You are on page 1of 26

LAPORAN UJIAN PRAKTIKUM FARMASETIKA

PROGRAM PROFESI APOTEKER


SEMESTER : GENAP 2009/2010

FORMULASI : POTIO TUBERKULOSIS


Mengandung INH, Pyridoxine HCl, Rifampicin
3
fls @ 60 mL

I. Pendahuluan
I.1 Tuberkulosis (TBC)
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini termasuk basil gram positif, berbentuk
batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan
Asam (BTA). Penyakit ini biasanya menyerang paru-paru (disebut sebagai TB
Paru), walaupun pada sepertiga kasus, organ-organ lain ikut terlibat. Jika diterapi
dengan benar tuberkulosis yang disebabkan oleh kompleks Mycobacterium
tuberculosis, yang peka terhadap obat, praktis dapat disembuhkan.
Obat ini digunakan sebagai pencegahan dari tuberkulosis aktif pada individu
yang telah terinfeksi oleh Micobakterium tuberculosis.
( Katzung ed 8 buku 3, hal 94)

I.2
Definisi Sediaan
Sediaan yang beredar dipasaran biasanya terdiri dari 2 kombinasi yaitu
terdiri dari INH dan Pyridoxine HCl, masing-masing dengan dosis INH 100 mg
dan Pyridoxine HCl 10 mg (MIMS, 2008 hal 290).
Dalam formulasi ini terdapat zat aktif Isoniazid, Pyridoxine HCl dan
Rifampicin. Dalam hal ini Rifampicin tidak dapat larut air dan etanol ,sehingga
tidak dapat dipilih bentuk larutan dan eliksir,tetapi dipilihlah bentuk sediaan
suspensi.
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair ( Farmakope Indonesia IV. 1995, hal 17). Suspensi ini
dibagi menjadi tiga antara lain : Suspensi oral, suspensi topikal dan suspensi otic
(USP XXVII, 2004, hal 2587). Suspensi Oral adalah sediaaan cair
mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan
pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral (Farmakope
Indonesia IV, 1995, hlm 18). Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh
cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan harus segera terdispersi kembali.
Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan
suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
(Farmakope Indonesia, edisi III, Hal 32)

1.2.1 Kelebihan dan Kelemahan Bentuk Sediaan Suspensi


Kelebihan :
1. Bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat, karena mudahnya
menelan cairan, terutama untuk anak-anak dan manula.
2. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
3. Homogenitas tinggi
4. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet/kapsul.
5. Keluwesan dalam pemberian dosis : mudah untuk memberikan dosis yang
relatif sangat besar dan mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak-
anak.
6. Kerugian dari obat tertentu yang mempunyai rasa tidak enak bila diberikan
dalam bentuk larutan akan tidak terasa bila diberikan sebagai partikel yang
tidak larut dalam suspensi (Ansel, hal 355)

Kekurangan :
1. Kestabilan rendah
2. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga
homogenitasnya turun.
3. Alirannya menyebabkan sukar dituang
4. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan.
5. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi
(cacking, flokulasi, deflokulasi) terutama bila terjadi perubahan temperatur
(Ansel, hal 356)

1.2.2 Syarat Suspensi


Syarat – syarat suspensi tersebut terdiri dari :

1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap


2. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali

3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi


4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok
dan dituang.
5.
Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari
suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan
(Ansel, 356)

II. Formula
II.1 Formula umum
Formula umum dari bentuk sediaan suspensi terdiri dari :
1. Zat berkhasiat
2. Zat Pembawa, yang terdiri atas:
a. Zat pembawaconroh : air, sirup
b. Zat pensuspensi/pelarut (Suspending agent)
Contoh : Na-CMC, Gom Arab, HPMC
c. Zat perasa/ pemanis
Contoh pemanis alami: sukrosa, fruktosa
pemanis buatan Na-siklamat, sakarin, aspartam
d. Zat pengaroma contoh : stroberry
e. Zat pengawet  contoh : Metil / propel paraben
(The Science of Dosage Form Design, ulton, 275-276;
Excipients,95, 97, 112, 283, 287, 289, 386, 108, 110;
Pharmaceutical Practise, Aulton, 101)

