You are on page 1of 69

1

PENGERTIAN, FAEDAH, FAKTOR, LAPANGAN DAN


PANDANGAN ISLAM TENTANG SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

A. Pengertian Sejarah Peradaban Islam


1. Pengertian Sejarah

Sejarah berasal dari bahasa Arab ‘Syajarah / ‫' شجرة‬, artinya 'Pohon'. Pohon
diartikan sebagai 'Silsilah'. Dalam pengertian pohon di sini, adalah sebagai pohon yang
terbalik, akar di atas dan ranting serta cabangnya berada di bawah, sehingga merupakan
silsilah.
Secara harfiah, Sejarah dalam bahasa Arab diartikan ‫ الحكا ية‬: ‫التا ريخ‬ (Ahmad
Warson Munawwir: 1997: 17)
Sejarah menurut definisi mempunyai arti:
- Sejarah sebagai peristiwa (-peristiwa) pada masa lampau
- Sejarah sebagai kisah dari pada peristiwa (-peristiwa) itu. (Nugroho
Notosusanto: 1964; 6)
Pengertian sejarah ini bisa juga disebut dengan:
- Sejarah sebagai kejadian, khususnya kejadian yang berhubungan dengan perbuatan
manusia, atau bisa
- berarti masa lampau manusia yang berisikan kejadian-kejadian yang
menyangkut perbuatan manusia. (Sumardjo: 1965; 13)
Sayyid Qutub (1987” 18) dalam buku beliau Konsepsi Sejarah dalam Islam,
menyebutkan bahwa Sejarah bukanlah peristiwa-peristiwa, melainkan tafsiran peristiwa
dan pengertian mengenai hubungan-hubungan nyata dan tidak nyata yang menjalin
seluruh bagian serta memberinya dinamisme dalam waktu dan tempat.
* Faktor-faktor yang menyebabkan sejarawan berbeda pandang dalam memberi arti
terhadap suatu objek:
- Sikap berat sebelah pribadi
- Prasangka kelompok
- Interpretasi berlainan tentang faktor-faktor sejarah
- Pandangan dunia yang berbeda-beda (Nugroho Notosusanto: t.t.: 10)
2. Pengertian Peradaban
2

Peradaban berasal dari kata 'adab' ditambah dengan awal 'per' dan akhiran 'an'.

Kata adab berasal dari bahasa Arab ' ‫ ' اداب‬yang berarti sopan santun, tata karama,
budi bahasa. Peradaban sendiri kalau diambil dari makna bahasa Arab di sebut " ‫تمدن‬

atau " ‫" الحضرة‬. Dalam bahasa Inggeris "Civilazation".


Dalam Webster Dictionary Civilazation diartikan:
- Keadaan atau proses peradaban
- Kemajuan sosial dan kebudayaan
- Kurun type dari sosial tertentu
- Seluruh dunia yang telah maju.
Rene Sedilot, mengartikan peradaban adalah Khazanah pengetahuan dan
kecakapan teknis yang meningkat dari angkatan keangkatan dan sanggup
berlanjut terus.
Peradaban juga diartikan sebagai manifestasi berfikir, merasa untuk
mempraktiskan, memudahkan, memajukan kesenangan dalam kehidupan.
* Peradaban adalah merupakan tingkat kebudayan yang lebih tinggi dari kebudayan
orang liar.
* Adalah bidang kehidupan untuk kegunaan yang praktis
* Adalah sebagian dari kebudayaan untuk memudahkan dan mensejahterakan
hidup.
---- Contoh: alat angkut semula pedati --- > mobil.
3. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata 'budaya', mendapat awalan ke dan akhiran an.
'Budaya' berasal dari kata 'Buddhayah'; budi dan daya. Dalam bahasa Arab kebudayaan

diartikan dengan ' ‫الثقا فة‬ ', sedang dalam bahasa Inggris diartikan 'Culture'.
Kebudayaan menurut definisi:
* H. Agus Salim: Kebudayaan adalah himpunan segala usaha dan daya-upaya
yang dikerjakan dari hasil budi untuk memperbaiki sesuatu dengan tujuan untuk
mencapai kesempurnaan.
* Sidi Gazalba: Cara berpikir dan merasa, menyatakan diri dalam seluruh segi
kehidupan sekelompok manusia yang membentuk masyarakat, dalam suatu
ruang dan waktu.
3

* Koentjaraningrat: Keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus


dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya.
Menurut Koentjaraningrat, ada tiga wujud kebudayaan:
- Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya.
- Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat.
- Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (Koentja-
raningrat: 1980; 201)
* Para ahli seperti Ogburn dan Nimkoff dalam bukunya "Hand Book of Sociology",
seperti dikutip oleh Phil Astrid S Susanto (1979: 149), membagi kebudayaan ada
dua macam, ada kebudayaan materi dan kebudayaan mental.
----- > Jadi Sejarah dan Peradaban Islam: Pembicaraan masa lalu dan kini
tentang cara berpikir, merasa dan memproduksi serta
meningkatkannya dari umat Islam.

B. Faedah Mempelajari Sejarah dan Peradaban Islam


1. Faedah Teoritis:
* Mengetahui tingkat kemajuan dan kehidupan sesuatu bangsa dibanding
bangsa lain.
* Dapat membeda-bedakan masing-masing rumpun bangsa kemudian menge-
lompokkan berdasarkan persaman dan perbedaan peradaban.
* Dapat memiliki pengetahuan untuk menciptakan lebih lanjut dan menyem-
purnakannya.
* Dapat mengetahui tingkatan peradaban umat Islam dari berbagai bangsa
sampai di mana sumbangan yang telah diberikan.(Sulhany: 1972; 9)
2. Faedah Praktis:
Dengan mempelajari peradaban (Islam) dapat mengambil contoh, peristiwa
yang telah terjadi untuk mengambil yang baik dan meninggalkan yang buruk
untuk diterapkan dalam kehidupan.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Menentukan Corak Peradaban


1. Faktor yang mempengaruhi:
a. Lingkungan (Milleu)
4

b. Watak
c. Interaksi Sosial
2. Faktor yang menentukan corak:
a. Geografis, iklim, makanan
b. Keturunan/ras atau bangsa
c. Kejiwaan/Challence and Responce
d. Ekonomi
e. Pendidikan.

D. Lapangan Peradaban (Kebudayaan)


1. C. Kluchohn dalam bukunya "Universal Categories of Culture",
mengemukakan lapangan-lapangan kebudayaan sebagai berikut:
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia: pakaian, perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi dan sebagainya.
b. Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi: pertanian, peternakan,
sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya.
c. Sistem kemasyarakatan: sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum,
sistem perkawinan.
d. Bahasa: lisan maupun tulisan.
e. Kesenian; seni rupa, seni suara, seni gerak, dsb.
f. Sistem pengetahuan.
g. Religi (sistem kepercayaan) (Soerjono Soekanto: 1982; 166)
2. Sidi Gazalba (1976: 27) dalam bukunya Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi
dan Sosiografi, membagi lapangan kebudayaan sebagai berikut:
a. Sosial, b. Ekonomi, c. Politik, d. Pengetahuan dan Tehnik, e. Seni, f. Filsafat,
dan g. Agama.
Khusus tentang "agama", terdapat dua bagian yaitu, agama yang bersumber dari
wahyu Ilahi (agama samawi), dan agama yang bersumber dari hasil renungan manusia,
disebut agama dunia.

E. Pandangan Islam terhadap Peradaban (Kebudayaan)


1. Prof. Mr. Beiren de Haan, menyatakan bahwa agama itu dasar dari peradaban
(kebudayaan). (Sulhany: 1972; 16)
5

2. Ajaran Islam menyatakan:


a. Islam memberantas buta hurup.

‫إقرأ با سم ربك الذى خلق‬


Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan (Al Alaq: 1)
‫ن والقلم وما يسطرون‬
Nun, Demi Kalam (pena) dan demi apa yang tertulis (Al Kalam: 1)
b. Islam mengharuskan menuntut ilmu.

‫… يرفع ال الذين امنوا منكم والذين اوتواالعلم درجا ت‬


Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu
pengetahuan beberapa derajat (Al Mujadalah: 11)
‫طلب العلم فريضة على كل مسلم‬
Menuntut ilmu wajib atas tiap orang muslim (Hadits)
c. Islam menghormati akal.
‫إن فى ذلك ليت لقوم يتفكرون‬
Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda bagi kaum yang mau
berpikir (Al Jasiyah: 13)
‫ لدين لمن لعقل له‬، ‫الدين هو العقل‬
Agama adalah akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal (Hadits)
d. Islam melarang taklid.

‫ إن السمع والبصر والفؤاد كل اولئك كان عنه مسئول‬، ‫ولتقف ماليس لك به علم‬
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai Pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pandengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggungan jawabannya.
e. Islam menganjurkan berinisiatif
"Barang siapa yang merintis suatu jalan yang baik di dalam Islam, dia akan
mendapat ganjarannya dan ganjaran orang-orang yang mengerjakan cara yang
baik itu sampai hari kiamat (Hadits).
f. Islam mementingkan dunia adan akhirat.

‫وابتغ فيما اتاك ال الدار الخرة ولتنس نصيبك من الدنيا‬


Dan carilah kurunia Allah yang telah diberikan kepadamu negeri akhirat dan
janganlah engkau lupakan nasibmu di atas dunia ini (Al Qashah: 77)
‫إعمل لدنياك كانك تعيش ابدا وإعمل الخرتك كانك تموت غدا‬
6

Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beramallah


untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok hari (Hadits).
g. Akulturasi.
Islam menganjurkan kepada pemeluknya untuk mengunjungi negeri lain,
menghubungkan tali silaturrahmi, untuk mencari pengalaman dan
pengetahuan, serta kebudayaan.

‫افلم يسيروا فيالرضفتكون لهم قلوب يعقلون بها اوءاذان يسمعون بها فانها‬
‫لتعمى البصر ولكن تعتى القلوب التى فىالصدور‬
Tidaklah mereka itu berjalan di muka bumi supaya mempunyai akal untuk
berpikir atau telinga untuk mendengar karena sesungguhnya bukanlah mata
mereka itu yang buta, melainkan hati hati yang ada di dalam dada (Al Hajj:
46)

II

CORAK MASYARAKAT ARAB SEBELUM DATANGNYA ISLAM

A. Geografis Tanah Arab


Tanah Arab atau sering disebut Jazirah Arab terletak di bagian Barat Daya
Benua Asia. Para ahli memang berbeda pendapat mengenai batas yang pasti termasuk
wilayah tanah Arab. Namun umumnya mereka sepakat kalau yang disebut Jazirah
Arab adalah hanya lebih terfokus pada wilayah dataran Hejaz dan Nejaz, termasuk
wilayah Hadramaut, Yaman dan lainnya. Secara keseluruhan luas wilayah ini
diperkirakan sekitar 1.200.000 mil persegi.
Tanah Arab ini berbatasan sebelah:
- Utara dengan Palestina, Syiria dan Irak;
- Selatan dengan Lautan Hindia;
- Timur dengan Teluk Persia dan Oman; dan
- Barat dengan Laut Merah.
7

Keadaan tanahnya sebagian besar terdiri dari Padang Pasir tandus, bukit dan
batu, terutama bagian tengah. Sedang bagian selatan atau bagian pesisir pada umumnya
tanahnya cukup subur.
Untuk wilayah bagian Tengah terbagi pada:
1. Sahara Langit atau disebut pula Sahara Nufud;
2. Sahara Selatan disebut al-Ru'ul Khali; dan
3. Sahara Harrat.
Kondisi alam/tanah adalah:
- Kering dan tandus, kalaupun ada air hanyalah Oase atau Mata Air ini.
- Menyebabkan penduduknya suka berpindah-pindah (Nomaden) dari satu wilayah ke
wilayah lain, oleh para ahli mereka disebut suku Badui.
- Dari segi pekerjaan mereka umumnya bekerja menggembalakan kambing dan binatang
ternak lainnya.
Sementara wilayah bagian Pesisir, yaitu terdiri wilayah pesisir Laut Merah,
Samudera Hindia dan Teluk Persi, sehingga kondisi tanahnya:
- Sangat subur, di tempat ini banyak dilakukan usaha pertanian;
- Di samping itu juga dilakukan usaha perdagangan;
- Penduduknya menetap dan sangat padat.

B. Asal Usul Keturunan Bangsa Arab


Bangsa Arab adalah ras Semit yang tinggal di sekitar jazirah Arabia. Bangsa
Arab purbakala adalah masyarakat terpencil sehingga sulit dilacak riwayatnya (MAJ.
Beg: 1993: 11)
Orang Arab sendiri membagi bangsa mereka menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Arab-ul-Baidah atau Arab-ul-Ariba
Ialah bangsa Arab yang sudah tidak ada lagi, di antaranya terhitung kaum-kaum
Hamiya (Kusyiya) termasuk dalam kaum ini adalah Kaum Tsamud yang sudah punah.
Di antara kabilah yang terkenal adalah Ad, Tsamud, Thasar, Yodis dan Yurnam.
2. Arab Baqiah (mereka ini masih ada) terbagi pada dua kelompok:
a. Arab Aribah:
Kelompok Quthan di Yaman, Jurham, Ya'rab adalah kabilah-kabilah yang
termasuk dalam kelompok ini. Dari Ya'rab inilah lahir suku-suku Kahlan dan
Himyar.
8

b. Arab Musta'rabah:
Kebanyakan dari penduduk Arabia yang mendiami bahagian tengah Jazirah Arabia
dari Hejaz sampai ke Syam.
Kelompok Arab Musta'arabah inilah yang mendiami Mekkah tinggal bersama Nabi
Ibrahim hingga terjadi percampuran (Perkawinan) yang kemudian melahirkan
suku Arab termasuk suku Quraisy, yang tumbuh dari induk suku Adnan.
MAJ. Berg (1993: 12) menyatakan, Bangsa Arab pra-Islam yang tinggal di
jazirah Arab yang sangat luas itu dapat dibagi ke dalam dua kategori atau kelompok,
yaitu bangsa Arab yang menetap (Hadari) dan pengembara (Badui) di sekitar gurun
pasir.
1. Bangsa Arab Hadari (menetap) adalah bagian dari strata yang sangat kuat. Suku
terkemuka dan terkuat dari kelompok masyarakat Hadari ini adalah suku Quraisy.
Suku Aristokrasi terkemuka ini sebagian besar tinggal di kota Mekkah. Dari
berbagai suku yang hidup pada masa Arab purbakala, maka kaum Quraisy
memperoleh hak istimewa sebagai golongan tertinggi dalam masyarakat. Mereka
memiliki sumber prestise dan kekuasaan yang rapi. Mereka merupakan pelindung
tempat suci, yakni Ka'bah. Mereka juga kaum bangsawan beragama yang
memperoleh prestise pilitik dan kekayaan, di samping juga dalam dunia
perdagangan internasional.
Dari segi status sosial, suku Quraisy menempati khirarchi tertinggi dari suku
lainnya kecuali kaum Thaqiq di Thaif, karena mereka berada di bawah suku
Quraisy. Oleh MAJ.Berg dikatakan, mereka ini menempatkan diri sebagai suku
terkemuka dalam hierarki sosial bangsa Arab. Sementara suku-suku non-Quraisy
seperti, Hudhayl, Azd, Banu Hanifah, Bakr bin Wa'il, Aws, dan Khazraj memiliki
status sosial yang rendah, mereka ini termasuk suku-suku Arab non-Aristokratis
(1993: 15)
2. Suku Nomadis (Badui) berada di bawah suku yang menetap (Hadari). Mereka ini
penduduk yang tinggal di pedalaman. Sesuai dengan kondisi alamnya yang gersang
dan tandus, mereka tinggal tidak menetap di suatu daerah secara permanen
tetapi berpindah-pindah, bahkan perpindahan mereka sangat mobil. Guna
kelangsungan hidup, mereka berpindah-pindah untuk mencari makan terutama
menggembala binatang ternak, seperti kambing, biri-biri, onta, dan lainnya.
9

Bagaimanapun masyarakat Badui hanya memperoleh sedikit kesempatan untuk


meningkatkan moboilitas sosialnya; suku ini dibentuk atas dasar kekeluargaan di
antara para anggotanya. Untuk itu tiap suku dipimpin oleh seorang Syekh,
bilamana meninggal, maka salah seorang di antara mereka dipilih untuk
menggantikannya.

C. Beberapa Kerajaan Arab


1. Kerajaan Saba
Kerajaan Saba' ini terletak di Jazirah Arab bagian Selatan, yaitu di Yaman.
Kerajaan ini sangat maju sekali untuk ukuran masa itu, terutama dalam
bidang pertanian. Dalam upaya menyuburkan pertanian, masyarakat sudah
memanfaatkan sistem pengairan, yang terkenal 'Saddul Maarib'. Kerajaan ini
menurut catatan sejarah terjadi pada masa Nabi Sulaiman dengan pimpinannya Ratu
Bulqis.
2. Kerajaan Himariyah
Menurut sejarah, Kerajaan Himariyah ini adalah kelanjutan dari Kerajaan Saba.
Kerajaan ini terletak antara Saba dan Laut Merah tepatnya di daerah Qitban.
Kerajaan ini seperti halnya Kerajaan Saba, juga memiliki peradaban yang sudah
maju. Pada saat itu kerajaan ini sudah memiliki hubungan diplomatik dengan
kerajaan besar seperti Bizantium dan Persia.
Pada akhirnya kerajaan ini runtuh sebagai akibat dikuasai dan dihancurkan oleh
orang-orang Habsyah (Absenia), salah raja yang terekenal adalah Abraham.
3. Kerajaan Hirah
Kerajaan Hirah terletak antara Kerajaan Bizantium dan Persia, atau terletak di
wilayah Irak sekarang. Agama masyarakat adalah Agama Nasrani Nasturia.
4. Kerajaan Ghosasinnah
Kerajaan ini disebut pula Ghasan, terletak di daerah Syam. Kerajaan ini cukup
maju, banyak kota-kota yang dibangun, bangunan toko dan istana dibangun
tinggi-tinggi.
Sementara dalam struktur pemerintahan, umumnya sangat dekat dengan yang ada di
Kerajaan Bizantium. Sementara agama masyarakatnya adalah penganut Kristen.

