You are on page 1of 110

Ayah, Ibu, Jangan Murtadkan Anakmu!

eramuslim - "Aku ingin anakku nantinya bisa jadi penyanyi terkenal," ujar seorang ibu muda
dalam suatu obrolan di sebuah acara perpisahan anak-anak kelas III SMP di gedung cukup
mewah di bilangan Jakarta. Kebetulan saat itu sedang ditampilkan acara hiburan yang diisi oleh
sumbangan alunan suara merdu anaknya. "Kalo' aku sih, anakku ingin aku masukkan ke sekolah
modelling biar bisa jadi peragawati terkenal," timpal ibu lainnya tak kalah sengit. Walhasil
obrolan ibu-ibu yang ikut mengiring anak-anak mereka pada acara perpisahan sekolah, tak jauh
dari seputar obsesi para ibu kalangan elit itu terhadap anak-anak mereka.
Obsesi orangtua terhadap anak, memang tak dilarang dalam Islam. Selama obsesi itu
merupakan wujud kasih sayang orangtua terhadap anak-anak mereka. Agar anak-anak mereka
menjadi orang yang berhasil dalam karir, mandiri (baik secara materi maupun sikap mental),
mendapat pendamping hidup yang baik, terpandang di masyarakatnya, serta tetap berbakti pada
orangtua. Bagaimana soal berbakti kepada Tuhan? Ini juga hal yang sering tak dilupakan sebagai
bagian obsesi para ortu terhadap anak-anak mereka. Biasanya satu paket, agar anak berbakti
kepada orangtua dan agamanya.
Namun sayangnya unsur terakhir ini, kerap cuma sebagai embel-embel formalitas dari
bangunan obsesi para ortu yang diangankan pada anak-anak mereka. Tindak lanjut dari obsesi
terakhir ini, sayangnya macet cuma sampai pada tataran angan-angan. Dalam bentuk
implementasi, bak "jauh panggang dari api" alias berbanding terbalik.
Ilustrasi di awal tulisan ini, mungkin bisa jadi contoh. Bagaimana tergiurnya seorang ibu
pada predikat sukses duniawi yang kelak bisa disandang anak, tanpa mempedulikan apakah itu
selaras dengan harapan Tuhan? Padahal hakikatnya, kita bukanlah the real owner dari anak-anak
yang kita miliki. Kita hanya ditugasi Allah 'Azza wa Jalla, Pemilik Sesungguhnya Seluruh Anak-
Anak Manusia, cuma sebagai fasilitator yang harus bisa mengantarkan anak-anak kita kembali
kepada Pemiliknya dalam keadaan orisinal (asli) sebagaimana dulu dia dilahirkan. Dalam bahasa
imannya, anak itu lahir dalam keadaan fitrah (suci), karena itu ia harus kita kembalikan pada
Pemiliknya juga dalam kondisi fitrah.
Al Qur'an menegaskan hal itu. "Dan (ingatlah) ketika Robb-mu mengeluarkan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian atas jiwa-jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab; "Betul (Engkau Tuhan kami)
kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan; "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lupa terhadap
kesaksian ini." (Surat Al A'raf 172).
Setiap anak Adam yang terdiri dari beragam warna, beragam bahasa, beragam kultur, dan
akhirnya berhimpun dalam berbagai suku bangsa di dunia itu, hakikatnya lahir dalam keadaan
fitrah (bertauhid kepada Allah 'Azza wa Jalla). Ini merupakan warisan Robbani sekaligus modal
dasar yang paling kokoh yang akan menentukan eksistensi kemanusiaan setiap insan. Bagaimana
nilai-nilai keyakinan yang diajarkan anak, miliu tempatnya hidup, serta sistem pembinaan
karakter yang diterapkan terhadap dirinya, kelak yang akan menentukan akan menjadi seperti apa
anak di kemudian hari. Apakah anak tetap dalam fitrahnya, atau apakah bahkan ia kelak menjadi
penentang fitrah yang dimilikinya?
Karena itu Nabi mulia saw menegaskan, "Setiap bayi yang lahir dalam keadaan fitah.
Maka orangtuanyalah yang kemudian berperan dalam merubah fitrahnya, apakah ia kelak
menjadi Yahudi, menjadi Majusi, atau menjadi Nasrani." (hadits shahih).
Hadits di atas tidak menyebutkan, si anak bisa berubah menjadi Islam. Karena Islam
(fitrah) itu sesungguhnya telah menyatu (inherent) dalam diri setiap anak yang lahir. Maka tugas
para orangtua yang diamanati anak-anak yang fitrah itu oleh Allah swt, sesungguhnya adalah
tetap mengasuh mereka dalam sistem dan pola yang fitrah. Dengan kata lain, anak-anak itu
sebetulnya telah disediakan oleh
Penciptanya suatu sistem pendidikan yang sesuai dengan fitrah mereka. Sehingga hanya
dengan sistem itu anak-anak dijamin tak akan berubah fitrahnya hingga ia menghadap Tuhannya.
Kita -para orangtua- yang seharusnya berperan mengarahkan, menempatkan, dan menjaga si anak
agar tetap berada pada koridor sistem fitrah itu, yang tak lain adalah dienul Islam.
Hanya sistem (dien) Islam yang bisa mengakomadasi, menumbuhkan, mengembangkan,
serta mengokohkan potensi fitrah setiap manusia. Karena Islam adalah agama yang diciptakan
oleh Pencipta sekaligus Pemilik manusia itu sendiri. Perintah itu dengan gamblang dituangkan
dalam firmanNya yang agung; "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
manusia tidak mengetahuinya." (Ar Ruum : 30) .
Lantaran itulah para orangtua berperan mengenalkan, menggiring, dan menempatkan
anak-anak agar dia hidup dalam habitat sistem fitrah itu (dienul Islam) secara permanen. Anak tak
boleh sedikitpun disusupkan nilai-nilai asing pada aspek manapun, yang dapat merusak potensi
fitrahnya.
Sebaliknya orangtua berkewajiban menempa kepribadian anak berdasarkan petunjuk
sistem fitrah itu, agar potensi fitrah anak menjadi sesuatu yang dominan muncul ke permukaan
kepribadiannya. Sebab hanya manusia yang memiliki kepribadian fitrah yang akan bisa
memelihara eksistensi kehormatan dirinya.
Tentu saja keliru asumsi yang mengatakan, mengajarkan Islam pada anak, cuma urusan
sholat, puasa, dan bersedekah. Namun dia tidak mendidiknya agar anak berpakaian sopan dan
menutup aurat (bagi anak-anak perempuan). Dia tidak menciptakan atmosfer Islami di dalam
rumah tangganya. Atau bahkan dia membiarkan anak-anaknya bebas mengikuti trend budaya
Barat, baik dari segi pergaulan, selera hiburan, selera berpakaian, dan lain sebagainya. Atau juga
dia membebaskan anaknya memilih jalan hidup yang bertentangan dengan Islam.
Akan lebih keliru lagi misalnya, jika ada orangtua menginginkan anak-anak mereka
menjadi anak-anak yang sholeh dan sholihat, tapi menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah-
sekolah Kristen misalnya. Atau anak-anak kita biarkan bergaul dalam lingkungan komunitas
atheistik/materialistik yang menganut paham pergaulan bebas. Komunitas yang menganggap
semua agama sama, semua agama baik, surga tidak bisa diklaim hanya sebagai milik orang-orang
Islam belaka. Jelas ini tidak kondusif bagi perkembangan fitrah anak. Bahkan sangat
membahayakan fitrahnya.
Jika kita tidak asuh anak-anak kita dalam asuhan sistem dan nilai-nilai yang Islami,
jangan salahkan jika mereka kelak di kemudian hari menjadi orang-orang nyeleneh. Orang-orang
yang tidak tau malu mempertontonkan aurat, Orang-orang yang menjadi pemuja ideologi Barat.
Orang-orang yang sesungguhnya telah menjadi murtad (keluar dari Islam), na'udzubillah min
dzalik.
Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang mau mendengar suara fitrah anak-anak
kita. Agar kita tidak memaksakan kehendak dan obsesi kita yang barangkali justru akan
memurtadkan mereka. Coba dengar baik-baik suara fitrah mereka: "Ayah, ibu, jangan murtadkan
anakmu!" Wallahu a'lam.
Duhai Para Suami....

"Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap istri, dan aku adalah orang yang
paling baik diantara sekalian terhadap istri" (At-Turmudzi)
eramuslim - Suatu hari, dalam perjalanan pulang ke rumah. Disela-sela kemacetan, saya melihat
dengan jelas,seorang lelaki dengan kasar menyuruh perempuan yang sedang diboncengnya untuk
turun dari motor. Tampak sekali perempuan itu ketakutan. Air matanya bercucuran, dengan
gemetar hati-hati dia turun. Rupanya yang menyebabkan lelaki itu kalap adalah tangisan rewel
sang bayi yang sedang digendong. Setelah menumpahkan sumpah serapah pada perempuan tak
berdaya itu, dengan seenaknya dia pergi.
Tinggallah perempuan itu kebingungan, menggendong bayi mungil yang menangis tak
kunjung berhenti. Dua ibu dalam angkot yang sedang saya naiki, spontan turun. "Sabar ya dek,
biarin aja si keparat itu pergi" dengus si ibu berbaju biru. "Adek mau kemana? Sekarang adik
pulang, kasihan anaknya nangis terus" kali ini ibu yang berbaju hitam bertanya. Perempuan itu
gemetar, kelu lidahnya berujar "Ibu, boleh saya pinjam uang 500 untuk ongkos. Suami saya pergi
begitu saja tanpa memberi uang". Ibu-ibu tadi spontan membuka tas dan memberinya uang. Dan
air mata itu, melimpahi kami rasa kasihan.
Hari lain, dalam bis yang mengantarkan saya ke kampung halaman. Di sebelah saya
duduk perempuan sederhana, berpakaian sangat sederhana tanpa bawaan yang berarti, hanya
mengepit tas kresek berwarna hitam. Tapi yang tidak sederhana, sejak duduk tadi lirih mulutnya
berucap "Laa hawlaa Walaa Quwwata Illa billah". Dalam kesempatan selanjutnya saya
mengetahui ia sudah berkeluarga dan mempunyai beberapa anak. Suaminya menganggur, dan ia
yang menanggung beban nafkah untuk keluarga dengan menjadi buruh kasar di pasar kebayoran.
Tapi bukan itu yang membuat dia kurus kering dan sakit-sakitan. Perilaku kasar
suaminya yang sering menganiaya dan melecehkannyalah yang membuatnya sangat tersiksa.
Tanpa risih dia memperlihatkan telapak tangannya yang melepuh akibat banyak sundutan rokok.
"Masya Allah, ibu" refleks saya menutup mulut dengan tangan kanan. Dia tertunduk, dan air mata
itu, tertumpah begitu mudah.
"Mbak, saya ditinggalin suami pas hamil 7 bulan". Dia mulai bercerita. "Suami saya
tertarik wanita lain yang lebih cantik," tambahnya tanpa beban. Kini giliran saya memandangnya
lekat, seorang perempuan muda yang tegar, hati saya membatin. Saya mengenalnya baru
beberapa bulan. Selama itu saya mengagumi pergulatan hidupnya. Perempuan yang kuat,
buktinya sekarang dia membesarkan anak laki-lakinya yang berusia hampir setahun seorang diri.
Dia bekerja keras meski dengan pekerjaan yang tidak sebanding dengan pengeluaran untuk
memenuhi kebutuhan si kecil.
"Kalau tidak ada anak ini, entahlah saya mungkin sudah tinggal nama, mati bunuh diri,"
tambahnya. Saya kagum dengan ketegarannya, tapi ternyata dugaan saya salah, beberapa menit
kemudian ia terisak kecil selanjutnya tersedu-sedu. Dan air mata itu, menganak sungai dipipinya
yang tak pernah terlihat dipoles bedak.
Saya meyakini masih banyak fenomena tidak manusiawi yang dilakukan para suami
terhadap istri. Lihat saja berita-berita di media massa, itu baru yang terekspos. Padahal yang tidak
muncul ke khalayak ramai pasti lebih banyak lagi. Perlakuan tidak wajar bahkan kekerasan suami
terhadap istri bisa dikatakan persoalan internal rumah tangga. Sebuah aib, sehingga sang istri
harus memaksakan diri menelan bulat-bulat pil pahit perlakuan suaminya. Saya pernah melihat
seorang ibu yang pura-pura bilang baru jatuh dari kamar mandi hingga memar cukup serius di
muka tirusnya, padahal banyak orang tahu dia baru saja dihajar sang suami tercinta.
Apa yang menyebabkan suami begitu tega terhadap istrinya? Menurut saya, suami yang
demikian tidaklah gentle, karena ia berani hanya pada seorang perempuan. Perempuan yang
seharusnya ia lindungi. Perempuan yang seharusnya mendapatkan perlakuan yang baik karena
telah begitu banyak berjasa. Istri adalah perempuan yang mengandung anaknya dengan susah
payah dalam hitungan waktu yang tidak sebentar, setelah itu mempertaruhkan nyawa untuk
proses melahirkan. Istrinya yang menyediakan makanan untuk seluruh keluarga, bahkan mungkin
menyediakan telinga untuk menjadi pendengar yang baik, menyediakan stock kata-kata yang
menghibur ketika suami mendapatkan masalah, bahkan mungkin solusi. Apakah ada alasan
setelah istri berbuat yang terbaik untuk keluarganya mendapatkan perlakuan yang sewenang-
wenang?
Kepada para suami, ingatlah istri adalah sesuatu yang istimewa. Sayangilah ia, karena ia
adalah penyejuk mata, pembangun rumah tangga yang menjelma surga. Bimbinglah istri dengan
lemah lembut, karena ia dicipta dengan banyak anugerah mulia. Jangan pernah mencampakkan
istri, untuk kondisi apapun, karena ia adalah ibu dari anak-anak yang kau bina secara bersama.
Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, jangan pernah meruntuhkan madrasah
pembentuk karakter bangsa.
Sayangi ia, karena ibumu juga istri dari suami yang menyayangi. Tersenyumlah untuk
segala hal yang ia persembahkan kepadamu. Berjanjilah untuk tidak membuatnya mengeluarkan
air mata-air mata kedukaan. Tirulah Rasulullah yang selalu berbuat baik kepada para istrinya.
Dalam hadistnya beliau menekankan "Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap
istri, dan aku adalah orang yang paling baik diantara sekalian terhadap istri" (At-Turmudzi),
Bahkan beliau pernah bersabda: "Barang siapa yang menggembirakan seorang wanita (istri),
seakan-akan menangis karena takut kepada Allah. Barangsiapa menangis karena takut kepada
Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya dari neraka".
Jadi kepada para suami, tunggu apa lagi?
Meluruskan Pemahaman Tabu dalam Hubungan Suami
Isteri

eramuslim - Masih terdapat perdebatan seputar hukum melihat kemaluan isteri/suami. Sebagian
kaum Muslimin menganggap hal itu terlarang, dan sebagian lainnya menganggapnya boleh.
Walhasil masih terdapat kontroversi tentang boleh-tidaknya suami/isteri melihat kemaluan
pasangannya. Untuk meluruskan hal yang masih menjadi perdebatan dalam masyarakat kaum
Muslimin itu, Yusuf Qordhowi dalam bukunya “Fatwa-Fatwa Kontemporer” memberikan
penjelasan panjang-lebar.
Fuqoha kaliber internasional itu mengawali bahasannya dengan mengutip kitab Tanwirul
Abshar dan syarahnya ad-Durrul Mukhtar, dari kitab-kitab Hanafiyah, tentang bolehnya suami
melihat apa saja pada isterinya. Kitab-kitab itu mengisyaratkan bolehnya melihat isteri, baik yang
lahir maupun yang tersembunyi, bahkan terhadap kemaluannya sekalipun, dengan syahwat
maupun tanpa dengan syahwat.
Namun dalam ad-Durrul juga disebutkan; “Dan yang lebih utama adalah
meninggalkannya, karena melihat kemaluan itu bisa menjadikan orang mudah lupa. Bahkan ada
yang mengatakan dapat menjadikan seseorang melemah daya penglihatannya.”
Syaikh Qordhowi membantah pendapat di atas. Penjelasan tersebut menurutnya, berarti
memberi illat (solusi) dengan illat-illat yang tidak syar’iyah, karena tidak ada nash yang
menerangkan demikian baik dari Al-Kitab maupun As-Sunnah. Maka dilihat dari sudut
keilmiahan, yang demikian itu tertolak serta tidak tidak ada hubungan yang rasional dan faktual
antara sebab dan akibat.
Untuk menguatkan pandangan tentang lebih utama tidak melihat kemaluan pihak lain, di
dalam kitab al-Hidayah dikemukakan suatu hadits.
”Apabila salah seorang di antara kamu mencampuri isterinya, maka hendaklah sedapat
mungkin ia menutup kemaluannya, dan janganlah mereka bertelanjang bulat seperti keledai.”
Namun Ibnu Umar berpendapat; “Lebih utama melihat kemaluan (pihak lain), karena hal
itu lebih dapat menghasilkan kenikmatan.”
Selanjutnya Yusuf Qordhowi mengutip kata-kata Abu Yusuf, sebagai berikut. “Dan
diriwayatkan dari Abu Yusuf, saya pernah bertanya kepada Imam Abu Hanifah mengenai seorang
laki-laki yang menyentuh kemaluan isterinya, dan si isteri menyentuh kemaluan suami untuk
membangkitkan nafsunya. Apakah yang demikian itu terlarang? Beliau menjawab; “Tidak, dan
saya berharap pahalanya semakin besar.”
Barangkali beliau (Imam Hanafi) merujuk pada hadits sahih berikut;
”Pada kemaluan setiap orang di antara kamu itu ada sedekah. Para sahabat bertanya; “Wahai
Rasulullah apakah jika salah seorang di antara kami melepaskan syahwatnya (mencampuri
isterinya) itu mendapat pahala?” Beliau menjawab; “Benar. Bukankah kalau dia meletakkannya
di tempat yang haram dia berdosa? Demikian pula jika dia meletakkannya di tempat yang halal,
maka dia mendapat pahala. Apakah kamu menghitung kejelekan saja tanpa menghitung
kebaikan?”
Adapun hadits yang dijadikan dalil dalam kitab al-Hidayah - yang melarang suami isteri
bertelanjang bulat ketika bercampur – tidak dapat dijadikan hujjah karena dhoif.
Sementara Ibnu Hazm menolak keras pendapat yang bertentangan dengan firman Allah
surat Al Mu’minun ayat 5-6. Bunyinya sebagai berikut; Dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”
Dalam kitabnya al-Muhalla, Ibnu Hazm berkata; “Halal bagi seorang laki-laki melihat
kemaluan isterinya dan budak perempuan yang halal digaulinya. Demikian pula si isteri dan
budaknya itu halal melihat kemaluannya, tidak makruh sama sekali.”
Dalilnya ialah riwayat-riwayat yang masyhur dari Aisyah, Ummu Salamah, dan
Maimunah – ibu-ibu kaum mukmin rodhiyallahu anhuma – bahwa mereka pernah mandi janabat
bersama Rasulullah saw, dalam satu bejana.
Dalam riwayat Maimunah dijelaskan bahwa Nabi saw tidak mengenakan sarung, sebab
dalam riwayat itu dikatakan bahwa beliau memasukkan tangan beliau ke dalam bejana lalu
menuangkan air ke atas kemaluannya dan mencucinya dengan tangan kiri beliau.
Maka tidaklah tepat apabila berpaling kepada pendapat lain, setelah adanya keterangan
demikian tersebut.
Sedang hadits yang dijadikan alasan oleh Ibnu Hazm itu tertera dalam Shahih al-Bukhari
dari Ibnu Abbas, dari Maimunah Ummul Mu’minin, ia berkata;
”Aku pernah menutupi Nabi saw (dengan tabir) ketika beliau sedang mandi jinabat, lalu beliau
mencuci kedua tangan beliau, lantas menuangkan air dengan tangan kanannya atas tangan
kirinya. Kemudian beliau mencuci kemaluannya dan apa yang mengenainya.”
Diriwayatkan juga dalam Shahih al-Bukhari, dari Aisyah, ia berkata; “Aku pernah mandi
bersama Nabi saw dalam sebuah bejana (bak mandi) yang bernama al-Faraq.
Bolehnya suami melihat kemaluan isterinya, diperkuat oleh Qordhowi dengan mengutip
pendapat Al-Hafidz Ibnu Hajar. Dalam bukunya Fathul Bari, Ibnu Hajar berkata;
“Hal ini diperkuat oleh riwayat Ibnu Hibban dari Sulaiman bin Musa bahwa beliau pernah ditanya
tentang hukum laki-laki melihat kemaluan isterinya, lalu beliau berkata; Aku bertanya kepada
Atha’, lalu Atha’ menjawab; Aku bertanya kepada Aisyah, kemudian Aisyah mengemukakan
hadits tersebut di atas menurut maknanya.”
Seputih Melati

eramuslim - Melati tak pernah berdusta dengan apa yang ditampilkannya. Ia tak memiliki warna
dibalik warna putihnya. Ia juga tak pernah menyimpan warna lain untuk berbagai keadaannya,
apapun kondisinya, panas, hujan, terik ataupun badai yang datang ia tetap putih. Kemanapun dan
dimanapun ditemukan, melati selalu putih. Putih, bersih, indah berseri di taman yang asri. Pada
debu ia tak marah, meski jutaan butir menghinggapinya. Pada angin ia menyapa, berharap
sepoinya membawa serta debu-debu itu agar ianya tetap putih berseri. Karenanya, melati ikut
bergoyang saat hembusan angin menerpa. Kekanan ia ikut, ke kiri iapun ikut. Namun ia tetap
teguh pada pendiriannya, karena kemanapun ia mengikuti arah angin, ia akan segera kembali
pada tangkainya.
Pada hujan ia menangis, agar tak terlihat matanya meneteskan air diantara ribuan air yang
menghujani tubuhnya. Agar siapapun tak pernah melihatnya bersedih, karena saat hujan berhenti
menyirami, bersamaan itu pula air dari sudut matanya yang bening itu tak lagi menetes.
Sesungguhnya, ia senantiasa berharap hujan kan selalu datang, karena hanya hujan yang mau
memahami setiap tetes air matanya. Bersama hujan ia bisa menangis sekeras-kerasnya, untuk
mengadu, saling menumpahkan air mata dan merasakan setiap kegetiran. Karena juga, hanya
hujan yang selama ini berempati terhadap semua rasa dan asanya. Tetapi, pada hujan juga ia
mendapati keteduhan, dengan airnya yang sejuk.
Pada tangkai ia bersandar, agar tetap meneguhkan kedudukannya, memeluk erat setiap
sayapnya, memberikan kekuatan dalam menjalani kewajibannya, menserikan alam. Agar kelak,
apapun cobaan yang datang, ia dengan sabar dan suka cita merasai, bahkan menikmatinya sebagai
bagian dari cinta dan kasih Sang Pencipta. Bukankah tak ada cinta tanpa pengorbanan? Adakah
kasih sayang tanpa cobaan?
Pada dedaunan ia berkaca, semoga tak merubah warna hijaunya. Karena dengan hijau
daun itu, ia tetap sadar sebagai melati harus tetap berwarna putih. Jika daun itu tak lagi hijau, atau
luruh oleh waktu, kepada siapa ia harus meminta koreksi atas cela dan noda yang seringkali
membuatnya tak lagi putih?
Pada bunga lain ia bersahabat. Bersama bahu membahu menserikan alam, tak ada
persaingan, tak ada perlombaan menjadi yang tercantik, karena masing-masing memahami tugas
dan peranannya. Tak pernah melati iri menjadi mawar, dahlia, anggrek atau lili, begitu juga
sebaliknya. Tak terpikir melati berkeinginan menjadi merah, atau kuning, karena ia tahu semua
fungsinya sebagai putih.
Pada matahari ia memohon, tetap berkunjung di setiap pagi mencurahkan sinarnya yang
menghangatkan. Agar hangatnya membaluri setiap sel tubuh yang telah beku oleh pekatnya
malam. Sinarnya yang menceriakan, bias hangatnya yang memecah kebekuan, seolah membuat
melati merekah dan segar di setiap pagi. Terpaan sinar mentari, memantulkan cahaya kehidupan
yang penuh gairah, pertanda melati siap mengarungi hidup, setidaknya untuk satu hari ini hingga
menunggu mentari esok kembali bertandang.
Pada alam ia berbagi, menebar aroma semerbak mewangi nan menyejukkan setiap jiwa
yang bersamanya. Indah menghiasharumi semua taman yang disinggahinya, melati tak pernah
terlupakan untuk disertakan. Atas nama cinta dan keridhoan Pemiliknya, ia senantiasa berharap
tumbuhnya tunas-tunas melati baru, agar kelak meneruskan perannya sebagai bunga yang putih.
Yang tetap berseri disemua suasana alam.
Pada unggas ia berteriak, terombang-ambing menghindari paruhnya agar tak segera
pupus. Mencari selamat dari cakar-cakar yang merusak keindahannya, yang mungkin merobek
layarnya dan juga menggores luka di putihnya.
Dan pada akhirnya, pada Sang Pemilik Alam ia meminta, agar dibimbing dan dilindungi
selama ia diberikan kesempatan untuk melakoni setiap perannya. Agar dalam berperan menjadi
putih, tetap diteguhkan pada warna aslinya, tidak membiarkan apapun merubah warnanya hingga
masanya mempertanggungjawabkan semua waktu, peran, tugas dan tanggungjawabnya. Jika pada
masanya ia harus jatuh, luruh ke tanah, ia tetap sebagai melati, seputih melati. Dan orang
memandangnya juga seperti melati.
Dan kepada melatiku, tetaplah menjadi melati di tamanku. Karena, aku akan menjadi
angin, menjadi hujan, menjadi tangkai, menjadi matahari, menjadi daun dan alam semesta. Tetapi
takkan pernah menjadi debu atau unggas yang hanya akan merusak keindahannya, lalu
meninggalkan melati begitu saja.
Ingin Nyaman Di Rumah? Ciptakan Suasana Itu
Bersama!

eramuslim - Bagaimana perasaan anda, jika pas tiba di rumah setelah tugas kantor cukup lama di
luar kota, keadaan rumah berantakan, anak-anak rewel, dan penampilan isteri compang-camping?
Pasti perasaan anda kesal setengah mati. Bayangan semula bahwa setelah pulang bisa beristirahat,
disambut hangat istri, bisa bercengkerama dengan anak-anak, kontan buyar. Rasa penat setelah
perjalanan jauh bukannya hilang, bahkan tambah capek. Soalnya pikiran ruwet, membuat fisik
kian lesu tak bersemangat. Sebaliknya hati jadi panas. Emosi gampang meledak. Itu barangkali
ekses dari suasana di dalam rumah yang tidak nyaman.
Jika ketidaknyamanan suasana seperti ini kerap terjadi, jelas sangat mengancam
kelangsungan kehidupan rumah tangga pasangan suami-isteri (pasutri). Ini bukan persoalan
sepele. Sebab dia menyangkut fondasi bangunan keluarga. Fondasi itu tidak boleh dibiarkan
mengalami erosi karena persoalan-persoalan seperti di atas.
Patut dicatat bahwa pada banyak kasus, untuk menghindari ketidaknyamanan suasana di
rumah, kebanyakan pria tak jarang mengambil jalan penyelesaian pintas. Keluar rumah dan cari
tempat istirahat yang tenang. Entah itu rumah teman atau tempat penginapan lainnya. Atau dia
keluar ke tempat-tempat hiburan untuk menghilangkan pikiran yang suntuk. Bila ini yang terjadi,
sangat beresiko. Soalnya, mencari ketenangan, khususnya bagi pria yang telah berkeluarga, akan
berkonotasi dia perlu “pendamping alternatif” untuk tempat pelampiasan uneg-uneg atau tempat
pelepas beban pikirannya. Entah bersifat sementara atau permanen.
Apa yang terjadi selanjutnya, bila seorang suami merasa rumah tidak bisa lagi dijadikan
tempatnya beristirahat? Andalah yang bisa menjawabnya. Tapi tentu saja, persoalan itu tidak bisa
semata-mata menuding isteri sebagai penyebabnya. Dengan kata lain, suami seharusnya tidak
mendramatisir persoalan itu sebagai kesalahan istrinya. Karena suami juga punya kewajiban ikut
bertanggung jawab menciptakan kenyamanan di dalam rumahnya. Secara bersama, para pasutri
sebetulnya bisa mengantisipasi bakal terjadinya kasus-kasus gawat yang akan melanda kehidupan
rumah tangga mereka.
Kasus seorang suami yang pulang dari tugas di tempat jauh misalnya, sebetulnya bisa
diatur kepulangannya. Sehingga saat ia pulang, keadaan rumah rapi dan para anggota keluarga
menyambutnya dengan hangat. Hal darurat lainnya adalah, isteri jangan sekali-kali mengizinkan
orang lain (tamu wanita tentunya) menginap di rumahnya selama suami tidak di rumah. Soalnya
ini bisa mengganggu kebebasan bercengkerama suaminya dengan anggota keluarga, khususnya
dengan dirinya.
Ini artinya, seorang suami/ayah akan lebih baik bila tidak pulang dengan cara dadakan,
sehingga orang rumah tidak melakukan persiapan. Karena itu perlu ada komunikasi dan
koordinasi dengan isteri sebelum seorang suami pulang setelah dari bepergian jauh dalam waktu
lama.
Sebagai suami, kita sebetulnya bisa mengkomunikasikan dan mengatur jadwal waktu
kepulangan kita dengan isteri kita. Mau malam atau siang, termasuk juga jam kepulangan. Pukul
berapa kira-kira waktu yang kondusif bagi kita sampai di rumah.
Jika kita menghendaki agenda kencan dengan isteri setelah tiba di rumah, toh semuanya
bisa diatur. Kalau jadwal kepulangan kita malam hari, kita bisa kontak istri agar menyediakan air
panas untuk mandi malam kita misalnya. Atau kita minta pada isteri agar dimasakkan makanan
kesukaan kita. Atau misalnya, kita bisa minta pada isteri agar anak-anak di rumah dimandikan
dan memakai pakaian yang rapi, karena ayah mereka sebentar lagi datang. Bukankah semua itu
bisa dikomunikasikan dan direkayasa?
Setelah lama bepergian, wajar jika muncul kekangenan seorang ayah pada anggota
keluarganya. Selain tentunya, kerinduan ingin berkencan dengan sang isteri. Ini perasaan
manusiawi yang ada pada diri setiap orang. Seorang sahabat bernama Jabir bin Abdullah, ra juga
pernah mengalami perasaan serupa. Di bawah ini cuplikan kisahnya.
Jabir bin Abdullah, ra berkata; “Suatu hari kami pulang dari peperangan bersama Nabi
saw. Aku bergegas mempercepat untaku yang semula berjalan lambat. Tapi tiba-tiba seorang
pengendara menyusul dari belakang dan mendorong bagian belakang untaku dengan tongkat
yang dibawanya. Lalu untaku menjadi unta paling cepat yang pernah kami lihat. Ternyata orang
itu adalah Rasulullah saw.
“Apa yang membuatmu tergesa-gesa,” tanya Rasulullah saw.
“Aku belum lama menikah,” jawabku.
“Gadis atau janda?” tanya beliau lagi.
“Janda,” jawabku.
“Mengapa tidak dengan gadis sehingga kamu bisa bersenda gurau dengannya?” lanjut beliau.
Ketika kami hampir sampai, beliau saw berkata; “Jangan tergesa-gesa. Usahakan menemui
keluarga di malam hari (ketika hari sudah gelap). Supaya mereka menyisir rambutnya yang
lusuh dan menyiapkan diri (untuk menyambut kedatangan suaminya), setelah ditinggal pergi.”
(HR Bukhori)
Hadits di atas mengisyaratkan dengan gamblang, agar seorang suami yang ingin
bercumbu dengan isterinya setelah bepergian jauh, untuk memberikan waktu kepada si isteri
bersolek. Agar penampilan isteri segar ketika menyambut sang suami yang sudah kangen berat.
Secara umum riwayat di atas juga mengajarkan, bahwa hendaknya isteri selalu berpenampilan
rapi dan selalu “ready” jika diajak bercumbu dengan suaminya.
Persoalannya, bagaimana jika isteri selalu sibuk dengan pekerjaan di rumah seharian
penuh sehingga tidak fresh menghadapi suaminya pada malam hari? Itu pun merupakan persoalan
yang sebetulnya bisa didiskusikan dengan suami. Jika persoalan rutin isteri adalah kesibukan
pekerjaan rumah tangga, kenapa suami tidak mencarikan pembantu untuk meringankan beban
pekerjaan rutin sang isteri?
Andaikan anggaran untuk menggaji pembantu juga belum ada? Maka suami seharusnya
bisa turun tangan untuk sementara waktu ikut meringankan beban pekerjaan isterinya.
Walhasil, tidak ada persoalan besar, jika masalahnya didiskusikan dan dipecahkan
bersama. Sebaliknya tidak ada persoalan yang ringan, jika hal itu dibiarkan berlarut-larut tanpa
ada penyelesaian. Jadi saling berkomunikasi antara pasutri itu penting dan wajib, agar bahtera
rumah-tangga kita tetap bisa berlayar walaupun diterpa berbagai badai cobaan. Wallahu a’lam.
U Jump I Jump ...

