Bandung, 2009 Pengantar Proses Manufaktur Page 2 of 41 2.1 Pendahuluan Industri pengolahan logam secara garis besar dibagi atas 3 bagian pokok seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.2 dan 2.3, yaitu sebagai berikut: 1. Industri hulu: industri yang mengolah bahan tambang berupa batuan mineral menjadi bijihh logamdasar melalui proses penambangan dan ekstraksi. 2. Industri antara: industri yang mengolah bijihh logam dasar menjadi produk antara atau jadi seperti: billet, slab, bloom, rod dan ingot. 3. Industri hilir: industri yang mengolah lebih lanjut produk industri antara yaitu dari produk jadi menjadi produk jadi. Proses pengolahan logam pada ke tiga industri tersebut di atas akan dijelaskan berikut ini, dengan penekanan pada proses pembuatan besi dan baja serta proses-proses manufaktur (Gambar 2.1) dalampembuatan produk logamtersebut. Gambar 2.1 Klasifikasi proses manufaktur Pengantar Proses Manufaktur Page 3 of 41 Gambar 2.2 Diagramalir Proses Pengolahan LogamDalam Industri. Gambar 2.3 Aliran Proses/Pembuatan Besi dan Baja Menurut Kelompok Industri. Pengantar Proses Manufaktur Page 4 of 41 Gambar 2.4 Proses pembuatan besi dan baja, mulai dari bijih besi sampai menjadi produk jadi. 2.2 Pembuatan Besi dan Baja 2.2.1 Penambangan dan Pengolahan Bijih Besi Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 sampai 2.4 bahwa bahan baku awal dalam aliran proses pembuatan besi dan baja adalah bijih besi (iron ore). Bijih besi yang didapatkan dari alam umumnya merupakan senyawa besi dengan oksigen seperti hematite (Fe 2 O 3 ), magnetite (Fe 3 O 4 ), limonit (FeO(OH)nH 2 O), siderit (Fe 2 CO 3 ) dan pyrite (FeS 2 ). Pembentukan senyawa besi oksida tersebut sebagai proses alam yang terjadi selama ribuan tahun. Kandungan senyawa besi dibumi ini mencapai 5 %dari seluruh kerak bumi. Penambangan bijih besi tergantung keadaan di mana bijih besi tersebut ditemukan. Jika bijih besi ada di permukaan bumi, maka penambangan dilakukan dipermukaan bumi (open-pit mining), dan jika bijih besi berada di dalam tanah maka penambangan dilakukan dibawah tanah (underground mining). Karena bijih besi didapatkan dalam bentuk senyawa dan bercampur dengan kotoran-kotoran lainnya maka sebelum dilakukan peleburan bijih besi tersebut terlebih dahulu harus dilakukan pemurnian untuk mendapatkan konsentrasi bijih yang lebih tinggi (25-40%). Proses pemurnian ini dilakukan dengan metode: crushing, screening, dan pencucian (washing). Untuk meningkatkan kemurnian menjadi lebih tinggi (60-65%) serta memudahkan dalam penanganan berikutnya, dilakukan proses agglomerasi dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pengantar Proses Manufaktur Page 5 of 41 Bijih besi dihancurkan menjadi partikel-partikel halus (serbuk). Partikel-partikel bijih besi kemudian dipisahkan dari kotoran-kotoran dengan cara pemisahan magnet (magnetic separator) atau metode lainnya. Serbuk bijih besi selanjutnya dibentuk menjadi pelet berupa bola-bola kecil berdiameter antara 12,5-20 mm. Terakhir, pelet bijih besi dipanaskan melalui proses sinter/pemanasan hingga temperatur 1300C agar pelet tersebut menjadi keras dan kuat sehingga tidak mudah rontok pada saat transportasi. 2.2.2 Proses Reduksi Bijih Tujuan proses reduksi bijih adalah untuk menghilangkan ikatan oksigen dari bijih besi sehingga kandungan metalik meningkat. Proses reduksi ini memerlukan gas reduktor seperti hidrogen (H 2 ) atau gas karbon monoksida (CO). Terdapat 2 jenis proses reduksi bijih yaitu proses reduksi langsung dan proses reduksi secara tidak langsung. 