You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara de facto Indonesia adalah Negara Kepulauan sedangkan pada
kenyataannya pembangunan sektor kelautan Indonesia masih jauh dari harapan.
berdasarkan data luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas
perairannya 3.257.483 km² dan Indonesia memiliki 17.506 pulau besar dan
kecil, sekitar 6000 di antaranya tidak berpenghuni , dimana sebagian besar
perbatasan negara ini dengan negara tetangga dibatasi oleh luas wilayah laut.
Wilayah lautan Indonesia yang sangat luas memerlukan pengawasan
secara kontinu, sehingga semua perubahan yang terjadi dapat diketahui dengan
pasti. Pengelolaan pulau dan karang terluar bukan hanya bertujuan untuk
menunjukkan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia saja, akan tetapi
juga mempunyai prospek di bidang ekonomi, sosial, pariwisata dan budaya.
Pulau-pulau terluar biasanya adalah daerah terpencil, miskin bahkan
tidak berpenduduk dan jauh dari perhatian pemerintah. Keberadaan pulau-pulau
ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas
negara kita ditentukan.
Dalam kenyataannya pulau-pulau terluar Indonesia masih memeiliki
banyak kerawanan seperti halnya Pulau Miangas. Pulau yang berbatasan dengan
Filipina yang hanya berjarak 48 mil itu memiliki kerawanan-kerawanan
perbatasan seperti terorisme dan penyelundupan. Hingga saat ini masyarakat di
Pulau Miangas masih kurang merasakan kehadiran fisik pemerintahan
Indonesia.
Pulau-pulau terluar seperti Pulau Miangas seharusnya mendapatkan
perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang
dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di

1
wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki
perjanjian (agreement) dengan Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana keadaan hidup masyarakat Pulau Miangas?
2. Bagaimana menghadapi permasalahan masyarakat Pulau Miangas?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat Pulau Miangas.
2. Mengetahui strategi dan penanganan permasalahan Pulau Miangas.

1.4 Manfaat Penulisan


Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada pemerintah
mengenai strategi dan penanagan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di
pulau-pulau terluar Indonesia.

2
BAB II
METODOLOGI PENULISAN

2. 1 Tahapan Penulisan
2. 1. 1 Perumusan Tema dan Permasalahan
Tahapan ini adalah awal perumusan seluruh isi karya tulis. Penentuan
tema dan perumusan masalah merupakan tujuan tahap ini sebagai suatu langkah
pertama proses penyelesaian karya tulis.
2. 1. 2 Pengumpulan Landasan Teori dan Data
Tahap ini memiliki tujuan mencari teori dan data informasi yang
memiliki relevansi dengan penjabaran permasalahan atau studi kasus dalam
penyusunan karya tulis. Metode pengumpulan data menggunakan metode
tinjauan pustaka yaitu data yang diperoleh diambil dari referensi jurnal
penelitian tentang permasalahan yang dihadapi masyarakat pulau-pulau terluar
Indonesia yang diperoleh dari internet.
2. 1. 3 Analisis/Pembahasan
Tahap analisis data dan teori ini melalukan sintesis dan analisis untuk
mengelola, menafsirkan data yang diperoleh dan memberikan argumentasi
melalui pemikiran logis terhadap masalah sehingga dapat ditemukan beberapa
alternatif solusi. Tujuan tahap ini adalah mencapai tujuan yang telah dijabarkan
pada tahap pendahuluan yang dikemukakan di bagian awal penulisan.
2. 1. 4 Kesimpulan dan Saran
Tahap ini bertujuan untuk menyimpulkan seluruh isi penulisan menjadi
pemahaman yang utuh dan bersifat komprehensif sehingga bisa diambil dari isi
karya tulis tentang beberapa alternatif solusi untuk mengatasi masalah yang
dibahas.

3
2. 2 Kerangka Berpikir

IDE TULISAN

• Negara Indonesia adalah Negara kepulauan.


• Terdapat 12 pulau terluar yang perlu mendapat perhatian pemerintah secara
serius.