eramuslim - “U Jump I Jump” ... jika Anda pernah menonton film Titanic versi romantik, pasti
pernah mendengar ungkapan itu. Ungkapan penuh romantis yang keluar dari mulut Jack
(Leonardo Dicaprio) saat Rose (Kate Winslet) hendak bunuh diri dengan melompat dari kapal
mewah Titanic. Anda bisa bayangkan, jika ada seorang pria (atau wanita) yang dengan tulus
mengeluarkan ungkapan semacam itu dan ditujukan kepada Anda. Terlepas dari siapa yang
mengucapkannya, Anda pasti bisa langsung tersentuh, dan tak mengira ada seseorang yang secara
tulus mau menanggung resiko apapun bersama Anda. U jump I Jump, bisa berarti juga “bila kamu
mati, aku juga mati”. Dalam ungkapan yang lebih tidak ekstrim, “seberat apapun cobaannya, kita
akan tetap bersama”, yah kurang lebih begitu.
Terkesan gombal? Memang, banyak pria maupun wanita saat ini yang tidak percaya
dengan ungkapan-ungkapan diatas. Itu tidak bisa disalahkan, mengingat teramat banyak peristiwa
dan kejadian yang mendukung ‘kegombalan’ ungkapan penuh romantis sejenis itu. Bisa karena
faktor selingkuh salah satu dari pasangan, kekerasan dalam keluarga yang kemudian berakhir
pada perceraian, atau sekedar perhatian dan kepedulian yang (semakin) berkurang seiring dengan
usia pernikahan yang terus berjalan.
Bahkan kisah Romeo dan Juliet pun sekedar bunga mimpi pasangan-pasangan yang
tengah dimadu asmara, padahal, kisah cinta sejati dua insan itu cuma rekaan Shakespere saja,
yang kisah cintanya pun tidak sebagus hasil karyanya. Meski kemudian ada beberapa berita
tentang matinya sepasang kekasih karena cintanya ditentang, saya tidak yakin mereka berangkat
dari ketulusan yang sama untuk ‘sehidup semati’. Intinya, rasanya tak ada di dunia ini kisah cinta
sehidup semati seperti di komik-komik, cerpen, novel atau film.
Kembali pada U jump I jump, saya teringat pada sebuah keluarga yang kebetulan
bertetanggaan dengan tempat saya pernah tinggal di sudut kota Jakarta. Sang suami yang bekerja
seharian berangkat pagi dan pulang selepas maghrib, hampir tidak pernah mau peduli dengan
urusan rumah tangga, karena pikirnya, pekerjaan lelaki adalah mencari nafkah buat keluarganya.
Selesai. Urusan anak nangis, rewel, ngompol di tengah malam, lantai rumah yang kotor, mencuci,
memasak, membersihkan rumah dan lain sebagainya, dibebankan sepenuhnya kepada istri. Pasti
anda bertanya, dari mana saya tahu semua itu? istrinya sering bercerita kepada ibu saya. Biasa,
pembicaraan sesama wanita, saling share dan brainstorming soal keluarga.
Di lain tempat, saya pernah (secara tidak sengaja) menyaksikan pertengkaran suami istri
di suatu pagi. “Aku masih hidup saja kamu sudah selingkuh mas ... apalagi kalau aku mati ...”
begitu kira-kira kata-kata yang diiringi tangisan si istri. Terkadang aku merasa geli jika
mengingat-ingat kejadian itu, bisa dibayangkan kata-kata (gombal?) apa yang sering terucap dulu
dari suaminya saat mereka masih berpacaran. Atau janji-janji manis macam apa yang tidak jarang
membuat seseorang begitu terlena, meski sebenarnya, tidak sedikit semua itu hanya pemanis
mulut orang-orang jatuh cinta.
Namun, bukan berarti benar-benar tidak ada yang ‘U jump I jump’ sesungguhnya. Karena
masih ada suami-suami yang mau bangun malam menggantikan popok bekas ngompol anaknya
dan membiarkan istrinya untuk lebih banyak istirahat di malam hari. Di pagi hari, sebelum
berangkat kerja, masih ada suami yang mau membantu mencuci pakaian atau sekedar menyapu
lantai meringankan tugas-tugas kerumahtanggaan istri. Tidak sedikit suami yang pada waktu libur
atau senggang ikut bebenah, memasak, atau memandikan anak.
Empati, nampaknya teramat mudah untuk dilakukan kepada pasangan jika kita benar-
benar mau melakukannya. Sekedar contoh, mencoba seolah merasakan penderitaan yang sama
saat istri meregang, menahan sakit yang tak terhingga disaat persalinan, bisa dilakukan suami
dengan mendampinginya, memegang kuat-kuat tangannya seraya membisikkan keyakinan kita
tetap disampingnya. Atau coba sesekali membayangkan, betapa membosankannya hidup yang
harus dijalani seorang istri yang seharian penuh hanya berkutat dengan urusan rumah, dapur,
anak-anak dan seks. Bandingkan dengan suami yang hidup lebih variatif dan dinamis (atas dasar
kewajiban) bisa keluar rumah atau ke tempat lainnya.
Bukan bermaksud meminta persamaan agar istri juga ‘wajib’ keluar rumah, sebaiknya
upayakan ajak istri untuk menikmati ‘dunia lain’ selain rumah dan dapur setiap pekan atau dalam
berbagai kesempatan. Saya yakin, para suami tidak seegois yang dibayangkan, bahwa mereka
juga pasti sangat ingin memberikan kehidupan yang lebih dinamis buat istri dan anak-anaknya.
Hanya menunggu waktu.
Dalam bentuk lain, Rasulullah Saw pernah mencontohkan, meski Khadijah telah lebih
dulu meninggalkannya, dan beliaupun telah menikah dengan Aisyah nan cantik, juga istri-istri
lainnya. Tak pernah luntur cintanya kepada Khadijah, wanita pertama yang memeluk Islam, yang
mencintai Rasul saat orang-orang membencinya, yang menghangatkannya saat kedinginan, yang
menguatkannya dari keputusasaan, membantu menetapkannya akan kesabaran. Atas semua cinta
Khadijah itu, sangat wajar jika jauh setelah kematiannya, Rasulullah tetap mengingat, mengenang
dan menghargai jasa-jasa wanita mulia itu. Merasai tetap menjadi bagian dari hidupnya yang tak
pernah bisa terlupakan, meski tak lagi ia berada disampingnya. Inilah contoh makna cinta sehidup
semati.
Jika demikian, saya baru percaya, meski tidak seekstrim untuk ikut mati saat
pasangannya mati, U jump I jump, pada hakekat yang lebih sederhana, sangat mungkin
terealisasi. Bukan sekedar janji-janji manis saat sebelum menikah, bukan juga sumpah setia hanya
pada saat duduk di pelaminan yang seringkali terlupakan seiring terkikisnya cinta yang tak
sering-sering disegarkan. Jadi, masih bolehlah hati berbunga-bunga jika ada seseorang yang tulus
dan sungguh-sungguh berucap “And now honey, I just want to say, U jump I Jump ...” Wallahu
‘a’lam bishshowaab
4 Hal Tentang Mendidik Anak

eramuslim - Anak adalah anugrah yang mahal bagi setiap orang tua. Sulit ketika diminta dan
tidak bisa ditolak ketika Allah Swt menghendaki kelahirannya. Kehadirannya adalah sebuah
rahasia Sang Pencipta, walaupun banyak orang berhasil merencanakan kapan anaknya harus lahir
dan kapan tidak melahirkan anak.
Selain sebagai anugrah dari Yang Kuasa, Allah Sang Penentu, anak diberikan kepada
para orang tuanya sebagai amanah. Untuk dipelihara, dididik dan dibina menjadi anak-anak yang
berkualitas, memiliki kekuatan dan ketahanan sebagai bekal mengarungi hidup di masa
dewasanya. Allah Swt berfirman: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (QS. An Nisaa’ : 9)
Anakpun dapat pula menjadi cobaan (fitnah) atau bahkan sebagai musuh bagi kedua
orang tuanya, bila anak berkembang tanpa didikan yang baik dan benar. Seperti yang difirmankan
Allah Swt: “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan
(fitnah) dan sesungguhnya disisi Allah-lah pahala yang besar” (QS. Al Anfaal: 28). “Hai orang-
orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi
musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan
tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang” (QS. At Taghaabun: 14).
Oleh karenanya, setiap orang tua harus menyadari betul akan amanah ini. Bahwa anak-
anak yang dititipkan Allah kepada kita sesungguhnya harus dididik dan dibina dengan baik sesuai
dengan tatacara pendidikan yang disyariatkan Islam dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Setidaknya ada empat hal yang harus diperhatikan oleh orang tua dalam melakukan
pendidikan terhadap anak-anaknya, yaitu:
1. Pendidikan yang dilakukan harus berpedoman pada prinsip “Memelihara fitrah anak (Al
Muhaafadzoh)”. Maksudnya adalah, segala upaya yang dilakukan oleh orang tua untuk
mendidik anak-anaknya harus didasarkan bahwa anak dilahirkan dalam keadaan fitrah
(suci), beriman kepada Islam: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS. Ar Ruum: 30).
Juga dalam hadits Rasulullah Saw, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, kedua
orang tuanyalah yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi". Untuk dapat
memelihara fitrah anak, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan:
! Memperdengarkan adzan dan iqomat ditelinga anak ketika anak baru lahir, untuk
memperkenalkan kepadanya Allah dan Rasul-Nya sejak dini, serta berupaya
untuk selalu mengkondisikan anak dalam aturan-aturan Islam dalam
perkembangannya.
! Memilihkan teman bermain, yang kita yakini mendapatkan pendidikan yang baik
dari orang tuanya, serta menyeleksi dan mengawasi jenis permainannya.
! Memilihkan lingkungan yang baik, mengingat lingkungan memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap perilaku anak.
! Memilihkan sekolah dan guru yang baik (Islami) ketika anak mulai memasuki
usia sekolah.
2. Pendidikan yang dilakukan harus diupayakan untuk mengembangkan potensi anak (At
Tanmiyyah). Menurut berbagai penelitian, diakui bahwa anak memiliki potensi yang luar
biasa bila distimulasi dengan baik sejak usia dini, karena perkembangan intelektual anak
dapat mencapai masa keemasannya pada usia 0 sampai 2 tahun. Anak juga memiliki
keingintahuan yang sangat kuat pada usia-usia tersebut, sehingga sangat memungkinkan
untuk memberikan banyak hal di usia dini.
Ada sebuah kisah menarik di Jepang, Ms. Sakane yang seorang wanita karir, berhasil
mengajar anaknya dengan hasil yang sangat mengejutkan ketika Okane yang baru berusia
3 tahun 5 bulan memiliki IQ 198 dengan cara selalu menyediakan waktu 30 menit
sebelum kerja dan 1 jam sepulang kerja untuk khusus memperkenalkan kepada anaknya
berbagai macam benda dari guntingan-guntingan kertas bergambar yang secara rutin dia
lakukan setiap hari. (sumber: artikel 3 Tahun Pertama Yang Menentukan: Taufan
Surana).
3. Pendidikan yang dilakukan harus bersifat Mengarahkan (At Taujih). Yaitu mengarahkan
anak kepada kesempurnaan, mengajarinya dengan berbagai aturan diniyah, tidak
menuruti setiap permintaan anak yang kurang baik untuk dirinya baik dimasa kanak-
kanak maupun setelah remaja dan dewasa.
Memanjakan anak dengan cara menuruti segala permintaannya bukan hanya akan
menjadikan anak bagaikan seorang raja yang titahnya harus selalu dituruti, namun juga
akan menjadikan anak bermental diktator.
4. Pendidikan harus dilakukan secara bertahap (At Tadarruj). Mendidik anak harus
dilakukan dengan penuh kesabaran dan ketelatenan, tidak tergesa-gesa ingin segera
melihat hasilnya, namun harus dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit, hingga
anak mengerti dan faham apa yang kita ajarkan. Karena mendidik anak bukanlah sekedar
membalikkan telapak tangan atau membuat foto Polaroid. Pendidikan adalah sebuah
proses yang sangat panjang dan tak berujung.
Terakhir, marilah kita senantiasa bermohon kepada Alloh Swt agar Allah berkenan
memberikan kepada kita semua, para orang tua, para guru dan pendidik anak-anak dapat
mengemban amanah sebaik-baiknya dan dapat menjadikan anak-anak kita generasi Robbani.
Robbanaa hab lanaa min azwaajinaa wadzurriyaatinaa qurrota a’yun. Waj’alnaa lil muttaqiina
imaamaa (Q.S. Al Furqaan: 74). Aamiin. (Ya Roob kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri
kami dan keturunan sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang
yang bertaqwa). Wallahu 'a’lam bishshowaab.
It's Because You Love Us

eramuslim - Rencana manusia hanya sebatas pandangan karena ujung dari rencana hanya Allah
jualah yang menentukan.
Rasa bahagia kami lengkap sudah dan kian menambah semarak hari-hari kami ketika di
akhir Februari lalu aku mendapati istriku tengah mengandung si buah hati. Sempurna sudah
statusku sebagai seorang suami yang mampu memberikan keturunan. Kabar gembira pun kami
sebarkan kepada orang tua, sanak keluarga dan teman-teman terdekat dengan harapan do'a agar
kami dapat menjaga amanah Allah ini dengan sebaik-baiknya.
Hari demi hari kami lalui dengan segala kegembiraan bermimpi segera menimang si buah
hati. Nama indah penuh do'a pun sudah kami persiapkan. Entah mengapa kami berdua sepakat
hanya menyiapkan satu nama anak lelaki.
Namun di awal April kami harus segera mengubur impian indah kami ketika dokter
memutuskan bahwa si calon buah hati harus dikeluarkan dari perut sang bunda karena alasan
medis. Tak terperih kepedihan kami berdua. Apalagi sebagai seorang calon ibu, istriku sangat
menantikan seorang anak. Kabar itupun hampir tak sanggup dipikul olehnya. Istriku hampir
limbung menerima kenyataan ini. Aku hanya mampu berdo'a kepada Allah agar kami senantiasa
diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi ujian ini. Walau kesedihan juga mendera
hati teramat sangat namun aku berusaha terlihat tabah di hadapan istriku dan tak lepas kubisikan
kepadanya agar terus beristighfar dan ikhlas dengan apapun kehendak Allah.
Ku ingatkan istriku tentang kisah nabi Khidir yang membunuh seorang anak. Hikmah
pembelajaran bagaimana menjadi seorang yang sabar bagi nabi Musa yang diajarkan oleh nabi
Khidir. Sebagaimana dikisahkan di Al-Qur'an (surat Al Kahfi) bahwa anak kecil tersebut terpaksa
dibunuh karena kelak diketahui akan mendorong kedua orang tuanya (yang mukmin) kepada
kesesatan dan kekafiran. Dan Allah kelak akan mengganti bagi mereka dengan anak yang lain
yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya kepada orang
tuanya.
Allah telah menentukan yang terbaik untuk calon buah hati kami dan aku percaya Allah
Maha Tahu apa yang akan terjadi kelak jika dia dewasa. Mungkin dengan diambilnya sang janin
sekarang, Allah kelak akan menggantikan yang lebih baik. Kukuatkan terus hati istriku untuk
tetap beristighfar dan aku pun berusaha keras menjaga hati ini agar tidak luluh di hadapan istriku
yang sedang shock berat.
Dan siang itu ketika aku harus mengantarkan istriku ke ruang tindakan untuk
mengeluarkan janin itu, mulut ini tak hentinya berdo'a memohon diberikan keselamatan untuk
istriku tercinta.
Ketika operasi itu selesai, dokter memanggiku untuk segera menemui istriku yang masih
dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh obat bius. Kutatap istriku dalam diamnya. Ya Tuhan,
air mata itu mengalir dari kedua sudut matanya. Mengalir deras dari alam bawah sadarnya. Dan
aku sudah tidak mampu melihat kepedihan itu. Mataku panas oleh air mata yang serasa
menggelegak mencoba keluar. Pertahananku pun bobol. Pipiku basah. Tidak mampu aku melihat
wajah istriku yang pilu.
Ya Allah, kuatkan kami, tautkan cinta kami. Terimalah buah cinta kami yang Engkau
pinta kembali dengan segala keikhlasan kami. Karena apapun yang telah Engkau putuskan dan itu
adalah karena Engkau mencintai kami. Anugerahkan bagi kami pengganti yang sholeh, yang
sholehah, yang lebih dalam kasih sayangnya kepada kami. Jadikanlah kelak dia sebagai mujahid-
Mu yang senantiasa membela agama-Mu di semesta alam raya ini.
Segala kegembiraan yang pernah Engkau karuniakan kepada kami adalah karena Engkau
mencintai kami. Begitu juga segala ujian yang kini menghampiri kami adalah bagian dari cinta-
Mu kepada kami. Agar kami senantiasa tidak pernah berpaling kepada pelindung yang lain selain
hanya kepada-Mu. Sebab kami tahu, It's because YOU love us. Amiin.
Jaga Adab Rumah Tangga Anda Sebaik-baiknya

eramuslim - Entah kenapa, hati Marisa (bukan nama sebenarnya) gemetar ketakutan tatkala
sejumlah pria soleh berusaha datang untuk meminangnya. Apa pasal? Apa wajahnya tidak cantik?
Atau dia mengidap penyakit yang memalukan? Atau ada kekurangan fisik lain pada dirinya?
Bukan! Marisa adalah gadis cantik solihah yang sedang tumbuh merekah. Muslimah berjilbab itu
juga tergolong cerdas. Ia tercatat sebagai mahasiswi tingkat terakhir pada sebuah PT Negeri
jurusan Sastra Jerman. Namun ada kisah silam yang selalu menghantui dirinya. Yakni kisah
tentang kehormatannya yang telah direnggut pamannya sendiri. Astaghfirullah...!
Pasal itulah yang hingga saat ini belum pernah ia ungkapkan pada siapapun, kecuali
orang-orang yang paling dekat dengannya. Kisah haru-biru itu baginya seperti monster paling
menakutkan sepanjang hidupnya. Hingga dia tidak berani mencoba memberi isyarat bagi pria
soleh manapun mendekati, lalu mencoba meminang dirinya. Marisa tetap mengangap dirinya
paling kotor, walaupun kini ia telah berjilbab dan bahkan sangat rajin beribadah. Ia justru sangat
masygul dan takut jika diajak berbicara soal pernikahan.
Marisa tak punya keberanian untuk mengungkapkan tentang keadaan diri dia yang
sebenarnya kepada pria yang ingin meminangnya. Persoalan itu jelas menjadi ganjalan amat
dilematis. Jika ia bercerita terus terang tentang keadaan dirinya yang sudah tidak lagi "orisinal",
ia khawatir setiap pria yang berusaha mendekatinya akan berpaling. Kalau ia menutupi rahasia
aibnya itu, justru ia khawatir akan ketahuan pada malam pertama. Dan ini akan menimbulkan
resiko lebih pahit lagi bagi kelangsungan pernikahannya. Bayangan-bayangan itulah yang
membuat hati Marissa sedih dan gundah.
Cerita pilu Marisa, sebetulnya terjadi beberapa tahun silam, ketika ia masih duduk di
bangku SMP. Ini bukan kesalahan dirinya, walaupun tidak 100% ia benar. Kronologis ceritanya
diawali ketika Marisa mulai dipungut anak oleh pamannya sejak kecil (SD). Orangtua Marisa
yang miskin dengan begitu percaya menyerahkan dirinya pada pamannya yang kondisi
ekonominya agak lumayan. Paman dan bibinya itu baru mempunyai seorang anak kecil
perempuan usia TK. Selama di rumah pamannya Marissa diperlakukan sangat baik, bahkan ia
telah dianggap anak sendiri. Marissa disekolahkan pamannya. Tugasnya setelah pulang sekolah
hanya mengajak main sepupunya.
Hari-hari Marisa selama berada di rumah keluarga sang Paman berjalan baik. Sepupunya
kerap tidur siang di kamarnya, maklum ia memang bertugas membantu mengemong anak
pamannya yang masih kecil itu. Hampir setiap hari, sepulang dari berdagang, pamannya kerap
singgah di kamar tidur Marisa untuk sekedar melihat atau menjemput putrinya. Tak ada yang luar
biasa terhadap hubungan saudara dan keadaan rumah tangga sang Paman yang tetap berjalan rutin
itu. Istri sang Paman pun tak pernah menganggap apa yang dilakukan suaminya itu (kunjungan
rutin ke kamar Marisa-pen) sebagai "pelanggaran etik" rumah tangga. Sebaliknya Marissa
sedikitpun tidak mencurigai perilaku pamannya. Sebab hal itu berjalan normal selama bertahun-
tahun tanpa ada gangguan terhadap diri Marissa hingga ia duduk di bangku SMP.
Ya, bertahun-tahun keadaan itu berjalan biasa. Sang Paman juga tetap memperlihatkan
diri sebagai kepala rumah tangga yang baik dan bertanggungjawab pada istri, anak kandung dan
anak angkatnya. Tapi apa boleh buat, suatu hari entah setan mana yang merasuki sang Paman,
kelelakiannya menggelegak ketika melihat sebagian aurat Marisa tersingkap saat gadis SMP itu
tidur pulas di samping putri kandungnya. Ia meraba bagian sensitif tubuh Marissa yang tersingkap
itu. Tapi gadis itu terbangun dan kaget luar biasa dengan sikap pamannya yang aneh itu. Sang
Paman terkesiap dan buru-buru meminta maaf berulang kali, karena ia mengaku silap. Kemudian
pria paruh baya itu buru-buru keluar. Tapi setelah itu Marisa tercenung dan menangis sesegukan
di kamarnya.
Sejak kejadian itu, Marisa minggat dari rumah pamannya, selama berbulan-bulan. Gadis
itu ternyata kembali ke rumahnya, namun ia tidak pernah berani menceritakan kejadian "luar
biasa" itu pada sang Ibu yang telah hidup menjanda. Tapi sang Paman dengan gigih merayu
dirinya untuk segera kembali, setelah terlebih dulu menyesali tindakan silapnya. Hati Marisa
luluh, ia akhirnya mau kembali ke rumah sang Paman. Setelah itu hubungan persaudaraan sang
Paman dengan Marissa kembali berjalan normal.
Hari terus berjalan. Rumah tangga sang Paman juga berlangsung harmonis. Sikap sang
Paman juga baik-baik saja terhadap Marisa. Hingga kejadian laknat itu terulang kembali saat
Marisa duduk di bangku kelas 3 SMP. Tapi sang Paman saat itu sudah gelap mata, walaupun
keponakannya sudah menangis dan memohon jangan lakukan perbuatan terkutuk itu, lelaki paruh
baya yang sehari-hari berperilaku "sholeh" itu berhasil menggarap diri Marissa.
Penggal cerita di atas penulis akhiri sampai di sini. Pasti banyak cerita serupa atau
bahkan lebih seram dari cerita di atas. Cerita seorang ayah menggagahi berkali-kali anak
kandungnya sendiri, seorang anak menyetubuhi ibu kandungnya, cerita kakak menggarap adiknya
atau sebaliknya. Astaghfirullah...! Kasus persetubuhan dua insan sedarah itu (incest) sungguh
mengiris-iris hati kita yang berpikiran waras. Tapi itulah, cerita seperti itu seolah sudah menjadi
bagian integral dari episod kehidupan metropolis. Seperti telah menjadi keharusan dalam era
globalisasi yang kian liar tapi dianggap waras ini.
Apakah satu keharusan bila kisah-kisah memilukan itu terjadi di era globalisasi? Tidak!
Zaman boleh berkembang secanggih apapun, tapi kaidah etik dan moral syariah harus tetap
bergeming di seluruh aspek kehidupan umat manusia. Agar kemajuan material yang dicapai
manusia, tidak selalu diikuti oleh kehancuran moral.
Islam memandang, kasus-kasus besar yang terjadi, lantaran awalnya distimulasi oleh hal-
hal kecil, atau sesuatu yang sering dianggap sepele oleh manusia. Asal anda tau, kasus perzinahan
misalnya, juga bukan terjadi secara tiba-tiba. Tapi ia berproses. Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah
mengatakan perzinahan dua insan berlainan jenis terjadinya berproses. Pertama, dari saling
melempar senyum (tabashum), lalu bertemu. Dari pertemuan kemudian keduanya membuat janji
untuk pergi berduaan, dan seterusnya.
Kita tidak pernah tersandung oleh batu besar, tapi oleh batu-batu yang kecil. Seperti
itulah Islam menegakkan hukum-hukumnya. Karena itu konsep Islam untuk meredam kerusakan
moral, dengan cara-cara preventif, bukan kuratif. Tapi bukan berarti Islam tidak menyiapkan
sanksi berat bagi para pelaku asusila. Soal mencegah budaya zina, Al Qur'an memerintahkan kita
untuk menjauhi perbuatan itu sejauh-jauhnya (Q.S 17 : 32). Yakni dengan cara menundukkan
pandangan dari yang diharamkan Allah SWT (Q.S 24 : 30-31).
Selain itu Islam juga memerintahkan pada kaum wanita untuk tidak memperlihatkan
aurat dan perhiasannya pada orang-orang yang tidak berhak untuk memandangnya (Q.S 24:31).
Ada beberapa poin pelajaran penting yang bisa kita camkan dari balik cerita memilukan
di awal tulisan tadi. Intinya bahwa adab-adab di dalam rumah kita, hendaknya dijaga dengan
sebaik-baiknya.
Pertama, kehadiran orang lain di rumah tangga kita yang bukan mahrom (halal dinikahi),
apalagi sampai menetap, adalah sangat beresiko. Baik bagi kita, isteri kita, ataupun anak-anak
kita. Serekat apapun hubungan seseorang dengan kita, bila status dia bukan mahrom kita maupun
isteri kita, maka ia menjadi terlarang hidup bersama di tengah-tengah keluarga kita. Soal
pembantu wanita di rumah kitapun, harus dijaga adab-adab berbicara, bertemu, dan sebagainya
antara dia dengan kita (majikannya).
Kedua, soal etika di dalam rumah pun harus ditegakkan dengan disiplin. Kamar-kamar
buat anak-anak yang telah dewasa hendaknya dipisah. Anak-anak kita yang telah dewasa itu
jangan dibiarkan tidur satu kamar berduaan, baik yang sejenis atau lain jenis kelaminnya. Aurat
isteri ataupun anak-anak kita harus ditutup di dalam rumah, bila ada orang lain di dalam rumah
kita.
Ketiga, peraturan hijab di dalam rumah dalam pengertian luas harus ditegakkan. Tidak
bisa misalnya, kita seenaknya nyelonong ke kamar pembantu wanita, walaupun hanya sekedar
memerintahkan dia untuk membuka pintu gerbang depan atau membelikan sesuatu.
Keempat, jangan menganggap sepele kebiasaan membuka aurat di rumah, atau berbicara
bebas, atau membiarkan masuk ke kamar anak-anak wanita kita, orang-orang yang kita anggap
dekat dengan kita sekalipun. Coba simak hadits Rasulullah SAW di bawah ini; "Jangan kamu
masuk ke tempat wanita." Mereka (sahabat) bertanya, "Bagaimana dengan ipar wanita." Beliau
menjawab; "Ipar wanita itu membahayakan!" (HR Bukhari).
Kelima, jangan beri celah sekecil apapun bagi orang lain yang bertandang ke rumah kita,
berpikiran negatif. Baik karena melihat lukisan, bacaan, poster, karena lagu-lagu yang
disenandungkan lewat tape-recorder, filem, atau cara-cara kita berbicara dan berpakaian yang
mengundang syahwat, naudzubillah.
.
Wallahu a'lam bishshowab.
Jangan Ambil Anakku ...

eramuslim - Terkulai lemas, demam dan mukanya merah karena panas yang lebih dari 40
derajat, sungguh memilukan melihatnya. Anakku dalam kondisi begitu, yang tadinya lincah,
cerewet, tiba-tiba diam kuyuh dan hanya tergeletak tidur. Putriku, betapa ingin aku yang
tergeletak di situ menggantikanmu. Sakit yang paling berat yang dialaminya selama 1,5 tahun
usianya.
Normalnya dia akan meringis usil atau berlari dan lincah menarik perhatian. Pas dengan
usianya yang memang sedang caper-capernya. Bidadari kecilku itu. Yang membayangkannya saja
atau bercerita tentangnya saja cukup membuat dadaku terbuncah oleh rasa sayangku. Tapi jangan
dianggap aku tidak pernah dibuat jengkel olehnya. Usia 1,5 tahun yang sudah bukan 'bayi' lagi,
identik dengan banyaknya keinginan, yang terkadang tidak mau ngerti dengan argumen yang kita
berikan. Ngotot, teriak, dan nangis jika apa yang dia maui tidak terpenuhi. Singkatnya sih bikin
senewen. Ya itu ... bidadari kecilku itu. Putriku satu-satunya.
Sekarang aku harus menyaksikannya mederita sakit. Bayangan buruk segera terlintas.
Seandainya hari ini dia harus pergi. Seandainya penyakit yang dia idap sekarang
mengantarkannya untuk meninggalkan kami. Ada lintasan rasa protes dan tidak rela
membayangkan itu. Takut! Bahkan nada meminta, ya Allah jangan ambil anakku! Jangan
sekarang, dia masih kecil, dia baru sebentar bersama kami. Kupeluk dia erat dan tak terasa
menetes air mataku.
Astafighrullah. Astafighrullah. Jeritan hatiku itu manusiawi kan? Terlebih aku sebagai
seorang ibu. Yang sudah mengandung, menyusui dan membesarkan. Tapi sebagai seorang
hamba-Nya aku berusaha berpikir jernih dan berusaha menghilangkan pikiran buruk yang timbul.
Aku tahu aku tidak boleh berpikiran buruk.
Tapi satu hal yang perlu kukaji dan kurenungkan dalam, bukan mengenai pikiran buruk
itu. Mengenai sikapku menghadapinya. Mengapa aku harus takut, protes bahkan tak rela seperti
jika hal itu - misalnya - harus terjadi. Astafighrullah. Ya Allah ampuni hamba-Mu ini. Yang
mempertanyakan kehendak-Mu dan takdir-Mu.
Manusia itu tidak punya apa-apa. Semuanya titipan Allah termasuk anak. Hal yang sudah
lama aku tau. Namun jelas belum tertanam subur dalam hatiku. Anak adalah titipan-Nya. Seiring
perjalanan sang waktu, betapa sering menyesatkan, melenakan rasa sayang yang kita miliki ke
anak-anak kita. Besarnya rasa cinta, kebersamaan setiap waktunya, membuat lupa hakekat anak
yang bukan milik kita.
Aku tau aku harus mematri perlahan namun pasti dalam otak dan hatiku, bahwa bidadari
kecilku itu bukan milikku. Dia titipan Allah yang diamanahkan padaku dan harus kujaga titipan
itu. Sehingga kelak entah kapan kalau diminta kembali, bisa kembali dengan baik. Sehingga kelak
ketika ditanya pertanggungjawabanku tentangnya aku sudah melakukan kewajibanku sebaik-
baiknya.
Rasa sedih adalah manusiawi, tapi rasa tidak rela dan ridho menghadapinya bukan
merupakan sikap seorang Muslim yang beriman. Rasulullah Saw sendiri menangis sedih ketika
putra beliau, Ibrahim meninggal. Tetapi beliau mengatakan, "Tidak akan berkata kecuali yang
diridhoi Allah". Artinya kesedihan beliau tidak sampai melanggar seperti menyalahkan ketentuan
Allah atau tidak menerima takdir-Nya. Yakinlah bahwa di setiap kehendak dan takdir Allah selalu
banyak hikmah dibaliknya.
Mungkin ada baiknya jika kita merenungkan, mempertanyakan akan seperti apa kita
ketika titipan Allah kepada kita diambil dan diminta. Bukan untuk buang-buang waktu
memikirkan dan merisaukan hal yang tidak terjadi. Sekali lagi juga bukan untuk berpikiran buruk
atau negatif, tapi untuk melihat jauh kedalam hati sanubari kita bagaimana kita memposisikan
anak kita. Sebagai milik kita? Sebagai lambang identitas pribadi. Atau sebagai titipan dan amanah
Allah yang harus kita jaga, pelihara dan kita didik.
Orang tua harus ikhlas kalo barang pinjaman tersebut sudah diminta kembali. Dan itu
tidak mengurangi sedikitpun porsi cinta dan sayang kita. Hanya menempatkannya pada porsi
yang benar. Jangan sampai rasa sayang dan memiliki yang berlebihan membuat kita melanggar
dan menentang ketentuan dan takdir Allah. Anak memang merupakan nikmat, tapi juga cobaan
bahkan juga bisa menjadi fitnah. Wallahu'alam bishshowab.
Ya Allah Engkau Maha Berkuasa dan Maha Tahu ya Allah. Bimbing kami untuk
mendidik anak-anak kami menjadi anak sholeh/sholehah dan manjadi hamba-Mu yang beriman.
Jangan jadikan mereka pemberat langkah kami menuju surga-Mu ya Allah. Jangan engkau
jadikan anak-anak kami sebagai fitnah bagi kami ya Allah. Jaga hati kami ya Allah untuk selalu
condong kepada-Mu.
Rumahku Tempat Sujudku