2.2.2.1Proses Reduksi Langsung Proses ini biasanya digunakan untuk merubah pelet menjadi besi spons (sponge iron) atau sering disebut besi hasil reduksi langsung (direct reduced iron). Gas reduktor yang dipakai biasanya berupa gas hidrogen dan gas CO yang dapat dihasilkan melalui pemanasan gas alam cair (LNG) dengan uap air di dalam suatu reaktor dengan reaksi kimia sebagai berikut: CH 4 + H 2 O CO + 3H 2 (gas hidro karbon) (uap air panas) (gas reduktor) Dengan menggunakan gas hidrogen dan gas CO dari persamaan reaksi kimia di atas maka proses reduksi terhadap pelet bijih besi dapat dicapai dengan reaksi kimia sebagai berikut: Fe 2 O 3 + 3H 2 2Fe + 3H 2 O (pelet spons) (gas hidrogen) (Besi (uap air) atau reaksi reduksi gas CO terhadap bijih hematite yaitu sebagai berikut: Fe 2 O 3 + 3CO 2Fe + 3CO 2 Pengantar Proses Manufaktur Page 6 of 41 2.2.2.2 Proses Reduksi Tidak Langsung Proses ini dilakukan dengan menggunakan tungku peleburan yang disebut juga tanur tinggi (blast furnace) seperti yang ditunjukkan gambar 2.5. Bijih besi hasil penambangan dimasukkan ke dalam tanur tinggi tersebut dan di dalam tanur tinggi terjadi proses reduksi secara tidak langsung. Bahan bakar yang digunakan pada tanur tinggi ini adalah arang kayu dari kayu yang telah dibakar atau menggunakan batu bara yang telah didestilasi kering yang dikenal dengan nama kokas dengan kandungan karbon (C) di atas 80%, kokas tersebut tidak hanya berfungsi sebagai bahan bakar, tetapi juga berfungsi sebagai pembentuk gas CO sebagai reduktor. Untuk menimbulkan reaksi pembakaran, maka ke dalam tanur tersebut ditiupkan udara dengan menggunakan blower (gambar 2.6) sehingga terjadi proses oksidasi sebagai berikut: 2C + O 2 2CO + Panas Gas CO yang terjadi dapat menimbulkan reaksi reduksi terhadap bijih yang dimasukkan ke dalam tanur tersebut. Sedangkan panas yang ditimbulkan berguna untuk mencairkan besi yang telah tereduksi tersebut. Untuk mengurangi kotoran-kotoran (impuritis) dari logam cair, ke dalam tanur biasanya ditambahkan sejumlah batu kapur (limestone). Batu kapur tersebut akan membentuk terak (slag) dan dapat mengikat kotoran-kotoran yang ada di dalam logam cair. Karena berat jenis terak lebih rendah dari berat jenis cairan besi maka terak tersebut akan berada dipermukaan logamcair sehingga dapat dikeluarkan melalui lubang terak. Gambar 2.4. Konstruksi sebuah tanur tinggi (Blast Furnace). Pengantar Proses Manufaktur Page 7 of 41 Besi hasil proses tanur tinggi ini disebut juga besi kasar (pig iron). Besi kasar ini merupakan bahan dasar untuk membuat besi tuang (cast iron) dan baja (steel). Komposisi kimia unsur-unsur pemadu dalam besi kasar ini terdiri dari 3-4 %C; 0,06-0,10 %S; 0,10-0,50 %P; 1-3 %Si dan sejumlah unsur-unsur lainnya, sebagai bahan impuritas. Untuk pembuatan besi cor, besi kasar tersebut biasanya dicetak dalam bentuk lempengan-lempengan (ingot) yang kemudian di lebur kembali oleh pabrik pengecoran (foundry industry). Sedangkan untuk pembuatan baja, besi kasar dalam keadaan cair (molten pig iron) langsung dipindahkan dari tanur tinggi ke dalamtungku peleburan baja, antara lain dapat mempergunakan jenis tungku oksigen basa (basic oxygen furnace, BOF), tungku busur listrik (electric arc furnace, EAF), atau tungku induksi. 2.3 Proses Peleburan Baja dan Besi Cor Baja dan besi cor merupakan logam paduan antara besi dan karbon, dimana batas kandungan karbon dalam baja relatif lebih rendah dibandingkan dengan kandungan karbon dalam besi cor seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 berikut ini. Gambar 2.5 Diagram Fasa paduan Fe dan Cuntuk baja dan besi cor. Pengantar Proses Manufaktur Page 8 of 41 Proses peleburan baja, dapat menggunakan bahan baku berupa besi kasar (pig iron), besi spons (sponge iron) atau berupa skrap. Disamping itu bahan baku lainnya yang biasanya ditambahkan adalah bahan paduan (master alloys) ferrosilikon, ferromangan, ferrochrom dan lainnya. Bahan muatan lain pada proses peleburan baja hdala arang kayu ataukokas serta batu kapur. Proses peleburan baja pada umumnya mempunyai tiga tujuan utama, yaitu sebagai berikut: Mengatur kadar karbon agar sesuai dengan tingkat spesifikasi baja yang diinginkan. Menambah elemen-elemen pemadu yang diinginkan. Menghilangkan atau mengurangi unsur-unsur pengotor. 