STUDI LITERATUR DAN PENGAMATAN

• Terdapat 92 pulau terluar sebai titik dasar untuk menetapkan batas


wilayah Indonesia.
• Terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat pulau terluar.

PENGOLAHAN MASALAH

• Pulau Miangas adalah sala satu pulau terluar Indonesia.


• Terdapat banyak kerawanan yang terjadi di Pulau Miangas.

KERAWANAN DI PULAU MIANGAS


SEBAGAI SALAH SATU PULAU TERLUAR INDONESIA

Keadaan dan Kondisi Analisa dan Strategi


Masyarakat di Pulau Penanganan Pulau Miangas
Miangas

KESIMPULAN DAN
SARAN

4
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan Masalah


3.1.1 Keadaan Umum
Miangas adalah sebuah desa pulau di Lautan Pasifik, dengan luas
3,15 kilometer persegi, yang hanya dihuni 678 jiwa. Pulau kecil ini
terletak di ujung utara gugusan Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, dan
berbatasan langsung dengan Pulau Mindanao di Filipina Selatan, sehingga
masuk area Border Cross Agreement. Jarak Miangas ke Manado (324 mil
laut) lebih jauh dibandingkan dengan ke Tanjung Saint Agustin di
Mindanao (50,4 mil laut). Masyarakat setempat menamakan Mangiasa
yang berarti menangis atau kasihan karena letaknya sangat terpencil dan
jauh dari jangkauan transportasi laut. Ada pula yang menyebut Pulau
Tinonda yang berarti diseberangkan karena upaya Raja Talaud yang
memindahkan atau menyeberangkan beberapa keluarga dari Pulau
Karakelang ke Pulau Miangas.
Memang, pada masa penjajahan Belanda, terjadi perebutan status
Pulau Miangas antara Belanda dan Amerika Serikat, yang ketika itu
menguasai Filipina. Belanda menguasai pulau ini sejak tahun 1677.
Filipina sejak 1891 memasukkan Miangas ke dalam wilayahnya. Miangas
dikenal dengan nama La Palmas dalam peta Filipina. Belanda kemudian
bereaksi dengan mengajukan masalah Miangas ke Mahkamah Arbitrase
Internasional. Mahkamah Arbitrase Internasional dengan hakim Max
Huber pada tanggal 4 April 1928 kemudian memutuskan Miangas menjadi
milik sah Belanda (Hindia Belanda). Saat Indonesia merdeka Pulau
Miangas menjadi milik Indonesia. Filipina kemudian menerima keputusan
tersebut.
Pada dekade 1960 hingga 1970-an, hubungan antara Miangas dan
Filipina semakin intens seiring dengan adanya kesepakatan tentang batas
antara kedua negara. Ironisnya, intensitas hubungan kedua negara tidak

5
mempengaruhi kesadaran nasional warga kepulauan tersebut. Masyarakat
setempat lebih mengenal pejabat Filipina ketimbang Indonesia. Hal ini
terungkap ketika pada awal 1970-an sejumlah pejabat pemerintah pusat
yang menyertai kunjungan Wakil Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono
IX ke wilayah perbatasan, melihat potret Presiden Filipina Ferdinand
Marcos menghiasi rumah penduduk.
Mulai saat itu pula, kehidupan masyarakat perbatasan di
Kabupaten Sangihe-Talaud mendapat perhatian lebih dari pemerintah,
antara lain dengan membuka jaringan pelayaran perintis ke pulau-pulau
terpencil. Betapapun keterpencilan membuahkan penderitaan bagi
masyarakat pulau-pulau perbatasan namun mereka tetap merasa sebagai
bagian dari bangsa Indonesia, setidaknya dalam pendidikan mereka
konsisten berkiblat ke Indonesia.
Untuk mengokohkan Pulau Miangas dan Pulau Marampit di
Kabupaten Talaud serta Pulau Marore di Kabupaten Sangihe sebagai pulau
terluar yang berbatasan dengan negara lain (Filipina), pemerintah pusat
membangun monumen NKRI di kedua pulau terpencil ini. Pembangunan
monumen NKRI di tiga pulau ini merupakan kebijakan pemerintah pusat
melalui Depdagri sebagai bentuk penanganan pulau-pulau kecil terluar