eramuslim - Imam Syafi’i, seorang imam terkenal, profesor fiqih Islam terkemuka yang sulit
dicari tandingannya, bukanlah berasal dari rumah besar dan mewah. Ia lahir dari rumah bersahaja.
Begitupun Imam Bukhori, penyusun hadits yang luar biasa jasanya bagi dunia, termasuk para
mujahid Islam kaliber internasional. Mereka bukanlah anak-anak gedongan yang hidupnya
dikelilingi fasilitas serba wah. Tidak! Mereka adalah anak-anak keluarga bersahaja yang hidup
dalam rumah-rumah sederhana, tapi terpancar di dalamnya semangat penghambaan yang tinggi.
Rumah kita sekecil apapun luas bangunan dan tanahnya, seharusnya memang memiliki
kemanfaatan ibadah bagi seluruh anggota keluarga. Artinya di samping rumah itu berfungsi
sebagai tempat berlindung, setiap ruangnya harus merefleksikan fungsi utamanya sebagai sarana
ibadah dan pusat tarbiyah robbaniyah bagi seluruh anggotanya. Itulah rumah yang aktif dan
efektif alias rumah yang tidak tidur.
Sebaliknya, sebesar apapun rumah kita –dengan segala fasilitas yang serba glamour-- jika
tidak berfungsi sebagai “madrasah robbani” (pusat pendidikan) bagi seluruh anggota keluarga,
rumah itu adalah rumah yang “tidur”. Rumah yang tidak berfungsi optimal sebagai pusat
pendidikan yang utama dan pertama bagi seluruh anggotanya. Karena keberadaannya tidak efektif
sebagai pusat pembinaan mental untuk melahirkan kader-kader Islam yang tangguh.
Adalah lumrah, bahwa ketika seseorang mulai merancang atau memilih rumah yang akan
ditempati, mereka akan melihat kemanfaatan rumah itu secara fisik. Bagaimana bentuknya, atau
gaya seni arsitektur mana yang lebih menarik, Eropa atau Amerika? Berapa jumlah kamar tidur,
luas ruang tamu/keluarga, luas garasi, ruang dapur, kamar pembantu, kamar mandi, WC, di
samping fasilitas listrik, telepon, air, dan sebagainya. Bagi orang kelebihan duit, faktor luas
halaman depan dan belakang, boleh jadi akan menjadi pertimbangan untuk membeli/membangun
sebuah rumah tinggal.
Selain itu, faktor pertimbangan lain yang lazim adalah, soal lingkungan. Apakah lokasi
rumah dekat sekolah, rumah sakit, pasar, pusat perbelanjaaan atau pusat keramaian? Ini
barangkali yang menjadi sejumlah pertimbangan seseorang untuk menempati/ membangun rumah
tinggal.
Jarang atau sedikit barangkali, orang yang berpikir kemanfaatan rumah tinggalnya
sebagai sarana tarbiyah (pendidikan). Yang berpikir fungsi rumahnya sebagai fungsi ibadah
dalam arti luas. Agar setiap relung sudut rumahnya merefleksikan penghambaan sebuah keluarga
pada Penciptanya. Sehinga si kepala keluarga tidak sibuk semata-mata memoles atau mengubah
bentuk bangunannya. Tapi bagaimana ia merancang ruang-ruangnya dalam perspektif
kemanfaatan ibadahnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Seperti apa contoh rumah yang berfungsi ibadah itu? Konkritnya antara lain, misal si
pemilik membuat ruang/halaman khusus --jika mampu-- untuk kegiatan ibadah (semisal untuk
pengajian, tempat sholat, ajang diskusi positif/rapat keluarga/sanak-saudara, tempat bermalam
bagi saudara-saudaranya seiman, dan lain sebagainya). Halaman yang luas yang masih tersisa
misalnya, bukan semata-mata dijadikan tempat kongkow-kongkow membicarakan bisnis. Atau
tempat anak-anak mereka nongkrong main gaple, atau gitaran sembari menyetel musik-musik
keras. Tapi diupayakan kelebihan ruang/tanah itu untuk sarana bermain bagi anak-anak tetangga
atau siapa saja.
Rumah juga akan bernilai ibadah, bila ornamen-ornamen yang menghiasi sudut-sudut
ruangnya tidak melambangkan kemaksiatan atau kesombongan pemiliknya. Atau melambangkan
simbol-simbol yang dilarang Islam, baik berupa lukisan, patung, foto atau hiasan lainnya.
Misalnya memajang foto-foto, kalender, atau poster-poster tokoh-tokoh artis Barat/lokal bergaya
sensual. Atau gambar-gambar cabul lainnya (na’udzu billah min dzalik).
Sebaliknya kita hiasi ruangan tamu kita dengan cuplikan ayat Al Qur’an atau hadits yang
isinya mengajak orang untuk bersegera menegakkan sholat, bersegera melakukan kebaikan, atau
mengingatkan orang pada kematian. Pesan mengingat akhirat itu bisa juga kita sampaikan lewat
kaset tilawah Al Qur’an atau senandung nasyid-nasyid Islami. Begitupun sekat-sekat ruangannya,
sebisa mungkin ditata sedemikian rupa sehingga tidak membuat siapapun yang bertandang, bisa
leluasa melihat kehidupan privasi para penghuni rumah.
Hal lain yang patut dicatat adalah, akan lebih baik jika si pemilik rumah tidak
menyediakan asbak rokok, seraya memasang peringatan dalam ruangan tamunya sebuah
maklumat bertuliskan “ruangan bebas rokok”.
Selain itu aspek yang tidak kalah penting untuk memfungsikan rumah sebagai pusat
ibadah dan tarbiyah adalah, bagaimana membuat agenda-agenda kegiatan keluarga di dalam
rumah senantiasa berorientasi pada implementasi pengabdian kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Aplikasinya tidak sulit. Misalnya sepekan sekali sehabis Maghrib sampai ‘Isya wajib tilawah
Qur’an bagi seluruh anggota keluarga. Subuh tepat waktu harus menjadi agenda rutin harian.
Atau jika tidak bisa, minimal sepekan sekali seluruh anggota keluarga wajib bangun solat subuh
tepat waktu. Sepekan atau sebulan, atau mungkin dua bukan sekali, kita mengadakan pengajian
rutin keluarga. Akan lebih baik misalnya, seluruh anggota keluarga komitmen mengadakan lomba
menghafal Al Qur’an, yang wajib setor hafalannya masing-masing per pekan. Dan banyak lagi
model ibadah keluarga yang bisa kita kemas dalam bentuk-bentuk atraktif lainnya. Pendek kata
hari-hari dalam keluarga kita seyogyanya berjalan dan berproses secara pasti menuju pada mutu
penghambaan yang kian berkualitas.
Hal-hal di atas adalah upaya untuk memfungsikan rumah-rumah kita agar bernilai ibadah.
Agar fungsinya sebagai madrasah robbbani dapat berjalan optimal. Sehingga orientasinya selalu
menuju pada keta’atan bukan ma’siat kepada Allah swt. Atau setidaknya, rumah kita dapat
mencegah timbulnya pikiran-pikiran negatif bagi setiap orang yang bertandang ke dalamnya.
Idealnya, setiap Muslim mestinya mampu memanfaatkan rumahnya untuk menempa
seluruh anggota keluarga agar menjadi Muslim/Muslimah yang sadar Islam. Tempat lahirnya
generasi-generasi sadar ibadah, yang sadar dakwah, dan sadar berharokah untuk mengantarkan
kemenangan Islam dan kaum Muslimin di setiap tempat tinggalnya.
Mudah-mudahan kita tidak termasuk keluarga yang dicemo’oh Al Qur’an sebagai
keluarga yang lalai. Yang rumah-rumah kita tak memberi kemanfaatan ibadah. Karena rumah-
rumah kita tak lebih sebagai onggokan batu bata yang “tidur” laksana kuburan. Yang dari
dalamnya hanya lahir generasi lalai sholat dan pengikut hawa nafsu (Q.S 19:59). Ya Allah,
jangan jadikan kami termasuk keluarga yang hanya menambah panjang daftar generasi-generasi
imitasi Barat yang tidak berdaya menghadapi rekayasa jahat musuh-musuh Islam!
Yang Menanti Uluran Tangan Dari Langit

eramuslim - Serasa mendapat pertolongan dari langit, begitulah perasaan ‘Mpok Enah ketika
mendapat bantuan uang dan makanan dari tetangganya, Ibu Sali. Bagaimana tidak senang?
Maemunah yang lebih dikenal dengan panggilan ’Mpok Enah itu, adalah seorang janda miskin
beranak tiga. Penghasilannya hanya mengandalkan menerima cucian beberapa orang tetangganya.
Pekerjaan itu pun tidak selamanya berjalan mulus. Jika ia sakit, ya… tidak ada penghasilan yang
masuk. Waktu Bu Sali datang menenteng “bawaan” ke rumahnya, ’Mpok Enah memang sudah 3
hari sakit.
Walaupun tampak pucat, Maemunah memaksakan diri melepaskan senyumnya seceria
mungkin, tatkala menerima bingkisan dari Ibu Sali yang nama panjangnya Salimah. Tak putus-
putusnya ia mengucapkan syukur dan terima kasih pada tetangganya yang baik hati itu. Padahal
ia nyaris keluar rumah untuk menyambangi lagi para tetangga yang butuh tenaganya, seandainya
Bu Sali tidak bertandang ke rumahnya. Walaupun sebetulnya badannya masih lemah. Sebab
ketiga anaknya sudah ribut lapar, sementara persediaan uangnya sudah habis. Anaknya yang
paling besar (kelas II SD) pun, ia belum lunasi SPP-nya selama 3 bulan berturut-turut.
Maka di saat-saat menghadapi situasi amat kritis seperti itu, Bu Sali baginya seperti
malaikat penolong yang turun dari langit. Ini untuk kesekian kalinya Bu Sali menolong dirinya,
saat dia menghadapi kesulitan. Entah, kenapa orang itu begitu berbaik hati pada dirinya, pikir
Maemunah. Padahal tetangga-tetangganya yang lain belum pernah ada yang mau tau tentang
keadaan rumah tangganya. Pernah ketiga anaknya sakit, tapi ia tak punya uang sama sekali untuk
berobat. Sementara, tak satupun tetangga yang mau mengunjunginya. Akhirnya ia terpaksa
menjual kalung emas seberat 3 gram warisan dari almarhum suaminya untuk biaya berobat
anaknya.
Kalau badannya fit, dan anak-anaknya sehat, Maemunah tak begitu bingung dan resah.
Seribu dua ribu rupiah biasanya masih ada di tangan untuk sekadar jajan sekolah anaknya. Tapi
jika ia sakit, apalagi anaknya juga sakit, perasaannya pasti sangat tidak karuan. Sedih, bingung,
dan nyaris putus asa jika menghadapi situasi kritis seperti itu. Celakanya, keadaan stabil dimana
diri dan anak-anaknya sehat, lalu ia punya sedikit tabungan, justru tak pernah berlangsung lama.
Ia malah relatif lebih sering mengalami fase-fase kritis, khususnya ketika ia tak sanggup
menerima cucian selama beberapa hari. Maklum belakangan ini tubuhnya dirasakan cepat letih,
tidak setegar ketika masih ada sang suami di sampingnya dua tahun lalu.
Fenomena ’Mpok Enah mungkin juga ada di sekitar rumah kita. Sebagai seorang
Muslim/Muslimah sepatutnyalah kita tidak menutup mata dengan berbagai fenomena sosial yang
ada. Mungkin ada satu atau lebih tetangga kita yang nasibnya tidak seberuntung kita. Tak usah
menunggu mereka datang kepada kita untuk minta pertolongan. Tapi kitalah yang semestinya
pro-aktif menyinggahi saudara-saudara kita yang nasibnya kurang beruntung itu. Karena Allah
menakdirkan kita diberikan kelebihan rezekiNya, sehingga kitalah yang mestinya menjadi
pelayan orang-orang dhu’afa itu. Percayalah pemberian seribu dua ribu rupiah atau sepiring
makanan, mungkin tak berarti bagi kita. Tapi bagi yang butuh pertolongan, pemberian itu
sungguh sangat berarti.
Bukankah Islam juga mengajarkan kita untuk senantiasa mengasah ketajaman sense of
social kita? Mengajarkan kita menjadi khodimul ummah (pelayan umat) yang baik? Al Qur’an
mengisyaratkan, bahwa yang disebut kebaktian (al birr) tidaklah cukup hanya dengan beriman
kepada Allah, Hari Akhir, Malaikat, Kitab-Kitab dan Nabi-NabiNya. Kebaktian juga harus diikuti
dengan menunjukkan perilaku sosial yang baik.
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian. Akan
tetapi sesungguhnya kebaktian itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), orang yang
meminta-minta, serta (memerdekakan) hamba sahaya, menegakkan shalat dan menunaikan zakat,
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya), dan merekalah itulah orang-orang yang bertaqwa.” (QS 2 : 177)
Sebaliknya Allah swt mengancam orang-orang yang kikir dan tak peduli dengan nasib
orang miskin dan anak yatim dengan menyediakan bagi mereka neraka jahannam. Betapapun
mereka rajin mengerjakan shalat (QS 2 : 107).
Sedangkan Nabi mulia mengingatkan, bahwa tidak beriman seseorang yang tidur dalam
keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan. Kita berlindung kepada Allah swt agar tidak
tergolong ke dalam kelompok orang-orang yang dimaksud Al Qur’an dan hadits Rasul di atas.
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla melapangkan hati kita untuk bisa menjadi Salimah-Salimah
di lingkungan kita. Yakinlah saudaraku, masih banyak ’Mpok Enah – ‘Mpok Enah yang
bertebaran di sekeliling kita, baik yang kelihatan maupun yang tersembunyi.
Anak, Sarana Dakwah Yang Efektif

eramuslim - Pagi itu seusai mandi dan sarapan, kuajak anakku jalan-jalan dengan mengenakan
pakaian muslim. Lucu, ceria dan menggemaskan. Kelihatannya anakku semakin cantik dengan
jilbab mungilnya yang berwarna pink itu. Begitu bertemu dengan tetanggaku, kontan mereka
bilang, "aduuuh lucunya" sambil mendekat dan mencubit pipi anakku yang ranum. Anakkupun
tersenyum malu-malu dan kemudian berlindung dibalik jilbabku.
Suatu ketika seorang ibu bertanya, kenapa sih masih kecil kok dipakai-in jilbab? Apa
nggak kasihan? Nanti kepanasan lho. Malah ada lagi yang menambahkan, mengurangi kebebasan
anak-anak dan menghilangkan masa kanak-kanaknya (ekstrim banget ya?).
Sambil tersenyum aku menjawab, "Saya mencoba untuk membiasakan dia berbusana
seperti yang diperintahkan agama bu, kalau dia kepanasan ya boleh dilepas dulu dan nanti dipakai
lagi, toh dia belum mendapat kewajiban untuk menutup aurat, yang penting latihannya itu. Masa
kanak-kanaknya juga insya Allah tidak akan hilang karena pakai jilbab, toh model dan motifnya
saya sesuaikan dengan kondisi anak".
Pada kesempatan lainpun ada ibu yang bertanya tentang masalah wajibnya jilbab bagi
muslimah, sayapun dapat menjelaskannya dengan leluasa, karena beliu sangat ingin tahu.
Beberapa waktu kemudian, karena hidayah Allah, beberapa ibu tetanggaku mulai pakai jilbab.
Dia bilang kepadaku, "anak kecil saja pakai jilbab, kok saya yang sudah dewasa dan banyak dosa
nggak pakai, kan malu". Alhamdulillaahi Robbil’aalamiin.
Anakkupun yang masih balita, dengan kepolosannya sering berkata "iiih malu ya mi,
pakai baju lekbong (baju tanpa lengan) auratnya kelihatan", didepan ibu-ibu yang memakai baju
tersebut. Atau ketika di angkot ada seorang gadis yang sibuk menutupi pahanya dengan menarik-
narik roknya yang pendek, anakku bertanya "Umi, teteh itu kok narik-narik rok sih, malu ya
pahanya kelihatan?"
Ketika anakku bermain bersama teman sebayanya yang diberi pakaian serba ketat, model
yang sedang trendi saat ini, diapun bilang kepada teman mainnya yang lebih besar darinya.
"Mbak, aku malu tu melihat kamu, bajumu ketat gitu, kan permpuan itu harus menutup aurat."
Hal lain juga pernah terjadi, ketika anakku melihat orang makan dengan tangan kiri,
spontan dia mengatakan "eh, makannya pakai tangan kanan, jangan pakai tangan kiri, nanti nggak
barokah makanannya", tidak peduli yang makan pakai tangan kiri itu siapa.
Pada bulan Ramadhan, anakku yang masih belum baligh ditanya tetanggaku, puasa nggak
mbak? Puasa. Sampai jam berapa? Ya sampai maghrib. Tetanggaku yang sudah seminggu nggak
puasa karena sakit yang tidak terlalu beratpun akhirnya puasa karena merasa malu.
Dari kejadian di atas, ada pelajaran yang sangat berharga, "Anak-anak ternyata
merupakan sarana dakwah yang cukup efektif", karena:
1. Anak-anak sangat mudah dibentuk, karena mereka masih bersih dan suci. Mereka akan
mengikuti apa yang kita contohkan tanpa melakukan seleksi.
2. Anak-anak dengan kepolosannya, akan mengatakan apa saja yang dia lihat, tanpa berfikir
akan menyakiti perasaan orang lain, sehingga anak kecil cenderung lebih berani
menyampaikan sesuatu dari pada orang dewasa.
3. Teguran yang disampaikan oleh anak-anak akan lebih menancap kedalam hati dan
membuat orang dewasa merasa malu, ketika melihat anak kecil lebih taat beragama.
Dengan demikian, mendidik anak dengan didikan yang baik, melatih anak untuk
melakukan perintah agama sejak dini, akan mempermudah amanah da’wah yang kita emban.
Mari jadikan anak-anak kita da’i-da’i kecil, penyambung lidah kita, sayap da’wah kita, dan asset
masa depan kita di yaumil akhir. Wallahu a’lam bishshowwab.
Nak, ...

eramuslim - Nak, jauh sebelum kau hadir dalam kehidupan ayah dan ibu, kami senantiasa
bermohon kepada Allah Swt agar dikaruniai keturunan yang sholeh dan sholihah, yang taat
kepada Allah, berbakti kepada orang tua, rajin beribadah dan belajar, serta dapat menjadi penerus
dakwah Ilallaah.
Banyak rencana yang kami rancang, agar kelak bila kau hadir, kami sudah siap menjadi orang tua
yang baik dan mampu mendidikmu dengan didikan yang sesuai dengan dinnul Islam, tuntunan
kita seperti yang dicontohkan oleh Rosulullah Saw kepada kita.
Ayah dan Ibu ingin, kelak bila Allah mengamanahkan kepada kami seorang putri, maka
dia akan berakhlaq seperti akhlaqnya Fatimah putri Rasulullah, dan bila Allah mengamanahkan
seorang putra, maka dia akan seperti Ali.
Setelah tanda kehadiranmu mulai tampak, Ibu sering mual, muntah-muntah, sakit kepala
dan sering mau pingsan, Ibu dan Ayah bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya, kami
menjagamu sepenuh hati, serta senantiasa berharap, kelak kau lahir sebagai anak yang sehat,
sempurna dan menyenangkan.
Sejak dalam rahim, kami mencoba menanamkan kalimat-kalimat tauhid kepadamu dan
berupaya mengenalkanmu kepada Sang Pencipta, dengan bacaan ayat-ayat suci-Nya, dengan
senandung-senandung shalawat Nabi, dengan nasyid-nasyid yang membangkitkan semangat
da’wah dan rasa keimanan kepada Allah yang Esa.
Saat kau akan lahir, Ibu merasakan sakit yang amat sangat, seolah berada antara hidup
dan mati, namun Ibu tidak mengeluh dan putus asa, karena bayangan kehadiranmu lebih Ibu
rindukan dibanding dengan rasa sakit yang Ibu rasakan. Ibu tak henti-hentinya berdo’ a,
memohon ampunan dan kekuatan kepada Allah. Ayahpun tidak tidur beberapa malam untuk
memastikan kehadiranmu, menemani dan menguatkan Ibu, agar sanggup melahirkanmu dengan
sempurna. Bacaan dzikir dan istighfar, mengiringi kelahiranmu.
Begitu kau lahir, sungguh rasa sakit yang amat sangat sudah terlupakan begitu saja.
Setelah tangismu terdengar, seolah kebahagiaan hari itu hanya milik Ibu dan Ayah. Air mata yang
tadinya hampir tak henti mengalir karena menahan sakit, berganti menjadi senyum bahagia
menyambut kelahiranmu. Ibu dan Ayah bersyukur kepada Allah Swt, kemudian Ayah
melantunkan bacaan adzan dan iqomat ditelingamu, agar kalimat yang pertama kali kau dengar
adalah kalimat Tauhid yang harus kau yakini dan kau taati selama hidupmu.
Saat pertama kali kau isap air susu Ibu, Ibu merasakan kenikmatan dan kebahagiaan yang
tiada tara. Ibu ingin memberikan semuanya kepadamu, agar kau segera tumbuh besar dan sehat.
Ibu berupaya supaya ASI ini dapat mencukupi kebutuhanmu. Ibu berupaya untuk selalu dekat
denganmu, dan selalu mengajakmu kemanapun Ibu pergi, supaya kapanpun kau lapar, Ibu selalu
siaga memberikan air surgawi karunia Ilahi itu kepadamu.
Ibu berusaha untuk selalu siap siaga menjagamu, kapanpun dan dalam keadaan apapun.
Saat malam sedang tidur lelap, Ibu akan terjaga bila kau tiba-tiba menangis karena popokmu
basah atau karena kau lapar. Saat sedang makan dan kau buang air besar, Ibu dengan rela
menghentikan makan dan mengganti popokmu dulu. Dan semuanya, Ibu lakukan dengan senang
hati, tanpa rasa risih dan jijik.
Sejak kau masih dalam ayunan, Ibu senantiasa membacakan do'a dalam setiap kegiatan
yang akan kau lakukan. Ibu bacakan do'a mau makan ketika kau hendak makan, do’a mau tidur
ketika kau mau tidur, dan do’a apa saja yang harus kau tahu dan kau amalkan dalam kehidupan
keseharianmu. Ibu bacakan selalu ayat kursi dan surat-surat pendek satu persatu setiap malam,
dikala mengantarmu tidur, ayat-per ayat dan Ibu ulang berkali-kali hingga kau sanggup
mengingatnya dengan baik, dengan harapan kau besar nanti menjadi penghafal Al Qu’ran.
Ketika kau sudah mampu berbicara, subhanallah, tanpa kami duga, kau telah hafal
berbagai macam do’a dan beberapa surat pendek. Ibu bersyukur dan bangga kepadamu. Muncul
harapan dalam hati ini, kelak kau tumbuh menjadi anak yang pintar dan rajin belajar.
Tatkala kau mulai belajar sholat, dan usai sholat kau lantunkan do’a untuk orang tua,
walau dengan bacaan yang masih belum sempurna, bercucur air mata ibu karena kau telah
mampu melafalkan do’a itu. Timbul harapan dihati yang paling dalam, kelak hingga ketika Ibu
dan Ayah tiada, kau tetap melantunkan do’a itu, karena do’amu akan memberikan kepada Ibu dan
Ayah pahala yang tak henti-hentinya di yaumil-akhir. Kaulah asset masa depan bagi umi dan abi.
Kau akan mampu menolong umi dan abi di yaumil-akhir nanti, bila kau menjadi anak yang
sholihah.
Nak, kehadiranmupun memberikan kepada Ibu dan Ayah pelajaran yang sangat berharga,
kau mengingatkan kami tatkala masih sepertimu. Mengingatkan dengan lebih kuat lagi, betapa
besar pengorbanan yang dilakukan oleh kakek nenekmu kepada kami, hingga Ibu dan Ayah
tumbuh dewasa dan bahkan sampai menjadi orang tua seperti mereka.
Ibu dan Ayah sangat menyayangimu, karena kami ingin kaupun menjadi anak yang
penyayang terhadap sesama. Kami hampir selalu menyertakan kata sayang dibelakang namamu
saat memanggilmu, supaya hatimu senang dan gembira bersama Ibu dan Ayah.
Saat kau memasuki usia sekolah, Kami carikan sekolah yang baik untukmu. Sekolah
yang memiliki visi pendidikan seperti yang Ibu dan Ayah inginkan. Alhamdulillaah, saat kau
mulai sekolah, telah banyak berdiri sekolah-sekolah Islam Terpadu, sehingga kami tidak kesulitan
mencarikan sekolah untukmu. Ayah mengantarmu ke sekolah setiap pagi dan Ibu
mendampingimu selalu hingga kau berani ditinggal di sekolah sendiri.
Keperluan sekolahmu selalu kami upayakan, walau kadang harus dengan susah payah,
agar kau bisa memperoleh pendidikan yang baik dan layak untuk kehidupanmu dimasa yang akan
datang. Kami senantiasa berupaya membimbingmu untuk dapat melakukan segala sesuatu, agar
saat besar nanti kau mampu melayani dirimu sendiri.
Bila Ibu dan Ayah tidak mau melayanimu untuk hal-hal yang sudah dapat kau lakukan
sendiri, itu bukan berarti kami tidak menyayangimu, tapi justru sebaliknya. Karena Ibu dan Ayah
sayang sekali padamu, kau tidak boleh terlalu dimanjakan, hingga saat kau besar nanti, kau jadi
anak yang mandiri dan serba bisa.
Maafkan Ibu dan Ayah bila sekali waktu (atau bahkan sering) memarahimu ketika kau
membuat kesalahan yang berulang-ulang. Sungguh, sebenarnya Ibu dan Ayah tak ingin
memarahimu, namun kamipun sadar bahwa kau harus tahu dan harus dapat membedakan mana
yang benar dan mana yang salah, agar saat kau dewasa dan telah bergaul dengan masyarakat
umum nanti, kau bisa memilih untuk selalu melakukan yang haq dan meninggalkan yang bathil.
Semoga kau tidak salah sangka.
Maafkan pula bila Ibu dan Ayah selalu membatasi tontonan dan bacaanmu, karena
dewasa ini sangat banyak media yang dapat merusak pendidikan yang sudah kami terapkan
kepadamu. Itu semua kami lakukan, agar kau terpelihara dari hal-hal negatif yang akan
mendangkalkan akhlaq dan perilakumu. Ibu dan Ayah ingin, kau menjadi anak yang faqih dalam
hal agama, menjadi generasi Qur’ani, dan menjadi penerus dakwah Ilallaah.
Inilah harapan Ibu dan Ayah kepadamu, sangat banyak dan sangat ideal. Oleh karenanya,
kami senantiasa memohon petunjuk dan bimbingan dari Allah Yang Esa, yang Berkuasa dan
Maha Agung, agar tidak salah langkah dalam mendidikmu.
Robbanaa hablanaa min azwaajinaa wadzurriyaatinaa qurrota a'yun waj’alnaa lilmuttaqiina
imaaman. Amiin
Begitulah Cinta ...

....... and you know honey,


my love for you is growing and growing in every single day.....
eramuslim - Dua baris kalimat pendek dalam email itu sempat membuat hatiku berbunga-bunga
tiada tara. Mengingat sangat jarang bahkan hampir dapat dikatakan tidak pernah dalam tiga bulan
pernikahan kami, suamiku menulis kata-kata sebegitu romantisnya seperti yang dia lakukan di
atas.
Usia pernikahan kami memang masih sangat muda, yang mungkin bagi sebagian orang
masih belum berarti apapun. Namun insya Allah pondasi pernikahan yang kami bangun didasari
dengan kalimah Lillahi ta'ala, tanpa (saling) cinta yang menggebu layaknya pasangan-pasangan
yang sedang asyik memadu kasih. Pun, tanpa kata sayang apalagi secara verbal mengatakan 'I
love you'.
Sebagian besar kawan memberi julukan pernikahan kami dengan istilah 'kawin instan'.
Instan yang berarti serba cepat dan serba mendadak. Bahkan segelintir orang sempat merasa
curiga ada apa-apa dengan pernikahan ini, seandainya mereka tidak melihat calon suami seorang
ikhwan yang insya Allah sholeh. Usia perkenalan kami yang hanya dua minggu, rasanya mustahil
dibilang ada rasa cinta. Walau ada pepatah yang mengatakan 'love at the first sight'. Namun bagi
kami, 'love' di antara kami lebih indah dan lebih dahsyat justru hadir setelah ijab kabul terlaksana.
Tidak percaya? Buktikan sendiri.
Dan episode pacaran pun baru dimulai sesudahnya. Rasanya, masya Allah... rasa cinta,
rindu dan segudang rasa sayang yang besarnya bagai air bah yang meluap dan meluber ke segala
sudut hati. Sangat mengherankan jika banyak pemuda-pemudi yang berpasangan lebih leluasa
berpacaran berlama-lama sebelum ijab kabul terlaksana. Padahal mereka banyak melakukan hal-
hal yang diharamkan oleh agama. Pernah terlintas dalam benak kami, kenapa mereka tidak
menyegerakan menikah agar segala yang haram menjadi halal?
Bukankah lebih indah dan bahkan sejuta rasanya jika kita dapat meluapkan rasa cinta kita
kepada pasangan yang sudah disahkan dengan tali pernikahan?. Pacaran? siapa yang melarang?
wong apa yang kami lakukan sekarang justru sedang 'hot-hot' nya pacaran kok, pacaran yang
dihalalkan Allah. Pacaran yang dimulai setelah ijab kabul. Indah bukan?...
Pernah satu kali, ketika keadaan memaksa kami untuk berpisah selama satu malam. Satu
malam perpisahan kami rasakan bagai sebulan, telepon dan SMS pun mengalir. Tak tahan
rasanya berpisah dengan belahan hati walau satu malam pun!
Tidak ada pernikahan tanpa berselisih paham. Jika hal tersebut terjadi, kami berusaha
kembalikan kepada hukum Allah dan kemesraan pun terjalin kembali. Bagi pasangan-pasangan
yang berpacaran sebelum menikah, jika terjadi selisih paham dan emosi yang bermain maka
keputusan yang diambil mungkin lebih ekstrim, yaitu putus hubungan. Padahal dosa-dosa akibat
mendekati zina yang dimurkai Allah sudah mereka lakukan.
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (Al-Israa:32)
Pernikahan adalah perjanjian suci yang dipersatukan oleh Allah. Pun, jika terjadi salah
paham kita dianjurkan untuk tidak memakai emosi di dalam menyelesaikannya. Kata "putus"
untuk sebagian pasangan yang belum menikah mungkin lebih mudah diucapkan, namun tidak
bagi pasangan yang menikah seperti kami (dan mungkin juga pasutri lainnya). Pernikahan ini
adalah pagar bagi kami untuk tidak berbuat hal-hal yang dibenci Allah Swt.
Kami percaya, cinta yang hadir di kehidupan pernikahan kami adalah karena Allah Swt
menghendaki demikian adanya. Lewat cinta-Nya kepada kami, dianugerahkan-Nya rasa cinta dan
kasih di antara kami sebagai pengikat tali pernikahan kami. Insya Allah, akan kami jaga sampai
maut memisahkan kami atau bahkan sampai cita-cita kami berdua tercapai, ber-reuni di Surga-
nya Allah, amin ya Robb, amin. Dan kami percaya, awal perkenalan sampai proses pernikahan
kami yang 'serba instan' juga buah karya dan keputusan dari Sang Raja dari segala raja yang telah
menghadirkan rasa cinta itu di setiap helaan nafas kami, (dan semoga untuk selamanya).
..... I miss bunda! (dari: ayah)
Sebaris short message (SMS) masuk ke handphone ku siang itu. Anganku pun langsung
terbang ke langit, mempesona. Begitulah Cinta! Wallahu'alam Bishshowab.
Semoga Ia Tahu ...

