You are on page 1of 86

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional di
mana sasaran utamanya adalah tercapainya lingkungan hidup yang bermutu dan
optimal serta tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya meliputi
kesehatan jasmani dan rohani. Oleh karena itu, kesehatan tiap individu perlu
dijaga dan ditingkatkan kualitasnya. Dalam peningkatan kesehatan diperlukan
sarana kesehatan yang dapat mendukung secara optimal.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus dilakukan secara terpadu
dan berkesinambungan, hal ini meliputi upaya kesehatan dan sumber dayanya.
Pembangunan kesehatan menyangkut upaya peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif). Seluruh aspek tersebut harus dilaksanakan secara
menyeluruh dan melibatkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat (Depkes
RI, 1992).
Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah
rumah sakit. Rumah sakit merupakan suatu organisasi kompleks yang
menggunakan peralatan ilmiah yang khusus dan rumit serta difungsikan oleh
satuan personil yang terlatih dan terdidik dalam pengetahuan medis modern dan
semuanya dipadukan bersama untuk mencapai tujuan pemeliharaan dan
pemulihan kesehatan yang baik. Rumah sakit ditunjang oleh segala fasilitas dan
kegiatan untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat, salah satu
diantaranya adalah kegiatan dan fasilitas Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).
Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan satu-satunya bagian atau divisi
di rumah sakit yang bertanggungjawab penuh atas pengelolaan dan pengendalian
seluruh sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lain yang beredar dan
digunakan di rumah sakit. IFRS dipimpin oleh seorang apoteker dengan

1
2

kemampuan dan keterampilan yang memadai, mengingat tanggung jawabnya


yang sangat besar.
Untuk melaksanakan tanggung jawab profesional apoteker dalam
pelayanan farmasi pada umumnya dan di rumah sakit khususnya, apoteker wajib
menerapkan empat unsur utama dari pelayanan farmasi, yaitu pelayanan farmasi
yang baik, pelayanan profesi apoteker dalam proses penggunaan obat, praktek
dispensing yang baik, dan pelayanan profesional apoteker yang proaktif dalam
berbagai kegiatan dan kepanitiaan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kepada penderita. Oleh karena itu, seorang apoteker dituntut untuk
menguasai segala hal tentang kefarmasian temasuk hal-hal yang berkaitan dengan
pengelolaan atau manajemen suatu IFRS (Siregar, 2004).
Gambaran mengenai peranan apoteker di suatu rumah sakit sangatlah
penting untuk diketahui oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker. Melalui
praktek kerja profesi apoteker yang dilaksanakan mulai tanggal 1 Juli – 31 Juli
2009 ini di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin, diharapkan mahasiswa
Program Profesi Apoteker dapat memperoleh bekal pengetahuan dan pemahaman
mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan rumah sakit, terutama mengenai
peran dan tanggung jawab apoteker di suatu IFRS.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin
Bandung adalah:
1. Agar mahasiswa Profesi Apoteker mempunyai kemampuan dalam
melaksanakan kegiatan profesi farmasi di rumah sakit.
2. memperoleh gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan seorang
apoteker dalam pelaksanaan layanan kefarmasian berbasis Good
Pharmacy Practice di rumah sakit yang meliputi aspek pelayanan
farmasi klinik dan non-klinik.
3. Mengetahui segala permasalahan farmasi yang terjadi di rumah
sakit
3

4. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang farmasi rumah


sakit.
5. Diharapkan menjadi seorang apoteker yang profesional agar dapat
memberikan manfaat baik untuk dirinya maupun untuk rumah sakit dan
masyarakat.
BAB II
KEGIATAN DAN HASIL PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

2.1 Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker


Kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan praktek kerja profesi di
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin adalah:
1. Mengikuti pre test dan post test.
2. Peninjauan struktur organisasi RSUP Dr. Hasan Sadikin.
3. Pengenalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) RSUP Dr. Hasan
Sadikin.
4. Pengenalan Komite Farmasi dan Terapi RSHS.
5. Mempelajari, mengamati dan mencari pengalaman di salah satu depo IFRS
(pengenalan depo farmasi) RSUP Dr. Hasan Sadikin, mengenai:
a. Sarana dan prasarana
b. Sumber daya manusia
c. Waktu pelayanan dan jangkauan pelayanan
d. Status pasien
e. Sistem distribusi obat dan alur pelayanan
f. Kegiatan farmasi klinik
6. Mempelajari dan mengamati tentang pengelolaan perbekalan farmasi yang
mencakup:
a. Perencanaan
b. Gudang
c. Produksi
d. Distribusi
4

7. Mempelajari pelayanan farmasi klinik dengan pelaksanaan Pelayanan


Informasi Obat (PIO) dan konseling di RSUP Dr. Hasan Sadikin.
8. Tugas khusus mengenai pembuatan P3 (Profil Pengobatan Penderita),
pengkajian resep di R2 Bougenvile.

2.2 Hasil Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker


2.2.1 Materi Tentang RSUP Dr. Hasan Sadikin dan Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS)
Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) adalah rumah sakit yang
terletak di Kota Bandung, tepatnya di Jalan Pasteur nomor 38 Bandung
40161. Sebelumnya rumah sakit ini bernama R.S. Rancabadak. Pada tahun
2006 status rumah sakit berubah menjadi Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (PPK-BLU). Rumah sakit ini sekarang dipimpin oleh
seorang direktur utama yaitu Prof. Cissy Rachiana Sudjana Prawira-
Kartasasmita, Sp.A. (K), Ph.D (Anonim, 2008).
RS Hasan Sadikin dibangun pada masa penjajahan Belanda sejak
tahun 1920 namun baru diresmikan tanggal 15 Oktober 1923. Namanya saat
itu adalah Het Algemeene Bandoengche Ziekenhuis, dan kemudian diubah
pada tahun 1927 menjadi Gemeente Ziekenhuis Juliana. Kapasitas RS waktu
itu baru 300 tempat tidur (Anonim, 2008).
Pada tahun 1948 mulai digunakan untuk umum. Setelah merdeka,
pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Jawa Barat, dan dikenal
masyarakat sebagai Rumah Sakit Rancabadak. Pada tahun 1954, ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan menjadi Rumah Sakit Propinsi dibawah
pengawasan Departemen Kesehatan. Pada tanggal 24 Juli 1956, ditetapkan
sebagai Rumah Sakit Umum Pusat dengan kapasitas 600 tempat tidur.

Pada tanggal 8 Oktober 1967 diubah menjadi Rumah Sakit Umum


Pusat dr. Hasan Sadikin, sebagai bentuk penghormatan mengenang jasa
besar dr. Hasan Sadikin yang wafat dalam masa jabatannya selaku Direktur
Rumah Sakit Rancabadak yang juga salah satu pendiri Fakultas Kedokteran
Unpad. Pada tahun 1969, dibentuk panitia persiapan untuk merealisasikan
5

sebagai Rumah Sakit Pendidikan yang realisasinya dilakukan secara


bertahap dan mulai diberlakukan pada tahun 1974.

Pada tahun 1992 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana.


Tahun 1997 berubah status menjadi institusi pengguna Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP). Tahun 2000 statusnya berubah menjadi Rumah Sakit
Perusahaan Jawatan (Perjan). Pada tanggal 18 Oktober 2004 Rumah Sakit
dr. Hasan Sadikin ditetapkan menjadi rumah sakit tipe A. Pada tahun 2006
Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin ditetapkan sebagai Institusi yang
menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Status RSHS adalah:
a) Rumah Sakit Pemerintah
b) Di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur
Jenderal Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan RI
c) Termasuk rumah sakit tipe A
d) Rumah Sakit Pendidikan
e) Rujukan Puncak untuk Propinsi Jawa Barat
f) Pusat Unggulan Nasional dalam Bidang Kedokteran Nuklir
dan satu-satunya Pusat Pendidikan untuk Spesialis Kedokteran
Nuklir.
Visi Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin yaitu menjadi Rumah Sakit
yang Prima dalam Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian di Bidang
Kesehatan Tingkat Regional pada tahun 2011. Ada beberapa Misi dari
RSHS yaitu :
1. memberikan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu dan
terjangkau yang berorientasi pada kepuasan pelanggan
2. menyiapkan sumber daya manusia profesional untuk menunjang
pelayanan kesehatan melalui pendidikan dan penelitian
3. mengelola seluruh sumber daya secara transparan, efektif, efisien
dan akuntabel (good governance)
6

4. meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan karyawan.

Tujuan dari RSHS ini yaitu :


1. Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang terintegrasi sesuai
standar, berorientasi pada kepuasan pelanggan menuju persaingan di
tingkat regional.
2. Terwujudnya RSHS sebagai Model Rumah Sakit Pendidikan di
Indonesia
3. Terwujudnya rumah sakit berbasis penelitian (research based
hospital)
4. Meningkatnya cost recovery rumah sakit untuk menuju
kemandirian
RSHS mempunyai komposisi SDM sebagai berikut :
1. Dokter spesialis 332 orang (9%)
2. Dokter umum 43 orang (1%)
3. Residen 768 orang (21%)
4. Dokter gigi umum, spesialis dan residen 73 orang (2%)
5. Bidan 100 orang (3%)
6. Perawat 1018 orang (27%)
7. Jabatan fungsional lainnya 312 orang (9%)
8. Tenaga stategis laiinya 504 orang (14%)
9. Tenaga administrasi 447 orang (12%)
10. Satpam 63 orang (2%)
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian di rumah
sakit yang melakukan pekerjaan kefarmasian, dipimpin oleh apoteker yang
profesional, kompeten, dan berwenang secara hukum dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian yang
dilaksanakan antara lain adalah penyediaan, penyiapan, dan pengelolaan
semua aspek mengenai obat dan perbekalan kesehatan di rumah sakit.
7

Pelayanan tersebut berintikan pelayanan produk yang lengkap dan


pelayanan farmasi klinik untuk penderita baik penderita rawat jalan atau
penderita rawat inap. Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
983/Menkes/SK/XI/1992, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan
suatu fasilitas penyelenggara pelayanan medis, pelayanan penunjang medis,
serta penyelenggara kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, dan
pelatihan tenaga kesehatan serta pemelihara rumah sakit.
SDM Instalasi Farmasi RSHS per Juli 2009, terdiri dari :
• Apoteker S2 : 9 orang

• Apoteker : 12 orang

• Asisten Apoteker PNS : 32 orang

• Asisten Apoteker Magang : 22 orang

• SLTA : 6 orang

• SLTP : 2orang

• SD : 2 orang
Jumlah total : 85 orang
Pusat Unggulan dan pendapatan RSHS
- Pusat Unggulan : kedokteran Nuklir
- Pusat pendapatan :
• Instalasi Bedah Sentral
• Instalasi Paviliun Parahyangan (Rawat VIP)
• Instalasi Paviliun Anggrek (Rawat VIP)
• Instalasi Farmasi
• Instalasi Pelayanan Jantung
• UPF Patologi Klinik
• Klinik Konsultasi Spesialistik
• Teknologi Reproduksi Berbantu
8

• Radioterapi
• Rawat Inap
• Instalasi Gawat Darurat
• Bagian Pendidikan dan Penelitian

Adapun jenis pelayanan medis di RSHS yaitu:


a.20 Pelayanan Medis Spesialistik diantaranya:
 Penyakit Dalam
 Kesehatan Anak
 Bedah Umum
 Bedah Saraf
 Bedah Rahang
 Neurologi
 THT
 Anesthesiologi & Reanimasi
 Kulit dan Kelamin
 Gigi
 Kesehatan Jiwa
 Radiologi
b. Pelayanan Khusus antara lain:
 Teknologi Reproduksi Berbantu
 Pusat Pelayanan Jantung Terpadu
 Klinik Osteoporosis
 Klinik Terapi Rumatan Metadon
 Klinik HIV/AIDS
 Hemodialysis
9

 Unit Kemoterapi Terpadu

Jumlah rawat inap


No. Kelas Jumlah Persen (%)

1. VIP 121 11,00

107 9,73
2. KELAS I
137 12,45
3. KELAS II
650 59,09
4. KELAS III

5. Intensif (GICU, ICCU, 35 3,18


PICU,NICU)
High Care Unit + Radio
6. terapi + Kedok. Nukl. + 50 4,54
Ruang Isolasi
Total 1.100 100

 Pengenalan IFRS RSHS


Visi menjadi IFRS yang prima dalam pelayanan farmasi rumah sakit
berdasarkan pharmaceutical care . Misi kami menyediakan pelayanan
farmasi rumah sakit menyeluruh dan terjangkau dgn mutu yang dapat
dipertanggungjawabkan bagi masyarakat. Adapun cakupan kegiatan yaitu :

1. Pelayanan Farmasi Produk

2. Pelayanan Farmasi Klinik

3. Partisipasi dalam program RS

1. Pelayanan Farmasi Produk

Pelayanan farmasi produk terdiri atas:


10

a.Perencanaan BMHP, yang meliputi:

 Pola Konsumtif, yang terdiri dari:

- Jenis BMHP (aktif)

- Jumlah pemakaian BMHP

- Jumlah perkiraan stock BMHP

 Pola Epidemiologi, yang terdiri dari:

1. Pola penyakit di RS (setahun yang lalu )

 laporan tahunan : Jenis penyakit dan Jumlah penyakit


2. PDT (Pedoman Diagnosis dan Terapi)

- Jenis obat dan alkes per kasus

- Jumlah kebutuhan pasien

2. Pengadaan BMHP

Pengadaan BMHP terdiri atas:

a. Produksi Sediaan Farmasi, yang meliputi:

• Pengemasan kembali

• Pengenceran

• Pembuatan

b. Pembelian BMHP, yang meliputi:

 BMHP RS ( Rutin dan Jamkesmas)

- Panitia pengadaan
11

- Sesuai keputusan Presiden No. 80 th 2003

(secara lelang, pemilihan langsung, penunjukan langsung).


 BMHP Reguler (Apotek Pelengkap)

Langsung ke PBF atau disdtributor.


3. Penyimpanan BMHP

Jenis – jenis BMHP yaitu :


a) BMHP Rutin :

Obat – obatan, obat dan alat gigi, bahan baku dan desinfektan, alat
kesehatan, BMHP radiologi dan Gas medis.
b) BMHP Jamkesmas

c) BMHP Reguler

4. Distribusi BMHP

Distribusi BMHP meliputi:

 Sistem Distribusi yang terdiri atas:

- Unit Dose Dispensing

- Individual Prescription

- Floor Stock

 Jangkauan distribusi BMHP meliputi:

- Rawat Jalan

- Rawat Inap

- Ruang penunjang

 Jenis Pasien
12

- Umum

- Askes

- Kontraktor

- Jamskesmas, gakinda

 TM diluar Gakin

Pelayanan Farmasi Klinis


- Pelayanan Farmasi klinis merupakan pelayanan yang berhubungan
langsung denagn pasien.
- Farmasi klinis melitputi :
1. Konseling terhadap pasien untuk Rawat jalan dan rawat inap
materi konseling yang diberikan kepada pasien antara lain : Cara
pakai obat, cara penyimpanan obat, efek yang diharapkan, motivasi
kepatuhan minum obat dengan baik dan benar.
2. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
3. Visite : Visite ini dilakukan baik dengan dokter maupun tanpa
dokter (visite mandiri)
4. Diskusi Pengobatan Pasien dengan Dokter, apoteker dan perawat
5. Informasi Obat kepada Pasien, dokter dan perawat
6. Pembuatan P3 (Profil Pengobatan Penderita)
7. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Adapun janji RSHS adalah sebagai berikut:
Senyum- Sapa – Salam – Sopan – Santun (5S)
Inovatif Dalam Berkarya
Gelorakan Semangat Layanan Prima
Amanah Menjaga Keselamatan Pasien
Peduli, Perhatian dan Perasaan
13

2.2.2 Sub Komite Farmasi dan Terapi RSHS


PFT adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak
sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dan IFRS.
Obat yang beredar di Indonesia sangat banyak. Mulai dari jenis
obatnya sampai dengan obat yang memiliki generik sama tetapi berbeda
merk nya. Oleh karena itu, untuk mengatur obat apa saja yang akan
disediakan di Rumah Sakit perlu dibentuknya suatu tim yang disebut PFT.
Susunan organisasi Komite Medik RSUP Dr. Hasan Sadikin terdiri
dari :

1. Badan Pengurus Harian Komite Medik

2. Sub Komite Medik, yang terdiri dari :

• SK Standarisasi Pelayanan Medik

• SK Pengawasan Mutu Pelayanan dan Audit Medik

• SK Kredensial dan Litbang SDM

• SK Farmasi dan Terapi

• SK Rekam Medik
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) atau Komite Farmasi dan Terapi
(KFT) di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) disebut sebagai Sub
Komite Farmasi dan Terapi (SKFT). SKFT secara organisasi dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Direktur Utama RSHS NO: 298/D.8-
3/KP.05.03.1.1/VII/2006. Susunan organisasi SKFT RSHS: (perwakilan dari
bagian UPF).
- Ketua : Ilmu Penyakit Dalam

- Wakil Ketua : Farmakologi klinik

- Sekretaris : Instalansi Farmasi


14

- Anggota : Ilmu Penyakit Dalam, Obsteri dan Ginekologi,


Ilmu Bedah Umum, Ilmu Kesehatan Anak, Ilmu kesehatan Klit dan
Kelamin.

