersatu bukan
menjadikannya sebagai hambatan dan perpecahan.
Memimpin dan mengelola dipandang sebagai dua proses yang saling berseberangan
yang memerlukan keterampilan dan kepribadian yang berbeda sifat. Menurut teori ini,
"pemimpin" adalah berorientasi ke arah perubahan dan keefektifan jangka panjang, sedangkan
"manajer" adalah berorientasi stabilitas dan efisiensi jangka pendek. Orang dengan
manajerial profil diasumsikan tidak mampu mengilhami dan memimpin perubahan besar
dalam organisasi, dan orang-orang dengan profil pemimpin dipandang sebagai tidak bersedia
menerima strategi yang ada, bahkan jika perlu berusaha untuk memperbaikinya. Beberapa
teoretisi membuat perbedaan yang bahkan lebih tajam dengan menggambarkan manajer sebagai
orang-orang yang hanya menunjukkan perilaku negatif seperti kegiatan pengelolaan mikro,
pemantauan yang dipaksakandan, mengendalikan bawahan, dan terpaku pada pengurangan
biaya. Lebih menghasilkan bila orang dapat menggunakan campuran memimpin dan (positif)
mengelola perilaku . Eksekutif sukses harus cukup terampil untuk memahami situasi dan
cukup luwes untuk menyesuaikan gabungan dari perilaku dengan perubahan situasi, karena bila
hanya mengandalkan kondisi organisasi yang statis, sementara lingkungan berubah begitu
pesat, tanpa penyesuaian dengan lingkungan, organisasi akan gagal.

3. Kondisi Kepemimpinan Nasional Saat Ini


Dari berbagai pengamatan disampaikan bahwa kepemimpinan nasional mengalami
disfungsi dan pembusukan, berbagai kasus penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat publik

3 Riant Nugroho,Dr, Public Policy, hal 10-12


4

telah merata di seluruh lembaga negara, baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) menilai pejabat publik, yang seharusnya memberi
contoh kepada masyarakat untuk keluar dari krisis nasional, telah keluar dari nurani
kebangsaannya. Kepekaan terhadap pertanggungjawaban publik sudah hilang, para pejabat
tinggi pada instansi-instansi strategis bukannya memberi keteladanan, melainkan
mempertontonkan perilaku buruk dalam mengelola otoritas publik. Esensi kepemimpinan yang
seharusnya berada pada akseptabilitas dan kekuatan moral kini semakin bergeser pada upaya
mempertahankan kekuasaan dengan segala cara, termasuk memutarbalikkan interpretasi
tentang tindakan dan putusan hukum.

Presiden maupun lembaga tinggi negara yang semestinya mengambil tindakan untuk
menunjukkan keseriusan menangani masalah korupsi tidak menunjukkan sikap yang jelas.
Para pemimpin negeri ini sudah tidak mempan terhadap kritikan atau keresahan yang
disuarakan masyarakat melalui media massa. Bahkan, dalam banyak kasus, pemerintah
cenderung mereduksi keberadaan masyarakat, dengan seringnya pemerintah terdengar
mempertanyakan, "Masyarakat yang mana?" atau "Rakyat yang mana?"

Menjadi pejabat pada masa kini hanya menjadi sarana bagi mereka yang mencari
kekuasaan demi kepentingan pribadi dan golongan, praktek korupsi tanpa malu serta sikap
pribadi yang jauh dari sopan santun yang seharusnya jadi ciri kepribadian Indonesia. Sikap dan
suasana Harmoni yang terwujud hendaknya juga mengakhiri berbagai konflik dan kekerasan
antar umat agama yang memalukan bangsa Indonesia selama Reformasi. Sebagai wakil
rakyat, anggota DPR bukannya mewakili kepentingan Rakyat yang memilihnya, melainkan
mewakili kepentingan partainya.4

Jika kecenderungan seperti ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan meruntuhkan seluruh sistem
penegakan hukum, tidak berfungsinya sistem ketatanegaraan dan hilangnya kepercayaan publik
kepada para pemimpinnya. Meskipun di permukaan, mayoritas masyarakat terlihat apatis,
sebenarnya keresahan masyarakat sudah mulai mendekati tingkat jenuh dan bila hal ini tidak
segera ada penyelesaian yang nyata dan memihak rakyat, kerusuhan sosial akan segera muncul,
karena kesenjangan yang makin lebar antara rakyat kebanyakan yang sangat menderita akibat
krisis ekonomi yang belum pulih, dengan perilaku kepemimpinan yang korup dan bermewah-
mewah secara tidak sah, dapat memicu munculnya keresahan dan anarki sosial.