eramuslim - Segera kupanggil tukang mainan di KRL itu, boneka tangan berbentuk bebek
dengan bunyi yang lucu saat dipencet bagian dalamnya, lebih lucu lagi adalah lidah boneka yang
keluar secara mengagetkan bersamaan dengan bunyinya. “Beli satu bang ...” kubayangkan
senyum ceria Dinda saat menerima hadiah ‘murah’ dari ayahnya ini. Kumasukkan ke dalam tas
kantong besar melengkapi beberapa item mainan lainnya yang telah kubeli sebelumnya.
Kemarin, tidak kurang satu kantong besar lainnya berisi mainan yang kubeli dari sebuah
pusat mainan anak-anak terkenal. Kupilih berbagai mainan yang pernah ditunjuk Dinda ketika
dulu pernah kuajak sambil mengantar mamanya berbelanja. Ada boneka barbie, mainan
perlengkapan dapur, dokter-dokteran, boneka-boneka binatang yang lucu-lucu.
Besok, aku juga sudah berjanji dalam hati untuk membelikan sebuah tas sekolah yang
pernah ia minta setiap kali melihat konvoi anak-anak Taman Kanak-Kanak Cendikia lewat depan
rumah kami. Usianya yang baru menginjak angka 3 membuat ia hanya bisa bermimpi menjadi
bagian dari konvoi tersebut. Menurut cerita ibunya, ia terlihat sangat riang ketika anak-anak TK
itu melambai-lambaikan tangan ke arahnya, dan dengan senyumnya yang manis ia membalas
lambaian tersebut. Bahkan sampai iring-iringan terakhir sudah terlihat bagai titik di ujung gang ia
masih berdiri terpaku dengan tangan terus melambai. Lambat, perlahan melemah lambaiannya
dan seperti enggan menurunkan tangannya matanya yang bulat bersinar indah mulai berkaca-
kaca, sebaris kata pendek pun meluncur sedih, “Besok kesini lagi ya kakak ...”
Ibunya yang memperhatikan tingkah Dinda seolah bisa menangkap seberkas impian di
benak Dinda. Ia meminta izin ke Yayasan Cendikia agar anaknya diizinkan untuk sekedar
bermain bersama anak-anak TK itu. Alhamdulillaah bukan cuma sekedar bermain izin yang
diberikan, bahkan Dinda dibolehkan untuk ikut berbaris dengan anak-anak itu sebelum memasuki
kelas. Hanya saja, tentu Dinda tak boleh masuk kelas karena ia bukan siswa disitu. Senang
bercampur sedih yang dirasakan Dinda, senang karena bisa ikut dalam keriangan bersekolah,
namun sedih ketika harus rela tak bisa masuk kelas pada saat jam belajar. Senang karena Putri,
tetangga sebelah yang baru masuk Sekolah Dasar memberikannya seragam TK, sedih karena
seragam itu hanya berlaku di halaman bermain.
Saat itu, aku meminta ibunya agar tak terlalu menuruti permintaan Dinda karena kupikir
saat ini waktunya Dinda untuk bermain, mungkin tahun depan barulah ia dikenalkan dengan
sekolah. Jadilah Dinda menangis karena tas yang dimintanya tak pernah kubelikan, ibunya pun
tak berani membantah laranganku agar tidak membelikannya atas seizinku.
Lusa, hari libur kerja, aku juga sudah berjanji mengajak Dinda untuk tamasya,
kemanapun ia mau. Selama ini, ia hanya selalu mendengar keceriaan Dunia Fantasi dari Rena
temannya. Atau kesejukan alam di Puncak dari Lia, dan kehangatan pantai Anyer, Carita bahkan
pantai Kuta dari Doni yang keluarganya memang hoby ke pantai. Dinda selalu menceritakan
ulang hal-hal indah dan menyenangkan dari teman-temannya itu ke ibunya. Kepadaku? Tidak,
karena ia tahu aku teramat bosan mendengar cerita-cerita dia yang diulang-ulang itu.
Kubayangkan Dinda tak kalah hebatnya bercerita kepada Doni, Lia dan Rena akan semua
pengalamannya berjalan-jalan, tamasya yang baru pertama kali dijalaninya itu. Dan aku, ayahnya,
akan teramat senang berjam-jam mendengar cerita Dinda meski aku tahu persis yang dia lakukan
saat tamasya.
Aku sudah berubah, sebuah kejadian yang menghentakkan jiwa dan bathinku
menyadarkanku dari rasa sayang yang tertahan kepada Dinda. Pekerjaan dan kesibukan berbagai
aktifitas luar membuatku terlalu sering menggadaikan kebersamaanku dengan gadis kecilku nan
manis itu.
Boneka, sejumlah mainan kesenangannya, tas sekolah impiannya, jalan-jalan yang akan menjadi
fantasinya, akan kuberikan semuanya hari ini, besok dan kapanpun ia inginkan. Kan kubiarkan ia
bercerita sepanjang ia suka, sekalipun sampai tertidur dalam pelukanku. Namun itu semua
terlambat, Dinda tak mungkin melihat boneka dan mainan kesenangannya, tak kan pernah
memakai tas sekolah impiannya dan takkan pernah bertamasya bersama. Sejak dua hari lalu saat
kepergiannya yang menghentakkan jiwa, ingin rasanya aku mendengar lagi cerita-ceritanya
dengan bahasa dan logat yang lucu yang dulu teramat membosankan bagiku. Aku sangat
mencintainya, semoga ia tahu.
Hidup Terasa Manis Bila Hubungan Tetap Harmonis

eramuslim - Bahasan kali ini masih menyangkut soal keta'atan istri kepada suaminya. Bila
Rasulullah menganjurkan para istri untuk ta'at, khususnya dalam memenuhi ajakan suaminya,
memang cukup beralasan. Ada banyak kebaikan yang didapat seorang suami tatkala hajat
seksualnya terpenuhi dengan baik. Tahukah anda, hubungan mesra yang harmonis, dapat
menyehatkan jiwa dan raga?
Doktor Goudy Geily, penceramah masalah kesehatan di rumah sakit Kerajaan Inggris,
London, meyakini bahwa terdapat sejumlah besar kelemahan pada tubuh manusia yang
diakibatkan aspek kejiwaannya. Penyakit-penyakit itu antara lain, rasa letih, penurunan kekuatan
fisik, rasa sakit di semua persendian, dan rasa sakit pada kulit. Bahwa sakit kejiwaan,
menurutnya, secara ilmiah telah dibuktikan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, dan
mempengaruhi perubahan hormonal di dalam tubuh.
Meskipun ia mengakui pentingnya hubungan-hubungan lain dalam kehidupan seorang
wanita, seperti hubungan dengan anak-anaknya, hubungan dengan keluarga familinya, hubungan
dengan keluarga suami, dan hubungan dengan teman-teman wanitanya, Namun Dr. Geily
meyakini bahwa hubungan secara manusiawi yang paling penting dalam kehidupan laki-laki dan
wanita adalah hubungan seksual yang harmonis antara suami dan istri. Ia melihat bahwa kualitas
hubungan seksual antara suami dan istri sangat mempengaruhi kualitas hubungan antara
keduanya secara keseluruhan.
Berikut pernyataannya;
"Hubungan seksual antara suami dan istri menduduki peringkat pertama dalam hal
pengaruh dan urgensinya dalam hubungan antara keduanya. Bahkan, dalam kondisi kegagalan
salah seorang dari keduanya pada aktivitas yang lain, seperti pekerjaan atau bahkan dalam
kondisi ketika seluruh sarana dialog di antara mereka telah terputus, maka hubungan intim
antara keduanya tetap menjadi sumber yang efektif untuk memuaskan serta mengharmoniskan
rasa cinta dan saling menghargai".
Pernyataan di atas didukung oleh peneliti yang lain; yakni Dr. Elvis Christoper, Direktur
Lembaga Konsultasi Problematika Seksual di Inggris. Beliau mengatakan;
"Problematika seksual dan kepekaan seseorang berperan - dalam batas tertentu-
terhadap terjangkitnya seseorang oleh penyakit di lambung, dada, dan meningkatnya tekanan
darah. Sebagaimana ia juga menyebarkan rasa sedih yang berlebihan, lemahnya kekebalan
terhadap penyakit lambung serta radang usus pada laki-laki dan wanita."
Sebuah penelitian di Kuwait menunjukkan, bahwa prosentase penderita penyakit kanker,
organ pernafasan, hati, dan paru-paru di kalangan orang lajang, mencapai enam kali lipat
dibanding pada orang-orang yang telah menikah.
Kantor Berita Reuter pernah melaporkan hasil sebuah penelitian, bahwa pengobatan
terbaik yang nampak pada tahun 1995 bagi penyembuhan penyakit gelisah ialah, hubungan
seksual yang harmonis antara suami dan istri. Sementara majalah Man's Health dalam suatu
artikelnya menuturkan;
Berbagai kajian mengatakan, bahwa hubungan seksual yang teratur, bukan hanya meringankan
tekanan jiwa. Namun dapat memperpanjang usia juga."
Sebagian besar kaum Muslimin, mungkin masih menganggap permasalahan seks suami-
istri sebagai persoalan tabu dan tak perlu diangkat ke permukaan. Tapi pada kenyataannya,
hadits-hadits Rasulullah yang menyoroti soal "kemesraan hubungan suami-istri" cukup banyak.
Bahkan Rasulullah setengah "memaksa" kepada kaum perempuan untuk selalu siaga melayani
kehendak kencan suaminya.
Di bawah ini salah satu perintah Nabi saw tentang cara menjaga keharmonisan hubungan
suami-istri. "Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk memenuhi keinginan suaminya,
maka hendaklah ia (istri) menurutinya, meskipun sedang berada di dapur," (h.r. Imam Bukhori,
Muslim, dan Tirmidzi)
Pesan tersirat dari hadits di atas adalah, sesibuk apapun seorang istri berkutat dengan
pekerjaannya di dapur, tak bisa menjadi alasan baginya untuk menunda hasrat kencan suaminya.
Ia harus peka terhadap isyarat sang suami dan selalu fresh bila berhadapan dengan kekasih
tercintanya.
Selamat bercinta dengan pasangan anda wahai para suami-istri soleh/solihat, Semoga
hubungan harmonis Anda, akan membuahkan hidup yang lebih manis di dunia dan di akhirat.
Wallahu a'lam bish showwaab.
Kemesraan Malam, Janganlah Cepat Berlalu !

eramuslim - Kemesraan ini janganlah cepat berlalu. Kemesraan ini ingin kukenang selalu.
Penggalan syair lagu duet Iwan Fals dan Rafika Duri itu, cukup populer akhir tahun 90-an. Pesan
lagu itu cukup romantis, agar kemesraan yang telah tumbuh, jangan dibiarkan berlalu begitu
cepat. Lho, lalu apa hubungannya dengan rumah tangga kita? Jelas dong ada. Lepas pesan itu
ditujukan kepada siapa, tapi setiap pasangan rumah tangga Muslim wajib memelihara kemesraan
hubungan mereka. Karena Islam sendiri memerintahkan rumah-rumah tangga Islam harus tetap
terjaga keasrian dan kenyamanannya.
Kemesraan pasangan suami-istri (pasutri), khususnya kemesraan di malam hari, tak boleh
diremehkan. Rasulullah dalam banyak haditsnya bahkan memerintahkan masing-masing pasutri
untuk tidak membiarkan penampilannya lecek, kotor, dan beraroma tak sedap. Salah satu pesan
Rasulullah SAW kepada kalangan pria antara lain; "Janganlah kamu (kaum pria) berpenampilan
kotor dan bau, seperi penampilan orang-orang Yahudi ketika berhadapan dengan istri-istri
mereka. Karena banyak wanita-wanita Yahudi yang menyeleweng lantaran suami-suami mereka
berpenampilan kotor!"
Adalah tidak adil, jika istri dituntut memberi pelayanan optimal, sementara suami tak
memperhatikan penampilan dirinya. Bahkan sesungguhnya seorang wanita diberi kebebasan oleh
Islam untuk berpisah dari pasangannya, apabila penampilan pasangannya tidak memuaskan
dirinya. Kasus ini pernah terjadi di zaman Nabi SAW, ketika seorang wanita datang menghadap
beliau mengadukan persoalan rumah tangganya. Wanita itu mengatakan, ia ingin cerai dari
suaminya, lantaran penampilan sang suami yang tidak menarik hatinya. "Saya khawatir saya tidak
bisa ta'at kepadanya, hingga saya ingin bercerai darinya," tuturnya pada Nabi SAW. Setelah
panjang lebar mendengarkan pengaduan si wanita, akhirnya Nabi mengabulkan permohonannya.
Sebaliknya Islam juga memerintahkan istri memberikan pelayanan sebaik mungkin, jika
tidak ada alasan-alasan objektif dia harus menolak ajakan suaminya. Kepada istri yang baik
camkanlah, bahwa memenuhi kebutuhan suami adalah ibadah mulia. Hendaknya dia tidak
memandangnya sebagai aktivitas yang bertujuan hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan
syahwat suaminya. Namun anda harus melihatnya sebagai salah satu sarana penting untuk
memelihara kehormatannya, menundukkan pandangannya, membuatnya konsisten dengan
agamanya, serta menjadikannya profesional dalam bekerja.
Siapa yang patut disalahkan, ketika seorang suami melirik wanita lain, lantaran si istri
menolak ajakannya untuk bercumbu di malam hari? Ketika dahaga syahwat suami tak
mendapatkan muara, seperti yang diharapkannya?
Dalam keadaan apapun, kegiatan kencan suami-istri pada malam hari seyogyanya tidak
terganggu oleh berbagai beban pikiran macam-macam. Kita bisa mengambil pelajaran dari kisah
seorang Ummu Sulaim, sohabiyah yang amat bijak tatkala menghadapi suaminya pada malam
hari. Padahal ia baru saja kehilangan putra tercintanya. Coba simak kisah di bawah ini.
Ketika itu seorang anak Abu Thalhah sedang sakit keras. Kemudian Abu Thalhah pergi, dan
sebelum pulang, anaknya meninggal dunia. Ketika pulang ke rumah, Abu Thalhah bertanya
kepada istrinya;
"Bagaimana kabar anakku?"
Ummu Sulaim (istrinya) menjawab; "Ia lebih tenang dari sebelumnya."
Kemudian Ummu Sulaim menghidangkan makan malam dan Abu Thalhah pun menyantapnya. Ia
juga melakukan hubungan suami-istri sebaik mungkin. Setelah semuanya selesai; Ummu Sulaim
mengadukan perihal anak mereka yang sebenarnya kepada Abu Thalhah.
Singkat cerita, Abu Thalhah gusar mendengar pengakuan istrinya. Dia menilai bahwa
istrinya telah berdusta, hingga mengadukan hal itu kepada Rasulullah SAW. Tapi di luar dugaan
Abu Thalhah, ternyata Rasul mulia membenarkan tindakan Ummu Sulaim. Apa yang dilakukan
Ummu Sulaim yang bermaksud untuk tidak ingin merusak suasana romantismenya dengan sang
suami, bahkan dipuji Nabi SAW.
Sejumlah riwayat menyebutkan sebagai berikut. Rasulullah saw bersabda; "Apabila salah
seorang di antara kamu tertarik oleh seorang wanita, lalu muncul keinginan di dalam dirinya...,
maka hendaklah ia menemui istrinya, dan berhubungan badan dengannya. Sebab dengan begitu,
ia dapat mengendalikan dirinya." (HR Muslim)
"Tidak halal bagi seorang istri untuk berpuasa, sementara suaminya bersamanya (bukan dalam
bepergian), kecuali dengan izinnya. (Muttafaq 'alaih)
Sungguh mulia jika seorang istri mampu memberikan kepuasan kepada suaminya.
Bayangkanlah, suami anda berhasil menundukkan pandangannya, menyelamatkan dia dari
perbuatan zina, lantaran anda memenuhi ajakannya semalam. Bukankah anda ikut berperan dalam
menyelamatkan suami anda dari perbuatan nista?
Jika suami anda bekerja dengan syaraf yang rileks, lapang dada, dan mengerjakan tugas-
tugas kantornya dengan etos yang tinggi, lantaran andil anda semalam, sungguh perbuatan anda
sangat berarti bagi karirnya. Ia akan lebih produktif, dan melakukan tugas-tugasnya dengan
akurasi penyelesaian yang tinggi.
Sebaliknya, coba bayangkan, seandainya suami anda bekerja dengan tidak tenang, urat
syarafnya tegang, selalu salah, nervous menghadapi setiap orang, serta tidak optimal dalam
menyelesaikan tugas-tugas kantornya. Sebab, ia berangkat bekerja dalam keadaan gundah, karena
anda telah menolak ajakannya, dan tidak peduli terhadap dahaga syahwatnya.
Karena itu Rasulullah SAW menjanjikan bagi wanita yang memberikan pelayanan baik
kepada suaminya, pahala yang sepadan dengan setiap kebaikan yang dilakukan oleh suami
kepadanya. Tidak diragukan lagi, bahwa menuruti ajakan suami, adalah salah satu bentuk ibadah
mulia di sisi Allah 'Azza wa Jalla.
Jika suami telah menjaga kehormatannya, menundukkan pandangannya, bekerja dengan
profesional, dan mendapatkan pahala atas semua kebaikan tersebut, maka tidak diragukan bahwa
istri akan mendapatkan pahala yang sepadan dengan pahala yang didapat suaminya.
Tunggu apa lagi, ayo bermesra-mesraanlah dengan pasangan anda sebaik mungkin,
sembari mengingat penggalan syair Iwan Fals: "Kemesraan ini janganlah cepat berlalu!"
Bayangkanlah Bila Aku Tak Setia …

eramuslim - “Bayangkanlah bila aku tak setia” Seketika wajah istriku memerah ketika
pernyataan itu kuungkapkan tadi malam. Ada getar kemarahan yang siap menyemburat dari rona
wajahnya, namun ia masih mencoba menahannya. Belum selesai tarikan nafasnya yang kesekian
setelah pernyataan itu, ia langsung membalikkan badannya memunggungi aku. Aku tersenyum,
“berhasil …” pikirku.
Ya, aku berhasil membuatnya semakin sayang kepadaku. Anda bisa saja melakukan hal
yang sama (jika berani) untuk membuat sayang dan cinta pasangan Anda tetap bergelora
sepanjang masa. Memang, pernyataan itu bisa berimplikasi ketika Anda tak segera
mengklarifikasinya. Seperti kejadian malam itu, setelah berbalik dan memunggungi, aku biarkan
ia melakukan hal itu selama ia mau. Karena aku tahu, di benaknya terngiang-ngiang kata-kata:
“bayangkanlah bila aku tak setia” dan dimatanya, hanya diriku yang singgah disana.
Dan itu terbukti, setelah beberapa saat kupikir ia tidur dan bersikap masa bodoh dengan
ungkapanku yang aneh itu, ternyata ia tidak bisa memejamkan mata dan terus memikirkan kata-
kata itu. “Dik …, abangkan cuma bilang, bayangkan … dan itu belum tentu terjadi. Abang belum
melanjutkan pernyataan berikutnya”
Dan benar, selang satu jam dari pernyataan pertama, aku ucapkan pernyataan kedua,
“Bayangkanlah dik, bila Abang mendahului adik menghadap Allah”. Serta merta ia berbalik dan
memelukku erat, beberapa tetes air bening keluar dari sudut matanya yang cantik. Maaf, aku tidak
bisa menceritakan kepada Anda tentang kehangatan cinta dan sayang malam itu, jika Anda tak
melakukannya sendiri. Yang jelas, aku berhasil melakukan satu terapi yang tepat untuk tetap
membuat istriku sayang dan cinta kepadaku.
Bagaimana dan mengapa hubungan dapat berlangsung dan dapat gagal? Secara sederhana
dapat dijelaskan, Anda tidak dapat menghargai apa yang Anda anggap sebagai sesuatu yang
memang sudah semestinya Anda miliki. Inilah sebabnya mengapa orang-orang tidak merasa
berbahagia dengan kehidupan yang mereka miliki. Mereka selalu menginginkan lebih banyak tapi
tidak pernah bersyukur terhadap apa yang mereka miliki. Dan apabila Anda tidak mensyukuri apa
yang Anda miliki, Anda akan mulai beranggapan bahwa hal itu memang sudah semestinya Anda
miliki. Apabila Anda memiliki anggapan yang demikian, maka Anda tidak lagi menganggap
berharga apa yang Anda miliki. Dan apabila Anda tidak menganggap berharga apa yang Anda
miliki, Anda tidak dapat menikmati apa yang Anda miliki.
Hal yang sama juga berlaku dalam setiap hubungan. Dalam hal ini, bagi Anda pasangan
suami istri, apabila pasangan Anda menganggap Anda sebagai orang yang memang sudah
semestinya ada, maka dia tidak akan menganggap Anda sebagai orang yang berharga dan dia
akan mulai mencari orang lain. Contoh sederhana, misalkan saja Anda pergi ke dokter, dan dokter
mengatakan bahwa Anda akan kehilangan pendengaran, barangkali Anda akan segera menyadari
bahwa suara indah istri Anda tak akan pernah lagi terdengar. Itu baru pendengaran, bayangkanlah
jika tidak sekedar pendengaran yang hilang, misalnya, penglihatan atau bahkan pasangan Anda
pergi untuk selamanya.
Ada sebuah pesan Nabi agar kita senantiasa mengingat 5 hal sebelum datangnya 5 hal
yang lain, yakni sehat sebelum datangnya sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, waktu
lapang sebelum kesempitan tiba dan hidup sebelum mati. Pesan Nabi itu senantiasa mengingatkan
kita bahwa rasa bersyukur kita akan muncul ketika diingatkan bahwa apa yang kita anggap
sebagai sesuatu yang sudah semetinya kita miliki itu sesungguhnya belum tentu kita miliki
(selamanya). Anda tidak bisa menganggap sesuatu yang sudah Anda miliki saat ini sebagai hal
yang tidak mungkin terpisah dari Anda, karena setiap saat, semua yang Anda miliki itu dapat saja
hilang dan berpisah.
Anda pernah cemburu? Atau pasangan Anda cemburu? Jangan khawatir, karena itu justru
akan semakin mengeratkan hubungan Anda. Apabila Anda atau pasangan Anda sedikit
mengkhawatirkan hubungan Anda, ini artinya bahwa di dalamnya ada unsur keraguan, sehingga
kekhawatiran ini tidak akan menghilangkan keangkuhan dan tidak bersyukur. Untuk itu, Anda
perlu menciptakan unsur ketidakpastian agar Anda tidak kehilangan kasih sayang untuk lebih
mengeratkan hubungan.
Tanpa adanya unsur keraguan akan muncul perasaan bahwa “Anda akan selalu ada”.
Apabila perasaan seperti ini muncul, maka pasangan Anda tidak akan lagi menganggap bahwa
Anda orang yang luar biasa, sehingga hilanglah penghargaannya kepada Anda. Jika pasangan
Anda sudah menganggap bahwa Anda memang sudah semestinya ada, padamlah perasaan kasih
sayang. Tapi jangan takut, dalam waktu sedetik Anda dapat menghidupkan kembali perasaan
sayang dan hubungan akan (semakin) menjadi erat dengan cara memperkenalkan unsur keraguan.
Satu kesalahan yang sering kita lakukan dan sangat disayangkan, ketika kita merasa tidak
aman terhadap sebuah hubungan, kita justru lebih memperparahnya dengan menegaskan bahwa
Anda selamanya miliknya, sehingga hilanglah unsur keraguan yang menyadarkan bahwa Anda
tidak selalu mesti ada. Sepintas sih, setiap pasangan yang diberi kata-kata penegasan, bahwa
Anda miliknya selamanya, akan tersenyum. Padahal kalau mau direnungi lagi, hal itu jelas
merupakan kesalahan yang lumayan fatal. Inilah fakta tentang karakter manusia. Jadi, jika ingin
terus disayang dan dicinta, ingatkanlah selalu pasangan Anda agar senantiasa menganggap bahwa
setiap saat dia bisa saja berpisah dan kehilangan Anda. Berani mencoba? Hmmm …
Usia Pernikahan Boleh Uzur, Tapi Cinta Tak Boleh
Luntur

eramuslim - Ada persepsi keliru yang lazim difahami masyarakat kita. Seolah-olah suasana
romantis hanya dibutuhkan oleh pasangan suami-istri (pasutri) muda alias pengantin baru?
Padahal sesungguhnya, penganten lama pun butuh suasana romantisme itu. Agar suasana
hubungan pasutri tidak menjadi hambar ditelan usia pernikahan. Sebab saat perjalanan bahtera
rumah-tangga kita kian jauh, ia justru kian membutuhkan energi besar, agar bahtera itu tidak
kandas sebelum mencapai tujuannya. Energi besar itu adalah cinta yang harus tetap hidup di
antara pasutri.
Kita (baik sebagai suami maupun istri), seyogyanya tidak perlu sungkan-sungkan
mengungkapkan bahasa cinta kita pada pasangan kita, baik secara verbal maupun non-verbal.
Walaupun mungkin banyak yang menganggapnya sepele, tapi hal ini sangat penting untuk
menjaga suasana cinta tetap segar antara kita dengan pasangan kita.
Bahasa verbal adalah ungkapan lisan yang tulus tentang kondisi objektif perasaan kita.
Tarohlah kita senang dengan masakan istri yang memang kita rasakan lezat, maka ungkapkanlah
rasa puas itu. Misalnya, "Mi.., masakan umi betul-betul lezat deh. Umi ini memang istri abang
yang pinter!"
Jangan pelit untuk mengungkapkan bahasa cinta walaupun hanya sekadar pujian, atau
ungkapan senang. "Wah abang ganteng deh kalau pakai baju ini. Kelihatan kayak anak muda aja!
Siapa yang nyangka di luar, kalau abang sudah punya anak lima?"
Atau ungkapan rasa puas, ketika istri berpenampilan agak istimewa. Katakanlah
misalnya, ketika kita pulang bekerja istri menyambut kita dengan penampilan "fresh" dan wangi.
Kalau kita puas dengan penampilannya, kita harus membiasakan memujinya secara verbal. Tak
perlu sungkan untuk mengatakan; "Duh umi malam ini kelihatan cantik sekali deh! Cinta abi jadi
kian bertambah nih, kalau umi berpenampilan segar terus...!"
Begitupun panggilan-panggilan manja kepada masing-masing pasangan, jangan dianggap
hanya milik pengantin muda. Kita, pengantin yang telah senior pun perlu suasana mesra itu.
Sebagaimana Rasulullah SAW selalu memanggil panggilan-panggilan manja kepada istrinya.
Rasulullah saw biasa memanggil Aisyah dengan beberapa nama panggilan yang
disukainya, seperti 'Aisy, dan Humaira (pipi merah delima). (Al Hadits)
Ungkapan seperti di atas pasti tidak sulit dan bahkan tak perlu biaya. Tapi tahukah kita,
hal yang sering dianggap sepele itu, dampaknya sangat besar dalam menguatkan rasa cinta antara
kita dengan pasangan kita?
Sedangkan bahasa non-verbal adalah dengan perlakuan romantis kepada masing-masing
pasangan. Suami maupun istri harus memberikan atensinya terhadap hal yang satu ini. Sikap dan
perlakuan romantis akan menguatkan hubungan dan cinta antara kita dengan pasangan kita.
Dari Atha' bin Yasar: "Sesungguhnya Rasulullah saw dan 'Aisyah ra biasa mandi
bersama dalam satu bejana. Ketika beliau sedang berada dalam satu selimut dengan 'Aisyah,
tiba-tiba 'Aisyah bangkit. Beliau kemudian bertanya, 'Mengapa engkau bangkit?' Jawabnya,
'Karena saya sedang haid wahai Rasulullah.' Sabdanya, 'Kalau begitu, pergilah, lalu berkainlah
dan dekatlah kembali kepadaku.' Aku pun masuk, lalu berselimut bersama beliau." (HR Sa'id bin
Manshur)
Dalam riwayat lainnya, bahkan Rasulullah SAW biasa mandi bersama dengan istri
beliau, 'Aisyah r.a. Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Aku biasa mandi bersama dengan Nabi saw
dengan satu bejana. Kami biasa bersama-sama memasukkan tangan kami (ke dalam bejana)."
(HR 'Abdurrazaq dan Ibnu Abu Syaibah)
Boleh jadi sampai saat ini kita masih saja berasumsi, kata-kata atau sikap mesra hanya
pantas untuk pasangan pengantin baru. Bagi kita yang telah menjalani sepuluh atau belasan tahun
berumahtangga, suasana romantis itu tak diperlukan lagi.
Asumsi itu jelas keliru. Sikap romantis sangat diperlukan untuk memelihara
kelanggengan hubungan suami-istri. Hubungan pasutri yang harmonis, tentu akan berdampak
pada lahirnya cinta dan kasih sayang antar sesama anggota keluarga seluruhnya. Selain itu
keharmonisan rumah tangga juga akan memberi perlindungan pada seorang suami/istri dari
perbuatan zina.
Camkanlah, bahwa seorang istri yang telah memuaskan kebutuhan seksual suaminya,
sesungguhnya dia telah melakukan ibadah mulia. Karena ia telah menjaga kehormatan suaminya,
membuat si suami menundukkan pandangannya, membuatnya menjadi konsisten dengan
agamanya.
Cobalah bayangkan, seandainya seorang suami menyeleweng dan tergoda oleh lirikan
wanita lain, lantaran istri menolak ajakannya. Maka secara tidak langsung si istri telah ikut
menjerumuskan suaminya ke dalam perbuatan zina. Na'udzubillah min dzalik.
Maka, bercintalah wahai suami-istri sholeh dan sholehah dengan mesra. Karena
kemesraan itu akan membuat cinta kita akan semakin "hot" walaupun usia pernikahan kita
semakin uzur. Cobalah!
Bermesraan Ala Rasulullah

eramuslim - Bermesraan, itulah yang membuat hubungan suami-istri terasa indah dan nikmat.
Caranya? Coba perhatikan uraian berikut ini.
Dalam berkomunikasi, ada dua jenis lambang yang bisa dipergunakan, yaitu lambang
verbal dan lambang non verbal. Menurut penelitian Profesor Birdwhistell, maka nilai efektifitas
lambang verbal dibanding non verbal adalah 35:65. Jadi, justru lambang non verbal yang lebih
efektif dalam menyampaikan pesan.
Bermesraan, adalah upaya suami istri untuk menunjukkan saling kasih sayang dalam
bentuk verbal. Sentuhan tangan dan gerak tubuh lainnya, adalah termasuk lambang non verbal
ketika suami berkomunikasi dengan istrinya. Komunikasi verbal semata belumlah efektif jika
belum disertai oleh komunikasi non verbal, dalam bentruk kemesraan tersebut.
Rasulullah saw pun merasakan pentingnya bermesraan dengan istri, sehingga beliau pun
mempraktekkannya untuk menghias hari-hari dalam keluarganya, yang tecermin seperti dalam
hadis-hadis berikut:
1. Tidur dalam satu selimut bersama istri
Dari Atha' bin Yasar: "Sesungguhnya Rasulullah saw dan 'Aisyah ra biasa mandi bersama
dalam satu bejana. Ketika beliau sedang berada dalam satu selimut dengan 'Aisyah, tiba-
tiba 'Aisyah bangkit. Beliau kemudian bertanya, 'Mengapa engkau bangkit?' Jawabnya,
'Karena saya haidh, wahai Rasulullah.' Sabdanya, 'Kalau begitu, pergilah, lalu berkainlah
dan dekatlah kembali kepadaku.' Aku pun masuk, lalu berselimut bersama beliau." (HR
Sa'id bin Manshur)
2. Memberi wangi-wangian pada auratnya
'Aisyah berkata, "Sesungguhnya Nabi saw apabila meminyaki badannya, beliau memulai
dari auratnya dan mengolesinya dengan nurah (sejenis bubuk pewangi), dan istrinya
meminyaki bagian lain seluruh tubuhnya. (HR Ibnu Majah)
3. Mandi bersama istri
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Aku biasa mandi bersama dengan Nabi saw dengan satu
bejana. Kami biasa bersama-sama memasukkan tangan kami (ke dalam bejana)." (HR
'Abdurrazaq dan Ibnu Abu Syaibah)
4. Disisir istri
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Saya biasa menyisir rambut Rasulullah saw, saat itu saya
sedang haidh".(HR Ahmad)
5. Meminta istri meminyaki badannya
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Saya meminyaki badan Rasulullah saw pada hari raya 'Idul
Adh-ha setelah beliau melakukan jumrah 'aqabah." (HR Ibnu Asakir)
6. Minum bergantian pada tempat yang sama
Dari 'Aisyah ra, dia berkata, "Saya biasa minum dari muk yang sama ketika haidh, lalu
Nabi mengambil muk tersebut dan meletakkan mulutnya di tempat saya meletakkan
mulut saya, lalu beliau minum, kemudian saya mengambil muk, lalu saya menghirup
isinya, kemudian beliau mengambilnya dari saya, lalu beliau meletakkan mulutnya pada
tempat saya meletakkan mulut saya, lalu beliau pun menghirupnya." (HR 'Abdurrazaq
dan Sa'id bin Manshur)
7. Membelai istri
"Adalah Rasulullah saw tidaklah setiap hari melainkan beliau mesti mengelilingi kami
semua (istrinya) seorang demi seorang. Beliau menghampiri dan membelai kami dengan
tidak mencampuri hingga beliau singgah ke tempat istri yang beliau giliri waktunya, lalu
beliau bermalam di tempatnya." (HR Ahmad)
8. Mencium istri
Dari 'Aisyah ra, bahwa Nabi saw biasa mencium istrinya setelah wudhu', kemudian
beliau shalat dan tidak mengulangi wudhu'nya."(HR 'Abdurrazaq)
Dari Hafshah, putri 'Umar ra, "Sesungguhnya Rasulullah saw biasa mencium istrinya
sekalipun sedang puasa." (HR Ahmad)
9. Tiduran di Pangkuan Istri
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Nabi saw biasa meletakkan kepalanya di pangkuanku
walaupun aku sedang haidh, kemudian beliau membaca al-Qur'an." (HR 'Abdurrazaq)
10. Memanggil dengan kata-kata mesra
Rasulullah saw biasa memanggil Aisyah dengan beberapa nama panggilan yang
disukainya, seperti 'Aisy, dan Humaira (pipi merah delima).
11. Mendinginkan kemarahan istri dengan mesra
Nabi saw biasa memijit hidung 'Aisyah jika ia marah dan beliau berkata, Wahai 'Uwaisy,
bacalah do'a: 'Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah
kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan." (HR. Ibnu
Sunni)
12. Membersihkan tetesan darah haidh istri
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Aku pernah tidur bersama Rasulullah saw di atas satu tikar
ketika aku sedang haidh. Bila darahku menetes ke tikar itu, beliau mencucinya di bagian
yang terkena tetesan darah dan beliau tidak berpindah dari tempat itu, kemudian beliau
shalat di tempat itu pula, lalu beliau berbaring kembali di sisiku. Bila darahku menetes
lagi ke tikar itu, beliau mencuci di bagian yang terkena darah itu saja dan tidak berpindah
dari tempat itu, kemudia beliau pun shalat di atas tikar itu." (HR Nasa'i)
13. Bermesraan walau istri haidh
Dari 'Aisyah ra, ia berkata, "Saya biasa mandi bersama Rasulullah saw dengan satu
bejana, padahal kami sama-sama dalam keadaan junub. Aku biasa menyisir rambut
Rasulullah ketika beliau menjalani i'tikaf di masjid dan saya sedang haidh. Beliau biasa
menyuruh saya menggunakan kain ketika saya sedang haidh, lalu beliau bermesraan
dengan saya." (HR 'Abdurrazaq dan Ibnu Abi Syaibah)
14. Memberikan hadiah
Dari Ummu Kaltsum binti Abu Salamah, ia berkata,
"Ketika Nabi saw menikah dengan Ummu Salamah, beliau bersabda kepadanya,
Sesungguhnya aku pernah hendak memberi hadiah kepada Raja Najasyi sebuah pakaian
berenda dan beberapa botol minyak kasturi, namun aku mengetahui ternyata Raja Najasyi
telah meninggal dunia dan aku mengira hadiah itu akan dikembalikan. Jika hadiah itu
memang dikembalikan kepadaku, aku akan memberikannya kepadamu."
Ia (Ummu Kultsum) berkata, "Ternyata keadaan Raja Najasyi seperti yang disabdakan
Rasulullah saw, dan hadiah tersebut dikembalikan kepada beliau, lalu beliau memberikan
kepada masing-masing istrinya satu botol minyak kasturi, sedang sisa minyak kasturi dan
pakaian tersebut beliau berikan kepada Ummu Salamah." (HR Ahmad)
15. Segera menemui istri jika tergoda.
Dari Jabir, sesungguhnya Nabi saw pernah melihat wanita, lalu beliau masuk ke tempat
Zainab, lalu beliau tumpahkan keinginan beliau kepadanya, lalu keluar dan bersabda,
"Wanita, kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa setan. Bila seseorang di antara
kamu melihat seorang wanita yang menarik, hendaklah ia datangi istrinya, karena pada
diri istrinya ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu." (HR Tirmidzi)
Begitu indahnya kemesraan Rasulullah saw kepada para istrinya, memberikan gambaran
betapa Islam sangat mementingkan komunikasi non verbal ini, karena bahasa tubuh ini akan lebih
efektif menyatakan cinta dan kasih sayang antara suami istri. Nah, silakan mencoba. ?
Rumahku Surgaku ...