2.3.1 Proses Peleburan Baja dengan Menggunakan Tungku BOF Bahan-bahan utama yang digunakan dalam proses peleburan dengan BOF adalah: besi kasar cair (65-85%), skrap baja (15-35%), batu kapur dan gas oksigen (kemurnian 99,5%). Keunggulan proses BOF dibandingkan proses pembuatan baja lainnya adalah dari segi waktu peleburannya yang relatif singkat yaitu hanya berkisar sekitar 60 menit untuk setiap proses peleburan. Proses ini termasuk proses yang paling baru dalam industri pembuatan baja. Gambar sketsa dari tungku ini ditunjukkan dalam gambar 2.6. Terlihat bahwa dalam gambar tersebut bahwa konstruksi tungku BOF relatif sederhana, bagian luarnya dibuat dari pelat baja sedangkan dinding bagian dalamnya dibuat dari bata tahan api (firebrick). Kapasitas tungku BOF ini biasanya bervariasi antara 35 ton sampai dengan 200 ton. Tingkat efisiensi yang demikian tinggi dari tungku BOF ini disebabkan oleh pemakaian gas oksigen dengan kemurnian yang tinggi sebagai gas oksidator utama untuk memurnikan baja. Gas oksigen dialirkan ke dalam tungku melalui pipa pengalir (oxygen lance) dan bereaksi dengan cairan logam di dalam tungku. Gas oksigen akan mengikat karbon dari besi kasar berangsur-angsur turun sampai mencapai tingkat baja yang dibuat. Disamping itu, selama proses oksidasi berlangsung terjadi panas yang tinggi sehingga dapat menaikkan temperatur logamcair sampai di atas 1650C. Pengantar Proses Manufaktur Page 9 of 41 Gambar 2.6 Gambar sketsa sebuah tungku BOF. 2.3.2 Proses Peleburan Baja dengan Menggunakan Tungku EAF Bahan baku yang dilebur biasanya berupa besi spons (sponge iron) yang dicampur dengan skrap baja. Penggunaan besi spons dimaksudkan untuk menghasilkan kualitas baja yang lebih baik. Tetapi dalam banyak hal (terutama untuk pertimbangan biaya) bahan baku yang dilebur seluruhnya berupa skrap baja, karena skrap baja lebih murah dibandingkan dengan besi spons. Proses peleburan dalam tungku EAF ini menggunakan energi listrik. Konstruksi tungku ini ditunjukkan dalam gambar 2.7. Panas dihasilkan dari busur listrik yang terjadi pada ujung bawah dari elektroda. Energi panas yang terjadi sangat tergantung pada jarak antara elektroda dengan muatan logam di dalam tungku. Bahan elektroda biasanya dibuat dari karbon atau grafit. Kapasitas tungku EAF ini dapat berkisar antara 2-200 ton dengan waktu peleburannya berkisar antara 3-6 jam. Pengantar Proses Manufaktur Page 10 of 41 Gambar 2.7 Skematik sebuah tungku listrik dari jenis electric arc furnace (EAF). 2.3.3 Peleburan Besi Cor Bahan bakar yang digunakan pada peleburan besi cor dengan menggunakan tungku kupola adalah kokas dan dimasukkan ke dalam Kupola selang seling dengan muatan logam. Proses pembakaran t er jadi dengan meniupkan udara ke dalam t ungku kupola dengan menggunakan blower. Untuk mendapatkan proses peleburan yang baik maka perbandingan antara muatan logam, bahan bakar dan kebutuhan udara harus dijaga sebaik mungkin. Bentuk dan konstruksi kupola (Gambar 2.8), hampir sama dengan konstruksi tanur tinggi (blast furnace). Bahan baku sebagai muatan terdiri dari ingot besi kasar atau besi kasar cair (molten pig iron) yang dihasilkan dari tanur tinggi, ditambah dengan skrap baja ataupun skrap besi cor (return scrap). Di samping itu penambahan bahan-bahan seperti ferosilikon (FeSi), feromangan (FeMn) dan lainnya sering pula dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menambahkan unsur paduan silikon ataupun mangan dan lainnya. Pada saat proses peleburan ditambahkan pula sejumlah batu kapur sebagai pembentukan terak (slag) yang dapat mengikat kotoran-kotoran sehingga memisah dari besi cair. Proses peleburan pada tungku kupola ini sering kali sulit untuk melakukan pengaturan komposisi kimia. Hal ini dapat mengakibatkan daerah komposisi kimia yang dihasilkan menjadi lebar sehingga memberikan variasi pula terhadap kualitas produk yang dibuat. Di samping itu kekurangan lainnya adalah logam cair mudah mengalami Pengantar Proses Manufaktur Page 11 of 41 kontaminasi oleh sulfur atau