Para pemimpin sebagian besar tidak mencegah pengikutnya melakukan pelanggaran

4 Sayidiman Suryohadiprojo, Kepemimpinan pasca pemilu 2009, diterbitkan di http://sayidiman.suryohadiprojo.com/?


p=1345, 161109, diakses pada tgl 14nop pkl.21.21
5

terhadap konstitusi, norma agama, sosial budaya dan etika profesi, para pemimpin bawahan
diberi beban tugas untuk menyelamatkan dan melindungi pelanggaran dan penyimpangan
pemimpin atasnya. Mencarikan kursi untuk kroninya yang dikenal dekat meskipun mutunya
keropos, kursi jabatan yang seharusnya untuk orang yang tepat, karena dengan begitu dapat
melindungi dan menyelamatkan dirinya dari jerat hukum atas pelanggaran dan penyimpangan
yang dilakukannya. Sehingga disetiap saat terjadi pembohongan publik karena banyak pejabat
tidak pernah menyampaikan kejujuran.
Sebagian besar pemimpin tidak peka ( sensitive ) terhadap aspirasi masyarakat, yang
seharusnya menjadi prioritas tugasnya, rakyat berharap agar semua sistem berjalan sehingga
mereka memiliki harapan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dimasa depan. Pemimpin
hanya sibuk mengurus dirinya, kelompoknya, partainya, keluarganya, agar semua memperoleh
kedudukan dan jabatan dengan lancar. Pemimpin menempatkan diri sebagai “ndoro” sebagai
majikan, minta dilayani dimana-mana, sedikit kesalahan atas pelayanan, jabatan dicopot,
dianggap tidak menghargai, padahal mereka menjalankan tugas rakyat, kondisi yang sangat
bertentangan dengan kewajiban pemimpin sebagai pelayan, melayani kepentingan rakyat.
Sebagian besar pemimpin takut melakukan tugas atau tidak mengerti tugasnya sendiri,
hanya menunggu perintah, takut jabatannya dicopot, mengakibatkan banyak fungsi tidak berjalan
yang berujung pemerintah membentuk dewan dan komisi, dan semuanya membutuhkan dana.
Bila semua fungsi dapat berjalan sesuai tugas dan misi lembaganya, dana sebagai biaya segala
jenis komisi dan dewan dan masih banyak lagi itu dapat disalurkan untuk mengentaskan
kemiskinan dan mengurangi pengangguran.
Sebagai pejabat negara ternyata masih memposisikan diri sebagai utusan golongan,
parpol dan kelompoknya, lupa bahwa kedudukannya diperoleh dari rakyat dan bertugas mewakili
rakyat, melupakan tugasnya untuk membangun negara. Cenderung primodial, egosentris dan
tidak berusaha menjadi negarawan yang berjuang untuk pendukungnya/pemilihnya. Setiap kali
kunjungan kedaerah selalu mengagendakan bertemu dengan partainya dengan memanfaatkan
biaya negara.

Tidak mampu menjadi teladan, tidak malu berbuat salah, kurang mampu berdiplomasi,
dan masih dikendalikan kekuatan asing. Dapat dilihat dari Undang-undang No 25 tahun 2007,
tentang penanamanmodal, untuk memberi prioritas UKM, negara bisa dituntut, karena negara
“tidak membedakan perlakuan kepada penanam modal asing dan domestik”. Pembelian saham
Bank umum di Indonesia oleh perorangan maupun fihak asing boleh mencapai 99 % . Satu
bukti lagi yaitu pada UU RI no 22 tahun 2001, tentang migas, pasal 22 ayat (1) “Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen)
bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan
6

dalam negeri”. Dengan kalimat seperti itu maka para pemimpin memang diberi peluang untuk
korupsi.5

Dari berbagai pandangan pengamat dan pemerhati kepemimpinan, menunjukkan bahwa


mereka tidak puas atas apa yang dilakukan pemimpin, bahkan cenderung menilai
kepemimpinan saat ini sangat buruk, disatu sisi pemimpin melakukan tindak korupsi, dilain
fihak pemimpin lain diam tidak melakukan tindakan, bahkan tidak mengambil keputusan yang
memberi harapan bagi rakyat yang telah memberi kepercayaan. Pemimpin dalam hal ini
pemerintah dalam membuat kebijakan belum mengutamakan kepentingan rakyat, masih
terpengaruh kekuatan modal dan kepentingan asing, sehingga kebijakan yang dibuat yang
seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, justru sebaliknya menyulitkan hidup
rakyat. Kondisi ini sangat mendasar dan perlu mendapat perhatian serta perlu ada tindak lanjut
sebagai perbaikan, karena bila dibiarkan berlangsung terus, maka rakyat akan meniru dan bila
tidak bisa meniru, rakyat akan marah dan kemarahan rakyat bila dimanfaatkan oleh fihak lain
yang ingin mendapat keuntungan dari situasi ini, diprovokasi oleh fihak yang akan memperoleh
keuntungan dari situasi keruh, maka rakyat bisa membentuk massa dan menjadi kekuatan untuk
menuntut dan bahkan merusak sebagai bentuk protes atau menunjukkan sikap tidak puas atas
kinerja pemerintah.