eramuslim - Baiti Jannati, begitu Rasulullah mengilustrasikan kehidupan rumah tangga beliau
yang penuh dengan keharmonisan, kebahagiaan, ketenangan, sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Rumah tangga yang dibangun bukan atas pondasi syahwat terhadap kecantikan, harta, pangkat,
jabatan serta pesona dunia lainnya. Tapi sebuah keluarga yang dibangun karena ketaatan kepada
Allah. Sampai akhir zaman keluarga beliau merupakan rujukan utama bagi mereka yang
mendambakan syurga dunia.
Syurga dunia itu hanya dapat diwujudkan oleh pasangan laki-laki sholeh dan wanita
sholehah, yang memahami betul kewajiban masing-masing untuk saling berbagi, mengokohkan
kelebihan, dan menutupi segala kekurangan masing-masing. Keikhlasan kita menerima pasangan
apa adanya, baik itu fisik, intelektual, ekonomi, keturunan, dan sebagainya, karena kita bukanlah
Muhammad yang sempurna, Yusuf yang tampan, Umar bin Khatab yang gagah perkasa, Mush’ab
Bin Umair yang serba kecukupan, Salman Al-farisi yang ahli strategi, Abdurahman Bin ‘Auf
yang ahli ibadah.
Jangan juga bermimpi dan meninggikan diri, karena kita bukanlah Khadijah yang kaya
raya, Aisyah yang cendikiawan, Fatimah yang tabah dan putri seorang pemimpin besar, Ratu
Balqis yang cantik jelita, Asma binti Yazid yang kritis dan cerdas, Hafshah binti Umar yang ahli
ibadah. Kita hanyalah manusia biasa, yang berusaha memadukan dua unsur menjadi sebuah
kekuatan, yang dengannya kita mengharapkan keridhoan dari Allah, mengikuti sunnah
Rasulullah, sumber investasi abadi, serta meneguhkan langkah.
Pasangan kita adalah pakaian kita. Siapapun tidak ingin pakaiannya kumuh dan lusuh, ia
pasti ingin pakaiannya nyaman, tidak kebesaran, tidak pula kekecilan. Kehati-hatian saat memilih
dan membelinya merupakan indikator mendapatkan pakaian yang baik. Rasulullah SAW sangat
menganjurkan kepada para pemuda agar lebih memprioritaskan memilih zatuddin (wanita
shalihah) untuk dijadikan pendamping hidupnya. Beliau mengatakan “Wanita dinikahi karena
empat perkara: “Karena hartanya, kecantikannya, nasabnya dan agamanya. Maka pilihlah yang
beragama (shalehah) niscaya engkau akan bahagia”. (HR. Muttafaqun Alaih)
Begitupun kepada wanita, hendaklah ia memilih laki-laki yang baik pemahaman
agamanya, yang hatinya tertaut pada rumah Allah, yang dalam pikirannya terpeta semangat
memajukan Islam, mempunyai visi dan misi yang jelas dalam membangun keluarga, memiliki
wibawa dihadapan istri dan anak-anaknya, memiliki tanggung jawab memberi nafkah, tidak saja
batin, tapi juga lahir, termasuk di dalamnya mengajarkan ilmu.
Ketika rumah tangga itu telah berlayar, tetapi dalam perjalanannya kita menemukan badai
besar yang menghantam, segeralah introspeksi diri atas proses membangun kapal besar rumah
tangga kita. Rumah tangga manapun termasuk rumah tangga Rasulullah pernah memiliki
masalah. Cuma bedanya, masalah dalam rumah tangga Rasulullah merupakan keindahan yang
memberkati.
Mungkin proses terbentuknya rumah tangga kita dulunya diselimuti debu dan syahwat
dunia, yang menyebabkan ridho dan barakah dari Allah sirna. Sehingga setiap perbedaan sedikit
saja dan masalah kecil menjadi prahara. Istri tidak ikhlas melayani suami, suamipun coba-coba
berpaling, tidak ada keterbukaan, tidak ada kejujuran, tidak saling menghargai, tidak saling
menyayangi, cinta kasih yang hanya dirajut beberapa bulan berubah jadi dendam dan angkara
murka. Inilah yang dinamakan neraka dunia.
Astaghfirullah, segeralah mohon ampun kepada Allah atas sisi-sisi hati yang berpaling
dari petunjuk-Nya. Kekhilafan tidak melibatkan Allah dalam membuat keputusan panjang akan
menyengsarakan tidak saja di dunia, tapi juga kelak diakhirat, satu sama lain akan menjadi
musuh. Sebesar apapun kekhilafan kita, lautan ampun dan Maghfirah Allah seluas langit dan
bumi. Segeralah menghadap pada-Nya, memohon agar kita diberikan seseorang yang dapat
menentramkan hati, menjaga kehormatan diri, meneguhkan langkah, saling mengingatkan dalam
ibadah. Karena tidak ada satu pun yang kita lakukan di dunia ini melainkan hanya untuk ibadah
kepada Allah.
Mudah-mudahan Allah memperkenankan kita mendapatkan suami yang sholeh, yang
menggauli istrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang, yang mengajarkan istrinya ilmu dunia
dan agama. Seorang suami yang memiliki takut dan harap hanya kepada Allah, khusyuk dalam
ibadah, giat mencari nafkah, bertanggung jawab terhadap keselamatan istri dan anak-anaknya
baik di dunia maupun di akhirat.
Mudah-mudahan kita diberikan seorang istri yang taat beribadah, halus dan lembut,
terhormat dengan hijab yang menjaga dirinya, yang dalam dirinya berkumpul kebaikan, terdidik
dengan tarbiyah islamiyah, ridho melayani suaminya kapanpun, mendidik anak-anaknya secara
islami, yang menjadikan keluarga sebagai jembatan menggapai ridho Allah.
Rumahku Syurgaku merupakan keinginan setiap insan. Untuk mendapatkannya,
jadikanlah keluarga Rasulullah sebagai rujukan utama. Keluarga tersebut telah membuktikan
kepada dunia hingga akhir zaman, bahwa tidak ada kebahagiaan dan ketentraman yang melebihi
keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, yang terdiri dari laki-laki yang sholeh dan wanita yang
sholehah, yang menjadikan Islam sebagai sumber kekuatannya.
Tell Her Now That You Love Her

eramuslim - Tit.. tiit “ I luv u”


Setiap pagi aku menerima SMS bernada seperti itu. Atau terkadang berupa gambar yang
melambangkan cinta. Bukan siapa-siapa, karena wanita yang rajin tak pernah absen mengirimiku
ungkapan cinta itu tak lain adalah istriku sendiri. Kemarin kuberitahu dia bahwa tindakannya itu
memalukan, untuk sebuah keluarga yang sudah memiliki dua anak, tidak usahlah ?cinta-cinta-an?
seperti halnya orang pacaran atau pengantin baru. Tapi ia tidak menggubrisnya, bahkan ia
semakin sering dengan menambah rutinitas itu pada setiap sorenya.
Enam setengah bulan lalu, malah dia melakukan satu seremoni yang bagiku hanyalah
buang-buang uang saja dan tak selayaknya ia melakukan itu. Malam itu sesampainya aku di
rumah, kudapati rumahku hanya diterangi oleh lampu yang remang-remang. Rupanya istriku
mengganti lampu ruangan makan kami, agar terkesan lebih romantis, katanya. Sementara dua
anakku sudah terlelap menikmati mimpinya, kulihat beberapa batang lilin menyala diatas meja
makan yang diatasnya sudah tersedia hidangan penuh selera yang menjadi kesukaanku. Dengan
gaun malamnya, ia terlihat begitu cantik. Aku baru ingat, hari itu adalah ulang tahun ketiga
pernikahan kami.
Bahkan satu bulan sebelumnya, ia mengajakku keluar bersama anak-anak. Kami makan
di sebuah restoran yang cukup bagus. Ia yang membayar semuanya, katanya. Pikirku, dari mana
ia mendapatkan uang, toh ia tak bekerja. Akhirnya kuketahui itu uang yang ia sisihkan dari jatah
bulanan yang kuberikan. Hanya saja bagiku, sekedar merayakan ulang tahunku tidak perlu repot-
repot dan mahal seperti ini. Cukup dengan membeli makanan di pasar dan dimakan bersama-
sama, selesai, yang penting kita bersyukur kepada-Nya bahwa kita masih diberikan kekuatan dan
kesabaran dalam mengemban amanah-Nya sampai usia kita bertambah hari itu. Yang kuheran,
malam sebelumnya tepat pukul 00.01 WIB ketika detik pertama pada tanggal kelahiranku, sebuah
kecupan hangat mendarat di keningku. Kubuka perlahan mataku dan kudapatkan senyumannya
yang manis. Malam itu ia menghadiahiku sebuah jam tangan yang didalam bungkus kadonya
terdapat sebuah kartu ucapan bertuliskan: ?Take My Heart In Your Arm?.
O ya, sekedar memberitahu, handphone yang kupakai sekarang ini adalah handphone
hadiah darinya pada saat ulangtahun pernikahanku enam setengah bulan yang lalu itu. Aku
sempat menolaknya, karena handphone-ku sebelumnya juga masih bagus. Dengan sedikit senyum
ia menghulurkan sebungkus kado cantik itu. Didalamnya, kutemukan kembali sebuah kartu
bertuliskan sebuah pesan (harap) singkat: “Keep In Touch, Please “?. Lucunya, aku lupa
bertanya, bagaimana cara ia mendapatkan barang semahal itu. Ah mungkin karena aku sedang
terkagum-kagum saja kepada istriku itu, yang membuat aku lupa.
SMS terakhir yang aku terima pagi ini, masih sama isinya. Namun entah kenapa hari ini
aku menitikkan air mata. Kuperhatikan kembali rangkaian kata-kata dalam pesan itu, padahal
setiap hari aku membacanya. I-L-U-V-U ? kuperhatikan satu persatu huruf yang terangkai singkat
itu, namun titik air dari mataku semakin bertambah. Aku jadi teringat dengan handphone hadiah
darinya, teringat dengan makan malam istimewa nan romantis saat ulang tahun pernikahanku
enam setengah bulan yang lalu, jam tangan hadiah darinya saat ulangtahunku, semua perhatian,
cinta dan kasih sayangnya kepadaku.
Tiba-tiba mataku menatap lingkaran merah di satu tanggal pada kalender mejaku. Disitu
tertulis, “Ultah istriku”. Ya Allah ? aku hampir saja melupakannya kalau besok adalah hari ulang
tahunnya.
Sementara hari sudah sore, aku bingung harus menyiapkan hadiah apa untuknya, padahal
uangku sudah habis, tak mungkinlah jika aku meminta kepadanya untuk membeli hadiah
untuknya, jelas nggak surprise. Akhirnya, aku nekat menelepon beberapa teman dan karibku, atau
siapapun yang bisa kupinjam uangnya. Aku ingin memberinya sesuatu. Namun, apa daya, tak
satupun dari mereka bisa meminjamkannya karena memang selain mendadak, bukan tanggal yang
tepat bagi siapapun untuk meminjam uang di tanggal tua.
Aku lemas, hari sudah terlalu malam bagiku untuk mengetuk pintu orang kesekian untuk
kupinjami uangnya. Lagipula toko-toko mulai tutup, kalaupun aku mendapatkan uangnya, sudah
terlambat untuk membeli sesuatu. Langkahku gontai, aku malu jika pulang tak membawa apa-
apa. Aku menyesal, rupanya kesibukan dan sifat egoisku yang selama ini menutupi semua
perhatian dan cinta yang diberikannya, hingga tak sekalipun aku membalasnya. Sambil berjalan,
lalu terbetik sebuah ide kecil dibenakku ?
Aku pulang, kudapati rumahku sudah sepi, istri dan kedua anakku sudah terlelap. Aku tak
ingin membangunkan mereka. Belum juga mataku merapat karena masih membayangkan betapa
menyesalnya aku yang telah mengabaikan perhatian dan kasih sayangnya selama ini, bahkan tak
sepatah kata “terima kasih” pun aku ucapkan untuk semua cintanya itu. Satu jam kemudian,
istriku terbangun untuk menunaikan sholat malamnya. Biasanya ia membangunkan aku (atau
sebaliknya jika aku bangun terlebih dulu) untuk sholat bersama. Namun ia tak segera, karena
kuyakin matanya langsung menatap setangkai bunga mawar merah yang kuletakkan disamping
bantal tidurnya. Sementara aku masih berpura-pura terlelap, namun mataku sesekali menangkap
senyuman di bibirnya ketika ia membaca kertas kecil yang kuikatkan ditangkai bunga itu,
“Maafkan abang dik, yang telah melupakan perhatian dan cinta adik. Bunga ini memang tidak
akan mampu membalas semua yang telah adik berikan “ with luv “?
***
Saudaraku, berapapun usia pernikahan anda, tetaplah perbaharui cinta berdua dengan
senantiasa memberikan perhatian dan kasih sayang. Sehingga kelak, cita-cita berdua sampai di
surga-Nya bukanlah sekedar impian. Dengan cinta dan perhatian yang tulus kepada pasangan
anda, segala cobaan, ujian seberat apapun akan mampu diatasi bersama, selamanya, tanpa harus
berakhir dengan tangis dan penyesalan. Sehingga juga dengan itu, waktu yang anda punya tak
habis terpakai untuk menyelesaikan semua persoalan, dan anda bisa lebih memfokuskan harap
dan do?a semoga Allah tersenyum juga mencurahkan cinta-Nya karena kasih dan sayang setiap
hamba kepada pasangannya.
Jadilah Keluarga Pemurah

eramuslim - Jika anda hidup berkecukupan, dalam arti kebutuhan sandang-pangan-papan dan
pendidikan telah tercukupi, bersyukurlah. Berarti Allah 'Azza wa Jalla memberikan keluasan
rezeqi pada anda. Namun satu hal yang tak boleh anda lupakan ialah, ada hak orang lain di dalam
harta anda tersebut yang wajib anda keluarkan. Allah SWT memerintahkan anda mesyukuri
nikmatnya dengan cara anda menumbuh-suburkan budaya sodaqoh di dalam lingkungan keluarga
anda. Dengan kata lain, anda, isteri/suami, anak-anak, ibu/ayah, nenek, teteh, khodimat anda, dan
lain-lain, sepatutnya menjadi orang yang murah hati.
Sesungguhnya perintah berinfaq/bersodaqoh menempati posisi vital ditinjau dari sudut
keimanan maupun kemasyarakatan. Sehingga Al Qur'an mencap orang-orang yang yang sholat
sekalipun, sebagai kaum pendusta agama yang diancam masuk neraka wail, jika saja mereka lalai
dalam memberi makan para kaum fakir-miskin (kaum tidak berpunya) (Q.S. Al Maa'uun)
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, bahwa seorang shohabiyah bersama anak
perempuannya datang kepada Rasulullah SAW. Anak shohabiyah tersebut memakai dua buah
gelang emas yang cukup besar. Kepada perempuan itu Rasulullah bertanya; "Apakah gelang itu
sudah kamu zakati?" Jawab si shohabiyah; "Belum." Rasulullah SAW lalu memerintahkan wanita
tadi mengeluarkan zakat gelang anak perempuannya. Namun oleh shohabiyah tadi, kedua gelang
emas anaknya diserahkan seluruhnya untuk Allah dan RasulNya (baitul maal).
Tidak diceritakan, bagaimana reaksi si anak ketika gelangnya dilucuti lalu diserahkan
kepada Nabi. Tapi yang jelas, shohabiyah dengan anak perempuannya itu tanpa banyak bicara,
memberikan gelang emas mereka kepada Rasulullah SAW. Kesadaran berzakat yang kompak
sungguh telah diperlihatkan oleh ibu dan anak tersebut di atas.
Namun, bagaimana mengajarkan anak-anak kita menjadi murah hati? Ini memang
masalah yang sulit-sulit gampang. Sebab umumnya, jarang sekali ada anak-anak yang mau
membagi miliknya pada orang lain. Entah makanan atau mainan. Karena anak-anak (usia TK
sampai kelas satu) umumnya memiliki kecenderungan egois. Ia akan mempertahankan apa yang
telah berada di tangannya, dan jarang sekali mau membaginya pada pihak lain. Namun
sesungguhnya untuk merubah dia menjadi pemurah, bukan sesuatu yang mustahil.
Melatih anak untuk jadi "murah hati", prosesnya tentu tidak bisa berlangsung cepat.
Misalnya dengan cara paksa atau dengan memberikan doktrin-doktrin agama. Para psikolog anak
sendiri mengakui, bahwa anak usia tersebut, umumnya memiliki rasa keakuan yang tinggi. Ia
tidak mau diganggu bila asyik bermain. Tidak mau ditegur bila melakukan kekeliruan. Apalagi
bila diminta mainan atau makanan kesukaan yang sedang berada dalam genggamannya.
Pendek kata, ketika anak-anak kita dalam usia tersebut di atas, sedang melakukan
aktivitas yang kadang membuat kita risih melihatnya, sebaiknya kita tidak menginterupsinya
secara drastis. Cara-cara mencegah perbuatan anak-anak dari hal-hal yang beresiko sekalipun,
akan lebih bijak bila dilakukan para orang tua dengan cara-cara persuasif.
Dalam konteks inilah, melatih anak untuk menjadi gemar membagi, sebaiknya dilakukan
dengan cara persuasif dan keteladanan. Ibu atau ayah, bisa melakukan dengan berbagai kiat. Bisa
dengan menceritakan kisah-kisah keutamaan anak-anak yang pemurah. Atau sebaliknya,
menceritakan hal-hal yang tidak menguntungkan bagi anak-anak yang kikir. Namun dakwah bil
hal (mencontohkan anak) dengan memperlihatkan perbuatan sodaqoh/infaq yang kita lakukan
secara rutin adalah jauh lebih penting. Karena dengan memberi keteladanan berinfaq, insya Allah
perubahan perilaku anak bisa berlangsung lebih efektif.
Lebih lengkapnya, berikut ini beberapa kiat praktis yang mungkin bisa kita lakukan untuk
melatih anak gemar bersodaqoh.
1. Menceritakan kepada anak, kisah-kisah keteladanan orang-orang yang pemurah. Jika
mereka telah lancar membaca, akan lebih baik bila orangtua menyediakan beberapa buku
cerita anak tentang keutamaan sodaqoh/infaq.
2. Membuatkan mereka tabungan khusus untuk "Solidaritas Bagi Kaum Muslimin Yang
Tertindas" di mana pun, atau kaum Muslimin yang sedang terkena bencana alam.
3. Memperlihatkan kepada mereka perbuatan sodaqoh/infaq yang kita lakukan.
4. Rutin mengajak mereka ke masjid, kemudian mengajarkan mereka untuk memasukkan
infaq ke kotak-kotak amal. Atau mengajarkan mereka memberikan sodaqoh kepada para
peminta-minta.
5. Mengajak mereka pada waktu-waktu tertentu, ke kawasan pemukiman orang-orang yang
kurang beruntung nasibnya. Lalu ajarkan anak-anak kita berinteraksi dengan anak-anak
di sekitarnya. Setelah itu, ada baiknya kita memberikan santunan semampu kita kepada
penduduk/anak-anak setempat, di mana anak kita yang akan memberikannya langsung.
Jika kita ingin membuat seluruh anggota keluarga kita menjadi orang-orang yang gemar
berinfaq, mudah-mudahan kiat di atas bisa membantu. Memang pada kenyataannya harus diakui,
bahwa wacana tentang infaq/sodaqoh kurang direspect oleh masyarakat kita. Walaupun
sesungguhnya ia merupakan sokoguru sangat vital bagi pembangunan masyarakat Islam. Kita
mungkin baru bisa sebatas angan-angan, andaikata setiap keluarga Muslim memiliki kesadaran
berinfaq/berzakat yang kuat, pasti sejak dulu-dulu kita sudah bisa mengenyahkan IMF dari bumi
Indonesia.
Karena itu, ajarkanlah seluruh anggota keluarga kita menjadi orang-orang pemurah!
Jangan Jadi Orangtua Nakal

eramuslim - Kalau anak-anak nakal, agresif, sulit diatur, pasti kita akan katakan "dasar anak-
anak, nakal banget sih!" Jarang kita persalahkan orangtua, bahwa mereka jangan-jangan juga
nakal dalam mendidik anak-anak mereka. Sungguh, menjadi orangtua galak dan strength akan
jauh lebih mudah ketimbang menjadi orangtua yang tidak nakal alias sabar.
Kita sudah sering mendengar anak-anak takut lantaran orangtua mereka galak. Tapi
jarang kita mendengar anak-anak menjadi penurut karena kesabaran orangtuanya dalam mendidik
anak-anak. Dapatkah kita berlaku sabar dalam mendidik anak?
Siapapun orangtua, pasti terobsesi agar anak-anak mereka tumbuh menjadi sehat, cerdas,
penurut, dan berbakti kepada Allah 'Azza wa Jalla serta kepada kedua orangtuanya. Namun
masalahnya, mewujudkan obsesi itu bukan perihal gampang. Mungkin kita maunya cepat-cepat
bisa mewujudkan harapan itu. Jika kenyataan bertentangan dengan harapan, tak sedikit para orang
tua kesal, dan cenderung main kasar terhadap anak. Padahal sabar merupakan kata kunci untuk
sukses mendidik anak. Walaupun hal itu sesungguhnya sulit untuk dipraktekkan.
Simaklah hadits Rasulullah SAW di bawah ini;
"Allah merahmati seseorang yang membantu anaknya berbakti kepada-Nya." Beberapa
orang di sekeliling Nabi bertanya; "Bagaimana caranya ya, Rasulullah?" Beliau menjawab;
"Dia menerima yang sedikit darinya, memaafkan yang menyulitkannya, tidak membebaninya, dan
tidak pula memakinya."
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Imam Thabrani, Rasulullah SAW bersabda,
"Bantulah anak-anakmu untuk berbakti. Siapa yang menghendaki, dia dapat melahirkan
kedurhakaan melalui anaknya."
Siapa yang menghendaki, kata Rasulullah SAW, dia dapat melahirkan kedurhakaan
melalui anaknya. Semoga tak satu pun dari kita yang menghendaki anak-anak kita menjadi
pendurhaka. Namun apa yang telah kita perbuat untuk mengantarkan anak-anak kita menjadi
penurut dan berbakti?
Untuk melatih sabar ada baiknya kita simak keterangan berikut.
1. Menerima yang sedikit.
Setiap anak yang lahir, masing-masing membawa talenta sendiri-sendiri. Ada
yang menonjol kepandaiannya, tapi mungkin agak kasar perangainya. Atau sebaliknya,
seorang anak lemah intelektualnya, tapi lembut perangainya. Terimalah kehadiran anak-
anak kita dengan tulus dengan segala kekurangan dan sedikit kelebihannya.
Karena itu sebaiknya para orangtua tidak main "hantam kromo" dalam mendidik
anak-anak. Janganlah sekali-kali kita mengeluarkan kata-kata kasar, misalnya ketika sulit
mengajarkan anak berhitung; "Uuh dasar bodoh, masak 5 tambah 5 saja tidak tau?"
Jelas perlakuan kasar itu tak akan membantu memperbaiki tingkat kecerdasan
maupun perangai anak. Perlakukanlah mereka dengan bijak berdasarkan kelebihan dan
kekurangannya.
2. Memaafkan yang menyulitkan.
Seorang anak yang kesulitan dalam satu mata pelajaran misalnya, jangan
dianggap ia anak bodoh. Atau bahkan jika seorang sulit menangkap sekian mata
pelajaran, jangan dulu divonis dia sebagai anak bodoh. Mungkin ia perlu waktu proses
adaptasi yang agak lama dibanding dengan teman-temannya yang lain.
Karena itu, orangtua tak sepatutnya mencela dan mengejeknya sebagai anak
bodoh. Bukankah Albert Einstein penemu teori relativitas (pengurai kekuatan atom)
pernah di-DO dari bangku kuliah? Begitu pun ilmuwan cemerlang penemu listrik,
Thomas Alfa Edison, pernah dianggap anak bodoh karena mengerami telur angsa.
Namun kedua tokoh di atas terbukti sebagai ilmuwan-ilmuwan kaliber dunia.
Tindakan emosi, apalagi sampai ringan tangan memukul anak, tidak akan
memecahkan persoalan kesulitan yang dihadapi anak. Bantulah kesulitan anak dengan
cara kita bersabar dalam memperlakukannya. Memaafkan yang menyulitkan sambil kita
tidak berputus asa terhadap rahmat Allah, insya-Allah justru menjadikan anak
berkembang dengan baik dan mampu mengatasi sendiri kesulitan-kesulitannya.
3. Tidak membebani
Ketika Rasulullah SAW mengajak sahabatnya untuk melaksanakan apa yang
beliau perintahkan, Nabi mengatakan, "Jika aku larang kamu melakukan sesuatu maka
jauhilah, dan jika aku perintahkan kamu untuk melakukan sesuatu, maka lakukanlah
semampu kamu." (muttafak 'alaih, diriwayatkan Imam Bukhori & Imam Muslim)
Orangtua yang menginginkan anak berbakti kepada orangtua dan Tuhannya, hendaknya
tidak membebani anak dengan tugas-tugas yang di luar kemampuannya. Ketidakmampuan itu
bisa disebabkan karena anak belum siap melakukan tugas-tugas yang diberikan. Atau lantaran
usia maupun kemampuan fisik anak belum memungkinkan untuk melakukan tugas-tugas yang
diperintahkan orangtua.
Yang perlu digarisbawahi, bahwa tugas yang baik akan bisa berakibat baik sebagaimana
dikehendaki, jika dilaksanakan pada saat yang tepat, dengan cara yang tepat, takaran yang tepat,
dan membawa kemaslahatan bagi anak di masa-masa berikutnya. Inilah antara lain pengertian
dari istilah hikmah.
Ingat, bahwa penggunaan kata "harus" yang terlalu sering, bukan malah mampu
memotivasi, tapi justru akan melemahkan semangat anak. Sebab perintah dengan seringnya
menggunakan kata "harus" cenderung mematikan kreatifitas anak. "Kamu harus gunakan ini ya,
tidak boleh pakai yang lain untuk mengerjakan tugas itu!"
(Selalu) Hangatkan Cinta Anda

eramuslim - Mahligai cinta yang membingkai rumah tangga sepasang suami istri tak selamanya
mampu dipertahankan keindahannya. Ia bukan sesuatu yang tak lekang dimakan waktu dan juga
tak pudar terkikis dinamika kehidupan. Namun bukan tak mungkin keindahan itu menjadi abadi
selamanya, tak terputus oleh perubahan masa dan bahkan tak terhenti oleh perpisahan yang tak
mungkin dicegah kejadiannya. Cinta bukanlah sekedar mencium kening pasangan anda setiap
pagi atau menjelang tidur, juga tak sebatas kehangatan malam yang diisi dengan riang canda
kemesraan. Tidak juga hanya dengan menghadiahkan sesuatu bila dia ulang tahun. Tetapi, cinta
lebih dari suatu komitmen yang membutuhkan pemikiran agar selalu bersemi diantara anda.
Berapapun usia pernikahan anda, bukan alasan untuk tidak senantiasa memberikan
manisnya cinta terhadap pasangan anda atau membiarkan kehambaran mentaburi hari-hari anda
bersamanya. Seiring waktu yang berjalan, sebanyak buah hati yang semakin besar, seharusnya
juga semakin bertambah kehangatan cinta diantara sepasang suami istri, meski tidak jarang
hidupnya hanya sebatas menikmati masa-masa tua. Karena justru, totalitas cinta anda kepada
pasangan anda dimasa-masa tua akan semakin membuat pasangan anda tersenyum bangga
(hingga ke dalam hati) bahwa ia tak pernah salah menjadikan anda pasangan hidupnya.
“Berpasangan engkau telah diciptakan, dan selamanya engkau akan berpasangan”.
Begitulah sebagian jawaban sang Guru atas pertanyaan seorang aulia, Al Mitra, tentang
perkawinan, seperti dituturkan penyair asal Libanon, Khalil Gibran dalam Sang Nabi. Hidup
diyakini semakin punya warna dengan memiliki pasangan. Bukankah Allah telah mengumpulkan
yang terserak untuk berpasang-pasangan?
Yang dituliskan Gibran bisa sangat tepat, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah
keadaan pasangan itu setelah perjalanan yang begitu banyak melalui riak, gelombang, onak dan
duri, Masihkah komitmen dan pengorbanan yang diberikan seseorang terhadap pasangannya
sama dengan yang pernah diberikannya saat pertama kali cinta bersemi, atau saat awal menapaki
rumah tangga, dan berjanji saling setia. Masihkah kelembutan yang dulu dicurahkan dalam
belaian-belaian kasih sayang, sama hangatnya dengan sentuhan pertama kali seorang kekasih
terhadap disahkan sebagai pasangannya. Jawabannya tentu ada pada bagaimana seseorang itu
menempatkan cinta agar senantiasa bersemi, berapapun usia pernikahan mereka.
Untuk itu perlu kiranya suatu pemikiran yang berkesinambungan dibangun oleh setiap
pasangan tentang bagaimana caranya agar kehangatan cinta tetap melingkari setiap fase
perjalanan rumah tangga, agar kelembutan kasih sayang menjadi dasar setiap gerak langkah
bersama menuju kebahagiaan dan kedamaian kedamaian. Tidak berlebihan pula jika berharap
cinta itu menjadi satu cinta yang tak terpisahkan.
Berikut beberapa tips untuk mempertahankan kehangatan cinta:
1. Menempatkan cinta kepada Allah diatas segala cinta terhadap apapun. Dan senantiasa
meningkatkan cinta itu, karena Allah-lah yang Maha menganugerahkan cinta kepada
orang-orang yang mencintai-Nya (QS. Al-Maidah:54). Maka ajaklah pasangan (dan
seluruh anggota keluarga) untuk semakin mendekatkan diri pada-Nya, misalnya dengan
membaca do’a Al Ma’surat bersama setelah qiyamullail.
2. Senantiasa berdo?a kepada Allah agar ditetapkan dalam keshalihan, yang karenanya
rahmat, kasih sayang dan kedamaian tetap tercurahkan.
3. Ciptakan komunikasi yang selaras, berkesinambungan, mesra dengan mengkedepankan
kaidah-kaidah berkomunikasi seperti, kata-kata yang benar, lemah lembut, mulia dan
juga tidak melupakan aspek ketegasan sikap. Komunikasi yang demikian tentu menutup
rapat celah-celah kecurigaan dan saling tidak percaya antar sesama.
4. Jadikan kamar/tempat pembaringan adalah tempat dimana segala curahan hati bisa
tumpah namun tetap dalam koridor kehangatan dan kemesraan. Sehingga dalam kondisi
apapun, semua masalah tetap bisa diselesaikan dengan kepala dingin dan hati yang
tenang, dari sekedar lupa cium kening pagi ini, masalah uang belanja sampai soal
perkelahian anak-anak tadi siang dengan teman bermainnya.
5. Gunakan waktu secara efektif dan efisien. Jangan sekali-kali menggunakan waktu
keluarga (hari libur misalnya) untuk pekerjaan atau hal-hal yang mengganggu waktu
keluarga. Karena dengan apapun anda mencoba membayarnya, kerugian yang diderita
pasangan anda tidak akan pernah bisa terbayarkan, meskipun anda menggandakan
kualitasnya pada hari libur berikutnya.
6. Cerahkan hari-hari dengan variasi, fantasi dan ?warna-warni? yang anda ciptakan khusus
untuk pasangan anda. Letak aksesoris kamar yang berubah-ubah (terutama yang ringan-
ringan), atau warna sprei dan aroma kamar yang menyegarkan. Itu didalam rumah, untuk
aktifitas di luar rumah, biasakan secara rutin untuk sekedar jalan pagi bersama di hari
minggu (libur) atau jika ada rezeki, sempatkan untuk berekreasi (tamasya).
7. Ciptakan juga hal-hal baru yang menceriakan hari bersamanya, misalnya dengan mencuci
pakaian bersama, atau kerjabakti membersihkan rumah dihari libur. Cipratan air dan
saling melempar lap pel dalam bingkai canda (dijamin) akan mampu meluluhkan
kebekuan atau bongkah konflik yang mungkin saja (berpotensi) tumbuh tanpa disadari,
mungkin tidak didiri anda tapi pasangan anda?
8. Jadikan setiap cobaan dan konflik yang ada sebagai bagian dari dinamika cinta, bukankah
cinta itu tak selamanya ?berwarna? indah? Bahwa didalamnya juga bisa dirasakan
pahitnya perjalanan yang dilakukan bersama, hal itu akan menyadarkan kita bahwa juga
hidup akan selalu menampakkan warna-warni yang berbeda, bisa disukai bisa tidak,
namun tetap harus dijalani. Ini seperti sepasang kekasih yang baru menikah, seringkali
hanya menangkap sisi-sisi indah kehidupan tanpa peduli cobaan yang siap (pasti)
menanti.
9. Tak salahnya mengenang selalu saat-saat indah bersama pasangan anda, kapanpun dan
dimanapun, sendiri maupun berdua. Niscaya, hal itu akan semakin membuat anda bangga
terhadap pasangan anda itu. Atau setidaknya mampu memaksa anda mengikhlaskan
kesalahan yang pernah dibuat pasangan anda.
10. Mengingat-ingat kelebihan dan keistimewaan yang ada pada pasangan dan meminimalisir
ingatan akan kesalahan dan keburukan yang mungkin (pernah) ada padanya. Insya Allah,
indahnya cinta yang dulu bersemi pertama kali tetap anda rasakan saat ini, terlebih
ditambah oleh ribuan kehangatan yang tercurah dari buah hati yang teramat mencintai
anda berdua. Wallahu a?lam bishshowab
Keluarga Semut

