You are on page 1of 11

ASUHAN KEPERAWATAN MIOMA UTERI

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal adalah denga menurunkan Angka Kematian Ibu
(AKI). Mortalitas dan Mobiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah di negara berkembang. Kebutuhan
reproduksi pria dan wanita sangat vital bagi pembangunan sosial dan pengembangan SDM. Pelayanan kesehatan
tersebut dinyatakan sebagai bagian integral dan pelayanan dasar yang akan terjangkau seluruh masyarakat
(Saifuddin, 2002).
Salahs atu penyakit sistem reproduksi wanita sejenis tumor yang paling sering ditemukan adalah mioma uteri.
Mioma Uteri adalah Neo Plasma jinak berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga
dalam kepustakaan dikenal jiga istilah Fibronoma, leimioma ataupoun Fibrid (Saiufuddin, 1999).
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita
yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche.
Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia, mioma uteri ditemukan
2.39% – 11.7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Saifuddin, 1999).
Bila mioma uteri bertambah besar pada masa post menopause harus dipikirkan kemungkinan terjadinya degenerasi
maligna (sarcoma) (Sastrawinata, 1988).
Dengan pertumbuhan mioma dapat mencapai berat lebih dari 5 kg. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita
berumur 20 tahun, paling banyak berumur 35 – 45 tahun (25%). Pertumbuhan mioma diperkirakan memerlukan
waktu 3 tahun agar dapat mencapai ukuran sebesar tinja, akan tetapi beberapa kasus ternyata tumbuh cepat.
Mioma uteri ini lebih sering didapati pada wanita nulipara atau yang kurang subur (Saifuddin, 1999).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu dengan gangguan kesehatan reproduksi yaitu mioma
uteri.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan mioma uteri.
1.2.2.2 Mahasiswa mampu melakukan analisa data pada ibu dengan mioma uteri.
1.2.2.3 Mahasiswa mampu membuat perencanaan tindakan pada ibu dengan mioma uteri.
1.2.2.4 Mahasiswa mampu melakukan rencana rencana yang telah disusun pada ibu dengan mioma uteri.
1.2.2.5 Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan kepada ibu dengan mioma uteri.
1.2.2.6 Mahasiswa mampu mendekomentasi Asuhan Kebidanan pada ibu dengan mioma uteri.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Mioma Uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan berbagai komposisi jaringan ikat. Nama lain : Leimioma Uteri
dan Fibroma Uteri (Manuaba, 2001).
Mioma uteri adalah Neoplasma jinak berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga
dalam kepustakaan dikenal juga istilah Fibromioma, Leimioma ataupun Fibroid (Saifuddin, 1999).
2.1.1 Penyebab
Etiologi belum jelas tetapi asalnya disangka dan sel-sel otot yang belum matang.
2.1.1.1 Faktor-faktor yang berpengaruh
1. Tak pernah dijumpai sebelum menarche
2. Atropi setelah menopause
3. Cepat membesar saat hamil
4. Sebagian besar masa reproduksi
(Manuaba, 2001)
2.1.1.2 Nulipara
2.1.1.3 Keturunan
(Saifuddin, 1999)
2.1.2 Jenis-jenis Mioma Uteri
2.1.2.1 Mioma Submokosum
5%. Berada di bawah endometrium dan menonjol kedalam± Angka kejadian rongga uterus. Paling sering
menyebabkan perdarahan yang banyak, sehingga memerlukan histerektomi walaupun ukurannya kecil. Adanya
mioma submukosa dapat dirasakan sebagai suatu “Curet Bump” (benjolan waktu kuret). Kemungkinan terjadinya
degenerasi sarkoma juga lebih besar pada jenis ini. Sering mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjol
melalui vagina, disebut sebagai mioma submukosa bertungkai yang dapat menimbulkan “Myomgeburt” sering
mengalami nekrose atau ulserasi (Sastrawinata, 1988).
