Professional Documents
Culture Documents
TANAH GAMBUT
(ASAM HUMAT)
SEBAGAI
ADSORBEN
TINJAUAN SECARA
ANORGANIK
TUGAS ANORGANIK LANJUT
(edisi revisi)
SUWAHONO
7
2
PENDAHULUAN
Sifat fisik tanah gambut: selalu tergenang air, dekomposisi bahan organik
lambat, konsistensi lepas, kepadatan masa rendah, bersifat seperti spon (menyerap
dan manahan air dalam jumlah besar), drainase pada gambut akan diikuti oleh
penyusutan masa, terjadi penurunan muka tanah, tanaman tumbuh miring dan
tumbang, mudah terbakar. Komposisi senyawa tanah gambut terdiri atas bahan
lipid, asam nukleat, dan lignin. Sedangkan fraksi terhumifikasi yang dikenal sebagai
humus atau disebut sebagai senyawa humat, dianggap sebagai hasil akhir
Sprengel (1826, 1837). Sprengel merancang prosedur preparasi asam humat dengan
Istilah senyawa humat pertama kali dikemukakan oleh Berzelius pada tahun
tinggi sebagai hasil peruraian bahan organik tanaman dan berperan penting dalam
mempengaruhi sifat-sifat tanah dan spesies kimia dalam tanah dan perairan.
Senyawa humat didefinisikan oleh Aiken dkk. (1985) sebagai kategori umum
dari bahan organik tanah heterogen yang terjadi secara alami. Secara umum, senyawa
humat dikarakterisasikan berwarna kuning hingga hitam dengan berat molekul besar
4
dan bersifat refraktori. Struktur kimianya tidak dapat digambarkan sebagai satu
bentuk tunggal karena merupakan campuran yang kompleks dari polielektrolit fenol
dan karbohidrat yang bervariasi dari satu molekul ke molekul yang lain (Hayes dan
Himes, 1986).
hewan dan dapat ditemukan di lingkungan perairan, tanah dan sedimen. Pembentukan
senyawa humat dianggap sebagai proses biologis, namun demikian dengan sifat
senyawa humat tidak hanya enzim-enzim, tetapi juga keberagaman katalis kimia
Senyawa humat memiliki berat molekul dan ukuran dalam rentang yang luas,
mulai dari beberapa ratus sampai beberapa ratus ribu unit massa atom. Secara umum,
asam fulvat memiliki berat molekul lebih rendah dibanding asam humat (Choppin
dan Allard, 1985; Stevenson, 1982 dalam Gaffney dkk., 1996). Senyawa humat
terdiri atas kerangka karbon dengan karakter aromatis yang tinggi dan memiliki
2000). Karakteristik terpenting dari senyawa humat adalah kualitas dan kuantitas
parameter ini akan menentukan sifat-sifat kimia dan biologi senyawa humat.
tanah dan spesiasi kimia tanah dan perairan. Kandungan senyawa humat dalam tanah
bervariasi, mulai dari 0 sampai 10%. Pada air permukaan, kandungan humat
5
konsentrasinya bervariasi dari 0,1 hingga 50 mg/L. Pada permukaan air laut
kandungan karbon organik terlarut bervariasi dari 0,5 hingga 1,2 mg/L dan pada air
yang lebih dalam (groundwater) bervariasi dari 0,1 hingga 10 mg/L (Choppin dan
berdasarkan kelarutannya yaitu : (1) asam fulvat adalah bahan humat yang larut
dalam air pada semua pH, (2) asam humat adalah fraksi senyawa humat yang tidak
larut pada pH asam (pH<2) tetapi larut pada pH yang lebih tinggi, (3) humin
merupakan fraksi senyawa humat yang tidak larut dalam air pada semua nilai pH.
Model struktur senyawa humat seperti monomer asam humat telah diusulkan
dengan pendekatan integrasi berbagai macam metode analisis. Model senyawa humat
sangat penting mengingat sebagian besar bahan organik tanah (70-80%) merupakan
senyawa humat dan semua aspek kimia (kapasitas adsorpsi besar, pengompleks
logam yang sangat baik, medium bagi mikrobia, dapat menyediakan nutrien) dapat
dijelaskan berdasarkan struktur asam humat sebagai senyawa humat yang utama di
senyawa humat ditentukan oleh strukturnya. Senyawa humat yang paling menarik
perhatian peneliti adalah asam humat dan asam fulvat, karena senyawa tersebut
6
terlibat aktif pada pengikatan ion-ion dan molekul organik (Finniburg dkk., 1996,
senyawa humat telah diusulkan dengan mendasarkan pada model atau struktur rata-
rata senyawa humat yang telah ada, sehingga dapat digunakan untuk studi lebih
lanjut. Model struktur senyawa humat yang diusulkan mengacu pada hasil penelitian
telah diajukan oleh beberapa peneliti, seperti Fuch, Dragunov, Flaig dan Stevenson
(Stevenson, 1994).
