Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak/ belum memiliki
perjanjian (agreement) dengan Indonesia.
2
BAB II
METODOLOGI PENULISAN
2. 1 Tahapan Penulisan
2. 1. 1 Perumusan Tema dan Permasalahan
Tahapan ini adalah awal perumusan seluruh isi karya tulis. Penentuan
tema dan perumusan masalah merupakan tujuan tahap ini sebagai suatu langkah
pertama proses penyelesaian karya tulis.
2. 1. 2 Pengumpulan Landasan Teori dan Data
Tahap ini memiliki tujuan mencari teori dan data informasi yang
memiliki relevansi dengan penjabaran permasalahan atau studi kasus dalam
penyusunan karya tulis. Metode pengumpulan data menggunakan metode
tinjauan pustaka yaitu data yang diperoleh diambil dari referensi jurnal
penelitian tentang permasalahan yang dihadapi masyarakat pulau-pulau terluar
Indonesia yang diperoleh dari internet.
2. 1. 3 Analisis/Pembahasan
Tahap analisis data dan teori ini melalukan sintesis dan analisis untuk
mengelola, menafsirkan data yang diperoleh dan memberikan argumentasi
melalui pemikiran logis terhadap masalah sehingga dapat ditemukan beberapa
alternatif solusi. Tujuan tahap ini adalah mencapai tujuan yang telah dijabarkan
pada tahap pendahuluan yang dikemukakan di bagian awal penulisan.
2. 1. 4 Kesimpulan dan Saran
Tahap ini bertujuan untuk menyimpulkan seluruh isi penulisan menjadi
pemahaman yang utuh dan bersifat komprehensif sehingga bisa diambil dari isi
karya tulis tentang beberapa alternatif solusi untuk mengatasi masalah yang
dibahas.
3
2. 2 Kerangka Berpikir
IDE TULISAN
PENGOLAHAN MASALAH
KESIMPULAN DAN
SARAN
4
BAB III
PEMBAHASAN
5
mempengaruhi kesadaran nasional warga kepulauan tersebut. Masyarakat
setempat lebih mengenal pejabat Filipina ketimbang Indonesia. Hal ini
terungkap ketika pada awal 1970-an sejumlah pejabat pemerintah pusat
yang menyertai kunjungan Wakil Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono
IX ke wilayah perbatasan, melihat potret Presiden Filipina Ferdinand
Marcos menghiasi rumah penduduk.
Mulai saat itu pula, kehidupan masyarakat perbatasan di
Kabupaten Sangihe-Talaud mendapat perhatian lebih dari pemerintah,
antara lain dengan membuka jaringan pelayaran perintis ke pulau-pulau
terpencil. Betapapun keterpencilan membuahkan penderitaan bagi
masyarakat pulau-pulau perbatasan namun mereka tetap merasa sebagai
bagian dari bangsa Indonesia, setidaknya dalam pendidikan mereka
konsisten berkiblat ke Indonesia.
Untuk mengokohkan Pulau Miangas dan Pulau Marampit di
Kabupaten Talaud serta Pulau Marore di Kabupaten Sangihe sebagai pulau
terluar yang berbatasan dengan negara lain (Filipina), pemerintah pusat
membangun monumen NKRI di kedua pulau terpencil ini. Pembangunan
monumen NKRI di tiga pulau ini merupakan kebijakan pemerintah pusat
melalui Depdagri sebagai bentuk penanganan pulau-pulau kecil terluar
6
3.1.2 Keadaan Geografis
7
Filipina tentu akan bergeser jauh ke dalam wilayah Indonesia. Sebab,
berdasarkan hukum laut internasional, perbatasan sebuah negara diukur
berdasarkan ketentuan zona ekonomi eksklusif, 200 mil dari garis pantai.
Tentu persoalan serupa tak hanya dihadapi Indonesia. Sejumlah negara
lain pun yang memiliki pulau-pulau kecil di perbatasan akan menghadapi
masalah yang sama. Bahkan negara-negara kepulauan kecil di kawasan
Pasifik, yang totalnya dihuni jutaan penduduk, diramalkan semuanya akan
tenggelam.
Studi yang dilakukan United Nations Framework Convention on
Climate Change (UNFCCC) tahun 2005 memprediksi, hingga akhir abad
ini permukaan laut akan naik sekitar 1 meter. Akibatnya, 42 negara pulau
kecil yang tergabung dalam Small Islands Developing States (SIDS)
terancam tenggelam. Negara-negara itu tersebar di perairan laut Afrika,
Asia, Pasifik, Karibia, dan Mediterania.