unsur-unsur lainnya yang disebabkan oleh bahan bakar kokas sehingga dapat menurunkan sifat-sifat besi tuang. Pada proses peleburan kupola basa, cocok untuk kapasitas produksi besar dengan temperatur tinggi. Pada proses ini kadar belerang dikurangi saat peleburan melalui reaksi kimia antara terak basa dengan cairan besi. Kelemahan metode ini adalah sukar pengoperasian, banyaknya unsur silikon yang hilang, serta peralatan proses (contoh: bata tahan api) yang diperlukan mahal harganya. Peleburan kupola asam merupakan metode yang paling sering digunakan untuk mencairkan besi cor. Cairan besi dapat mengabsorbsi belerang, yang menghasilkan kadar belerang 0.05%-0.15%. Oleh karena itu, sebelum proses pembulatan grafit perlu dilakukan pengurangan kadar belerang terlebih dahulu dengan menambahkan CaC 2 . Dalam proses ini pemilihan CaC 2 sebagai aditif karena harganya cukup murah. Jika jumlah CaC 2 yang ditambahkan sedikit maka cara yang cocok untuk digunakan. Namun mengingat CaC 2 bersifat tahan api dan pengaruh terhadap pengurangan belerang masih rendah, umumnya digunakan cara injeksi melalui pipa tahan api. Selain cara injeksi, cara mengocok ladel yang didalamnya sudah terdapat CaC 2 juga dapat mengurangi kadar belerang sampai dengan 0.03%. Cara ini masih memiliki kelemahan yaitu temperatur cairan akan turun drastis. Untuk mengatasi masalah ini, temperatur cairan harus tinggi (kira-kira di atas 1500 o C). Selain itu untuk menjaga turunnya temperatur selama pengurangan belerang, sering pula digunakan cara peleburan dupleks, yaitu besi dicairkan dalam kupola asam lalu dimasukkan ke dalam tanur induksi frekuensi rendah. Karena kekurangan-kekurangan di atas, maka dewasa ini banyak pabrik pengecoran menggunakan tungku listrik untuk menggantikan Kupola. Tungku listrik yang banyak digunakan adalah dari jenis tungku induksi. Bahan baku yang dilebur pada umumnya tidak menggunakan besi kasar melainkan sebagian besar berupa skrap baja atau skrap besi tuang. Peleburan dengan tungku ini dapat menghasilkan logam cair dengan komposisi kimia yang lebih konsisten dengan kadar impuritas yang lebih rendah karena bahan baku yang dilebur biasanya berupa skrap baja, maka untuk menaikkan kadar karbon agar mencapai kadar yang sesuai untuk besi cor biasanya dilakukan dengan memasukkan sejumlah arang kayu ataupun kokas ke dalam tungku. Pengantar Proses Manufaktur Page 12 of 41 Gambar 2.8 Skematik dari sebuah tungku kupola. Gambar 2.9 Skematik dari tungku induksi. Pengantar Proses Manufaktur Page 13 of 41 2.4 Pembentukan Logam (Forming) Pembentukan logam merupakan salah satu teknik manufaktur dengan cara pemberian gaya melalui suatu cetakan sehingga terjadi perubahan bentuk plastis. Tujuan utama dari proses ini adalah: 1. Menghasilkan bentuk yang diinginkan. 2. Memperbaiki sifat-sifat logam yang dibentuk, yaitu karena terjadinya pengerasan regangan (strain hardening) ataupun terjadinya perbaikan struktur mikro. Proses pembentukan logam diklasifikasikan secara umum berdasarkan temperatur pengerjaannya yaitu: proses pengerjaan panas (hot working) dan proses pengerjaan dingin (cold working). Batasan dari kedua jenis proses pengerjaan tersebut adalah temperatur rekristalisasi dari logam yang dibentuk, jika proses pengerjaannya dilakukan diatas temperatur rekristalisasi atau dilakukan pada temperatur tinggi disebut proses pengerjaan panas. Sebaliknya jika pengerjaannya dilakukan dibawah temperatur rekristalisasi atau dilakukan pada temperatur rendah disebut proses pengerjaan dingin, proses ini umumnya dilakukan pada temperatur kamar (tanpa pemanasan). Proses-proses pembentukan yang tergolong kedalam klasifikasi proses pengerjaan panas adalah: penempaan (forging), pengerolan (rolling), ekstrusi (extrusion) dan lainnya. Sedangkan proses-proses pengerjaan dingin dapat berupa: penarikan kawat (wire drawing), pembengkokan (bending), penarikan dalam (deep drawing) dan lainnya. Secara umum klasifikasi dari proses pembentukan