Fuch, seorang ilmuwan Jerman, telah mengusulkan struktur asam humat yang
ditunjukkan pada Gambar 2.1. Struktur tersebut merupakan hasil deduksi berbagai
penelitian tentang struktur asam humat yang dihasilkan dari batubara, yang terdiri
atas sistem cincin aromatik yang mengandung gugus -COOH dan –OH (Stevenson,
1994).
7
O
HO COOH
COOH
HO
OH OH
HO
O COOH
HO COOH
H3CO COOH
O
struktur inti asam humat terdiri atas cincin aromatik, di-, atau trihidroksifenol yang
dijembatani oleh –O-, -(CH2)-, -NH- dan :N-. Selain itu, gugus-gugus fungsional
utama yang terdapat pada asam humat adalah gugus –COOH, -OH dan kuinon. Pada
yang sebagian besar dihubungkan oleh ikatan kovalen pada struktur inti.
Dragunov (Konokova, 1966 dalam Stevenson, 1994) seperti terlihat pada Gambar
2.2. Pada struktur ini dapat dilihat cincin aromatis di- dan trihidroksilbenzena (1),
nitrogen dalam bentuk siklis (2), nitrogen dalam rantai periperal (3) dan residu
karbohidrat (4).
8
(4)
COOH
C6H11O5
O HO
HO CH2 OH
CH CH2 CH CH2 O
(2) (2)
O (1) H2C O (1) CH (1) H2C O (1) HC (1) H2C O (1) O
N N
O O CH3 O OH
OCH3
C HN C8H16O3N
O
(3) (4)
gugus –OH fenolat dalam jumlah cukup melimpah, tetapi gugus karboksilatnya relatif
O OH
OH
C
O O OH OH O
OH H COOH
OCH3 O HO OH
O
COOH O
O
(CH2)3 O
N
H O C
Ar
Struktur asam humat yang saat ini dianggap memenuhi konsep-konsep yang
telah ada dikemukakan oleh Stevenson (1994). Pada struktur hipotetik ini, asam
humat mengandung gugus –OH fenolat, -COOH yang terikat pada cincin aromatik
dan kuinon yang dijembatani oleh nitrogen dan oksigen (Gambar 2.4).
9
Struktur hipotetik asam fulvat telah diusulkan oleh Schnitzer dan Khan (1972)
dalam Stevenson (1994) seperti terlihat pada Gambar 2.5. Asam fulvat terdiri atas
asam-asam fenolat dan benzenekarboksilat yang saling berikatan satu dengan yang
Secara umum asam fulvat memiliki berat molekul lebih kecil dibandingkan
asam humat, sedangkan asam humat yang berasal dari tanah memiliki berat molekul
10
lebih besar dibandingkan asam humat yang berasal dari perairan (Gaffney dkk.,
1996).
Asam fulvat sangat berperan dalam tanah dan perairan, karena senyawa-
senyawa organik yang memiliki berat molekul rendah seperti pestisida dan bahan-
bahan anorganik seperti ion logam dapat diikat oleh asam fulvat (Stevenson, 1994).
Achard (1786) yang mengekstraksi tanah gambut dengan alkali dan diperoleh
endapan amorf pada saat pengasaman (Aiken dkk., 1985). Bahan yang larut dalam
alkali dan tidak larut dalam asam ini selanjutnya dikenal sebagai asam humat.
lingkungan, baik lingkungan tanah, perairan maupun sedimen telah dilaporkan oleh
sejumlah peneliti. Stevenson (1982) dalam Aiken dkk. (1985) menyatakan bahwa ada
beberapa kriteria metode ekstraksi senyawa humat dari tanah secara ideal yaitu : (1)
yang diekstraksi, (2) senyawa-senyawa humat yang terekstrak bebas dari kontaminan
berat molekul, (4) metode bersifat universal, dapat diaplikasikan pada semua jenis
tanah.
pengekstraksi) yang baik didasarkan pada dua pertimbangan yaitu : (1) pereaksi yang
11
digunakan tidak merubah sifat fisika dan kimia bahan yang diekstrak, (2) pereaksi
harus dapat memisahkan bahan humat dari tanah secara kuantitatif. Selama ini
atas adalah basa-basa encer. Namun demikian semuanya berpengaruh mengubah sifat
fisika dan atau kimia bahan yang diekstrak (Flaig dkk., 1975 dalam Tan, 1998).
Beberapa contoh reagen anorganik yang telah dilaporkan oleh sejumlah peneliti untuk
mengisolasi senyawa humat adalah 0,1 N NaOH; 0,5 N NaOH; 0,1 M Na 2CO3; 0,1 M
NaF; 0,1 M Na4P2O7 pH 7, pH 9-10; 0,2 M Na2-EDTA; 0,1 M Na2B4O7 dan beberapa
pereaksi asam seperti 0,1 N HCl; 0,025 N HF dan H 3BO3 1%. Sementara itu,
penggunaan pelarut organik untuk ekstraksi senyawa humat yang dilaporkan oleh
sejumlah peneliti adalah asam oksalat, asam format, fenol, benzena, kloroform dan
pirofosfat merupakan reagen yang paling banyak digunakan untuk ekstraksi senyawa
humat. Penggunaan NaOH pertama kali diperkenalkan oleh Olden pada tahun 1919
dalam suatu prosedur yang dapat diterima secara luas. Larutan NaOH diketahui
sangat efektif mengekstrak senyawa humat, dimana senyawa humat larut dalam
NaOH sedangkan humin dan senyawa bukan humat lainnya tidak larut. Namun
disarankan untuk melakukan ekstraksi dengan NaOH di bawah atmosfer gas nitrogen.