2.2 Formula Baku


 Pyravit
Tiap 5 mL mengandung :
INH 100 mg
Pyridoxine 10 mg
(MIMS 2008, hal 290)
 Tiap 5 ml mengandung:
R/ Isoniazidum 50 mg
Acidum Citricum 12,5 mg
Natrii Citrat 60 mg
Glyserolum 1 ml
Sorbitol solution 70% hingga 5 ml.
(Fornas ed 2, hal 167)

2.3 Zat Aktif


a.
INH (Isoniazid)
1. Monografi
Struktur Kimia :

T. P. Sycheva, T. N. Pavlova and M. N. Shchukina (1972). "Synthesis of isoniazid from 4-cyanopyridine".

Pharmaceutical Chemistry Journal 6 (11): 696–698.

Nama resmi : Isoniazidum


Rumus Molekul : C6H7N3O
Berat Molekul : 137,14
Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarnaatau serbuk
hablur putih ; tidak berbau, perlahan – lahan dipengaruhi oleh udara
cahaya.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 472)
2. Sifat Fisika dan Kimia
Kelarutan : Mudah larut dalam air ; agak sukar larut dalam
etanol; sukar larut dalam kloroform dan dalam eter.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 472)
3. Identifikasi
a.
Spektrum serapan infra merah zat yang telah dikeringkan dan di
dispersikan dalam kalium bromide P menunjukan maksimum
hanya pada panjang gelombang yang sama seperti isoniazid
BPFI. (Farmakope Indonesia Edisi IV hal 472)
b.
Masukan lebih kurang 50 mg ke dalam labu terukur 500 ml,
tambahkanj air sampai tanda. Masukan 10 ml larutan ini ke
dalam labu terukur 100 mL tambahkan 2 mL asam klorida
0,1 N, encerkan dengan air sampai tanda; spectrum serapan
ultraviolet menunjukan maksimum dan minimum hanya pada
panjang gelombang yang sama seperti pada isoniazid BPFI.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 472)

b.
Pyridoxine HCl (Vitamin B6)
1. Monografi
Struktur Kimia :

(Foot note)
Nama resmi : Pyridoxini Hydrochloridum
Rumus Molekul : C8H11NO3. HCl
Berat Molekul : 205,64
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih atau hampir
putih, stabil diudara, secara perlahan-lahan dipengaruhi oleh cahaya
matahari.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 473)
2. Sifat Fisika dan Kimia
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol,
tidak larut dalam eter.
pH : Dalam larutan mempunyai pH lebih kurang 3.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 473)
3. Identifikasi
A.
Spektrum serapan inframerah zat yang dididispersikan dalam
minyak mineral P, menunjukkan maksimum hanya pada panjang
gelombang yang sama pada piridoksin Hidroklorida BPFI.
B. Menunjukkan reaksi klorida cara A, B, dan C seperti yang
tertera pada Uji Identifikasi Umum.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 474)