6
3.1.2 Keadaan Geografis

Gambar 3.1 Letak geografis dari Pulau Miangas

Koordinat Titik Terluar : 5° 34′ 2″ LU, 126° 34′ 54″ BT


Luas wilayah : 3,15 km2
Jumlah Penduduk : 679 Jiwa
Wilayah Administrasi : Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara
Berbatasan dengan : Filipina

Jarak pulau ini ke gugusan pulau-pulau lain di Kepulauan Nanusa,


tetangganya di Kabupaten Talaud, sekitar 145 mil. Sedangkan dengan
Manado berjarak 260 mil. Pulau ini terletak pada bibir samudra pasifik
yang tidak luput dari terpaan angin kencang diikuti gelombang tinggi.
Dalam kondisi bergelombang itu rakyat Miangas tak berdaya. Tak ada
kapal yang berani masuk ke pulau itu. Sedangkan tiga kapal perintis yang
disubsidi pemerintah untuk melayari pulau-pulau di kawasan perbatasan
enggan masuk.
Dengan luas sekitar 3,15 km persegi dan ketinggian sebagian besar
wilayahnya cuma sekitar 1 meter itu ada kecenderungan Pulau Miangas
untk tenggelam. Seandainya Miangas tenggelam, patok perbatasan dengan

7
Filipina tentu akan bergeser jauh ke dalam wilayah Indonesia. Sebab,
berdasarkan hukum laut internasional, perbatasan sebuah negara diukur
berdasarkan ketentuan zona ekonomi eksklusif, 200 mil dari garis pantai.
Tentu persoalan serupa tak hanya dihadapi Indonesia. Sejumlah negara
lain pun yang memiliki pulau-pulau kecil di perbatasan akan menghadapi
masalah yang sama. Bahkan negara-negara kepulauan kecil di kawasan
Pasifik, yang totalnya dihuni jutaan penduduk, diramalkan semuanya akan
tenggelam.
Studi yang dilakukan United Nations Framework Convention on
Climate Change (UNFCCC) tahun 2005 memprediksi, hingga akhir abad
ini permukaan laut akan naik sekitar 1 meter. Akibatnya, 42 negara pulau
kecil yang tergabung dalam Small Islands Developing States (SIDS)
terancam tenggelam. Negara-negara itu tersebar di perairan laut Afrika,
Asia, Pasifik, Karibia, dan Mediterania.

3.1.3 Kondisi Ekonomi


Keadaan ekonomi masyarakat di Miangas bertumpu pada hasil laut
dan kelapa. Saat ini, dengan masuknya nelayan-nelayan asing maka
banyak nelayan lokal kekurangan penghasilan dan penangkapan ikan.

Gambar 3.2 Hasil perikanan Pulau Miangas

8
Dalam hal tranportasi secara ekonomis, masyarakat setempat masih
lebih memilih menjual bahan hasil bumi ke daerah perbatasan yang dapat
ditempuh 4-5 jam ke Filipina daripada harus menunggu angkutan
transportasi laut yang datang 2 minggu sekali dengan memakan waktu satu
setengah hari ke Melongwane atau dua hari ke Tahuna. Hal ini belum
diperkirakan resikonya apabila terjadi cuaca yang buruk di laut maka kapal
tidak akan meneruskan perjalanan ke Miangas dan Marore.
Dua pekan sekali, kapal Pelni dan kapal Perintis menyambangi
Pelabuhan Miangas. Rute kapal Pelni dimulai dari Bitung, kemudian
singgah di Lirung dan Karatung, baru terakhir di Pulau Miangas. Bila
cuaca bagus, perjalanan ini hanya ditempuh dua hari.
Sedangkan rute kapal Perintis lebih panjang. Berangkat dari
Bitung, singgah ke Makalehi, Tahuna, Melonguane, Lirung, Beo, Esang,
Geme, Kakorotan, dan Karatung, sebelum akhirnya sampai di Miangas.
Waktu tempuhnya pun lebih lama, empat hari.
Tapi jadwal dua kapal itu bisa berantakan bila sedang musim angin
barat, ketika laut tak bersahabat. Bisa sampai sebulan bahkan tiga bulan
dua kapal itu tak menyambangi Miangas. Alhasil, suplai bahan makanan
pokok dan bahan bakar pun terputus. Padahal, Miangas hanya
mengandalkan kopra dan hasil laut produk budi daya alam asli.
Untuk mengatasi krisis pangan di Miangas pada saat musim angin
barat, pemerintah membangun gudang logistik, tahun lalu. Biaya
pembangunannya Rp 150 juta. Ini juga salah satu upaya memberikan
perekonomian yang lebih baik kepada warga. Ketika penduduk
kekurangan pangan karena tak ada kapal yang berani masuk. Terpaksa
warga mengonsumsi galuga, kelapa yang dikeringkan dimakan dengan
daun ubi talas.
Di Miangas dan Marore harga bensin Rp 15.000 per liter dan
minyak tanah Rp 10.000 per liter. Harga bensin paling murah Rp 8.000
dan bisa dinikmati cuma seminggu setelah pasokan BBM datang saat
perahu motor datang dari Melonguane. Meskipun termasuk wilayah