12
Larutan 0,1 N NaOH lebih disukai karena sifat ekstraksinya tidak terlalu kuat
dibanding 0,5 N NaOH (Pierce dan Feldbeck, 1975 dalam Tan, 1998). Sementara itu,
Tinsley dan Salam, 1961; dan Schnitzer dan Schuppli, 1989 dalam Kipton dkk., 1992,
Swift dan Posner (1972) dalam Aiken dkk. (1985) melaporkan bahwa pada
kondisi alkalis dengan adanya oksigen mengakibatkan pemecahan asam humat. Hal
tersebut dapat dihindari sebagian apabila larutan senyawa humat dalam kondisi alkali
diperlakukan dalam atmosfer gas nitrogen. Choudri dan Stevenson (1957) dalam
Aiken dkk. (1985), menggunakan prosedur di atas untuk mengekstraksi asam humat
tanah dengan larutan NaOH dalam atmosfer nitrogen dan stanoklorida sebagai
antioksidan.
tanah yang berkadar seskuinosida tinggi meskipun tidak seefektif NaOH (Tan, 1998).
dengan pH 9 hingga pH 10. Pada kasus-kasus tertentu telah dilaporkan bahwa fraksi
dengan pemisahan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh melalui ekstraksi
dengan NaOH (Tan, 1978). Studi yang dilakukan oleh Orioli dan Curvetto (1980)
dalam Uripto (2001) menunjukkan bahwa dengan metode pirofosfat, tiga fraksi asam
tanah. Sampel air segera ditambahkan HCl untuk mencegah terjadinya presipitasi
menghilangkan H2S, sebab jika sampel masih mengandung sulfida maka sulfida
tersebut bereaksi membentuk unsur sulfur dan polisulfida yang akan teradsorpsi pada
resin XAD. Setelah melewati resin, eluen dilewatkan pada kolom Enzacryl-gel untuk
mengelusi asam-asam yang memiliki berat molekul rendah. Selanjutnya eluen yang
senyawa humat. Isolasi senyawa humat dari sampel sedimen dari beberapa danau di
bahwa hasil ekstraksi yang dilakukan selama 6 jam adalah : 17% asam humat, 11%
asam fulvat dan 67% humin. Sedangkan ekstraksi yang dilakukan selama 1 bulan
adalah : 22% asam humat, 25% asam fulvat dan 47% humin. Ishiwatari
hidroksida menghasilkan produk yang lebih besar (80%) dibandingkan hasil ekstraksi
menggunakan larutan garam netral natrium pirofosfat yang hasil ekstraksinya hanya
berkisar 30% (Stevenson, 1994). Asam humat dan fulvat larut dalam natrium
14
hidroksida, sedangkan humin dan senyawa non-humat lainnya tidak larut. Untuk
memperoleh asam humat dari larutan natrium hidroksida perlu diasamkan sampai pH
± 2 dengan menggunakan asam klorida. Asam humat mengendap dan asam fulvat
humat. Pemurnian asam humat dilakukan dengan cara melarutkan asam humat hasil
isolasi ke dalam larutan campuran 0,1 N HCl dan 0,3 N HF. Kedua pereaksi tersebut
Vari
Ekstraksi dengan 0,1 Ekstraksi dengan 0,1
asi
NaOH (dalam 1 hari) NaOH (dalam 7 hari)
wakt
u
Pemurnian asam humat isolasi dalam larutan campuran 0,1 N HCl dan 0,3 N HF.
15
oleh sebagian besar gugus-gugus fungsional asam humat mengandung atom oksigen
seperti –COOH, fenolat, enolat, -OH alkoholat dan –C=O. Berdasarkan keberadaan
senyawa humat yang heterogen, interaksi kation logam dengan senyawa humat terjadi
Secara umum, interaksi senyawa humat (asam humat) dengan kation logam
meningkat dengan bertambahnya konsentrasi asam humat dan pH, tetapi menurun
dengan bertambahnya konsentrasi logam (Weber, 1983; Wang dan Stumm, 1987;
Stevenson dan Chen, 1991; Zhou dkk., 1994; Milne, 1995; dalam Spark dkk., 1997).
Tipe dan macam gugus fungsional yang digunakan untuk model interaksi asam humat
dengan kation logam bervariasi, namun model yang mendasarkan pada dua sisi
pengikatan (satu karboksil dan satu hidroksil) terlihat sesuai dengan data penelitian
Marshall dkk. (1995) dalam Spark dkk. (1997). Sebagian besar model
mengasumsikan interaksi elektrostatik, meskipun terdapat fakta bahwa tipe ini bukan
satu-satunya tipe yang mungkin terjadi (de Witt dkk., 1990; Sutheiner dkk., 1995
Interaksi ion logam divalen maupun trivalen dengan asam humat atau asam fulvat
ikatan hidrogen atau jembatan air, interaksi elektrostatik atau pertukaran ion, ikatan
koordinasi dan melalui struktur cincin khelat, seperti dimodelkan pada Gambar 2.8.