c. Rifampisin
1.
Monografi
Nama resmi : Rifampicinum
Rumus Molekul : C43H58N4O12
Berat Molekul : 822,95
Pemerian : Serbuk hablur, cokelat merah
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 744)
2. Sifat Fisika dan Kimia
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam
kloroform; larut dalam etil asetat dan dalam
methanol.
pH : Antara 4 dan 6,5
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 744)
3. Stabilitas
Rifampisisn kapsul harus terlindung udara,cahaya dan panas. Kapsul
harus disimpan pada wadah tertutup rapat dan terlindung dari
cahaya pada temperatur 15- 300C.
Sediaan serbuk rifampisin untuk injeksi harus terlindung dari cahaya
dan panas dengan temperatur ± 400C. (AHFS,1999. Hal 492)
4. Identifikasi
Spektrum serapan inframerah zat yang didispersikan dalam minyak
mineral P menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang
yang sama seperti pada Rifampisin BPFI.
(Farmakope Indonesia Edisi IV hal 744)
Zat Tambahan :
a. CMC Na
Kelarutan : Larut dalam air (pada semua temperatur), memberikan
larutan jernih, praktis tidak larut dalam pelarut organik.
pH : 1 % larutan dalam air mempunyai pH 6 – 8,5. Stabil pada range
pH 5 – 10. Viskositas musilago CMC Na menurun drastis pada pH < 5
atau pH > 10. Musilago lebih peka terhadap perubahan pH daripada
metilselulosa.
Stabilitas : terhadap panas, CMC Na dapat disterilisasi dalam keadaan
kering dengan mempertahankan suhu pada 160oC selama 1 jam, tetapi
akan terjadi penurunan viskositas secara perlahan-lahan dan sifat-sifat
larutan yang dibuat dari bahan yang telah disterilkan memburuk.
Kegunaan : CMC Na digunakan untuk suspending agent dalam
sediaan cair (pelarut air) yang ditujukan untuk pemakaian eksternal, oral
atau parenteral. Juga dapat digunakan untuk penstabil emulsi dan untuk
melarutkan endapan yang terbentuk bila tinctur ber-resin ditambahkan
ke dalam air. Untuk tujuan-tujuan ini 0,25 % - 1 % atau 0,5 % - 2 %
CMC Na dengan derajat viskositas medium umumnya mencukupi.
( Martindale 28th, 950-951)
b. Metil Paraben
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak
berbau berbau khas lemah
Penggunaan larutan oral : 0,015- 2 %
Kompatibilitas : aktivitas menurun dengan adanya surfaktan
(HOPE, hal 310,312).

2.4 Farmakologi
a. Isoniazid (INH)
1. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja isoniazid belum diketahui, tetapi ada beberapa
hipotesis yang dianjurkan , diantaranya efek pada lemak, biosistesis
asam nukleat, dan glikolisis. Selain itu juga menghambat biosisntesis
asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel
mikobakterium. Isoniazid kadar rendah mecegah meperpanjangnya
rantai asam dan menurunkan jumlah lemak yang sangat panjang yang
merupakan bentuk awal molekul asam mikolat. Isoniazid
menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang
terekstrasi oleh methanol dan mikobakterium.
(Farmakologi dan Terapi, hal 599)

1. Farmakokinetika
Absorpsi : Diabsorbsi cepat dan lengkap, dan kecepatannya dapat
dihambat oleh makanan.
Distribusi : Keseluruhan jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan
serebrospinal, menembus plasenta, dan masuk ke air
susu. Ikatan protein berkisar antara 10-15%
Metabolisme: Dimetabolisme di hati, kecepatan metabolisme ditentukan
oleh asetilasi secara genetik.
Waktu paruh : pada asetilator cepat 30-100 menit, asetilator lambat 2-5
jam; mungkin diperlambat oleh kerusakan hati atau
ginjal parah. Waktu untuk mencapai kadar puncak 1-2
jam
Ekskresi : lewat urin (75-95%), tinja dan air liur.
(ISO farmakoterapi, hal 854)