9
Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi sebagian besar dari penduduk
Miangas menggunakan peso sebagai mata uang. Peso diperoleh dari hasil
perdagangan ikan dan kelapa yang dijual ke wilayah terdekat Filipina,
yakni Santa Agustien. Uang peso lalu dibelanjakan warga Miangas untuk
membeli kebutuhan sehari-hari di daerah General Santos. Harga beras dan
gula pasir relatif lebih murah dibeli di Filipina ketimbang membeli di
Melonguane atau Manado karena mereka juga mempertimbangkan risiko
dan biaya perjalanan. Harga beras di Filipina sekitar 20 peso (satu peso
sekitar Rp 300 pada 2008).
Ketersediaan listrik dan bahan bakar minyak serta ekonomi yang
hidup menjadi persoalan krusial. Sedangkan untuk mengambil kayu di
hutan dilarang oleh pemerintah karena khawatir daerah itu tandus.
Pemerintah sendiri melarang warga membawa bensin ataupun minyak
tanah yang dibeli dari Manado dimuat di kapal-kapal perintis. Kebijakan
itu dinilai masyarakat tidak bijaksana sehingga sabagt memberatkan
masyarakat Miangas.

3.1.4 Kondisi Sosial-Budaya


Dengan jumlah penduduk kurang lebih 120 kepala keluarga,
sebagian besar 95% memeluk agama Nasrani dan lainnya 5% memeluk
agama Islam. Secara khusus, masyarakat setempat mengharapkan
kunjungan pejabat daerah untuk mendengarkan keluhan-keluhan
masyarakat di daerah perbatasan. Dana alokasi pusat yang dikhususkan
untuk daerah perbatasan kiranya menjadi pemicu untuk mengembangkan
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Hal ini hendaknya diberlakukan
juga dalam menunjang kehidupan sosial masyarakat Pulau Miangas.
Budaya di Miangas sama halnya dengan budaya Talaud dengan rumpun
bahasa yang sama, walaupun terbagi dalam sub-etnis bahasa berbeda.