Berdasarkan surat keputusan Nomor : 410/ D1.8-32/ KP.05.03.1.1/


IX/ 2006 tentang perubahan Surat Keputusan Direktur Utama RSUP Dr.
Hasan Sadikin No. 298/D1.8-32/KP.05.03.1.1/VII/2006 tentang organisasi
Komite Medik RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung:
Ketua : Prof. DR. Dr. Siti Aminah Abdurachman SpPD-
KGEH
Wakil Ketua : Dr. Siti Supari
Sekretaris : Dra. Pudjiastuti Kartidjo Apt., MSi.
Anggota : 1. Dr. Maman Abdurachman SpB (K-Onk)
2. Dr. Moch Rizkar Arev Sukarsa, SpOG
3. Dr. H. Rachmat Sumantri SpPD-KHOM
4. Dr. Dendi Sandiono SpKK
5. Dr. Lelani Reniarti SpA (K).
Tugas dan wewenang komite medik RSHS diantaranya :
1. Memberikan pertimbangan kepada direktur utama dalam hal menyusun
standar pelayanan medis
• Pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan medis

• Program pelayanan pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan


pengembangan dalam bidang kedokteran dan kesehatan

• Pemberian hak klinis khusus pada staf medis fungsional

• Penerimaan anggota staf unit pelaksanaan fungsional untuk bekerja di


RSHS

• Memantau dan mengevaluasi penggunaan obat di RSHS


15

2. Memantau penyelenggaraan rekam medik


Tugas SKFT RSHS diantaranya :
1. Memantau pelaksanaan penggunaan obat yang rasional di RSHS, para
dokter harus meresepkan standar terapi yang telah disiapkan.

2. Menyusun dan merevisi formularium RSHS, untuk memenuhi jika ada


obat-obat baru yang sangat dibutuhkan namun belum tersedia di RSHS

3. Mengkoordinir efek samping obat di RSHS.

Adapun kegiatan SKFT RSHS adalah sebagai berikut:


1. Pelaksanaan kegiatan organisasi
Mengadakan rapat atau pertemuan:
 Mempersiapkan agenda rapat
 Membuat dan mengirim undangan rapat
 Menyiapkan daftar hadir
 Melaksanakan rapat, membuat program kerja, membuat konsep
kebijakan, pedoman dan prosedur tetap untuk ditetapkan oleh Dirut
 Membuat notulasi rapat
2. Pemantauan pelaksanaan penggunaan obat rasional di RSHS
 Mengkoordinir penggunaan obat sesuai dengan Formularium
Jamkesmas (Manlak) untuk pasien Jamkesmas/Gakinda/Gakin RSHS
 Mengkoordinir penggunaan obat sesuai Formularium/PDHO PT Askes
Indonesia untuk pasien Askes Sosial/PNS
 Mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan obat rasional
yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan
 Membuat Pedoman Penggunaan Antimikroba
3. Menyusun dan merevisi “Formularium” RSHS
 Mengkoordinir usulan revisi Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
 Mengkoordinir usulan-usulan revisi DPHO PT Askes Indonesia
 Mengkoordinir usulan revisi Formularium Jamkesmas (Manlak)
16

 Mengkoordinir usulan revisi Formularium RSHS


4. Mengkoordinir pemantauan/monitoring efek samping obat (MESO)
 Membuat system MESO di RSHS: alur dan format pemantauan
 Sosialisasi MESO: pelatihan
 Menyiapkan formulir MESO
 Mengkaji hasil MESO yang didapat di RSHS
 Membuat pelaporan per bulan ke Pusat MESO Nasional di BPOM RI
 Menyampaikan hasil umpan balik MESO ke UPF/Bagian

2.2.3 Tinjauan Lapangan Depo-Depo Farmasi


Depo farmasi adalah fasilitas pelayanan farmasi yang dikelola oleh
instalasi farmasi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan perbekalan
kesehatan serta memberikan pelayanan farmasi lainnya. Adanya depo-depo
di rumah sakit merupakan salah satu cara untuk mengoptimalkan
pendistribusian yang baik dari semua jenis perbekalan farmasi yang
diperlukan oleh pasien. Kegiatan yang dilakukan di depo farmasi adalah
pelayanan kefarmasian berupa pelayanan farmasi produk, yang meliputi
perencanaan dan pemilihan pengadaan perbekalan kesehatan, pengendalian
dan pengelolaan perbekalan kesehatan, penyimpanan, pendistribusian, dan
pendidikan serta pelayanan farmasi klinik.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Dr. Hasan Sadikin Bandung
memiliki 32 depo farmasi yang diatur berdasarkan jangkauan dan lokasi
pelayanan. Depo farmasi bertujuan untuk memudahkan dokter, perawat, dan
pasien atau keluarga pasien, dalam mendapatkan produk farmasi, yang
disebut Barang Medis Habis Pakai (BMHP), dan pelayanan farmasi.
Jangkauan pelayanan farmasi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung dapat
dilihat pada Lampiran A.
Ruang depo farmasi memenuhi kegiatan kefarmasian yang meliputi :
1. Tempat penyerahan obat
17

2. Tempat penyiapan obat


3. Tempat administrasi
4. Tempat pemberian informasi
5. Tempat penyimpanan Barang Medis Habis Pakai (BMHP)
6. Tempat penyimpanan resep atau formulir penggunaan obat
Fasilitas kegiatan yang terdapat di depo farmasi diantaranya :
1. Fasilitas penyiapan obat :
a.Perlengkapan dan perbekalan farmasi untuk penyiapan
obat.
b. Fasilitas pengemasan yang menjamin mutu dan
keamanan penggunaan antara lain :
Etiket : warna putih untuk obat dalam, dan warna biru untuk
obat luar dan alat kesehatan.
2. Fasilitas penyimpanan di tempat pelayanan
a.Lemari dan kotak penyimpanan obat
b. Lemari penyimpanan cairan infus
c.Lemari penyimpanan alat habis pakai
d. Lemari pendingin
3. Fasilitas administrasi kefarmasian di tempat pelayanan
a.Meja untuk kegiatan administrasi
b. Lemari penyimpanan peralatan administrasi
c.Blanko salinan resep
d. Kartu stok
e.Buku laporan pemakaian BMHP
f. Buku permintaan
g. Buku ekspedisi penerimaan dan penyerahan resep,
uang, formulir dan BMHP
4. Fasilitas pemberian informasi yang mutakhir
Fasilitas yang tersedia berupa buku dan pedoman, antara lain:
a.Buku formularium Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin
Bandung.
18

b. Buku tata laksana obat Rumah Sakit Dr. Hasan


Sadikin Bandung.
c.Pedoman diagnosa dan terapi Rumah Sakit Dr. Hasan
Sadikin Bandung.
d. Pedoman penggunaan antibiotik Rumah Sakit Dr.
Hasan Sadikin Bandung.
e. Daftar obat di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin
Bandung.
f. MIMS atau ISO.
g. Formulir pemberian informasi.
h. Buku catatan atau dokumentasi kegiatan informasi.
i. Brosur, leaflet informasi mengenai mekanisme/prosedur
pelayanan atau informasi obat.

2.2.3.1 Depo Farmasi Pusat


1. Cara penyimpanan BMHP
a. Penyimpanan BMHP dipisah berdasarkan sumber
BMHP (Umum, gakin dan Askes). IFRS (Jamksmas)
dan apotek koperasi (Umum dan Askes).
b. Obat disusun berdasarkan alfabetis baik tablet,
injeksi dan sirup.
c. Untuk obat-obat generik disusun pada suatu rak
tersendiri. Selain itu juga ada beberapa jenis obat yang
disimpan secara khusus atau tersendiri, misalnya :
untuk obat-obat Diabetes melitus.
d. Sirup bebas dan bebas terbatas diletakkan terpisah,
di lemari bagian depan counter.
e. Obat-obat yang memerlukan suhu rendah disimpan
pada lemari pendingin.
f. Untuk narkotik dan OKT (dalam lemari terkunci).
g. Obat-obat khusus disimpan ditempat terpisah.
19

2. Jenis pasien yang dilayani :


a. Pasien Gakin/Jamkesmas
b. Pasien Umum
c. Pasien Askes
d. Pasien Kontraktor
3. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia pada depo farmasi pusat terdiri dari :
Apoteker : 1 orang
Asisten Apoteker : 12 orang
kasir (administrasi) : 1 orang
Reseptur : 2 orang

4. Waktu pelayanan
Waktu pelayanan pada Depo Farmasi Pusat (DFP) terdiri
dari 3 shift selama 24 jam :
a. Shift pagi
Pukul 07.30-15.30 yang terdiri dari 1 orang Apoteker, 6
orang asisten apoteker, 1 orang kasir dan 1 orang
reseptur.
b. Shift sore
Pukul 15.30-20.30 yang terdiri dari 3 orang asisten
apoteker dan 1 orang reseptur.
c. Shift malam
Pukul 20.30-07.30 yang terdiri dari 3 orang asisten
apoteker.
5. Jangkauan pelayanan
Depo farmasi pusat juga melayani pasien yang berasal dari:
a. Emergency unit, untuk semua jenis pasien
b. Poliklinik spesialis
c. Pasien luar RSHS
20

d. Untuk shift sore dan shift malam juga melayani : Ruang


AL 1/AL 2, ruang 15 dan ruang cempaka (untuk semua
jenis pasien).
6. Sistem distribusi
Sistem distribusi pada depo farmasi pusat yaitu Individual
prescription (IP). Keluarga pasien atau pasien datang ke
depo dengan membawa resep untuk pengambilan obat.
Untuk resep dari poliklinik spesialis menggunakan sistem
pelayanan cepat dengan aerocom. Jadi resep dan bukti
pembayaran dikirim melalui aerocom ke DFP dan petugas
depo menyiapkan obat sesuai resep.

7. Alur pelayanan resep


Pasien atau keluarga pasien membawa resep ke depo
(penyerahan resep) selanjutnya petugas depo menerima
resep tersebut dan memasukkan data ke computer/entry
data resep (untuk pasien umum, petugas depo memberitahu
harga obat terlebih dahulu). Apabila pasien setuju maka
selanjutnya obat tersebut disiapkan oleh petugas dan
diserahkan kepada pasien/keluarga pasien yang disertai
dengan informasi obat.
8. Sumber barang
Sumber barang pada depo farmasi pusat berasal dari :
a. Untuk barang Jamkesmas/Gakin permintaan ditujukan
ke bagian gudang farmasi (IFRS).
b. Untuk barang umum dan askes permintaan ditujukan ke
gudang apotik koperasi.
Alur permintaan barang dengan menggunakan sistem
defecta, dimana petugas depo mencatat semua BMHP yang
dibutuhkan pada buku defecta atau dengan menggunakan
21

sistem aderet (permintaan barang non defecta ke depo-depo


lain).
9. Farmasi klinik yang dilakukan :
Pemberian informasi obat kepada pasien antara lain :
Aturan pakai, cara pemakaian, efek samping dan efek
terapi.

2.2.3.2 Depo Farmasi Teratai


Depo farmasi di klinik teratai adalah depo farmasi yang
memberikan pelayanan untuk pasien yang terinfeksi Human
Imunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immuno Deficiency
Syndrome (AIDS). Pelayanan farmasi di klinik teratai yaitu :
1. Khusus untuk pelayanan obat ARV.
2. Merupakan bagian dari tim penanggulangan
HIV/AIDS RSHS
3. Memberikan pelayanan obat-obat bantuan
pemerintah
4. Memberikan pelayanan informasi dan konseling
obat serta pemantauan kepatuhan komsumsi obat
5. Membuat laporan penggunaan obat kepada Ditjen
P2PL Subdit AIDS, PMS Jakarta.
1. Jenis pasien yang dilayani
Pasien/penderita AIDS rawat jalan dan rawat inap
2. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia pada depo teratai terdiri dari :
- Apoteker : 1 orang
- Asisten Apoteker : 1 orang
3. Waktu pelayanan
Waktu pelayanan pada depo farmasi teratai terdiri dari 1
shift yang dimulai pada pukul 07.00-15.30 WIB.
4. Sistem distribusi
22

Sistem distribusi pada depo teratai yaitu Individual


prescription (IP). Keluarga pasien atau pasien datang ke
depo dengan membawa resep
5. Alur pelayanan resep
Pasien atau keluarga pasien membawa resep ke depo
(penyerahan resep) selanjutnya petugas depo menerima
resep tersebut dan dicatat secara manual oleh petugas.
Selanjutnya obat tersebut disiapkan oleh petugas dan
diserahkan kepada pasien/ keluarga pasien yang disertai
dengan informasi obat.
6. Sumber barang
Sumber barang pada depo farmasi teratai tersedia di
ruangan depo teratai. Alur permintaan barang dengan
menggunakan sistem defecta, dimana petugas depo
mencatat semua BMHP yang dibutuhkan pada buku
defecta. Obat habis diminta ke gudang farmasi.
7. Farmasi klinik yang dilakukan
Jenis farmasi klinik yang dilakukan di depo ini adalah:
a. Pemberian informasi obat kepada pasien antara lain :
Aturan pakai, cara pemakaian, efek samping dan efek
terapi.
b. Diskusi dengan tim medis (dokter dan perawat) tentang
terapi pasien.
c. Pemantauan terapi pasien.