2.
Penggunaan
Isoniazid masih tetap merupakan obat yang sangat penting untuk
mengobati semua tipe tuberculosis. Efek non terapi dapat dicegah
dengan pemberian piridoksin dan pengawasan yang cermat pada
penderita. Untuk tujuan terapi, obat ini harus digunakan bersama obat
lain untuk tujuan pencegahan dapat diberikan tunggal.
(Farmakologi dan Terapi, hal 599)
4 Efek Samping, Kontra Indikasi dan Interaksi Obat
Efek samping:
Mual, muntah, hipersensitivitas, neuropati perifer, kerusakan hati,
gangguan hematologi, reaksi alergi (demam, kulit kemerahan, dan
hepatitis sering terjadi), dan insomnia.
(Katzung ed VI, hal 739)
Kontra Indikasi :
Hepatitis yang diinduksi oleh obat atau penyakit hati akut karena
penyebab apapun, dan hipersensitif terhadap INH.
(ISO farmakoterapi, hal 854)
Interaksi Obat :
Kadar obat di jaringan meningkat oleh Para Amino Salisilat (PAS).
Isoniazid dapat meningkatkan efek fenitoin, menghambat Penggunaan
metabolisme primidon dan mengurangi toleransi alkohol.
Isoniazid bersamaan dengan rifampisin dalam jangka waktu lama
dapat meningkatkan terjadinya gangguan fungsi hati.
(Farmakologi dan Terapi, hal 602 dan MIMS 2008 hal 215 )
5 Dosis
Isoniazid terdapat dalam bentuk tablet 50,100,300 dan 400 mg serta
sirup 10 mg/mL. dalam tablet kadang – kadang telah ditambahkan
vitamnin B6 biasanya diberikan dosis tunggal per oral tiap hari. Dosis
umumnya 5 mg/kg BB, maksimum 300mg/hari. Untuk yang TBC
berat dapat diberikan 10 mg/kg BB, maksimum 600 mg/hari.
Anak dibawah 4 tahun dosisnya 10 mg/kgBB/hari. Isoniazid juga dapat
diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15
mg/kg/BB/hari.
(Farmakologi dan Terapi, hal 600 dan MIMS 2008 hal 214 )