10
3.1.5 Kondisi Politik-Kemasyarakatan
Kehidupan politik di wilayah perbatasan khususnya Miangas
terdapat traditional element yakni Ketua Tua-Tua Masyarakat (KTM)
yang hingga kini merupakan wadah yang sangat disegani dalam
mengambil keputusan serta kebijakan untuk masyarakat adat daerah
tersebut.
Pembelajaran politik di daerah ini dilakukan dengan hukum adat yang
berlaku setempat dan secara eksternal ditunjang oleh program berupa
Latsitarda,
Soal kewarganegaraan, banyak dari penduduk Miangas yang masih
bingung. Sempat terjadi insiden ketika terjadi kematian Sekretaris Desa
Johny Awala, yang diduga dianiaya Kepala Kepolisian Sektor Border
Crossing Area Brigadir Polisi Satu Darida, sejumlah warga mengerek
bendera Filipina. Memang tindakan itu sangat emosional. Tetapi tentunya
tidak bisa dianggap remeh. Dalam banyak hal, pola hidup warga Pulau
Miangas yang hanya berpenduduk sekitar 698 jiwa itu mirip dengan
masyarakat di gugusan pulau-pulau Talaud, yakni menjadi nelayan dan
petani. Namun, orientasi ekonomi yang lebih banyak ke Filipina
menjadikan warga Pulau Miangas enggan mengaku dirinya orang
Indonesia.
Di Filipina, rakyat Miangas sebagian besar tinggal di Pulau Saranggani,
General Santos, ataupun Davao di Filipina Selatan. Mereka dikenal
sebagai pekerja kasar yang ulet. Terjadinya interaksi ekonomi di kedua
wilayah itu membuat rakyat Miangas jarang menyimpan uang rupiah.
Sebagian besar malah mengaku memiliki peso, mata uang Filipina.

3.1.6 Infranstruktur
Dalam empat tahun terakhir situasi Miangas dan Marore
menunjukkan perubahan. Pemerintah Provinsi Sulut membangun sejumlah
prasarana di kedua pulau perbatasan tersebut, antara lain gudang

11
penyimpanan beras. Selama ini beras dipasok dari Manado dua bulan
sekali sehingga warga tidak kelaparan.
Gudang Depot Logistik yang dibangun sejak pertengahan tahun
2006 ini didukung dengan pembuatan Dermaga untuk memudahkan
pengangkutan Logistik dari Kapal ke Gudang mungkin menelan biaya
yang tidak kecil mengingat pengiriman material bangunan yang harus
dikirim menggunakan Kapal Laut.Tepat berada di bibir pantai Indah
Miangas dan bersebelahan dengan Pos TNI-AD Miangas, keberadaan
Gudang Depot Logistik. Selain itu ada rencana untuk membangun Bandara
yang masih dalam tahap pembebasan lahan masyarakat Miangas.

Gambar 3.3 Pos TNI-AD Miangas


Untuk infranstruktur di bidang pendidikan, sekolah yang ada
sampai tingkat menengah atas. Tetapi sejumlah bangunan SD di Miangas
rusak berat. Apabila hujan turun mereka pun tidak bisa belajar. Demikian
juga ruangan Balai Pertemuan Umum (BPU) yang dibangun pemerintah
rusak parah.
Pulau Miangas juga memiliki Miangas Center (MC) yang
mencoba untuk menggali potensi yang ada serta memberikan informasi
tentang objek wisata , adat istiadat serta kerajianan khas Miangas. Saat ini
MC berada di dekat kantor kecamatan. Menurut camat Miangas, Sepno R.
Lantaa, SH akan didirikan bangunan khusus untuk MC letaknya di

12
dermaga untuk memudahkan bagi pendatang yang memerlukan informasi.
Selain itu juga sudah terdapat kantor bea cukai, pos imigrasi, dan PLN.
Namun satu hal yang memberatkan penduduk Miangas adalah tidak
adanya SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) di pulau mereka.
Pada tahun 2006 telah masuk sarana telekomunikasi berupa salura
telepon yaitu dari PT. Telkom dan bekerjasama dengan telkomsel untuk
mendukung sarana telekomunikasi di Pulau Minangas.

3.1.7 Sarana Permukiman


Walaupun termasuk daerah miskin di Indonesia sarana permukiman di
Miangas cukup memadai. Sebanyak 15 milyar rupiah akan di-kucurkan
pemerintah pusat, dalam bentuk bangunan perumahan bagi penduduk di
Pulau Miangas. Peningkatan kesejahteraan rakyat pulau paling Utara di
Indonesia ini merupakan hasil kesepakatan antara Departemen Sosial dan
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Langkah itu ditempuh dalam
upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan sosial penduduk yang tinggal di
pulau-pulau perbatasan wilayah negara.