4. Menjadi pemimpin dan sulitnya menyiapkan pemimpin

a. Beratnya menjadi pemimpin. Sedemikian tingginya tuntutan kepada pemimpin,


untuk dapat mewujudkan kepentingan dan tujuan nasional. Namun dalam penerapan-
nya pemimpin harus menanggung berat beban yang harus dipertanggungjawabkan bila
dihadapkan dengan kondisi kepemimpinan saat sekarang. Sehingga muncul
pernyataan “ The great question of our times is how to reconcile and integrate human
effort so people everywhere can work good and not there common disaster. The answer
6
largerly upon on the capability of leaders and all pisitions in all segment of society”.
Pada kondisi tersebut maka pemimpinlah yang pada akhirnya menentukan kemana
bangsa ini akan dibawa, apakah dibangun menjadi bangsa yang besar, atau dibiarkan
merana menjadi bangsa yang lemah. Pandangan para pengamat dan para senior
menyatakan bahwa sampai hari ini permasalahan negara adalah permasalahan
kepemimpinan; negara gagal memiliki pemimpin yang ungggul disetiap sektor, mulai

5 Riyant Nugroho,Dr, Public Policy hal 27-30 dan 665-671

6 Riant Nugroho,Dr, Public Policy, hal 649


7

dari pemerintahan, dunia usaha, maupun lembaga nirlaba, mulai pusat hingga daerah,
sejak jabatan puncak hingga pimpinan madya, karena pola rekruitmen yang padat kolusi
dan nepotisme. Kejatuhan Indonesia karena krisis kepemimpinan dan dilanjutkan
dengan kepemimpinan yang kurang tangguh untuk memimpin proses pemulihan.

Empat persoalan penting yang harus segera dituntaskan dan hingga sekarang
belum terselesaikan yaitu masalah yang berkembang didaerah baik yang meminta
kemerdekaan atau yang menuntut otonomi seluas-luasnya. Krisis ekonomi yang belum
teratasi, terbukti dengan masih merosotnya nilai rupiah, kerusuhan sosial diberbagai
tempat dan belum tegaknya kewibawaan hukum.7

Pemerintah pusat seharusnya tidak perlu terlalu banyak ikut campur urusan yang
seharusnya menjadi urusan daerah, hilangnya sentralisme dan pada saat yang bersamaan
berkembangnya kesempatan bagi setiap individue dan daerah untuk mengaktualisasikan
potensinya. Dalam masyarakat, komponennya adalah individu; dalam negara kesatuan
kita komponennya adalah daerah. Kalau secara perseorangan ada kebebasan individu
maka tujuan hilangnya sentralisme dalam konteks negara kesatuan adalah munculnya
kebebasan daerah yang lebih dikenal sebagai otonomi daerah, agar otonomi daerah
dapat berkembang lebih optimal.

Kepekaan pemerintah terhadap rakyat harus semakin baik . Kesediaan pemerintah


mendengarkan suara-suara yang berkembang dalam masyarakat merupakan suatu yang
prioritas, pemerintah tidak perlu membuat aturan bila tidak dibutuhkan dan jangan
merasa pendapat pemerintah selalu benar, mendengar pendapat yang berkembang di
tengah masyarakat , seharusnya juga perlu agar kebijakan yang dibuat benar-benar
membuat hari esok lebih baik bagi masyarakat.8
Memahami bagaimana mengungkapkan sudut pandang secara positif dan memberi
pencerahan. Pemimpin nasional harus dapat mewujudkan situasi dimana setiap fihak
dapat merasakan aman untuk mengekpresikan diri masing-masing. Kondisi demikian
akan mendorong terlaksananya hubungan yang positif antar fihak, menciptakan
dukungan , kerjasama , persahabatan , peningkatan kemampuan dan terhidar dari
kemungkinan konflik. Situasi yang tidak memberikan peluang kepada fihak lain

7 Salim said, mencegah bangkitnya kembali kepemimpinan persorangan, dalam buku Reformasi dalam stagnasi, hal 33-38.

8 M Amien Rais, Menyelamatkan perjalanan reformasi, dalam buku Reformasi dalam stagnasi, hal.1-7
8

mengekpresikan diri akan menyebabkan kegagalan , karena tidak mengetahui kritik atau
dukungan yang berakibat keputusan yang diambil menyebabkan perpecahan dan konflik
antar kekuatan.