8
Dalam hal tranportasi secara ekonomis, masyarakat setempat masih
lebih memilih menjual bahan hasil bumi ke daerah perbatasan yang dapat
ditempuh 4-5 jam ke Filipina daripada harus menunggu angkutan
transportasi laut yang datang 2 minggu sekali dengan memakan waktu satu
setengah hari ke Melongwane atau dua hari ke Tahuna. Hal ini belum
diperkirakan resikonya apabila terjadi cuaca yang buruk di laut maka kapal
tidak akan meneruskan perjalanan ke Miangas dan Marore.
Dua pekan sekali, kapal Pelni dan kapal Perintis menyambangi
Pelabuhan Miangas. Rute kapal Pelni dimulai dari Bitung, kemudian
singgah di Lirung dan Karatung, baru terakhir di Pulau Miangas. Bila
cuaca bagus, perjalanan ini hanya ditempuh dua hari.
Sedangkan rute kapal Perintis lebih panjang. Berangkat dari
Bitung, singgah ke Makalehi, Tahuna, Melonguane, Lirung, Beo, Esang,
Geme, Kakorotan, dan Karatung, sebelum akhirnya sampai di Miangas.
Waktu tempuhnya pun lebih lama, empat hari.
Tapi jadwal dua kapal itu bisa berantakan bila sedang musim angin
barat, ketika laut tak bersahabat. Bisa sampai sebulan bahkan tiga bulan
dua kapal itu tak menyambangi Miangas. Alhasil, suplai bahan makanan
pokok dan bahan bakar pun terputus. Padahal, Miangas hanya
mengandalkan kopra dan hasil laut produk budi daya alam asli.
Untuk mengatasi krisis pangan di Miangas pada saat musim angin
barat, pemerintah membangun gudang logistik, tahun lalu. Biaya
pembangunannya Rp 150 juta. Ini juga salah satu upaya memberikan
perekonomian yang lebih baik kepada warga. Ketika penduduk
kekurangan pangan karena tak ada kapal yang berani masuk. Terpaksa
warga mengonsumsi galuga, kelapa yang dikeringkan dimakan dengan
daun ubi talas.
Di Miangas dan Marore harga bensin Rp 15.000 per liter dan
minyak tanah Rp 10.000 per liter. Harga bensin paling murah Rp 8.000
dan bisa dinikmati cuma seminggu setelah pasokan BBM datang saat
perahu motor datang dari Melonguane. Meskipun termasuk wilayah
9
Negara Kesatuan Republik Indonesia tetapi sebagian besar dari penduduk
Miangas menggunakan peso sebagai mata uang. Peso diperoleh dari hasil
perdagangan ikan dan kelapa yang dijual ke wilayah terdekat Filipina,
yakni Santa Agustien. Uang peso lalu dibelanjakan warga Miangas untuk
membeli kebutuhan sehari-hari di daerah General Santos. Harga beras dan
gula pasir relatif lebih murah dibeli di Filipina ketimbang membeli di
Melonguane atau Manado karena mereka juga mempertimbangkan risiko
dan biaya perjalanan. Harga beras di Filipina sekitar 20 peso (satu peso
sekitar Rp 300 pada 2008).
Ketersediaan listrik dan bahan bakar minyak serta ekonomi yang
hidup menjadi persoalan krusial. Sedangkan untuk mengambil kayu di
hutan dilarang oleh pemerintah karena khawatir daerah itu tandus.
Pemerintah sendiri melarang warga membawa bensin ataupun minyak
tanah yang dibeli dari Manado dimuat di kapal-kapal perintis. Kebijakan
itu dinilai masyarakat tidak bijaksana sehingga sabagt memberatkan
masyarakat Miangas.
10
3.1.5 Kondisi Politik-Kemasyarakatan
Kehidupan politik di wilayah perbatasan khususnya Miangas
terdapat traditional element yakni Ketua Tua-Tua Masyarakat (KTM)
yang hingga kini merupakan wadah yang sangat disegani dalam
mengambil keputusan serta kebijakan untuk masyarakat adat daerah
tersebut.