b. Pyridoxine HCl
1. Mekanisme Kerja
Sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan heme
(Farmakologi dan Terapi, edisi 4, hal 741)
Sebagai koenzim pada metabolisme protein dan asam-asam amino, antara
lain pada pengubahan triptofan melalui oksitriptofan menjadi serotonin
dan sintesis GABA, serta pada metabolisme karbohidrat dan lemak.
(Farmakologi dan Terapi, edisi IV, hal 720)
2. Farmakokinetik
Mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Ekskresi melalui urin
terutama \dalam bentuk 4-asam piridoksat dan piridoksal.
(Farmakologi dan Terapi, edisi IV, hal 720)
3. Penggunaan
Untuk mencegah defisiensi vitamin B6. diberikan bersama vitamin B lain
sebagai multivitamin. Juga digunakan untuk mencegah dan mengobati
neonitis perifer oleh obat, untuk wanita yang menggunakan kontrasepsi
oral yang mengandung estrogen, dan untuk penderita anemia.
(Farmakologi dan Terapi, edisi IV, hal 720)
4. Efek samping, Kontra Indikasi, dan Interaksi Obat
Efek Samping
Dapat menyebabkan neuropati sensorik atau sindrom neopati pada dosis
antara 50-70 g/hari untuk penggunaan jangka panjang
Interaksi Obat
INH, hidralazin, penisilin menghilangkan efek piridoksin.
(Tan Hoan Tjay, hal 805)
5. Dosis
Profilaksis : oral, 1 mg atau 2 mg.
Terapi : oral 5 -150 mg
(Farmakope Indonesia, edisi III, hal 987)
c. Rifampisin
1. Mekanisme Kerja
Rifampisin terutama aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh.
Kerjanya berikatan kuat dengan RNA polimerase yang bergantung
pada DNA sehingga akan menghambat sintesis RNA bakteri. Pada
mikobakteri resisten terjadi mutasi pada enzim RNA polimerase ini
sehingga tidak lagi mengikat rifampicin.
(Farmakologi dan terapi ed 4, hal 601)
2. Farmakokinetika
1.
Absorpsi :Secara oral absorbsi baik, makanan dapat memperlambat
atau menurunkan puncak.
2.
Distribusi : Karena sangat lifofilik, dapat menembus sawar darah
otak. Berdifusi dari darah ke cairan serebrospinal, difusi cukup
kuat tanpa atau dengan adanya inflamasi.
3. Metabolisme : Di hati, mengalami resirkulasi enterohepatik.
4. Waktu paruh : 3-4 jam, diperlama oleh adanya gangguan hati.
5.
Ekskresi : Melalui tinja (60-65%) dan urin (sekitar 30%) sebagai
bentuk utuh.
(ISO farmakoterapi 2008, hal 855)
3. Penggunaan
Rifampisin merupakan obat yang sangat efektif untuk pengobatan
tuberculosis dan sering digunakan bersama isoniazid utnuk terapi
tuberculosis jangka pendek. Efek sampingnya beraneka ragam, tetapi
insidennya rendah dan jarang sampai perlu menghentikan terapi.
(Farmakologi dan Terapi, edisi IV, hal 601)
4. Efek Samping, Kontra Indikasi dan Interaksi Obat
Efek Samping : Gangguan saluran cerna meliputi mual, muntah,
anoreksia, diare. Pada terapi interman dapat terjadi sindrom influenza,
gangguan respirasi (napas pendek), kolaps dan syok, anemia
hemolitik, anemia, gagal ginjal akut, ikterus, flushing, urtikaria, ruam.
(ISO farmakologi, hal 855)
Rifampisin mengakibatkan warna oranye yang tidak membahayakan
pada urin, keringat, air mata, dan lensa kontak (soft lens dapat
ternodai secara permanent). (Katzung ed 8 buku 3, hal 98)
Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap rifampisin, pasien dengan
gangguan saluran empedu, serta selama kehamilan trisemester
pertama.
(MIMS ed 8, hal 215)
Interaksi Obat : Rifampisin merupakan pemacu metabolisme obat
yang cukup kuat,sehingga berbagai obat hipoglikemik oral,
kortikosteroid, dan kontrasepsi oral akan berkurang efektifitasnya bila
diberikan secara bersamaan dengan rifampisin. Rifampicin mungkin
juga menggangu metabolisme vitamin D sehingga dapat menimbulkan
kelainan tulang berupa osteomalasia (Farmakologi dan Terapi, edisi
IV, hal 601)
5. Dosis
600mg per hari (10-20 mg/kg berat badan), terapi jangka pendek 600
mg 2 kali seminggu. Obat ini biasanya diberikan sehari sekali
sebaiknya 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah jam makan.
(MIMS ed 8, hal 215)
III. Rancangan Penentuan Formula dan Proses Pembuatan
Dibuat dalam 3 fls @ 60 ml
Dalam tiap 5 mL mengandung :

Untuk Untuk Fungsi


No. Nama Bahan Jumlah Volume 5 mL volume 60 ml
1. Isoniazid 100 mg 100 mg 1,2 g Zat aktif
2. Pyridoxine HCl 10 mg 10 mg 0,12 g Zat aktif
3. Rifampicin 100 mg 100 mg 1,2 g Zat aktif
4. Sirupus simplek 10% 0,5 g 6g Pemanis
5. Sorbitol 30% 1,5 g 18 g Pemanis /
caplocking
6. Na.CMC 1% 0,05 g 0,6 g Suspending agent
7. Metil paraben 0,25% 0,0125 0,15 g Pengawet
8. Natrium sitrat 0,2 % 0,01 g 0,12 g Pendapar
9. Asam sitrat 0,2% 0,01 g 0,12 g Pendapar, acidifier
10 Stoberry oil qs qs qs Pengaroma
11. Aq. dest ad 5 ml Ad 5ml Ad 60 Pembawa
Alasan Pemilihan Formula
Kombinasi INH dan Rifampisin bertujuan untuk mencegah terjadinya
resistensi bakteri dan meningkatkan efektifitas masing – masing zat .
tersebut..Sediaan yang beredar dipasaran biasanya terdiri dari 2 kombinasi yaitu
terdiri dari INH dan Pyridoxine HCl, masing-masing dengan dosis INH 100 mg
dan Pyridoxine HCl 10 mg.
Pembuatan bentuk suspensi dikarenakan zat aktif rifampisin tidak larut
dalam air sehingga tidak dapat dibuat dalam bentuk larutan. Sediaan suspensi ini
diharapkan dapat diminati oleh penggunanya, mengingat memiliki rasa dan aroma
yang enak, bentuk dan warna yang menarik terutama diberikan kepada anak -
anak.
Suspensi memiliki rentang pada pH 6-8 oleh karena itu perlu ditambah
dapar dengan menggunakan zat dapar sitrat. Sirupus simplek dikombinasikan
dengan sorbitol, karena selain menambah rasa manis, sorbitol juga dapat berfungsi
sebagai caplocking.
Keterangan Perhitungan :
Tiap 5 ml mengandung
INH = 100 mg
Piridoksin HCl = 10 mg
Rifampisin = 100 mg