Kritik menunjukkan bahwa ada penolakan dari lingkungan dalam suatu negara
adalah ketidakpuasan rakyat atas pelayanan, keputusan, sikap arogansi pejabat dan
banyak hal lain. Dukungan yang baik berarti kebijakan yang ditetapkan telah
menumbuhkan bekerjanya sistem sehingga rakyat melakukan tugas karena tujuan yang
dimengerti dan sasaran yang diketahui dengan jelas, tidak ada keraguan dalam
melakukan aktifitas.

Pemimpin harus dapat menepati janji, apapun rintangan dan hambatannya.


Kredibilitas pemimpin sangat dipertaruhkan oleh ketepatan memenuhi apa yang
dijanjikan. Bila pemimpin mampu memenuhi janjinya maka kredibilitasnya dimata
rakyat akan terjaga, sementara janji yang tidak dapat dipenuhi tanpa alasan yang logis
akan meruntuhkan kredibilitas pemimpin dimata rakyat. Oleh sebab itu pemimpin
tidak boleh hanya sekedar membuat kebijakan tanpa melibatkan rakyat, apalagi
keputusan yang merugikan rakyat. Kegagalan menepati janji namun bila rakyat
melihat pemimpin sudah bekerja keras, akan memberi nilai yang besar terhadap
kredibilitas pemimpin.

Pemimpin harus mampu membangun konsensus dan pemahaman. Setiap fihak


memahami kapan waktunya mereka mendengarkan, kapan waktunya mereka berbicara,
kapan waktunya melakukan kritik perbaikan. Semua fihak meyakini mereka
mempunyai hak untuk berekpresi dan dengan ekspresi yang jujur, menyampaikan
pendapat yang beragam, merupakan hal yang baik untuk meningkatkan kinerja sistem.

Pemimpin harus mampu mendorong terjadinya pertukaran informasi secara utuh,


memberi peluang setiap organisasi untuk berekspresi menyatakan perasaan secara jujur.
Membagi informasi dalam suatu organisasi akan membantu menghilangkan rasa tidak
percaya dan saling curiga antar organisasi, dan juga akan membangun kesamaan
persepsi menghadapi suatu sasaran dan tujuan yang ingin dicapai. Informasi harus
terbuka baik yang negatif maupun yang positif sehingga pemimpin dapat mengambil
langkah –langkah untuk menetralisir hal yang bersifat negatif dan mengarahkan untuk
menjadi positif.

Pemimpin harus mampu mengelola emosi agar banyak mendatangkan manfaat.


Adakalanya pemimpin melakukan tekanan , untuk membiasakan organisasi menghadapi
9

berbagai macam isue, masalah dan tuntutan yang mengharuskan semua pimpinan
organisasi mampu mengatasi segala sesuatu dengan pikiran jernih dan tidak terbawa
emosi, pendeknya setiap pemimpin organisasi harus mampu mengelola emosi, agar
semua tugas dapat terlaksana dengan baik.

Pemimpin harus dapat membagikan visinya kepada semua pimpinan dieselon


bawahnya, Visi seorang pemimpin harus dapat memberikan petunjuk mengenai ke
mana negara ini akan melangkah. Dengan demikian semua tindakan yang dilakukan
instrumen negara dapat bersinergi untuk mencapai kepentingan nasional untuk secara
berkesinambungan mewujudkan tujuan nasional.

Kepemimpinan yang berkualitas merupakan kunci utama keberhasilan suatu


organisasi, kelompok , atau negara dalam praktek implementasi kebijakan menuju cita-
cita bersama. Kualitas kepemimpinan yang diharapkan tidak sekedar kemampuan fisik
dan intelektual semata, melainkan juga kualitas rokhani. Keseimbangan antara 3 aspek
tersebut sangat berpengaruh bagi pemimpin dalam perannya guna mewujudkan cita-cita
bersama.

b. Kendala Dalam Penyiapan Pemimpin. Demokrasi yang semakin berkembang di


Indonesia terhenti dititik politik, demokrasi yang didengungkan ternyata
membingungkan, sistem apakah yang dianut ? Parlementer atau presidensil ?
kehidupan multi partai yang begitu riuh rendah, bertambahnya wilayah pemerintahan
tingkat Provinsi, kabupaten dan kota, telah menyerap banyak biaya dan menjadi beban
pembiayaan dalam APBN. Dengan bertambahnya daerah baru, negara harus
mengalokasikan dana besar untuk membiayai para Gubernur baru, Bupati dan walikota
baru , termasuk perangkat pemerintahan yang baru, mulai dari administrasi daerah,
Legislatif dan instansi vertikal lainnya yang menyesuaikan dengan perkembangan
daerah. Sementara masalah penting yang seharusnya menjadi prioritas agak terlantar,
pengentasan kemiskinan kurang biaya, pengembangan lapangan kerja kurang
diperhatikan. Dengan bertambahnya daerah, maka proses pemilihan kepala
daerahpun menyedot banyak biaya. Indonesia dengan 33 provinsi dan 450
kabupaten/kota ( per April 2007 ) maka akan berlangsung 483 pilkada dalam 5 tahun
yang berarti setiap 4 hari akan terjadi pemilihan kepala daerah. Seorang calon bupati,
10

atau wali kota mengeluarkan dana antara Rp. 7,5 –sampai Rp.25 miliar, untuk gubernur,
tiap calon diperkirakan membelanjakan dana antara Rp.25 sampai Rp.75 miliar. 9