2.1.2.2 Mioma Intramural
Mioma terdapat didinding uterus diantara serabut miometrium. Kalau besar atau multiple dapat menyebabkan
pembesaran uterus dan berbenjol-benjol (Sastrawinata, 1988).
(Saifuddin, 1999).
2.1.2.3 Mioma Subserosum
Letaknya di bawah tunika serosa, kadang-kadang vena yang ada dipermukaan pecah dan menyebabkan
perdarahan intra abdominal. Dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi Mioma Intra
Ligamenter. Dapat tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligametrium atau omentum dan kemudian
membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut Wedering/Parasitik Fibroid. Mioma subserosa yang bertangkan
dapat menimbulkan torsi (Saifuddin, 1999).
2.1.3 Perubahan Sekunder Mioma
2.1.3.1 Atrofi
Setelah menopause ataupunb sesudah mioma uteri menjadi kecil.
2.1.3.2 Degenerasi Hialin
Sering terjadi pada penderita usia lanjut. Tumor kehilangan struktu aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi
sebagian besar atau hanya sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari
kelompok lainnya.
Jaringan ikat bertambah, berwarna putih keras, disebut juga sebagian mioma uteri.
2.1.3.3 Degenerasi Kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-
ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan
lime sehingga menyerupai Limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista
ovarium atau suatu kehamilan.
2.1.3.4 Degenerasi Membaku (Cakireus Degeneration)
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut. Oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya
pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto
rontgen. Terdapat timbunan kalsium pada mioma uteri padat dan keras berwarna putih.
2.1.3.5 Degenerasi Merah (Caineous Degeneration)
Biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu nekrosis sub akut sebagai
gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah
disebabkan oleh pigmen hemosiserin dan hemofifusi. Degenrasi merah nampak khas apabila terjadi kehamilan
muda diserta emisis, haus, sedikit demam, kesakitan tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
1. Estrogen merangsang tumbuh kembang mioma.
2. Aliran darah tidak seimbang
3. Edema sekitar tungkai
4. Tekanan hamil
2.1.3.6 Degenarasi Lemak
Jarang terjadi merupakan kelanjutan degenerasi hialin. Pada kasus-kasus lain mungkin disebabkan karena
tumornya merupakan variasi campuran.
2.1.3.7 Degenerasi Sarcomateus
Jarang terjadi.
2.1.3.8 Infeksi dan Suppurasi
Banyak terjadi pada jenis submukosa oleh karrena adanya Ulcerasi.
2.1.3.9 Terjadi kekurangan darah menimbulkan
1. Nekrosis
2. Pembentukan Trombus
3. Bendungan darah dalam mioma
4. Warna merah hemosiderin/hemofuksin
(Manuaba, 2001)
2.1.4 Tanda dan Gejala
2.1.4.1 Faktor yang menimbulkan gejala klinik
1. Besarnya mioma uteri
2. Lokasi mioma uteri
3. Perubahan pada mioma uteri (Manuaba, 2001).
2.1.4.2 Perdarahan Abnormal
1. Hipermenore
2. Menorargia
3. Metrorargia
4. Menometrorargia
Yang sering menyebabkan perdarahan adalah jenis submukosa sebagai akibat pecahnya pembuluh darah.
Perdarahan oleh mioma dapat menimbulkan amenia yang berat.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan antara lain :
1. Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia Endometrium sampai Adeno Karsinoma Endometrim.
2. Permukaan Endometrium yang lebih luas dari biasa
3. Atrofi Endometrium diatas Mioma Nibmukosur
4. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium,
sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik (Saifuddin, 1999).
2.1.4.3 Nyeri
Timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang diserta nekrosis setempat dan peradangan.
1. Torsi bertungkai
2. Infeksi pada mioma
2.1.4.4 Gejala dan Tanda Penekanan
Gejala ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri :
1. Pada uretra menyebabkan retensio urin
2. Pada pembuluh darah dan limfe dipinggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
2.1.4.5 Infertilitas dan Abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis submukosum juga
memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus.