D. Peradaban Arab Sebelum Islam: Sosial, Keluarga, Ekonomi dan Agama


1. Kehidupan Sosial
10

Keadaan bangsa Arab yang hidup di daerah padang pasir yang tandus, sedikit
banyaknya turut membuat corak kehidupan mereka berjalan agak keras, penuh
persaingan, perebutan kekuasaan antara satu kabilah dengan kabilah lainnya. Siapa
yang kuat, gagah perkasa itulah yang memimpin.
Dalam hidup bermasyarakat, bangsa Arab sangat menyenangi hal-hal seperti:
= Syair; dengan syair, orang bisa dipuji/mulia dan dihina. Dari syair ini akan
tergambar kehidupan sosial bangsa Arab;
= Minum khamar, kendati di antara mereka ada pula yang mengharamkan hal ini;
= Ada pula adat (tradisi) pada saat itu kebiasaan “mengawini isteri bapa” yang
telah meninggal dunia (Syalabi: 1973 :42) Di sisi lain, perkawinan bentuk
Endogami adalah merupakan ciri khas masyarakat Arab pra-Islam (MAJ. Berg:
1993: 17)
= Menganggap hina kaum perempuan;
= Menguburkan anak perempuan, namun hal ini menurut Sallabi, ini hanya
dilakukan oleh Bani Asad dan Tamim.
= Sementara mereka yang pandai membaca saat itu hanyalah sebanyak 17 orang
(Syalabi: 1973: 49)
Mengutip pendapat MAJ. Berg, bahwa pada masa Arab pra-Islam, banyak orang
Yahudi dan Kristen yang mampu membaca kitab Injil, sedangkan bangsa Arab
pada umumnya buta huruf. Fakta ini lebih jelas bila kita mengetahui bahwa di
Mekkah hanya terdapat 17 orang Arab yang terpelajar di saat berakhirnya
periode Jahiliyah dan dimulainya era Islam (1993: 15)
= Perbudakan suatu hal yang biasa terjadi pada masa Arab pra-Islam. Mereka ini
memelihara dan mempertahankan perbudakan. Para budak diperoleh dari:
1. Melalui pembelian di pasar-pasar budak terbuka di Arab atau di pasar-pasar
asing;
2 Hasil tawanan, yang diperoleh melalui peperangan antarsuku (MAJ. Berg:
1993: 16)
2. Keluarga
Kehidupan bangsa Arab lebih ditentukan oleh suku/kabilah. Tiap kabilah
mempunyai adat istiadat dan budi pekerti sendiri yang tidak sama dengan kabilah lain.
Pere Lammens menyatakan, bangsa Arab sangat patuh dan sangat setia kepada
adat dan tradisi kabilahnya masing-masing dan gemar sekali menjamu tamu-tamu. Bagi
11

mereka patuh kepada keluarga, kabilah adalah suatu kewajiban, sehingga apapun yang
terjadi kabilah bagi mereka segala-galanya. Sementara terhadap tamu sangat
dihormati, sehingga bagaimanapun keadaan tamu itu wajib bagi mereka melindungi
keselamatannya.

3. Ekonomi
Bangsa Arab yang yang nomaden umumnya bekerja sebagai penggembala.
Mereka ini juga kadangkala menjadi pengawal para kafilah dagang yang umumnya dari
penduduk perkotaan.
Sementara Arab bagian selatan, pesisir atau perkotaan umumnya mereka lebih
banyak bergerak di bidang perdagangan (niaga). Perdagangan ini mereka lakukan
sampai ke negeri India, Indonesia dan Cina.
4. Agama/Kepercayaan
Sementara dalam bidang agama (kepercayaan) pada umumnya mereka
adalah kaum penyembah berhala. Menurut catatan sejarah, di dinding Ka’bah terdapat
360buah patung.
Dalam hal ini menurut teori Ibnu Kalbi: Bangsa Arab senang memuliakan
batu-batu yang ada di sekeliling Ka’bah/Mekkah kemana mereka pergi selalu membawa
batu tersebut, untuk kemudian thawaf mengelilingi batu yang dibawanya itu, sehingga
di mana-mana dibentuk patung. Patung-patung dan berhala itu mereka kumpulkan di
sekitar Ka’bah untuk disembah (Syalabi: 1973: )
Di sisi lain, mereka menyembah berhala adalah hanya untuk mendekatkan diri
kepada Tuhan (Allah), artinya:

‫ والذين أتخذوا من دونه أوليآء مانعبدهم إل ليقربونآ إلى ل زلف‬، ‫أل ل الدين الخالص‬
‫إن ل يحكم بينهم فى ما هم فيه يختلفون إن ل ل يهدى من هو كذب كفار‬
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Tidaklah kami
menyembah mereka (berhala), melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada
Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara
mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak
menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar (Az Zumar: 3).

Di samping itu terdapat pula agama/kepercayaan:


= Agama Hanif: yang mempertahankan syari'at Ibrahim, pemeluk agama ini
termasuk Abd. Muthalib kakek Nabi Muhammad SAW.
12

= Agama Nasrani; masuk melalui Habsyi dan Syiri'a.


= Agama Yahudi; terdapat di Hejaz
= Mereka juga percaya kepada: Tahayul, Kihanah, Penenung, Thiarah: burung,
bintang yang mempengaruhi hidup. Dalam kaitan ini Syaikhul Islam Muhammad
Bin Abdul Wahab menyatakan, di antara sikap hidup mereka (orang Arab
Jahiliyah, pen.) lagi ialah mengubah haluan hidup, tidak mau mempergunakan
Kitab Allah, tetapi justeru menjadikan kitab-kitab sihir sebagai pegangan hidup
mereka (1985: 69)
13

III

PERTUMBUHAN PERADABAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH

A. Periode Mekkah
Menurut sejarah, Nabi Muhammad lahir pada hari Senin tahun 570 M, disebut
pula tahun Gajah, atau menurut kalender Islam tepat 12 Rabiul Awal. Kelahiran
Muhammad, demikian Gibbon, tepat sekali datangnya di masa kejatuhan dan
kekacauan bangsa Persia, Roma dan Barbar Eropah (M.A. Enan: 1979: 14)
Setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT di Gua Hira
yang dimulai dengan sebagian dari ayat-ayat (5 ayat) yang terdapat dalam Surah al-Alaq
pada 17 Ramadhan, pada saat itu pulalah nabi secara resmi diangkat sebagai Nabi dan
Rasul Allah. Kemudian disusul dengan wahyu yang kedua Surah al Mudassir ayat 1-7.
Dengan ayat tersebut nyatalah sudah tugas kerasulan Muhammad SAW, yaitu
menyeru manusia ke jalan yang benar.
Apa yang diinginkannya waktu itu adalah untuk meyakinkan umat sebangsanya
akan kebenaran dan keabsahan wahyu yang dibawanya. Pernyataannya secara terbuka
tentang panggilan Tuhan telah mengakibatkan bangkitnya perlawanan dari sukunya
sendiri, klan Quraisy, yang dari pernyataan Nabi Muhammad SAW itu bagi
keuntungan dan prestise mereka sebagai pewaris penjaga Ka'bah tempat suci berbentuk
persegi di Mekkah, yang didatangi oleh ribuan pengunjung setiap tahun (Reuben Levy:
1986: 3)
Penyiaran Islam pada periode pertama di Mekkah ini, banyak tantangan
dan halangan yang dilakukan oleh kaum Quraisy, ini pula menyebabkan terjadinya
penyiaran Islam secara sembunyi-sembunyi dari rumah ke rumah yang dimulai oleh
para keluarga sendiri. Tantangan dan halangan itu berupa penganiayaan, pembunuhan,
pembaikotan politik, ekonomi dan sosial, penghinaan, dsb. Namun demikian, bukanlah
berarti Rasulullah dan para pengikutnya semakin kecut, melainkan semakin kuat dan
teguh imannya. Pada gilirannya membuat dakwah Islam dilakukan secara terang-
terangan terutama setelah masuknya Umar bin Khattab ke dalam Islam.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan orang Quraisy menentang Islam yaitu:
1. Persaingan berebut kekuasaan;
2. Ajaran persamaan hak dan derajat yang dibawa Islam; dan
14

3. Taklid kepada nenek moyang yang dilakukan orang Quraisy. Bahwa agama mereka
dibangun di atas dasar-dasar yang sebagian besarnya adalah taqlid (ikut-ikutan pada
orang-orang tua dahulu tanpa mengetahui dalil-dalil yang sebenarnya) demikian
dinyatakan oleh Syaikhul Islam Muhammad Bin Abdul Wahab (1985: 30)
Dalam periode Mekkah ini pembinaan yang sangat diutamakan oleh Rasulullah
adalah:
1. Mengesakan Allah;
2. Mensucikan dan membersihkan hati;
3. Menguatkan barisan (Ukhuwah); dan
4. Meleburkan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum.

B. Periode Madinah
Sewaktu beliau berada di Mekkah, kaum muslimin banyak mendapat tekanan
oleh kaum Quraisy, sehingga oleh Allah Rasulullah diperintahkan untuk hijrah ke
Yasyrib (kemudian menjadi Madinah). Menurut para ahli, hijrah yang dilakukan oleh
Rasulullah adalah dalam rangka "Mengatur starategi untuk kepentingan umat Islam di
masa mendatang", tidaklah berarti seperti yang dikatakan orang yang tidak senang
dengan Islam bahwa hijrah Rasulullah menghindar atau takut akan ancaman.
Menurut Reuben Levy (1986: 3) di Madinah kenabian Muhammad SAW
menemukan tanggapan yang lebih baik, karena itu terjadi peningkatan dengan cepat tidak
hanya dalam kekuasaan agama, tetapi juga dalam kekuasaan politik bagi Nabi Muham-
mad SAW; suatu fenomena yang tidak aneh di antara rakyat yang sederhana dan
demokratis. Tanggapan positif ini terutama dari kalangan kaum Yahudi, khususnya
Suku Ghazlan dan Aus, hal ini disebabkan oleh:
1. Pada masa Rasulullah di Mekkah, beliau sudah melakukan komunikasi dan
pembicaraan dengan orang-orang Yahudi;
2. Dalam ajaran Yahudi sendiri, sudah ada ketentuan tentang Sang Mesiah (Muhammad)
3. Ingin mencari figur pendamai orang luar yang diterima semua pihak.
Sebagai seorang Nabi dan Rasul begitu juga sebagai seorang kepala "negara"
Islam, pada dasarnya sistem pemerintahan berada di tangan beliau, apakah berkaitan
dengan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif, kendati demikian beliau selalu
bermusyawarah dengan para sahabatnya. Berbicara tentang "negara" Islam, menarik apa
yang diungkap oleh Ibnu Taymiyyah bahwa Nabi Muhammad memang menegakkan
15

negara, tetapi tidaklah tepat jika kita menyebutnya sebagai raja dan negaranya itu
sebagai negara. Rejimnya adalah rejim kenabian dan ia hanyalah seorang nabi
(Qamaruddin Khan: 1973: 116)
Ada beberapa usaha pokok yang dilakukan Rasulullah dalam usaha membina
umat sewaktu berada di Madinah, yaitu:
1. Mendirikan mesjid (Mesjid Quba);
2. Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar (Ukhuwah Islamiyah);
3. Perjanjian perdamaian dengan kaum non muslim khususnya kaum Yahudi (baik
dalam bidang ekonomi dan agama); dan
4. Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, sosial untuk masyarakat Islam.
Ada beberapa perubahan yang terjadi terhadap bangsa Arab setelah masuknya
ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu:
1. Segi keagamaan;
2. Segi kemasyarakatan:
- pentingnya disiplin;
- melarang pertumpahan darah;
- menanamkan persaudaraan; dan
- mengangkat derajat kaum wanita, dll.
3. Segi politik:
- adanya ikatan nasional (bangsa);
- kesatuan agama; dan
- tunduk dalam kesatuan hukum.
Pada masa Nabi Muhammad SAW baik pada periode Mekkah atau periode
Madinah, adalah dasar atau tonggak dari muncul Peradaban Islam belakangan. Seorang
sejarawan, Finlay menyatakan seperti dikutip Profesor MA. Enan, untuk menyelidiki
sejarah pribadi seorang laki-laki yang mempunyai pengaruh dan kekuasaan yang
mencengangkan terhadap fikiran dan gerak-gerak pengikutnya, dan keahliannya dalam
meletakkan dasar suatu sistem politik dan agama yang semenjak saat itu terus-menerus
mengatur berjuta-juta manusia dari berbagai suku bangsa dengan adat istiadat yang
berbeda-beda. Hasil yang dicapainya sebagai pembentuk undang-undang di kalangan
bangsa-bangsa yang tertua di Asia, serta kestabilan hukum-hukum itu selama rangkaian
panjang dari generasi dalam berbagai suasana politik masyarakat... (1979: 16)
16

Dalam peletakkan hukum atau peraturan di tengah masyarakat muslim, Nabi


Muhammad SAW selain meletakkan ajaran-ajaran baru sesuai dengan wahyu yang
diterima, kadangkala kebiasaan pra Islam tetap diberlakukan selama tidak bertentangan
dengan ajaran Islam. Wali Allah ad-Dahlawi menyatakan sebagaimana dikutip oleh
Ratno Lukito (1998: 7) bahwa “berbagai macam adat pra-Islam diteruskan
pemberlakukannya selama periode Rasulullah. Fakta ini mengindikasikan bahwa Islam
bukanlah suatu bentuk revolusi hukum yang secara langsung ditujukan untuk melawan
adat yang telah diketahui dan dipraktekkan oleh bangsa Arab sebelum kemunculan
Islam”. Selanjutnya Ratno Lukito menyatakan, Ringkasnya, pada masa Nabi dan para
Sahabat ini, ketika hukum Islam masih dalam awal pembentukannya, proses penciptaan
hukum bersifat terbuka terhadap pengadopsian, baik itu institusi hukum Arab pra-
Islam maupun institusi administrasi dan hukum dari daerah-daerah yang baru (1998:
14) Contoh dalam hal ini seperti, hukuman qisas, dan pembayaran diat diadopsi dari
praktek masyarakat Arab pra-Islam, begitu juga Nabi tetap mempertahankan atau
memodifikasi praktek-praktek hukum yang lain seperti poligami, pembayaran mahar,
atau pemberitahuan (iqrar) dalam hal perkawinan. Sementara dalam praktek kene-
garaan, Khalifah Umar juga mencontoh sistem yang berlaku di Persia dan Bizantium,
terutama tentang Administrasi Negara seperti, pembagian berdasar provinsi yang
dikepalai oleh seorang gubernur (Wali), dibantu Amil Pajak, Qadhi, Khatib Panglima
Tentara dan Politik, atau Dewan Balatentara, Perhitungan Harta dan Pembayaran Gaji,
dan lainnya.