Bila dilihat dari proses pencalonan Gubernur maupun Bupati / Wali kota, maka
siapapun yang cukup memiliki dana , mereka dapat mengajukan diri sebagai calon,
tidak peduli apakah calon ini memiliki visi yang positif untuk membangun dan
memajukan kesejahteraan rakyat atau hanya bila menjadi Gubernur atau bupati /wali
kota bersiap mengembalikan modal ditambah dengan perhitungan keuntungan yang
harus diperoleh. Dengan kondisi demikian, sempatkah pemimpin dipusat menyiapkan
para pemimpin didaerah ? Bahkan para Gubernur , bupati dan wali kota ini berasal
dari partai tertentu, yang dalam kesepakatannya, bila didukung dan menang harus tetap
loyal kepada partai, bagaimana bisa mereka mengutamakan kepentingan rakyat,
sementara konsentrasi para pemimpin daerah harus mengutamakan partai dan berarti
harus membagi rezeki, sehingga golongan diutamakan sementara rakyat dilupakan.
Para pemimpin ini menerima tugas agar melakukan tindakan yang menguntungkan
partainya, menjalankan tugasnya dengan memberi lisensi dengan perjanjian tertentu
untuk mengisi kas partainya, para rekanan, importir, eksportir yang diutamakan adalah
orang separtai.10 Kondisi pemimpin yang ada saat ini dapat dibayangkan dengan
melihat proses pemilihannya, asal calonnya, sementara calon independen yang mungkin
saja lebih bermutu ( meskipun niat calon independen bisa saja sama dengan yang lain )
sangat sulit prosedurnya.

Sama halnya dengan para menteri, Presiden memilih dari nama yang disodorkan
oleh partai, yang tentu saja partai tidak mematok untuk jabatan menteri Departemen
tertentu, hanya menyerahkan daftar nama, sehingga kompetensi para calon yang
disampaikan belum disetarakan dengan kebutuhan tugas yang akan diembannya.
Kenyataannya, para calon tersebut menjadi menteri juga, tetapi apakah kemampuan dan
ketrampilan serta keahliannya sudah setara dengan tugas dan tanggungjawabnya di
Departemen ? Nama-nama yang diajukan oleh partai juga tentu saja adalah orang yang
“dipilih” karena kesepakatan dengan partai. Sangat aneh dan meragukan bila partai
memberi yang terbaik bila tanpa embel-embel “kesetiaan” kepada partai. Apakah
negara dapat berharap kepada pemimpin yang “dipilih” oleh partai dan “kesetiaan”

9 Riant Nugroho, Dr, Publik Policy, hal 7

10 Bung Hatta, Demokrasi kita, hal 12-16


11

kepada partai ?11 Lebih aneh lagi kenapa partai masih mempengaruhi presiden,
sementara presiden dipilih langsung oleh rakyat, tidak ada pengaruh partai dalam
pemilihan ini, presiden harus mewakili rakyat.

5. Kualitas yang harus dimiliki pemimpin masa depan.

Seorang pemimpin masa depan harus visionary, perlu memiliki keahlian dalam
memimpin tim organisasi yang terdiri dari para pemimpin dan tenaga profesional melalui
pendekatan pribadi; memecahkan konflik yang timbul antar lembaga dalam organisasi;
mendengarkan segala keluhan-keluhan; memberikan umpan balik dan menekankan kejujuran.
Di samping keahlian berkomunikasi, kepemimpinan dalam era globalisasi menuntut lima jenis
ketrampilan khusus yang sifatnya sangat kritis, ketrampilan tersebut terdiri dari :