2.2.3.3 Depo Farmasi DOTS


1. Jenis pasien yang dilayani
Jenis pasien yang dilayani yaitu:
a. Pasien Gakin
b. Pasien Umum
c. Pasien Askes
23

d. Pasien Kontraktor
2. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia pada depo farmasi DOTS terdiri
dari:
Apoteker : 1 orang
Asisten Apoteker : 2 orang
Tenaga Administrasi : 1 orang (bukan dari farmasi)
3. Waktu pelayanan
Waktu pelayanan pada depo farmasi DOTS terdiri dari 1
shift dimulai dari pukul 07.30-15.30.
4. Alur pelayanan
Pertama pasien datang ke RSHS kemudian pasien langsung
daftar ke administrasi. Setelah pasien mendaftar kemudian
pasien masuk ke poli paru. Setelah itu, pasien masuk ke
poli DOTS.
5. Sistem distribusi
Sistem distribusi pada depo farmasi DOTS yaitu Individual
prescription (IP).
6. Alur pelayanan resep
Pasien atau keluarga pasien membawa resep ke depo
selanjutnya petugas depo menerima resep tersebut dan
memasukkan data ke computer/entry data resep.
Selanjutnya obat disiapkan oleh petugas dan diserahkan
kepada pasien/ keluarga pasien yang disertai dengan
informasi obat.
7. Sumber barang
Sumber barang pada depo farmasi DOTS berasal dari
Depkes kemudian masuk ke gudang IFRS lalu disimpan
didepo DOTS.
8. Farmasi klinik yang dilakukan
Jenis farmasi klinik yang dilakukan adalah:
24

a. Konseling kepada pasien


Dilakukan pada saat penyerahan obat pada pasien seperti
cara penggunaan, efek samping dan waktu penggunaan
obat.
b. Diskusi dengan tim medis (dokter dan perawat) tentang
terapi pasien.
c. Pemantauan terapi pasien.

2.2.3.4 Depo Farmasi ICU


1. Cara penyimpanan BMHP
a. Penyimpanan BMHP dipisah berdasarkan
sumber BMHP (Umum, gakin dan Askes).
b. Obat disusun berdasarkan alfabetis dan jenis
sediaan baik tablet, injeksi, sirup, sediaan topikal dan
lain-lain.
c. Penyimpanan alat kesehatan seperti urine bag,
infus set, transfuse set, dll diletakkan tersendiri
berdasarkan sumber BMHP.
d. Obat-obat yang memerlukan tempat
penyimpanan khusus disimpan pada lemari pendingin
begitu juga dengan narkotik dan OKT (dalam lemari
terkunci).
e. Obat-obat untuk Angiografi disimpan pada
lemari tersendiri untuk memudahkan penyiapan obat
yaitu di depo ICU dan juga di ruang Angiografi (Floor
Stock).
2. Jenis pasien yang dilayani
Jenis pasien yang dilayani antara lain:
a. Pasien Gakin
b. Pasien Umum
c. Pasien Kontraktor
25

3. Sumber daya manusia


Sumber daya manusia pada depo ICU’S terdiri dari :
a. Apoteker : 1 orang
b. Asisten Apoteker : tergantung dari shift
c. Tenaga Administrasi : 2 orang
4. Waktu pelayanan
Waktu pelayanan pada depo ICU’S terdiri dari 3 shift
selama 24 jam :
a. Shift pagi
Pukul 07.30-15.30 yang terdiri dari 1 orang Apoteker, 2
orang asisten apoteker (untuk hari kerja). Serta 1 orang
Apoteker dan 1 orang asisten apoteker (untuk hari
libur).
b. Shift sore
Pukul 15.30-20.30 yang terdiri dari 1 orang asisten
apoteker dan Apoteker on call
c. Shift malam
Pukul 20.30-07.30 yang terdiri dari 1 orang asisten
apoteker dan Apoteker on call.
5. Jangkauan pelayanan
Depo ICU’S menjangkau beberapa unit yaitu :
a. GICU (General intensive care)
b. NICU (Neonate intensive care)
c. CICU (Cardiac intensive care)
d. PICU (Pediatri intensive care) plus tindakan
Angiografi
6. Sistem distribusi
Sistem distribusi pada depo ICU’S yaitu :
a. Individual prescription
(IP)
26

Keluarga pasien atau pasien datang ke depo dengan


membawa resep atau kartu obat pasien (KOP) untuk
pengambilan obat.
b. Floor stock (FS)
Berupa persediaan lengkap di ruangan dalam jumlah
dan jenis terbatas dimana yang disediakan berupa
BMHP dasar dan sediaan life saving yang digunakan
untuk keadaan diperlukan segera dan juga BMHP yang
sering dipakai.
7. Alur pelayanan resep
Dokter bersama-sama dengan perawat melakukan visite,
selanjutnya dokter menuliskan terapi di status pasien.
Kemudian perawat menuliskan kembali pada formulir
permintaan BMHP sesuai instruksi dokter. Setelah itu
perawat membawa formulir BMHP tersebut ke depo. Di
depo petugas depo segera mengkaji serta menyiapkan
sesuai permintaan dan diserahkan kembali pada perawat.
Selanjutnya dari perawat baru diberikan kepada pasien.
Formulir permintaan BMHP yang diserahkan oleh perawat
tadi selanjutnya diarsipkan oleh petugas depo (entry data
resep) yang kemudian akan diperiksa kembali oleh
Apoteker.
8. Sumber barang
Sumber barang pada depo ICU’S berasal dari :
a. Untuk barang gakin dan BMHP dasar permintaan
ditujukan ke bagian gudang farmasi (IFRS) seminggu 2
kali yaitu hari senin dan jumat.
b. Untuk barang umum dan kontraktor permintaan
ditujukan ke gudang apotik koperasi setiap hari.
Alur permintaan barang dengan menggunakan sistem
defecta, dimana petugas depo mencatat semua BMHP yang
27

dibutuhkan pada buku defecta atau dengan menggunakan


sistem aderet (permintaan barang non defecta ke depo-depo
lain).
9. Farmasi klinik yang dilakukan
Jenis farmasi klinik yang dilakukan antara lain:
a. Diskusi dengan tim medis (dokter dan perawat)
tentang terapi pasien.
b. Pelayanan informasi obat.
c. Visite.
10. Tugas Apoteker di depo ICU’S
Tugas apoteker di depo ruang ICU’S antara lain:
a.Memantau persediaan obat depo dan ruang
perawatan.
b. Memeriksa dan menilai resep.
c.Melaksanakan konsultasi dengan dokter berkaitan
dengan terapi pasien.
d. Memberikan informasi kepada dokter dan
perawat.
e.Memeriksa laporan OKT dan NKT di depo.
f. Membuat laporan stock BMHP gakin.
g. Memberikan bimbingan teknis pada siswa
SMF, Mahasiswa Farmasi dan Pasca Sarjana.
h. Berkoordinasi dengan tim Angiografi untuk
penyediaan BMHP Angiografi.

2.2.3.5 Depo Farmasi PTRM (Program Terapi Rumatan


Metadon)
1. Jenis pasien yang dilayani
Jenis pasien yang dilayani di depo ini adalah pasien yang
ketergantungan narkoba.
2. Sumber daya manusia
28

Sumber daya manusia pada depo farmasi PTRM terdiri


dari :
Apoteker : 1 orang
Asisten Apoteker : 2 orang

3. Waktu pelayanan
Waktu pelayanan pada depo farmasi PTRM terdiri dari 1
shift yang dimulai pada pukul 07.30-14.00 WIB 7 hari
dalam seminggu.
4. Sistem distribusi
Sistem distribusi pada depo farmasi PTRM yaitu Unit
Dose Dispensing (UDD). Dimana pemberian obat
dilakukan pada saat obat akan diminum dengan waktu
sekali minum.
5. Alur pelayanan pasien
- Pasien Lama
Pasien mendaftar keadministrasi untuk mengambil buku
rekam medik dan bayar administrasi, kemudian perawat
memeriksa pasien. Dokter memeriksa pasien untuk
mengetahui besarnya dosis yang diberikan ke pasien, bila
perlu konseling, konsul bagian lain sesuai indikasi. Petugas
dispensing memberikan dosis sesuai protap. Pasien
diobservasi selama 30-45 menit bila muntah, berikan dosis
pengganti sesuai protap dan bila tidak terjadi apa-apa pada
pasien maka pasien boleh pulang.
- Pasien Baru
a. Calon pasien baru bertemu dokter untuk konsultasi
dan dokter akan menentukan apakah pasien memenuhi
kriteria PTRM.
b. Jika pasien memenuhi kriteria PTRM, maka pasien
harus setuju mengikuti program PTRM.
29

c. Pasien akan mengambil rekam medik kemudian


perawat akan memeriksa keadaan pasien sebelum
masuk pada pemeriksaan dokter.
d. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik
menyeluruh terhadap pasien yang meliputi pemeriksaan
status psikiatri, pemeriksaan status penunjang lain,
konsul bagian lain sesuai indikasi, dan dokter akan
menentukan dosis awal metadon untuk pasien.
e. Pasien akan diantar oleh perawat kepetugas
dispensing untuk mendapat dosis metadon.
f. Setelah pasien meminum metadon, maka akan
diobservasi selama 30-45 menit. Bila tidak terjadi apa-
apa, pasien boleh pulang.
6. Farmasi klinik yang dilakukan :
a. Konseling kepada pasien
Dilakukan pada saat penyerahan obat pada pasien
seperti cara penggunaan dan waktu penggunaan obat.
b. Diskusi dengan tim medis (dokter dan perawat)
tentang terapi pasien.

2.2.3.6 Depo Rawat Jalan Gakin


1. Cara penyimpanan BMHP
a. Penyimpanan obat dipisah berdasarkan
farmakologi/jenis penyakit misalnya untuk obat-obatan
pulmo, batuk, analgetik/antipiretik/reumatik, kulit,
syaraf/jiwa, antibiotik/virus, DM/endokrin, vitamin,
TB, gastro, hipertensi.
b. Obat disusun berdasarkan jenis sediaan baik tablet,
injeksi, sirup, sediaan topikal dan infus)
c. Obat-obat yang memerlukan tempat penyimpanan
khusus disimpan pada lemari pendingin begitu juga
30

dengan OKT (dalam lemari terkunci). Setiap


pengambilan obat OKT dan narkotik harus segera di
stock.
2. Jenis pasien yang dilayani
Jenis pasien yang dilayani yaitu pasien gakin karena depo
ini adalah depo farmasi rawat jalan khusus melayani pasien
gakin.
3. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia pada depo rawat jalan askeskin
terdiri dari :
Apoteker : 1 orang
Asisten Apoteker : 10 orang
Reseptur : 1 orang
4. Waktu pelayanan
Waktu pelayanan pada depo rawat jalan gakin terdiri dari 1
shift yang dimulai pada pukul 07.30-15.30 WIB.
5. Jangkauan pelayanan
Pelayanan depo farmasi rawat jalan gakin menjangkau
semua poli rawat jalan yang terdapat di RSUP dr. Hasan
Sadikin antara lain :
a. Poli bedah
b. Poli anak
c. Poli gastro
d. Poli kulit, dan lain-lain.
6. Sistem distribusi
Sistem distribusi pada depo rawat jalan askeskin yaitu
Individual prescription (IP). Dimana permintaan BMHP
ditulis di resep oleh dokter yang dibawa oleh keluarga
pasien/pasien ke depo untuk pengambilan obat.
7. Alur pelayanan resep
31

Dokter menuliskan resep yang kemudian dibawa oleh


pasien atau keluarga pasien ke depo farmasi selanjutnya
petugas depo menerima resep tersebut. Sebelumnya
dilakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan gakin.
Kemudian petugas depo memasukkan data ke
computer/entry data dan mencetak etiket. Setelah itu
penyiapan BMHP oleh asisten apoteker, pemberian etiket
dan penyerahan obat yang disertai dengan penjelasan
tentang aturan pakai obat, efek samping yang mungkin
ditimbulkan dan lain-lain.
8. Sumber BMHP
Sumber BMHP adalah Sumber BMHP pada depo rawat
jalan askeskin berasal dari gudang IFRS dengan sistem
defecta.
9. Farmasi klinik yang dilakukan :
Konseling dan pemberian informasi kepada pasien antara
lain :
a. Aturan pakai obat
b. Cara penyimpanan obat
c. Efek obat yang diharapkan
d. Efek samping yang mungkin ditimbulkan
e. Kepatuhan minum obat dengan baik dan benar

2.2.4 Pelayanan Farmasi Klinis di Depo R.II Bougenville


2.2.4.1 Tinjauan Depo R.II Bougenville
Depo R.II Bougenville dipimpin oleh seorang apoteker.
Apoteker di bantu oleh 5 asisten apoteker. Tugas apoteker di depo
R.II Bougenvile (Depo Bedah):
1. Memantau permintaan persediaan obat dan alat
kesehatan di depo dan ke bagian distribusi dan gudang
apotek.
32

2. Mengkaji resep atau order obat dari dokter.


3. Memeriksa dan menilai kartu obat penderita, serta
mengkaji profil pengobatan penderita (P3).
4. Membuat catatan kesalahan pemberian obat beserta
tindak lanjutnya dengan konsultasi ke dokter untuk resep
bermasalah.
5. Koordinasi dengan perawat untuk pemberian obat
kepada pasien.
6. Memberikan bimbingan teknis pada mahasiswa
farmasi.
7. Memeriksa dan menandatangani klaim askes.
8. Memeriksa laporan barang medik habis pakai.
9. Pelaksanaan pelayanan farmasi klinik.
10. Membuat laporan bulanan seperti laporan narkotik,
psikotropik dan laporan kegiatan depo.
Asisten apoteker adalah sumber daya manusia di depo
farmasi yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan kompeten secara profesional dalam memenuhi
tugasnya dalam membantu apoteker melaksanakan fungsi depo
farmasi. Tugas asisten apoteker di depo farmasi :
1. Memantau persediaan BMHP
2. Mengecek tanggal kadaluarsa BMHP
3. Membantu dokter visite dan ikut konsultasi dengan
dokter mengenai resep bermasalah
4. Melakukan defekta BMHP
5. Membuat laporan pemakaian BMHP
6. Melakukan pengisian data ke komputer
7. Memberi harga obat
8. Mencetak hasil pengisian data dan memeriksa ulang
etiket dengan resep asli
33

9. Melakukan pemeriksaan ulang meliputi jenis dan


jumlah BMHP
10. Menyiapkan dan menyerahkan BMHP kepada
penderita atau keluarga penderita, baik BMHP terjadwal
maupun tidak terjadwal, serta obat pasien rawat jalan
11. Membuat laporan jumlah pasien sesuai statusnya
12. Berkoordinasi dengan penanggung jawab narkotika
dan obat keras tertentu apotek koperasi mengenai
pemakaian dan pemasukan narkotika dan obat keras
tertentu

2.2.4.2 Kebijakan dan Prosedur


Waktu pelayanan depo farmasi ruang Bougenville dibagi
atas :
a. Shift 1 pukul 07.30-15.30 WIB. Sumber daya
manusia pada shift I terdiri dari 7 orang yaitu, 1 orang
apoteker yang sekaligus sebagai kepala depo farmasi R II
Bougenvile (depo bedah) yaitu Dra. Susilawati, M.Si., Apt.,
5 orang asisten apoteker dan 1 orang administrasi.
b. Shift 2 pukul 15.30-20.30 WIB. Sumber daya
manusia pada shift 2 terdiri dari 4 orang, yaitu 3 orang
asisiten apoteker dan 1 orang reseptur.
c. Shift 3 pukul 20.30-07.30 WIB. Sumber daya
manusia terdiri dari 2 orang asisten apoteker.