eramuslim - Pukul 22.30 WIB, huh ... lelahnya aku seharian menyelesaikan pekerjaan kantor
yang tak habis-habisnya. Kurebahkan tubuhku di lantai depan televisi, sementara kubiarkan TV
menyala untuk tetap menjaga agar aku tidak terlelap. Suhu yang sedikit panas memaksaku
membuka kemeja dan membiarkan kulitku bersentuhan dengan sejuknya lantai.
"aaauww ... brengsek!" gumamku Segera kutepis sesuatu yang menggigit lenganku hingga ia
terjatuh di lantai, ternyata seekor semut hitam.
"Kurang ajar! Apa ia tidak mengerti kepalaku begitu penat dan tubuhku ini seperti mau hancur?
Apa ia juga tidak tahu kalau aku sedang beristirahat?" pikirku seraya kembali merebahkan
tubuhku.
Tapi, belum sampai seluruh tubuh ini jatuh menempel lantai, "addduuhhh!" Lagi-lagi semut kecil
itu menggigitku. Kali ini punggungku yang digigitnya dan gigitannya pun lebih sakit. "heeeh,
berani sekali makhluk kecil ini," gerutuku kesal.
Ingin rasanya kulayangkan tapak tangan ini untuk membuatnya mati tak berkutik 'mejret'
di lantai. Namun sebelum tanganku melayang, ia justru sudah mengacung-acungkan kepalan
tangannya seperti menantangku bertinju. Kuturunkan kembali tanganku yang sudah berancang-
ancang dengan jurus 'tepokan maut', kuurungkan niatku untuk menghajarnya karena kulihat
mulutnya yang komat-kamit seolah mengatakan sesuatu kepadaku. Awalnya aku tidak mengerti
apa yang diucapkannya, tapi lama kelamaan aku seperti memahami apa yang diucapkannya.
"Hey makhluk besar, anda menghalangi jalan saya! Apa anda tidak lihat saya sedang
membawa makanan ini untuk keluarga saya di rumah ..." Rupanya ia begitu marah karena aku
menghambat perjalanannya, lebih-lebih sewaktu punggungku menindihnya sehingga ia harus
terpaksa menggigitku.
Akhirnya kupersilahkan ia melanjutkan perjalanannya setelah sebelumnya aku meminta
maaf kepadanya. Susah payah ia membawa sisa-sisa roti bekas sarapanku pagi tadi yang belum
sempat kubersihkan dari meja makan. Kadang oleng ke kanan kadang ke kiri, sesekali ia berhenti
meletakkan barang bawaannya sekedar mengumpulkan tenaganya sembari membasuh peluhnya
yang mulai membasahi tubuh hitamnya.
Kuikuti terus kemana ia pergi. Ingin tahu aku di pojok mana ia tinggal dari bagian
rumahku ini. Ingin kutawarkan bantuan untuk membantunya membawakan makanan itu ke
rumahnya, tapi aku yakin ia pasti menolaknya. Berhentilah ia di sebuah sudut di samping lemari
es sebelah dapur. Di depan sebuah lubang kecil yang menganga, ia letakkan bawaannya itu dan
kulihat seolah ia sedang memanggil-manggil semut-semut di dalam lubang itu. Satu, dua, tiga ....
empat dan .... lima semut-semut yang tubuhnya lebih kecil dari semut yang membawa makanan
itu berlarian keluar rumah menyambut dengan sukaria makanan yang dibawa semut pertama itu.
Dan, eh ... satu lagi semut yang besarnya sama dengan pembawa roti keluar dari lubang. Dengan
senyumnya yang manis ia mendekati si pembawa roti, menciumnya, memeluknya dan membasuh
keringat yang sudah membasahi seluruh tubuh semut pembawa makanan itu.
Hmmm ... menurutku, si pembawa roti itu adalah kepala keluarga dari semut-semut yang
berada di dalam lubang tersebut. Kelima semut-semut yang lebih kecil adalah anak-anaknya
sementara satu semut lagi adalah istri si pembawa roti, itu terlihat dari perutnya yang agak buncit.
"Mungkin ia sedang mengandung anak ke enamnya" pikirku.
Semut suami yang sabar, ikhlas berjuang, gigih mencari nafkah dan penuh kasih sayang.
Semut istri tawadhu' dan qonaah menerima apa adanya dengan penuh senyum setiap rizki yang
dibawa oleh sang suami, juga ibu yang selalu memberikan pengertian dan mengajarkan anak-
anak mereka dalam mensyukuri nikmat Tuhannya. Dan, anak-anak semut itu, subhanallah ...
mereka begitu pandai berterima kasih dan menghargai pemberian ayah mereka meski sedikit.
Sungguh suami yang dibanggakan, sungguh istri yang membanggakan dan sungguh anak-anak
yang membuat ayah ibunya bangga.
Astaghfirullah ..., tiba-tiba tubuhku menggigil, lemas seperti tiada daya dan brukkk ....
aku tersungkur. Kuciumi jalan-jalan yang pernah dilalui semut-semut itu hingga menetes
beberapa titik air mataku. Teringat semua di mataku ribuan wajah semut-semut yang pernah aku
hajar 'mejret' hingga mati berkalang lantai ketika mereka mencuri makananku. Padahal, mereka
hanya mengambil sisa-sisa makanan, padahal yang mereka ambil juga merupakan hak mereka
atas rizki yang aku terima.
Air mataku makin deras mengalir membasahi pipi, semakin terbayang tangisan-tangisan
anak-anak dan istri semut-semut itu yang tengah menanti ayah dan suami mereka, namun yang
mereka dapatkan bukan makanan melainkan justru seonggok jenazah.
Ya, Allah ... keluarga semut itu telah mengajarkan kepadaku tentang perjuangan hidup,
tentang kesabaran, tentang harga diri yang harus dipertahankan ketika terusik, tentang bagaimana
mencintai keluarga dan dicintai mereka. Mereka ajari aku caranya mensyukuri nikmat Tuhan,
tentang bagaimana perlunya ikhlas, sabar, tawadhu' dan qonaah dalam hidup.
Hari-hari selanjutnya, ketika hendak merebahkan tubuh di lantai di bagian manapun
rumahku aku selalu memperhatikan apakah aku menghambat dan menghalangi langkah atau jalan
makhluk lainnya untuk mendapatkan rizki. Ingin rasanya aku hantarkan sepotong makanan setiap
tiga kali sehari ke lubang-lubang tempat tinggal semut-semut itu. Tapi kupikir, lebih baik aku
memberinya jalan atau bahkan mempermudahnya agar ia dapat memperoleh dengan keringatnya
sendiri rizki tersebut, karena itu jauh lebih baik bagi mereka. Wallahu a'lam bishshowab
Rumah Tangga Aman, Jaga Komunikasi!

eramuslim - Pagi dalam sebuah kereta ekonomi jabotabek, sepasang suami istri sederhana
terlibat pembicaraan yang cukup hangat. Sang istri dengan sehelai kain lebar menutupi kepalanya
membukakan sebungkus nasi bawaannya dan menyodorkannya kepada sang suami yang terlihat
baru membuka pembicaraan. Sambil memangku anaknya yang berusia satu tahun, ia
mendengarkan dengan serius omongan suaminya meski nampak ia tidak begitu menyukai bahkan
sama sekali tidak memahami sedikitpun tema obrolan suaminya tersebut, politik!
Mulai dari fenomena perpecahan partai, unjuk rasa ini itu, sampai kasus buloggate yang
nggak pernah ada ujungnya dibicarakan sang suami dengan begitu bersemangat. Sampai-sampai
ia tak sadar bahwa volume suaranya tidak hanya sampai ke telinga istrinya yang duduk
disebelahnya melainkan sampai terdengar ke seluruh gerbong! Sang istri, yang lebih paham soal
naik turunnya harga sembako dan meski tidak 'mudeng' urusan politik dengan segala
kekacauannya, tetap khidmat mendengarkan obrolan suaminya dengan sesekali menganggung
dan memberikan 'feedback' yang datar-datar saja untuk menunjukkan kepada sang suami seolah
ia mengerti soal politik.
Sang istri, sadar betul tentang kewajiban utamanya sebagai seorang istri, yaitu melayani
suami (khidmatuz-zauj), mendidik anak-anak (tarbiyatul-aulad) dan mengurus rumah (rabbatul-
bait). Dalam pehamamannya, mendengarkan pembicaraan suami, menjaga komunikasi pasangan
suami istri menjadi bagian dari kewajibannya melayani suami yang tidak kalah pentingnya dari
urusan dapur dan kamar tidur.
Dalam 'obrolan seru' yang berdurasi lebih kurang satu jam itu, jelas tidak terlihat keluhan
rasa bosan dari sang istri, kesahan kekesalan karena ketidakmengertiannya soal tema obrolan, dan
ungkapan-ungkapan yang sekiranya bakal menyurutkan semangat sang suami saat berbicara. Ia
sangat menghargai betul suaminya dengan tetap menunjukkan antusiasme dalam menyimak
pembicaraan dan sesering mungkin mengembangkan senyum pertanda ia senang dengan
obrolannya itu. Meski barangkali dalam hatinya, ia sungguh bosan dan sangat tidak menyukai
topik yang dibicarakan.
Tidak ada gerakan-gerakan seperti palingan wajah, tundukkan kepala, mengesampingkan
badan, menyandarkan tubuh atau bahasa-bahasa tubuh lainnya yang menandakan betapa ia lelah
mendengarkan obrolan tersebut. Meski bisa jadi ia teramat lelah dan menahan kantuknya karena
harus semalaman berkali-kali bangun untuk menggantikan celana basah anaknya serta
menyiapkan pakaian kerja suaminya usai subuh, belum lagi ditambah tugas menyediakan
sarapan. Ia juga tidak berupaya mengingatkan suaminya agar mengecilkan volumenya agar cukup
dirinya saja yang mendengarkan, karena tidak ingin tindakannya malah menghentikan obrolan
tersebut.
Ia begitu ingin menghormati suaminya dengan menjadikan dirinya lawan bicara yang
menyenangkan. Memberikan timbal balik (feedback) secukupnya dan tidak berlebihan sesuai
kadar yang diperlukan bagi sebuah pertanyaan, tidak memotong ditengah-tengah pembicaraan
orang, tetap menghargai setiap obrolan meski diakuinya terkadang temanya begitu usang dan
sudah berulang kali dibicarakan, tidak bersuara lebih keras dari volume suara lawan bicaranya,
tetap melakukan kontak mata saat berbicara atau mendengarkan, tidak melakukan hal-hal yang
dapat merusak kelangsungan komunikasi meskipun hal-hal sepele seperti memainkan jari, pulpen
atau benda-benda lainnya, tidak beranjak dari tempat duduknya sebelum pembicaraan usai atau
sebelum minta izin kepada lawan bicaranya, tidak mengkritik kesalahan bicara atau bahasa lawan
bicaranya di depan publik dan memberitahukannya kemudian secara baik-baik.
Ia sangat paham betul, bahwa kalaulah Allah Swt memerintahkan Musa as berkata
lembut (qaulan layyina) kepada Fir'aun, kata selembut apalagi yang Allah perintahkan untuk
diucapkan istri kepada suami dan suami kepada istrinya. Kalaulah Muhammad Saw
mengajarkannya berkata yang benar dan jujur (qaulan sadiida), baik (qaulan ma'ruufa), tegas dan
berbobot (qaulan tsaqiila) serta kata-kata yang mulia (qaulan kariima). Tentu tidak ada alasan
baginya untuk tidak menerapkan ajaran Rasulullah dalam berkomunikasi itu ketika berhadapan
dengan pasangannya.
Karena sangat mungkin, bila ia tidak melakukan hal-hal diatas yang berkenaan dengan
etika berkomunikasi yang baik dan sehat terhadap suaminya, bukan hanya akan menyebabkan
sang suami turun semangat berbicaranya, atau terhenti selera makannya. Tentu yang jauh lebih
dikhawatirkan adalah rusaknya komunikasi rumah tangganya dikemudian hari. Tentu juga, dari
rusaknya komunikasi tersebut, membuat rumah tangga tidak harmonis. Jika tidak segera
diperbaiki, tentu menjadi sinyal bagi setiap pasangan suami istri bahwa rumah tangganya berada
di ambang batas aman. Wallahu a'lam bishshowaab.
Rumah Muslim Kotor? No Way!

eramuslim - Islam itu indah dan memerintahkan para pemeluknya membangun dan memelihara
keindahan dengan segenap daya upaya. Baik itu keindahan lingkungan, keindahan tutur kata,
maupun keindahan dalam bertindak dan bertingkah laku. Sejumlah ayat Al Qur'an maupun
hadits-hadits Rasulullah SAW mengisyaratkan tentang hal itu.
Khusus soal memelihara keindahan lingkungan, Islam senantiasa menekankan aspek
tersebut. Kata-kata "janganlah berbuat kerusakan di muka bumi" sebagaimana termaktub di
beberapa ayat di dalam Al Qur'an, adalah isyarat agar manusia memelihara bumi Allah yang
indah dan nyaman ini dari upaya-upaya yang akan merusaknya.
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat. Dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi. Dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan."
Hadits Rasulullah yang menyoroti masalah tersebut juga cukup banyak. Salah satunya misal,
"Allah itu indah dan menyukai keindahan."
Membincang masalah keindahan, tentu saja tidak melulu dalam sekup makro. Dalam
ruang lingkup mikro, diri dan lingkungan terdekat (yang dimaksud adalah suasana rumah -- pen)
tentu menjadi hal yang sangat penting dan harus didahulukan. Logikanya, aneh jika ada orang
mati-matian bicara soal memelihara lingkungan alam, tapi memelihara lingkungan rumahnya
tidak becus. Sama anehnya, orang-orang ribut ketika terjadi pembunuhan massal terhadap satwa
hutan dan laut. Tetapi mereka tidak pernah ribut ketika ribuan kaum Muslimin dibantai di
berbagai belahan dunia.
Keindahan adalah identik dengan kebersihan. Kebersihan rumah dan para penghuninya
adalah satu paket tentunya. Rumah yang bersih tapi para penghuninya tidak bersih, tentu saja hal
yang hampir tak mungkin terwujud.
Dan dapat dipastikan, bahwa kenyamanan rumah adalah lahir dari kebersihan.
Dalam hal rasa nyaman di rumah, Rasulullah SAW mengisyaratkan, bahwa hal itu merupakan
salah satu wujud kebahagiaan dunia seseorang. "Ada empat hal yang menjadi sumber
kebahagiaan: Isteri yang sholihah, rumah yang luas, tetangga yang shalih, dan kendaraan yang
nyaman. Dan empat hal lainnya yang menjadi sumber kesengsaraan: "Tetangga yang jahat,
isteri yang berhati busuk, kendaraan yang jelek, dan rumah tinggal yang sempit." (HR Ibnu
Hibban dalam Shahihnya)
Rumah luas yang dimaksud Rasulullah SAW tentu saja berarti luas dan nyaman. Atau
dengan kata lain, nyaman dan luas merupakan satu paket. Karena tidak mungkin rumah luas tapi
kotor dan tidak terawat, akan memberikan kenyamanan pada para penghuninya. Maka ketika kita
membincang soal kenyamanan pasti terkait erat dengan soal penjagaan kebersihan lingkungan.
Ada sebuah ungkapan hikmah yang cukup menarik "Kebersihan adalah sebagian
daripada iman". Ungkapan itu cukup tepat. Sebab keinginan dan selera seseorang dalam memilih
lingkungan, sangat ditentukan oleh kualitas keimanannya. Tak mungkin misalnya, orang-orang
mukmin yang baik cinta pada lingkungan dan tempat tinggal yang kotor. Padahal orang yang
imannya kotor sekalipun acapkali cinta kepada lingkungan dan tempat tinggal yang bersih.
Paralel dengan pernyataan di atas, hadits Rasulullah SAW menyebutkan, "Ketahuilah
bahwa sesungguhnya di dalam diri manusia itu ada segumpal darah. Maka apabila benda itu baik,
baiklah seluruh amal perbuatan orang itu. Apabila benda itu buruk, maka buruklah seluruh amal
perbuatannya. Ketahuilah, benda itu adalah hati."
Karena itu wacana tentang memelihara kebersihan lingkungan, merupakan bab paling
awal dibicarakan oleh Islam sejak dahulu. Ketika Rasul diperintahkan Allah 'Azza wa Jalla untuk
mendakwahkan risalah Islam pada masa awal-awal dakwah kepada kaum Quraisy, beliau
diperintahkan untuk membersihkan dulu pakaiannya. "Dan pakaianmu bersihkanlah," (QS 74 : 4).
Ini tentu saja menjadi satu isyarat penting, betapa Islam memerintahkan para pemeluknya untuk
senantiasa bersih: bersih hati, bersih diri, dan bersih lingkungan.
Menjaga kebersihan rumah adalah wajib, sebagaimana wajibnya kita diperintahkan Allah
'Azza wa Jalla memelihara lingkungan. Menjaga kebersihan rumah dalam arti luas, adalah
meliputi upaya menjaga rumah dari sampah dan kotoran yang akan mengganggu dan merusak
lingkungan. Ketika kita membuang sampah sembarangan, misalnya isi perut ikan atau sisa-sisa
makanan, lama-kelamaan tentu akan meninggalkan bau yang tidak mengenakkan. Bau dari
sampah tersebut pasti akan mengganggu rumah sekitarnya.
Kalau kita malas membersihkan sampah dan daun-daunan yang jatuh memenuhi parit
(selokan), pasti lama-kelamaan parit itu akan macet. Efek kemacetan selokan itu, tentu bukan
hanya meninggalkan air yang bau, sarang nyamuk, sumber penyakit, tapi kemungkinan
menimbulkan banjir lokal.
Begitupun dalam aspek-aspek kebersihan rumah lainnya. Kebersihan pelataran rumah
dari kaleng-kaleng maupun sampah juga penting, agar dia tidak menjadi sarang nyamuk dan
sumber penyakit lainnya. Di samping tentu saja, agar anak-anak aman bermain di sekitarnya.
Masalah kebersihan internal rumah tentu saja tak kalah pentingnya. Ibu yang bijak tentu
akan selalu membersihkan dapurnya dari lumut, dan kotoran-kotoran lainnya. Karena dapur yang
berlumut dan kotor, membuat orang jijik memandangnya.
Begitupun masalah kebersihan lantai rumah dan kamar mandi. Orang beriman tentunya
tak akan membiarkan lantai rumahnya kotor dan berserakan segala perabotan dan mainan anak,
tanpa kemudian dibersihkan dan ditata lagi. Kamar mandi dan WC orang-orang Mukmin yang
baik, pasti bersih dan harum.
Bukan sebaliknya, kotor, penuh lumut dan bau, yang menyebabkan orang-orang
melihatnya dengan jijik dan enggan untuk memasukinya.
Tentu saja di samping aspek kebersihan, aspek lain yang tak kalah pentingnya adalah
masalah kerapihan. Bahwa rumah yang tertata dengan baik dan lingkungannya bersih, pasti akan
menimbulkan keindahan dan kenyamanan bagi siapapun yang ada di dalamnya. Siapapun akan
betah dan ingin berlama-lama di dalam rumah tersebut. Tamu akan senang bertandang, apalagi
para bapak yang letih pulang bekerja. Insya Allah keletihan itu sirna setelah mereka tiba di
rumah.
Terkait dengan itu, maka soal disiplin meletakkan barang pada tempatnya menjadi
penting. Para ibu misalnya membiasakan disiplin meletakkan segala alat-alat dapur dan
pembersih rumah lain pada tempatnya. Begitupun anak-anak diperintahkan untuk disiplin
meletakkan tas atau sepatu pada tempat atau rak yang sudah disediakan.
Pendek kata rumah orang-orang Mukmin itu seyogyanya indah dipandang, sehat bagi
lingkungannya, dan nyaman bagi siapapun untuk berteduh di dalamnya. Itulah yang
diperintahkan Islam kepada kita, agar Islam sebagai rahmatan lil 'alamien dirasakan oleh
semuanya, setidaknya oleh penghuni rumah dan tetangga kita. Wallahu a'lam bish showab.
Memandang Istri Menuai Rahmah

eramuslim - Maha Suci Allah yang menciptakan segala sesuatunya penuh makna, Maha Besar
Allah dengan segala pencpitaan-Nya yang diperuntukkan bagi hamba-hamba yang bersyukur.
Hanya hamba yang bersyukurlah yang sanggup menjadikan segala nikmat sebagai rantai menuju
takwa. Hamba yang bersyukur pulalah yang mampu mengambil hikmah, berkah dan rahmah dari
setiap pemberian Allah, sekecil apapun, sedikit apapun. Sungguh, Allah sangat bermurah hati
untuk melimpahkan rahmat-Nya kepada setiap hamba yang menginginkannya.
Berumahtangga bukan tidak mungkin mengalami berbagai kendala, ujian dan cobaan
yang tidak jarang membuat rumah tangga kita seperti sebuah biduk yang diterjang ombak di
tengah lautan. Itulah hidup, hidup seorang diri saja kita sudah merasakan berbagai ujian, cobaan
yang kerap menimbulkan keputusasaan. Namun, bukan seorang mukmin jika tidak mampu
mengatasi segalanya. Karena, bukankah Dia tidak memberikan beban diluar batas kemampuan
setiap hamba-Nya.
Maka, dijadikan-Nya lah setiap manusia berpasang-pasangan, diciptakan-Nya lah istri-
istri dari jenis manusia agar setiap laki-laki merasa cenderung dan merasa tenteram kepadanya.
Dan dijadikan-Nya pula diantara mereka berdua rasa kasih dan sayang.
Maka juga, Allah jadikan pasangan dari setiap manusia agar saling bahu dalam
menanggung beban dan amanah hidup, saling berkomunikasi menyelesaikan setiap permasalahan,
dan saling menumpahkan asa dan segumpal perasaan yang membebani, agar semuanya terasa
lebih ringan dalam memikul beban itu, lebih nikmat merasakan segala permasalahan, dan lebih
indah dalam memaknai hidup yang penuh dengan onak dan duri ini. Ya, dengan merasakan dan
memikulnya berdua, semua terasa manis.
Allah pun memberikan jalan yang teramat mudah bagi manusia untuk mendapatkan
rahmat-Nya. Dengan rahmat itulah, Allah memberikah kekuatan memecahkan setiap kesulitan,
menemukan kemudahan dalam meniti jalan-Nya. Salah satu cara menuai rahmat Allah itu adalah
dengan memandang penuh rasa pasangan kita, seperti tertuang dalam sebuah hadits, Dari Abu
Sa'id Al Khudry ra, "Sesungguhnya jika seorang lelaki memandang istrinya dan istri
memandangnya, maka Allah memandang keduanya dengan pandangan rahmat. Jika dia
memegang telapak tangan istrinya, maka dosa keduanya berjatuh dari sela-sela jari mereka
berdua" Subhanallaah...
Meski Allah swt mengingatkan agar setiap laki-laki dan wanita menahan pandangannya
dan menjaga kemaluannya. Karena yang demikian itu lebih baik dan lebih suci (QS. An Nuur:24-
25). Dan Jika sebagian pandangan mengakibatkan dosa bagi pelakunya, maka pandangan yang
satu ini justru mendatangkan rahmat, yakni rahmat dari Allah yang diberikan kepada setiap
mukmin. Dengan rahmat inilah, semua kesulitan menjadi mudah dan ringan, yang jauh menjadi
dekat, kesedihan menjadi kesenangan, ketakutan menjadi keamanan dan kemiskinan menjadi
kekayaan.
Pandangan yang dimaksud Rasulullah ini memang tidak merinci secara detail, apakah
pandangan penuh kecintaan, kasing sayang atau kemesraan. Nampaknya itu mencakup semua
pandangan kecuali pandangan kebencian dan amarah.
Memandang istri menuai rahmah, pekerjaan yang sungguh ringan namun sungguh besar
pahalanya. Sudahkah anda memandang pasangan anda hari ini? Wallahu a'lam bishshowaab
Menguji Ketulusan Suami-Istri, Mudah!

eramuslim - Apa yang dilakukan seorang istri ketika mendapati sang suami menderita sakit?
Tentu selain kehendak Allah yang menyembuhkan, obat dari dokter yang membantu
penyembuhan, adalah sentuhan hangat dan pelayanan yang tulus dari sang istri-lah yang membuat
suami bersemangat untuk kembali sehat.
Ia begitu ikhlas membasuh setiap peluh yang bergulir disekujur tubuh suaminya. Jika
perlu ia takkan memejamkan matanya sedetikpun untuk menjaga dan memastikan dirinya
menangkap setiap keluhan sang suami saat sakit. Istri begitu setia menemani suaminya agar tetap
merasa hangat saat menggigil kedinginan atau bahkan melindungi, mendekapnya saat ketakutan
akan bayang-bayang kematian, maklum, saat sakit biasanya setiap orang akan merasa dekat
dengan kematian.
Dengan tulus sang istri menyuapi makan suaminya, membopongnya ke kamar kecil,
memandikannya bahkan jika perlu menggantikan sementara posisi sang suami mencari nafkah
jika suami menderita sakit cukup lama. Padahal disaat yang sama, anak-anak mereka tetap
membutuhkan perhatian dan kasih sayang orangtuanya, bimbingan dan belaian hangat serta
didikan dan tutur lembut ibu mereka. Itu semua dijalani sang istri tanpa sedikitpun keluhan.
Dari semua yang dilakukannya, tergambar indah ketulusannya. Bahwa sikap manisnya
tidak hanya saat sang suami sehat, cintanya tetap dan tidak berubah meski sang suami dalam
kondisi tak berdaya, bahkan kelembutannya makin terasa menghangatkan tubuh suami yang
lemah. Kasih dan sayangnya begitu membangkitkan gairah suami untuk sembuh dari sakit,
perhatiannya tidak berkurang setitikpun. Saat itulah sang suami menyadari, betapa makhluk
lembut yang sering tidak diperhatikannya itu, begitu tulus dan ikhlas atas dasar cinta dan kasih
sayang yang kuat.
Kemudian bandingkan ketika si istri yang menderita sakit. Belum tentu setiap suami
mampu memberikan ketulusan yang sebanding dengan apa yang pernah diberikan istrinya.
kebanyakan suami berpikir, dengan membawa sang istri kedokter atau membiayai rawat inap di
rumah sakit, ia telah menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya.
Kebanyakan suami juga, lebih sering meminta bantuan perawat untuk membasuh peluh
istrinya, memandikan, menyuapi makannya dan melayani kebutuhannya selama sakit. Ia juga,
lebih cenderung menitipkan anak-anak ke neneknya atau saudara yang lain saat istri sakit. Selain
itu, ia pun sibuk menelepon sanak famili untuk bergantian menjagai istrinya di malam hari. Bisa
dipahami jika saat jam kerja, karena setiap laki-laki harus mencari nafkah.
Ketahuilah, istri juga butuh kasih sayang yang tulus seperti yang pernah ia berikan
kepada suaminya, baik saat sehat terlebih saat menderita sakit. Istri juga ingin diperhatikan, ia
juga ingin suaminya selalu menemani disaat-saat sendiri dan kesepian, apalagi saat dicekam
derita. Ia mungkin sering menangis dalam deritanya, namun saat itu kita tengah terlelap, dalam
sakitnya juga seringkali ia tak memejamkan matanya memikirkan anak-anaknya, tangannya sibuk
membelai kepala sang suami yang tertidur disampingnya sambil mengkhawatirkan kesehatan
suaminya. Tak lupa sesekali ia mengingatkan agar suaminya tidak lupa makan dan banyak
beristirahat.
Nah, jika demikian, tentu kita tahu dan bisa mengukur batas ketulusan kita terhadap istri
selama ini. Tentu ada bahkan banyak pula suami-suami yang begitu tulus dan cintanya mengurusi
istri, jika demikian, tulisan diatas hanya mengingatkan saja, agar para suami tetap
mempertahankan ketulusannya itu.
Langkah Membesarkan Anak Bagi Ayah Ibu Bekerja

eramuslim - Membesarkan anak dengan baik memang tidak mudah bagi pasangan suami istri
yang bekerja. Dengan sepuluh panduan berikut mudah-mudahan mereka dapat menjalankan tugas
sebagai orang tua dan pasangan karier secara seimbang.
Lebih dari tiga puluh tahun terakhir, dengan pelbagai alasan sosioekonomi semakin
banyak pasangan suami-istri yang harus bekerja. Kegiatan masing-masing anggota keluarga di
luar juga meningkat, akibatnya waktu berkumpul antara anak dan orang tua atau saudara-saudara
mereka semakin sedikit. Anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama pengasuh atau malah
bermain sendiri di rumah.
Kecenderungan ini, menurut Daniel Amen, M.D., direktur medis The Center For
Effective Living, akan menimbulkan dampak sosial serius jika orang tua tidak memberikan
kepemimpinan yang kuat kepada anak-anak mereka. Psikiater anak, remaja dan dewasa ini
menyodorkan sepuluh panduan untuk membesarkan anak secara sehat dalam keluarga dengan
kedua orang tua bekerja.
Waktu. Hubungan orang tua-anak yang baik memerlukan waktu yang memungkinkan mereka
berkumpul secara fisik. Tidak perlu berjam-jam. Yang penting, orang tua secara konsisten
meluangkan sedikit waktu bersama anak-anak hampir setiap hari. Ketika bersama mereka,
jauhkan gangguan dan konsentrasikan perhatian kita kepada mereka. Waktu adalah tonggak
penyangga pengasuhan yang baik.
Jadilah pendengar yang baik. Bila anak-anak mengetahui bahwa kita benar-benar
mendengarkan apa yang mereka katakan, mereka akan lebih bersemangat untuk berbagi perasaan
dan pikiran. Sebaliknya, kalau orang tua merendahkan gagasan anaknya atau "rajin" mengkritik
kata-katanya, anak itu akan menarik diri dan memilih lebih dekat pada teman. Karenanya, jika
ingin memiliki pengaruh dalam kehidupan anak, mari menjadi pendengar yang baik. Mereka akan
menerima kita bila kita membantu mereka memecahkan masalah.
Tentukan harapan yang jelas. Memberitahukan anak apa yang kita harapkan darinya akan
membentuk perilaku yang baik. Jangan ragu-ragu melibatkan mereka dalam pekerjaan sehari-hari
dan untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas di lingkungan rumah. Kebanyakan anak pasti
akan mengeluh. Begitupun, kita harus berusaha agar mereka senang dilibatkan. Pada anak yang
berperan serta dalam urusan rumah tangga, akan tumbuh etika kerja dan umumnya ia lebih
merasa menjadi bagian dari keluarga.
Jangan membiarkan rasa bersalah. Banyak orang tua merasa bersalah karena bekerja seharian
di luar rumah. Sebagai kompensasinya, mereka membiarkan anak berperilaku buruk dan tidak
disiplin. Orang tua yang baik adalah yang tegas. Merasa bersalah merupakan tindakan
kontraproduktif.
Jangan menggantikan kasih sayang atau waktu dengan uang. Memang penting untuk
mengajarkan anak-anak bagaimana mengelola uang, tetapi jangan gunakan uang sebagai
pengganti waktu atau kasih sayang kita. Pesan materialistis di televisi mudah sekali merasuki
anak dan membangkitkan keinginan mereka untuk membeli ini dan itu. Bagaimana kita dapat
membentengi mereka dari pengaruh buruk ini? Kita buat mereka untuk selalu berusaha bila ingin
memperoleh sesuatu. Sesuatu yang diperoleh melalui bekerja, akan lebih terasa nilainya.
Jangan terlalu sering gonta-ganti pengasuh. Satu dari kebutuhan psikologi yang penting pada
anak adalah bahwa ia terasuh dengan baik dan penuh kasih secara terus-menerus. Oleh karena itu
kita memerlukan pengasuh. Dengan menggunakan pengasuh kecemasan kita akan berkurang
selama kita bekerja.
Namun sebelum menyerahkan anak pada seorang pengasuh, berikanlah kesempatan
untuk terciptanya keakraban dan kedekatan antara anak dan si calon pengasuh. Sering gonta-ganti
pengasuh dapat membahayakan anak. Untuk mencari orang yang tepat atau situasi yang baik bagi
anak, kalau perlu, pergilah ke tempat yang jauh!
Kuncinya: pengawasan. Sering kali ketika ditinggalkan orang tua, anak terjerumus dalam
masalah. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak bermasalah sering berasal dari keluarga yang
kurang atau tidak diawasi. Anak-anak tidak begitu saja tahu sejak lahir, mana perilaku baik, mana
yang buruk. Mereka perlu diajari dan kemudian diawasi.
Karenanya, sangatlah penting bagi orang tua untuk mengetahui di mana anaknya, sedang
bersama siapa, dan sedang ngapain. Memang, anak sering mengeluh kalau ia diawasi ketat, tetapi
anak-anak yang tidak diawasi juga sering merasa bahwa orang tua mereka tidak peduli dengan
mereka!
Beri perhatian lebih saat ia baik. Ini bagian paling berat sebagai orang tua. Kita cenderung
lebih memperhatikan anak-anak ketika mereka menjengkelkan. Sebaliknya, jauh lebih sulit untuk
memperhatikan perilaku baik mereka. Namun, jika ingin anak berperilaku baik, berilah perhatian
pada hal-hal yang kita sukai dari mereka. Kalau anak merasa diabaikan, secara bawah sadar ia
akan berperilaku salah untuk menarik perhatian kita. Memperhatikan mereka sewaktu mereka
baik, memang memerlukan usaha.
Hukuman itu untuk mendidik. Orang tua yang bekerja di luar rumah, cenderung mengalami
kelelahan dan mudah jengkel. Maka mereka lebih mudah kehilangan kontrol terhadap anak-anak.
Ini dapat menimbulkan masalah. Jangan pernah menghukum anak ketika kita sendiri tidak dapat
mengontrol diri. Gunakan hukuman untuk mendidik, bukan untuk melampiaskan kemarahan.
Berikan teladan dalam relasi. Anak belajar berelasi dari orang tua mereka. Mereka juga merasa
paling aman jika melihat orang tua saling memperlakukan pasangannya dengan baik. Maka hal
terbaik yang dapat dilakukan bagi anak-anak kita adalah mencintai pasangan kita.
Tantangan Tahun Pertama Pernikahan