IV

MASA KEMAJUAN ISLAM (650 - 1000 M)

A. Masa Khulafaurrasyidin
Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin menghadapi persoalan yang cukup
sulit yaitu, berkenaan dengan penggantian siapa yang akan memimpin "Negara
Madinah". Dalam konsep negara sebenarnya para ahli berbeda pendapat karena ada yang
menyatakan bukan berwujud negara, Ibnu Taymiyah menyatakan bahwa "Nabi tidak
pernah menegakkan negara (Qamaruddin Khan: 1983: 98) walaupun begitu tidak dapat
diragukan lagi bahwa di kota Madinah Nabi telah menegakkan semacam tata sosial
yang mirip sekali dengan sebuah negara.
17

Pada saat itulah kaum muslimin melakukan musyawarah, baik kaum Muhajirin
ataupun Anshar masing-masing menonjolkan orang-orang yang dianggap mampu
menjadi pimpinan. Tentunya hal ini lebih disebabkan oleh karena dalam golongan
Suni, semua pihak sependapat bahwa Nabi Muhammad saw. tidak pernah mengangkat
seseorang untuk menggantikan dirinya (Qamaruddin Khan; 1983; 126). Karena itu
dalam permusyawaratan di balai kota Bani Sa'idah yang diikuti oleh masing-masing
golongan tersebut akhirnya disepakati yang terpilih sebagai pimpinan adalah Abu Bakar
Shiddiq. Terpilihnya Abu Bakar Shiddiq ini adalah karena semangat keagamaan yang
tinggi dimiliki oleh beliau. Sebagai sebutan dari pemimpin umat Islam setelah Rasul
disebut "Khalifah Rasulillah" (Pengganti Rasul), dalam perkembangan selanjutnya
disebut "Khalifah" saja. Istilah khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi
wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama
dan kepala pemerintahan. Istilah pemimpin agama bukanlah berarti jabatan "Kerasulan
Muhammad" bisa diganti, tetapi hanyalah sebagai pemimpin agama biasa.
Masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar Shiddiq, hanyalah dua tahun. Kendati
masa ini tidak terlalu lama, namun berbagai usaha telah beliau lakukan, antara lain:
1. Pemilihan khalifah;
2. Memerangi kaum murtad, nabi palsu (Musailamah al Kazzab, Thulaihah bin
Khuwalid, dan Sadjah Tamimiyah);
3. Memerangi kaum yang enggan membayar zakat (Perang Riddah); dan
4. Mengumpulkan Al Qur'an.
Kendati masa pemerintahannya hanya sekitar dua tahun, selain usaha-usaha di
atas yang dilakukan beliau, juga perhatian terhadap pengembangan pemerintahan ke
luar negeri juga beliau lakukan, seperti ke Hirah, Syria, dan lainnya.
Sewaktu Khalifah Abu Bakar Shiddiq masih sakit, beliau berusaha
mengumpulkan tokoh-tokoh Islam saat itu antara lain, Umar bin Khattab, Usman bin
Affan, Sa'ad bin Abi Waqas, dan lainnya, kemudian atas kesepakatan bersama dipi-
lihlah Umar Bin Khattab sepeninggal beliau.
Pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab, beliau menyebut dirinya Khalifah
Khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah), di samping juga
memperekenalkan istilah Amir al-Mu'minin (Komandan orang-orang beriman). Masa
pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab cukup lama yaitu sekitar 10 tahun (634-644
M). Pada masa inilah ekspansi kaum muslimin ke berbagai wilayah dilakukan seperti ke
18

Syria, Palestina, Afrika (Mesir, Marokko, dll), Bizantium, Persia dan wilayah lain,
sehingga wilayah kekuasaan Islam semakin luas.
Saat pemerintahan Umar ini pula dilakukan pembenahan:
= administrasi negara mencontoh administrasi Persia. Pemerintahan diatur
berdasar propinsi yang dikepalai seorang gubernur (wali), dibantu oleh Amil Pajak,
Qadhi, Khatib Panglima Tentara dan Polisi;
= mendirikan berbagai departemen (dewan) yang dipandang perlu seperti:
# Dewan Bala Tentara;
# Dewan Perhitungan harta benda negara, dll.
= saat ini pula diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah, dll.
Khalifah Umar Bin Khattab meninggal dunia dengan tragis, yaitu karena
ditusuk orang. Setelah itu para sahabat yang masih ada mengadakan musyawarah untuk
memilih siapa yang pantas menjadi pengganti Khalifah Umar Bin Khattab. Atas
kesepakatan bersama dipilihlah sahabat nabi Usman Bin Affan. Usia beliau kala itu
sudah 70 tahun.
Saat khalifah ketiga ini (644-655 M), perluasan wilayah terus dilakukan,
bahkan kekuasaan Islam di barat sampai ke Maroko dan di timur sampai ke Armenia
dan Sind, sementara di utara daerah Asia Kecil (Antonia), Cyprus, dan Rhodes.
Kendati demikian, pada masa ini sistem pemerintahan banyak dikendalikan
oleh kaum kerabat beliau, terutama dari kalangan keturunan Umayyah. Dari sini
pulalah berawal kehancuran beliau, karena sebagian masyarakat tidak setuju dengan
sistem pemerintahan seperti ini. Khalifah Usman Bin Affan meninggal karena dibunuh
oleh kaum pemberontak.
Berbagai usaha yang dilakukan oleh Khalifah Usman, selain perluasan wilayah
seperti disebut di atas, juga saat beliaulah diadakan Mushab Al Qur'an.
Sedangkan khalifah keempat adalah Ali Bin Thalib. Pengangkatan beliau
sebagai khalifah adalah atas musyawarah para sahabat yang ada pada saat itu. Sewaktu
pemerintahan berada di tangan beliau, usaha perluasan wilayah menjadi terhenti.
Tentunya hal ini lebih disebabkan karena beliau lebih memusatkan pada pemerintahan
dalam negeri.
Sewaktu pemerintahan khalifah Ali. Ra. untuk pertama kali terjadi dua kali
peperangan besar, sesama kaum muslimin (perang saudara), yaitu:
19

1. Perang antara Ali Bin Abi Thalib dengan Aisyah (isteri nabi) Thalhah, dan
Zubair. Perang ini sendiri disebut Perang Waqiatul Jamal atau Perang Berunta,
mengingat Aisyah sebagai pimpinan mengendarai unta. Dalam perang ini Ali dapat
mengalahkan Aisyah.
2. Perang antara Ali Bin Thalib dengan Mu'awiyah Bin Abi Sofyan. Abi Sofyan
adalah salah seorang gubernur masa pemerintahan Usman di Damaskus, sewaktu
Usman meninggal dia mengangkat dirinya menjadi Khalifah. Perang ini sendiri
disebut Perang Shifien.
Akhir dari peperangan Shifien terjadi perundingan antara kelompok Ali Bin
Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa al-Asy'ari dengan Amru Bin Ash dari pihak
Mu'awiyah yang dikenal dengan Perjanjian Tahkim.
Sebagai eksis dari adanya perundingan itu, kelompok-kelompok tertentu dari
pihak Ali bin Thalib tidak menyetujui, akhirnya mereka dinamakan kaum "Khawarij".
Akhir dari peperangan setelah diadakan perjanjian itu dimenangkan oleh
Mu'awiyah Bin Abi Sofyan. Masa pemerintahan Ali Bin Thalib berakhir pada tanggal 20
Ramadhan 40 H/660 M, dibunuh oleh salah seorang anggota kaum Khawarij.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kaum muslimin mendapat
kemenangan di kala itu, yaitu:
1. Faktor dalam (Intern):
a. Sangat mantapnya roh tauhid
b. Semakin mantapnya rasa persatuan dan kesatuan di kalangan kaum muslimin,
mereka sama derajat kecuali orang yang bertaqwa
c. Sifat toleransi
d. Dibagi-baginya tanah milik kaum feodal kepada para petani di daerah yang
dikuasai kaum muslimin
e. Adanya pengaturan yang sama, adil terhadap rakyat yang ditaklukan walaupun
berbeda bangsa, suku, agama dan adat kebiasaan
f. Kemampuan pasukan Islam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.
2. Faktor luar (Ekstren):
a. Terjadinya kelemahan di antara kedua kerajaan besar (Bizantium dan Persia),
sebagai akibat timbulnya peperangan di antara keduanya
b. Adanya pertentangan keagamaan di antara rakyat yang berada di wilayah
kekuasaan kerajaan tersebut
20

c. Terjadinya diskriminasi rakyat penjajah terhadap rakyat terjajah, dll.


Sejalan dengan berkembangnya kerajaan Islam semakin berkembang pula
penyiaran agama Islam. Namun demikian bukanlah berarti bahwa Islam disiarkan
dengan ketajaman mata pedang (peperangan), tetapi semata-mata karena usaha untuk
menyebarkan Islam lewat jalan damai sudah mengalami hambatan bahkan sudah
mengalami perlawanan.
Dalam sejarah Islam, tidak dijumpai pengajaran dan peristiwa berlumur darah
yang biasa menyertai timbulnya sebagian besar agama-agama lama, seperti
umpamanya yang tak asing di abad-abad pertama dari muncul agama kristen. Ajaran
Islam tersebar dengan cara damainya sendiri, sedang kemenangan adalah hasil belajar
yang pernah dikenal dalam sejarah agama dan kepercayaan (MA, Enam; 1979; 26).
Peperangan dalam Islam hanya semata-mata bersifat mempertahankan diri (defensif
positif), ia lebih banyak bersifat to be or not to be (hidup atau mati). Muhammad
Marmadukh Picktchall (1993; 34) menyatakan, Peperangan-peperangan dalam Islam
pada masa hidupnya Rasulullah dan pada masa hidupnya para pengganti beliau terdekat,
semuanya dimulai demi mempertahankan diri (Self-Defence) dan dilakukan dengan
berdasarkan pri kemanusiaan dan pertimbangan bagi musuh yang sudah pernah dikenal
sebelumnya. Biasanya dalam hal ini tentara Islam menawarkan:
1. Islam dan mereka memperoleh hak dan kewajiban yang sama dengan kaum muslimin
lainnya
2. Membayar Jizyah
3. Berperang.
Pada masa Khulafaurrasyidin ini pula mulai dirasakan adanya gerakan-gerakan
yang berusaha menghancurkan Islam. Ada dua masalah besar setelah wafatnya
Rasulullah SAW, yaitu:
1. Masalah pengganti Rasul sebagai Kepala Negara
2. Masalah apakah 'Islam masih ada' setelah Nabi wafat.
Menyangkut masalah pertama, adanya ketidak sepakatan dari sebagian orang
atas pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama. Hal ini menyebabkan
terjadinya beberapa kelompok:
1. Jama'iyah: yang kebanyakan mengangkat Abu Bakar Shiddiq.
21

2. Syiah, golongan kecil yang menentang Abu bakar sebagai khalifah, golongan ini
beranggapan bahwa masalah pengganti rasul sebagai kepala Negera adalah dari
rumpun keturunan nabi sendiri -- Ali dan keturunannya.
3. Khawarij. Golongan ini lahir sebagai akibat dari tidak setujunya mereka diadakannya
Perjanjian Tahkim.
Gerakan-gerakan tersebut tumbuh semakin subur di gelanggang politik,
namun akhirnya juga berkembang dalam soal aqidah (gerakan agama).

B. Masa Khilafat Bani Umayyah (40-132 H/660-750 M)


1. Sistem Pemerintahan
Khilafat bani Umayyah didirikan oleh Mu'awiyah Bin Abi Sofyan. Semula beliau
sebagai seorang gubernur di Damaskus saat pemerintahan Khalifah Usman Bin Affan.
Sewaktu terjadi peperangan dengan Khalifah Ali Bin Abi Thalib, Umayyah mampu
mengalahkannya dengan berbagai kelihaiannya. Saat itulah mulai berdiri Khilafat Bani
Umayyah. Nama "Umayyah" sendiri diambil dari salah seorang nenek moyang
mereka bernama Mu'awiyah bin Abdi Syam.
Pada masa khilafat Bani Umayyah ini terjadi perubahan:
= Dari sistem demokrasi ke sistem monarchi, terutama sewaktu kekhalifahan
diturunkan ke anaknya Yazid;
= Penggunaan kalimat "Khalifah" yang berarti khalifah Allah, berubah menjadi
"yang diangkat oleh Allah".
= Terjadinya perluasan wilayah Islam di barat sampai ke Andalusia, sementara ke
timur ke India, Bukhara dan Samarkand.
= Dihidupkannya kembali rasa kesukuan/Ashabiyah
= Pengangkatan pejabat dari kalangan keluarga
Khilafat Bani Umayyah mengalami keruntuhan sewaku berada di tangan
Khalifah Marwan bin Muhammad (750 M).
Sebab keruntuhannya adalah:
- Penyelewengan dari sistem demokrasi ke monarchi
- Penghianatan terhadap Perjanjian Daumatul Jandal, dan adanya penghinaan
terhadap dirri Ali dan keturunannya secara terus menerus, terutama dalam khotbah
22

- Menyalahi perjanjian Madain antara Mu'awiyah dengan Hasan Bin Ali yaitu,
pengangkatan khalifah diserahkan kepada kaum muslimin setelah Mu'awiyah
mangkat, ternyata Mu'awiyah mengangkat puteranya Yazid
- Pengangkatan putera mahkota lebih dari satu orang, terutama sewaktu
pengangkatan Ibrahim Bin Walid dan Marwan Bin Muhammad
- Pemborosan di kalangan keluarga istana
- Muncul kekuatan baru, yaitu Bani Abbasiyah.
Menurut Atho Mudzhar (2002; 86-87) paling tidak ada empat teori mengenai
sebab kejatuhan Bani Umayyah sekaligus naiknya Daulah Abbasiyah, yaitu:
1. Teori Faksionalisme Rasial atau teori Pengelompokan Kebangsaan
Bani Umayyah pada dasarnya kerajaan Arab, karena itu orang-orang Arab
menempati “hak istemewa” dibanding suku bangsa lain. Karena itu kejatuhan Bani
Umayyah adalah kejatuhan kerajaan Arab, dan kebangkitan Dinasti Abbasiyah adalah
kemenangan orang-orang Iran atau non Arab.
2. Taori Faksionalisme Sektarian atau Teori Pengelompokan
Kaum Syiah adalah keturunan Ahli Bait (keturunan Nabi Muhammad SAW).
Menurut kaum ini, merekalah yang berhak mewarisi dinasti pemerintahan, sementara
Bani Umayyah perampas hak ini. Perlawanan selalu mereka lakukan, oleh Bani
Abbasiyah kesempatan dimanfaatkan sebaik-baiknya, mereka bersekutu dengan kaum
Syiah Ahli Bait dari keturunan Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah binti Rasulullah
SAW), bahkan dia mengaku juga termasuk keturunan Ahli Bait (keturunan Abbas bin
Abdul Muthalib), walaupun setelah berkuasa kaum Syiah disingkirkan.

3. Teori Faksionalisme Kesukuan


Pertentangan antar suku pada jaman Jahiliyah muncul kembali, yaitu orang-orang
Arab utara disebut Mudhariyah dengan suku Yamaniah dari selatan. Oleh Bani
Abbasiyah kondisi ini dimanfaatkan untuk menjatuhkan Bani Umayyah.
4. Teori Ketidakadilan Ekonomi dan Dispratisme Regional
Adanya hak istemewa dalam aspek ekonomi dan ketidakmerataan pembangunan
di kalangan rakyat, terutama adanya “hak istemewa” orang-orang Arab memunculkan
kekecewaan di kalangan suku lain. Kondisi ini sangat menguntungkan Bani Abbasiyah
untuk merebut kekuasaan.
2. Pertumbuhan Aliran-aliran Keagamaan
23

Munculnya aliran-aliran keagamaan di kalangan umat Islam berawal dari


muncul perpecahan sewaktu masa khulaurrasyidin ddahulu, terutama yang lebih hebat
sewaktu masa Khalifah Ali Bin Thalib.
Golongan-golongan keagamaan itu adalah:
a. Syi'ah
Golongan ini disebut pula kaum Syi'i. Paham golongan ini tentang:
= Politik:
- tidak mengakui khalifah terdahulu, kecuali Ali
- hak kekhalifahan hanya keturunan Ali dan keturunannya
= Keagamaan:
- adanya Imamah, imam yang suci, dan ghaib
- ar-Ruj'ah, kembalinya Muhammad sebagai Nabi Isa
Golongan ini secara garis besarnya terbagi pada :
-- Gol. Imamiyah: Khalifah hanya hak Ali dan keturunannya
-- Gol. Zaidiyah: Khalifah tidak hanya tertuju pada Ali.
b. Golongan Khawarij
Semula kelompok ini berasal dari kelompok Ali, namun mereka tidak setuju
diadakannya perdamaian/Perjanjian Tahkim dengan kelompok Mu'awiyah, maka
mereka keluar/memisahkan diri.
Paham golongan ini:
= Politik:
- Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali (sampai sebelum perjanjian Tahkim) adalah
sah sebagai khalifah
- Jabatan khalifah adalah jabatan kaum muslimin yang mampu
= Keagamaan:
- Memegang teguh Al Qur'an
- Ibadah sama dengan iman; siapa yang melanggar kafir
c. Murji'ah
Lahirnya golongan ini sebagai reaksi terhadap kondisi yang ada. Murjiah
berarti "mengharapkan" atau "menangguhkan". Menurut mereka ketentuan tentang
sesuatu hukum adalah tidak bisa ditentukan sekarang, tetapi Allah lah nanti yang
menentukan.
Paham golongan ini:
24

= Politik:
- tetap mengakui kekhalifahan yang ada
- kekhalifahan hak turun temurun kaum muslimin
= Keagamaan:
- menangguhkan hukum dan menyerahkannya kepada Allah
- tidak boleh menghukum kafir pada seseorang
d. Mu'tazilah
Golongan ini lebih mengandalkan kekuatan rasional, sehingga lebih
mengandalkan kekuatan manusia "Qadariyah".
Paham golongan ini:
= Politik :
- Siapa saja boleh jadi khalifah asal menuhi syarat
= Keagamaan:
- al Manzilu bainal Manzilatain
- al Qadar, manusia menentukan
- at Tauhid
- Sultan aqli, kesanggupan akal menentukan baik dan buruk
- al Waid, Allah tidak menyalahi janji-Nya, dll.
3. Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Diakui, pada masa Khalifah Abdul Malik Bin Marwan, Walid Bin Abdul Malik
dan Umar Bin Abdul Aziz telah terjadi pertumbuhan Ilmu Pengetahuan (Agama, Filsafat,
dan Sejarah) dan Peradaban (Kebudayaan).
Ilmu pengetahuan (Agama, Filsafat dan Sejarah) sudah mulai mengalami
pertumbuhan. Para ilmuwan telah memberikan sumbangan awal terhadap
perkembangan ilmu-ilmu tersebut, kendati perkembangannya pada tahap awal.
= Gerakan ilmu agama, karena didorong semangat agama sendiri yang sangat kuat pada
saat itu;
= Gerakan filsafat, karena ahli agama terpaksa menggunakan filasafat untuk melawan
kaum Yahudi dan Nasrani;
= Gerakan sejarah/tarikh, karena ilmu-ilmu agama memerlukan akan riwayat.
Gerakan Ilmu Agama terus semakin maju, karena umat Keadaan demikian
memaksa kaum muslimin untuk lebih memperluas ddan memperdalam ajaran agamanya.
25

Apalagi di antara suku bangsa yang ditaklukkan itu ada kemungkinan masih
terpengaruh dengan ajaran lama atau sengaja ingin merusak aqidah Islam.
Dalam bidang filsafat, dirasakan semakin diperlukan, sebab banyak di antara
orrang-orang non muslim yang menggunakan filsafat guna menentang hujjah kaum
muslimin. Keadaan demikian memaksa kaum muslimin untuk mempelajari dan
mendalami filasafat lebih jauh. Banyak buku-buku filsafat dari Yunani atau lainnya
dikuasai oleh kaum muslimin.
Gerakan dalam bidang sejarah tidak ketinggalan, hal ini diperlukan sebagai upaya
lebih melengkapi dan memantapkan iilmu-ilmu agama, seperti sejarah para nabi, dll.
Sementara di bidang budaya (peradaban) telah terlihat antara lain:
a. Membentuk Mahkamah Tinggi; untuk mengadili pejabat tinggi yang bersalah. Badan
ini dikepalai oleh ulama-ulama yang saleh
b. Pergantian Bahasa Resmi; Bahasa Romawi dan Persia diganti dan bahasa Arab
dijadikan sebagai bahasa resmi
c. Pergantian Mata Uang; mata uang Romawi dan Persia tidak berlaku lagi diganti mata
uang baru bertuliskan "La ilaha illallah"
d. Pembangunan Pos
e. Mendirikan Rumah sakit
f. Mendirikan mesjid, termasuk perluasan Mesjid al Haram di Mekkah dan Mesjid
Nabawi di Madinah.