logam (forming) ini terlihat pula pada Gambar 2.10 berikut ini. Gambar 2.10 Klasifikasi umum dari proses manufaktur. Pengantar Proses Manufaktur Page 14 of 41 Berikut ditunjukkan secara skematis dari beberapa proses pembentukan logam: Gambar 2.11 Proses pengerolan profil. Gambar 2.12 Proses penempaan batang penggerak. Pengantar Proses Manufaktur Page 15 of 41 Gambar 2.13 Proses ekstrusi. Gambar 2.14 Proses penarikan kawat. Pengantar Proses Manufaktur Page 16 of 41 Gambar 2.15 Proses blanking. Pengantar Proses Manufaktur Page 17 of 41 Gambar 2.16 Proses bending. Pengantar Proses Manufaktur Page 18 of 41 Gambar 2.17 Proses tarik dalam. Pengantar Proses Manufaktur Page 19 of 41 2.5 Pengelasan Logam (Welding) Pengelasan dan penyambungan merupakan proses manufaktur yang sangat penting pada berbagai macam komponen teknik, dari struktur yang berukuran besar seperti kapal laut dan jembatan hingga ke struktur yang komplek seperti mesin pesawat atau komponen-komponen kecil untuk mikro elektronika. Proses penyambungan telah diidentifikasi sebagai kunci teknologi-key enabling technology, yang langsung berpengaruh pada suatu negara. Beberapa rekayasawan secara umum memandang penyambungan adalah: Mahal; Berbahaya; Sulit untuk dikontrol. Biaya operasi penyambungan yang tinggi merupakan suatu konsekuensi nyata bahwa banyak proses penyambungan tradisional mahal pada biaya operator/pekerja. Umumnya dalam pekerjaan konstruksi baja, biaya pekerja dapat mencapai 70-80% dari biaya produksi. Secara umum bahaya yang ditimbulkan dari proses ini adalah proses terjadi pada temperatur dan tekanan tinggi, penggunaan gas-gas bertekanan tinggi dapat menyebabkan ledakan (mudah terbakar), listrik tegangan tinggi, asap/gas berbahaya, radiasi dan polusi suara. Kesulitan dalam mengontrol proses penyambungan merupakan akibat banyaknya variabel yang harus dikontrol. Proses pengelasan merupakan salah satu proses penyambungan yang dapat dibagi ke dalam 4 katagori utama, yaitu: Penyambungan secara mekanik. Penyambungan dalam keadaan padat-cair. Penyambungan dalam keadaan padat. Penyambungan dalam keadaan cair. Proses penyambungan dilakukan karena beberapa keuntungan, yaitu: Terbatasnya gerakan suatu komponen. Kompleksnya bentuk komponen sehingga sulit atau menjadi mahal saat proses pembuatan, tetapi menjadi mudah dan murah jika dilakukan dengan proses penyambungan. Beberapa produk lebih baik jika dirakit sehingga mudah untuk perawatannya. Pengantar Proses Manufaktur Page 20 of 41 Komponen-komponen rakitan lebih untuk dikirimkan dibandingkan produk lengkap. Sejumlah teknik-teknik penyambungan sekarang dilakukan dan sangat pesat perkembangannya. terutama ikatan adesif dan pengelasan. Proses-proses pengelasan yang sudah ada dikembangkan dan diperkenalkannya metoda-metoda baru penyambungan. Tumbuh kembangnya teknik-teknik penyambungan menyebabkan makin sulitnya memilih proses yang tepat. Keempat jenis proses penyambungan tersebut dapat dilihat pada gambar 2.18 berikut. Gambar 2.18. Klasifikasi proses penyambungan. AWS master chart of welding and allied processes mengklasifikasikan proses pengelasan seperti ditunjukkan pada gambar 2.19. Joining processes Pengantar Proses Manufaktur Page 21 of 41 Gambar 2.19 Standar AWS welding master chart. Solid State Welding (SSW) Soldering (S) Resistance Welding (RW) Thermal Spraying (THSP) Oxygen Cutting (OC) Arc Welding (AW) Other Welding Other Cutting Allied Processes Thermal Cutting (TC) Adhesive Bonding (ABD) Arc Cutting (AC) Oxy-fuel Gas Welding (OFW) Brazing (B) Welding Processes Pengantar Proses Manufaktur Page 22 of 41 Penyambungan mekanik (mechanical fastening) dipakai untuk menyambungkan komponen dengan komponen lain karena adanya keterbatasan pada produk tersebut (cara ini sangat berguna untuk konstruksi yang dirakit). Cara-cara penyambungan yang umumnya dilakukan adalah dengan paku keling, sekrup, mur-baut, jepitan dan sambungan susut seperti ditunjukkan pada