Mekanisme interaksi yang terjadi dapat melalui salah satu atau lebih dari keempat
16
O O
C O- C O M OH + H + (1)
+ M 2+ + H2O
O O
C O- C
+ M
2+ O
+ H+ (2)
M
OH
O
O O
C O
- C O
2+ +
+ M M + H (3)
OH
C C O
O O
Na +
O- Na
+
H
C O C O H O n+
M
n+
+ M (H2O)n (4)
Gambar 8 Model interaksi ion logam dengan asam humat dan fulvat (Schnitzer, 1986)
Menurut reaksi (1), salah satu gugus –COOH bereaksi dengan ion logam
membentuk suatu garam anorganik atau kompleks monodentat. Persamaan reaksi (2)
menggambarkan suatu reaksi dimana satu gugus –COOH dan satu gugus –OH
bereaksi secara simultan dengan ion logam membentuk kompleks bidentat atau
khelat. Pada persamaan reaksi (3) dua gugus –COOH terdekat bereaksi secara
simultan dengan ion logam untuk membentuk kelat bidentat. Persamaan (4)
menunjukkan suatu situasi dimana ion logam terikat dengan asam fulvat melalui
17
pengikatan elektrostatik dan juga melalui molekul air dalam bungkus hidrasi
primernya lewat suatu ikatan hidrogen ke gugus C=O. Interaksi jenis ini sangat
penting jika kation memiliki energi pemecahan yang tinggi, dengan demikian dapat
menghasilkan kompleks yang stabil yaitu membentuk ikatan koordinasi dan struktur
cincin. Pembentukan ikatan melalui interaksi yang lebih lama terjadi apabila sisi aktif
(Senesi, 1994).
fungsional mengikuti deret berikut : -O-(enolat) > -NH2 (amina) > -N=N (azo) > -N-
(cincin N) > -COOH (karboksil) > -O- (eter) > -C=O (karbonil).
–OH dan –COOH merupakan gugus yang paling reaktif dalam berikatan dengan
18
pembentukan kompleks kation logam oleh asam humat dan asam fulvat (Piccolo dan
Stevenson, 1981 dalam Fukushima dkk., 1995). Selain gugus karboksilat, kompleks
ion logam dengan asam humat dan asam fulvat juga melibatkan gugus keton
berkorelasi dengan gugus karboksilat dalam asam humat. Hal ini sesuai dengan hasil
yang diperoleh Torresdey dkk. (1999) yang menunjukkan penurunan gugus –COOH
pengikatan Cu(II) sampai 80%. Hal ini juga menunjukkan bahwa selain gugus –
COOH, gugus-gugus lain seperti –OH fenolat dan –OH alkoholat juga berperan
Plavsic dkk. (1991) dalam Saragih (2002) telah meneliti sifat-sifat Cu(II) dan
Pb(II) dalam larutan yang mengandung asam humat dengan kekuatan ionik NaCl.
dari Cu(II) dan Pb(II). Hal tersebut bergantung pada sifat-sifat asam humat dan
konformasi makromolekul.
Salah satu karakteristik utama asam humat sebagai bagian dari fraksi oganik
Kerndorf dan Schnitzer (1980) telah menguji interaksi 11 ion logam dengan asam
humat, dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan meningkatnya pH,
efisiensi adsorpsi ion logam pada asam humat juga meningkat. Sedangkan efisiensi
menunjukkan bahwa pada pH 2,4 urutan adsorpsinya adalah : Hg > Fe > Pb > Cu =
Al > Ni > Cr = Zn = Cd = Co = Mn. Pada pH 3,7 mengikuti urutan Hg > Fe > Al >
dan H+ (total 12 ion) yang berinteraksi dengan asam humat tetapi mereka juga
pertukaran ion, kopresipitasi dan pembentukan kompleks lingkaran bagian dalam dan
luar. Afinitas ion-ion tersebut pada asam humat tidak berkaitan dengan berat atom,
Varrault dkk. (2000) telah mempelajari adsorpsi ion-ion logam trace pada
asam humat, dimana sebagian sampel asam humat dipanaskan untuk memperoleh
asam humat tak larut (insolubilized humic acid : IHA). Hasil penelitian menunjukkan
drastis. Sorpsi Cu(II) dengan adanya asam humat terjadi pada pH yang lebih rendah
bahwa logam teradsorp pada fraksi asam humat tidak larut. Pada pH lebih besar 6,
logam-asam humat dan adanya asam humat terlarut telah menahan Cu(II) dalam
larutan melalui pembentukan kompleks organik larut, juga pada pH dimana terbentuk
Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam humat tak larut (IHA) juga
mempengaruhi karakteristik kelarutan Cu(II). Pada rentang pH 4-6, asam humat dan
IHA memberikan efek yang sama, namun demikian kemampuan sorpsi asam humat
lebih baik dibandingkan dengan IHA. Hal ini disebabkan karena adanya proses
pemanasan dalam proses preparasi IHA sehingga menurunkan jumlah sisi ikatan
(Seki, 1995 dalam G.Varrault dkk., 2000). Pada pH > 6, Cu(II) telah teradsorp semua.