2.2.4.3 Sistem distribusi


Sistem distribusi yang dilaksanakan untuk penderita di
RSUP dr. Hasan Sadikin di depo R Bougenvile yaitu sistem
distribusi obat di depo farmasi R Bougenvile (depo bedah) ada dua
yaitu individual prescription dan unit dose dispensing. Ruang RBB
sistem distribusi obat secara unit dose dispensing, ruang RBA sistem
34

distribusi secara, individual prescription dan unit dose dispensing


sedangkan ruang 2 sistem distribusi secara individual prescription.
Depo farmasi R Bougenvile (depo bedah) merupakan depo
yang buka 24 jam, pada shift 2 dan shift 3 melayani juga pelayanan
resep R.17, RC, RB, R.19, sehingga hampir semua obat tersedia di
depo tersebut.
Alur pelayanan resep individual prescription menggunakan
kartu obat yang ditulis oleh dokter. Sedangkan unit dose distribution
dilihat dari rekam medik yang ditulis oleh dokter
Permasalahan yang ada di depo farmasi R Bougenvile
(depo bedah) biasanya adalah duplikasi terapi dan dosis tidak lazim
yang harus dikonfirmasi oleh apoteker kepada dokter. Alur
pelayanan sistem distribusi obat unit dose distribution dapat dilihat
pada Lampiran B.
Sumber Barang Medis Habis Pakai (BMHP) depo R
Bougenvile diperoleh dari:
a. Instalasi farmasi rumah sakit bagian gudang
perbekalan farmasi untuk BMHP dasar dan BMHP
askeskin.
b. Apotek koperasi pegawai rumah sakit untuk BMHP
reguler, kontraktor dan askes.
Depo farmasi dapat mengajukan permintaan dengan
formulir defekta setiap 2 kali seminggu, dan permintaan
nondefekta/cito setiap hari.

2.2.4.4 Prosedur tetap


Beberapa prosedur tetap yang berkaitan dengan pelayanan
kefarmasian di depo farmasi R Bougenvile Dr. Hasan Sadikin
diantaranya adalah :
a. Prosedur pelayanan Prosedur pengkajian resep oleh
apoteker
35

b. Prosedur pelayanan pemakaian BMHP tidak


terjadwal di depo R Bougenville pada jam kerja
c. Prosedur penanganan pasien baru
d. Prosedur serah terima obat yang dibawa pasien pra
rawat di depo R Bougenvile
e. Prosedur pelayanan daftar obat pasien pulang

2.2.4.5 Pelaporan
Pelaporan dari depo farmasi R Bougenville adalah:
1. Laporan pelayanan farmasi klinis
2. Laporan penggunaan narkotika dan psikotropika

2.2.4.6 Status Penderita


Jenis pasien di rumah sakit Dr. Hasan Sadikin depo R
Bougenville terdiri atas 4 status, yaitu:
1. Pasien asuransi kesehatan PNS (askes PNS)
Pasien askes harus memperlihatkan kartu askes asli serta
salinannya. Kartu askes berguna untuk membawa surat
rujukan dan keterangan dirawat yang selanjutnya
diserahkan kepada pengendali askes untuk memperoleh
Surat Jaminan Perawatan (SJP). Pasien yang berasal dari
luar kota harus mendapat rujukan dari kota asal yang
bersangkutan.
2. Pasien asuransi kesehatan keluarga miskin (askeskin/gakin)
Pasien harus mendapatkan SJP dengan memenuhi
persyaratan :
a. Menyerahkan fotokopi rangkap 3 Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), serta kartu
jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin
(PJKMM) atau surat keterangan tidak mampu (SKTM).
Pasien memperlihatkan dokumen asli.
36

b. Menyerahkan surat rujukan dari puskesmas


asal/UGD rumah sakit.
3. Pasien kontraktor
Persyaratan bagi pasien kontraktor diantaranya :
a. Adanya kerjasama dari perusahaan yang
bersangkutan tempat pasien bekerja dengan RSUP dr.
Hasan Sadikin.
b. Pasien membawa surat pengantar/jaminan dari
perusahaan yang bersangkutan sesuai haknya.
c. Memperlihatkan kartu identitas.
d. Menyerahkan fotokopi resep (untuk beberapa
perusahaan).
Contoh fasilitas yang diberikan :
a. Pemberian BMHP 100% sesuai resep untuk
karyawan dan keluarga karyawan
b. Pemberian BMHP 100% sesuai resep untuk
karyawan. Keluarga karyawan hanya diberikan obat
generik, cairan infus, dan paket operasi.
c. Pemberian BMHP obat generik dahulu, bila tidak
ada generiknya diberikan 100% sesuai resep.
4. Pasien umum
Pasien dengan status selain ketiga status diatas.
2.2.4.7 Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinis
Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan selama kerja
praktek oleh peserta kerja praktek di depo R Bougenville adalah
bertujuan untuk mempraktekkan ilmu-ilmu tentang farmasi klinik
yang sudah didapat di institusi. Kegiatan tersebut antara lain:
- Mempelajari rekam medik
- Membuat P3
- Pemantauan kepatuhan penderita terhadap regimen
 Pembuatan Profil Penggunaan Obat (P3)
37

• Data Demografi Pasien

A. Identitas pasien
Nama penderita : Heni Rohaeni
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 34 tahun
Alamat : Kp. Tegal Jati RT 02 RW 05
Garut
Status pasien : Gakin
Ruang rawat : Bougenville 3
Sub bagian : Bedah Digesti
No. rekam Medik : 0000767311
Tanggal masuk : 29 Juni 2009
Tanggal keluar : 24 Juli 2009

B. Data Klinis Awal


Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : Afebris
C. Alasan masuk rumah sakit
Ingin menutup colostomy

D. Anamnesis
Sekitar 9 bulan pasien melakukan colostomy/LE ai tumor colon sigmoid
dan telah melakukan kemoterapi sebanyak 6 siklus, saat ini pasien ingin di
operasi kembali tutup colostomy.
E. Diagnosis Utama
Tumor colon sigmoid dan teratoma ovarii yang telah dilakukan colostomy.

F. Instruksi dan catatan perawatan


38

Tanggal Catatan perawatan Instruksi berkaitan dengan obat


29/06/2009 Diagnosa Tumor Colon Obs TNRS
Sigmoid Cek lab lengkap
H-2 bila sudah ada hasil lab
09/07/2009 Tindakan laparotomi Infus RL 20 gtt/menit
explorasi, reseksi sigmoid Rektal tube dipertahankan
dan anastomosis end to end Ceftriaxon 1x2g i.v
colon sigmoid Metronidazole 3x500mg i.v
Ranitidin 2x1 amp
Ketorolac 2x1 amp
Cek sismet post op
10/07/2009 Visite jaga bedah Rehidrasi ringan dengan NaCl 0.9%
KU : Compos mentis - 6 jam I : 70 gtt/menit
Tekanan darah 110/70 mmHg - 18 jam II : 35 gtt/menit
Nadi : 80x/menit Ceftriaxon 1x2g i.v
Respirasi : 20x/menit Metronidazole 3x500mg i.v
Suhu : afebris Ranitidin 2x1 amp
Ketorolac 2x1 amp
11/07/2009 Visite jaga bedah Acc infus, ganti ke tangan kanan.
Pasien mengeluh nyeri pada Rehidrasi ringan dengan NaCl 0.9%
dada - 6 jam I : 70 gtt/menit
KU : Compos mentis - 18 jam II : 35 gtt/menit
Tekanan darah 110/70 mmHg Rektal tube dipertahankan
Nadi : 80x/menit Ceftriaxon 1x2g i.v
Respirasi : 20x/menit Metronidazole 3x500mg i.v
Suhu : afebris Ranitidin 2x1 amp
Ketorolac 2x1 amp
14/07/2009 Ceftriaxon 1x2g i.v
Metronidazole 3x500mg i.v
Ranitidin 2x1 amp
Ketorolac 2x1 amp
NGT dan Rektal tube dipertahankan
39

sampai kembung hilang.


Dilatasi anus setiap hari oleh
resident.
15/07/2009 Visite jaga bedah Rectal tube AFF
Pasien mengeluh nyeri pada Diet lunak
dada Ceftriaxon 1x2g i.v
KU : Compos mentis Metronidazole 3x500mg i.v
Tekanan darah 110/70 mmHg Ranitidin 2x1 amp
Nadi : 92x/menit Ketorolac 2x1 amp
Respirasi : 24x/menit
Suhu : afebris
16/07/2009 Ku : CM Mobilisasi
Nadi 80x/menit Diet lunak
Respirasi : 16x/menit Ceftriaxon 1x2g i.v
Suhu : afebris Metronidazole 3x500mg i.v
Ranitidin 2x1 amp
Ketorolac 2x1 amp

17/07/2009 Ku : CM Mobilisasi
Nadi 88x/menit Diet lunak
Respirasi : 20x/menit Ceftriaxon 1x2g i.v
Suhu : afebris Metronidazole 3x500mg i.v
Ranitidin 2x1 amp
Ketorolac 2x1 amp

20/07/2009 Keluhan : pusing Therapy oral :


Ciprofloxasin 2x1 tab
Metronidazole 3x500mg
Ranitidin 2x1 tab
Asam Mefenamat 2x1 tab
Vit B Complex 2x1 tab
21/07/2009 Abdomen : datar, lembut Diet nasi tim 1700 kkal,
40

protein 80 gram
Therapy oral :
Ciprofloxasin 2x1 tab
Metronidazole 3x500mg
Ranitidin 2x1 tab
Asam Mefenamat 2x1 tab
Vit B Complex 2x1 tab
22/07/2009 Ku : CM Perawatan luka operasi
Nadi 80x/menit Therapy oral :
Respirasi : 20x/menit Ciprofloxasin 2x1 tab
Suhu : afebris Metronidazole 3x500mg
Ranitidin 2x1 tab
Asam Mefenamat 2x1 tab
Vit B Complex 2x1 tab
23/07/2009 Ku : CM Perawatan luka operasi
Nadi 80x/menit Therapy oral :
Respirasi : 20x/menit Ciprofloxasin 2x1 tab
Suhu : afebris Metronidazole 3x500mg
Ranitidin 2x1 tab
Asam Mefenamat 2x1 tab
Vit B Complex 2x1 tab
Besok pulang

G. Hasil Uji Laboratorium


Pemeriksaan tanggal 19/06/09 pukul 09.27
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 12,6 12-16 g/dL
Hematokrit 39 35-47 %
Lekosit 3.800 3800-10600 /mmk
Trombosit 221.000 150.000-440.000 /mmk
41

Albumin 4,6 3.5-5 g/dL


Globulin 3,3 2.6-3.3 g/dL
AST (SGOT) 21 s/d 31 U/L 370C
ALT (SGPT) 12 s/d 31 U/L 370C
Protein total 7,9 6,6-8,7 g/dL
Ureum 13 15-38 mg/dL
Kreatinin 0,48 0,7-1,2 mg/dL
GDS 77 <140 mg/dL
Na 145 135-145 mEq/dL
Ca 4,3 4,7-5,2 mg/dL

Pemeriksaan tanggal 30/06/09 pukul 06.16


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 13,1 12-16 g/dL
Hematokrit 39 35-47 %
Lekosit 3.900 3800-10600 /mmk
Trombosit 261.000 150.000-440.000 /mmk

Pemeriksaan tanggal 01/07/09 pukul 11.00


Pemeriksaan Metoda Hasil Nilai rujukan Satuan
IMUNOSEROLOGI ECUA 15.37 <35 U/ml
Ca 125

• Tinjauan Tentang Penyakit


Kanker Kolorektal atau Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel
kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum. Kebanyakan
kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau
disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang
tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan
mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak menampakkan
gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan
pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada
semua bagian dari usus besar.
a. Etiologi
Penyebab kanker kolorektal masih belum pasti diketahui, tetapi
kemungkinan besar disebabkan oleh:
42

• Cara diet yang salah (asupan makanan yang tinggi lemak dan protein,
rendah serat)
• Obesitas/kegemukan
• Pernah terkena kanker kolorektal sebelumnya
• Sejarah keluarga dengan kanker kolorektal
• Pernah memiliki polip di usus
• Umur (resiko meningkat pada usia diatas 50 tahun)
• Jarang melakukan aktifitas fisik
b. Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari
lapisan epitel usus) dimulai sebagai polop jinak tetapi dapat menjadi ganas
dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam
struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan
menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke hati).
c. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi
segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah
perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala
paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak
diketahu penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan.
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri
dangkal abdomen dan melena (feses hitam seperti ter). Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan
obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan
distensi) serta adanya datah merah segar dalam feses. Gejala yang
dihubungkan dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap
setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian serta feses berdarah.
d. Pertimbangan Gerontologi
Insidens karsinoma kolon dan rektum meningkat sesuai usia. Kanker ini
biasanya ganas pada lansia kecuali untuk kanker prostatik pada pria.
Gejala sering tersembunyi. Keletihan hampir selalu ada, akibat anemia
43

defisiensi besi primer. Gejala yang sering dilaporkan oleh lansia adalah
nyeri abdomen, obstruksi, tenesmus dan perdarahan rektal.
Kanker kolon pada lansia berhubungan erat dengan karsinogen diet.
Kekurangan serat adalah faktor penyebab utama karena hal ini
menyebabkan pasase feses melalui saluran usus menjadi lama, sehingga
terpajan karsinogen cukup lama. Kelebihan lemak diyakini mengubah
flora bakteri dan mengubah steroid menjadi senyawa yang mempunyai
sifat karsinogen.
e. Evaluasi Diagnostik
Bersamaan dengan pemeriksaan abdomen dan rektal, prosedur diagnostik
paling penting untuk kanker kolon adalah pengujian darah samar, enema
barium, proktosigmoidoskopi, dan kolonoskopi. Sebanyak 60% dari kasus
kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi dengan
biopsi atau apusan sitologi.
f. Pemeriksaan Antigen Karsinoembrionik
Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) dapat juga dilakukan,
meskipun antigen karsinoembrionik mungkin bukan indikator yang dapat
dipercaya dalam mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua lesi
menyekresi CEA. Pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar CEA dapat
dipercaya dalam diagnosis prediksi. Pada eksisi tumor komplet, kadar
CEA yang meningkat harus kembali ke normal dalam 48 jam. Peningkatan
CEA pada tanggal selanjutnya menunjukkan kekambuhan.

g. Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan
pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat perdarahan yang cukup
bermakna, terpai komponen darah dapat diberikan.
Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang
berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti
berhasil dalam pentahapan kanker kolorektal pada periode praoperatif.
44

Metode pentahapan yang dapat digunakan secara luas adalah klasifikasi


Duke:
a. Kelas A – tumor dibatasi pada mukosa dan sub mukosa
b. Kelas B – penetrasi melalui dinding usus
c. Kelas C – Invasi ke dalam sistem limfe yang mengalir regional
d. Kelas D – metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk
pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain
pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi atau
imunoterapi.
Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon
kelas C adalah program 5-FU/ Levamesole. Pasien dengan kanker rektal
Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi
pelvis.
Terapi radiasi sekarang digunakan pada periode praoperatif, intraoperatif
dan pascaoperatif untuk memperkecil tumor, mencapai hasil yang lebih
baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi resiko kekambuhan. Untuk
tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat disekresi, radiasi digunakan
untuk menghilangkan gejala secara bermakna. Alat radiasi intrakavitas
yang dapat diimplantasikan dapat digunakan.
Data paling baru menunjukkan adanya pelambatan periode kekambuhan
tumor dan peningkatan waktu bertahan hidup untuk pasien yang mendapat
beberapa bentuk terapi ajufan.

h. Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau
lengkap. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah
sekitar kolon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan
mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis dan atau sepsis dapat
menimbulkan syok.
i. Penatalaksanaan Bedah
45

Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan


rektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang
terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi
laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru
dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa
kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam menbuat keputusan
di kolon; massa tumor kemudian di eksisi. Laser Nd: YAG telah terbukti
efektif pada beberapa lesi. Reseksi usus diindikasikan ntuk kebanyakan
lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C. Pembedahan kadang
dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon kelas D. Tujuan pembedahan
dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor telah menyebar dan
mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur
pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson, 1993) :
1) Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan
porsi usus pada sisis pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus
limfatik)
2) Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanen
(pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta
sfingter anal)
3) Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan
anostomosis serta reanastomosis lanjut dari kolostomi
(memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum
reseksi)
4) Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi
obstruksi yang tidak dapat direseksi)
j. Diversi Fekal Untuk Kanker Kolon Dan Rektum
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi
dilakukan pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi
adalah pembuatan lubang (stoma)vpada kolon secara bedah. Stoma ini
dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanen. Ini
46

memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon keluar tubuh. Konsistensi


drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan
oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
• Tinjauan tentang obat yang digunakan
a) Ceftriaxone Na