Gambar 3.4 Permukiman penduduk Miangas

13
3.1.8 Pendidikan
Sebelumnya telah dijelaska mengenai infranstruktur pendidikan
mengenai bangunan sekolah dasar (SD) hingga menengah atas (SMA).
Banyak para generasi muda yang sudah lulus Sekolah Menengah Pertama
meninggalkan kampung halaman dan memilih bekerja di Mindanau
ataupun melanjutkan studi di Tahuna dan di Manado. Hal ini menjadi
kebiasaan turun-temurun. Di samping itu, kehidupan yang penuh
tantangan alam menjadikan masyarakat Miangas sebagai pekerja keras
dengan totalitas kerja yang lebih dibandingkan dengan pekerja lainnya.
Masalah yang terbentang adalah kemampuan berupa ketrampilan
profesional belum dapat menunjang penampilan fisik yang prima dari
masyarakat Miangas.

3.2 Analisa Strategi dan Penanganan Permasalahan


3.2.1 Analisa Persoalan Umum di Kawasan Perbatasan
Masalah yang bersifat umum yang dihadapi di berbagai kawasan
perbatasan, baik kontinen maupun maritim adalah sebagai berikut:
1. Bentangan kawasan perbatasan antara RI dengan 10 negara
tetangga sangat luas dan tipologinya bervariasi, mulai dari tipe
pedalaman sampai tipe pulau-pulau terluar. Ini mengakibatkan
rentang kendali dan penanganan kawasan perbatasan menghadapi
tantangan dan kendala yang cukup berat, baik dalam penyediaan
sumberdaya dana maupun manusia.
2. Di masa lalu ada pendapat umum bahwa kawasan perbatasan
merupakan sarang pemberontak, harus diamankan, terbelakang dan
kurang menarik bagi investor. Hal ini mempengaruhi persepsi
penanganan kawasan perbatasan, sehingga cenderung diposisikan
sebagai kawasan terbelakang dan difungsikan sebagai sabuk
keamanan. Akibatnya berbagai potensi sumberdaya alam kurang
dikelola, terutama oleh investor swasta.

14
3. Pendekatan keamanan lebih menonjol dibanding pendekatan
kesejahteraan, karena tuntutan pada masa lalu. Saat itu memang
banyak terjadi pemberontakan di sekitar kawasan perbatasan.
4. Belum ada koordinasi antara instansi-instansi terkait di tingkat
daerah dan pusat.
5. Masyarakat di perbatasan umumnya miskin akibat dari akumulasi
beberapa faktor, yakni rendahnya mutu sumberdaya manusia,
minimnya infrastruktur pendukung, rendahnya produktivitas
masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam.
6. Terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan dengan negara tetangga
tertentu seperti Filipina.
7. Akses laut menuju ke kawasan perbatasan sangat kurang memadai
dan sarana komunikasi sangat terbatas, sehingga orientasi
masyarakat cenderung ke Negara tetangga. Kondisi ini dapat
menyebabkan degradasi nasionalisme masyarakat perbatasan.
8. Sarana dasar sosial dan ekonomi sangat terbatas. Akibatnya
penduduk di kawasan perbatasan berupaya mendapatkan pelayanan
sosial dan berusaha memenuhi kebutuhan ekonominya ke kawasan
perbatasan tetangga.
9. Belum ada kepastian hukum bagi pelaku pembangunan, sehingga
tidak ada basis pijakan bagi pelaku pembangunan di kawasan
perbatasan.
10. Kewenangan penanganan wilayah masih banyak dikeluarkan
instansi pemerintah di pusat.
11. Lemahnya penegakan hukum terhadap para pencuri kayu (illegal
logging), penyelundup barang, ‘penjualan manusia’ (trafficking
person), pembajaka dan perompakan, penyelundupan senjata,
penyelundupan manusia (seperti tenaga kerja, bayi, dan wanita),
maupun pencurian ikan.
12. Belum ada lembaga yang mengkoordinasikan pengelolaan
perbatasan di tingkat nasional dan daerah.