C. Masa Khilafat Bani Abbasiyah (132-656 H/750-1258 M)


1. Lahirnya Daulah Abbasiyah
Khilafat Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abul Abbas atau lebih dikenal
dengan Abul Abbas Assaffah tahun 656 H/750 M. Khilafat ini dinamai Daulah Bani
Abbas, mengambil nama salah seorang nenek moyang mereka ABBAS anak Abdul
Muthalib.
Bani Abbas dapat menduduki jabatan khilafat ini, karena mereka
beranggapan bahwa jabatan khalifah dipegang oleh keluarga dekat Rasulullah, sedang
yang dimaksud keluarga dekat menurut mereka adalah keluarga Abbas dan keluarga
Abu Thalib yang keduanya paman nabi.
26

Terjadinya perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh keturunan Abbas


terhadap Bani Umayyah adalah:
a. Sewaktu pemerintahan Bani Umayyah mulai lemah, kalangan Bani Abbas
memperkokoh diri;
b. Kurangnya pengawasan pemerintahan Bani Umayyah terhadap kelompok Abbasiyah,
mengingat gerakan mereka tidak terlihat dengan jelas;
c. Kelompok bani Abbas dalam pergerakannya semula memakai nama Bani Hasyim
yang didalamnya menampung kelompok Syi'ah.
Dalam kelompok Bani Hasyim yang di dalamnya terdapat kelompok Abbas dan
Syi'ah, ternyata dimenangkan oleh kelompok Bani Abbas, hal ini disebabkan:
a. Sewaktu kelompok mereka masih kecil, mereka berkedok sebagai kelompok Bani
Hasyim, sehingga kelompok ini terus menerus membantu mereka;
b. Sementara kelompok Syi'ah sendiri terus menerus dipukul dengan hebat oleh
pemerintahan Daulah Bani Umayyah;
c. Dalam kelompok Syi'ah sendiri saat itu tidak terdapat tokoh kuat yang mempu
membangkitkan mereka.
Saat awal memegang tampuk pemerintahan, pemerintahan Bani Abbas sangat
kejam, tidak saja dari kalangan kaum Umayyah yang disiksa dan dibunuh tetapi juga
dari pengikut
Syi'ah, sehingga terkenallah Abul Abbas dengan sebutan Abul Abbas Assaffah
(si penumpah darah)
Dalam menjalankan politiknya pemerintahan melakukan hal-hal:
a. Para khalifah tetap dari kalangan keturunan Arab murni, sementara menteri,
gubernur, panglima dan lainnya bisa diangkat dari kalangan "Mawaly" turunan
Persia;
b. Bagdad dijadikan ibukota, baik sebagai pusat pemerintahan, politik,
ekonomi, sosial dan ilmu pengetahuan;
c. Pemerintah mendukung setiap pengembangan ilmu pengetahuan, para ulama dan
cendekiawan mendapat tunjangan dan penghargaan pemerintah;
d. Kebebasan berpikir mendapat tempat yang tinggi, sementara taqlid ditinggal;
e. Para menteri dari Persia diberi hak penuh menjalankan pemerintahan, begitu juga
dalam membina tamaddun Islam;
27

Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah berakhir sewaktu dipegang oleh Al-


Musta'sim tahun 749 H/1258 M. Hal ini disebabkan:
a. Pengingkaran terhadap kaum Alawiyin (penganut Syi'ah dari turunan ajam);
b. Mengutamakan bangsa asing ketimbang bangsa Arab, terutama pada saat pemerintah
Khalifah Al Makmun yang mengutamakan orang Persia, dan Al Musta'sim
mengutamakan bangsa Turki;
c. Adanya kebebasan luar biasa untuk mengadakan pembahasan soal agama, filsafat
sehingga menimbulkan bid'ah dan pertentangan;
d. Adanya penyerbuan bangsa Mongol terhadap kaum muslimin.
2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Pada masa ini ilmu pengetahuan yang bersifat aqli (rasio) atau naqli (agama)
mengalami kemajuan yang luar biasa. Pada masa ini banyak sekali buku-buku dari
berbagai bahasa terutama bahasa Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada saat
ini pula telah berdiri gedung tempat belajar di samping juga mesjid.
a. Ilmu Pengetahuan Aqli.
Menurut Nikholson dalam bukunya "Literatur History of the Arabs" dikatakannya
secara ringkas: bahwa kebudayaan Yunani yang dibawa oleh sarjana-sarjana Kristen
yang lari ke Persia sebagai akibat terjadinya pertentantangan mazhab. Di Persia
diterima dengan baik oleh Kisrra Anusyarwan dan aliran filsafat neo Plato mereka
bawa. Semenjak kekuasaan berada di tangan Daulat Bani Abbas kehidupan ilmu aqli
(Thib, Filsafat, dll) semakin subur, sehingga ilmu-ilmu tersebut dikuasaai oleh kaum
muslimin.
Ilmu pengetahuan aqli yang berkembang pada masa pemerintahan Harun ar
Rasyid dan al Makmun, yaitu:
= Filsafat
Filsafat yang dibawa oleh orang (sarjana) Kristen ke Persia kemudian dipelajari
dan dikuasai oleh kaum muslimin, namun mendapat perubahan hingga melahirkan
"Filsafat Islam" dengan tokoh-tokohnya; Abu Ishaq Al Kindi, Abu Nasr Faraby, Ibnu
Sina, Ibnu Bajah, Ibnu Thufail, Ibnu Rusyd dan Al Abhary.
= Ilmu Thib (Kedokteran)
Ilmu Kedokteran ini mulai berkembang pada awal masa Daulat Bani Abbas, dan
pada masa pertengahan mencapai puncaknya. Banyak para dokter yang lahir pada masa
28

ini seperti: Ibnu Masiwaihi, Ibnu Sahal, Abu Bakr ar Razy, Ali bin Abbas, Ibnu Sina, dan
lainnya.
= Fharmasi dan Kimia
Pada masa ini pula Ilmu Fharmasi tumbuh. Para ahli Eropah mempelajari ilmu-
ilmu ini dari kaum muslimin. Tokoh-tokoh dalam bidang ilmu ini seperti: Ibnu
Baithar, Rasyiduddin, Jubair bin Haiyan, dll.
= Ilmu Falaq dan Nujum
Kaum muslimin mempunyai modal yang terbesar dalam memperkembangkan
ilmu falaq. Mereka telah menggodok menjadi satu aliran Ilmu Bintang yang dianut
Yunani, Hindi, Persia, Kaldan dan Arab Jahiliyah. Di antara mereka yang termasyhur
adalah: Abu Ma'syar al Falaqy, Jabir Batany, Abu Hasan, Raihan Bairuny, dll.
Pada masa ini pula telah berkembang jenis-jenis Ilmu Aqli lainnya seperti, Ilmu
Jughrafi, Ilmu Tarikh, Ilmu Riyadhiyat, dll.
Pada masa Daulat Abbasiyah ini telah muncul satu organisasi rahasia yang
bernama "Ikhwanus Safa". Mereka tersusun dari berbagai lapisan masyarakat yang
bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama filsafat, namun juga mencampuri
urusan politik. "Rasail Ikhwanis Safa", adalah salah satu karangan organisasi ini berisi
kumpulan Filsafat Islam yang meliputi tinjauan tentang: dasar-dasar maujudat, asal
usul kainat, susunan alam, bumi, langit, ilmu bintang, ilmu hayat, ilmu pasti, musik,
mantik, akhlak dan lainnya, jadi semacam Encyclopadia.
b. Ilmu Pengetahuan Naqli
Pada masa ini Ilmu Pengetahuan Naqli berkembang lebih pesat lagi, ilmu-ilmu
agama seperti Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Ilmu Tasawuf, dll. W. Montgomery Wath
dalam bukunya Fundamentalisme Islam dan Modernitas menyatakan, Pengembangan
asli sejarah selama tiga abad pertama Islam alam kenyataannya telah mengubah praktek
suatu masyarakat yang pada mulanya relatif primitif menjadi suatu imprium yang
berbudaya (1997; 9)
= Ilmu Tafsir
Perkembangan Tafsir pada masa ini sangat maju. Berbagai aliran munsul baik
Syi'ah, Mu'tazilah, Ahlus Sunnah dan lainnya. Para ahli Tafsir antara lain: Ibnu Jarir Ath
Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy, As Suda, Abu bakar Asam, Abu Muslim bin Bahr
Isfahany, Ibnu Jaru al Asady, Abu Yunus Abdus salam al Qazwany, dll.
= Ilmu Hadist
29

Sebagai sumber hukum Islam kedua, ilmu ini sangat berkembang. Pada masa
ini muncullah ahli-ahli Hadist seperti: Imam Bukhary, Imam Muslim, Ibnu Majah, Abu
Daud, At Turmizi, An Nasai, Al Hakim An Naisabury, Al Ajiry dan Al Baihaqy.
= Ilmu Kalam
Lahirnya ilmu ini karena dua faktor:
-- Untuk membela Islam dengan bersenjata filsafat, seperti halnya musuh memakai
ilmu ini;
-- Karena semua masalah, termasuk masalah agama, telah berkisar dari pola rasa
kepada pola akal dan ilmu.
Ilmu kalam ini lahir dengan subur sekali, karena itu banyak ditemukan aliran-
aliran Ilmu Kalam semisal, Syi'ah, Khawarij, Murjiah, Mu'tazilah, Ahlus Sunnah Wal
Jama'ah, dll. Masing-masing golongan memiliki tokoh-tokoh seperti, Washil bin Atha'
Abu Huzail al Allaf, Adh Dhaan, Abu Hasan Al Asy'ary, Imam Ghazali, dan banyak
lagi tokoh lainnya.
= Ilmu Tasawuf
Ilmu ini tumbuh dana matang di zaman Daulat Abbasiyah. Inti ilmu ini adalah:
tekun beribadat dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan
kesenangan dan perhiasan dunia dan bersunyi diri serta beribadah. Tokohnya seperti; Al
Qusyairy, Syahabuddin, Imam Ghazali, dll.
= Ilmu Fiqih
Hukum-hukum yang pokok diuraikan dengan dasar Al Qur'an, Sunnah
Rasulullah, persetujuan (Ijma') dan perbandingan (Qiyas). dengan demikian disusunlah
suatu susunan hukum Islam dengan suatu pembahasan dan analisa sendiri menjadi suatu
ilmu pengetahuan agama yang disebut "Ilmu Fiqih". Ilmu ini berkembang dari dunia
Islam terutama pada abad ke-3, timbullah aliran-aliran atau mazhab sesuai tokohnya
seperti:
= Mazhab Syafi'i
= Mazhab Hambali
= Mazhab Hanafi
= Mazhab Maliki, di samping juga terdapat mazhab-mazhab lain antara Daud Az
Zahiri, dll.
c. Dalam bidang lain pun juga terdapat perkembangan yang sangat pesat seperti:
= Bahasa
30

= Kesusateraan
= Seni Suara/musik
= Seni Rupa, dan
= Seni Bangunan.
Secara keseluruhan kemajuan yang dicapai oleh umat Islam pada masa itu
disebabkan oleh:
1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang sudah
mengalami perkembangan yang tinggi dalam bidang Ilmu Pengetahuan, seperti:
= Bangsa Persia: -- pengaruh pemerintahan
-- perkembangan Ilmu Pengetahuan
-- Filsafat dan Sastra
= Bangsa India : --- Kedokteran
--- Ilmu Matematika
--- Astronomi
= Bangsa Yunani : -- Filsafat, melalui terjemahan Azyumardi Azra (1999: 50)
dalam bukunya "Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam"
menyatakan "Terjadinya penyerapan pemikiran Yunani, Persia, India dan
Cina oleh pemikir Islam dengan mengambil bagian-bagian tertentu
yang disesuaikan dengan ajaran Islam, sehingga menyatu dengan
kebudayaan Islam, secara keseluruhan".
2. Gerakan Terjemahan
Disebutkan bahwa orang pertama yang menerjemahkan pada masa zaman Islam ialah
Khalid bin Yazid al-Umawi (58 H), yang diperinrah menerjemahkan berbagai buku
ilmu kimia ke dalam bahasa Arab (Ahmad Fuad al-Ahwani; 1997; 31) Selain itu
banyak pula buku-buku lain dari disiplin ilmu berbeda seperti filsafat, kedokteran, dan
lainnya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Usaha ini tidak saja dilakukan oleh
penterjemah Muslim namun juga non muslim, mereka mendapat tunjangan dari
pemerintah.
3. Yang lebih mendasar karena memang Ajaran Islam sendiri memotivasi untuk itu.
Terutama sekali mendorong perkembangan intelektual dalam islam yang
bersumber dari al-Qur'an dan al-Hadits. Kenyataan itu memperlihatkan, bahwa
pengembangan akal dan intelektual merupakan suatu dorongan intrensik dan
interen dalam ajaran islam. Timbul dan berkembangnya akal pikiran yang
31

menghasilkan kebudayaan Islam yang tinggi pada abad pertengahan seperti


dikatakan sayyid Hosen Nasr "tidak lain disebabkan adanya pandangan kesatuan
dalam keseluruhan ajaran Islam" (Azra; 1999; 49)

Catatan:
Dalam kaitan ini S. Waqar Ahmad Husaini menyatakan ada beberapa proses-proses Imitatif-
Innovatif dalam usaha peremajaan Kultur Islam sesudah al-Qur'an diturunkan:
Pertama; Sesudah al-Qur'an diturunkan, sistem bahasa Arab secara material dan kultural masih
tetap sama seperti sediakala. Bahkan sebutan Allah dari zaman sebelum al-Qur'an untuk Yang Tertinggi
dari pada tuhan-tuhan bangsa Arab Jahiliyah masih dipertahankan, walaupun dengan pengertian-
pengertian baru menurut konsep Islam mengenai Tuhan.
Kedua; Teknik peperangan menggunakan parit yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, adalah
peniruan terhadap innovatif bangsa Persia.
Ketiga; Khalifah Umar tanpa perubahan telah menggunakan sistem-sistem penaksiran dan
pengumpulan pajak dari Iran dan Syria.
Keempat; Filosof-filosof Islam sejak abad ke-2 H. telah banyak meniru dan mengambil
pemikiran filsafat dari Yunani Klasik, seperti tentang logika, fisika, metafisika, dll. Kemudian dalam
proses imitatif dan inovatif ini, bangsa Eropah telah mencapai kemajuan dengan mengambil dari
kemajuan umat Islam pada masa itu, dalam hal ini antara lain:
1. Norma-norma kedokteran oleh Ibnu Sina, Pembatasan Diri oleh Zakariya al-Razy, dan Ilmu Bedah
oleh Abul Qayim al-Zahrawi tetap bertahan sebagai buku-buku kedokteran yang terpenting di Eropah
selama lebih enam abad.
Ilmu bedah Abul-Qayim sendiri misalnya adalah berdasarkan karya Paulos Aegineta, tokoh
Alexandria yang terkenal pada awal abad perta Hijrriah. Sedang karya Aegineta berdasarkan karya-
karya kuno dari galen dan Oribasio. Di sini jelas bahwa kemajuan dunia Islam saat itu dalam
berbagai disiplin Ilmu Aqli tidak terjadi secara begitu saja, tetapi melalui proses-proses difusi dan
imitatif-innovatif.
2. Ilmu Kedokteran yang disebutkan di dalam hadist-hadist (Nabi Muhammad) bersumber kepada ilmu
kedokteran orang-orang Badui. Ilmu Kedokteran ini tidak merupakan sebagian dari pada wahyu
Allah ... Muhammad diutus untuk mengajarkan syari'ah kepada kita. Ia tidak diutus untuk
mengajarkan ilmu kedokteran atau persoalan-persoalan biasa lainnya kepada kita.
Dari sini dipahami bahwa, di dalam proses transformasi ke dalam sistem sosio-kultural Islam yang
empiris, idela-ideal atau sistem arti al-Qur'an diarabisasikan, dipersianisasikan, dibizantianisasikan,
diyunanisasikan, diafrikanisasikan, atau diindiasasikan melalui asimilasi imitatif-innovatif terhadap
sarana-sarana empiris yang ada dan transformasi tokoh-tokoh manusianya menjadi pribadi Islam
(1983: 73)
32