2.1.4.6 Gejala-gejala Skunder
1. Anemia
2. Lemah
3. Pusing-pusing
4. Sesak nafas
5. Fibroid Heat, sejenis degenerasi myocard, yang dulu disangka berhubungan dengan adanya mioma uteri.
Sekarang anggapan ini disangkal.
6. Erytbaru Cytosis pada mioma yang besar.
2.1.5 Komplikasi
2.1.5.1 Degenerasi Ganas
Leimioma sarkoma 0.32 – 0.6% dan seluruh mioma merupakan 50 – 57% dari semua sarkoma uterus. Keganasan
umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologik uterus yang telah diangkat.
2.1.5.2 Tasi (Putaran Tungkai)
Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
2.1.5.3 Nekrosis dan Infeksi
Terjadi karena gangguan sirkulasi darah padanya.
2.1.6 Mioma Uteri dan Kehamilan
Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya menyebabkan infertilitas. Risiko abortus berpengaruh
karena distorsi rongga uterus, khususnya pada mioma submukosa, letak janin menghalangi kemajuan persalinan
karena letaknya pada servik uterus menyebabklan inersia maupun atonia uterus, sehingga menyebabkan
perdarahan pada persalinan plasenta sukar lepas dari dasarnya dan mengganggu proses involusi dalam nifas.
2.1.7 Dasar Diagnosis
2.1.7.1 Gejala Klinik
1. Infertilisasi
2. Perdarahan abnormal
3. Gejala pendesakan abnomen bagian bawah
2.1.7.2 Pemeriksaan Ginekologis
1. Dijumpai kebetulan karena tanpa gejala
2. Hasil pemeriksaan dalam diikuti > 10 cm/USG
(Manuaba, 2001).
2.1.8 Penanganan
2.1.8.1 55% dan semua mioma tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun, terutama bila :
1. Tanpa keluhan
2. Menjelang menopause
3. Besar mioma < 12 minggu kehamilan
Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3 – 6 bulan. Apabila terlihat adanya suatu
perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat dan dapat dilakukan tindakan segera.
2.1.8.2 Dalam decade terakhir ini ada usaha mengobati mioma uterus dengan Gurh Agonis (Gurha) selama 16
minggu
2.1.8.3 Pengobatan Operatif
1. Miometomi (Enukliasi Mioma)
Adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus.
2. Histerektomi
Adalah pengangkatan uterus yang umumnya merupakan tindakan terpilih.
2.1.8.4 Keadaan khusus tidak operasi/menjelang menopause
1. Radiasi
2. Pasangan radium
3. Hormonal anti estrogen/Tapro 5 (Saifuddin, 1999)
2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Ibu dengan Mioma Uteri
2.2.1 Pengkajian Data Subyektif
2.2.1.1 Identitas
Nama, umur, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, no. register, no. telepon.
2.2.1.2 Anamnesa
Tanggal dan jam dilakukan anamnesa
2.2.1.3 Status Perkawinan
Kawin/tidak, usia pertama kali menikah, lamanya menikah, berapa kali menikah.
2.2.1.4 Keluhan Utama
Ibu biasanya mengeluh adanya perdarahan yang abnormal : hipermenore, menorargia, metrorargia,
menometorargia. Mengeluh nyeri pada perut, retensio ufing, poli uri, edema pada tungkai dan pusing.
2.2.1.5 Riwayat Menstruasi
1. Menarche
2. Siklus : tidak teratur
3. 7 – 8 hari± Lamanya haid :
4. 3 – 4 pembalut/hari± Banyaknya :
5. Warna darah : merah kehitaman kadang bergumpal
6. Dismenore : ya, pada saat sebelum, selama maupun setelah haid
7. Flor albus : kadang-kadang terdapat flour albus
8. HPHT
2.2.1.6 Riwayat Obstetris
No. Kehamilan Persalinan Nifas Anak KB Ket.