15
13. Terjadi eksploitasi sumberdaya alam secara tak terkendali akibat
lemahnya penegakan hukum.
14. Pengelolaan sumberdaya alam yang belum optimal dan
berorientasi masa depan.
15. Minimnya sarana dan prasarana keamanan dan pertahanan
menyebabkan aktivitas aparat keamanan dan pertahanan di
perbatasan belum optimal. Pengawasan di sepanjang garis
perbatasan kontinen maupun maritim juga lemah, sehingga sering
terjadi pelanggaran batas negara oleh masyarakat kedua negara
tetangga.
16. Ada tuntutan daerah untuk ikut mengelola kawasan perbatasan
seiring dengan berlakunya desentralisasi dan otonomi daerah.
Mereka menuntut pendapatan dari Pos Pengawas Lintas Batas
dapat menjadi salah satu penghasilan bagi pemerintah daerah.
17. Ada tawaran investasi cukup besar, tetapi terbentur terbatasnya
dana pembangunan sarana dan prasarana yang dapat disediakan
Pemerintah.
18. Masalah dengan negara tetangga, antara lain belum jelas dan tegas
garis batas kontinen dan maritim; bagaimana menangani nelayan
kedua negara yang melanggar wilayah negara; serta terdapat
pelintas batas tradisional akibat hubungan kekerabatan, kesamaan
adat dan budaya kedua negara.
19. Masalah pengembangan kawasan di sepanjang perbatasan, karena
kewenangan pengelolaan dipandang harus seijin Pemerintah Pusat
dan dana yang sangat terbatas.

3.2.2 Strategi dan Penangangan Pulau Terluar Indonesia


Strategi pengembangan kawasan perbatasan maritim mencakup hal-hal
di bawah ini:
1. Pengembangan Pusat-pusat Pertumbuhan Perbatasan Laut.

16
2. Memberikan insentif dan disinsentif investasi serta menyusun
aturan ketenagakerjaan khusus.
3. Meningkatkan kerapatan jalur-jalur transportasi perintis serta
pengembangan system telekomunikasi khusus.
4. Merumuskan aturan bersama mengenai “border trade”, pelintas
batas tradisional serta sistem bea cukai, imigrasi, karantina dan
keamanan terpadu.
5. Peningkatan kapasitas personil TNI dan POLRI.
6. Penambahan jumlah armada kapal dan sistem navigasi laut.
7. Melakukan operasi perbatasan bersama dan tukar menukar
informasi permasalahan perbatasan laut.
8. Penegasan batas antar negara dan peningkatan patroli laut.
9. Mendirikan pusat-pusat pelatihan ketenagakerjaan dan sosialisasi
pengelolaan kekayaan laut dan pelestarian lingkungan.
10. Sosialisasi teknologi tepat guna kelautan serta pengembangan
pusat riset kelautan dan kepulauan.
11. Perluasan jangkauan siaran TV/radio nasional hingga perbatasan.
12. Memberikan subsidi kesehatan, pendidikan serta listrik/energi.
13. Mensosialisasikan potensi dan model-model pengelolaan
sumberdaya kelautan dan kepulauan secara lestari.
14. Memadukan berbagai aspek teknis, ekologi, sosial budaya, politik
hukum dan kelembagaan dalam pengelolaan pulau-pulau di
perbatasan.
15. Memasyarakatkan aktivitas pelestarian dan perlindungan
lingkungan (khususnya bakau dan terumbu karang);
16. Mensinkronkan antara aturan daerah, dan nasional mengenai
pengelolaan laut dan pulau-pulau perbatasan secara lestari.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kawasan perbatasan mempunyai posisi strategis yang berdampak terhadap
pertahanan dan keamanan dan politis mengingat fungsinya sebagai wilayah
terdepan Indonesia, dimana terjadi banyak pelintas batas baik dari dan ke
Indonesia maupun Philipina. Ancaman di bidang pertahanan dan keamanan dan
politis ini perlu diperhatikan mengingat keterbatasan penanganan pelintas batas
legal di wilayah Pulau Miangas.
Permasalahan pokok yang ada adalah;
11. Kemiskinan akibat keterisolasian kawasan menjadi pemicu tingginya
keinginan masyarakat setempat menjadi pelintas batas ke wilayah Philipina
berlatar belakang untuk memperbaiki perekonomian mengingat tingkat
perekonomian di wilayah Philipina relatif lebih berkembang jika
dibandingkan dengan tingkat perekonomian di wilayah Pulau Miangas.
22. Kesenjangan sarana dan prasarana wilayah antar kedua wilayah negara
pemicu orientasi perekonomian masyarakat Pulau Miangas, seperti dari Pulau
Miangas, akses keluar (ke wilayah Philipina) lebih mudah jika dibandingkan
ke Ibukota kecamatan/kabupaten di wilayah Kabupaten Sangir, Kabupaten
Talaud atau ke Manado.
33. Belum adanya kepastian secara lengkap garis batas laut, terutama tentang
batas landas kontinen antara Indonesia - Philipina, jika dibiarkan berlarut-larut
dikhawatirkan berpotensi menjadi masalah yang lebih rumit.
14. Beberapa pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti penyelundupan ,
Illegal Fishing masih terjadi yang mengakibatkan kerugian Negara cukup
besar.
25. Pengelolaan perbatasan belum optimal, meliputi kelembagaan, kewenangan
maupun program.
36. Mental dan profesionalisme aparat keamanan di wilayah perbatasan masih
harus dibenahi.