eramuslim - Tahun-tahun pertama perkawinan adalah masa-masa penyesuaian pasangan dalam


meleburkan kepentingan dua kepala dan individu menjadi satu kepentingan atas nama bersama.
Di masa ini pasangan memiliki persepsi serba positif mengenai konsep pernikahan. Sikap positif
thingking menjadi dasar setiap pasangan dalam mewujudkan kehidupan perkawinan yang ideal
seperti yang mereka bayangkan.
Masa-masa pernikahan juga bisa menjadi masa-masa penuh cobaan karena penyesuaian
awal ini butuh pengorbanan. Jika berhasil, pasangan akan memasuki tahap berikutnya dengan
landasan yang lebih kokoh. Sebaliknya, jika gagal menyesuaikan diri dan menghabiskan banyak
energi untuk memahami atau menuntut pasangan agar sesuai dengan harapan, maka perkawinan
akan disibukan dengan hal-hal kecil. Kalau dibiarkan akan menjadi besar.
Bagaimana melewati cobaan yang lebih berat di tahun-tahun mendatang, jika pada masa
awal saja pasangan tidak saling mendukung. Banyak sekali hal-hal yang dapat menjadi hambatan
di tahun-tahun pertama perkawinan. Mulai dari pembagian tanggung jawab rumah tangga, alokasi
keuangan, hingga ke masalah sosialisai dengan keluarga besar pasangan.
Dengan mengenali sumber konflik dan tantangan pertama tahun perkawinan, disarankan
agar pasangan bisa melakukan introspeksi diri dan segera kembali ke konsep awal pernikahan.
Tantangan itu hendaknya justru memperkuat kehidupan rumah tangga untuk memasuki tahap
berikutnya yang tak kalah menantang dan bukannya menggoyahkan ikatan.
Tantangan-tantangan yang akan dihadapi adalah seperti:
Sukar melepaskan gaya hidup lajang
Banyak individu yang memasuki gerbang rumah tangga dengan pemahaman bahwa
pasangannya akan memahami gaya hidupnya saat melajang. Sebaiknya saling terbuka
membicarakan sejauh mana batas toleransi terhadap kebiasaan dan hobby masing-masing.
Ekspektasi berlebih
Umumnya pasangan yang baru menikah membayangkan kehidupan yang serba indah dan
pasangan bersikap serba sempurna dalam menjalani hidup berumah tangga. Seseorang terpaksa
menahan kecewa, karena pasangannya yang dulu ia bayangkan saat masih pacaran ternyata
berbeda dengan setelah menikah. Jangan berharap terlalu tinggi terhadap pasangan, karena akan
kecewa dan putus asa jika arapannya tak terpenuhi. Sebaiknya menerima kenyataan yang ada.
Anggaplah kekurangan itu sebagai anugrah dan tantangan bagi kita untuk mengimbanginya
dengan kelebihan kita.
Sukar menyatukan pendapat
Tak sedikit pasangan yang baru menikah menghabiskan waktu berduanya dengan
berargumentasi membicarakan hal-hal yang tak terlalu penting. Saat baru menikah pasangan
masih mempertahankan egonya masing-masing. Sebelum menikah mereka bertindak
memutuskan sendiri. Namun setelah menikah semua keputusan diambil harus dengan
kesepakatan bersama. Tidak ada salahnya bila masing-masing belajar berkompromi dan
mengalah demi kesenangan yang lain.
Sulit beradaptasi
Tingkat keluasan bersosialisasi seseorang berbeda-beda. Ada yang mudah masuk
kelingkungan yang lebih besar tapi ada juga yang tidak. Bila seseorang sulit membaur dengan
keluarga pasangannya, sebaiknya si suami/isteri memberi pengertian kepada pasangannya, bahwa
keluarganya adalah keluarga pasangannya juga. Sebaiknya pasangan juga tidak terlalu menuntut
adaptasi secepat kilat dari pihak yang lain. Bagaimanapun lingkungan baru yang besar
membutuhkan perjuangan sendiri untuk bisa masuk ke dalamnya.
Uangku, uang kita
Pasangan yang berkarir sebelum menikah mengalami banyak benturan mengenai
keuangan bersama setelah memasuki gerbang rumah tangga. Keuangan rumah tangga modern
yang makin fleksibel sebenarnya jauh memudahkan pasangan yang sama-sama berpenghasilan
sendiri untuk berkompromi. Tinggal pilih, mau tabungan bersama atau pembagian pembiayaan
rumah tangga berdasarkan pos-posnya.
Terusik masa lalu
Setelah menikah, sebaiknya masa lalu disimpan didalam hati saja. Bila bagian dari masa
lalu kembali mengusik setelah kita berumah tangga, yang harus diingat adalah tanggung jawab
terhadap komitmen pernikahan dengan pasangan. Biarlah masa lalu menjadi kenangan dan
mulailah masa kini dengan harapan baru menuju masa depan yang bahagia.
Kiat Sukses Menjadi Suami Sholeh

eramuslim - Jika ada seorang istri yang sholehah yang selalu memperhatikan, melayani suami
dengan segala kebaikan. Ia juga selalu menuruti segala perintah dan memenuhi keinginan sang
suami dengan kepatuhan yang sempurna. Menjaga ibadahnya dan selalu mengingatkan suami
untuk berlomba mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ia menjadi istri yang manis dan selalu hangat disamping suaminya, serta menjadi teman
perjalanan yang menyenangkan. Tidak banyak menuntut dan menerima dengan rasa syukur
apapun dan seberapapun rezeki yang didapat suami.
Bukankah tidak ada alasan lagi bagi sang suami untuk tidak membalasnya dengan
menjadi suami yang sholeh, penuh perhatian dan kasih sayang. Demikian beberapa kiat untuk
menjadi suami yang sukses:
1. Berdandanlah untuk istri anda, selalu bersih dan wangi.
Sesering apakah kita tampil didepan istri dengan pakaian ala kadarnya? Sama
halnya dengan suami yang menginginkan istrinya kelihatan manis untuknya, setiap istri
juga menginginkan suaminya berdandan untuknya.
Sebagai contoh, ingat, bahwa Rasulullah saw selalu menggosok giginya terlebih
dulu sebelum menemui istrinya setelah bepergian. Beliau juga selalu menyukai senyum
yang paling manis.
2. Panggillah istri anda dengan nama yang cantik.
Rasulullah saw mempunyai nama panggilan untuk istri-istrinya yang sangat
mereka sukai. Panggillah istri anda dengan nama yang paling indah baginya dan hindari
menggunakan nama-nama yang menyakitkan perasaan mereka.
3. Jangan memperlakukan seorang istri seperti lalat.
Kita tidak pernah menghiraukan seekor lalat di dalam kehidupan kita sehari-hari,
tahu-tahu dia menjadi penyakit buat kita. Sama halnya seorang istri yang berbuat baik
sepanjang hari, jika tidak pernah mendapat perhatian dari suaminya, maka dia juga akan
memperlakukan suaminya bagai sebuah penyakit. Jangan sekali-kali perlakukan dia
seperti ini; kenali semua kebaikan yang dia lakukan dan pusatkan perhatian padanya.
4. Jika anda melihat kesalahan dari istri anda, cobalah untuk diam dan tidak
berkomentar apa pun!
Ini adalah cara Rasulullah saw yang biasa dilakukan saat beliau melihat sesuatu
yang tidak pantas dilakukan istri-istrinya (radhiyallahu ?anhuma). Ini adalah teknik bagi
seorang Muslim sebagai kepala rumah tangga.
5. Tersenyum untuk istri anda kapan saja anda melihatnya dan memeluknya sesering
mungkin.
Senyuman adalah shadaqah dan istri anda termasuk ummat muslim juga.
Bayangkan hidup dengannya dengan senyum yang selalu tersungging. Ingatlah, sunnah
juga menerangkan bahwa Rasulullah saw selalu mencium istrinya sebelum pergi sholat
ke masjid, bahkan saat beliau sedang berpuasa.
6. Berterima-kasihlah untuk semua yang dia lakukan untuk anda.
Sekecil apapun yang istri anda lakukan buat anda, jangan sekali-kali
menganggapnya sebagai hal sepele. Berterima kasihlah, karena ucapan terima kasih anda
sungguh berarti bagi istri anda dan akan terukir indah dihatinya.
Ambil contoh, ucapkan terima kasih untuk ketika usai makan malam yang dia
sediakan. Juga untuk kebersihan rumah dan selusin pekerjaan yang lainnya.
7. Mintalah padanya untuk menulis sepuluh perbuatan terakhir yang telah anda
lakukan untuknya yang membuat dia senang. Kemudian pergi dan lakukan itu
kembali.
Mungkin agak sulit untuk mengenali apa yang membuat istri anda senang. Anda
tidak perlu untuk bermain tebak-tebakkan, tanyakan padanya dan kerjakan secara
berulang-ulang selama hidup anda.
8. Jangan mengecilkan keinginannya. Hiburlan dia.
Kadang-kadang seorang suami perlu mengabulkan permintaan istrinya.
Rasulullah saw memberikan contoh buat kita dalam sebuah kejadian ketika Safiyyah
radhiyallahu ?anha menangis karena dia (Safiyyah) berkata bahwa beliau (Rasulullah)
memberikan sebuah unta yang lamban. Rasulullah pun menyapu air matanya,
menghiburnya, dan membawakannya sebuah unta yang lain.
9. Penuh humor dan bermain-mainlah dengan istri anda.
Lihatlah betapa Rasulullah saw pernah bertanding lari dengan istrinya Aisyah
radhiyallahu ‘anha di sebuah padang, dan membiarkan Aisyah memenangkannya. Kapan
saat terakhir kita melakukan hal seperti itu?
10. Ingatlah selalu sabda Rasulullah SAW: ?Yang terbaik di antara kalian adalah yang
memperlakukan keluarganya dengan baik. Dan aku adalah yang terbaik
memperlakukan keluargaku.?
Cobalah jadi yang terbaik. Sebagai kata akhir: Jangan pernah lupa berdo'a kepada
Allah Azza wa Jalla, agar membuat pernikahan anda bahagia.
Untuk Apa Mempunyai Anak?

eramuslim - Mempunyai anak sendiri adalah salah satu dari karunia terindah dalam fase
kehidupan berumah tangga. Rasa bahagia itu akan lebih terasa lagi saat menunggu kelahiran
penyeri rumahtangga itu sudah terlalu lama. Sang ibu merasa bangga, selain karena telah berhasil
memenuhi keinginan suami dan keluarga, ia juga bersyukur kepada Allah karena telah
dikaruniakan anak yang diimpikannya.
Anak adalah anugerah Ilahi. Semua pasangan secara fitrahnya sangat mendambakan
anugerah dan karunia ini. Karena itu, orang tua seharusnya tahu dan menyadari nilai karunia
Allah yang begitu besar ini. Anak adalah amanah Allah. Orang tua harus tahu hakikat ini. Mereka
yang tidak memahami hakikat nilai ini, sangat mungkin akan meremehkan dan mengabaikan
kewajiban mereka untuk menjaga dan mendidik anak.
Tidak semua orang yang berkeluarga mudah dan cepat dapat menimang anak. Allah yang
menentukan dan mengurniakan amanah ini kepada siapa yang Dia inginkan. Karena itu, pasangan
yang telah diizinkan Allah mendapat anak, harus mampu menjaganya dengan baik. Curahkan
kasih sayang dan perhatian yang paling baik menurut perintah Allah dan didikan Rasulullah
SAW.
Allah SWT berfirman, “Dia memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia
kehendaki dan memberikan anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia
menganugerahkan kedua jenis lelaki dan perempuan (kepada sesiapa yang dikehendaki-Nya), dan
Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi
Maha Kuasa.” (QS. asy-Syura: 49-50).
Kita wajib menyambut anak yang lahir dengan penuh syukur dan kasih sayang, karena ini
adalah nikmat dari Allah SWT. Nikmat yang akan menjadi penyeri rumahtangga.
Membahagiakan dan menyenangkan hati suami. Apatah lagi si isteri. Firman Allah, “Dan orang-
orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kami isteri-isteri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami)”. (QS. al-Furqan: 74).
Allah SWT juga ada mengabadikan doa hamba-hamba-Nya yang akan mampu
mewariskan perjuangan mereka. Misalnya, doa Nabi Zakaria, “Ya Rabbi, kurniakan aku seorang
anak yang baik di sisi Engkau.” (ali Imran: 38). “Anugerahkan aku seorang putera, yang akan
mewarisi sebahagian keluarga Ya’kub.” (QS. Maryam: 5-6).
Bahkan, anak yang baik ini akan memberi manfaat kepada orang tua apabila kembali
kepada Allah. Seorang ulama pernah mengungkapkan, “Anak-anak yang soleh akan menjadi
sumber sedekah jariah bagi ibu bapa”. Itu terjadi jika anak-anak itu dididik, diasuh dan dijaga diri
serta jiwa mereka dengan sempurna hingga menjadi mukmin yang benar. Hanya anak soleh yang
bisa menjadi amalan abadi yang terus mengalir pahalanya untuk kedua orang tua.
Kita sadar bahwa Allah SWT telah memerintahkan setiap Muslim supaya menjadikan diri
sebagai manusia yang dikehendaki Allah. Allah berfirman, “Hendaklah kamu menjadi manusia-
manusia rabbani”. (QS. Ali-Imran: 79). Ibu bapa mempunyai tugas berat mendidik anak-anak
yang Rabbani. Satu tanggung jawab yang suci untuk menghasilkan manusia-manusia yang hanya
taat kepada Allah dan RasulNya. Amanah ini cukup berat, tapi ia akan ditanya oleh Allah kelak.
Rasulullah SAW bersabda, “....dan setiap suami adalah pemimpin bagi keluarganya. Ia
akan diminta pertanggungjawabannya dan setiap isteri adalah pemimpin atas penghuni rumah dan
anak suaminya, dan ia akan diminta pertanggungjawabannya”.
Sehubungan dengan itu, orang tua mesti memahami dan menunaikan setiap hak anak
yang dipikulkan kepada mereka. Sabda Nabi, “Hak anak ke atas ayahnya ialah memberinya nama
yang baik, mengajarnya menulis, mengawinkannya apabila sudah cukup umur dan mengajarnya
al- Qur’an.” (Riwayat al-Hakim & ad-Dailami).
Baginda SAW juga pernah bersabda, “Tidak ada suatu pemberian yang lebih baik
daripada seorang ayah kepada anaknya daripada budi pekerti yang baik”. (Riwayat at-Tirmidzi).
Di samping itu, kasih sayang ayah dan ibu juga harus diperhatikan. Itu hak mereka.
Perhatian dan kasih sayang mereka perlukan untuk menjadi insan yang tunduk kepada tuntunan
Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Berbaktilah kalian kepada kedua orang tuamu, niscaya
anak-anakmu akan berbakti kepadamu.”
Mendidik anak-anak menjadi insan soleh adalah tanggungjawab orang tua. Orang tua
tidak seharusnya gagal mendidik anak-anak dalam mengemban tanggung jawab ini. Jika gagal
mendidik anak karena lalai, maka beban yang berat akan dipikul di akhirat nanti. Allah SWT
telah mengingatkan masalah ini dalam firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman!
Selamatkan diri kamu dan anggota keluarga kamu dari api neraka”. (QS. At-Tahrim : 6).
Anak-anak adalah penyambung kehidupan keluarga dan penerus cita-cita ibu dan ayah.
Mereka harus dididik agar menjadi anak yang soleh. Dipersiapkan untuk memikul dan
melaksanakan tugas menyebar dan membela Islam. Merekalah yang mewarisi kerja-kerja kita
yang belum selesai.
Mari tanya diri kita. Seriuskah kita dalam kerja mendidik mereka? Betulkah cara yang
kita gunakan untuk mendidik, mengasuh dan menjaga anak-anak kita? Adakah karunia Allah ini
akan kita sia-siakan hingga kelak bukannya menjadi tabungan pahala di akhirat, malah
sebaliknya? (na)
Didiklah Anak-anak Menjadi Percaya Diri

eramuslim - Anak adalah amanah Allah yang sangat berharga. Karena anak pula, orang tua
dituntut untuk mendidiknya sejak ia masih dalam kandungan ibunya sampai ia dewasa. Kenapa
demikian? Sebab anak yang lahir itu dalam kesucian (fitrah), Maka saat kembali nanti kepada
Sang Pemiliknya Allah Swt harus suci pula; tanpa noda dan dosa.
Karena itulah pendidikan terhadap anak (tarbiyatul aulad) dalam pandangan Islam adalah
wajib hukumnya. Sesibuk apapun pekerjaan kita, pendidikan anak-anak kita tak boleh
terbengkalai.
Salah satu hal terpenting dalam mendidik anak adalah upaya menumbuhkan rasa percaya
diri pada jiwa sendiri, yang di kemudian hari ia menjadi manusia mandiri, tidak tergantung
dengan orang lain, atau merasa minder. Rasulullah Saw. sendiri dalam mendidik putrinya
Fatimah menggunakan beberapa cara untuk menumbuhkan rasa percaya diri pada anak, antara
lain;
1. Memperkuat kemauan anak.
Ini dilakukan oleh Nabi Saw dengan dua cara: Pertama, membiasakan menjaga
rahasia. Hal ini dimaksudkan agar tumbuh dan kuat kemaunnya. Kedua, membiasakan
puasa. Ketika anak mampu menahan lapar dan haus karena puasa, maka dalam dirinya
telah tertanam merasakan
kemenangan mengalahkan hawa nafsu. Dengan demikian menjadi kuatlah
kemampuannya menghadapi persaingan kehidupan.
Para sahabat sangat memperhatikan agar anak-anaknya berpuasa. Untuk itu
mereka memberikan mainan-mainan saat anak-anaknya berpuasa agar mereka terhibur,
sehingga tidak merasakan lamanya puasa.
2. Menumbuhkan kepercayaan social
Para sahabat dalam mengajari anak-anaknya untuk percaya diri di depan orang-
orang tua dan teman-teman sebayanya, mereka biasanya sering diajak oleh orang tuanya
hadir dalam majlis-majlis Rasulullah.Nabi sendiri sering bercanda dengan cucu-cucunya,
Hasan
dan Husein.Anas Bin Malik mengatakan, "Adalah Rasulullah Saw bergaul dengan kami
hingga ia mengatakan kepada kami, "Hai Aba Umair sedang apa burung kecil itu?" Kami
menggelar tikar
lalu beliau shalat dan membariskan kami di belakangnya." (HR. Ahmad)
Selain itu, untuk menumbuhkan kepercayaan sosial bisa dengan mengajari
mengucapkan salam kepada orang lain saat bertemu. "Wahai anakku, jika kamu masuk
kepada keluargamu maka ucapkanlah salam. Niscaya hal itu akan mendatangkan barokah
kepadamu dan kepada keluargamu." (HR. At-tirmidzi)
3. Menumbuhkan kepercayaan ilmiah
Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengajarinya al-Qur'an dan al-Sunah dan
sirah Nabi Saw dan nabi-nabi lainnya. Karena dari hal tersebut ia akan memiliki wawasan
hidup yang luas dan teladan yang baik dari para Nabi itu.
4. Menumbuhkan kepercayaan ekonomi dan bisnis
Hal ini bisa dilakukan dengan mengajak anak pergi ke pasar atau swalayan untuk
membeli kebutuhan mereka. Dari situ pula anak akan bersosialisasi lebih banyak tentang
kehidupan. Rasulullah Saw pernah menyaksikan si kecil Abdullah Bin Ja'far sedang
bermain dagang-dagangan, lalu beliau mendo'akannya, "Ya Allah, curahkanlah barokah
dalam
perdagangannya."

Begitulah Nabi mulia mengajari menumbuhkan rasa percaya diri khususnya pada anak-anak.
Lima Asas Keluarga Penyayang

eramuslim - Sesuatu yang nyata dan pasti bahwa kerukunan diantara keluarga adalah sangat
penting dalam mewujudkan satu cara hidup bermasyarakat murni dan bahagia.
Islam sebagai sebuah agama suci menekankan secara sungguh-sungguh untuk melahirkan sebuah
keluarga penyayang. Karena berangkat dari konsep sebuah keluarga penyayang itulah nanti akan
terbentuk sebuah masyarakat dan negara yang kokoh, mantap dan sejahtera.
Ada lima asas penting yang mesti dibangun guna membentuk keluarga penyayang, yaitu:
Kasih sayang antara suami dan istri
Undang-undang Islam melarang dengan tegas pergaulan bebas antara lelaki dan
perempuan yang bukan muhrim. Karena pergaulan yang demikian lebih banyak membawa
mudharatnya. Melalui pergaulan bebas yang tidak diikat dengan ijab kabul (pernikahan) sudah
tentu akan melahirkan bentuk kasih sayang yang hanya bersandar kepada pengaruh hawa nafsu
semata. Hasil dari keadaan itulah yang akan menjerumuskan ke arah perzinahan, hamil diluar
nikah, pengguguran kandungan serta pembuangan anak seperti yang banyak terjadi dalam
masyarakat kita kini.
Islam menggariskan ketetapan bahwa unsur kekeluargaan yang murni sewajarnya
bertolak dari pernikahan yang sah. Agar supaya jalinan kasih sayang antara suami dan istri dapat
dilakukan dengan bersih dan berakhlaq. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Ar-
Ruum, ayat 21: "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Allah, Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-
Nya diantara kamu rasa kasih dan sayang."
Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad saw bersabda: "Dunia ini adalah perhiasan, dan
sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang solehah." Dalam sebuah hadis lain, Nabi Muhammad
saw bersabda: "Orang mulia antara kamu adalah mereka yang berlaku baik kepada keluarganya,
sebab aku sendiri pun berlaku paling baik terhadap keluargaku sendiri."
Kasih sayang antara ibu bapak dengan anak
Dari pernikahan antara suami/istri sudah tentu nantinya akan lahir keturunan, yang mana
anak adalah amanah dari Allah yang perlu dididik dengan sempurna seperti yang diterangkan
dalam dua hadist. Sabda Nabi Muhammad saw: "Wajib atas kamu memberi nafkah kepada
mereka dan pakaian mereka yang munasabah" dan "Seseorang itu akan berdosa dengan sebab
dia mensia-siakan mereka yang menjadi tanggungannya."
Jika dibanding anak-anak yang lahir di luar nikah yang terbengkalai dan tersisih, anak
yang lahir dari hubungan suami istri yang halal akan mempunyai tempat bergantung. Maka
kepada kedua ayah dan ibu diletakkan tanggungjawab memberikan pendidikan, asuhan, kasih
sayang sempurna. Sabda Nabi Muhammad saw: "Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan
fitrah, maka kedua ibu bapanya yang bertanggungjawab menjadikannya yahudi, nasrani atau
majusi."
Berkaitan dengan hadits diatas, firman Allah SWT dalam surah At-Tahrim, ayat 6
menegaskan pula: "Wahai orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari azab api
neraka."
Kasih sayang antara anak dengan ibu bapak
Sebagaimana ibu dan bapak memberikan kasih sayangnya kepada anak-anak,
demikianlah juga Islam menganjurkan supaya anak-anak ikut memberikan kasih sayang mereka
terhadap kedua ibu bapak mereka. Dari apa yang selalu kita dengar, 'sesungguhnya syurga itu
terletak di bawah telapak kaki ibu'.
Dengan menyayangi dan mengasihi ibu bapak, disamping mematuhi segala perintah dan
nasihat keduanya, berkata-kata dengan mereka pun perlu menggunakan bahasa yang lemah
lembut serta beradab, tidak menyinggung perasaan mereka dengan perkataan bernada kebencian,
kasar dan menyakitkan.
Sebaiknya seorang anak menunjukkan bukti kesyukuran dan rasa terima kasih terhadap
jasa kedua orang tuanya yang sudah bersusah payah mendidik dan membesarkannya. Islam
menegaskan, salah satu dosa besar ialah durhaka kepada kedua ibu bapa.
Dalam surat An-Nisa, ayat 36 Allah berfirman: "Sembahlah Allah dan jangan
mempersekutukannya serta kepada kedua ibu bapak hendaklah kamu berbuat baik." Dalam hal
ini, Nabi Muhammad saw bersabda: "Keridhaan Allah bergantung kepada keridhaan ibu bapak,
maka kemurkaan Allah juga bergantung kepada kemurkaan ibu bapak. Barang siapa yang setiap
hari berbuat baik terhadap ibu bapak tetapi mengingkari Aku, maka Aku masih ridha kepadanya,
namun siapa yang setiap hari meridhai Aku tetapi sebaliknya mendurhakai kedua ibu bapaknya,
maka niscaya Aku murka kepadanya."
Betapa tingginya nilai keberkatan kasih sayang seseorang anak terhadap ibu bapaknya
sudah diterangkan oleh Islam melalui sebuah hadis yang sudah kerap kali kita dengar yaitu:
"Apabila mati seseorang Muslim, maka terputuslah hubungannya kecuali tiga perkara yang bisa
menyelamatkannya yaitu amal sholeh, shodaqoh dan do'a anak yang sholeh."
Kasih sayang terhadap saudara dan tetangga
Islam senantiasa menganjurkan supaya umatnya menjalin hubungan kasih sayang,
silaturahim dan saling memberi satu sama lainnya. Kasih sayang itu bukan sekedar perlu dipupuk
antara suami dan istri, ibu bapak dan anak serta anak dan ibu bapak saja, tetapi silaturahim
terhadap saudara yang lain termasuk tetangga juga sangat digalakkan oleh Islam karena hasil dari
ikatan kemesraan itu nanti akan menumbuhkan kekuatan ummat yang padu.
Ini jelas disebutkan oleh Nabi Muhammad saw dalam hadist yang berbunyi: "Tidak
sempurna iman seseorang sehingga dia mencintai saudara serta tetangganya sama seperti dia
mencintai dirinya sendiri." Selain itu Nabi Muhammad saw juga bersabda: "Mereka yang baik
diantara kamu ialah Muslim yang menyelamatkan Muslim lain dari perbuatan jahat oleh lidah
dan tangannya."
Kasih sayang yang dianjurkan Islam juga terbukti dengan amalan yang mewajibkan kita
menunaikan zakat, infaq dan shodaqoh. Karena dengan amalan-amalan tersebut, mereka yang
berkecukupan akan dapat membantu golongan orang miskin dan dhaif. Dalam sebuah hadist Nabi
Muhammad saw bersabda: "Tidaklah sempurna iman seseorang Muslim jika ia bahagia dan
merasa kenyang tetapi di sebelah rumahnya ada tetangganya yang sedih dan lapar."
Dan dalam sebuah hadis yang lain Nabi Muhammad saw bersabda: "Amat besar pahala
yang akan diberikan kepada seorang Muslim yang apabila aroma masakannya tercium oleh
tetangga sebelahnya lalu dia bergegas untuk menyedekahkannya semangkuk."
Kasih sayang terhadap masyarakat dan manusia
Kasih sayang terhadap masyarakat dan seluruh manusia juga digalakkan oleh Islam.
Untuk menjamin kerukunan hidup bermasyarakat, Islam juga mencegah kita berbuat kerusakan
yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Oleh karena itu Islam melarang kita
mengumpat, berkata-kata bohong, fitnah, hasad dan dengki sesama manusia, menjatuhkan
martabat orang lain, mencuri, merampok, menganiaya sesama manusia serta membunuh.
Sehingga, karena terlalu besar nilai penyayang dan kecintaan Islam terhadap hubungan
baik sesama masyarakat manusia, maka memberikan senyuman dan mengucapkan salam kepada
orang lain serta tolong-menolong kepada sesama akan mendapat ganjaran kebaikan dari Allah.
Refleksi Akhir Tahun : Mau Dibawa Kemana Rumah
Tangga Kita?