ISLAM DI SPANYOL DAN PERKEMBANGAN


PERADABAN ISLAM DI BARAT

A. Perkembangan Islam di Spanyol


Islam masuk ke Spanyol --dalam istilah lain disebut pula Andalusia-- melalui
Afrika Utara, menurut para ahli sekitar tahun 711 M. di bawah pemerintahan Khalifah
Al Walid salah seorang khalifah Bani Umayyah yang berada di Damaskus. Pahlawan
besar yang sangat berjasa dalam menduduki negeri Spanyol adalah Thariq bin Ziyad,
termasuk pula Musa bin Nushair, dan Tharif bin Malik.
Masuknya Islam di Spanyol sejalan dengan perkembangan politik di negeri ini.
Kekuasaan Islam yang mulai tumbuh, saat itu pula agama Islam mulai berkembang.
Perkembangan Islam terus mengalami kemajuan, terutama setelah banyaknya penduduk
setempat yang memeluk agama ini. Diakui, sebelum Islam masuk, agama Kristen
Katholik telah dianut oleh penduduk setempat. Kendati demikian, tidak sedikit di
kalangan rakyat terutama kalangan budak masuk Islam, termasuk mereka yang masih
menyembah berhala.
Ada beberapa sebab yang mempermudah Islam masuk ke negeri ini:
33

1. Adanya sifat jihad di kalangan kaum muslimin sendiri.


2. Adanya pertentangan tajam di kalangan penduduk setempat, terutama
pertentangan:
a. Agama; antara Katholik dengan faham sekti Arianisme, (dalam paham agama lebih
dekat dengan Islam) sehingga tidak sedikit di antara mereka yang disiksa
b. Adanya pertentangan di kalangan Kristen Katholik dengan pengikut Yahudi
c. Di kalangan pemimpin agama sendiri yang membiarkan kepercayaan pengikutnya
terutama di kalangan bawah seperti takhayul, bid'ah, sementara di kalangan
pimpinannya lebih mementingkan urusan dunia.
d. Pertentangan kelas, terutama dengan kaum budak
e. Bahkan ada pula di antara bangsawan Kristen masuk Islam karena kesadaran
sendiri (Thomas W Arnold: t.t.; 119)
3. Pada saat itu kebudayaan Gothik di Spanyol sedang mengalami kemunduran total
Kemajuan Islam di Spanyol mencapai puncaknya terutama sewaktu
pemerintahan berada di tangan Khalifah Abd al-Rahman al-Dakhil, Hakam I, Abd al-
Rahman al-Ausath, dan dan Abdullah Ibn Muhammad.
Sejak Ferdinand dan Isabella mengalahkan Abu Abdullah (1492 M) praktis
kekuasaan Islam di Spanyol sudah berakhir, bahkan disebutkan sejak 1609 M boleh
dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.
Beberapa sebab kemunduran Islam di Spanyol:
1. Tidak adanya persatuan di kalangan umat Islam saat itu, ini terlihat dari munculnya
beberapa kerajaan kecil, sehingga memperlihatkan ketidakjelasan sistem
pemerintahan yang ada;
2. Kesulitan ekonomi yang dihadapi penguasa Islam di sana;
3. Konflik yang terjadi antara Islam dan Kristen.

B. Peradaban Islam di Spanyol


Di negeri ini kendati cukup jauh terpisah dengan kekuasaan Daulat
Abbasiyah, namun kemajuan yang telah dicapainya juga tidak kalah dengan yang
terdapat di bagian timur. Ada beberapa bidang kemajuan yang dicapai, antara lain:
a. Filsafat
Tokoh filsafat yang terdapat di negeri Andalusia ini antara lain:
34

Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya Ibn Al-Sayigh Ibn Bajja, di Eropah lebih
dikenal dengan Avempace. Selain sebagai filosof ia juga dikenal sebagai dokter.
Karya beliau antara lain: Tadbir Al-Mutawahhid. Intisari dari buku ini adalah
"kebenaran dapat dicapai melalui jalan filsafat", berbeda dengan Al Gazali yang
menyatakan kebenaran dapat dicapai dengan jalan Sufi. (Harun Nasution: 1974:
54) Selanjutnya dikatakannya, untuk mencapai kebenaran orang harus menyendiri
meninggalkan masyarakat umum.
Tokoh lain adalah, Abu Bakr Muhammad Ibnu Abd Al-Malik Ibn Tufail. Selain
sebagai filosof, ia juga sebagai penyair, dokter, ahli matematikan dan astronomi.
Karya beliau yang terkenal adalah "Hayy Ibn Yaqzan", isinya menceriterakan
bagaimana untuk mencapai kebenaran tidak terdapat perbedaan yang didapat melalui
wahyu dan aqal.
Tokoh lain adalah Abu Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn
Rusyd. Beliau juga dikenal dalam dunia kedokteran dan hukum. Dalam bidang
filsafat karya beliau antara lain Tahafut Al-Thafut (filsafat), Al Kulliat
(Kedokteran) dan Bidyatul Mujtahid (Fiqih). Di barat beliau dikenal sebagai
penafsir/Komentator Aristoteles.
b. Sains
Di samping nama-nama seperti Ibn Rusyd, Ibn Tufail dan lainnya, juga dikenal
Ibrahim Ibn Yahya An-Naqash dalam bidang Astronomi. Ahmad Ibn Ibbas dalam
bidang obat-obatan, termasuk pula Umm al-Hasan ibnt Abi Ja'far, dll.
Sementara dalam bidang sejarah dan geografi Ibnu Zubair dan Ibnu Batutah,
termasuk Ibn a-Khaldun.
Dalam bidang musik dan kesenian juga mengalami perkembangan yang
cukup maju termasuk dalam bahasa dan sastra.
c. Fiqih
Ilmu agama/hukum ini juga mengalami perkembangan yang pesat, terlihat dari
karya Ibn Rusy "Bidyatul Mujtahid".
d. Bangunan Fisik
Kemjauan ini terutama terlihat pada bangunan-bangunan sepert: Mesjid Cordova,
istana al-Zahra, istana al-Gazar dan menara Girilda, dan istana al-Hamra di Granada.
Sebagian dari peninggalan itu masih terdapat sampai kini walaupun sudah beralih
fungsi.
35

C. Perkembangan Peradaban Islam di Barat


Seandainya Islam mampu bertahan dari kehancuran yang dilakukan oleh
Ferdinand dan Isabella, sangat mungkin jalannya sejarah tidak seperti sekarang. Dari
akibat yang diderita oleh umat Islam saat itu agama ini tidak dapat meluaskan
sayapnya ke benua Eropah. Kendati demikian, peradaban Islam terus maju dan
berkembang di benua Eropah.
Transformasi peradaban Islam ke Barat antara lain melalui:
1. Penterjemahan
Dr. S. Waqar Ahmed Husaini (1983: 374) menyatakan Islmisasi Barat pada
zaman pertengahan, untuk pertama kalinya terjadi hingga kira-kira pertengahan abad
ke-5 H. (11 M) sebelum usaha-usaha penterjemahan sistematis terhadap karya-
karya berbahasa Arab ke dalam bahasa-bahasa Barat dimulai. Untuk kedua kalinya
islamisasi ini terjadi pada masa karya-karya berbahasa Arab mereka terjemahkan.
Masa ini bertepatan dengan Renaissance Kecil (abad 11 M). Sedang untuk ketiga
kalinya, seiring dengan Reformasi Katholik-Protestan dan enaissance, yaitu sejak
abad ke-8 s.d. 10 Hijriyah (abad ke-14 s.d. 16 M).
2. Munculnya gerakan pemikiran Averroeisme (Ibn Rusyd-isme) di Eropah, yang
menuntut kebebasan berpikir.
3. Adanya para pemuda Eropah yang belajar di berbagai universitas Islam di
Cordova, Servella, Granada, dan lainnya.
4. Sementara lewat timur, transformasi ini sewaktu terjadi Perang Salib dan begitu
juga lewat pengaruh peradaban Islam di wilayah Sicilia. Dalam kaitan ini
National Commission for UNESCO menyatakan (1986: ix) terjadinya kontak-
kontak antara orang-orang Eropah dan orang-orang Timur selama Perang Salib
berlangsung, ketika tentara-tentara salib tinggal dan hidup bersama orang-orang
Muslim dan belajar pada sarjana-sarjana Muslim. Sehingga terjadi adopsi, oleh Barat,
terhadap arsitektur, dekorasi, ddan musik Islam, peniruan gaya puisi Arab dan
kecenderungan-kecenderungan tertentu dalam ceritera-ceritera fiksi Arab, penerapan
ilmu dan buku-buku tentang geografi dan astronomi Arab.
Aspek-aspek peradaban Islam yang berkembang di Eropah, antara lain:
1. Ilmu Kedokteran
* Karya Ibn Sina (Al Qanun Fit Thibb) pada abad ke-12 M - 15 M. dicetak sebanyak
21 kali dengan judul "Canon"
36

* Al Razi (Al Hawi) diterjemahkan ke dalam bahasa latin dengan judul The
Conteneus, dalam pandangan beberapa sarjana Barat termasuk salah seorang
bapak ilmu kimia (National Commission for UNESCO; 1986: xiii)
* Ishak Yuda, buku beliau unsur-unsur kimia diterjemahkan menjadi On
Simple Drugs and Elements (tentang obat-obatan), On Urine (kancing batu).
* Ibnu Baitar dan Al Harury, buku Materi Medica, masih dijdikan rujukan di Eropah
sampai abad ke-18.
* Al-Zahrawi, karyanya Bimaristan dijadikan model oleh orang-orang Barat.
2. Ilmu Falaq
* Abu Ma'syar dan Al Khawarizmy, Adelard of Bath dan John of Serville
* Ibnu Jubair, Kitabul Hai'ah menjadi Gerard Cremona
* dan lain-lain
3. Ilmu Pasti
* Al Khawarizme, Algebre, Algotrithem
* Al Jarqaly
4. Filsafat
* Ibnu Thufail, Hayy bin Yaqzan
* Ibnu Arabi, di Eropah dikenal Alpharabius, buku beliau Ihsa' al-Ulum
diterjemahkan ke dalam bahasa Eropah. Buku juga bukunya al-Tanbih Ila al-
Sa'adah.
* Al Ghazali, Maqasidul Falasifah di Eropah diterjemahkan oleh Gondsa-linos
* Ibu Rusyd karyanya Tahafut al-Tahafut (kontra karya Al Gazali, Maqasidul
falasifah) diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-14.
* Ibnu Sina, karyanya Al-Najah, al-Isyarat, begitu bagian al-Syifa. Pandangan
dalam buku ini dijunjung tinggi oleh Albert Yang Agung dan Roger Bacon
(UNESCO: 1986: 134)
* Ibn Bajjah, di Eropah dikenal Avempace, karyanya Tadbir al-Mutawahhid
diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani pada abad ke-14.
37

VI

MASA DISINTEGRASI DAN KEMUNDURAN


(1000-1250 M, 1250-1500 M)

A. Kondisi Pemerintahan Islam


Menjelang berakhirnya kekuasaan Daulat Bani Abbasiyah, kondisi khilafat dalam
Islam sudah menunjukkan tanda kemunduran. Ini terlihat dari munculnya beberapa
kerajaan kecil yang memerdekakan diri, kendati sebagian mereka masih mengaku berada
di bawah kekuasaan dinasti Bani Abbasaiyah. Masa ini lebih dikenal masa Disintegrasi
(1000-1250 M).
Dinasti-dinasti yang melepaskan diri dari Bagdad itu antara lain:
= Di Persia; Thahiriyah di Khurasan, Shafariyah di Fars, Samaniyah di Transoxania,
Sajiyyah di Azerbaijan dan Buwaohiyyah bahkan menguasai Bagdad.
= Daulat yang didirikan oleh mereka yang berbangsa Turki; Thuluniyah di Mesir,
Ikhsyidiyah di Turkistan, Ghaznawiyah di Afghanistan, Dinasti Saljuk.
= Dinasti yang berbangsa Kurdi; Al-Barzuqani, Abu Ali, Ayubiyah.
= Berbangsa Arab; Idrisiyyah di Maroko, Aghlabiyyah di Tunisia, Dulafiyah di
Kurdistan, Alawiyah di Tabristan, Hamdaniyah di Aleppo dan Mushil,
Mazyadiyyah di Hillah, Ukailiyyah di Maushil dan Mirdasiyyah di Aleppo.
Sedangkan di Barat (Andalusia) masih tegak berdiri Daulah Bani Umayyah,
begitu juga Bani Fathimiyyyah di Mesir (Badri Yatim: 1994: 66)
Semantara itu memasuki Masa Kemunduran (1250-1500 M) ini ditandai dengan
terjadinya penyerbuan Bangsa Mongol terhadap dinasti-dinasti kekuasaan Islam.
Laksana avalanche pasukan Jenis Khan menggusur habis seluruh pusat peradaban dan
kebudayaan Islam (Thomas W. Arnold: tt. 192) Serangan bangsa Mongol ini
khususnya terhadap kota Bagdad terjadi pada tahun 1258 M, mulai saat itulah kekuasan
dinasti Bani Abbasiyah lenyap dari kekuasaan, dan pada saat itulah awal dari masa
kemunduran umat Islam.
Hampir beberapa ratus kemudian, pemerintahan di bawah kendali bangsa
Mongol, terutama sekali keturunan Jengis Khan. Kendati diakui, di antara keturunan
mereka ada yang memeluk agama Islam, namun kekjamannya terhadap kaum mus-
limin sulit dilupakan. Disebutkan sewaktu tentata Mongol bergerak meninggalkan
38

Herat, hanya tinggal 40 orang sisa yang hidup dari 100.000 penduduknya (Thomas W.
Arnold: tt. 192) Kota Bagdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana
kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol (Badri Yatim; 1994: 115)
Bagdad dan daerah lainnya ditaklukkan oleh Hulagu selanjutnya diperintah
dinasti Ilkhan. Namun rupanya orang-orang Mongol masih merajalela yaitu Timur Lenk
salah seorang keturunan Jengis Khan walaupun mereka sudah memeluk agama Islam.
Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya Muhammad Jehanekir dan Khalil
menggantikannya.

B. Perang Salib (Crusade)


Perang Salib diawali oleh kekalahan tentara Kristen (200.000 orang) melawan
tentang Alp Arselan (15.000 orang) di Manzikart tahun 464 H/1071 M. Perang Salib
dimulai sejak tahun 1071 M s.d. 1291 M.
Dalam perang ini silih berganti menang dan kalah pada akhirnya tentara salib
dapat diusir oleh kaum muslimin, dilakukan oleh Salahuddin Al Ayyubi. Di timur
perang sudah berakhir, namun di Barat (Andalusia) tetap jalan ini terbukti pada saat
penghancuran Islam Spanyol oleh pihak Kristen.
Namun dari peristiwa ini, ternyata dunia barat banyak mengambil hikmah dari
kaum muslimin terutama kemajuan dalam bidang peradaban, dan dari sini pula salah
satunya mereka dapat menyerap kemajuan itu untuk ditransformasikan ke Barat.