10
x5
Sirupus simplek = 100 = 0,5 g
30
x5
Sorbitol = 100 = 1,5 g
1
x5
Na-CMC = 100 = 0,05 g
0,25
x5
Metil paraben = 100 = 0,125 g
0,2
x5
Asam sitrat = 100 = 0,01 g
0,2
x5
Natrium sitrat = 100 = 0,01 g

Pembuatan Sirupus Simplex :


Sakarosa/ Gula pasir 65 gram
Aq.dest ad 100 ml
Cara :
65 gram sukrosa dilarutkan dalam air panas hingga diperoleh 100 ml
larutan.

Proses pembuatan sediaan :


a. Masing-masing zat
ditimbang dengan seksama.
b.
Na.CMC
dikembangkan dengan cara menaburkan Na-CMC secara perlahan
- lahan dan sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang telah diisi air
panas. Setelah semua serbuk Na-CMC terbasahi, lalu aduk dengan
cepat.
c.
Isoniazid (INH) ,
Pyridoxine HCl dan Rifampisin digerus hingga homogen.
d.
Lalu dimasukan ke
dalam suspending agent yang telah dikembangkan.
e. Metil paraben
dilarutkan dalam air panas.
f. Asam sitrat dan
Na.sitrat dilarutkan dalam aqua dest.
g. Sirupus simplek,
sorbitol, larutan pengawet, zat warna,ditambahkan dan diaduk
sampai homogen. Tambahkan aq. dest hingga volume yang
diinginkan.
h. Suspensi dimasukan
ke dalam botol yang telah di cuci, dikeringkan dan ditara 60 ml.

IV. Rancangan Pembungkusan dan Penandaan


1. Wadah
Suspensi dimasukkan ke dalam botol coklat.
2. Kemasan
Di dalam kemasan dilengkapi dengan brosur.
Pada kemasan sekunder (dus) tertera :
- Nama Produk - Dosis
- Isi Bersih - Kontra Indikasi
- Logo Golongan Obat - Cara Penyimpanan
- Cara Kerja Obat - Komposisi
- Indikasi - Efek Samping
- No. Registrasi - Harus Dengan Resep Dokter
- No. Batch - Barcode
- Tanggal Produksi - Label peringatan
- Kadaluarsa - Nama dan alamat pabrik
- Label Kocok Dahulu
3. Brosur
Di dalam kemasan terdapat brosur yang memuat keterangan yang lebih
lengkap dari sediaan yang dibuat, meliputi :
a. Nama produk j. Kemasan
b. Komposisi k. Kadaluarsa
c. Tinjauan Umum l. No. Registrasi
d. Indikasi m. No. Batch
e. Kontra Indikasi n. Tanggal Produksi
f. Efek Samping o. Label Peringatan
g. Peringatan p. Harus Dengan Resep Dokter
h. Dosis q. Logo Golongan Obat
i. Penyimpanan r. Nama dan alamat pabrik