Ceftriaxone merupakan antibiotik spektrum luas dan berpotensi melawan


bakteri gram negatif termasuk Enterobacteriaceae, Haemophylus
influenzae, Moraxella, Catarrhalis dan Neisseria sp. Tetapi hanya sedikit
aktivitas melawan Pseudomonas sp. T½ nya relatif panjang dan diberikan
secara injeksi 1-2 kali sehari. Ceftriaxone memiliki ikatan protein tinggi
menyebabkan hiperbilirubinemia sehingga penggunaannya dihindari pada
neonatus jaundice. Ceftriaxone Na sangat larut air, 10% larutan dalam air
pH nya 6-8. Ceftriaxon disimpan dalam wadah yang kedap udara.
Ceftriaxon inkompatibel jika dicampur dengan larutan yang mengandung
Ca, aminoglikosid, flukonazol, vancomycin atau amsacrine. Efek
sampingnya sama dengan cefalotin Na dan cefotaxim Na. Perubahan flora
normal lebih banyak terjadi karena ekskresi empedu yang banyak. Diare
sering terjadi terutama pada anak-anak. Berefek pada saluran empedu dan
saluran gastro-intestinal. Efek farmakokinetiknya nonlinear dose-
dependent, sekitar 85-95% ikatan protein terikat pada protein plasma
tergantung konsentrasi ceftriaxone dalam protein plasma. Distribusi obat
dapat melalui placenta dan dikeluarkan melalui ASI dalam konsentrasi
rendah. Penggunaan secara parenteral dapat melalui rute :
• Injeksi intravena perlahan selama 2-4 menit

• Dengan intermittent infuse intravena selama 30 menit

• Dengan injeksi intramuscular yang dalam

Dosis pemberian ceftriaxon pada orang dewasa yaitu 1 sampai 2 gram


sehari secara intravena.
47

Ceftriaxon kontra indikasi pada pasien yang hipersensitif terhadap


sefalosporin, dan pada penyakit porfiria. Penggunaan perlu diawasi pada
pasien yang alergi penicillin, gangguan fungsi ginjal, hamil dan menyusui
(tetapi boleh digunakan). Efek samping yang mungkin timbul adalah diare
dan kolitis yang disebabkan oleh antibiotik (keduanya karena dosis tinggi),
mual, muntah, rasa tidak enak pada saluran pencernaan, sakit kepala,
reaksi alergi berupa ruam, pruritus, urticaria, serum sickness, demam dan
ataralgia, anafilaksis, eritema multiforme, gangguan fungsi hati, hepatitis
sementara dan ikterus kolestatik. Pada gangguan fungsi hati yang disertai
gangguan fungsi ginjal dapat terjadi pergeseran bilirubin dari ikatan
plasma.
b) Metronidazole

Metronidazole dapat diberikan secara oral atau dengan infus intravena


berkelanjutan atau intermittent. Metronidazole atau metronidazole HCl
tidak boleh dicampur dengan obat lain dan infus intravena hendaknya
dihentikan selama penggunaan metronidazole. Metronidazole injeksi tidak
perlu diencerkan atau dinetralkan untuk pemberian intravena. Jika yang
tersedia adalah metronidazole powder for injection, maka harus
dipreparasi dengan direkonstitusi, diencerkan dan dinetralkan.
Rekonstitusi dengan penambahan 4,4 mL sterile atau bacteriostatic water
for injection 0,9% NaCl injection atau bacteriostatic sodium chloride
solution yang diberi label ‘mengandung 500 mg metronidazole’.
Injeksi metronidazole digunakan untuk profilaksis perioperatif. Dosis
dewasa 15 mg per kg dengan infus selama 30-60 menit, pemberiannya
telah selesai 1 jam sebelum operasi dan, jika perlu, 7,5 mg per kg dengan
infus selama 30-60 menit pada 6 dan 12 jam setelah dosis awal. Dosis
awal praoperatif harus selesai diinfuskan sekitar 1 jam sebelum dilakukan
operasi untuk memastikan sudah memadainya konsentrasi metronidazol
dalam serum dan jaringan pada saat operasi. Penggunaan metronidazol
untuk profilaksis harus dibatasi pada hari dilakukannya operasi dan tidak
48

boleh dilanjutkan selama lebih dari 12 jam setelah operasi. Sebagai


alternatif, untuk profilaksis perioperatif pada operasi kolorektal, 500 mg –
1 g metronidazol diberikan melalui infus 1 jam sebelum operasi dan dosis
500 mg diberikan lewat infus IV 8 dan 16 jam sesudah operasi.
Penggunaan metronidazol harus diperhatikan karena dapat menimbulkan
efek pada saluran pencernaan misalnya mual, muntah, abdominal
discomfort, a metallic taste, diare. Selain itu juga dapat berefek pada
system saraf, efek hematologic misalnya leucopenia transient dan
trombositopenia, dan gangguan pernafasan seperti infeksi saluran nafas,
rhinitis, sinusitis, faringitis pada wanita. Metronidazole dapat berinteraksi
dengan antikoagulan golongan kumarin, alkohol, disulfiram, luminal,
lithium, astemizol dan terfenadin.
c) Ketorolac

Ketorolac merupakan anti inflamasi non-steroid. Efek sampingnya


gangguan saluran pencernaan termasuk perdarahan gastro-intestinal,
perforasi, peptic ulcer. Reaksi hipersensitif seperti asma, nasal polip,
bronkospasm, angiodema, peptic ulcer, perdarahan GI. Tidak diberikan
pada pasien yang menerima antikoagulan karena menyebabkan perdarahan
dan tidak digunakan untuk operasi dengan resiko perdarahan tinggi.
Ketorolac diberikan secara intramuscular, intravena atau oral sebagai
garam trometamol. Dosis parenteral dimulai 10 mg ketorolac trometamol
dilanjutkan 10-30 mg setiap 4-6 jam seperlunya, maksimum 90 mg sehari
atau 60 mg untuk pasien lansia, mild renal impairment dan orang dengan
berat badan kurang dari 50 kg. Injeksi intravena dilakukan sedikitnya 15
detik. Maksimum durasi parenteral terapinya 2 hari (yang disarankan) dan
diubah ke pemakaian oral secepatnya. Dosis oral yang disarankan 10 mg
tiap 4-6 jam, maksimal 40mg per hari, maksimum total 7 hari.
d) Ranitidin

Ranitidin termasuk golongan antagonis reseptor H2, untuk menghambat


sekresi asam lambung. Kelarutan ranitidin : sangat larut air, kurang larut
49

dalam alkohol, tidak larut kloroform. Konsentrasi 1% mempunyai pH


4,5-6. Ranitidin disimpan dalam wadah kedap udara, dihindarkan dari
cahaya. Pemberian secara per oral diabsorbsi dari saluran cerna dengan
puncak konsentrasi plasma 2-3 jam setelah pemberian. Pemberian secara
parenteral dapat secara intravena atau intramuscular. Dosis oral 300 mg
sekali sehari atau 2 kali 150 mg per hari. Secara i.m. atau i.v. 50 mg, dapat
diulang tiap 6-8 jam. Pemberian secara i.v. disuntikkan perlahan, tidak
kurang dari 2 menit dan harus diencerkan untuk 50 mg dalam 20 ml.
Indikasinya duodenal dan gastric ulcers, diberikan secara per oral
sedikitnya 4 minggu. Duodenal ulcer karena Helicobacter pylori
sedikitnya 2 minggu, lalu dapat dilanjutkan lagi selama 2 minggu. Gastro-
esophageal reflux perlu 150 mg 2 kali sehari sampai 8 minggu, jika perlu
12 minggu.
Ranitidin memiliki efek antiandrogen kecil dan potensi interaksi obat lebih
sedikit daripada cimetidin. Efek samping ranitidin biasanya jarang dan
biasanya reversibel bersamaan dengan penurunan dosis. Efek samping
yang paling umum adalah diare, merasa lelah, pusing dan rashes.
Ranitidin memiliki efek antiandrogenik yang kecil sampai hampir tidak
ada, meskipun ada laporan mengenai gynaecomastia dan impotensi.
Beberapa efek samping yang mungkin terjadi adalah :
o Karsinogenisitas.
Hubungan antara antagonis reseptor H2 dan kanker gastric telah
dirancang dari laporan kasus individual, temuan tumor pada studi
menggunakan hewan uji yang diberi ranitidin dalam dosis tinggi dalam
waktu lama. Ada kemungkinan terbentuknya komponen nitrit dan
nitroso, tetapi beberapa diantaranya diragukan karena tidak cukup
bukti klinis.
o Efek pada darah.
Efek samping hematologik dari antagonis reseptor H2 telah dikaji
secara detail. Pernah dilaporkan penggunaan cimetidin dan ranitidin
menimbulkan neutropenia dan agranulositosis lebih sering daripada
50

leucopenia, trombositopenia dan pansitopenia. Ada pula kasus anemia


hemolitik meskipun hubungan sebab akibatnya belum jelas.
Kebanyakan kasus dapat diatasi dengan baik dengan penghentian
penggunaan atau penurunan dosis.
o Efek pada sistim kardiovaskuler.
Bradikardi, atrioventrikular block dan cardiac arrest jarang
dilaporkan terutama selama terapi ranitidin, efek inotropik positif
tanpa perubahan signifikan pada hati atau tekanan darah. Studi klinik
pada pasien sakit dan sehat telah membuktikan bahwa efek samping
hemodinamik berkaitan dengan ranitidin sebagian kecil lebih
mengarah pada efek kardiovaskular dan peringatan ditujukan pada
pasien dengan penyakit kardiovaskular atau kerusakan ginjal.
e) Ciprofloxacin

Mekanisme kerja ciprofloxacin menghambat keaktifan DNA-girase,


sehingga sintesis DNA kuman terganggu. Dosis untuk infeksi saluran
nafas : 250-750 mg 2 kali sehari; infeksi saluran kemih : 250-500 mg 2
kali sehari ( untuk kasus akut tanpakomplikasi, 250 mg 2 kali sehari
selama 3 hari); infeksi lain : 500-750 mg, 2 kali sehari; profilaksis bedah :
750 mg 60-90 menit sebelum operasi. Interaksi obat dengan besi, antasida,
mengurangi absorbsi ciprofloxacin, meningkatkan kadar teofilin dalam
darah, meningkatkan kreatinin darah jika dipakai bersama siklosporin.
Untuk menghindari alkalinisasi urin perlu minum yang cukup (risiko
kristaluria). Efek samping yang mungkin terjadi adalah disfagia,
meteorismus, tremor, konvulsi, ikterus dan hepatitis dengan nekrosis,
gagal ginjal. vaskulitis, urtikaria, eritema nodusum, sindrom Steven
Johnson.

f) Asam Mefenamat

Asam mefenamat merupakan AINS (Anti Inflamasi Non-Steroid) untuk


luka, bengkak dan menstrual disorders. Efek sampingnya gangguan
saluran cerna, diare; efek pada ginjal : efek nefrotoksik; efek pada darah :
51

anemia hemolitik, leucopenia, neutropenia, agranulositosis. Overdosis


mengakibatkan toksisitas CNS, terjadi konvulsi. Asam mefenamat
diabsorbsi dari saluran cerna, diekskresikan melalui urin dan melalui ASI
dalam jumlah sedikit. Dosis awal yang dianjurkan 500 mg kemudian
dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam sebaiknya dikonsumsi setelah makan.

g) Vitamin B-kompleks

Vitamin B kompleks merupakan vitamin yang larut dalam air dan tidak
dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus didapatkan dari asupan
makanan yang dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan tubuh terhadap
vitamin ini.
Delapan unsur utama pembentuk vitamin B kompleks adalah:
• Thiamine (vitamin B1), berfungsi membantu sel tubuh
menghasilkan energi, kesehatan jantung serta metabolisme
karbohidrat.
• Riboflavin (vitamin B2), berfungsi melindungi tubuh dari penyakit
kanker, mencegah migren serta katarak.
• Niacin (vitamin B3), bermanfaat untuk melepaskan energi dari zat-
zat nutrien, membantu menurunkan kadar kolesterol, mengurangi
depresi dan gangguan pada persendian.
• Asam pantothenate (vitamin B5), membantu system syaraf dan
metabolisme, mengurangi alergi, kelelahan dan migren. Penting bagi
aktifitas kelenjar adrenal, terutama dalam proses pembentukan
hormon.
• Pyridoxine (vitamin B6), membantu produksi sel darah merah dan
meringankan gejala hipertensi, asma serta PMS.
• Biotin (vitamin B7), bermanfaat dalam proses pelepasan energi
dari karbohidrat, pembentukan kuku serta rambut.
• Asam Folic (vitamin B9), membantu perkembangan janin,
pengobatan anemia dan pembentukan hemoglobin.
52

Unsur lain yang juga terdapat dalam vitamin B kompleks adalah choline,
inositol dan asam paraaminobenzoic.

• Pembahasan

Pasien Ny. Heni Rohaeni didiagnosa menderita kanker kolorektal. Dimana


Kanker Kolorektal atau Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel
kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau recktum.
Sebelumnya pasien pernah melakukan operasi kanker tersebut sehingga
pasien datang kembali ke RSHS untuk melakukan operasi penutupan
kolostomi.
Pasien diberi terapi empiris menggunakan antibiotik ceftriaxon dan
metronidazol untuk pengobatan infeksi sedini mungkin dalam
memperkecil resiko komplikasi atau perkembangan lebih lanjut dari
infeksi nya. Metronidazol efektif terhadap bakteri anaerob dan ceftriaxon
efektif terhadap bakteri gram negatif, sehingga kedua obat tersebut masih
dapat digunakan untuk terapi.
Pasien diberi analgetik ketorolac (AINS) karena AINS aktivitas
analgetiknya lebih dominan pada perifer sehingga lebih dipilih daripada
jenis analgetik opiat. Adanya efek samping dari ketorolac maka pasien
diberikan ranitidin untuk meminimalkan efek samping tersebut.
Dosis yang diberikan kepada pasien telah sesuai dengan literatur, tetapi
pada penggunaan ranitidin tidak boleh diberikan bersamaan dengan
ceftriaxon sehingga pemberian ranitidin diberikan interval waktu setengah
samapi 1 jam setelah pasien diberikan obat lainnya.
Pada tanggal 20 Juli 2009 ceftriaxon injeksi digantikan dengan
ciprofloxacin tablet. Syarat peralihan terapi dari intravena ke terapi oral
diantaranya pasien masih terus memerlukan antibiotika, dalam kondisi
klinis yang stabil, dapat mentoleransi pemberian obat oral, serta bebas dari
kelainan saluran cerna yang dapat menghambat absorpsi obat. Pemberian
antibiotik intravena mempunyai tingkat efektifitas yang lebih tinggi
53

daripada per oral, namun menimbulkan berbagai masalah. Pengalihan


pemakaian antibiotika dari bentuk intravena (IV) ke per oral, memberikan
keuntungan. Aspek medik diantaranya mengurangi risiko komplikasi serta
efek samping obat. mengurangi risiko yang biasa terjadi pada cara
penyediaan dan pemberian intravena (IV). Aspek non medik diantaranya
peningkatan kepatuhan dan kepuasan pasien serta peningkatan efektifitas
terapi dan penurunan biaya obat (cost effective).
Ciprofloxacin ini digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka
pasca operasi yang dilakukan. Antibiotik yang diberikan harus diminum
sampai habis agar tidak terjadi resistensi bakteri. Kemudian diberikan
metronidazol untuk mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh
bakteri anaerob.
Pada tanggal 20 Juli 2009 pasien mengeluh pusing sehingga pasien
diberikan asam mefenamat. Asam mefenamat ini merupakan AINS (Anti
Inflamasi Non-Steroid) untuk luka, bengkak dan menstrual disorders.
Efek sampingnya gangguan saluran cerna yaitu mual. Sehingga pasien
diberikan ranitidin tablet untuk mengurangi efek samping tersebut. Asam
mefenamat ini dihentikan penggunaannya apabila pasien sudah tidak
mengeluh sakit lagi. Selain obat oral dan intravena, pasien juga
mendapatkan metronidazol serbuk yang ditaburkan pada bagian luka
bedah agar dapat mengering dengan cepat tanpa terjadi infeksi. Dosis obat
oral yang diberikan kepada pasien sudah sesuai dengan literatur, tetapi
pada penggunaan ciprofloxacin tidak boleh diberikan bersamaan dengan
ranitidin dan obat AINS (Anti Inflamasi Non-Steroid) sehingga
ciprofloxacin sebaiknya dikonsumsi sebelum makan.
Pada tanggal 23 Juli 2009 luka pasca operasi pasien sudah mulai membaik
maka besok sudah di perbolehkan untuk pulang .