Pembelajaran politik di daerah ini dilakukan dengan hukum adat yang
berlaku setempat dan secara eksternal ditunjang oleh program berupa
Latsitarda,
Soal kewarganegaraan, banyak dari penduduk Miangas yang masih
bingung. Sempat terjadi insiden ketika terjadi kematian Sekretaris Desa
Johny Awala, yang diduga dianiaya Kepala Kepolisian Sektor Border
Crossing Area Brigadir Polisi Satu Darida, sejumlah warga mengerek
bendera Filipina. Memang tindakan itu sangat emosional. Tetapi tentunya
tidak bisa dianggap remeh. Dalam banyak hal, pola hidup warga Pulau
Miangas yang hanya berpenduduk sekitar 698 jiwa itu mirip dengan
masyarakat di gugusan pulau-pulau Talaud, yakni menjadi nelayan dan
petani. Namun, orientasi ekonomi yang lebih banyak ke Filipina
menjadikan warga Pulau Miangas enggan mengaku dirinya orang
Indonesia.
Di Filipina, rakyat Miangas sebagian besar tinggal di Pulau Saranggani,
General Santos, ataupun Davao di Filipina Selatan. Mereka dikenal
sebagai pekerja kasar yang ulet. Terjadinya interaksi ekonomi di kedua
wilayah itu membuat rakyat Miangas jarang menyimpan uang rupiah.
Sebagian besar malah mengaku memiliki peso, mata uang Filipina.
3.1.6 Infranstruktur
Dalam empat tahun terakhir situasi Miangas dan Marore
menunjukkan perubahan. Pemerintah Provinsi Sulut membangun sejumlah
prasarana di kedua pulau perbatasan tersebut, antara lain gudang
11
penyimpanan beras. Selama ini beras dipasok dari Manado dua bulan
sekali sehingga warga tidak kelaparan.
Gudang Depot Logistik yang dibangun sejak pertengahan tahun
2006 ini didukung dengan pembuatan Dermaga untuk memudahkan
pengangkutan Logistik dari Kapal ke Gudang mungkin menelan biaya
yang tidak kecil mengingat pengiriman material bangunan yang harus
dikirim menggunakan Kapal Laut.Tepat berada di bibir pantai Indah
Miangas dan bersebelahan dengan Pos TNI-AD Miangas, keberadaan
Gudang Depot Logistik. Selain itu ada rencana untuk membangun Bandara
yang masih dalam tahap pembebasan lahan masyarakat Miangas.
12
dermaga untuk memudahkan bagi pendatang yang memerlukan informasi.
Selain itu juga sudah terdapat kantor bea cukai, pos imigrasi, dan PLN.
Namun satu hal yang memberatkan penduduk Miangas adalah tidak
adanya SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) di pulau mereka.
Pada tahun 2006 telah masuk sarana telekomunikasi berupa salura
telepon yaitu dari PT. Telkom dan bekerjasama dengan telkomsel untuk
mendukung sarana telekomunikasi di Pulau Minangas.
13
3.1.8 Pendidikan
Sebelumnya telah dijelaska mengenai infranstruktur pendidikan
mengenai bangunan sekolah dasar (SD) hingga menengah atas (SMA).
Banyak para generasi muda yang sudah lulus Sekolah Menengah Pertama
meninggalkan kampung halaman dan memilih bekerja di Mindanau
ataupun melanjutkan studi di Tahuna dan di Manado. Hal ini menjadi
kebiasaan turun-temurun. Di samping itu, kehidupan yang penuh
tantangan alam menjadikan masyarakat Miangas sebagai pekerja keras
dengan totalitas kerja yang lebih dibandingkan dengan pekerja lainnya.
Masalah yang terbentang adalah kemampuan berupa ketrampilan
profesional belum dapat menunjang penampilan fisik yang prima dari
masyarakat Miangas.
14
3. Pendekatan keamanan lebih menonjol dibanding pendekatan
kesejahteraan, karena tuntutan pada masa lalu. Saat itu memang
banyak terjadi pemberontakan di sekitar kawasan perbatasan.
4. Belum ada koordinasi antara instansi-instansi terkait di tingkat
daerah dan pusat.
5. Masyarakat di perbatasan umumnya miskin akibat dari akumulasi
beberapa faktor, yakni rendahnya mutu sumberdaya manusia,
minimnya infrastruktur pendukung, rendahnya produktivitas
masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam.
6. Terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan dengan negara tetangga
tertentu seperti Filipina.
7. Akses laut menuju ke kawasan perbatasan sangat kurang memadai
dan sarana komunikasi sangat terbatas, sehingga orientasi
masyarakat cenderung ke Negara tetangga. Kondisi ini dapat
menyebabkan degradasi nasionalisme masyarakat perbatasan.