Suami UK Penyu
lit Jenis Peno
long Penyu
lit Jenis BB/PB H M Laktasi
2.2.1.7 Riwayat Kesehatan Klien
Jantung, DM, TBC, Hepatitis, Ginjal, Asma, (tidak ada). Biasanya mengalami gangguan dalam siklus haid seperti
Hipermenore, Menorargia, Metrorargia, Menometrorargia.
2.2.1.8 Riwayat Kesehatan Keluarga
Jantung, DM, TBC, Hepatitis, Ginjal, Asma, (tidak ada). Biasanya dalam keluarga terdapat salah satu anggota
keluarga yang menderita sakit yang sama seperti tumor.
2.2.1.9 Pola Aktivitas Sehari-hari
Pola nutrisi, pola eliminasi : nyeri pada saat BAK, poli uri, retensi urine, pola istirahat : pola aktivitas, pola spritual,
pola hubungan seksual.
2.2.2 Data Obyektif
2.2.2.1 Keadaan Umum
2.2.2.2 Kesadaran
2.2.2.3 Tanda-tanda Vital
Tekanan darah, nadi, suhu, berat badan, tinggi badan
2.2.2.4 Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan muka : tidak ada masalah
2. Mata : kalau perdarahan banyak biasanya konjungtiva pucat, sklera putih.
3. Telinga : tidak terdapat masalah
4. Hidung : tidak terdapat masalah
5. Mulut dan Gigi : tidak terdapat masalah
6. Leher : tidak terdapat masalah
7. Dada : biasanya terdapat sesak nafas karena pembesaran mioma menekan diafragma
8. Abdomen : terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah, teraba massa pada uterus
9. Genetalia : adanya keluaran darah
10. Anus : timbul rasa sakit saat defekasi
11. Ekstremitas : atas : kadang terdapat oedem
bawah : kadang terdapat edema tungkai
2.2.2.5 Pemeriksaan Dalam
Teraba massa pada uterus dan terdapat nyeri tekan.
2.2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. USG
2. Biopsi
3. Hb
2.2.3 Assement
2.2.3.1 Diagnosa
Mioma uteri.
2.2.4 Planning
1. Mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun terutama bila :
2. Penggunaan Gurt Agonis (Gurha) selama 16 minggu
3. Miomektomi
4. Histerektomi
5. Radiasi
6. Pasangan radium
7. Hormonal anti estrogen/Tapros
.1 Status Perkawinan
Kawin : ya
Berapa lama : 23 tahun
Usia perkawinan : 19 tahun
Berapa kali menikah : 1 kali
3.1.2.2 Keluhan Utama
Ibu merasa nyeri di perut sejak 8 tahun yang lalu.
3.1.2.3 Riwayat Menstruasi
1. Menarche : 13 tahun
2. Siklus : 28 hari
3. Lamanya : 5 hari
4. Banyaknya : 3 x/sehari
5. Warna darah : merah
6. Sifat darah : encer
7. Dismenore : ya
8. Teratur/tidak : tidak teratur
9. Flour albus : tidak
10. HPHT : 09 Oktober 2006
3.1.2.4 Riwayat Obstetri
No. Kehamilan Persalinan Nifas Anak KB Ket.
Suami UK Penyu
lit Jenis Peno
long Penyu
lit Jenis BB/PB H M Laktasi
3.1.2.5 Riwayat Kesehatan Klien
1. Jantung : tidak ada
2. Hepatitis : tidak ada
3. Hipertensi : tidak ada
4. Gangguan siklus haid : tidak ada
5. DM : tidak ada
6. TBC : tidak ada
7. Asma : tidak ada
8. Tumor : tidak ada
9. Kanker : tidak ada
3.1.2.6 Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Jantung : tidak ada
2. Tumor : tidak ada
3. Kanker : tidak ada
4. Gangguan siklus haid : tidak ada
5. DM : tidak ada
6. Hepatitis : tidak ada
7. Hipertensi : tidak ada
8. TBC : tidak ada
9. Lain-lain : tidak ada
3.1.2.7 Pola Aktivitas sehari-hari
1. Pola Nutrisi
Ibu makannya baik. Sehari makan 3 – 4 x/hari dengan menu biasa terdiri nasi, sayur, tahu, tempe. Minum air putih
2. Pola Eliminasi
Ibu bilang kalau BAK sering dan BAB sulit, tidak terasa sakit
3. Pola Istirahat
Ibu tidak bekerja sehingga punya waktu istirahat, tidur siang 1 – 2 jam, tidur malam 5 – 6 jam.