4. Evaluasi Sediaan
Evaluasi sediaan yang dilakukan meliputi :
1.
Uji organoleptis : penampilan visual, warna, rasa dan bau.
2.
Uji viskositas
Viskositas suspensi dapat diukur dengan alat viskometer Rion.
Caranya dengan menempatkan sediaan ke dalam wadah dan rotor
pemutar yang sesuai untuk sediaan suspensi dimasukkan ke dalam
sediaan sampai tanda batas terendam, lalu rotor tersebut dijalankan.
Harga viskositas dapat dibaca pada skala angka yang tertera.
3. Uji distribusi ukuran partikel
Prosedur :
 Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop yang telah
dilengkapi dengan mikrometer, dan kalibrasi dilakukan
terhadap ukuran kotak yang ada pada mikrometer tersebut.
 Sediaan suspensi diteteskan pada gelas obyek.
 Partikel diamati dengan pembesaran obyek yang cocok. Ukuran
partikelnya ditentukan sesuai dengan ukuran kotak skala.
 Jumlah partikel yang dihitung untuk memperoleh data yang
baik adalah 300-500 partikel.
4. Uji redispersibilitas
 Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara mengocok
sediaannya dalam wadahnya secara konstan atau dengan
menggunakan pengocok mekanik.
 Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi
sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik.
5. Uji pH
Pengamatan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH-meter
atau kertas indikator pH.
6. Uji homogenitas
Homogenitas dapat ditentukan secara visual. Caranya sampel
diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan pada kaca objek
lain sehingga terbentuk lapisan tipis. Partikel diamati secara visual.
7. Berat jenis sediaan
 Digunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi
dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru
dididihkan, pada suhu 25C.
 Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20C, masukkan ke
dalam piknometer.
 Atur hingga suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu
25C.
 Buang kelebihan zat dan timbang.
 Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer
yang telah diisi.

 Dilakukan perhitungan :
- bobot piknometer kosong ditimbang : w0
- bobot piknometer yang telah diisi air : w1
- bobot piknometer yang telah diisi sediaan : w2
- bobot jenis ditentukan dengan rumus :
(w2 – w0) / (w1 – w0)
8. Volume sedimentasi
 Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang
berskala.
 Volume yang diisikan merupakan volume awal (Vo).
 Setelah beberapa waktu/ hari diamati volume akhir dengan
terjadinya sedimentasi. Volume terakhir tersebut diukur (Vu).
 Volume sedimentasi dihitung dengan persamaan :
F = Vu / Vo
Penyimpanan
a.
Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat(FI IV, hal
18)
b. Wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya
bahan cair, bahan padat atau uap dan mencegah kehilangan,
merekat, mencair, atau menguapnya bahan selama penanganan,
pangangkutan, dan distribuasi dan harus dapat ditutup rapat
kembali. Wadah tertutup rapat dapat diganti dengan wadah tertutup
kedap untuk bahan dosis tunggal).

Penandaan
Pada etiket harus tertera “Kocok Dahulu”(FI III, hal 32).
V. REALISASI FORMULASI
Formula Lengkap
Tiap 5 ml mengandung :

R/ Isoniazid 100 mg
Pyridoxine HCl 10 mg
Rifampisin 100 mg
Sirupus simplek 0,5 g
Sorbitol 1,5 g
Na.CMC 0,05 g
Metil paraben 0,0125 g
Natrium sitrat 0,01 g
Asam sitrat 0,01 g
Pengaroma q.s
Aquadest 5 ml