a. Difficult learning. Banyak pemimpin yang merasa dirinya sudah sangat pintar dan
mengetahui segala hal dalam menyelesaikan setiap permasalahan, pada kenyataannya
setiap permasalahan memiliki kekhususan dan memerlukan keahlian tertentu untuk
menyelesaikannya. Oleh sebab itu perlu disosialisasikan pola pembelajaran, karena
proses belajar merupakan kunci mengatasi kegagalan dalam berorganisasi. Proses belajar
selalu menuntut kreativitas, dan sangat sedikit para pesaing yang ingin terjun mengikuti
proses “difficult learning”. Dalam organisasi yang belajar, setiap anggota organisasi akan
didorong untuk dapat mengidentifikasikan apa yang belum mereka ketahui dan segala
sesuatu yang belum didapatkan cara pemecahnya. Sebuah pemerintahan yang
mengedepankan penyiapan SDM adalah organisasi pemerintahan yang berfikir untuk
masa kini dan masa depan. Jepang, Singapura dan Malaysia adalah contoh negara
negara yang berhasil karena yakin bahwa sukses akan dimulai dari membangun manusia,
baru kemudian membangun produk.12

b. Maximizing energy. Keseriusan pemimpin bukan dilihat dari kesibukannya yang


tak kenal waktu, tetapi yang diinginkan adalah pemimpin yang dapat menelorkan
kebijakan yang dapat memberi sesuatu yang membuat hari esok lebih baik daripada hari
ini. Melatih dan membekali dengan kemampuan dan ketrampilan yang dapat
mewujudkan public policy yang bermutu, sebagaimana pemimpin yang diinginkan pada
sebuah negara. Memotivasi dan membiasakan untuk memiliki dorongan kuat keluar

11 Lebih lengkap dapat dibaca : Bung Hatta, Demokrasi kita (hal 13-17)

12 Riyant Nugroho, Public Policy, hal 393.


12

dari keadaan yang tidak menjanjikan, menghindari pemecahan yang sifatnya


kompromistis, sasaran kebijakan pemimpin adalah hasil optimal dengan menciptakan
pendekatan-pendekatan atau metode serta teknik yang tepat .

c. Resonant simplicity. Dalam era teknologi, informasi dan komunikasi yang efektif
dan jelas merupakan suatu tuntutan. Pemimpin masa depan harus mampu menganalisa
data dan informasi untuk menemukan jalan keluar sebagai antisipasi, terhadap sistuasi
yang senantiasa berkembang merupakan poin penting dalam mewujudkan peluang-
peluang yang bermanfaat bagi pencapaian sasaran kebijakan.

d. Multiple focus. Melatih untuk menentukan visi, tujuan, dan menentukan kegiatan
prioritas, banyak mendengar dan mengamati aktifitas organisasi, untuk menumbuhkan
kemampuan dalam mengelola hambatan menjadi tantangan dan ancaman sebagai
peluang, yang dalam ilmu motivasi menunjukkan bahwa tidak ada yang mustahil bila
ditunjang niat yang kuat. Sikap dan tindakan ini bermanfaat bagi pemimpin dalam
mempengaruhi pemimpin organisasi bawahan agar dapat berpikir dan bertindak secara
terfokus menurut agenda kegiatan masing-masing.

e. Mastering inner sense. Melatih diri untuk dapat menemukan kemampuan inner
sense yang dimiliki dalam membuat keputusan-keputusan strategis. Dalam kondisi yang
tidak menentu dan keputusan harus dikeluarkan dengan cepat, maka peran inner sense
semakin penting, mampu melihat kepentingan yang lebih besar menjadi prioritas. Dengan
kekuatan inner sense ini, seorang pemimpin harus berani mengambil resiko yang telah
diperhitungkan, berharap yang terbaik namun bersiap menghadapi yang terburuk.

Kepemimpinan visionary juga perlu didukung sikap kepemimpinan Transformasional.

Pemimpin transformasional berupaya melakukan transforming of visionary menjadi visi


bersama sehingga mereka (bawahan plus pemimpin) bekerja untuk mewujudkan visi menjadi
kenyataan. Proses transformasional dapat terlihat melalui sejumlah perilaku kepemimpinan
sebagai berikut.
a. Attributed charisma. Pada negera berkembang kepemimpinan yang paling cocok
adalah pemimpin yang kharismatik atau otoriter. Karisma tidak hanya berlaku bagi
pemimpin besar saja, tetapi kharisma bisa saja dimiliki oleh pimpinan di level bawah dari
sebuah organisasi. Pemimpin yang memiliki ciri tersebut, memperlihatkan visi,
kemampuan, dan keahliannya serta tindakan yang lebih mendahulukan kepentingan
organisasi dan kepentingan orang lain (masyarakat) daripada kepentingan pribadi. Karena
13

itu, pemimpin kharismatik dijadikan suri tauladan, idola, dan model panutan oleh
bawahannya, yaitu idealized influence.