4. Pola Aktivitas
Ibu tidak bekerja, ibu dirumah mencuci, memasak, menyapu, dll.
5. Pola Spiritual
Ibu beragama Islam.
6. Pola Hubungan Seksual
Tidak ada gangguan dalam hubungan seksual, 1 minggu 2 – 3 kali.
3.2 Data Obyektif
3.2.1 Keadaan Umum : Baik
3.2.2 Kesadaran
3.2.3 Tanda-tanda Vital :
1. Tekanan darah : 160/100 mmHg
2. Nadi : 92 x/menit
3. Suhu : 37oC
4. Pernafasan : 22 x/menit
5. TB : 158 cm
6. BB : 45 kg
3.2.4 Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan mulut: Muka tidak pucat, kepala bersih rambut tidak rontok.
2. mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih
3. Telinga : Skret tidak ada
4. Hidung : Skret tidak ada, polip tidaka da
5. Mulut dan gigi : Sariawan tidak ada, karies tidak ada
6. Leher : Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, pemebsaran vena jugularis tidak ada.
7. Dada : Bentuk simetris, tidak ada sesak, tidak ada kelainan
8. Abdomen : Teraba massa dan terdapat nyeri tekan, pembesaran TFU sesuai usia 20 minggu.
9. Genetalia : Tidak ada keputihan, tidak ada perdarahan, vulva bersih
10. Anus : Tidak ada hemoroid
11. Ektremitas : atas : tidak ada oedem
bawah : tidak ada oedem, tidak ada varises
3.2.5 Pemeriksaan Dalam
Tanggal : 19 Januari 2006
Jam : 11.30 WIB
Oleh : Mahasiswa dan Pembimbing Praktek…….
Hasil : usia 20 minggu± Teraba massa di uterus. Besar uterus
Fluxus : tidak ada
Flour : tidak ada
3.2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. USG
2. Biopsi
3. Hb
3.3 Assesment
3.3.1 Diagnosa : Mioma uteri
3.3.2 Masalah : Tidak ada
3.3.3 Diagnosa potensial : Tidak ada
3.4 Perencanaan
3.4.1 Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu
Rasional : Agar ibu mengetahui kondisi kesehatannya.
Evaluasi : Ibu mengetahui bahwa dirinya menderita tumor kandungan.
3.4.2 Menganjurkan ibu melakukan USG
Rasional : Untuk mengetahui besarnya tumor dan tingkat keganasan tumor.
Evaluasi : Ibu mau melakukan USG
3.4.3 Memberikan KIE pada ibu
1. Bersabar dalam menghadapi sakit
2. Mengurus JPS untuk meringankan biaya
3. Memberi keyakinan dan support bahwa sakitnya bisa sembuh
4. Menjaga nutrisi tetap baik
5. Menjaga kondisi tubuh tetap sehat
6. Mengurangi aktivitas
Rasional : Agar ibu sabar dan siap menghadapi sakit dan kondisi ibu tetap fit sampai pengobatan selanjutnya.
Evaluasi : Ibu mengerti dan mau mengikuti anjuran petugas
3.4.4 Dianjurkan ibu untuk kontrol besok pagi sambil membawa hasil USG
BAB 4
SIMPULAN
Dari uraian tentang masalah penerapan manajemen kebidanan dalam memberikan asuhan kebidanan, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
Dalam melakukan pengkajian diperlukan komunikasi yang baik dan dapat membangun hubungan saling percaya
antar klien dengan bidan.
