You are on page 1of 10

EKONOMI DI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Sejarah Indonesia Mutakhir

Dosen Pengampu : Drs. Djono, M.Pd

Disusun Oleh :

Mukhlis Prasetya

K4406005

PROGRAM STUDI SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009
KONDISI EKONOMI INDONESIA PADA AWAL MASA
ORDE BARU

Di awal Orde Baru, Suharto berusaha keras membenahi ekonomi


Indonesia yang terpuruk, dan berhasil untuk beberapa lama. Kondisi ekonomi
Indonesia ketika Pak Harto pertama memerintah adalah keadaan ekonomi dengan
inflasi sangat tinggi, 650% setahun," kata Emil Salim, mantan menteri pada
pemerintahan Suharto.
Orang yang dulu dikenal sebagai salah seorang Emil Salim penasehat
ekonomi presiden menambahkan langkah pertama yang diambil Suharto, yang
bisa dikatakan berhasil, adalah mengendalikan inflasi dari 650% menjadi di
bawah 15% dalam waktu hanya dua tahun. Untuk menekan inflasi yang begitu
tinggi, Suharto membuat kebijakan yang berbeda jauh dengan kebijakan Sukarno,
pendahulunya. Ini dia lakukan dengan menertibkan anggaran, menertibkan sektor
perbankan, mengembalikan ekonomi pasar, memperhatikan sektor ekonomi, dan
merangkul negara-negara barat untuk menarik modal.
Setelah itu di keluarkan ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang
Pembaruan Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan. Lalu Kabinet
AMPERA membuat kebijakan mengacu pada Tap MPRS tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan, seperti :
a. Rendahnya penerimaan Negara
b. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
c. Terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
d. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri penggunaan devisa bagi
impor yang sering kurang berorientasi pada kebutuhan prasarana.
2. Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
3. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil.
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh
cara:
a. Mengadakan operasi pajak
b. Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan
dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.

Menurut Emil Salim, Suharto menerapkan cara militer dalam menangani


masalah ekonomi yang dihadapi Indonesia, yaitu dengan mencanangkan sasaran
yang tegas. Pemerintah lalu melakukan Pola Umum Pembangunan Jangka
Panjang (25-30 tahun) dilakukan secara periodik lima tahunan yang disebut
Pelita(Pembangunan Lima Tahun) yang dengan melibatkan para teknokrat dari
Universitas Indonesia, dia berhasil memperoleh pinjaman dari negara-negara
Barat dan lembaga keuangan seperti IMF dan Bank Dunia.
Liberalisasi perdagangan dan investasi kemudian dibuka selebarnya. Inilah
yang sejak awal dipertanyakan oleh Kwik Kian Gie, yang menilai kebijakan
ekonomi Suharto membuat Indonesia terikat pada kekuatan modal asing.

Pelita berlangsung dari Pelita I-Pelita VI.


1. Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang
menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.

• Tujuan Pelita I :
Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap
berikutnya.

• Sasaran Pelita I :
Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
• Titik Berat Pelita I :
Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan
bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih
hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari)
terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan
kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini
merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut
Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia
sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia.
Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan
Jepang.

2. Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)


Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan,
sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan
rakyat, dan memperluas lapangan kerja . Pelita II berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7%
setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi
kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di
rehabilitasi dan di bangun.

3. Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)


Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang
bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan
ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman
pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan
Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut
adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana
politik dan ekonomi yang stabil.

Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut.

1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada


terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

4. Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)


Pada Pelita IV lebih dititik beratkan pada sektor pertanian menuju
swasembada pangan dan meningkatkan ondustri yang dapat
menghasilkan mesin industri itu sendiri. Hasil yang dicapai pada
Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984
Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-
nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini
mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan
Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar
bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga
dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.

5. Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994)


Pada Pelita V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan
industri untuk memantapakan swasembada pangan dan
meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan
barang ekspor.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap
pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua,
yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai
memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu
pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

6. Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)


Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi
yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan
dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai
pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak
utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang
melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena
krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang
mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot


penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas
meningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun
1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan
80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa
dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia
mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan
di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal
ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika
politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya
kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh
Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian
Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang
sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang
berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru

Pelita VI (1 April 1994 - 31 Maret 1999)


Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang
ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai
pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia
ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997.
Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan
akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di
tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang
merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian
kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak
merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental
pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan
hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan
pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah
kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya
mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah
wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan
Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab
terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun
1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi
pembangunan ekonomi selanjutnya.
Dampak Positif Kebijakan ekonomi Orde Baru :

1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program pembangunan


pemerintah terencana dengan baik dan hasilnyapun dapat terlihat secara
konkrit.
2. Indonesia mengubah status dari negara pengimpor beras terbesar menjadi
bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri (swasembada beras).
3. Penurunan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan kesejahteraan
rakyat.
4. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan dasar
yang semakin meningkat.

Dampak Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :

1. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam


2. Perbedaan ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok
dalam masyarakat terasa semakin tajam.
3. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
4. Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme)
5. Pembagunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian
kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak
merata.
6. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa
diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan
berkeadilan.
7. Meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental
pembangunan ekonomi sangat rapuh.
8. Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah
wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau,
Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilahh yang selantunya ikut menjadi
penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir
tahun 1997.
DAFTAR PUSTAKA

 http://rinahistory.blog.friendster.com/2008/11/indonesia-masa-
orde-baru/
 http://id.wikipedia.org/wiki/Soeharto
 http://www.indonesiaindonesia.com/f/2390-indonesia-era-orde-
baru/

You might also like