b. Idealized influence. Pemimpin tipe ini menghindari penggunaan kekuasaan untuk


kepentingan pribadi, memperlihatkan kemantapan pada tujuan, keyakinan, dan nilai-
nilai hidupnya. Pemimpin yang berjuang demi mewujudkan angan-angan dan cita-cita
rakyatnya, yang dapat menumbuhkan loyalitas kepada pemimpin. Menciptakan kondisi
agar pengikutnya bertekad dan termotivasi untuk mengoptimalkan usaha dan bekerja
mencapai tujuan bersama. Mengisayaratkan kepada pengikut bahwa setiap keberhasilan
adalah hasil kerja semua dan kegagalan menjadi tanggung jawab pemimpin.

c. Inspirational motivation. Pemimpin transformasional bertindak untuk mampu


menciptakan inspirasi yang akan mempengaruhi organisasi, menumbuhkan semangat dan
membangun kebersamaan. Inspirasi penting bagi pemenuhan kebutuhan kinerja
organisasi, inspirasi harus diarahkan untuk mewujudkan cita-cita bersama demi tujuan
organisasi. Kebijaksanaan perlu diterapkan, selama tidak menyimpang dari aturan yang
sudah ada dan sebagai pelengkap dari aturan yang belum terperinci secara tehnis, sekali
lagi kebijaksanaan tidak boleh bertentangan dengan aturan yang telah ditetapkan.

d. Intelectual stimulation. Menumbuhkan semangat dapat dilakukan dengan


komunikasi yang baik untuk mengetahui apa yang menjadi perhatian anak buah.
Mengadopsi keinginan anak buah yang sesuai dengan arah tujuan organisasi akan
memberikan keuntungan, dapat menumbuhkan semangat kerja anak buah dan akan
merubah pola pengendalian, karena apa yang dikerjakan merupakan bagian dari
keinginan anak buah, mereka akan melakukan tugas penuh kesadaran dan didukung
dengan semangat untuk dapat menyelesaikan tugas tersebut, karena pencapaian tugas
tersebut sama artinya memenuhi keinginan mereka. Oleh karenanya pengawasan dan
pengendalian menjadi minimal, pemimpin cukup dengan memberi pengarahan
bagaimana tugas tersebut dilakukan dan menyampaikan permintaan agar tugas tersebut
harus dapat mencapai tingkat yang optimal.

e. Individualized consideration. Seorang pemimpin, yang karena tugasnya harus


dapat menempatkan diri sebagai pemimpin, melayani kepentingan anak buah adalah hal
yang lebih utama. Melayani bukan dalam bentuk melakukan pekerjaan bawahan, tetapi
melakukan tugasnya untuk menciptakan suasana lebih mudah, lebih tertib, lebih
bersahabad, lebih bersemangat, lebih ikhlas dan menumbuhkan kepercayaan anak buah
14

terhadap Pemimpinnya. Tumbuhkan rasa percaya kepada anak buah , bahwa kebutuhan,
kepentingan, bahkan mimpi mereka akan diperjuangkan oleh Pemimpinanya. Dengan
sikap demikian, akan mendorong terciptanya loyalitas dalam satuan. Pemimpin
melakukan tugasnya sebagai bentuk loyalitas demi kepentingan satuan dan juga termasuk
anggotanya, dan anggota akan melakukan tugasnya sebagai bentuk loyalitas dan
kepercayaan kepada pemimpinnya bahwa kebutuhan, kepentingan anak buah akan
diperjuangkan oleh pemimpinnya. Nilai nilai loyalitas ini harus dapat diwujudkan dalam
suatu organisasi untuk menciptakan kebersamaan dalam mencapai tujuan organisasi.
Setingkat apapun organisasi, bila loyalitas antar individu dapat terwujud, tujuan
organisasi diyakini dapat tercapai dengan baik.

5. Kesimpulan. Kepemimpinan merupakan ilmu dan seni, sebagai ilmu, kepemimpinan


dapat dipelajari, namun sebagai seni, tergantung dari karakter dan keahliannya dalam melihat
gelagat. Karena kebutuhan organisasi mulai tingkat sederhana sampai organisasi yang
kompleks, maka kepemimpinan juga menyesuaikan dengan tingkatan organisasi. Diantara
sekian banyak tingkatan kepemimpinan salah satunya adalah superleadership atau juga bisa
disebut kepemimpinan strategis, yang dalam lingkup kerjanya memimpin suatu organisasi
besar yang didalamnya juga terdapat banyak pemimpin dibawah kepemimpinannya.