Dalam menganalisa data dengan cermat maka dapat dibuat diagnosa, masalah, dan kebutuhan klien yang sesuai.
Dalam menyusun rencana tindakan asuhan tidak mengalami kesulitan jika ada kerja sama yang baik dengan klien.
Pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan prioritas masalah danb disadarkan pada perencanaan tindakan yang
disusun.
Hasil evaluasi dan kegiatan yang telah dilaksanakan merupakan penilaian tentang keberhasilan asuhan kebidanan
dan pelaksanaan diagnosa.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta. EGC.
Mochtar Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
Prayetni, 1996. Asuhan Kebidanan pada Ibu dengan Gangguan Sistem Reproduksi. Jakarta. Pusdiknakes : Depkes
RI.
Saifuddin, AB. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, AB. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
ASKEP BATU URETER
1. Pengertian
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter (Sue Hinchliff, 1999 Hal 451).
Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke
kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian
berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan
menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang
didahului oleh serangan kolik. (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
2.Etiologi
Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih
oleh mikroorganisme berdaya membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis
papil) dan multifaktor (www.detikhealth.com/konsultasi/ urologi/html, 07 Oktober 2003 Jam 09.00).
Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas
teori mana yang paling benar.
Beberapa teori pembentukan batu adalah :
a.Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam
larutan yang kelewat jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk
batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.
b.Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat
diendapkannya kristal-kristal batu.
c.Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat,
mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan
terbentuknya batu di dalam saluran kemih.
(Basuki, 2000 hal. 63).
3. Insiden
penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di negara kita. Angka kejadian
penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-
buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya
pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.
Di Amerika Serikat 5 – 10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1 –
12 % penduduk menderita batu saluran kemih (Basuki, 2000 Hal. 62).
4. Patofisiologi
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan
xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat
biasanya juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan
kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat amonium magnesium
didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali
karena pemecahan ureum. Batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk
karena pH urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas. Faktor predisposisi berupa stasis,
infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk
lingkaran setan atau sirkulus visiosus.
Jaringan abnormal atau mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti
batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
5. Manifestasi Klinis
Gerakan pristaltik ureter mencoba mendorong batu ke distal, sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan
dirasakan sebagai nyeri hebat (kolik). Nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah,
daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan.
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing.
Batu yang ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang lebih besar seringkali
tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan (periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronik
berupa hidroureter/hidronefrosis (Basuki, 2000 Hal 69).
6. Tes Diagnostik
a.Air kemih
1)Mikroskopik endapan
2)Biakan
3)Sensitivitas kuman
b.Faal ginjal
1)Ureum
2)Kreatinin
3)Elektrolit
c.Foto polos perut (90% batu kemih radiopak)
d.Foto pielogram intravena (adanya efek obstruksi)
e.Ultrasonografi ginjal (hidronefrosis)
f.Foto kontras spesial
1)Retrograd
2)Perkutan
g.Analisis biokimia batu
h.Pemeriksaan kelainan metabolik
7. Penatalaksanaan Medik
a.Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan
bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya
dapat mendorong batu keluar.
b.ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat
memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu
dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
c.Endourologi
1). PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu.
2). Litotripsi : memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam
buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
3). Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter
atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem
pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.
4). Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan keranjang Dormia.
d.Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai
untuk mengambil batu ureter.
e.Bedah terbuka :
1). Pielolitotomi atau nefrolitotomi : mengambil batu di saluran ginjal
2). Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter.
3). Vesikolitotomi : mengambil batu di vesica urinaria
4). Ureterolitotomi : mengambil batu di uretra.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah suatu sistem perencanaan pelayanan asuhan keperawatan yang terdiri dari 5 (lima) tahap
(Doenges, 1998 Hal. 2), yaitu :
1.Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien secara sistematis.