Hal ini disebabkan karena tidak terjadi pelarutan IHA, sehingga tidak terbentuk
Lyman dkk. (1995) dalam Sujandi (2002) mengemukakan bahwa gaya dorong
terhadap pelarut dan afinitas adsobat pada adsorben. Kedua faktor ini dipengaruhi
oleh :
Pendekatan sifat-sifat ion logam dan ligan dikembangkan oleh Pearson (1968)
yang menggolongkan akseptor dan donor elektron ke dalam asam dan basa keras dan
lunak. Asam keras digambarkan sebagai suatu spesies yang mempunyai ukuran relatif
21
digambarkan sebagai suatu spesies yang mempunyai ukuran relatif besar, bermuatan
kecil dan polarisabilitasnya tinggi (Bowser, 1993). Jika adsorbat berupa kation logam
dapat dinyatakan sebagai asam Lewis dan gugus-gugus fungsional pada adsorben
sebagai basa Lewis, maka pengklasifikasian HSAB (hard soft acid and base) dapat
Secara umum, asam keras cenderung lebih stabil berikatan dengan basa keras,
sedangkan asam lunak berikatan stabil dengan basa lunak. Fenomena ini berhubungan
dengan energi orbital dari spesies-spesies tersebut. Perbedaan energi antara orbital
asam dan basa keras yang besar menyebabkan transfer muatan dari basa ke asam
sangat eksotermis, dalam hal ini interaksi yang paling dominan adalah interaksi ionik.
Sebaliknya asam dan basa lunak mempunyai energi relatif hampir sama, interaksi
yang dominan adalah interaksi kovalen, karena overlap orbital yang paling efektif
adalah antara orbital yang mempunyai tingkat energi yang sama atau hampir sama.
Asam
Keras Lunak
H+, Li+, Na+, K+, Be2+, Mg2+, Ca2+, Sr2+, Cu+, Ag+, Au+, Hg+, CH3Hg+, Ti+, Pd+,
BF3, B(OH)3, AlH3, AlCl3, Al(Me)3, Pt+, Cd2+, Hg2+, BH3, GaMe3, GaCl3,
CO2, RCO+, NC+, Cl3+, I5+, I7+, Al3+, Sc3+, GaI3, InCl3, CH3, karbena, Br2, I2, Br+, I+,
Ga3+, In3+, La3+, Cr3+, Fe3+, Co3+, Ti4+, atom-atom logam
Zr4+, Hf4+
Menengah
Fe2+, Ru2+, Os2+, Co2+, Rh3+, Ir3+, Ni2+, Cu2+, Zn2+, BMe3, GaH3, R3C, C6H5+, Sn2+,
Pb2+, NO+, Sb3+, Bi3+, SO2
Basa
22
Keras Lunak
CO32-, CH2CO2-, NH3, RNH2, N2H4, CO, CN-, RNC, C2H4, C6H6, R3P,
H2O, OH-, ROH, RO-, ROH, R2O, F-, (RO)3P, R3As, R2S, RSH, H-, R-, I-,
Cl-, NO3-, PO43-, SO42-, ClO4- SCN-, S2O3-
Menengah
N2, N3, NO2-, C6H5NH2, Br-
b. Sifat Pelarut
seperti gaya interaksi antara molekul adsorbat dengan permukaan, gaya interaksi
antara molekul pelarut dengan permukaan adsorben, dan gaya interaksi antara
molekul dari komponen larutan dengan lapisan permukaan adsorben dan pori-porinya
(Oscik, 1982). Pelarut dapat ikut teradsorp atau sebaliknya dapat mendorong proses
adsorpsi. Pada umumnya zat yang hidrofobik dari larutan encer cenderung teradsorp
lebih banyak pada permukaan adsorben dibandingkan zat yang bersifat hidrofilik.
c. pH sistem
kation logam oleh ligan terlarut sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah, ligan
H+ untuk terikat pada ligan permukaan. Sebaliknya pada pH tinggi dimana jumlah ion
saat yang sama terjadi kompetisi antara ligan permukaan dengan ion OH- untuk
adsorbat polar dan adsorbat non polar terserap lebih lemah, demikian pula sebaliknya.