 Pemantauan Kepatuhan Penderita Terhadap Regimen Obat


Pasein 1
A. Identitas Penderita
54

Nama penderita : Hoer


Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 39 tahun
Alamat : Kp. Cibarengkok Rt 14/03
Sukajadi, Cianjur.
Ruang rawat : Bougenville 3
Sub bagian : Oncologi
No. rekam Medik : 0000842006
Tanggal masuk : 2 Juni 2009
Tanggal keluar : 17 Juli 2009
Dokter : Dr. Dadan

B. Data Klinis Awal


Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : Afebris

C. Alasan masuk RS / Keluhan Utama :


Benjolan pada leher depan yang tumbuh membesar.
D. Anamnesis
Sekitar 10 tahun sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh
adanya benjolan pada leher depan pasa awalnya sebesar kacang
kedelai yang semakin membesar hingga saat ini berukuran
sebesar telur ayam kampung.
E. Diagnosis Utama
Tumor Thyroid dx susp maligna T3 NoMo
F. Rekapitulasi Rekaman Pengobatan Penderita

No Nama Obat Dosis Pemberian Obat per Hari


55

3/7 4/7 11/7 13/7


1 Captopril 12.5 mg 3 x 1 tab - - 9 -
2 Aspilet 1 x 1 tab 1 1 - -
3 Vit B kompleks 2 x 1 tab - - - 2
Pada pasien ini tidak ada sisa obat yang diberikan oleh perawat.

G. Kesimpulan Apoteker
Pasien patuh dalam mengkonsumsi obat.

Pasein 2
A. Identitas Penderita
Nama penderita : Ipah
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 58 tahun
Alamat : Kp. Cikukulu . karang nunggal
Tasikmalaya
Ruang rawat : Bougenville 3
Sub bagian : Thorax
No. rekam Medik : 0000857873
Tanggal masuk : 02 Juli 2009
Tanggal keluar : 29Juli 2009
Dokter : Dr. Anastasya
B. Data Klinis Awal
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : Afebris
C. Alasan masuk RS/Keluhan Utama
Terasa nyeri di dada sebelah kiri dan pusing
D. Anamnesis
56

Sekitar 1 tahun sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh


nyeri dada kiri, hilang timbul lalu disertai sesak nafas, penurunan
berat badan, berkeringat pada malam hari dan juga batuk dalam
jangka waktu yang cukup lama.
E. Rekapitulasi Rekaman Pengobatan Penderita

Pemberian Obat per Hari


No Nama Obat Dosis
3/7 6/7 9/7 13/7 14/7
1 Ambroxol 3 x 1 tab 9 9 9 9 9
2 Ranitidin 2 x 1 tab 6 6 6 2 2
3 Asam mefenamat 3 x 1 tab 9 9 9 9 -
4 Vit B komplek 3 x 1 tab 9 9 9 3 3
5 Captopril 3 x 1/2 tab 5 5 5 2 1
Pada pasien ini tidak ada sisa obat yang diberikan oleh perawat.
F. Kesimpulan Apoteker
Pasien patuh dalam mengkonsumsi obat.

2.2.5 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk membentuk pola pikir
pada saat akan melakukan PIO, yaitu :
a.Subjektif : Mengetahui gejala penyakit berdasarkan data base
misalnya keluhan pusing, mual, muntah dan lain-lain.
57

b. Objektif : Mengumpulkan data-data pasien berdasarkan


data-data dari hasil pemeriksaan laboratorium.
c. Assesment : Membuat daftar masalah pasien.
d. Plan : merencanakan dan menyarankan terapi apa yang
akan dilakukan.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan adalah :
a.Wawancara sejarah penggunaan obat. Sejarah penggunaan obat
dapat diamati dari Kartu Obat Penderita (KOP) dan rekam medik
penderita yang ditulis oleh dokter di Status Pasien. Untuk
mengetahui kebenarannya, data tersebut dapat dikonfirmasi kepada
penderita sekaligus berkomunikasi mengenai obat-obat yang masih
dimiliki oleh penderita.
b. Konsultasi dengan apoteker tentang pemilihan obat dan
regimennya. Pemilihan obat dan regimen merupakan faktor utama
penentu keberhasilan terapi. Untuk memahami lebih dalam mengenai
hubungan antara jenis terapi dengan penyakit yang diderita pasien,
dibutuhkan konsultasi dengan apoteker yang sudah berpengalaman.
c. Mengkaji kesesuaian antara terapi dengan penyakit.
Berbagai hal yang dipantau apoteker dalam pengkajian dan
pemantauan terapi obat antara lain :
i. Penyalahgunaan obat
ii. Salah penggunaan obat
iii. Pola penulisan resep yang abnormal
iv. Duplikasi resep
v. Interaksi obat-obat
vi. Interaksi obat-makanan
vii. Interaksi obat-uji laboratorium
viii. Reaksi obat merugikan
ix. Inkompatibilitas pencampuran intravena
x. Kondisi patologis penderita yang dapat memengaruhi efek
merugikan dan terapi obat yang ditulis
58

d. Memberikan informasi kepada penderita tentang hal-hal


yang berkaitan dengan terapi. Keamanan dan keefektifan terapi obat
akan terjadi bila penderita memahami betul tentang obat dan
penggunaannya. Penderita yang cukup memahami obatnya
menunjukkan peningkatan kepatuhan pada regimen obat yang
tertulis, meningkatkan outcomes terapi yang meningkat. Oleh karena
itu, apoteker mempunyai tenggung jawab moral dan profesional
memberi edukasi dan konseling terapi obat bagi penderita.
e. Pemantauan efek obat dan kepatuhan penderita.
Pemantauan terapi obat dilakukan oleh apoteker di depo-depo
dengan cara melakukan visite dan wawancara pada penderita atau
keluarga penderita di ruang perawatan atau wawancara dengan
profesional kesehatan lain, untuk melihat efek terapi dan efektivitas
suatu obat dalam pengobatan penderita. Jika keamanan dan
efektivitas terapi tidak tercapai maka apoteker dan dokter akan
menyiapkan alternatif pengobatan lain bagi penderita tersebut.

1.1 PIO di Depo Gakin

R/ Ciprofloxacin 500mg No. X


∫ 2 dd 1
Ranitidin No. X
∫ 2 dd 1
Antasida doen syr No. I
∫ 1 dd 1

A. Penerimaan dan Validasi Resep


No Uraian Validasi
1 Nama dokter Dr. Dewi Kartika Sara
2 No izin bagian IPD
3 Alamat dokter Poli Penyakit Dalam Wanita
4 Tanggal resep 29 Juli 2009
59

5 Nama pasien Ny Santi Damayanti


a. Umur 54 tahun
b. Jenis kelamin P
c. Alamat Rancaekek wetan,
Kab. Bandung
6 Diagnosa ISK (infeksi saluran kemih) dan sindrom
dispepsia
7 Tinggi badan dan berat -
badan
8 Identifikasi obat
a. Nama obat Ciprofloxacin, Ranitidin, Antasida doen syr
b. Kekuatan 500 mg, 150 mg, 500 mg
c. Signa 2x1, 2x1, 3x1 sendok obat
d. Jumlah obat 10 tablet, 10 tablet, 1 botol
9 Tanda tangan Ada

B. Aspek teurapetik dan farmakologi


No Uraian Validasi
1 Tepat dalam membaca Tepat
resep
2 Nama obat Ciprofloxacin, Ranitidin, Antasida doen syr
3 singkatan -
4 Perhitungan ulang dosis -

C. Penyiapan obat
No Uraian Validasi
1 Kondisi ruangan
2 Penyiapan obat
a. Pengambilan obat Pada rak obat pasien gakin
b. Etiket Ciprofloxacin 2x1
Ranitidin 2x1
Antasida doen syr 3x1 sendok obat
c. Pengemasan Dibungkus dengan kantong plastik dan
60

diberi etiket putih


ditulis
d. Penulisan kartu stok
ada
e. Paraf petugas
3 Waktu penyiapan cukup

4 Penyerahan obat disertai


informasi
a. Pemanggilan no urut √
b. Penyerahan obat √
c. Pemberian informasi √
d. Evaluasi
- Kesesuaian no √
panggil
- Waktu tunggu Cukup
- Keluhan pasien -

D. Aspek Terapetik dan Farmakologi


a) Ciprofloxacin
• Indikasi
Untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh kuman pathogen, yaitu:
- Infeksi saluran kemih termasuk prostatitis
- Infeksi saluran nafas kecuali pneumonia akibat streptococcus
- Infeksi kulit dan jaringan lunak
- Infeksi tulang dan sendi.
• Dosis
Untuk infeksi ringan atau sedang saluran kemih 2x 250mg per hari
Untuk infeksi berat saluran kemih 2x500mg per hari
• Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap siprofloksasin atau antibiotik
derivat kuinolon lainnya, Wanita hamil dan menyusui, Anak-anak di
bawah usia 18 tahun.
• Efek Samping
- Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut
61

- Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia


dan euforia
- Reaksi hipersensitivitas
- Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang
pernah mengalami kerusakan hati.
• Interaksi
- Menurunkan absorbsi ciprofloxacin jika digunakan bersama Antasid
yang mengandung allumunium dan magnesium hidroksida.
- Harus dipertimbangkan kemungkinan terjadinya interaksi pada
pemberian Siprofloksasin bersama probenesid
• Farmakologi
Ciprofloxacin merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone.
mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri,
bersifat bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif
maupun gram negatif.
ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna,
bioavailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada
protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh.
metabolismenya dihati dan diekskresi terutama melalui urin.

• Informasi pada pasien


1) Gunakan obat ini sampai habis dan sesuai aturan.
2) Untuk menghindari terjadinya kristaluria maka tablet siprofloksasin
harus ditelan dengan cairan
3) Hati-hati pemberian pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
(lihat keteranga pada dosis )
4) Pemakaian tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan
62

5) Selama minum obat ini tidak dianjurkan mengendarai kendaraan


bermotor atau menjalankan mesin. Sebaiknya 1 jam sebelum
mengendarai kendaraan.

b) Ranitidin
• Indikasi
Pengobatan dan terapi pemeliharaan pada tukak lambung dan tukak usus
dua belas jari akut.
• Dosis
Dosis yang biasa digunakan adalah 150mg, 2 kali sehari
• Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap ranitidin atau bahan-bahan lain dalam
formulasi.
• Efek Samping
1) Berupa diare, konstipasi, nyeri otot, pusing, dan timbul
ruam kulit, malaise,nausea.
2) Penurunan jumlah sel darah putih dan platelet ( pada
beberapa penderita ).
3) Beberapa kasus ( jarang ) reaksi hipersensitivitas
(bronkospasme, demam, ruam, urtikaria, eosinofilia.
• Interaksi
Meningkatkan efek toksisitas siklosporin (meningkatkan serum
kreatinin), gentamisin (blokade neuromuskuler). Mempunyai efek
bervariasi terhadap warfarin. Antasida dapat mengurangi absorpsi
ranitidin. Penggunaan etanol dihindari karena dapat menyebabkan iritasi
mukosa lambung.
• Farmakologi
Ranitidine menghambat kerja histamin pada reseptor-H2 secara
kompotitif, serta menghambat sekresi asam lambung
• Informasi Pasien
63

Dosis oral ranitidin dapat diminum dengan atau tanpa makanan. Bila
obat ini digunakan untuk mencegah heartburn, obat diminum 30-60
menit sebelum makan atau minum apapun yang dapat menyebabkan
heartburn. Pasien seharusnya tidak menggunakan obat ini bila alergi
terhadap ranitidin, simetidin, atau nizatidin.

c) Antasida
• Indikasi
Untuk mengurangi gejala-gejala yang berhubungan dengan kelebihan asam
lambung, gastritis, tukak lambung.
• Dosis
Sehari 3-4 kali 1-2 sendok obat
• Kontraindikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap salah satu komponen obat
• Efek Samping
Sembelit, diare, mual, mintah dan gejala-gejala tersebut akan hilang apabila
pemakaian obat dihentikan.
• Interaksi
Pemberian bersamaan dengan simetidin atau tetrasiklin dapat mengurangi
absorpsi obat
• Farmakologi
Kombinasi Aluminium Hidroksida dan Magnesium hidroksida merupakan
antasid yang bekerja menetralkan asam lambung dan menginaktifkan
pepsin sehingga rasa nyeri ulu hati akibat iritasi oleh asam lambung dan
pepsin berkurang. Di samping itu efek laksatif dari Magnesium hidroksida
akan mengurangi efek konstipasi dari Aluminium Hidroksida.
• Informasi Pasien
- Jangan diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat
karena dapat menimbulkan hipermagnesia
- Jangna minum obat pada saat perut kosong
64

- Bila sedang menggunakan simetidin atau tetrasiklin harus diberi selang


waktu 1-2 jam setelah mengkonsumsi antasida.

E. KIE
Pasien ini memiliki keluhan sakit pada perut bagian kiri, setelah dari dokter
poli penyakit dalam wanita ternyata didiagnosa infeksi saluran kemih dan
sindrom dispesia. Lalu dokter memberikan resep yang berisi Ciprofloxacin,
Ranitidin dan Atasida.
1) Ciprofloxacin merupakan antibiotik untuk mengobati infeksi, sehingga
harus dikonsumsi sampai habis sesuai dengan aturan karena untuk
mencegah terjadinya resistensi kuman. Obat ini diminum segera
setelah makan sehari 2 kali 1 tablet, pada jam 8 pagi dan 8 malam. Jika
kondisi sudah membaik tetapi antibiotiknya belum habis maka obat
tersebut harus dihabiskan sampai tuntas.
2) Ranitidin diminum sehari 2 kali 1 tablet, tetapi diminum hanya jika
terasa mual saja, apabila tidak mual lebih baik tidak usah diminum.
3) Antasida diminum sehari 3 kali 1 sendok makan, 1-2 jam setelah
makan untuk menetralkan asam lambung.
4) Ciprofloxacin jangan diminum bersamaan dengan antasida karena
akan terjadi interaksi. Pemberian bersamaan dengan antasida dapat
menurunkan absorbsi antibiotic sehingga menurunkan kadarnya dalam
serum dan efek terapi yang diharapkan kurang optimal, maka dari itu
antasida diminum 1 sampai 2 jam setelah minum antibiotiknya.
5) Pasien harus menjaga pola hidup sehat mulai dari makanan sehat
sampai olahraga.