C. Sebab Kemunduran Kaum Muslimin


Secara politis setelah kejatuhan Daulah Abbasiyah tahun 1258 M kaum
muslimin mengalami masa kemunduran, terutama mereka yang berada di wilayah
kekuasaan sebelah Timur, kendati pemerintah Islam di Andalusia masih mengalami
masa-masa kemajuan. Hal ini disebabkan oleh:
1. Hancurnya kekuasaan khalifah secara formil. Kondisi terlihat manakala
berdirinya/munculnya beberapa kerajaan kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan
pusat di Bagdad.
2. Di antara kaum muslimin sendiri saat itu, terdapat beberapa golongan, yang antara
satu dengan lainnya muncul pertentangan. Ini terlihat dengan munculnya perbedaan
atau perpecahan antara kaum Sunni dengan kaum Syi'ah.
3. Dunia Islam saat itu tampaknya terbagi pada:
39

a. Arab, terdiri Semananjung Arabia, Irak, Siria, Palestina, Mesir, Afrika Utara,
yang menjadikan Mesir sebagai pusatnya
b. Persia, terdiri dari Balkan, Turki, Persia, Turkistan, India, dengan menjadikan Persia
sebagai pusatnya.
4. Dan kemunduran ini lebih diperparah lagi sewaktu terjadinya penaklukan dan
dihancurkannnya pusat-pusat kekuasaan kkerajaan Islam oleh tentara Mongol,
terutama Bagdad yang menjadi simbol dari kekuasaan Islam saat itu.
Sementara di bidang peradaban Islam kondisi ini tidak jauh berbeda dengan
kondisi politik/pemerintahan kaum muslimin. Masa-masa kejayaan yang telah
menguasai dunia selama hampir lima abad lamanya, mulai mengalami masa-masa
stangnasi atau awal dari suatu kemunduran. Dalam kaitan ini, Dr. S Waqar Ahmed
Husaini (1983: 50) mengemukakan penyebab terjadinya kemunduran peradaban Islam,
yaitu:
1. Rasionalisme yang ekstrem dan sikap yang tidak mengenal toleransi dari sebagian
para ahli hukum dan filsafat.
2. Kebangkitan Skolastik muslim, mendorong pemikir hukum yang akut menjadi
sufime yang mementingkan pengetahuan esoterik mengenai hukum spritual. Dalam
bagian lain S. Waqar Ahmed Husaini (1983: 54) menyebutkan “mentalitas kultur
kaum Muslimin berubah dari mentalitas "rasional-idealistis" atau "integral" yang
benar-benar berjiwa Islam menjadi mentalitas "ideasional' (mengambil obyek-obyek
dari luar sebagai sumber ide) yang mantap. Sufime yang menyukai pertapaan,
menghening, dan hampir bersikap sinis, sebuah contoh dari mentalitas ideasional,
menjadi pelarian bagi Muslim-muslim yang cerdas dan mempunyai kesadaran
susila.
Sementara menurut Amser Ali seperti dikutip Azra (1999; 52) menyatakan
dalam jal ini ajaran mistik Islam tidak bisa lain dari mengakibatkan kelumpuhan
intelektual. Ssedangkan Harun Nasution menyatakan, kehancuran kaum muslimin,
termasuk didalamnya peradaban Islam adalah semakin meningkatnya pengaruh
tarikat.
3. Adanya kematian, kehancuran dan anarkhis yang terus menerus melanda dunia
Islam, apakah dalam bidang manusia dan budaya.
4. Adanya sebagian kaum elite yang sedang berkuasa yang gemar pada kemewahan,
hedonisme.
40

5. Pajak rakyat yang terlalu tinggi.


6. Syari'at tidak lagi ditaati oleh sebagian orang
7. Politik berubah dari perjuangan untuk merebut kekuasaan sehingga terjadi
pembunuhan.
8. Terjadinya penghancuran besar-besaran oleh bangsa Mongol terhadap kaum
muslimin, lebih khusus dihancurkannya pusat-pusat peradaban Islam seperti,
Bagdad, Isfahan, Bukhara, Samarkand, dll.
9. Munculnya paham pengikuti pendapat orang lain secara mutlak. Dikatakan oleh S.
Waqar Ahmed Husaini (1983; 55), Hancurnya kekhalifahan Bani Abbasid pada
pertengahan abad ke-7 Hijriah (abad ke-13 Masehi) merupakan awal dari zaman
"peniruan secara mutlak" (taqlid mahd) terhadap hukum positip (fiqih) yang
merupakan kesimpulan-kesimpulan dari para ahli hukum Islam pada zaman dahulu.
William Montgomery Watt (1997; 40) menyatakan "versi sejarah yang
disepakati inilah yang kemudian menjadi bagian pandangan dunia standar Islam; dan
setiap penyimpangan dari dianggap sebagai bid'ah.
Sedangkan S. Waqar Ahmed Husein menyatakan, inovasi-inovasi dan ijtihad
di dalam keseluruhan hukum dan kultur Islam dicegah oleh konservatisme,
tradisionalisme dan obskurantisme, yang semuanya telah berurat berakar dalam dunia
Islam (1983; 56)
41

BAB VII
KEDATANGAN ISLAM DI INDONESIA

A. Situasi dan Kondisi Politik, Sosial Budaya Sekitar Kedatangan Islam

1. Situasi dan Kondisi Politik

Sewaktu -awal kedatangan Islam- di nusantara sudah terdapat kerajaan, di


antaranya Sriwijaya, Majapahit dan beberapa kerajaan kecil. Kerajaan Sriwijaya
yang berpusat di Pulau Sumatra (dulu Andalas) tepatnya menurut para ahli di
sekitar Palembang sekarang, adalah sebuah kerajaan yang sangat besar pada saat itu.
Kerajaan ini mengembangkan kekuasaannya sekitar abad ke-7 dan 8 M. Selain
sebagai pusat kekuasaan yang cukup besar, Sriwijaya juga dikenal sebagai pusat
agama Budha di nusantara. Konon disebutkan, kalau orang ingin mendalami
agama ini ke India (sebagai pusat agama Budha) terlebih dulu harus belajar di
tempat ini.
Sebagai sebuah kerajaan besar, kekuasaannya hampir ke seluruh nusantara, Selat
Malaka menjadi arus pelayaran yang sangat vital dan strategis saat itu, sepenuhnya
dikuasai oleh pengusa Sriwijaya, termasuk Malaka. Saat itu kerajaan ini sudah
dikenal para pedagang baik yang berasal dari India, Persia atau negeri Arab
(Hadramaut, Yaman dan lainnya), tidak menutup kemungkinan di antara para
pedagang itu terdapat orang-orang Islam. Perkenalan mereka dengan Sriwijaya,
terutama lebih dimungkinkan mengingat hubungan dagang dengan negara-negara
yang disebutkan di atas sudah terjadi cukup lama dengan kekaisaran Cina, terutama
di daerah Canton. Secara geografis, ini mudah dipahami, mengingat keberadaan
para pedagang itu harus melalui wilayah-wilayah yang dikuasai Sriwijaya, terutama
Selat Malaka.
Namun sejak abad ke-12, kerajaan ini menunjukkan kemundurannya, terutama di
bidang ekonomi dan politik.
42

a. Dalam bidang ekonomi: Hal ini ditandai kurang tersedianya barang-barang di


kerajaan ini, sehingga harga barang semakin naik. Untuk itulah penguasa kerajaan
berusaha bea cukai terutama terhadap para pedagang yang singgah di bandar-
bandar Sriwijaya. Akibat dari kondisi ini, banyak para pedagang yang berusaha
menyingkir ke wilayah lain terutama Malaka dan ujung Sumatara (Aceh dan
lainnya).
b. Dari segi politik:
Pertama, adanya politik Pemalayu pada tahun 1275, terutama ditandai
dengan adanya pengiriman arca Amoghapaca, sebagai perlambang ayah raja
Kertanegara sekitar tahun 1286, merupakan pengukuhan kekuasaannya
terhadap kerajaan Melayu di Sumatera.
Kedua, adanya ekspansi Cina ke wilayah Asia Tenggara adalah ancaman
terhadap kerajan Sriwijaya.
Sementara di Jawa sendiri telah muncul kekuatan baru baik yang dilakukan
oleh Kerajaan Singosari terlebih lagi oleh Kerajaan Majapahit.
Di kepulauan lain, seperti Kalimantan telah berdiri Kerajaan Kutai yang
kendati tidak terlalu besar, namun termasuk salah satu kerajaan tertua di
nusantara, begitu juga Kerajaan Terumanegara di Jawa Barat.
2. Situasi Kondisi Sosial Budaya
Penduduk kepulauan nusantara, terdiri banyak suku bangsa, mereka tinggal di
daerah pedalaman dan juga pesisir pantai. Dari kedua type masyarakat ini terdapat
perbedaan di berbagai hal, antara lain:
a. Pekerjaan:
Di kalangan masyarakat pedalaman, mereka umumnya bekerja di sektor pertanian.
Masyarakat mengolah sawah, ladang, sebagai mata pencaharian utama. Sebagai
masyarakat agraris, --apalagi sistem tradisional,-- keterikatan dengan alam begitu
sangat kuatnya, sehingga tidak jarang berbagai tatanan sosial, dan tradisi budaya,
termasuk kepercayaan, lebih kental dan lebih kuat menjadi pegangan hidup
masyarakat.
43

Berbeda dengan masyarakat pantai, dari aspek pekerjaan lebih bervariasi, baik sebagai
pedagang, buruh, nelayan atau lainnya. Sebagai penduduk yang tinggal di dekat
pantai -apalagi dekat bandar pelabuhan-, dengan kondisi pekerjaan yang mereka
lakukan, lebih memungkin warga penduduk yang ada, berinteraksi dan
berkomunikasi dengan masyarakat luar yang bisa jadi berbeda nilai dan tatanan
sosial budaya termasuk kepercayaan (agama). Sehingga masyarakat yang “terbuka”
lebih memungkinkan mereka untuk dengan mudah menerima nilai, dan tatanan
sosial budaya termasuk kepercayaan. Karena itu, tidak heran kalau masyarakat
pantai lebih mudah dan lebih cepat menerima dan mengalami perubahan.
b. Kepercayaan:
Menurut sejarah, masyarakat yang mendiami kepulauan nusantara, pada awalnya
menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Sebelum agama Islam masuk di
nusantara, agama Hindu dan Budha (berasal dari India) sejak beberapa abad sudah
dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia. Kerajaan Syailendra dan Sriwijaya
adalah penganut agama Budha. Demikian pula, Candi Brobodor merupakan bukti
sejarah sisa-sisa peninggalan ajaran Budha. Agama Hindu juga dianut oleh sebagian
masyarakat Indonesia. Kerajaan Singosari, Majapahit, dan Kutai adalah penganut
agama Hindu. Penganut kepercayaan dan agama-agama tersebut lebih menonjol di
kalangan masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman.,
Sementara bagi masyarakat yang tinggal di daerah pantai, selain agama -agama tersebut,
di sini juga ditemukan kepercayaan lain, termasuk agama Islam.
c. Struktur masyarakat:
Struktur masyarakat di pedalaman; lebih terikat dengan tradisi budaya yang ada, karena
itu lebih kuat memegang ikatan primordial, kekeluargaan dan lebih bersifat
paternalistik, cenderung berstrata (terdiri berbagai lapisan dan golongan).
Sementara di kalangan masyarakat pantai; lebih terbuka, terjadinya assimilasi, dan
akulturasi, dengan budaya (masyarakat) luar lebih banyak, sehingga cenderung
memunculkan ikatan yang lebih longgar..
d. Budaya:
44

Di kalangan masyarakat pedalaman; karena kurang bahkan tidak adanya komunikasi dan
interaksi dengan masyarakat luar, tatanan sosial budaya lebih langgeng, lebih kuat
memegang tatanan tradisi sosial budaya lama, sehingga kesan keterbelakangan,
keterlambatan, lebih terasa. Namun di sinilah, budaya asli dari masyarakat yang
bersangkutan tetap terjaga.
Sementara di kalangan masyarakat pantai; perubahan budaya lebih mudah, lebih
cepat, dan lebih maju dan lebih dinamis, di banding masyarakat pedalaman..
Cepatnya perubahan untuk daerah pesisir pantai adalah, lebih dikarenakan di daerah
pantai lebih mudah terjadi hubungan, komunikasi, interaksi, assimilasi dan
akulturasi dengan berbagai bangsa pendatang, termasuk para pedagang yang
berasal dari Arab/Muslim. Tidaklah heran kalau pada saat itu, untuk daerah pantai
sudah terdapat orang-orang Islam.
Gambaran di atas memperlihatkan bahwa, pada waktu awal kedatangan Islam di
Nusantara, baik kondisi politik, ekonomi, sosio-budaya, tradisi, dan
kepercayaan/agama masyarakat, sudah cukup maju, kendati tidak semaju peradaban
Mesir, Yunani atau Persia. Peradaban yang ada itu, berakar pada sumber-sumber
kebudayaan sendiri, kemudian menyerap ke dalamnya pengaruh peradaban Hindu-
Budha dari India.. Namun jelas Islam datang di kepulauan Nusantara tidak dalam
suatu vacuum kultural atau vacuum peradaban (Ruslan Abdulgani: 1983; 20).
B. Kedatangan Islam di Indonesia
Berkaitan dengan persoalan ini, para sejarawan berbeda pendapat. Ada dua
pendapat berkenaan dengan hal ini.
1. Pada abad ke-13 M.
Pendapat ini lebih didasari oleh pakta:
a. Catatan perjalanan Marco Polo (1292 M/692 H), sewaktu singgah di Kerajaan
Samudera Pasai. Dalam catatannya disebutkan bahwa, waktu itu Sultan dan seluruh
perangkat kerajaan pada hari Jum'at bersama-sama pergi ke mesjid, begitu juga
rakyatnya.
b. Runtuhnya Daulah Abbasiyah (1258 M) sewaktu dihancurkan oleh tentara
Hulagu Khan, sehingga tidak sedikit para keluarga sultan dan rakyatnya pergi ke
luar daulah Abbasiyah, dan bahkan ada yang sampai ke nusantara.
c. Catatan dari Tiongkok, pada tahun 1416 M yang menyatakan bahwa , di pulau
Jawa sudah ditemukan orang-orang Islam, tetapi bukan orang pribumi.
45

d. Menurut catatan bangsa Portogis, pada tahun 1498 di beberapa kabupaten di


pesisir utara pulau Jawa ditemukan rakyat dan rajanya yang memeluk agama
Islam. Kemudian dijelaskannya, bahwa masuknya Islam itu pada tahun 1416 M,
mengingat seorang muballig pertama yang menyiarkan Islam di pulau Jawa wafat
pada 12 Rabiul Awal 822 H (1419 M) yaitu Maulana Malik Ibrahim dimakamkan di
Gresik.
Sejumlah sarjana, kebanyakan asal Belanda, memegang teori bahwa asal-muasal
Islam di Nusantara adalah Anak Benua India (Guzarat), bukannya Persia atau
Arabia. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel, ahli dari
Universitas Leiden. Menurut dia, adalah orang-orang Arab bermazhab Syafi'i
yang bermigrasi dan menetap di wilayah India tersebut yang kemudian membawa
Islam ke Nusantara (Azyumardi Azra (a); 1995; 24).
Di antara para sarjana yang berpendapat demikian antara lain, adalah:
= Prof Dr. N. J. Krom dalam bukunya "De Hindoe Javanche" menyatakan ... bahwa
Islam datang dan berkembang di Indonesia pada abad ke-13 M.
= C. Snouck Hurgronje menyatakan, bahwa masuknya Islam ke Indonesia terjadi
pada abad ke-13 M ... tidak dari Arab tetapi dari Guzarat (India).
= H.J. Van Den Berg; ... tahun 1292 amat besar artinya bagi bangsa Indonesia, karena
ketika itulah bertemu beberapa kekuatan-kekuatan yang menentukan hari
kemudian Indonesia ..., selanjutnya dikatakannya bahwa para pedagang tersebut
adalah berasal dari Guzarat.
= A.H. Johns menyebutkan bahwa, masuknya Islam ke Indonesia hingga terbentuknya
masyarakat muslim adalah pada abad ke-13 yang didasarkan atas penyebaran dan
kedatangan Tasawuf.
= Ong Hok Ham menyatakan, bahwa Islam masuk ke Indonesia terjadi pada abad ke-
13 berasal dari Guzarat.
2. Pada abad ke-7/8 M atau I/II H.
Pendapat ini lebih didasari oleh:
a. Berita dari Cina pada zaman dinasti T'-ang (618-918 M), tentang adanya orang-
orang Ta-shih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-ling
di bawah pemerintahan Ratu Sima (674 M) karena ternyata pemerintahan Ho-ling
itu sangat kuat. Sebuatan Ta-shih di sini ditafsirkan dengan orang-orang Arab.
46

b. Berita dari Jepang yang ditulis dari tahun 748 M yang menceriterakan perjalanan
pendeta Kanshin. Disebutkan pula bahwa pada masa itu di Kanton terdapat kapal-
kapal Po-sse dan Ta-shih-K-ou. Menurut Rita Rose di Meglio (seorang ahli
bahasa), istilah Po-sse dapat pula menunjukkan jenis bangsa Melayu, tetapi Ta-shih
K-ou hanya untuk menunjukkan orang-orang Arab dan Persia, bukan untuk orang-
orang Muslim India (Nogoro Notosusanto; 1975; 110).
Di antara para sarjana yang berpendapat demikian antara lain:
a. Raymond Le Roy Archer Ph D, menulis masuknya Islam ke Sumatera lebih
tepat disebut oleh pedagang Arab bukan khusus muballigh mereka, di masa abad
Hijriyah yang paling terdahulu. Di awal abad ke-8 M, pedagang Arab sudah
bermukim di Cina dalam jumlah besar. Maka sangat mungkin bahwa mereka
menetap berdagang di sementara pulau sepanjang Barat Sumatera Utara.
b. Sir Thomas Arnold dalam mengutip seorang peneliti bernama P. Groeneveld
menyatakan bahwa menurut catatan tahunan yang diperbuat oleh pelajar-pelajar
bangsa Tionghoa tahun 684 M (abad I H), tentang berjumpanya mereka dengan
seorang pemimpin Arab yang menurut penelitian terakhir ialah pemimpin dari satu
koloni orang Arab di pantai Sumatera sebelah Barat.
c. Prof. Dr. Hamka yang menyatakan tentang Marah Silu masuk Islam dengan
berganti nama al Malikus Shaleh pada abad ke 7/8 M, dengan membawa mazhab
Syafi'i.
d. Prof. Pakistan Sayid Qudratullah Fatimi menyimpulkan:
= bahwa kotak permulaan terjadi tahun 674 M;
= Islam menjajakkan kaki di kota-kota pantai sejak tahun 878 M;
= Islam memperoleh kekuasaan politik, dan berkembang secara besar-besaran
sejak tahun 1204 M.
e. L. Stoddard (1966; 277) dalam bukunya "Pasang Naik Kulit Berwarna" dalam
bagian Suplemen menyatakan, penyebaran Islam yang merambat dari bagian utara
ke barat Indonesia di abad ketujuh (abad I H, pen.) terus menghebat terutama
setelah abad ke sebelas dan dua belas.
Sementara Dr Adil Muhyid Din Al Allusi (1992; 22) dalam bukunya Arab
Islam di Indonesia dan India menyatakan:
1. Diduga para pedagang Arab dari Hadramaut orang pertama menyebarkan Islam di
Indonesia.
47