Perkembangan kepemimpinan dari pengamatan dan situasi yang berkembang saat ini terdapat
kecenderungan telah terjadi degradasi kepemimpinan. Kondisi politik masih labiel,
perekonomian, belum tertata dengan baik, pengangguran sedemikian banyak dan bahkan angka
kemiskinan pada tingkat sedemikian parah, hal-hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan
belum mampu menggerakkan organisasi negara lebih efektif dan efisien. Masih banyak
permasalahan-permasalahan yang belum ditangani secara optimal bahkan terdapat
permasalahan yang seakan-akan sengaja ditinggalkan atau dilupakan. Demokrasi yang
dibanggakan sebagai peringkat ke 3 dunia yang paling maju, bukanlah sesuatu yang memberi
dampak positif bagi kemajuan negara bahkan cenderung bersifat pemborosan dan merugikan.
Otonomi daerah yang diharapkan dapat mempercepat proses kemajuan bangsa ternyata para
pelaku otonomi masih belum memahami arah yang sesungguhnya. Pemberdayaan masyarakat
yang diharapkan dapat dilakukan oleh pemerintah otonom, ternyata tidak dapat terlaksana,
kembali lagi karena pemahaman yang belum mendalam.

Proses penyiapan pemimpin tidak dapat dilakukan dengan baik, sehingga pimpinan
yang muncul dari hasil pemilihan langsung, ternyata tidak menghasilkan pemimpin yang
15

mengabdi kepada rakyat, namun lebih mengabdi bagi dirinya sendiri dan bagi partai yang
mengusungnya menjadi pimpinan. Korupsi masih merajalela, yang menimbulkan dampak
pada kesenjangan ekonomi yang sangat lebar. Para pemimpin yang digaji rakyat tanpa ada
tunjangan tambahan yang nyata dan resmi , namun dapat hidup bermewah-mewah,
menunjukkan bahwa ada korupsi. Para pemimpin departeman hanya disodorkan nama dari
partai, tanpa diketahui akan tepat mengurusi pekerjaan departemen tertentu, namun tetap dapat
duduk di posisinya. Prioritas pengabdian masih kepada kepentingan pribadi dan golongan,
nasionalisme masih rendah, karena belum menempatkan kepentingan negara diatas kepentingan
yang lain. Penempatan dan pemilihan pimpinan eselon dibawah sebagai pembantu pimpinan,
dipilih orang –orang dekat, sarat dengan nepotisme, dengan tujuan untuk membuka jalan
selebar-lebarnya bagi tindak manipulasi , karena antara pimpinan dan pimpinan bawahan sudah
bekerjasama untuk saling melindungi. Karena jabatan tidak diduduki oleh orang yang tepat
hanya diduduki oleh orang yang “dekat”, mengakibatkan kinerja organisasi tidak menunjukkan
peningkatan. Jabatan menjadi rebutan dan bahkan menghalalkan berbagai cara, dengan sasaran
setelah menjadi pejabat terbuka peluang untuk mengeruk harta dan kekayaan. Semua ini
merupakan lingkaran setan yang hanya dapat diselesaikan dengan keinginan pemimpin puncak.
Tanpa keinginan yang kuat dari pemimpin puncak, maka keadaan akan sulit berubah, kemajuan
dan kejayaan bangsa akan sangat sulit diraih.

Saran. Dengan melihat kondisi kepemimpinan dewasa ini, dimana menyiapkan pemimpin
yang sulit karena sistem politik yang menghendaki, maka disarankan kepada para pemimpin :

Pertama berani mengambil keputusan yang besar, meskipun mengeluarkan biaya yang besar,
tetapi akan mengangkat derajat bangsa dan memberikan kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa. Sebagai pemimpin disarankan untuk mau mendengar dan memperhatikan kesulitan
yang dialami banyak orang, tidak perlu malu melakukan hal kecil bila pengaruhnya besar,
rakyat tidak terlalu pusing dengan proses yang kerjakan pemimpinnya yang penting adalah
kenyataan, apakah rakyat sudah memperoleh kemudahan disegala bidang.

Kedua, setiap janji sebaiknya ditepati, karena menyangkut kredibilitas pemimpin, janji
diberikan karena pemimpin sudah memiliki data dan fakta, sehingga pemimpin dapat mengolah
data dan fakta untuk mencapai sasaran. Dalam melakukan tugas, pemimpin sebaiknya dapat
menyelesaikan permasalahan rakyat, memanfaatkan data dan fakta sudah dimiliki. Keputusan
sebaiknya mengarah kepada kepentingan yang lebih luas bukan menguntungkan diri sendiri
atau kelompoknya.
16

Jakarta, 6 Desember 2009

Penulis :

JUANDA SYAIFUDDIN

Daftar kepustakaan.

• Bung Hatta, Demokrasi kita


• DR.AB.Susanto, Super leadership, leading other to lead
• Heppy Trenggono, Menjadi Bangsa Pintar
• M Amien Rais, Menyelamatkan perjalanan reformasi
• Riyant Nugroho, Public Policy
• Salim said, mencegah bangkitnya kembali kepemimpinan persorangan, dalam buku
Reformasi dalam stagnasi

You might also like