gambar 2.20, 2.21 dan 2.22. Penyambungan mekanik sangat berguna jika tidak diinginkan terjadinya kerusakan metalurgi terhadap material (misalnya adanya siklus termal akibat pengelasan yang berpengaruh terhadap sifat material). Inilah yang menjadi alasan mengapa pada konstruksi pesawat terbang banyak menggunakan penyambungan mekanik. Gambar 2.20. (a) sekrup; (b) baut-mur dan cincin penutup (ring); (c) paku keling. Gambar 2.21. (a) stapler karton; (b) jenis-jenis jepitan; (c) contoh penggunaan jepitan bulat pada gigi penggerak pengaduk (kitchen mixer). Gambar 2.22. (a) jepitan plastik untuk kabel; (b) jepitan yang berfungsi untuk menyambungkan kabel; (c) . Pengantar Proses Manufaktur Page 23 of 41 Contoh-contoh penggunaan sambungan mekanik, antara lain: Sekrup (screws): untuk menyambungkan kayu pada furnitur. Mur-baut (bolts-nuts): dipakai pada komponen-komponen mesin. Paku keling (rivet): dipakai pada konstruksi bangunan, jembatan, badan pesawat. Kawat penjilid (staples): dipakai untuk penjepit buku, lembaran logam, plastik. Lipatan (seams): dipakai pada kaleng-kaleng. Jepitan (clip): dipakai pada poros motor-motor listrik. Kancing penjepit (spring and snap-in fastener): dipakai pada badan kamera, mainan elektronik. Contoh-contoh penyambungan mekanik ditunjukkan pada gambar 2.23, 2.24, 2.25, 2.26 dan 2.27. Gambar 2.23. Contoh-contoh paku keling. (a) padat; (b) pipa; (c) terbelah dua; (d) tekan. Pengantar Proses Manufaktur Page 24 of 41 Gambar 2.24 Contoh-contoh kawat penjilid. Gambar 2.25 Tahapan proses pelipatan pada lembaran logam. Gambar 2.26 Dua contoh penyambungan mekanik dengan cara sambungan susut. Pengantar Proses Manufaktur Page 25 of 41 Gambar 2.29 Contoh-contoh penggunaan kancing penjepit. Penyambungan dalam keadaan padat-cair dilakukan pada suatu komponen, di mana terjadi keadaan logam yang akan disambung tetap berada pada kondisi padat sedangkan logam pengisi mengalami pencairan dan akan menyambungkan kedua logam induk. Jenis penyambungan ini adalah proses brazing dan soldering. Proses brazing adalah proses penyambungan di mana sambungan terjadi akibat pemanasan pada temperatur di atas 840 o F (450 o C) dan menggunakan logam pengisi (filler metal) yang tidak mengandung besi (nonferrous) serta memiliki titik cair di bawah dari logam induknya (base metal). Logam pengisi mengalir di antara kedua permukaan dan menutupi permukaan sambungan dengan daya aksi kapiler (gambar 2.30). Pada gambar 2.31 ditunjukkan contoh penggunaan proses brazing. Pengantar Proses Manufaktur Page 26 of 41 Gambar 2.30 . Proses brazing. Gambar 2.31. Contoh penggunaan proses brazing. (a) sebelum proses; (b) sesudah proses. Logam pengisi mengisi celah logam yang akan disambung. Proses soldering adalah proses penyambungan terjadi pada temperatur di bawah 840 o F (450 o C) dan umumnya logam pengisi mempunyai titik cair yang rendah sekitar 200C (paduan Pb-Sn). banyak digunakan pada sirkuit-sirkuit elektronik yang tidak membutuhkan kekuatan dan panas tinggi. Gambar 2.32 menunjukkan contoh-contoh penggunaan proses soldering. Gambar 2.32. Sirkuit-sirkuit elektronik. Pengantar Proses Manufaktur Page 27 of 41 Penyambungan adesif (adhesive bonding-gluing) adalah proses penyambungan yang mempunyai aplikasi yang berbeda. Ini dapat dilihat dari penggunaannya yang bervariasi pada berbagai produk. Penyambungan adesif harus memperhatikan beberapa hal, antara lain: kekuatan impak. Kekuatan geser. kekuatan kelupas/ kekuatan tarik. Temperatur operasi. Kondisi pengeleman harus memperhatikan keadaan lingkungan (aerobik/anaerobik), kecepatan kering adesif, temperatur pengeringan). Tahan kelembaban. Konduktivitas listrik. Beracun. ukuran celah maksimum. Gambar 2.33 menunjukkan salah satu metoda pengujian kekuatan sambungan adesif. Tabel 2.1 menunjukkan sifat-sifat dan karakteristik bahan adesif dan pada tabel 2.2 ditunjukkan jenis-jenis dan aplikasi adesif. Gambar 2.33 Skematik pengujian kekuatan sambungan