eramuslim - Seorang Muslim sejati, memang tak perlu harus menunggu sampai setahun
untukmengevaluasi dirinya. Setiap waktu bahkan ia semestinya melakukan evaluasi tersebut.
Namun jika kita mencoba melakukan evaluasi tahunan, maka setiap akhir tahun ada pertanyaan
yang baik untuk direnungkan oleh para kepala keluarga: “Pernahkah kita ingatkan kepada seluruh
anggota keluarga kita untuk mensyukuri nikmat usia dan tetap teguh berjalan di atastrack
kebenaran?”
Ketika esok matahari muncul di ufuk Timur, tahun telah berganti. Fajar tahun 2002 mulai
mengawali rotasinya. Bagi orang-orang cerdas, ia akanmenganggap pergantian waktu itu berarti
jatah usianya telah berkurang lagi, dan akan terus berkurang seiring peredaran bumi.
Namun orang-orang jahiliyah telah mulai merayakan pergantian tahun sejakmalam hari
dengan semarak-maraknya. Puncak perayaan pun ditabuh sekuat-kuatnya begitu jarum jam
menunjuk angka 12.00. Saat-saat inilah yang ditunggu dengan berdebar oleh mereka yang
menghabiskan malamnya dengan berbagai aktivitas absurd: bergadang sembari meniup terompet,
meliuk-liukkan badan di atas panggung terbuka atau lantai remang-remang night-club/
discotiqhue sampai pagi. Bahkan untuk mabuk-mabukan dan pesta zina. Mereka betul-betul
melupakan kehidupan setelah kematian. Astaghfirullahal adzim!
Setiap tahun tradisi-tradisi absurd itu dihasung habis-habisan. Entah sadar atau tidak,
ironinya pentas dan panggung-panggung pesta pergantian tahun--yang barangkali lebih tepat
disebut pesta massal “manusia menentang Allah” itu—berlangsung justru di tengah bangsa ini
sedang dihimpit krisis multidimensional: ekonomi yang ambruk, budaya yang amburadul, moral
yang jungkir-balik, dan sebagainya.
Ketika bangsa ini begitu sangat membutuhkan kekuatan untuk bangkit dari
keterpurukannya. Saat kita butuh pertolongan Allah agar Dia menurunkan rahmatNya pada
bangsa yang tengah terkapar ini, tapi justru perbuatan yang mendatangkan murka Allah
bertebaran di mana-mana dengan sangat demonstratif.
Tahun demi tahun panggung-panggung kemaksiatan akhir tahun tidak pernah absen
diadakan dan kian beragam acaranya. Dari mulai berjoged ria sampai pagi, mabuk ganja-narkotik
dan minuman keras, hingga pesta zina. Tradisi itu seperti telah menjadi pusaran air yang kian
membesar dan berputar kian kuat, lalu menyeret siapa saja yang tidak memiliki kekuatan iman.
Sehingga panggung-panggung itu tak akan pernah sepi dan kehilangan para peserta fanatiknya
saban tahun.
Yang menyesakkan dada, hampir dapat dipastikan bagian terbesar persertanya adalah
generasi muda Islam. Mereka yang lahir dari keluarga-keluarga Muslim. Bagi orang di luar Islam,
wajar bila mereka bertanya-tanya apakah konsep pendidikan keluarga Islami tidak cukup tangguh
untuk mencegah anak-anak terlibat dalam tradisi amoral tersebut?
Sebetulnya Islam memerintahkan kita untuk menjaga diri dan keluarga kita dari api
neraka (QS 66:6). Pesan ini menyiratkan suatu perintah bahwa pertama, seorang kepala rumah
tangga hendaknya mampu menjadi teladan hasanah (yang baik/Islami) bagi seluruh anggota
keluarganya.
Kedua, ia wajib membangun kebaikan itu menjadi sifat keluarga, bukan hanya berhenti
pada sifat individu. Konsekuensi logis dari kewajiban ini adalah komunikasi yang baik antara
suami-istri harus terus terjalin kokoh. Mereka harus berkoordinasi bahkan harus menjadi team-
work yang tangguh dalam mengajarkan dan mensosialisasikan nilai-nilai kebaikan pada seluruh
anggota keluarganya.
Selanjutnya, informasi tentang perkembangan keluarga pun tak boleh disembunyikan
atau tidak diketahui sama sekali oleh kepala keluarga. Baik ia berupa perkembangan positif,
apalagi negatif. Bagaimana sholat anak-anak, apakah kian rajin atau kian malas. Kalau malas,
bagaimana kiat untuk menggairahkannya kembali. Ini tentu menjadi tanggungjawab kepala
keluarga/rumah tangga, dalam hal ini adalah suami-istri.
Bila anak-anak telah memasuki usia aqil-baligh (istilah sekarang ABG=Anak Baru Gede)
koordinasi orangtua dalam hal pendidikan anak bahkan kian diperkuat, bukan malah tambah
melemah. Karena pada usia-usia ini anak-anak mangalami masa pencarian jati diri, yakni masa-
masa transisi yang rawan. Bila saja pada masa ini lebih banyak stimulasi negatif yang mereka
dapat, niscaya anak akan tumbuh negatif. Karena itu orangtua jangan sampai tidak mengetahui
perkembangan negatif anak tersebut. Keadaan negatif yang dibiarkan berlarut-larut akan kian
sulit bagi orangtua untuk mengatasinya.
Pendek kata mulai dari masalah sholat, hobi, sampai hubungan dengan teman-temannya,
orangtua wajib mengetahui dan terus memantau perkembangannya. Jangan sekali-sekali
berasumsi, anak-anak melalaikan sholat misalnya, sebagai hal wajar dan biasa. Itu jelas keliru
besar. Karena tidaklah sebuah generasi menjadi rusak, kecuali generasi itu telah meninggalkan
kewajiban sholat.
"Maka datanglah sesudah mereka pengganti yang jelek, yang menyia-nyiakan sholat dan
memperturutkan hawa nafsunya. Maka mereka kelak akan menemui kesesatan." (QS 19 : 59).
Khusus masalah sholat ini, jangan disepelekan. Sholat adalah tiang utama keluarga
bahkan negara. Tak ada bangsa yang jaya dan damai tanpa sholat. Karena itu evaluasi keluarga
sebaiknya dimulai dari hal asasi tersebut, lalu dikembangkan pada aspek asasi lainnya, seperti
akhlaq, etika, moral serta dakwah. Bila rambu-rambu pendidikan Islam itu betul-betul kita
perhatikan dan jalankan, niscaya tak akan muncul generasi-generasi penyembah hawa nafsu
seperti yang setiap akhir tahun kita saksikan.
Ajarkanlah terus anak-anak untuk bersyukur pada Tuhannya, agar ia semakin peka untuk
mensyukuri usianya. Karena usia yang disyukuri bukan dengan berlomba-lomba panjang umur,
apalagi berlomba-lomba dalam kemaksiatan. Tapi bagaimana usia yang ringkas sekalipun, tapi
membawa berkah dan rahmat bagi sekalian alam. Asy-Syahid Sayid Qutb berpesan; "Usia
bukanlah bilangan waktu, tapi bilangan kesadaran".
Rumah tangga kita, bila tidak membawa keberkahan di masyarakat, keberadaannya akan
tidak berarti. Dan dalam pandangan Allah kita termasuk orang yang berkhianat pada perintahNya.
Karena itu bangunlah rumah-tangga masjid, yang seluruh penghuninya pandai bersyukur dan
bersujud pada Penciptanya. Wallahu a'lam.
Jangan Ajari Anak-anak Menjadi Lemah dan
Penggunjing

eramuslim - Tidak ada orangtua yang dengan sengaja menginginkan anak-anaknya tumbuh
lemah (secara fisik), menjadi pengumpat atau pengadu domba. Karena karakter tersebut,
merupakan sifat negatif yang sebisa mungkin wajib dihindari.
Namun pada kenyataannya banyak orangtua yang mengeluhkan kelemahan anak mereka.
Atau terkejut begitu mengetahui anak-anak mereka memiliki watak pengumpat atau penggunjing.
Para orangtua sebetulnya tidak menginginkan pertumbuhan anak-anak mereka seperti itu. Tapi
sadar atau tidak, sengaja atau tidak disengaja, tak sedikit para orangtua sesungguhnya telah
menggiring kepribadian anak-anak mereka terbentuk seperti tersebut di atas.
Lemah Fisik
Jika tak ada sebab-sebab klinis anak menjadi lemah, maka kemungkinan penyebab
utamanya adalah, pola pendidikan orang tua. Banyak orangtua yang tidak menyadari telah
menerapkan pola pengawasan super ketat pada anak-anaknya sejak kecil. Misalnya karena
khawatir anaknya masuk angin atau kedinginan, lalu memakaikan pakaian berlapis-lapis pada
anak dan melarangnya bermain-main.
Ada bahkan seorang ibu yang hampir selalu mengatakan "jangan" pada anaknya. "Nak
jangan main air, nanti pilek!" - "Nak, jangan main di tanah, nanti cacingan!" atau "Nak, jangan
pakai kaos tipis, nanti masuk angin!" Pokoknya kata "jangan" menjadi senjata pamungkas
orangtua untuk mencegah kebebasan anak bermain.
Begitupun ketika membawa anak-anak ke tempat rekreasi, mereka melarang anak-anak
bebas berlarian dan memanjat pohon. Atau ketika menjelang malam hari, mereka melarang anak-
anak mereka keluar rumah untuk mengaji atau ke masjid misalnya. Anak-anak akhirnya harus
mengurung dirinya di rumah sampai besok pagi, karena kekhawatiran orangtua yang berlebihan.
Tahukah Anda, bahwa Islam menganjurkan kita untuk mengajarkan anak-anak tumbuh
kuat dan berani. Rasulullah sendiri dalam salah satu hadits beliau memerintahkan orangtua untuk
mengajarkan anak-anak mereka berenang, memanah dan menunggang kuda.
Diriwayatkan Rasulullah pernah melihat anak-anak kecil berlomba lari di alam terbuka.
Maka beliau menyemangati mereka dan bahkan ikut berlomba dengan anak-anak tersebut.
Orangtua yang selalu dihantui ketakutan anak-anak mereka kotor, sakit, dan sebagainya,
pada hakikatnya telah membentuk anak-anak mereka menjadi lemah. Bahkan pada saat si anak
besar, ia mungkin mudah sakit-sakitan.
Seharusnyalah para orang tua mendorong anak-anak mereka menjadi enerjik, tegar dan
tahan banting. Biasakan anak-anak memakai pakaian yang "kasar", tidur di atas hamparan yang
keras, naik gunung, menjauhkan kemewahan, tidak dimanjakan dengan mainan-mainan otomatis.
Bahkan kepada anak-anak harus diajarkan sekali-sekali makan "nasi tanpa lauk" misalnya,
sebagai upaya menanamkan anak-anak agar memiliki empati pada nasib saudara-saudara mereka
yang tidak beruntung. Bukankah Rasulullah ketika kecil biasa hidup di gurun pasir terbuka,
berpakaian bahan kasar, dan tidur di atas hamparan yang keras?
Sifat Pengumpat/Penggunjing
Boleh jadi banyak orangtua yang tidak menyadari ketika mereka mengeluarkan umpatan
atau kata-kata kasar di depan anak-anak mereka, sesungguhnya mereka telah mengajarkan anak-
anak berlaku kasar. Pengumpat atau penggunjing pada hakikatnya merupakan sifat-sifat buruk
yang diancam neraka oleh Allah SWT.
Orang-orang penggunjing bahkan oleh Al Qur'an disamakan dengan orang yang
memakan daging/bangkai saudaranya sendiri (QS 49:12). Rasulullah SAW dalam salah satu
haditsnya menceritakan ancaman bagi kaum penggunjing.
"Ketika aku dimi'rajkan, aku melewati suatu kaum yang mempunyai kuku-kuku dari
tembaga. Mereka merobek-robek muka dan dada mereka dengan kuku-kuku itu. Lalu aku
bertanya: Wahai Jibril, siapakah mereka itu? Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang
memakan daging saudara mereka sendiri dan melanggar kehormatan mereka."
Karena itu pada orangtua betul-betul diingatkan untuk tidak gampang melakukan
sumpah-serapah, mengumpat, atau menggunjing dan mengadu domba, padahal anak-anak mereka
menyaksikan perilaku buruk itu. Betapapun misalnya, mereka betul-betul dalam keadaan emosi
atau marah besar kepada seseorang. Bersihkanlah atmosfer rumah-tangga kita dari limbah-limbah
yang akan mengancam kita masuk ke neraka.
Jangan lagi terdengar kata-kata di depan anak-anak kita, misalnya "Uuuh dasar berengsek
luh, anak bodoh, tidak tahu diuntung!" Na'udzu billah min dzalik. Semoga kata-kata itu tidak
pernah terucap dari mulut-mulut kita. Karena sekali ia terucap, sementara anak-anak
menyaksikannya, maka ia akan menjadi pelajaran yang akan terhunjam kuat di hati anak-anak
kita.
Peliharalah rumah-rumah tangga kita, agar steril dari ucapan-ucapan yang tidak
bermartabat itu. Agar keluarga kita terpelihara dari ancaman neraka. Bukankah Al Qur'an
memerintahkan kita untuk memelihara diri dan keluarga kita dari api neraka? Yaa Allah Robbul
'Izzati, peliharalah kami dan keturunan kami dari berlaku kasar dan berbuat curang, amien...!
Awal Pernikahan, Antara Realitas dan Ilusi

eramuslim - Semasa gadis, Atiqah (bukan nama sebenarnya), sering berharap untuk menjadi
seorang isteri yang taat dan sering mengukir senyuman buat suaminya. Dia yakin, dengan
menjadi isteri yang solehah dan menggembirakan suami, dia sudah dapat menempati salah satu
tempat di surga. “Tidak perlu susah-susah bagi seorang wanita mencari surga Allah,” begitu yang
kerap terlintas dalam hatinya.
Harapan untuk menjadi isteri yang solehah dibina oleh Atiqah setelah dia menerima
kesadaran Islam dan ketika pemahamannya mengenai Islam semakin jelas. Padahal sewaktu
remaja, dan ketika agama hanya dilihat sekadar amalan rutin seperti yang ditekankan oleh sekolah
dan keluarganya, dia tidak pernah mempunyai harapan dan impian begitu. Malah dia merasa agak
janggal apabila memikirkan surga dan neraka Allah.
Berkat berteman dengan mereka yang berminat mendalami agama, Atiqah sering
mengikuti pengajian. Dalam bacaannya, dia menemukan banyak tema tentang perkawinan. Dia
juga banyak menemukan ayat Al-Quran yang menganjurkan berumahtangga. Dia pun ingin
menjadi sebaik-baik perhiasan sebagaimana kata hadits, dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik
perhiasan adalah isteri solehah. Atiqah juga begitu senang dengan hadis yang pernah disebut
Rasulullah, yaitu "Jika manusia boleh menyembah manusia selainnya, maka aku perintahkan
isteri menyembah suaminya." (HR Abu Dawud, Tirmidzi,Ibnu Majah dan Ibnu Hibbin)
Berkat keinginan yang tinggi untuk menjadi isteri yang solehah sebagaimana dicontohkan
oleh isteri-isteri Rasulullah, maka Allah akhirnya menemukan jodoh Atiqah dengan Mustafa
(bukan nama sebenarnya). Mustafa, seorang jejaka yang tidak kurang solehnya. Akhirnya kedua-
dua mereka melangkah ke gerbang pernikahan. Maka menagislah syaitan ketika kedua anak
Adam diijabkabulkan.
Seperti Atiqah, Mustafa yang mengenali Islam sejak berada di kampus, sering bercita-cita
untuk membentuk rumahtangga. Pilihannya, pasti seorang wanita solehah yang menyejukkan hati
dan mata.
Dia pernah membayangkan, alangkah bahagianya menjadi seorang suami yang kuat
pribadinya dan mampu membimbing orang lain, terutama isteri dan anak-anaknya. Dia teringat
akan pesan Rasulullah, bahwa "hanya lelaki yang mulia saja yang akan memuliakan wanita."
Mustafa pernah bercita-cita mengikuti Rasulullah yang begitu sayang dan lemah lembut pada
isterinya. Tidak merasa rendah diri apabila membantu isteri melakukan pekerjaan rumah.
Rumahtangga Mustafa-Atiqah terus berlalu; hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi
bulan...
Biarpun harapan dan cita-cita menghidupkan rumahtangga Muslim terus hidup, namun
kenyataan pun harus mereka hadapi juga. Perbedaan kepribadian, perasaan, pembawaan, selera
dan kegemaran yang selama ini terbina dari latar belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda,
ternyata tidak mudah untuk disatukan.
Jika sebelum perkawinan semua itu dikatakan mudah diselesaikan melalui pemahaman
agama, ternyata lambat laun ada juga perselisihan. Perselisihan memang tidak dapat dielakkan
dalam rumahtangga. Apalagi jika pasangan suami isteri tidak menyedari bahawa syaitan sentiasa
berusaha untuk menjahanamkan anak Adam.
Dalam kisah Mustafa dan Atiqah, ternyata segala yang dibayangkan tidaklah seindah
realitasnya. Mencontoh rumahtangga Rasulullah memang satu tuntutan. Namun sebagai seorang
Islam, tantangan dan cobaan adalah peluang untuk mempertingkatkan diri dan semakin
bergantung kepada Allah. Berbagai masalah dalam perkawinan dan rumahtangga harus dihadapi
secara sabar dan realistik oleh pasangan suami isteri yang inginkan naungan Allah.
Ada isteri yang mengeluh karena cara suami menegur, dikatakan kasar dan memalukan.
Ada pula suami mengeluh karena sikap isteri yang kurang cakap mengurus keluarga. Maklum
saja, ada dikalangan isteri sebelumnya sibuk belajar dan berorganisasi sehingga sangat jarang ikut
mengurus masalah dapur.
Mustafa pun mulai mengeluh.Ternyata isterinya tidak seperti dia impikan. Malah Atiqah
juga mengeluh terhadap Mustafa karena dianggapnya terlalu dimanjakan oleh orang tuanya
dahulu. Apalagi Mustafa terlalu berhati-hati berbelanja.
Atiqah juga mulai merasakan penyesalan di hati akibat tidak mau bekerja setelah kuliah,
karena niat untuk menumpahkan perhatian sepenuhnya kepada suami dan rumahtangga, dan
mencapai impian menjadi wanita solehah.
Kadang-kadang semangat seorang Muslimah solehah untuk keluar rumah mencari
kesibukan di luar tidak diimbangi dengan peranannya dalam rumahtangga. Hal ini menyebabkan
suami mengeluh karena dibebani dengan tugas-tugas rumahtangga. Ada juga di kalangan isteri
terlalu banyak menceritakan kekurangan suaminya, dan sering lupa untuk melihat kebaikan dan
kelebihan suaminya.
Ada suami yang sikapnya dingin, tidak pandai memuji dan bercanda dengan isterinya.
Apabila melihat kebaikan pada isterinya dia diam saja, tetapi apabila melihat kelemahan, segera
diungkit. Memang, banyak cobaan pada pasangan suami isteri dalam rumahtangga. Tidak semua
yang indah-indah seperti diimpikan sebelum berumahtangga menjadi kenyataan. Sudah menjadi
sunnah kehidupan, bahwa akan berlaku pergeseran kecil dan perbedaan, sepanjang menjadi suami
isteri. Itu namanya asam garam berumahtangga.
Pasangan seperti Mustafa dan Atiqah mempunyai kelebihan menghadapi cobaan
berumahtangga, karena mereka berbekal pemahaman agama dan rasa ketergantungan yang tinggi
kepada Allah. Dengan kata lain, mereka mempunyai pemikiran yang mungkin tidak dirasai oleh
pasangan yang jauh diri dari Islam.
Adakalanya kita memerlukan bantuan pihak ketiga dalam menyelesaikan masalah
rumahtangga kita, kerana "kaca-mata" yang kita pakai sudah begitu kelabu sehingga gagal
melihat semua kebaikan pasangan hidup kita. Mungkin pihak ketiga bisa membantu mencuci atau
memperbaharui kacamata kita supaya pandangan kita kembali jelas dan wajar.
Pasangan yang bijak dan tinggi pemahaman agamanya, akan mampu untuk istiqamah
dalam menjaga perkawinan mereka dan lebih mampu menghadapi badai melanda. Adalah penting
sebelum kita mendirikan rumahtangga, mempunyai suatu tanggapan bahwa kita (bakal suami
isteri) berjanji akan melengkapi antara satu sama lain, karena manusia bukanlah makhluk
sempurna. Manusia tidak mungkin dapat menjadi isteri atau suami yang sempurna seperti
bidadari atau malaikat.
Kita harus siap menerima pasangan hidup seadanya, termasuk segala kekurangannya,
selama tidak melanggar syariat. Kita memang berasal dari latar belakang keluarga, kebiasaan dan
watak yang berbeda, yang membentuk watakan dan persepsi hidup tersendiri. Apabila kita
menerima keadaan ini, insya Allah kita akan berhasil menghindar dari menikah dalam illusi kita
pada hari kita diijabkabulkan, tetapi sebaliknya kita sudah menikah dalam realitas kita.
Setiap pasangan Muslim, tidak boleh menjadikan rumahtangga sebagai tujuan. Ingat, ia
hanya alat untuk kita meningkatkan diri dan ketakwaan kepada Allah. Menikah berarti kita
mampu mengawal nafsu daripada langkah yang salah. Dan setiap persetubuhan bagi suami isteri
untuk menghindar dari maksiat, akan mendapat pahala dari Allah swt. Betapa indahnya Islam.
"Sirami Bunga Kita Dengan Cinta"

"Awal bulan depan, genap satu tahun pernikahan kita. Sementara bunga kecil di perutmu sudah
mulai mendesak-desak ingin keluar, hmm... tak terasa sebentar lagi bunga itu akan keluar dan
menghiasi harum rumah kecil ini. Dik, sungguh aku sudah tidak sabar untuk menciuminya
sepuasku hingga tak satupun orang lain kuberikan kesempatan mencium dan memeluknya
sebelum aku, ayahnya, bosan menciumnya.
Satu tahun empat bulan yang lalu, aku masih ingat saat datang ke rumahmu untuk berkenalan
dengan keluargamu. Takkan pernah hilang dalam ingatanku, betapa kedatanganku yang
ditemani beberapa sahabat untuk berkenalan malah berubah menjadi sebuah prosesi yang aku
sendiri tidak siap melakukannya, yah... aku melamarmu dik....
Padahal, baru satu minggu sebelum itulah kita berkenalan di rumah salah seorang sahabatmu.
Waktu itu, aku tak berani menatap wajahmu meski ingin sekali aku beranikan diri untuk
mengangkat wajahku dan segera menatapmu. Tapi, entah magnet apa yang membuatku terus
tertunduk. Kenakalanku selama ini ternyata tidak berarti apa-apa dihadapanmu, kurasakan
sebuah gunung besar bertengger tepat di atas kepalaku dan membuatku terus tertunduk.
Dik, aku juga masih ingat dua hari setelah pernikahan kita, kamu masih tidak mau membuka
jilbab didepanku meski aku sudah sah sebagai suamimu. Tidurpun, kita masih berpisah, kamu
diatas kasur empuk yang aku belikan beberapa hari sebelum pernikahan, sementara aku harus
kedinginan tidur dilantai beralaskan selimut.
Hmm, aku masih sering tersenyum sendirian kala mengingat kata-kataku untuk merayumu agar
mau membuka jilbab. "Abang cuma ingin tahu, istri abang nih ada telinganya nggak sih". Kata-
kata lembutku pada malam ketiga itu langsung disambar dengan pelototan mata indahmu.
"Teruslah dik, mata melotot adik takkan pernah membuat abang takut atau menyerah, malaaah,
adik makin terlihat cantik, makin jelas indahnya mata adik".
Setelah kata-kata itu meluncur dari mulut jahilku, bertubi-tubi pukulan sayang mendarat di tubuh
dan kepalaku karena adik menganggap aku meledekmu. Tapi waktu itu, aku justru merasakan
kehangatan pada setiap sentuhan tanganmu yang mengalir bak air di pegunungan. Karena aku
yakin, dibalik pukulan-pukulan kecil itu, deras kurasakan cintamu seiring hujan yang turun sejak
selepas maghrib.
Indah bunga seroja di taman mungkin takkan pernah bisa mengungkapkan eloknya cinta kita,
cinta yang didasari atas kecintaan kepada Allah. Allah-lah yang menciptakan hati, jiwa dan
ragamu begitu rupa sehingga aku mencintaimu. Aku pun berharap, atas dasar cinta Allah
pulalah adik mencintaiku. Karena hanya dengan cinta karena Allah, cinta ini akan terus
berbunga dan mewangi selamanya.
Cinta hakiki adalah cinta kepada zat yang menciptakan cinta itu sendiri, begitu seorang bijak
berkata. Cinta tidak dirasa tanpa pengorbanan, kasih sayang bukan sekedar untaian kata-kata
indah, dan kerinduan yang terus takkan pernah terwujud jika hanya sebatas pemanis bibir,
tambah sang bijak.
Langit akan selamanya cerah, bila kita suburkan cinta ini. Mentari takkan pernah bosan bersinar
selama kasih antara kita tetap terpatri dan rembulan pun tetap tersenyum, selama kita isi hari-
hari dengan segala keceriaan yang jujur.
Tak terasa, malam semakin larut dik. Baru saja kudengar dentang jam berbunyi duabelas kali.
Sementara tangan ini masih asik dengan pena dan secarik kertas putih. Kan kutulis semua rasa
bathinku malam ini, semua keindahan, kehangatan, dan hidup dibawah naungan cinta
bersamamu karena Allah. Tapi, maafkan aku dik, karena aku juga akan mengkhabarimu hal yang
tidak pernah kuceritakan kepadamu sebelumnya.
Kau sandarkan kepalamu di dadaku, lelap sudah malam menghantarmu tidur. Tapi, ah... bunga
kecil kita ternyata belum tidur dik... sesekali kurasakan sentuhan kakinya dari dalam perutmu.
Rupanya bunga kecil itu sudah mengenaliku sebagai ayahnya, kurasakan berkali-kali diberbagai
kesempatan berdampingan denganmu, tangan-tangan kecilnya berupaya menggapai dan
menyentuhku seakan memintaku untuk segera menggendongnya.
Malam ini, ada tangis dihatiku yang tidak mungkin aku curahkan padamu. Karena aku tahu,
kaupun sudah cukup sering menahan tangismu agar tidak terlihat olehku. Jadi, mana mungkin
aku menambahinya dengan air mataku yang mulai menggenang di bibir kelopak mataku ini.
Sebagai suami, aku merasa belum mampu membahagiakanmu dik. Nafkah yang kuberikan
kepadamu setiap bulan, tidak pernah cukup bahkan untuk dua minggu pun. Sehingga untuk
keperluan dua minggu berikutnya, aku harus meminjamnya dari teman-temanku tanpa
sepengetahuanmu dan aku hanya membisikimu, "rizqumminallaah".
Setahun kita menikah, tak sehelaipun pakaian kubelikan untukmu. Bahkan aku sering menangis,
saat mengajakmu pergi, adik harus bingung mencari-cari sandal yang layak dipakai. Tak pernah
aku mengajakmu untuk berjalan-jalan, karena aku selalu disibukkan dengan segala urusanku, tak
peduli hari libur. Aku selalu berharap adik tampil cantik dan segar sepanjang hari, tapi tak
pernah kubelikan adik alat-alat kecantikan. Dan yang terakhir, aku tak kuasa mengingatnya dik,
meski berat kita harus melalui saat-saat kita makan dengan makanan seadanya, bahkan tidak
jarang kita berpuasa. Waktu itu adik bilang, "Biarlah bang, adik lebih rela makan sedikit dan
seadanya daripada kita harus berhutang, karena hidup tidak akan tenteram dan selalu merasa
dikejar-kejar".
Sebentar lagi, bunga kecil itu akan hadir dik. Akankah aku, ayahnya, membiarkannya tumbuh
dengan apa adanya seperti yang aku lakukan terhadapmu dik. Bersyukurlah ia karena
mempunyai ibu yang sholehah dan selalu menjaga kedekatannya dengan Allah. Karena, walau
gizi yang diberikannya kelak tidak sebanyak kebanyakan anak-anak lainnya, tetapi ibunya akan
mengalirkan gizi takwa dihatinya, mengenalkan Allah sebagai Rabb-nya, Muhammad sebagai
tauladannya dan mengajarkan Al Qur'an sebagai petunjuk jalannya kelak. Ibunya akan
mengajarkan kebenaran kepadanya sehingga mampu membedakan mana hak dan mana bathil,
Dik, jika ia lahir nanti, sirami hatinya dengan dzikir, suburkan jiwanya dengan lantunan ayat-
ayat suci Al Qur'an, hangatkan tubuhnya dengan keteguhan menjalankan dinnya, baguskan pula
hatinya dengan mengajarkannya bagaimana mencintai Allah dan Rasul-Nya, ajarkan juga ia
berbuat baik kepada orangtua dan orang lain, bimbinglah ia dengan ilmu yang kau punya,
sehingga dengan ilmu itu ia tidak menjadi orang yang tertindas. Jadikan jujur sebagai
pengharum mulutnya serta kata-kata yang benar, baik, lembut dan mulia sebagai penghias
bibirnya. Sematkan kesabaran dalam setiap langkahnya, taburi pula benih-benih cinta di
dadanya agar ia mampu mengukir cinta dan kasih sayang dalam setiap perilakunya, dan yang
terakhir kenakan takwa sebagai pakaiannya setiap hari.
Jika demikian, insya Allah harapan dan do'a kita untuk tetap bersama sampai di surga kelak
akan lebih mudah kita gapai. Aku berharap, engkau membaca surat yang kuselipkan di bawah
bantalmu malam ini. Dan jika kau telah membacanya esok pagi, jangan katakan apapun kecuali
ciuman hangat di tanganku. Karena dengan begitu, aku tahu kau telah membacanya."
Adillah Kepada Istri...

eramuslim - Sebagai seorang laki-laki, berbagai kesibukkan tentu bukan hal yang aneh. Dari
mulai bekerja mencari nafkah, mencari ilmu, berorganisasi sampai berdakwah. Tentu saja, untuk
melakukan semua aktifitas tersebut banyak waktu yang harus kita korbankan tidak peduli siang
dan malam.
Bahkan tidak jarang, segala aktifitas maupun pekerjaan yang tidak bisa kita selesaikan di
pagi dan siang hari, harus kita bawa ke rumah sehingga menyita waktu bercengkerama bersama
keluarga. Meski demikian, betapa bahagianya para suami tatkala sibuk berkutat dengan setumpuk
pekerjaannya, sang istri setia menemani dan menghantarkan secangkir teh ataupun kopi hangat.
Terkadang tak sadar kita, jarum jam sudah menunjuk angka 11 bahkan 12 malam,
sementara anak-anak sudah terlelap. Teh ataupun kopi hangat pun entah sudah yang keberapa kali
dihantarkan oleh istri kita yang tetap setia. Jika ia seorang istri yang antusias, ia akan
memperlihatkan kepeduliannya atas pekerjaan kita dengan mengajukan berbagai pertanyaan.
Namun jika sebaliknya, artinya istri termasuk orang yang pendiam dan cenderung tidak ingin
mengganggu konsentrasi bekerja suaminya, cukuplah ia diam dan terus setia menemani.
Tiba-tiba saja, kita akan merasa 'diusik' dengan teguran lembutnya, "sudah malam bang,
istirahatlah, esok bisa dilanjutkan". Dengan mudahnya kata-kata seperti, "sebentar lagi dik" atau
"tidurlah duluan, nanti abang menyusul", meluncur dari mulut kita sambil terus kembali khusyuk
dengan pekerjaan. Jika seluruh pekerjaan usai malam itu, barulah kita pergi ke pembaringan dan
beristirahat sampai pagi dan kembali segar.
Lalu, bagaimana dengan makhluk lembut yang semalaman menemani walau akhirnya
pergi tidur lebih dulu? bisa jadi ia tidak sesegar kita, ataupun tidak sesenang kita yang mampu
merampungkan segala urusan dan pekerjaan malam itu.
Bisa jadi, sebagai orang yang sangat aktif, setiap hari harus kita lalui dengan cara
demikian. Jika benar, perlu kiranya menengok sejenak kepada istri kita yang kadang sudah
terlelap di pinggir meja kerja. Perhatikan pula wajahnya saat menghantarkan kopi dan seruputan
lainnya, atau senyumnya tatkala menyapa lembut menyarankan kita untuk beristirahat sejenak
atau mungkin, menghirup harum tubuhnya saat mendampingi kita bekerja.
Tak sadar kita, bahwa kasihnya begitu ikhlas, kesabarannya begitu indah, dan kesetiaanya
tiada sirna ditelan malam. Mungkin kita tak pernah menyadari, hantaran teh terakhirnya
merupakan sinyal darinya untuk segera menghentikan aktifitas kita, teguran lembutnya sebagi
tanda bahwa ia juga milik kita yang perlu kita perhatikan selain setumpuk pekerjaan kita dan
bahwa harum tubuhnya adalah isyarat untuk istirahat sejenak, melepas kepenatan kerja seharian
dengan melakukan 'aktifitas' lainnya.
Secara tidak sengaja kita telah berlaku tidak adil kepada istri. Untuk urusan berhubungan
seksual, kita begitu egois. Sewaktu mereka berharap akan kehangatan malam, kita sibuk dengan
berbagai urusan, tetapi giliran kita yang 'mau', memaksapun kita lakukan agar istri mau melayani
meski ia tidak dalam kondisi baik.
Sehingga jangan heran, kalau suatu saat tidak akan ada lagi hantaran teh dan kopi hangat,
ataupun teguran lembut agar kita beristirahat. Bahkan mereka (para istri) akan menganggap
segala urusan dan aktifitas kita, belajar, pekerjaan kantor, organisasi, atau dakwah sekalipun
sebagai 'musuh' utamanya karena telah merenggut keharmonisan dan kehangatan rumah tangga.
Inilah salah satu bentuk kesalahan komunikasi yang kita ciptakan. Kita sering gagal
memahami model komunikasi istri yang terkadang hanya dengan bahasa tubuh dan sedikit kata-
kata itu. Padahal, jika saja kita mau memahami, ada makna yang dalam saat istri telah
menghantarkan minum saat kita bekerja dan memberikan sedikit teguran untuk beristirahat.
Bahwa, ada 'agenda' lain yang harus pula dilaksanakan malam itu. Atau setidaknya, betapa
inginnya para istri merasa dihormati dengan kita menyudahi pekerjaan kita sehingga ia merasa
kasih sayang lembut yang tercurahkan malam itu tidak sia-sia.
Kita tahu malaikat akan melaknati para istri sampai pagi harinya karena tidak mau
melayani keinginan suaminya. Tetapi juga semestinya, para suami berlaku adil saat ia
membutuhkan kehadiran kita disampingnya untuk mendapatkan sepercik kehangatan suami.
Bolehlah kita berpesan agar istri tidak keluar rumah tatkala kita bepergian. Namun
demikian, pulanglah tepat waktu dan tidak mampir ke tempat lain yang sekiranya itu bisa
membuatnya merasa cemas dan khawatir sementara kita tidak memberitahunya lebih dulu.
Mungkin tidak masalah bagi istri bila kita menyisihkan sebagian uang untuk biaya
sekolah lagi. Ada baiknya pula, sisihkan juga buatnya untuk bisa membeli buku-buku bacaan agar
ia juga menjadi orang yang berpendidikan dan terpenuhi kebutuhannya akan ilmu. Sediakan pula
waktu bersamanya untuk mengunjungi tempat-tempat pengkajian ilmu. Berilah taushiah
kepadanya sebagaimana yang kita berikan kepada para orang lain.
Baik pula rasanya, sesekali mengajaknya makan bersama diluar seperti yang kita lakukan
kepada teman-teman sejawat. Atau penuhi dahaga rekreasinya guna menghilangkan kejenuhan
aktifitas rumah. Bayangkan betapa jenuhnya seorang istri yang melulu di rumah, berbeda dengan
kita yang setiap hari keluar yang tentu lebih dinamis.
Perhatikan pula pakaiannya yang sudah lusuh dan itu-itu melulu atau juga sandalnya yang
'butut', belikanlah yang baru, buatlah hatinya berbunga meski ia tidak menuntutnya. Bandingkah
dengan pakaian-pakaian kita yang selalu rapi dan necis.
Mulai sekarang, rapikan jadwal harian, mingguan ataupun bulanan. Penuhi janji dan tetaplah
memberikan waktu-waktu khusus sebagai 'family day' yang tidak bisa diganggu gugat kegiatan
yang lain. Sehingga dengan demikian, kita tetap bisa berlaku adil dan menjaga kehangatan rumah
tangga dengan istri dan anak-anak.

You might also like