18
4.2 Saran
Mengacu kepada permasalahan yang ada, maka strategi yang perlu
dilakukan adalah:
11. Perlunya peningkatan Sumber Daya Manusia, dengan cara memberikan
fasilitas pendidikan kepada warga Pulau Miangas, berlatar belakang keilmuan
sesuai dengan kebutuhan.
22. Untuk menghindari sengketa wilayah laut dimasa yang akan dating perlu
adanya upaya penyelesaian masalah tersebut, terutama penyelesaian masalah
batas landas kontinen antara Indonesia dengan Philipina.
33. Peningkatan kerja sama bidang ekonomi antara Indonesia dengan Philipina
dengan cara pelibatan langsung warga Miangas yang disesuaikan dengan
situasi dan kondisi warga Miangas, sehingga hasilnya dapat dirasakan
langsung oleh warga Miangas.
44. Perlu dipertimbangkan kemungkinan kerjasama bilateral antara Pemda
Sulawesi Utara dengan Negara Philipina dalam bidang ekonomi/perdagangan,
keamanan dan sosial budaya, terutama yang melibatkan Kabupaten Talaud,
khususnya warga Pulau Miangas.
55. Seperti halnya pengembangan pulau terpencil di negara maju seperti
pengelolaan Hawaii oleh Amerika Serikat, atau Okinawa oleh pemerintah
Jepang yang sukses membangun kedua wilayah tersebut mengembangkan
sektor ekonominya melalui pengembangan fasilitas militer pada awalnya,
demikian juga untuk pengembangan Pulau Miangas bisa meniru cara-cara dari
kedua negara tersebut, yang tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi
yang ada.
16. Perlu adnya pembinaan mental ideologi warga Pulau Miangas, yang tidak
berupa doktrin, melainkan dengan pendekatan kesejahteraan dan contoh
perilaku para aparat yang ditugaskan di Pulau Miangas.
27. Perlu dipikirkan adanya perbaikan tunjangan penghasilan, bagi aparat
pemerintah (TNI/Polri, tenaga guru, medis, dan lain-lain) yang ditugaskan di

19
Pulau Miangas, agar motivasi personil yang ditugaskan di wilayah tersebut
dapat lebih ditingkatkan.
38. Perlunya prioritas pembangunan air strip di Pulau Miangas, untuk
mempermudah akses dari dan ke Pulau Miangas, sehingga dapat memecahkan
masalah keterisoliran warga Pulau Miangas.
49. Dalam rangka menghindari para petugas yang selalu ingin keluar
meninggalkan Pulau Miangas karena berbagai alasan, perlu dipertimbangkan
pengangkatan warga Pulau Miangas asli sebagai tenaga pelayanan
masyarakat, terutama tenaga medis dan tenaga guru, yang tentunya telah
melalui seleksi dan pendidikan yang memadai.

20

You might also like