1.2 Analisis Resep di Depo Gakin

Pasien 1
65

A. Penerimaan dan Validasi Resep

No Uraian Validasi
1 Nama dokter Dr. Vivien maryam
2 No izin bagian IPD
3 Alamat dokter Poli penyakit dalam wanita
4 Tanggal resep 24 Juli 2009
5 Nama pasien Ny. Esih
a. Usia 66 tahun
b. Jenis kelamin P
c. Alamat Kp. Genteng, kec Parongpong
6 Diagnose HHP, OA
7 Tinggi badan dan berat -
badan
8 Identifikasi obat
a. Nama obat Captopril, Furosemid, Meloxicam , Vit B12,
Vit B6, Vit B1
b. Kekuatan 6.25 mg, 40 mg, 7.5 mg, 50 mcg, 100 mg, 50
c. Signa mg
d. Jumlah obat 3x1, 1x1, 1x1, 1x1, 1x1, 1x1,.
20, 10,10, 10, 10, 10
9 Tanda tangan ada

B. Aspek teurapetik dan farmakologi

No Uraian Validasi
1 Tepat dalam membaca resep tepat
2 Nama obat Captopril, Furosemid, Meloxicam , Vit B12,
Vit B6, Vit B1
3 singkatan -
4 Perhitungan ulang dosis -
66

a) Captopril
• Indikasi
Hipertensi ringan sampai sedang, dan gagal jantung kongesti.
• Dosis
Hipertensi ringan sampai sedang,
Dosis awal : 12.5 mg 2x/ hari
Dosisi pemeliharaan :25 mg 2x/hari, yang dapat ditingkatkan selang 2
sampai 4 minggu hingga diperoleh respon yang
memuaskan.
Dosis maksimal : 50 mg
Usia lanjut : 500 mg 2x/ hari
• Kontraindikasi
Hipersensitif captopril atau penghambat ACE lainya
• Efek Samping
Proteinuria, Hipotensi, Anemia, trombositopenia, dan neutropenia.
• Interaksi
− Mengurangi efek antihipertensi jika digunakan bersama obat AINS
− Meningkatkan efek antihipertensi jika digunakan bersama obat
diuretik.
• Farmakologi
Kaptopril merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam penanganan
gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin aldosteron.
Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin
plasma untuk memproduksi angiotensin I yang besifat inaktif.
"Angiotensin Converting Enzyme" (ACE), akan merubah angiotensin I
menjadi angiotensin Il yang besifat aktif dan merupakan vasokonstriktor
endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam
korteks adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron akan mengakibatkan
ginjal meretensi natrium dan cairan, serta meretensi kalium. Dalam
67

kerjanya, kaptopril akan menghambat kerja ACE, akibatnya


pembentukan angiotensin ll terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan
sekresi aldosteron sehingga ginjal mensekresi natrium dan cairan serta
mensekresi kalium. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan tekanan
darah dan mengurangi beban jantung. Vasodilatasi yang timbul tidak
menimbulkan reflek takikardia.
• Informasi pada pasien
Dikonsumsi pada saat perut kosong (1 atau 2 jam sebelum atau setelah
makan). Pada pukul 6,00; 14.00 dan 22.00. Jangan mengkonsumsi obat
ini bersamaan dengan obat lain tanpa saran dokter seperti obat batuk dan
obat pilek.

b) Furosemid
• Indikasi
Penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung koroner dan
penyakit hati, diberikan tunggal atau dalam kombinasi dengan
antihipertensi pada penanganan hipertensi (Diuretik).
• Dosis
40 mg sekali sehari pada waktu pagi hari
• Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap furosemid, atau komponen lain dalam sediaan
atau sulfonil urea, anuria, pasien koma hepatik atau keadaan penurunan
elektrolit parah sampai keadaannya membaik serta pada kehamilan
muda.
• Efek Samping
Rasa tidak enak di perut, hipotensi, gangguan gastrointestinal,
penglihatan kabur, pusing, sakit kepala
• Interaksi
- Dengan Obat Lain : Hipokalemia yang diinduksi oleh furosemid akan
menyebabkan toksisitas pada digoksin dan dapat meningkatkan risiko
68

aritmia dengan obat-obat yang dapat meningkatkan interval QT,


termasuk antiaritmia tipe Ia dan III, beberapa kuinolon (sparfloksasin,
gatifloksasin dan moksifloksasin). Metformin dapat menurunkan
konsentrasi furosemid.
- Dengan Makanan : Konsentrasi furosemid menurun dengan adanya
makanan, bawang putih.
• Farmakologi
Inhibisi reabsorpsi natrium dan klorida pada jerat henle dan tubulus
ginjal distal, mempengaruhi system kotranspor ikatan klorida,
selanjutnya meningkatkan ekskresi air, natrium, klorida magnesium dan
kalsium.
• Informasi Pasien
1) Urin yang keluar akan lebih banyak dan sering,ini
membantu pengeluaran air dalam tubuh serta menurunkan tekanan
darah.
2) Makanlah obat ini pada waktu yang sama setiap harinya
,jika mungkin janganlah dimakan sebelum tidur karena tidur akan
terganggu dengan seringnya urinasi.
3) Makanlah buah atau makanan untuk mengganti kehilangan
kalium yang banyak terbuang bersama urin.
4) Jika timbul nyeri otot, mual, pusing, radang pada pangkal
tenggorokan, ruam kulit, nyeri pada persendian, segeralah ke dokter.

c) Meloxicam
• Indikasi
Osteoarhritis dan arthritis rematoid
• Dosis
Osteoarhritis :7.5 mg 1x/hari, ditingkatkan menjadi 15 mg 1x/hari
69

Arthritis rematoid : 15 mg 1x/hari, dikurangi 7.5 mg 1x/hari.


Pasien resiko tinggi ( awal) : 7.5 mg 1x/hari
Gagal ginjal ( maksimal) : 7.5 mg 1x/hari
• Kontraindikasi
Hipersensitif AINS, penyakit ginjal berat, tukak peptik, serebrovaskular,
hamil dan menyusui.
• Efek Samping
Gangguan gastrointestinal, sakit kepala, pusing, edema, anemia,
insomnia, batuk dan ruam kulit.
• Interaksi
Meningkatkan resiko pendarahan jika diberi bersamaan dengan obat
AINS, antikoagulan, heparin, dan trombolitik. Menurunkan efek dari
obat antihipertensi. Meningkatkan efek nefrotoksisitas dari siklosporin.
• Farmakologi
Meloxicam merupakan golongan Anti Inflamasi Non steroid (NSAID)
derivat asam enolat yang bekerja dengan cara menghambat biosintesis
prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi melalui penghambat
cyclooxygenase 2 (COX-2), sehingga terjadinya proses inflamasi dapat
dihambat tanpa terjadi efek samping terhadap ginjal dan gastro intestinal
yang merupakan ciri khas pada penggunaan obat-obat Anti Inflamasi
Non Steroid selama ini.
• Informasi Pasien
1) Meloxicam harus dikonsumsi bersamaan dengan makanan
jika timbul rasa tidak nyaman pada gastrointestinal.
2) Hipersensitif terhadap penggunaan aspirin dan AINS
lainnya.

d) Vitamin B6 (Piridoksin)
• Indikasi
Defisiensi piridoksin (vitamin B6)
70

• Dosis
Dosis profilaksis 25-100 mg per hari
• Kontraindikasi
Pasien dengan sejarah sensitivitas pada vitamin, hipersensitivitas
terhadap piridoksin.
• Efek Samping
Sakit kepala, kejang, sensori neurophaty, penurunan sekresi serum asam
folat, mual, reaksi alergi.
• Interaksi
Phenobarbital dan phenytoin menurunkan konsentrasi serum kedua obat
tersebut.
• Farmakologi
Prekursor terhadap piridoksal, yang berfungsi dalam metabolism protein
karbohidrat dan lemak.
• Informasi Pasien
Obat diminum setelah makan sekali sehari.

e) Vitamin B1 (Tiamin)
• Indikasi
Sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri saraf, sakit pinggang, nyeri
pada kanker, kolik saluran empedu dan ginjal, mencegah edema.
• Dosis
50 mcg 1-2 kali sehari.
• Kontraindikasi
Cenderung pendarahan
• Efek Samping
Gejala saluran pencernaan, gejala alergi
• Informasi Pasien
Dikonsumsi bersama dengan makanan
71

f) Vitamin B12 (Sianokobalamin)


• Indikasi
Memelihara lapisan yang mengelilingi dan melindungi serat saraf dan
mendorong pertumbuhan normalnya, mengatasi neuritis, anemia
makrositik
• Dosis
50 mg satu kali sehari

C. Penyiapan obat

No Uraian Validasi
1 Kondisi ruangan
2 Penyiapan obat
f. Pengambilan obat Pada rak obat pasien gakin
g. Etiket Captopril 3x1/2 tablet
Furosemid 1x1
Meloxicam 1x1
Vit B12 1x1
Vit B6 1x1
Vit B1 1x1
Dibungkus dengan kantong plastik dan
h. Pengemasan
diberi etiket putih

i. Penulisan kartu stok ditulis


j. Paraf petugas ada
3 Waktu penyiapan Cukup

4 Penyerahan obat disertai


informasi
e. Pemanggilan no urut √
f. Penyerahan obat √
72

g. Pemberian informasi √
h. Evaluasi
- Kesesuaian no √
panggil
- Waktu tunggu Cukup
- Keluhan pasien -

Kesimpulan apoteker
Dalam resep ini tidak terjadi drug related problem (DRP).

Pasien 2

A. Penerimaan dan Validasi Resep

No Uraian Validasi
1 Nama dokter Dr. Yuda Sp.B
2 No izin bagian Bedah oncologi
3 Alamat dokter Poli bedah oncologi
4 Tanggal resep 24 juli 2009
5 Nama pasien Ny. Daningsih
d. Usia 39 tahun
e. Jenis kelamin P
f. Alamat Cibarengkok.
Kec. Sukajadi
6 Diagnosa TB
7 Tinggi badan dan berat -
badan

8 Identifikasi obat
a. Nama obat Rifampisin, INH, Etambutol, Pirazinamid
b. Kekuatan 600 mg, 100 mg dan 300 mg, 500 mg,
500 mg
c. Signa 1x1, 1x1, 1x2, 1x2
d. Jumlah obat 30 tablet, 30 tablet dan 30 tablet, 60 tablet,
73

60 tablet
9 Tanda tangan -

B. Aspek teurapetik dan farmakologi

No Uraian validasi
1 Tepat dalam membaca resep tepat
2 Nama obat Rifampisin, INH, Etambutol, Pirazinamid
3 singkatan INH ( isoniazid )
4 Perhitungan ulang dosis -

a) Rifampisin
• Indikasi
Tuberkulosis, sebaiknya dikombinasikan dengan antituberkulosis lain untuk
mempercepat penyembuhan dan mencegah resistensi kuman.
• Dosis
600mg per hari (10-20 mg/kg berat badan), terapi jangka pendek 600 mg 2
kali seminggu
• Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap rifampisin, pasien dengan gangguan saluran empedu,
serta selama kehamilan trisemester pertama.
• Efek Samping
Gangguan saluran cerna, seperti mual, muntah dan diare
Gangguan SSP, seperti sakit kepala , vertigo dan ataksia
Dapat terjadi reaksi alergi dengan gejala demam, gatal-gatal, ruam kulit,
radang mulut dan lidah, hemolisis, hematuria dan kegagalan ginjal akut.

• Interaksi
Menurunkan respon antikoagulan, antidiabetik, kortikosteroid, siklosporin,
fenitoin dan analgesik. Penggunaan bersama PAS akan menghambat
absobsi, sehingga harus ada selang waktu 8-12 jam.
• Farmakologi
74

Kerjanya berikatan kuat dengan RNA polimerase yang bergantung pada


DNA sehingga akan menghambat sintesis RNA bakteri. Pada mikobakteri
resisten terjadi mutasi pada enzim RNA polimerase ini sehingga tidak lagi
mengikat rifampicin. Absorbsinya baik dan diekskresikan melalui hati ke
dalam empedu, mengalami resirkulasi enterohepatik dan diekskresi melalui
urin.Informasi pada pasien
• Informasi pada pasien
1) Sebaiknya diminum sebelum makan atau untuk dapat menghindari iritasi
lambung dikonsumsi setelah makan, tablet ditelan dengan satu gelas air.
2) Akan menyebabkan warna urin, feses, air mata, air ludah dan keringat
menjadi kemerah-merahan terutama pada awal pengobatan.

b) Isoniazid (INH)
• Indikasi
Tuberculosis paru.
• Dosis
1 dd 4-8 mg/kg/hari sehari atau 1 dd 300-400 mg.
• Kontraindikasi
Hepatitis yang diinduksi oleh obat atau penyakit hati akut karena penyebab
apapun, dan epilepsi.
• Efek Samping
Gangguan saluran pencernaan, hipersensitivitas, neuropati perifer,
kerusakan hati, gangguan hematologi, reaksi pada kulit dan hiperglikemia.
• Interaksi
Kadar obat di jaringan meningkat oleh Para Amino Salisilat (PAS).

• Farmakologi
Kerjanya menghambat sintesa asam mikolat sebagai komponen penting
dari dinding sel mikobakteri. Pada mikobakteri yang resisten terjadi mutasi
diantaranya mutasi pada enzim katalase peroksidase sehingga tidak terjadi
pengaktivan terhadap bentuk prodrug dari INH. INH cepat diabsorbsi dan
75

cepat terdistribusi ke cairan tubuh and jaringan, dapat mencapai SSP dan
jaringan serebrospinal. Metabolismenya di hati terjadi melalui asetilasi,
metabolit dan sebagian kecil obat bentuk tidak berubahnya diekskresikan
melalui urin.Informasi pada pasien
• Informasi pada pasien
Untuk meminimalkan efek samping INH pada system saraf sebaiknya
diberikan piridoksin (vitamin B6)

c) Etambutol
• Indikasi
Antituberkulosa, penggunaannya dikombinasikan dengan paling sedikit 1
macam obat anti Tb, contohnya rifampisin atau INH
• Dosis
15-25 mg/kg berat badan dosis tunggal per hari.
• Kontraindikasi
Neuritis optik dan penderita-penderita yang hipersensitif.
• Efek Samping
Neuritis retrobulbar dengan penurunan ketajaman penglihatan, buta warna
hijau-merah, ruam alergi, gangguan saluran pencernaan, ikterus dan neuritis
perifer.
• Interaksi
−Menurunkan efek : absorbsi menurun jika digunakan bersama alumunium
hidroksida. Hindari penggunaan bersama dengan antasida yang
mengandung alumunium, beri jarak minimal 4 jam dari pemberian
etambutol
−Dengan Makanan : Dapat digunakan bersama dengan makanan karena
absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan, dapat menyebabkan iritasi
lambung.
• Farmakologi
76

Kerjanya menghambat sintesa RNA. Absorpsi setelah pemberian per oral


cepat. Ekskresi sebagian besar melalui ginjal, hanya lebih kurang dari 10 %
diubah menjadi metabolit yang inaktif. Obat ini tidak dapat menembus
jaringan otak tetapi pada penderita meningitis tuberkulosa dapat ditemukan
kadar terapeutik dalam cairan serebrospinal. Banyak digunakan pada
pengobatan ulang atau kasus resistensi primer, dalam hal ini dikombinasi
dengan antituberkulosa lain.
• Informasi pada pasien
1) Gunakan obat ini pada malam hari setelah makan malam.
2) Selama menggunakan obat ini, disarankan untuk melakukan
pemeriksaan penglihatan tiap bulan.
3) Pada pengobatan jangka panjang pemeriksaan fungsi organ harus
dilakukan secara periodik termasuk ginjal, hati dan hematopoetik.
4) Obat ini efektif jika digunakan bersama dengan olahraga dan diet
mengurangi asupan makanan yang mengandung kolesterol
(lemak).

d) Pirazinamid
• Indikasi
Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti
tuberkulosis lain.
• Dosis
Terapi harian 15 – 30 mg/kg per hari, maksimal 3 gram per hari.
• Kontraindikasi
Penderita dengan gangguan fungsi hati, hiperurikemia, gout, hipoglikemia,
diabetes, hipersensitif.