2. Diduga para da'i dari India, orang pertama menyebarkan Islam ke seluruh
kepulauan Melayu.
3. Diperkirakan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia dengan perantaraan para
pedagang Indonesia sendiri yang kontak dengan pedagang kaum muslimin dari
India, Cina, dan Arab.
Sedangkan menurut kesimpulan hasil seminar masuknya Islam di Medan
tanggal 17 s.d. 20 Maret 1963 menyatakan:
1. Bahwa menurut sumber-sumber yang kita ketahui, Islam untuk pertama kalinya telah
masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijrah (abad ke-7/8 M) dan langsung dari
Arab.
2. Bahwa daerah yang pertama didatangi oleh Islam ialah pesisir Sumatera; dan
bahwa setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka raja Islam yang pertama di
Aceh.
3. Bahwa dalam proses peng-Islaman selanjutnya orang-orang Indonesia ikut aktif
mengambil bagian.
4. Bahwa muballigh-muballigh Islam yang lama-lama itu sebagai penyiar agama juga
sebagai saudagar.
5. Bahwa penyiaran Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai.
6. Bahwa kedatangan Islam ke Indonesia itu membawa kecerdasan dan peradaban yang
tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia (A. Hasymi: 1981; 7).
Sementara itu, berdasarkan kesimpulan hasil seminar di Aceh seperti dikatakan
A. Hasymi (1981; 12) di antaranya dinyatakan, pada abad pertama Hijriah Islam
sudah masuk di Aceh. Kerajaan-kerajaan Islam pertama adalah Perlak, Lamuri dan
Pasei.
Selanjutnya oleh Adil Muhyid Din Al Allusi (1992; 26) dijelaskannya tentang
situasi dan kondisi para pedagang muslim di Indonesia saat itu:
1. Para pedagang Arab yang pernah singgah di India, lebih mungkin dapat
menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat Indonesia;
2. Para pedagang muslim itu mendapat sambutan baik dari masyarakat Indonesia
yang disinggahi;
3. Ditutupnya pelabuhan Kanton (Cina) bagi pedagang Arab menyebabkan mereka
mengalihkan perhatian ke wilayah Malaka;
4. Jalan damai yang ditempuh tidak banyak menimbulkan konflik;
48

5. Kemenangan berturut-turut dalam bidang politik dan ekonomi oleh Kerajaan Arab
(Muawiyah dan Abbasiyah) telah memberi peluang baik bagi pedagang Islam di
nusantara.
Teori lain, mengenai awal masuknya Islam di Nusantara, seperti diungkap oleh
Onggang Parlindungan dinyatakan bahwa, dominasi Syi'ah itu juga terbukti
pada dua hal: pertama, tardisi tabut Hasan-Husen di Pariaman; kedua, tradisi
bapasah yaitu keluar rumah ramai-ramai pada hari Rabu terakhir dari bulan Shafar
(Azyumardi Azra (b); 1999; 133).
Dari berbagai keterangan di atas, terutama silang pendapat mengenai kapan awal
mula kedatangan (masuk) Islam di nusantara, memang sukar untuk dapat
menentukan dengan pasti dan tepat. Persoalan ini, dimungkinkan pertama, cara
memandang terhadap faktor atau saluran apa yang menjadi tumpuan utama. Melihat
dari saluran perdagangan, tentu berbeda dari faktor tasawuf.
Kedua, dalam melihat kondisi umat Islam di Indonesia, lebih dilihat dari kondisi umat
Islam sudah mapan (terbentuk) apalagi sebagai suatu komunitas masyarakat atau
kerajaan, tidak dilihat dari unsur individual (perorangan).
Ketiga, dilihat dari pengamalan atau paham agama yang berkembang di suatu masyarakat
bisa saja mengalami dinamika. Artinya, pemahaman tentang ajaran tasawuf
(Tasawuf Falsafi, abad ke-13 M) merupakan yang paham yang berkembang dan ada
di masyarakat, namun, bisa saja sebelum paham tersebut masuk, sudah ada
pemahaman lain.
Keempat, para pengembang agama Islam di Nusantara, --karena luas wilayah-- tidak
hanya pada suatu tempat/wilayah tertentu, bisa saja dalam waktu bersamaan atau
berbeda berada di wilayah yang berbeda pula.
Kelima, para pengembang agama Islam di nusantara, dimungkinkan datang
bergelombang. Dalam kurun waktu dan tempat tertentu dari bangsa Arab, namun
pada waktu dan tempat lain dari bangsa lain.
Beranjak hal tersebut di atas, Nogroho Notosusanto (1975; 113) mengatakan, "mungkin
lebih baik dikatakan bahwa pembawa Islam ke Indonesia antara abad ke-7 sampai
13 ialah orang-orang dari Arab, Persia, India (Guzarat, Benggala). Sedangkan
KH. Saifuddin Zuhri (1979; 75) dalam menjelaskan kurun abad ke-7 s.d. 13 M
menyatakan, tahap kedatangan, proses penyebaran dan selanjutnya perkembangan
Islam.
49

C. Berbagai Faktor yang Mendorong Proses Islamisasi di Nusantara


Terdapat berbagai faktor yang mendorong terjadinya proses penyebaran Islam di
nusantara, yaitu:
1. Pedagang/perdagangan;
Kepulauan nusantara, terutam Selat Malaka, merupakan daerah yang strategis
untuk daerah pelayaran, terutama dari negara-negara Asia Belakang dan Selatan;
Arab, India, dan lainnya ke negara-negara Timur Jauh; Cina, Jepang dan lainnya.
Mereka, terutama para pedagang, banyak yang berkeliaran lalu lalang dan singgah di
bandar-bandar yang ada di kepulauan ini, di antara mereka terdapat orang-orang
muslim.
Nell mengemukakan, demikianlah para pedagang dari Hadramaut itu sampai ke
Indonesia sejak dahulu kala, malah jauh sebelum datangnya Islam. Diduga bahwa
para pedagang Arab dari Hadramaut adalah orang-orang pertama yang menyebarkan
Islam ke Indonesia, karena Arab Hadramaut itu sudah sampai ke pulau-pulau itu
sejak abad pertama Hijriyah (Adil Muhyid Din Al Allusi: 1992; 19).
Kedatangan mereka di kepulauan nusantara, terutama bandar-bandar di Sumatera
dan kepulauan lainnya, tidak menutup kemungkinan terjadi perpindahan
kepercayaan/agama. Reid mengungkapkan, bahwa, konversi massal masyarakat
Indo-Melayu kepada Islam terjadi berbarengan dengan apa yang disebutnya “masa
perdagangan” (the age of Commerce), masa ketika Asia Tenggara mengalami “trade
baru” karena meningkatnya posisi Nusantara dalam perdagangan Timur-Barat
(Azyumardi Azra (c ) 1999; 71).
2. Muballig
Ajaran Islam yang menekankan “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”
(Hadis), adalah ciri dari agama missi (dakwah). Setiap orang Islam, baik sebagai
buruh, tani, pedagang, apalagi khusus yang berprofesi sebagai da’i, berusaha
menyebarkan Islam kepada mereka yang belum memeluk agama ini. Upaya
penyebaran melalui dakwah ini, dilakukan dengan cara edukatif dan persuasif,
disesuaikan dengan kemampuan dan sosial budaya masyarakat yang didatangi.
Di kalangan ulama-ulama sufi, cara ini sangat mereka tonjolkan, dalam
penyebarannya, mereka sangat memahami akan situasi dan kondisi tradisi budaya
lokal. Sehingga seringkali dakwah yang mereka lakukan, lebih banyak diterima oleh
masyarakat setempat.
50

3. Perkawinan;
Perkwianan, terutama dilakukan oleh kalangan pedagang Arab (muslim)
mengawini wanita penduduk nusantara, yang mereka singgahi. Umumnya dari
segi ekonomi para pedagang itu memiliki kelebihan. Atau bisa pula sebaliknya,
kadangkala wanita muslim dikawini oleh penduduk non muslim. Sebelum kawin,
mereka diislamkan lebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan,
lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-
daerah dan kerajaan-kerajaan muslim.
Kadangkala, perkawinan tersebut, tidak saja dilakukan terhadap wanita atau lelaki
pribumi orang-orang biasa, namun ada pula pula mereka dari kalangan atas
(bangsawan, tetuha adat, kepala suku). Dalam kondisi demikian, tentu semakin
memperpudah perluasan Islam. Karena itu menurut Azra (d): 2002; 31),
terbentuknya keluarga-keluarga muslim yang merupakan nekleus komunitas muslim
selanjutnya memainkan peranan beras dalam menyebarkan Islam.
4. Tasawuf;
Anthony John, seperti dikutip Martin Van Bruinessen (1995; 189) mengemukakan
bahwa, islamisasi tersebut disebabkan adanya pengislaman yang secara aktif
dilakukan oleh para penyebar sufi, mereka datang bersama-sama dengan para
pedagang asing. John bahkan mengajukan spekulasi bahwa ada hubungan yang
erat antara serikat-serikat sekerja (guild), tarekat-tarekat sufi dan dan para penyebar
ini yang memberikan daya dorong bagi berlangsungnya Islamisasi. Hal senada
juga diungkap Mukti Ali (1971; 5), tersiarnya Islam di Indonesia, sebagian besar
adalah hasil pekerjaan kaum sufi dan mistik.
Memang, peran kaum sufi dalam penyebaran Islam di Nusantara diakui banyak
pihak, ini terutama karena cara penyampaian dakwah yang mereka lakukan bersifat
persuasif, edukatif dan kadangkala tidak mempersoalkan tatanan tradisi, budaya dan
kepercayaan masyarakat setempat, bahkan lebih akomudatif, sehingga hampir tidak
banyak membawa perubahan, kecuali mereka menjadi muslim.
51

Dari segi ajaran/paham kaum sufi awal yang datang di Indonesia, terutama ini
kalau dilihat fakta sejarah seperti Hamzah Fansuri, Syams Al Din Al Samatrai dan
lainnya, merupakan tokoh Tasawuf Falsafi/Nazari. Azyumardi Azra (b) 1999; 151)
menyatakan, agaknya sufisme yang pertama kali menyebar dan dominan di
Nusantara adalah sufisme yang sering dikategorisasikan sebagai "tasawuf falsafi";
yakni, tasawuf yang sangat filosofis, dan karena itu cenderung spekulatif,
sebagaimana tercermin di dalam konsep-konsep mistiko-filosofis semacam
Ittihad1, Hulul2 dan Wahdat al-Wujud3.
Kendati tidak dipungkiri, terutama untuk tanah Jawa, tasawuf yang dikembangkan
tidaklah beraliran Tasawuf Falsafi. Buku-buku tasawuf yang ditulis di Sumatera
tidak representatif mewakili cara dan metodologi pelopor dakwah pertama di
Indonesia, terutama Wali Songo, yang secara keagamaan bermazhab Syafi’i dalam
aspek syariat, beraliran Asy’ari dalam aspek akidah, pengikut Al Ghazali dalam
aspek tarekat (Alwi Shihab; 2001; 17).
5. Kesenian
Sunan Kalijaga dalam rangka melaksanakan dakwah melakukan lewat pertunjukan
"wayang". Untuk memainkan wayang dan gemalannya para walipun mengarang
cerita yang bernafaskan nilai keislaman, di samping wayang terdapat pula seni ukir,
suara dan lainnya (Nur Amin Fatah: 1984; 52).

1
Ittihad ialah satu tingkatan dalam tasawuf, di mana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu
dengan Tuhan; suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga
salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata: Hai aku. Paham ini semula
diajarkan oleh Abu Yazid al-Bustami (200-261 H) (Harun Nasution: 1973; 82).
2
Paham ini dikemukakan oleh Husain Ibn Mansur al-Hallaj lahir di Tur Persia pada 244 H. Menurut
keterangan Abu Nasr at-Tusi dalam al-Luma’ seperti dikutip Harun Nasution, ialah faham yang
mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya,
setelah sifat-sifat kemanusiaan (Nasut) dalam tubuh dilenyapkan. Selanjutnya Harun menyatakan, untuk itu
orang harus bersih dari segala noda dan suci, sehingga sifat kemanusiaan lenyap dan tinggal sifat
Ketuhanan (Lahut). Di situlah baru Tuhan dapat mengambil tempat dalam dirinya, dan ketika itu roh Tuhan
dan roh manusia bersatu dalam tubuh manusia (Harun Nasution, 1973; 88-89).
3
Paham ini diajarkan oleh Abu Bakar Muhammad ibn ‘Ali ibn Ahmad ‘Abdullah al-Tha’I al-
Hatimi atau disebut Syekh Akbar Muhyiddin ibn’Arabi lahir Murcia Spanyol 17 Ramdhan 560 H. Maksud
dari ajaran ini adalah seluruh yang ada, walaupun ia nampak, sebenarnya tidak ada dan keberadaannya
tergantung pada Tuhan Sang Pencipta. Yang nampak hanya bayang-bayang dari Yang Satu (Tuhan).
Seandainya Tuhan tidak ada, yang merupakan sumber bayang-banyang, yang lainnya tidak ada, karena
seluruh alam ini tidak memiliki wujud dan yang sebenarnya memiliki wujud hanya Tuhan. Dengan kata
lain, yang ada hanya satu wujud, yaitu wujud Tuhan, dan yang lainnya hanya merupakan bayang-bayang
(Lihat Dewan Redaksi. Ensiklopdi Islam, Vol 5: t.t.; 158. Atau seperti diungkap oleh Muhammad Abd.
Haq Anshari, bahwa hanya ada Zat Tunggal, berarti 1). Bahwa semua yang ada adalah Zat Tunggal, 2)
bahwa Zat Tunggal tidak terpecah ke dalam bagian-bagian, dan 3) bahwa tidaklah ada berlebih di sini atau
juga tidak berkurang di sana. Oleh sebab itu tidaklah ada sesuatu kecuali Zat Tunggal (Lihat Muhammad
Abdul Haq Ansari, Sufisme and Shari’ah: 1986; 103) Lihat pula terjemahan Achmad Nashir Budiman,
Merajut Tradisi Syari’ah Sufisme: 1997; 168).
52

6. Pendidikan.
Khusus tentang pendidikan, lembaga semacam pesantren banyak berperan dalam proses
Islamisasi di Nusanatara. Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah sebagai pendiri
pondok pesatren di Indonesia. Dari hasil didikannya melalui pondok pesantrennya,
banyak menghasilkan para muballigh Islam yang menyiarkan agama Islam ke
seluruh pulau Jawa (Marwan Saridjo, dkk: 1979; 19). Dalam kaitan ini, Sartono
Kartodirdjo, dkk (1987; 124) lebih jauh menyatakan, “pesantren-pesantren atau
pondok-pondok merupakan lembaga yang penting dalam penyebaran agama Islam”.
“Jika tanpa adanya Pesantren dan kemudian Madrasah serta Sekolah Islam, mungkin
di Indonesia tidak terdapat apa yang disebut sebagai masyarakat Islam” (Tim
Penyusun BKP3: t.t.; 20).
7. Politik.
Pengaruh raja yang lebih dulu masuk Islam, tidak jarang senantiasa diikuti oleh para
pengikutnya termasuk rakyat kebanyakan. Di Maluku dan Sulawesi Selatan,
kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam lebih dulu. Atau
bisa jadi kemenangan suatu kerajaan Islam secara politis banyak menarik
penduduk kerajaan yang bukan Islam untuk masuk Islam.
Kasus berdirinya Kerajaan Banjar, sebagai akibat adanya perjanjian dengan Kerajaan
Demak. Dalam pertarungan perebutan kekuasaan antara, Pangeran Samudra dengan
pamannya Pangeran Mangkubumi, pada akhirnya kemenangan berpihak kepada
Pangeran Samudera, adalah akibat dari perjanjian politik dengan Kerajaan Demak .
Salah satu perjanjian itu adalah, kesediaan Pangeran Samudera (setelah menjadi
Muslim berganti nama menjadi Pangeran Surainsyah) memeluk agama Islam, untuk
selanjutnya agama ini tersebar di seluruh wilayah Kerajaan Banjar, dan bahkan
menjadikan Islam sebagai agama Kerajaan Banjar.
Leur percaya, bahwa motif ekonomi dan politik bertperan penting dalam konversi orang-
orang Melayu-Indonesia ke dalam Islam.(Azyumardi Azra (d): 2002; 31).
8. Kompetesi antara Ialam dan Kristen (Teori Balapan)
53

Perang Salib selama 200 tahun (489-663 H = 1097-1270) tidak saja membawa luka
yang dalam di kalangan kaum Muslimin dan kaum Nasrani, namun juga membawa
dendam berkepanjangan di antara keduanya. Usaha perluasan wilayah (politik), dan
perdangan yang dilakukan oleh orang-orang Eropah (Nasrani), juga diikuti oleh
penyebaran agama Kristen, terutam ke wilayah-wilayah di mana penduduknya
menganut kepercayaan animisme, dinamisme, dan bahkan terhadap kaum muslimin.
Kondisi ini, tentu membuat kaum Muslimin terutama di wilayah Timur termasuk
kepulauan nusantara, berupaya membendung arus perluasan wilayah, ekonomi dan
agama., bahkan mendahului mereka terutama dalam penyebaran agama. Ini terutama
terjadi pada saat orang-orang Eropah (Spanyol, Portogis, Belanda, Inggris) mulai
memasuki nusantara (sekitar abad ke-15). Akibatnya, kaum muslimin berusaha
untuk mendahului mengembangkan ajaran agamanya (Islam), terutama ke daerah-
daerah yang penduduknya masih non muslim. Inilah yang disebut Teori “Balapan”
(Race Theory).
Schrieke menyatakan, semangat dan cita-cita yang terkandung dalam Perang salib
terus melanjutkan pengaruhnya. Untuk waktu yang lama, Portogis melakukan aliansi
dengan penguasa-penguasa legendaris Kristen. Prester John, yang imperiumnya
dianggap mencapai India; dengan bantuannya, mereka berharap akan mampu
menggalang perang salib melawan bangsa (Islam, pen.) menuju akhir yang sukses di
jantung kekuasaan mereka sendiri (Azyumardi Azra (d): 2002; 39).
D. Faktor Mempermudah/Mempercepat Proses Islamisasi Nusantara
Dalam kaitan ini ada beberapa hal, yaitu antara lain:
Pertama, para muballig Islam di masa itu sangat piawai dan bijaksana dalam
mengembangkan agama Islam. Islam dikembangkan dengan cara persuasif,
menghindarkan kekerasan, konfrontasi dengan agama/kepercayaan lain.
Kedua, adanya sentral (pusat) pengembangan Islam, yaitu kerajaan Pase dan kerajaan
lainnya.
Ketiga, terjadinya pertarungan politik di antara penguasa di nusantara.
Keempat, faktor ekonomis, yaitu bagi penyebar Islam saat itu adalah sebagai
pedagang yang tentunya memiliki kekayaan yang cukup berarti.
Kelima, dimungkinkan kondisi masyarakat di nusantara sendiri kala itu, umumnya
berada pada kelompok masyarakat lapisan bawah, sebagai akibat dari sistem kasta
di kalangan pemeluk Hindu.
54