VI. REALISASI PEMBUATAN SEDIAAN


1. Penimbangan Bahan

Jumlah
No Nama Bahan 1 Fls 3 Fls Paraf Cek Waktu
(60 ml) (180 ml)
1. Isoniazid 1,2 g 3,6 g
2. Pyridoxine HCl 0,12 g 0,36 g
3. Rifampisin 1,2 g 3,6 g
4. Sirupus simplek 6g 18 g
5. Sorbitol 18 g 54 g
6. Na.CMC 0,6 g 1,8 g
7. Metil paraben 0,15 g 0,45 g
8. Natrium sitrat 0,12 g 0,36 g
9. Asam sitrat 0,12 g 0,36 g
10. Stoberry oil qs qs
11. Aq. dest ad 60 ml Ad 180 ml
2. Prosedur Pembuatan
No Prosedur Paraf Cek Waktu
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Botol dikalibrasi 60 ml.
3. Na.CMC dikembangkan dengan cara
menaburkan Na-CMC secara perlahan dan
sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang telah
diisi air panas (20 x jumlah CMC-Na ).Setelah
semua serbuk Na-CMC terbasahi, lalu aduk
dengan cepat
4. Asam sitrat dilarutkan dalam air.
5. Natrium Sitrat dilarutkan dalam air hangat,
didinginkan.
6. Metil paraben dilarutkan dalam air mendidih,
didinginkan.
7. Na-CMC yang sudah mengenbang, digerus
hingga terbentuk massa yang homogen,
kemudian disisihkan.
8. Isoniazid, Pyridoxine HCl dan Rifampisin
digerus halus hingga homogen.
9. Na-CMC dimasukkan ke dalam campuran no.
8 sedikit demi sedikit, digerus hingga
homogen.
10. Larutan no. 4 dicampurkan dengan larutan no.
5, diaduk
11. Larutan no. 10 dan no. 6 dimasukkan sedikit
demi sedikit, digerus hingga homogen
12. Sirupus simpleks dimasukkan sedikit demi
sedikit ke dalam mortir, digerus hingga
homogen
13. Stoberry oil dimasukkan ke dalam mortir,
digerus hingga homogen
14. Sisa aquadest ditambahkan sedikit demi
sedikit ke dalam mortir, digerus hingga
homogen
15. Suspensi dimasukan ke dalam botol yang telah
di cuci, dikeringkan dan ditara 60 ml.

3. Evaluasi Sediaan
No Jenis Evaluasi Hasil Analisa Sediaan Waktu Paraf Cek
1. Uji organoleptis :
- visual
- warna
- rasa
- bau
2. Uji viskositas
3. Uji distribusi
ukuran partikel
4. Uji
redispersibilitas
5. Uji pH
6. Uji berat jenis

4. Penandaan (Etiket) pada wadah

5.

Penandaan pada kemasan sekunder


6. Brosur
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke-4. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope III. Edisi ke-3. Departemen


Kesehatan RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope IV. Edisi ke-4. Departemen


Kesehatan RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional. Edisi ke-2. Departemen


Kesehatan RI. Jakarta.

Ganiswarna, G.S. et al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Jakarta:
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI.

Sukandar, YE., Andrajati, R., Sigit, IJ., Adnyana, K., Kusnandar. 2008. Iso
Farmakoterapi. PT ISFI Penerbitan. Jakarta

Lacy, C.F., 2005. Drug Information AHFS. American Society of Hospital


Pharmacicst.

Lund, Walter, 1994, The Pharmaceutical Codex, 12th Ed., Principle and Practice
of Pharmaceutics, The. Pharmaceutical Press, London
Reynolds, J.E.F., 2000. Martindale The Extra Pharmacopeiae. 32nd edition.
London: The Royal Pharmaceutical Society of Breat Britain

Van Duin, C.F., et al. 1954. Ilmu Resep dalam Praktek dan Teori. Penerbit
Soeroengan. Jakarta.

Wade, A. & P.J. Weller, Handbook of Pharmaceutical Excipients, 1994, 2nd ed,
The Pharmaceutical Press London.

Winotopradjoko, M., et al. 2003 ISO Indonesia, Volume 38. Penerbit Ikatan
Sarjana Farmasi Insonesia.

Anonim, 2009. Baycadron. www.drugs.com/pro/baycadron.html [diakses: 8


Desember 2009]

You might also like