Kekuatan adsorpsi merupakan hasil kombinasi dari afinitas adsorbat terhadap pelarut
dan afinitas adsorbat terhadap adsorben. Faktor utama penentu proses adsorpsi adalah
teradsorpsi pada larutan encer dan sebaliknya substansi hidrofilik kurang teradsorpsi
organik dalam hampir semua tanah mineral. Salah satu karakteristik senyawa humat
yang paling menonjol adalah kemampuan asam humat untuk berinteraksi dengan ion-
Asam humat merupakan fraksi senyawa humat yang tidak larut dalam air pada
kondisi asam (pH<2), tetapi larut pada kondisi pH yang lebih tinggi. Gugus
fungsional utama yang terdapat pada asam humat adalah gugus karboksilat, -OH
fenolat dan –OH alkoholat di samping gugus lain yang terdapat dalam jumlah minor
seperti karbonil, fosfat, sulfat, amida dan sulfida. Semua gugus tersebut memiliki
kemampuan untuk berinteraksi dengan logam dalam larutan (Senesi, 1992 dalam
dibandingkan gugus lain dan studi spektroskopi inframerah juga menunjukkan bahwa
logam oleh asam humat dan asam fulvat (Piccolo dan Stevenson, 1981 dalam
Fukushima dkk., 1995). Oleh karena itu mekanisme adsorpsi kation logam pada asam
humat dapat dipandang mengikuti model isoterm adsorpsi Langmuir yang berasumsi
bahwa : (1) pada permukaan adsorben terdapat situs aktif yang proporsional dengan
luas permukaan. Masing-masing situs aktif hanya dapat mengadsorpsi satu molekul
saja, dengan demikian adsorpsi hanya terbatas pada pembentukan lapis tunggal
(monolayer), (2) pengikatan adsorbat pada permukaan adsorben dapat secara kimia
atau fisika tetapi harus cukup untuk mencegah perpindahan molekul teradsorpsi pada
dapat diabaikan (Oscik, 1982), (3) adsorpsi maksimum yang mungkin, terjadi pada
Menurut Jin dkk., (1996), adsorpsi ion logam pada situs aktif asam humat
matematika berikut :
ln( C o / C A ) k 1t
+ ko = (1)
Co − C A Co − C A
dimana k0 : konstanta laju reaksi order nol (mol/L) -1, k1 : konstanta laju reaksi order
satu (min-1), Co : konsentrasi ion logam awal, CA : konsentrasi ion logam sisa dalam
25
larutan. Plot ln(Co/CA)/(Co-CA) terhadap t/(Co-CA), diperoleh garis lurus dengan slope
Penerapan model kinetika di atas oleh Jin dkk., (1996), diperoleh bahwa
semua intersep dari plot untuk adsorpsi ion tunggal maupun kompetitif menunjukkan
nilai positif. Ini berarti ko akan berharga negatif untuk semua ion logam yang diamati.
Menurut Atkins, 1986 dan Masel, 1996 dalam Santosa (2001), model kinetika
L-H harus memenuhi mekanisme L-H yaitu : (i) spesies adsorbat haruslah dua atau
lebih, (ii) semua spesies harus pertama kali teradsorp pada adsorben, (iii) reaksi yang
menghasilkan produk di antara adsorbat harus terjadi pada permukaan adsorben dan
yang menggambarkan adsorpsi ion logam pada asam humat. Adsorpsi spesies A pada
k1 →
A+P ← k− 1 A*P
dimana k1 : konstanta laju adsorpsi, k-1 : konstanta laju desorpsi. Jika θ0 adalah fraksi
situs adsorben yang tidak ditempati, θ1 adalah fraksi situs adsorben yang ditempati, θ0
(rads) dinyatakan :
rads = k1 θ0 CA
k1
θ1 = (1 - θ1) CA (4)
k −1
dapat dituliskan :
KC A
θ1 = K (1- θ1) CA atau θ1 = (5)
1 +KC A
KC A
rads = k1 (1- ) CA atau
1 +KC A
k1 C A
rads = (6)
1 +KC A
Laju adsorpsi dapat didefinisikan sebagai laju pengurangan spesies A (CA) dalam
larutan, maka :
dC A k1 C A
rads = - =
dt 1 +KC A
-dCA -K CA dCA = k1 CA dt
dC A
- -K dCA = k1 dt
CA
27
dC A
+ K dCA = - k1 dt (7)
CA
ln CA + K CA = - k1t + Y (8)
Pada saat t = 0, konsentrasi spesies A dalam larutan (CA) sama dengan konsentrasi
awal (CA0), dan parameter K belum ada sebelum proses adsorpsi berlangsung,
sehingga :
Y = ln CA0 (9)
CA
ln 0
CA = k t +K (11)
1
CA CA
CA
ln 0
terhadap t/CA akan diperoleh garis lurus dengan slope k1 dan intersep
Plot C A
CA
K.
C 1 C
= bK + b
m
Plot C/m terhadap C memberikan garis lurus dengan dengan slope 1/b dan
Eads = R T ln K
dengan R adalah tetapan gas ideal (8,314 J/Kmol), dan T adalah temperatur (dalam
SIMPULAN
1. Besarnya Cd(II) dan Pb(II) yang teradsorp pada padatan elektrolit asam humat
mengakibatkan Pb(II) relatif lebih banyak dan lebih cepat teradsorp pada
asam humat
3. Isoterm adsorpsi Cd(II) dan Pb(II) pada asam humat mengikuti pola isoterm
DAFTAR PUSTAKA
Adamson, A.W., 1990, Physical Chemistry of Surfaces, Fifth Editions, John Wiley
and Sons, Inc., New York.