adesif. Pengantar Proses Manufaktur Page 28 of 41 Tabel 2.1 Sifat-sifat dan karakteristik bahan adesif. Tabel 2.2. Jenis-jenis dan aplikasi adesif. Pengantar Proses Manufaktur Page 29 of 41 Tabel 2.2. Jenis-jenis dan aplikasi adesif (lanjutan). Proses penyambungan pada keadaan padat (solid-state joining) menghasilkan sambungan pada bagian permukaan. proses terjadi pada temperatur di bawah temperatur cair logam induk tanpa penggunaan logam pengisi seperti pada proses brazing atau soldering. Proses-proses ini melibatkan deformasi terbatas atau difusi yang akan menghasilkan sambungan yang kuat , baik untuk logam yang sama maupun tidak sama (similar or dissimilar metals). Proses-proses yang termasuk dalam katagori penyambungan dalam keadaan padat adalah roll bonding/cladding, ultrasonic welding, friction welding, explosion welding dan diffusion bonding. Gambar 2.34 menunjukkan skematik salah satu proses penyambungan dalam keadaan padat. Gambar 2.34. Skematik proses roll bonding (cladding). Pengantar Proses Manufaktur Page 30 of 41 Proses penyambungan dengan terjadinya pencairan setempat, terutama pada daerah sambungan merupakan proses penyambungan yang paling banyak dipakai. Berdasarkan gambar 2.18, dapat dilihat ada tiga kelompok yang masuk dalam jenis penyambungan dengan pencairan (liquid-state), yaitu: 1. Pengelasan secara kimia (chemical). Jenisnya adalah oxy-acetylene dan thermit welding. 2. Pengelasan busur listrik (arc welding). Pengelasan ini paling banyak jenisnya, yaitu bare metal-arc welding, stud welding, gas shielding stud welding, submerged arc welding, gas tungsten arc welding, gas metal arc welding, shielded metal arc welding, atomic hydrogen welding, arc spot welding, arc seam welding. carbon arc welding, twin carbon arc welding, gas carbon arc welding, shielded carbon arc welding, plasma arc welding, electroslag welding, electrogas welding dan flux-cored arc welding. 3. Pengelasan dengan tahanan (resistance welding). Jenisnya adalah spot welding, flash welding, projection welding, seam welding, high frequency butt welding dan lain-lain. Pengelasan (welding) Apakah yang dimaksud dengan pengelasan? Ada beberapa definisi tentang proses pengelasan, yaitu: Pengelasan adalah metoda yang paling umum digunakan untuk menyambung komponen logam secara permanen. Berkaitan dengan kekuatannya, pengelasan digunakan untuk membangun/membuat dan memperbaiki kendaraan, jembatan, gedung, pesawat, pipa, peralatan rumah tangga dan masih banyak produk-produk lainnya. Proses penyambungan yang menggunakan panas, tekanan dan atau bahan kimia untuk mencairkan dua logam bersama-sama sehingga diperoleh sambungan yang permanen. Gabungan logam yang disambung sedikitnya dua komponen terpisah. Pengelasan dapat dihasilkan dari penggunaan panas atau tekanan, atau gabungan keduanya dengan atau tanpa penambahan logam pengisi. Pengantar Proses Manufaktur Page 31 of 41 Penyatuan antara dua buah logam akibat pencairan oleh panas atau tekanan dan atau keduanya. Logam pengisi dengan temperatur cair yang sama dengan logam induk dapat ditambahkan atau tidak. Penyambungan terlokalisasi dari logam atau non-logam terjadi akibat adanya panas yang mencapai temperatur pengelasan pada logam induk di sekitar daerah sambungan, dengan atau tanpa adanya tekanan atau hanya ada tekanan, dengan atau tanpa penggunaan logam pengisi. Prinsip terpenting yang harus diketahui adalah bahwa terjadi ikatan logam yang terbentuk di sepanjang antarmuka antara logam induk dengan lasan. Dengan kata lain, material yang memiliki struktur-struktur atom yang kontinyu di sepanjang lasan dengan atom-atom yang beraturan pada kisi kristal sama seperti yang ada pada material bakalan (ikatan metalurgi yang terjadi karena adanya gaya-gaya tarik-menarik di antara atom- atom). Proses pengelasan banyak digunakan karena berbagai alasan, antara lain: Sulit atau tidak mungkin untuk dibuat menjadi satu komponen. Lebih mudah atau lebih ekonomis untuk