• Efek Samping
Hepatotoksisitas termasuk demam, anoreksia, mual, muntah, kemerahan,
disuria, atralgia, ruam dan kadang-kadang fotosensitivitas.
77

• Interaksi
Kombinasi terapi dengan rifampin dan pirazinamid meningkatkan efek
toksisitas, berhubungan dengan reaksi hepatotoksik yang fatal dan berat.
• Farmakologi
Pirazinamid cepat terserap dari saluran cerna. Kadar plasma puncak dalam
darah lebih kurang 2 jam, kemudian menurun. Waktu paruh kira-kira 9 jam.
Dimetabolisme di hati. Diekskresikan lambat dalam kemih, 30%
dikeluarkan sebagai metabolit dan 4% tak berubah dalam 24 jam.
• Informasi pada pasien
1) Gunakan obat ini hingga habis. Jika anda tidak menggunakan obat
ini sesuai dengan resep pada waktu yang telah ditentukan, maka infeksi
tidak dapat disembuhkan dan dapat terjadi masalah kesehatan yang
serius pada Anda.
2) Harus dipakai setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa
segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum oba
seharusnya. Tetapi jika lewat waktu sudah jauh, dan dekat ke waktu
berikutnya, maka minum obat sesuai dengan waktu / dosis berikutnya.
3) Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa
memberitahu dokter yang merawat.
4) Jangan menghentikan pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi
dengan dokter.

C. Penyiapan obat

No uraian validasi
1 Kondisi ruangan √
78

2 Penyiapan obat
a.Pengambilan obat Pada rak obat pasien gakin
b.Etiket Rifampisin
1x1
INH
1x1
Etambutol
1x2
Pirazinamid
1x2
c.Pengemasan Dibungkus dengan kantong plastik dan
diberi etiket putih
d.Penulisan kartu stok Ditulis
e.Paraf petugas ada
3 Waktu penyiapan cukup
4 Penyerahan obat disertai
informasi
i. Pemanggilan no urut √
j. Penyerahan obat √
k. Pemberian informasi √
l. Evaluasi
- Kesesuaian no √
panggil
- Waktu tunggu Cukup
- Keluhan pasien -

Kesimpulan apoteker
Dalam resep ini tidak terjadi drug related problem (DRP).
BAB III
PEMBAHASAN
79

Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung merupakan rumah
sakit milik pemerintah yang diklasifikasikan sebagai Rumah sakit Tipe A
Pendidikan dan dijadikan rumah sakit rujukan Propinsi Jawa Barat. Pada tahun
2006 berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Terdiri dari tiga pelayanan
untuk penderita di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin yaitu pelayanan terhadap
pasien rawat tinggal, pasien rawat jalan, dan pasien rawat darurat, pelayanan
untuk penderita rawat jalan dilakukan oleh poliklinik-poliklinik spesialis dan sub
spesialis yang ada di Rumah sakit. Pada beberapa poliklinik telah dilakukan
permisahan antara pria dan wanita untuk memberikan kenyamanan dalam
perawatan dan pemeriksaan penderita.
Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung membentuk Sub
farmasi dan Terapi yang beranggotakan dokter dan apoteker yang berfungsi
membantu Rumah sakit dalam menentukan kebijakan mengenai penggunaan obat
dan pengobatan di rumah sakit. Panitia Farmasi dan Terapi memiliki tugas yang
salah satu peranannya yaitu menyusun formularium dengan salah satu buktinya
adalah telah menyusun formularium tahun 1995 dan melakukan revisi menjadi
Formularium tahun 2002. Pelaksanaan rekaman medik di Rumah Sakit Umum
Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung sudah berjalan dengan baik. Namun kerahasiaan
rekaman medik penderita belum dapat dijamin sepenuhnya kerahasiaan karena
Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung merupakan rumah sakit
pendidikan sehingga banyak peneliti yang memerlukan data rekaman medik
dalam penelitiannya. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengetatkan peraturan
mengenai kriteria peneliti yang akan menggunakan rekaman medik.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung
adalah sebagai salah satu unit pelayanan rumah sakit yang bertanggung jawab
terhadap aspek yang menyangkut pengelolaan perbekalan kesehatan mulai dari
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pengendalian mutu dan keamanan selama
penyimpanan hingga proses distribusi perbekalan kesehatan yaitu oleh instalasi
farmasi ditujukan kepada ruang perawatan, penderita rawat tinggal, rawat jalan,
ruang penunjang dan depo-depo farmasi.
80

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung
memiliki visi yaitu menjadi Rumah Sakit yang Prima dalam Pelayanan,
Pendidikan dan Penelitian di Bidang Kesehatan Tingkat Regional pada tahun
2011. Selain dari pelayanan produk instalasi farmasi juga melaksanakan
pelayanan farmasi klinik kepada penderita atau tenaga kesehatan, bukti pelayanan
tersebut yaitu diantaranya layanan informasi obat kepada pasien, dokter, perawat,
dan masyarakat lainnya, visite dengan atau tanpa dokter, konseling yang
dilakukan di poli pulmo dan poli lansia serta pemantauan terapi obat dan
pembuatan profil pengobatan penderita (P3) dengan menganalisis atau
mengevaluasi terapi obat yang digunakan.
Dilihat dari fungsinya Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat dr.
Hasan Sadikin Bandung memiliki fungsi sebagai perencanaan dalam pengadaan
BMHP. Perencanaan BMHP itu sendiri meliputi pola konsumtif yang melakukan
perencanaan terhadap jenis BMHP aktif, jumlah pemakaian dan jumlah stock
perkiraan BMHP, pola perencanaan ini dilakukan dengan periode per tiga bulan
(pola konsumtif). Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan Sadikin
Bandung juga melakukan produksi sediaan farmasi melalui cara pengemasan
kembali, pengenceran dan pembuatan, proses produksi sediaan farmasi ini
dilakukan di bagian produksi yang berada di rumah sakit. Pengadaan BMHP
dilakukan dengan cara melakukan pembelian BMHP dari luar dengan
dibentuknya panitia pengadaan dimana IFRS sebagai salah satu anggotanya.
Sistem penyimpanan BMHP di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Hasan
Sadikin Bandung dilakukan di gudang. Sistem penyimpanan BMHP di gudang ini
dibagi menjadi dua jenis BMHP yang disimpan secara terpisah dengan maksud
untuk mempermudah dalam mengidentifikasi BMHP, jenis BMHP-nya itu sendiri
yaitu jenis BMHP rutin dan jenis BMHP Jamkesmas. Semua BMHP yang
disimpan di gudang disimpan secara terpisah menurut jenis dan sifatnya yaitu
sistem penyimpanannya terbagi menjadi 5 ruang antara lain : ruang penyimpanan
obat dan alat kesehatan, ruang X-ray Film beserta obat dan alat cucinya, ruang
bahan baku kimia dan Desinfektan, ruang bahan mudah terbakar, dan ruang alat
kesehatan dan inventaris.
81

Proses penyaluran BMHP atau perbekalan kesehatan dilakukan


menggunakan metode FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire date first
out) sistem ini adalah dimana barang yang masuk pertama kali kegudang atau
barang yang memiliki tanggal kadaluarsa lebih dekat maka pertama kali
dikeluarkan atau yang mendapat prioritas utama dikeluarkan terlebih dahulu.
BMHP yang telah disimpan di gudang farmasi selanjutnya didistribusikan
ke ternpat-tempat yang membutuhkan yaitu melalui bagian distribusi diantaranya
didistribusikan kerawat jalan, rawat tinggal, ruang penunjang dan depo-depo
farmasi. Sistem pendistribusian ini yaitu berdasarkan permintaan di ruang
perawatan atau depo-depo farmasi yang membutuhkan atau jika terjadi
kekosongan stock barang di ruangan atau depo farmasi maka akan dilakukan
permintaan barang ke gudang melalui bagian distribusi, selanjutnya di bagian
distribusi akan direkap setiap kali permintaan barang yang kemudian diserahkan
ke bagian gudang untuk dilakukan penyiapan permintaan barang, barang yang
telah disiapkan didistribusikan oleh bagian distribusi ke depo atau ruangan yang
melakukan permintaan BMHP. BMHP yang telah tersedia di depo atau ruangan
didistribusikan ke pasien berdasarkan sistem distribusi setiap ruangan atau depo
itu sendiri.
Sistem distribusi obat yang diterapkan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung oleh Sub lnstalasi Pelayanan Farmasi
dan Apotek adalah melalui sistem disfribusi obat persediaan di ruangan (floor
stock), unit dose dispensing (UDD), dan individual prescription (IP) atau
kombinasi ketiganya. Sistem disribusi obat persediaan di ruang merupakan
penyimpanan BMHP di ruangan dalam jumlah dan jenisnya terbatas dan biasanya
digunakan pada keadaan darurat, BMHP yang berada di ruangan umumnya
sifatnya life saving atau cito contohnya adalah lidokain, infus RL, dextrose, alat-
alat kesehatan seperti disposable syringe, abocath infus set, dan lain-lain. Sistem
distribusi obat resep individual adalah sistem distribusi obat yang semua
kebutuhannya melalui resep dokter atau disesuaikan dengan resep dokter,
sedangkan sistem distribusi obat unit dose adalah penyiapan obat penderita yang
dilakukan dalam satuan dosis untuk satu kali pemakaian yang diserahkan pada
82

waktu yang sesuai dengan instruksi dokter. Sistem distribusi obat unit dose ini
belum dapat diterapkan di seluruh area pelayanan farmasi, sistem distribusi ini
penerapannya masih terbatas dalam lingkup beberapa depo farmasi saja antara
lain depo farmasi ruang 11, depo farmasi ruang Mawar, depo farmasi ruang
Bougenvile, serta depo farmasi di gedung baru yang terdiri dari farmasi unit
darurat (EU2) dan depo farmasi ruang internis khusus (RIK) lantai 1, lantai 2,
lantai 3 dan lantai 4, HCU.
Instalasi Farmasi dr.Hasan Sadikin telah menerapkan pelayanan farmasi
klinik yaitu dengan memberikan pelayanan informasi obat kepada penderita,
pelayanan informasi obat ini berupa konseling yang diprioritaskan untuk penderita
yang mendapatkan obat lebih dari tiga jenis dan kepada penderita yang
memerlukan kepatuhan dalam meminum obatnya untuk mengontrol penyakitnya
seperti penderita hipertensi, gagal ginjal, penyakit hati, diabetes, penyakit TBC
dan penyakit lainnya. Konseling juga diberikan pada penderita lansia yang
dilakukan setiap hari selasa dan kamis. Setiap pemberian konseling dilakukan di
ruangan khusus.
Namun, karena keterbatasan sumber daya manusia, pelayanan KIE ini
tidak dapat dilaksanakan terhadap semua pasien di RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung. Untuk lebih mengefektifkan pelayanan KIE tersebut, ada baiknya
dilakukan penambahan SDM berkualitas dan berpengalaman sehingga layanan
dengan orientasi pasien dapoat terus ditingkatkan. Prioritas pemberian KIE
diberikan pada pasien:
1. Geriatrik
2. Pediatrik
3. Pasien dengan polifarmasi
4. Pasien dengan banyak resep dokter
5. Pasien dengan penyakit ginjal
6. Pasien dengan penyakit hati
7. Pasien diabetes
8. Pasien dengan penggunaan obat terapi sempit
9. Pasien yang memerlukan terapi khusus, misalnya kemoterapi
83

10. Pasien akan pulang

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan, Instalasi Farmasi Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin
Bandung telah melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian yang meliputi:
1. Pelayanan farmasi produk
84

a. Perencanaan Barang Medik Habis Pakai (BMHP)


b. Produksi sediaan farmasi
c. Penyimpanan/gudang BMHP
d. Distribusi BMHP. Sistem distribusi BMHP di RSHS terdiri atas
sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock), sistem resep
individual (individual prescription), dan sistem pelayanan unit dosis
(unit dose dispensing).
2. Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi produk telah dilakukan melalui seluruh depo farmasi
yang ada di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung sehingga
memudahkan pengguna sarana dan prasarana kesehatan untuk
mendapatkan fasilitas kefarmasian. Sedangkan farmasi klinik
dilaksanakan di sebagian besar depo farmasi, namun penerapannya
belum optimal.

4.2 Saran
Dari hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Dr. Hasan
Sadikin Bandung, maka disarankan:
1. Untuk meningkatkan pelayanan yang bermutu dan terjangkau,
sebaiknya penerapan formularium dan kebijakan lain tentang obat lebih
ditingkatkan.
2. Untuk meningkatkan mutu pelayanan, disarankan adanya
peningkatan sumber daya manusia baik apoteker maupun asisten apoteker di
beberapa depo untuk meningkatkan efisiensi kerja dan peningkatan
produktivitas. Perlunya perbaikan dan perluasan sarana fisik dari depo farmasi
terutama di gedung lama untuk mengotimalkan pelayanan.
3. Untuk meningkatkan pelayanan farmasi klinik disarankan agar
menyediakan pelayanan farmasi klinik di unit-unit yang lain yang saat ini
belum terjangkau dan penetapan jadwal visite/kunjungan ke ruangan pasien
baik dilakukan oleh apoteker sendiri atau bersama-sama dengan dokter.
85

4. Untuk mendukung kecepatan dan kelancaran pelayanan farmasi


klinik diperlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan yang menangani
perawatan penderita, khususnya dokter dan perawat dalam hal penyediaan
data dan dokumen yang lengkap dan akurat tentang pemberian obat kepada
penderita.
5. Untuk memahami peran apoteker di instalasi farmasi rumah sakit,
perlu diamati lebih jauh mengenai peran apoteker dalam Panitia Farmasi
Terapi, Panitia Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit, serta partisipasi apoteker
lainnya dalam program rumah sakit. Selain itu, untuk meningkatkan peran
apoteker di rumah sakit dr. Hasan Sadikin Bandung, aplikasi kepedulian
farmasi melalui pelayanan farmasi klinik perlu ditingkatkan di seluruh depo
farmasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Siregar, Charles, J.P. Farmasi Rumah Sakit


Teori & Penerapan. EGC. Jakarta. 2003.

2. Siregar, Charles, J.P. Farmasi Klinik Teori & Penerapan. EGC. Jakarta.
2003.

3. Humas dan Protokoler Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. 80
Tahun Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. Bakti Husada.
Bandung. 2003.
86

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Organisasi


Dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung.
No. B/2643/M.PAN/12/2005. 26 Desember 2005.

5. Saragi, Sahat. Drug Related Problems. Panduan dan Materi PKPA di


Apotek Kimia Farma. Jakarta. 2008.

6. Adhi, Djuanda. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 8. 2008/2009.


PT. Info Master. 2008.

7. Tan. T dan Rahardja Kirana. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan


Efek-efek Sampingnya. Edisi ke V. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
2002.

8. Mycek, Mary J. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Widya Medika.


Jakarta. 1995.

9. Sukandar Y Elin Prof Dr, dkk. ISO Farmakoterapi. Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia. Jakarta. 2008.

10. Tjay Tan Hoan Drs, Rahardja K Drs. Obat-obat Penting. PT. Gramedia.
Jakarta. 2003.

11. Rubenstein David, dkk. Kedokteran Klinis Edisi keenam. Erlangga.


Jakarta. 2007.

You might also like