8. Sarana dasar sosial dan ekonomi sangat terbatas. Akibatnya
penduduk di kawasan perbatasan berupaya mendapatkan pelayanan
sosial dan berusaha memenuhi kebutuhan ekonominya ke kawasan
perbatasan tetangga.
9. Belum ada kepastian hukum bagi pelaku pembangunan, sehingga
tidak ada basis pijakan bagi pelaku pembangunan di kawasan
perbatasan.
10. Kewenangan penanganan wilayah masih banyak dikeluarkan
instansi pemerintah di pusat.
11. Lemahnya penegakan hukum terhadap para pencuri kayu (illegal
logging), penyelundup barang, ‘penjualan manusia’ (trafficking
person), pembajaka dan perompakan, penyelundupan senjata,
penyelundupan manusia (seperti tenaga kerja, bayi, dan wanita),
maupun pencurian ikan.
12. Belum ada lembaga yang mengkoordinasikan pengelolaan
perbatasan di tingkat nasional dan daerah.
15
13. Terjadi eksploitasi sumberdaya alam secara tak terkendali akibat
lemahnya penegakan hukum.
14. Pengelolaan sumberdaya alam yang belum optimal dan
berorientasi masa depan.
15. Minimnya sarana dan prasarana keamanan dan pertahanan
menyebabkan aktivitas aparat keamanan dan pertahanan di
perbatasan belum optimal. Pengawasan di sepanjang garis
perbatasan kontinen maupun maritim juga lemah, sehingga sering
terjadi pelanggaran batas negara oleh masyarakat kedua negara
tetangga.
16. Ada tuntutan daerah untuk ikut mengelola kawasan perbatasan
seiring dengan berlakunya desentralisasi dan otonomi daerah.
Mereka menuntut pendapatan dari Pos Pengawas Lintas Batas
dapat menjadi salah satu penghasilan bagi pemerintah daerah.
17. Ada tawaran investasi cukup besar, tetapi terbentur terbatasnya
dana pembangunan sarana dan prasarana yang dapat disediakan
Pemerintah.
18. Masalah dengan negara tetangga, antara lain belum jelas dan tegas
garis batas kontinen dan maritim; bagaimana menangani nelayan
kedua negara yang melanggar wilayah negara; serta terdapat
pelintas batas tradisional akibat hubungan kekerabatan, kesamaan
adat dan budaya kedua negara.
19. Masalah pengembangan kawasan di sepanjang perbatasan, karena
kewenangan pengelolaan dipandang harus seijin Pemerintah Pusat
dan dana yang sangat terbatas.
16
2. Memberikan insentif dan disinsentif investasi serta menyusun
aturan ketenagakerjaan khusus.
3. Meningkatkan kerapatan jalur-jalur transportasi perintis serta
pengembangan system telekomunikasi khusus.
4. Merumuskan aturan bersama mengenai “border trade”, pelintas
batas tradisional serta sistem bea cukai, imigrasi, karantina dan
keamanan terpadu.
5. Peningkatan kapasitas personil TNI dan POLRI.
6. Penambahan jumlah armada kapal dan sistem navigasi laut.
7. Melakukan operasi perbatasan bersama dan tukar menukar
informasi permasalahan perbatasan laut.
8. Penegasan batas antar negara dan peningkatan patroli laut.
9. Mendirikan pusat-pusat pelatihan ketenagakerjaan dan sosialisasi
pengelolaan kekayaan laut dan pelestarian lingkungan.
10. Sosialisasi teknologi tepat guna kelautan serta pengembangan
pusat riset kelautan dan kepulauan.
11. Perluasan jangkauan siaran TV/radio nasional hingga perbatasan.
12. Memberikan subsidi kesehatan, pendidikan serta listrik/energi.
13. Mensosialisasikan potensi dan model-model pengelolaan
sumberdaya kelautan dan kepulauan secara lestari.
14. Memadukan berbagai aspek teknis, ekologi, sosial budaya, politik
hukum dan kelembagaan dalam pengelolaan pulau-pulau di
perbatasan.
15. Memasyarakatkan aktivitas pelestarian dan perlindungan
lingkungan (khususnya bakau dan terumbu karang);
16. Mensinkronkan antara aturan daerah, dan nasional mengenai
pengelolaan laut dan pulau-pulau perbatasan secara lestari.
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kawasan perbatasan mempunyai posisi strategis yang berdampak terhadap
pertahanan dan keamanan dan politis mengingat fungsinya sebagai wilayah
terdepan Indonesia, dimana terjadi banyak pelintas batas baik dari dan ke
Indonesia maupun Philipina. Ancaman di bidang pertahanan dan keamanan dan
politis ini perlu diperhatikan mengingat keterbatasan penanganan pelintas batas
legal di wilayah Pulau Miangas.