dibuat menjadi beberapa komponen dan kemudian dirakit di tempat lain (di lapangan) oleh pengguna. Beberapa produk lebih baik dibuat dengan cara perakitan. Dengan sistem perakitan akan mudah dalam perawatan atau perbaikan. Setiap komponen mungkin mempunyai sifat yang berbeda. Konstruksi menjadi lebih ringan. Komponen rakitan akan lebih mudah dikirim dibandingkan produk yang telah jadi. Menurut American Welding Society (AWS), proses penyambungan logam setiap tahunnya menyumbang $50 miliar dollar terhadap perekonomian Amerika Serikat atau sama dengan 50 persen dari pendapatan bruto nasional. Pada Gambar 2.35 dan 2.36 ditunjukkan jenis sambungan dan posisi pengelasan. Pengantar Proses Manufaktur Page 32 of 41 Gambar 2.35 Jenis-jenis sambungan las. Gambar 2.36 Jenis-jenis posisi pengelasan. Pengantar Proses Manufaktur Page 33 of 41 2.6 Pemesinan Logam (Machining) Pemesinan merupakan salah satu teknik manufaktur dimana benda kerja dibentuk dengan cara membuang sebagian materialnya dalam bentuk geram. Proses pemesinan ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa proses antara lain: bubut (turning), freis (milling), bor (drilling) dan lainnya. 2.6.1 Bubut (Turning) Proses pembubutan merupakan proses untuk pemesinan silinder eksternal atau permukaan berbentuk kerucut. Biasanya dilakukan di mesin bubut (lathe). Jika diinginkan hasil yang baik dan akurasi ukuran, maka pemotongan kasar dapat diikuti dengan satu atau lebih pemotongan. Pada Gambar 2.37 ditunjukkan skematik dari proses pembubutan. Gambar 2.37 Berbagai operasi dari proses pembubutan. Pengantar Proses Manufaktur Page 34 of 41 (a) (b) Gambar 2.38 (a) Mesin bubut (lathe), (b) Proses turning (bubut). Pengantar Proses Manufaktur Page 35 of 41 Tabel 2.3 Parameter proses bubut. Tabel 2.4 Rekomendasi parameter proses bubut untuk berbagai jenis material. Pengantar Proses Manufaktur Page 36 of 41 Tabel 2.4 Rekomendasi parameter proses bubut untuk berbagai jenis material (lanjutan). Pengantar Proses Manufaktur Page 37 of 41 Tabel 2.4 Rekomendasi parameter proses bubut untuk berbagai jenis material (lanjutan). 2.6.2 Frais (Milling) Milling merupakan proses pemesinan dasar, dimana dilakukan perataan permukaan secara progresif dengan pembuangan geram (chip) dari benda kerja. Untuk melakukan proses frais (milling) digunakan pahat yang berputar dalam arah tegak lurus sumbu alat potong. Biasanya, benda kerja bergerak dan alat potong akan berputar, tetapi terkadang benda kerja stasioner dan alat potong akan melakukan gerak makan. Hampir seluruh proses milling dilakukan dengan alat potong yang berbentuk multitooth sehingga laju pembuangan material benda kerja sangat besar. Dengan proses ini dapat diperoleh permukaan benda kerja yang sangat baik sehingga proses milling merupakan proses yang sesuai untuk produksi dalam jumlah besar. Gambar 2.39 Proses milling. Pengantar Proses Manufaktur Page 38 of 41 Secara umum, terdapat dua operasi milling: 1. Peripheral atau slab milling Gambar 2.40 Proses slab milling. Proses ini biasanya dilakukan pada mesin milling dengan spindle horisontal. 2. Face milling Gambar 2.41 Proses face milling. Proses ini dapat dilakukan baik pada mesin spindle horisontal ataupun dengan spindle vertikal. Gambar 2.42 Mesin milling. Pengantar Proses Manufaktur Page 39 of 41 Tabel 2.5 Parameter proses milling. Tabel 2.6 Rekomendasi parameter proses milling. Pengantar Proses Manufaktur Page 40 of 41 2.6.3 Bor (Drilling) Drilling merupakan salah satu proses pemesinan untuk membuat lubang, mesin yang dipergunakan dalam proses ini adalah vertical dan radial drilling machne seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.43 dibawah ini. Operasi proses drilling dapat pula dilakukan pada mesin bubut (gambar 2.44). Gambar 2.43 Vertical drilling press (a), radial drilling Machine (b). Gambar 2.44 Berbagai tipe operasi drilling. Pengantar Proses Manufaktur Page 41 of 41 Tabel 2.7 Rekomendasi parameter proses drilling.