Aiken, G.R., McKnight, D.M.,Wershaw, R.L. dan P. MacCarthy, P., 1985, “Humic
Substance in Soil, Sediment and Water” : Geochemistry, Isolation, and
Characterization, John Wiley & Sons, New York.
Alberty, R.A., Daniels, F., penerjemah N.M Surdia, 1992, Kimia Fisika, Edisi kelima,
Versi SI, Erlangga, Jakarta.
Alimin, 2000, “Fraksinasi Asam Humat dan Pengaruhnya pada Kelarutan Ion Logam
Seng(II), Kadmium(II), Magnesium(II), dan Kalsium(II)”, Tesis, Program
Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Avena, M.J. dan Koopal, L.K., 1999, Kinetics of Humic Acid Adsorption at Solid-
Water Interfaces, Environ. Sci. Technol., 33: 2739-2744.
Bohari, 1996, “Analisis Cd, Pb dan Cu dengan Metoda Voltametri Pelarutan Kembali
Anodik Pulsa Differensial”, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Chung, K.H., Seong W.Rhee, Hyun S.Shin, dan Christopher H.Moon, 1996, “Probe
of Cadmium (II) Binding on Soil Fulvic Acid Investigated by 113Cd NMR
Spectroscopy”, Can. J. Chem, 74: 1360-1365.
Connel, D.W., dan Miller, G.J., Penerjemah Yanti Koestoer, 1995, “Kimia dan
Ekotoksikologi Pencemaran”, UI Press, Jakarta.
Darmono, 1995, “Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup”, UI-Press, Jakarta.
30
Fukushima, M., Nakayasu, K., Tanaka, S., and Nakamura, H., 1995, “Chromium(III)
Binding Abilities of Humic Acids, Anal. Chim. Acta, 317 : 195-206.
Gaffney, J.S., Marley, N.A., Clarck, S.B., 1996, Humic and Fulvic Acids : Isolation,
Structure and Environmental Role, American Chemical Society,
Washington, DC.
Giddings, J.C., 1991, “Unified Separation Science”, John Wiley&Sons, New York.
Hayes, M.B., dan Himes, F.L., 1986, “Nature and Properties of Humus-Mineral
Complexes”, In : “Interaction of Soil Mineral with Natural Organics and
Microbes” (P.M. Huang dan M.Schnitzer), Soil Sci. Soc. Am. Special Publ.,
17, Soil Sci. Am., Madison, WI : 103-158.
Huang, P. M.dan Schnitzer, M., 1986, “Interaction of Soils Minerals With Natural
Organic and Microbes”, Soil Sci. Soc. Am. Inc., New York.
Hunter K.A, Kim P.J, dan Reid R.Malcolm, 1999, “Factors Influencing the Inorganic
Speciation of Trace Metal Cations in Fresh Waters”, Mar.Freshwater Res.,
50 : 367-372.
Inbar, Y., Y. Chen, dan Y. Hadar, 1989, “Solid-State Carbon-13 Nuclear Magnetic
Resonance and Infrared Spectroscopy of Composted Organic Matter”, Soil
Sci. Soc. Am. J. 53 : 1695-1701.
Jin, X., Bailey G.W., Yu, Y.S., dan Lynch, A.T., 1996, “Kinetics of Single and
Multiple Metal Ion Sorption Processes on Humic Subtances”, Soil Science,
161 : 509-519.
31
Kerndorff, H., dan Schnitzer, M., 1980, “Sorption of Metals on Humic Acid”,
Geochim. Cosmochim. Acta, 44 : 1577-1581.
Kipton, H., Powell, J. and Town, R.M., 1992, “Solubility and Fractionation of Humic
Acid, Effect of pH and Ionic Medium”, Anal. Chim. Acta, 267 : 47-54.
Liu Aiguo dan Gonzales, R.D., 2000, “Modeling Adsorption of Copper(II),
Cadmium(II) and Lead(II) on Purified Humic Acid”, Langmuir, 16 : 3902-
3909.
Liu C. dan Huang, P.M., 1999, “Atomic Force Microscopy of pH, Ionic Strength and
Cadmium Effects on Surface Features of Humic Acid”, In :
“Understanding Humic Substances” : Advanced Methods, Properties and
Applications, The Royal Society of Chemistry, Cambridge, UK.
Ościk, J., 1982, “Adsorption”, John Wiley & Sons, New York.
Sanchez-Cortez, S., Francioso, O., Garcia-Ramos, J.V., Marzadori, C., and Gessa,
C.C.C., 2000, “Formation of Humic-like substances from Phenols by means
SERS Spectroscopy, p.121, In : Proceedings 10th International Meeting of
the International-Humic Substances Society, IHSS 10, 24-28 July 2000-
Touluse (France).
Santosa, S.J., 2001, “Adsorption Kinetics of Cd(II) and Cr(III) by Humic Acid”,
dalam Prosiding Seminar Nasional Kimia IX, Jurusan Kimia Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 21 Mei 2001.