Permasalahan pokok yang ada adalah;
11. Kemiskinan akibat keterisolasian kawasan menjadi pemicu tingginya
keinginan masyarakat setempat menjadi pelintas batas ke wilayah Philipina
berlatar belakang untuk memperbaiki perekonomian mengingat tingkat
perekonomian di wilayah Philipina relatif lebih berkembang jika
dibandingkan dengan tingkat perekonomian di wilayah Pulau Miangas.
22. Kesenjangan sarana dan prasarana wilayah antar kedua wilayah negara
pemicu orientasi perekonomian masyarakat Pulau Miangas, seperti dari Pulau
Miangas, akses keluar (ke wilayah Philipina) lebih mudah jika dibandingkan
ke Ibukota kecamatan/kabupaten di wilayah Kabupaten Sangir, Kabupaten
Talaud atau ke Manado.
33. Belum adanya kepastian secara lengkap garis batas laut, terutama tentang
batas landas kontinen antara Indonesia - Philipina, jika dibiarkan berlarut-larut
dikhawatirkan berpotensi menjadi masalah yang lebih rumit.
14. Beberapa pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti penyelundupan ,
Illegal Fishing masih terjadi yang mengakibatkan kerugian Negara cukup
besar.
25. Pengelolaan perbatasan belum optimal, meliputi kelembagaan, kewenangan
maupun program.
36. Mental dan profesionalisme aparat keamanan di wilayah perbatasan masih
harus dibenahi.
18
4.2 Saran
Mengacu kepada permasalahan yang ada, maka strategi yang perlu
dilakukan adalah:
11. Perlunya peningkatan Sumber Daya Manusia, dengan cara memberikan
fasilitas pendidikan kepada warga Pulau Miangas, berlatar belakang keilmuan
sesuai dengan kebutuhan.
22. Untuk menghindari sengketa wilayah laut dimasa yang akan dating perlu
adanya upaya penyelesaian masalah tersebut, terutama penyelesaian masalah
batas landas kontinen antara Indonesia dengan Philipina.
33. Peningkatan kerja sama bidang ekonomi antara Indonesia dengan Philipina
dengan cara pelibatan langsung warga Miangas yang disesuaikan dengan
situasi dan kondisi warga Miangas, sehingga hasilnya dapat dirasakan
langsung oleh warga Miangas.
44. Perlu dipertimbangkan kemungkinan kerjasama bilateral antara Pemda
Sulawesi Utara dengan Negara Philipina dalam bidang ekonomi/perdagangan,
keamanan dan sosial budaya, terutama yang melibatkan Kabupaten Talaud,
khususnya warga Pulau Miangas.
55. Seperti halnya pengembangan pulau terpencil di negara maju seperti
pengelolaan Hawaii oleh Amerika Serikat, atau Okinawa oleh pemerintah
Jepang yang sukses membangun kedua wilayah tersebut mengembangkan
sektor ekonominya melalui pengembangan fasilitas militer pada awalnya,
demikian juga untuk pengembangan Pulau Miangas bisa meniru cara-cara dari
kedua negara tersebut, yang tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi
yang ada.
16. Perlu adnya pembinaan mental ideologi warga Pulau Miangas, yang tidak
berupa doktrin, melainkan dengan pendekatan kesejahteraan dan contoh
perilaku para aparat yang ditugaskan di Pulau Miangas.
27. Perlu dipikirkan adanya perbaikan tunjangan penghasilan, bagi aparat
pemerintah (TNI/Polri, tenaga guru, medis, dan lain-lain) yang ditugaskan di
19
Pulau Miangas, agar motivasi personil yang ditugaskan di wilayah tersebut
dapat lebih ditingkatkan.
38. Perlunya prioritas pembangunan air strip di Pulau Miangas, untuk
mempermudah akses dari dan ke Pulau Miangas, sehingga dapat memecahkan
masalah keterisoliran warga Pulau Miangas.
49. Dalam rangka menghindari para petugas yang selalu ingin keluar
meninggalkan Pulau Miangas karena berbagai alasan, perlu dipertimbangkan
pengangkatan warga Pulau Miangas asli sebagai tenaga pelayanan
masyarakat, terutama tenaga medis dan tenaga guru, yang tentunya telah
melalui seleksi dan pendidikan yang memadai.
20