Pengkajian keperawatan pada ureterolithiasis tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doenges, 1999
Hal 672).
a.Aktivitas / istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas
/ mobilitas sehubungan kondisi sebelumnya.
b. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit hangat dan kemerahan, pucat.
c. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi vesica urinaria, rasa terbakar, dorongan
berkemih, diare.
Tanda : oliguria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkemih
d. Makanan / cairan
Gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat / fosfat, ketidakcukupan intake
cairan
Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tidak ada bising usus , muntah
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat,
tidak hilang dengan perubahan posisi atau tindakan lain
Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen
f. Keamanan
Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil
g. Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK, paratiroidisme, hipertensi, pengguna antibiotik,
antihipertensi, natrium bikarbonat, allopurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin
h. Pemeriksaan diagnostik
Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey biokimia, foto Rontgen, IVP, sistoureteroskopi, scan CT, USG
2. Diagnosa Keperawatan
Dari data-data yang didapatkan pada pengkajian, disusunlah diagnosa keperawatan. Adapun diagnosa keperawatan
yang umum timbul pada batu saluran kemih adalah (Doenges, 1999 Hal 672)
a.Nyeri (akut), berhubungan dengan trauma jaringan
b.Perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi mekanik
c.Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca obstruksi
i.Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
3.Intervensi
Dari diagnosa yang telah disusun berdasarkan data dari pengkajian, maka langkah selanjutnya adalah menyusun
intervensi.
a.Nyeri (akut), berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
1). Catat lokasi nyeri, lamanya intensitas, dan penyebaran
Rasional : membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan pergerakan kalkulus.
2). Jelaskan penyebab nyeri
Rasional : memberi kesempatan untuk pemberian analgetik dan membantu meningkatkan koping klien.
3). Lakukan tindakan nyaman
Rasional : meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot, dan meningkatkan koping.
4). Bantu dengan ambulasi sesuai indikasi
Rasional : mencegah stasis urine
5). Kolaborasi : pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : mengurangi keluhan
b.Perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi mekanik
Tujuan : Mempertahankan fungsi ginjal adekuat
Intervensi :
1). Awasi pemasukan dan pengeluaran dan karakteristik urine
Rasional : memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi.
2). Tetapkan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi
Rasional : kalkulus dapat menyebabkan eksibilitas saraf, sehingga menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih
segera.
3). Dorong peningkatan intake cairan
Rasional : peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah, dan dapat membantu lewatnya batu
4). Periksan semua urine, catat adanya batu
Rasional : penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe dan jenis batu untuk pilihan terapi.
5). Selidiki keluhan kandung kemih penuh
Rasional : Retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan
6). Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium
Rasional : hal ini mengindikasikan fungsi ginjal
c.Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca obstruksi
Tujuan : Mencegah komplikasi
Intervensi :
1). Awasi pemasukan dan pengeluaran
Rasional : membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya kerusakan ginjal
2). Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter / hari dalam toleransi jantung
Rasional : mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis tindakan “mencuci” yang dapat membilas batu
keluar.
3). Observasi tanda-tanda vital
Rasional : indikasi hidrasi / volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
4). Kolaborasi : awasi Hb. / Ht., elektrolit
Rasional : mengkaji hidrasi dan keefektifan / kebutuhan intervensi
d.Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
Tujuan : Memberikan informasi tentang proses penyakitnya / prognosis dan kebutuhan pengobatan
Intervensi :
1). Kaji ulang proses penyakit
Rasional : memberikan pengetahuan dasar di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
2). Tekankan pentingnya peningkatan masukan cairan
Rasional : pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan pembentukan batu
3). Kaji ulang program diet
Rasional : diet tergantung tipe batu
4.Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan tahap ke ekmpat dari proses keperawatan dimana rencana perawatan
dilaksanakan. Pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas – aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan pasien.
Agar implementasi perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas
perawatan pasien kemudian bila telah dilaksanakan memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi
dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya (Doenges, 1998 Hal 105).
5.Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan pelayanan asuhan keperawatan yang telah dilakukan. Dalam
tahap ini, akan terlihat apakah tujuan yang telah disusun tercapai atau tidak.