Saragih, B.S., 2002, “Isolasi Asam Humat dan Aplikasinya sebagai Sensitizer dalam
Fotoreduksi Fe(III)”, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
32
Schnitzer, M., 1986, “ Pengikatan Bahan Humat oleh Koloid Mineral Tanah”,
(dalam Huang, P.M, dan Schnitzer, M., 1986, “Interaksi Mineral Tanah
dengan Organik Alami dan Mikroba”, Terjemahan : Goenadi, D.H., 1997),
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Spark, K.M., Wells, J.D., dan Johnson, B.B., 1997, “The Interaction of Humic Acid
With Heavy Metals”, Aus. J. Soil Res., 35 : 89-101.
Stumm, W dan Morgan, J.J, 1996, “Aquatic Chemistry”, Third Edition, John Wiley &
Sons, Inc, New York.
Santosa, S., Narsito, dan Sudino, S.J., 2001, “Studi Interaksi Asam Humat dengan
Cu(II) dan Ni(II)”, dalam Prosiding Seminar Nasional Kimia IX, Jurusan
Kimia Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 21 Mei 2001.
Sujandi, 2002, “ Immobilisasi Asam Humat pada Permukaan Silika Gel dan
Aplikasinya untuk Adsorpsi Tembaga (II) dan Kalsium(II)”, Skripsi,
Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tan, K.H., 1998, “Dasar-dasar Kimia Tanah”, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Tarchitzky, J., Y.Chen., dan A.Banin, 1993, “Humic Subtances and pH Effects on
Sodium-and Calcium-Montmorillonite Flocculation and Dispersion”, Soil
Science Soc. Am. J, 57 : 367-372.
Torresdey, J.L.G., Tang, L., and Salvador, J.M., 1999, “Copper Adsorption by
Sphagnum Peat Moss and Its Different Humic Fraction”, Proceeding of the
10th Annual Conference on Hazardous Waste Research, 249-259.
Uripto, T.S., 2001, “Kajian Kinetika Reduksi dan Fotoreduksi Cr(VI) oleh Asam
Humat”, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
33
Varrault, G., Camel, V., and Bermond, A., 2000, Adsorption of Trace Metal Ion onto
Humic Acid, p. 587-588, in: Proceedings 10th International Meeting of the
International-Humic Substances Society, IHSS 10, 24-28 July 2000-Touluse
(France).
Daftar pertanyaan
Jawab. Pada makalah saya menekankan pada senyawa asam humat sehingga
pokok bahasannya pada senyawa humat, tanah gambut adalah tanah yang
seperti spons (menyerap air). maka pada saat pohon ditebang dan lahannya
hidropobik tidak akan dapat lagi menyerap air dan kemudian mengering.
kebakaran hutan dan lahan berulang dengan berbagai tingkatan. Pada tahun
2002 dan 2005, kebakaran hutan dan lahan terjadi kembali dengan skala yang
cukup besar terutama diakibatkan oleh konversi hutan di lahan gambut. Dari
data yang terkumpul terhitung sejak 1997-98, rata-rata 80% kebakaran hutan
kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2002-2003 terjadi di lahan gambut
2. Mengapa struktur asam humat disebut struktur hipotetik? (DR. Siti Sundari)
Jawab. Struktur Asam Humat disebut strutur hipotetik karena masih berupa rumusan
hipotesa hal ini disebabkan banyak analisa analisa rumus asam humat dari beberapa
ilmuwan ada beberapa rumus hipotetik asam humat diantaranya, atas sistem cincin
O
HO COOH
COOH
HO
OH OH
HO
O COOH
HO COOH
H3CO COOH
O
struktur inti asam humat terdiri atas cincin aromatik, di-, atau trihidroksifenol yang
dijembatani oleh –O-, -(CH2)-, -NH- dan :N-. Selain itu, gugus-gugus fungsional
utama yang terdapat pada asam humat adalah gugus –COOH, -OH dan kuinon. Pada
yang sebagian besar dihubungkan oleh ikatan kovalen pada struktur inti.
Dragunov (Konokova, 1966 dalam Stevenson, 1994) seperti terlihat pada Gambar
2.2. Pada struktur ini dapat dilihat cincin aromatis di- dan trihidroksilbenzena (1),
nitrogen dalam bentuk siklis (2), nitrogen dalam rantai periperal (3) dan residu
karbohidrat (4).
36
(4)
COOH
C6H11O5
O HO
HO CH2 OH
CH CH2 CH CH2 O
(2) (2)
O (1) H2C O (1) CH (1) H2C O (1) HC (1) H2C O (1) O
N N
O O CH3 O OH
OCH3
C HN C8H16O3N
O
(3) (4)
gugus –OH fenolat dalam jumlah cukup melimpah, tetapi gugus karboksilatnya relatif
O OH
OH
C
O O OH OH O
OH H COOH
OCH3 O HO OH
O
COOH O
O
(CH2)3 O
N
H O C
Ar
Struktur asam humat yang saat ini dianggap memenuhi konsep-konsep yang
telah ada dikemukakan oleh Stevenson (1994). Pada struktur hipotetik ini, asam
humat mengandung gugus –OH fenolat, -COOH yang terikat pada cincin aromatik