Pada penderita dengan ureterolithiasis, hasil evaluasi yang diharapkan meliputi :
a.Nyeri hilang / terkontrol
b.Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
c.Komplikasi dicegah / minimal
d.Proses penyakit / prognosis dan program terapi dipahami

BATU URETER

LATAR BELAKANG: Batu ureter umumnya terbentuk di dlm sistem kalik ginjal yg turun ke ureter। Tdpt 3
penyempitan sedpanjang ureter yg biasanya menjadi tempat berhentinya batu: 1। ureteropelvic junction (UPJ), 2।
persilangan dengan A/V iliaca dan 3। muara ureter di bulu (ureterovesical junction)। Komposisi batu ureter sama
dg komposisi BSK pada umumnya। Beberapa faktor yg berpengaruh dalam penanganan batu ureter antara lain:
letak batu, ukuran batu, adanya komplikasi (obstruksi, infeksi, gangguan fungsi ginjal)।
Dulu sebelum alat2 minimal invasif berkembang unt penanganan batu ureter maka ureter bibagi 3 bag yaitu: ureter
proximal dari UPJ sampai bag atas sakrum, ureter tengah dari bag atas sakum sampai pelvic brim dan ureter bwh
dari pelvic brim sampai muara ureter.
Dengan berkembangnya terapi minimal invasif maka saat inin unt keperluan alternatif terapi maka dibagi 2 saja
yaitu ureter proximal y.i. di atas pelvic brim dan ureter distal di bwh pelvic brim. Batu ukuran < 4 mm biasanya
cukup kecil unt keluar spontan. Batu dengan komposisi tertentu mempunyai derajad kekerasan tertentu pula shg
menentukan alternatif terapi yg akan diterapkan. Batu Ca oxalat monohidrat dan batu cystin adalah batu yg keras,
sedang batu Ca oxalat dihidrat adalah batu yg rapuh dan mudah pecah.
Komplikasi infeksi dan obstruksi menjadi pertimbangan dlm penanganan batu ureter, baik pertimbangan waktu
maupun jenis tindakan yg akan dikerjakan.

Secara garis besar terdpt bbrp cara penanganan batu ureter yaitu: observasi, SWL, URS, PNL, dan bedah terbuka.
Tindakan yg jarang dilakukan: lapartoskopi dan blind basketing.
Terapi konservatif: ukuran batu < 5 mm, keluhan ringan, tidak ada obstruksi dan infeksi. Dilakukan dengan; 1.
minum dengan diuresis 2 lt/hr. 2. alpha blocker. 3. NSAID. Batas lama terapi 6 minggu. Kondisi lain yg tidak boleh
dilakukan terapi konservatif adalah: ginjal tunggal, transplan, fungsi menurun.

Shock wave lithotripsy (SWL) :


> banyak digunakan
> prinsip ; memecah batu dg gelombang kejut shg
tjd serpihan batu kecil2 shg mudah dikeluarkan.
> komplikasi hampir tidak didtkan.
> keterbatasan alat: pada batu yg kertas perlu pe
nganan berulang, kesulitan pada pasen gemuk
> perlu dipertimbangkan pemakaian pada wanita mu
da dan anak2.
• Ureteroskopi : dikembangkan sejak th 1980 . Batu ureter dpt langsung diekstraksi dg tuntunan URS.
Keterbatasannya tdk bisa untuk batu yg besar.
• Percutaneus lithotripsy (PNL). Prinsip kerja: membuat akses ke calic atau pyelum scr percutan. Dari akses
tsb dimasukkan nefroskop. Batu diambil scr utuh atau dipecah dl.
• Bedah terbuka: di rs besar cara ini sudah jarang dilakukan. Biasanya dilakukan pada kelainan anatomi atau
pada ukuran batu yag besar.
• Pemasangan stenting : bukan pilihan terapi utama, penting sbg tindakan tambahan pd terapi batu ureter pd
pasen sepsis.

You might also like