Keenam, faktor inti terletak pada ajaran agama Islam yang bersifat misi, di samping
ajaran yang mudah dipahami dan dimengerti. Atau sebagaimana dikemukakan Reid,
adalah portabilitas sistem keimanan Islam(Azyumardi Azra (c): 1999; 31).
Dalam proses penyebaran Islam di nusantara, pada awalnya sebagai kelompok
pembawa adalah mereka yang berasal dari luar apakah dari bangsa Arab atau
India, sementara masyarakat nusantara lebih sebagai penerima. Dalam
perkembangan selanjutnya, kelompok penerima berperan sebagai kelompok
pembawa, terutama terhadap kelompok masyarakat lain, yang masih mengikuti
agama dan kepercayaan lama.
E. Pengaruh dari Adanya Islamisasi Nusantara
Dalam kaitan ini paling tidak ada tiga hal, yaitu:
1. Kedatangan Islam membawa kecerdasan bangsa, terutama dalam segi pemahaman
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dari polytheisme ke monotheisme.
2. Kedatangan Islam turut andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini terlihat
dengan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Pengaruh Islam dalam pola pengajaran dan pendidikan di Indonesia kuat
sekali hingga saat ini. Di samping mesjid, para da'i kaum Muslimin itu
membangun pusat-pusat penyebaran dakwah Islam. Mereka mendirikan sekolah dan
lembaga pengajaran dan pendidikan untuk mencerdaskan masyarakat pada umumnya
dan umat Islam pada khususnya untuk memahami ajaran agamanya. Lembaga
seperti ini di Sumatera disebut surau, sedangkan di Jawa dan daerah lain
dinamakan Pesantren. Disadari memang sebelum berdiri sekolah-sekolah Belanda,
jauh sebelumnya sudah berdiri lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirikan
oleh umat Islam, apakah berbentuk langgar, surau, mesjid, dan pesantren.
3. Ajaran Islam yang masuk dan berkembang di nusantara, dibarengi dengan berdirinya
lembaga-lembaga pendidikan Islam, sebagai wahana transmisi dan transformasi
ajaran Islam, melahirkan semangat nasionalisme dan patriotisme dalam melawan
penjajah.
4. Pengaruh Islam di nusantara, terutama bisa dilihat dari sosial, budaya, dan
kebiasaan hidup masyarakatnya. Dari segi bahasa umpamanya,,bahasa Indonesia
adalah sebagian besar berasal dari bahasa Melayu. Bahasa ini, sebagian besar
diambil dari bahasa Arab. Bahasa Arab, kendati tidak dikatakan sama, namun paling
tidak identik dengan Islam.-.
55
56

VIII
BEBERAPA KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA
A. Kerajaan Perlak
Menurut kesimpulan Seminar di Aceh kerajaan Islam pertama adalah Kerajaan
Perlak yang berdiri tahun 840 M, rajanya yang pertama adalah Sultan Alaidin Sayid
Maulana Abdul Aziz Syah (840-864 M) Lebih jauh, menurut Yunus Jamil dan
Hasymi, kerajaan Islam yang pertama berdiri di Nusantara adalah Kerajaan
Peureulak (Perlak) yang, konon, didirikan pada 225 H/845 M. Pendiri kerajaan ini
adalah para pelaut-pedagang Muslim asal Persia, Arab dan Gujarat yang mula-mula
datang untuk mengislamkan penduduk setempat (Azyumardi Azra (b): 1999: 130)
B. Kerajaan Pase
Kerajaan ini berdiri tahun 1009 M. Pada saat Marco Polo datang di kerajaan ini
tahun 1292 M yang berkuasa saat itu adalah Sultan Malik Al Saleh ke-2 (1276-1300
M). Sedangkan Ibnu Bathuthah -salah seorang ilmuwan muslim- sewaktu dia
mengadakan perjalan dari Maroko ke Cina dan singgah di Kerajaan Pase pada tahun
1345 M diceriterakannya "Kemudian sayapun masuklah menghadap sultan. Di
samping baginda saya dapati Qadli Amir Rasyid, sedangkan para penuntut ilmu
duduk di sebelah kanan dan kiri baginda. Lalu saya disuruh duduk di sebelah
kirinya. Maka raja menanyakan kepada saya dari hal Sultan Muhammad dan dari hal
aperjalanan saya, semuanya saya jawab. Kemudian baginda pun meneruskan
muzakarah ilmu fiqih Mazhab Syafi'i..." Sewaktu perjalan pulangnya (1346 M)
beliau sekali lagi singgah di kerajaan ini dan berdialog dengan Sultan Al Malik Al
Zhahir buat keduanya kalinya (Saifuddin Zuhri; 1979; 205)
Sebelumnya kerajaan ini telah diperintah oleh beberapa orang sultan. Sedangkan
sultan yang pertama menurut Prof. Dr. H. Muhammad Yamin adalah Sultan al Malik
Ibnu Khaldum (388-402 H/1009-1013 M. Kerajaan ini hanya berkuasa sampai tahun
1412 M sewaktu kekuasaan berada di tangan Sultan Iskandar Muda, kendati menurut
Tuanku Hasyim, SH. (Risalah Seminar Medan, 1963) Kerajaan Pase berkuasa
sampai tahun 1444 M sewaktu kekuasaan berada di tangan al Malik Sabar Syah.
C. Kerajaan Demak (Jawa)
Ada beberapa pendapat mengenai awal mula masuknya Islam di Jawa, yaitu:
a. Menurut Dr. BJO Schrieke dalam bukunya "Het Boek van Bonang" menerangkan
bahwa Islam mula pertama masuk ke pulau Jawa pada tahun 1416 M.
57

b. Sayid Alwi bin Thahir Al Haddad Mufti Kerajaan Johor dalam bukunya "Sejarah
Perkembangan Islam di Timur Jauh" menyebutkan dua orang muballigh bernama
Maulana Malik Ibrahim dan keponakannya Mahdum Ishaq yang wafat di Gresik
pada 12 Rabi'ul Awal 822 H (1419 M). Lebih lanjut dikatakannya bahwa Maulana
Malik Ibrahim mukim di Jawa selama 20 tahun, jadi dapat dihitung bahwa beliau
menginjakkan kakinya pada tahun 1399 M.
c. Prof. Dr. Hamka, menyatakan umat Islam telah ada di sana semasa kekuasaan
Kerajaan Janggala. Dikatakannya "mungkin benar sudah ada orang Arab dan orang
Persia di tanah Jawa sebelah Timur dalam abad-abad permulaan itu. Perkuburan
Fathimah binti Maimon didesa Leren (495 H/1101 M) telah membuktikan hal ini.
d. Sementara Nur Amin Fatah (1984: 26) menyebutkan "agama Islam masuk ke pulau
Jawa sekitar abad ke-11 M. Sumber ini berasal dari data sejarah yang ditemukan
pada batu nisan Fatimah binti Hibatullah di desa Leren dekat Gresik Jawa Timur
yang wafat tanggal 7 Rajab 745 H atau 2 Desember 1082 M.
Kerajaan Demak berdiri tahun 1478 M dengan rajanya yang pertama Raden Fatah,
beliau adalah anak dari Sri Kertabumi raja Majapahit. Sewaktu awal mula berdiri
kerajaan ini, Majapahit masih tetap berdiri walaupun sudah hampir tenggalam. Salah
satu
sebab jatuhnya Kerajaan Majapahit adalah karena masuknya Islam.
Banyak masyarakat dan pemuka Kerajaan Majapahit masuk Islam, hal ini disebabkan:
a. Mereka memandang agama Islam membawa kecerdasan berpikir dalam soal
kepercayaan (mudah dipahami);
b. Adanya ritus (dalam Islam) yang amat praktis;
c. Mereka memandang Islam sebagai suatu kekuatan baru, satu kekuatan politik, sosial
ekonomi dan sosial budaya yang mendatangkan kesejahteraan lahir dan bathin.
Kerajaan Demak berkembang pesatnya, namun tidak begitu lama hingga tahun 1547
M kerajaan ini pindah ke daerah pedalaman dan berganti nama dengan Kerajaan
Islam Pajang.
Adapun sebab-sebab runtuhnya adalah:
= Menitik beratkan pada masalah politik luar negeri (portogis) sementara politik dalam
negeri terabaikan;
= Tidak adanya keseimbangan antara kebijakan politik (lebih diperhatikan) ketimbang
amar ma'ruf nahi munkar;
58

= Pertentangan para penguasa (Arya Penanggang Adipati Jipang putra P. Sekar Seda
Lepen yang dibunuh Sultan Prawoto); dan = Diabaikannya sistem musyawarah
(demokrasi).
Ekstensi Kerajaan Demak tidaklah bisa dilepaskan dari peran Wali Songo.
Keberadaan para wali ini, tidak saja terlibat dalam upaya pengembangan agama
Islam, tetapi juga sebagai penasehat bahkan ada yang sebagai panglima, misalnya
Sunan Gunung Jati, yang sebenarnya beliau ini juga adalah Panglima Falatehan.
Para Wali Songo ialah: (1) Maulana Malik Ibrahim atau disebut juga Sulthan
Magribi, wafat tahun 882 H/1419 M. (2) Sunan Ampel atau Raden Rahmat 1401-
1478 M, (3) Sunan Bonang, beliau adalah putera Sunan Ampel, 1465-1525 M, (4)
Sunan Giri atau disebut pula Raden Paku, putera Maulana Ishak, juga murid Sunan
Ampel, (5) Sunan Drajat atau Raden Qasim adalah putera Sunan Ampel yang
kelima, anak beliau adalah Pangeran Tringgano menjadi Sultan Demak ketiga, (6)
Sunan Kalijaga atau disebut pula Raden Syahid, (7) Sunan Kudus atau disebut pula
Ja'far Shidiq salah seorang ahli Ilmu Hadist, Mantiq dan Fiqih, (8) Sunan Muria atau
Raden Said adalah anak Sunan Kalijaga, dan (9) Sunan Gunung Jati disebut pula
Syarif Hidayatull atau Falatehan yang wafat tahun 1570 M.
Dalam upaya pengembangan Islam telah dilakukan oleh Wali Songo dengan
mempergunakan berbagai strategi, yaitu:
# Mendirikan mesjid
# Dakwah lewat seni: wayang kulit, ukir (kalighrafi), sastra, suara, dll.
# Mencetak kader/regenarasi: - pesantren
# Dakwah kepada para raja dan keluarganya
# Menyesuaikan diri pada situasi dan kondisi. Menurut Mukti Ali "Barangkali bolehlah
kita berkata, selain sukses dari pada penyiaran Islam di Indonesia, selain memang
ajaran Islam itu gampang dimengerti, juga karena kesanggupan pembawa Islam
tempo hari dalam memberi konsesi terhadap adat istiadat kebiasaan yang ada hidup
dalam masyarakat (1971; 6).
Nur Amin Fatah (1984: 37) menyatakan dalam pengembangan dakwah, para wali ini
terbagi pada dua cara/metode, yaitu:
59

a. Kelompok yang terdiri Sunan Giri, Sunan Ampel dan Sunan Drajat. Kelompok ini
dikenal dengan "Golongan Islam Putih (putihan). Dalam dakwahnya, kelompok ini
berusaha untuk mengembangkan Islam tidak mau berkompromi dengan
kepercayaan-kepercayaan lama; Hindu, Budha, Animisme dan Dinamisme.
Beliau berpendapat bahwa kepercayaan lama itu harus dikikis habis dan dikuburkan,
rakyat harus dididik untuk mengamalkan ajaran Islam yang sejati. Adat istiadat lama
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam harus dilenyapkan.
b. Kelompok yang dipimpin oleh Sunan Kalijaga yang didukung oleh Sunan Kudus,
Sunan Bonang, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati.
Golongan ini berpendirian sebagai berikut:
= Membiarkan dulu adat-adat yang sukar diubah dan adat-adat kepercayaan lama itu
sangat berat untuk dirubah dengan kekerasan dan tergesa-gesa atau radikal.
= Bagian adat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetapi agak mudah dirubah segera
dihilangkan.
= Tutwuri Handayani. Artinya mengikuti dari belakang terhadap kelakuan dan adat
rakyat tetapi diusahakan untuk dapat mempengaruhi sedikit demi sedikit, dan tutwuri
hangiseni, artinya mengikuti dari belakang sambil mengisi kepercayan atau ajaran
agama Islam.
= Menghindarkan konfrontasi secara langsung dengan masyarakat di dalam pasal
menyiarkan agama Islam itu dengan maksud berusaha untuk mengambil ikannya
tetapi tidak mengeruhkan airnya sehingga menjadi butek.
Kelompok kedua inilah yang oleh orang belakangan seperti Clifford Geertz disebut
kaum Abangan, dengan kepercayaan yang berporos pada slametan (Taufik Abdullah,
ed., 1987: 19).
D. Kesultanan Banjar
Mengenai kapan masuknya Islam di daerah Kalimantan Selatan, banyak terdapat
pendapat yang antara satu saling berbeda, kendati perbedaan itu tidak terlalu jauh.
Dalam kaitan ini ada beberapa pendapat tentang hal itu:
a. J. Maallinckrodt salah seorang sarjana Belanda dalam bukunya "Het Adatrech van
Borneo" (Hukum Adat Kalimantan) jilid II menjelaskan bahwa "pengislaman itu
terjadi di waktu pemerintahan Pangeran Samudera kemudian bernama Sultan
Suriansyah pada lebih kurang tahun 1540 M. (H. Ahmad Basuni; 1986: 10)
60

b. Muchtar Kawi dalam bukunya "Ikhtisar Sejarah Islam: menjelaskan masuknya Islam
di Kerajaan Banjar pada tahun 1520, dibantu oleh Kesultanan Demak.
c. H. Gt. Abd. Muis menunjuk buku "Kalimantan Memanggil" tulisan Cilik Riwut
mengemukakan bahwa berdirinya Kerajaan Islam Kalimantan dihitung sejak
Pangeran Samudera mendirikan kerajaan, yaitu lebih kurang pada tahun 1540.
Pangeran Samudera setelah menjadi pemeluk Islam berganti nama menjadi Pangeran
Suriansyah atau Pangeran Marruhum. Kerajaannya terletak di Banjarmasin. Disebut
juga nama Bandar Masih (Saifuddin Zuhri: 1979: 387)
d. Idwar Saleh, menyatakan tahun 1520 Islam sudah ada di Kalimantan Selatan, tahun
1525-1546 berdiri Kerajaan Islam Banjar.
Sebagian dari pendapat di atas dikemukakan dalam Seminar Sejarah Kalimantan
Selatan yang dilangsungkan pada tanggal 23-25 September 1975. Dalam kaitan ini
pula dinyatakan bahwa Agama Islam masuk ke Kalimantan pada abad ke-16 Masehi.
Kedatangan Islam serta perkembangannya berjalan secara damai.
H. Ahmad Basuni mengemukakan, dari pendapat Mallinckrodt bisa diberi beberapa
catatan:
# Agama Islam pada tahun-tahun disebutkan itu sudah masuk dan berkembang di
kerajaan-kerajaan yang penting di Kalimantan.
# Agama masuk sampai ke daerah pedalaman Kalimantan berlangsung dengan cara
damai, tanpa paksaan senjata, seperti melalui perkawinan, perdagangan dan
pertanian.
# Agama Islam telah mengikat kuat persatuan antar umat Islam yang terdiri dari
berbagai ras (suku bangsa) baik pendatang maupun penduduk asli.
# Mudah berkembangnya agama Islam di Kalimantan karena kota dan tempat penduduk
yang penting berada di sepenjang sungai dan pantai. Kota dan tempat itu mendapat
kunjungan pendatang dari mana-mana, terutama pedagang, pelaut dan nelayan.
# Hubungan Kalimantan dan Jawa sudah ada sejak zaman Hindu Majapahit dan
berlangsung pada zaman Islam Demak (1986: 12)
Menarik untuk dilihat lebih kebelakang, ternyata sebelum proses Islamisasi secara
resmi tersebut, surat yang dikirim oleh Pangeran Samudera kepada Sultan Demak
bertuliskan hurup Arab (Arab Melayu). Dari tulisan surat ini dimungkinkan orang-
orang Islam sudah ada bermukim di daerah ini sebelum kedatangan pasukan Demak.
61

Kedatangan tentara Kesultanan Demak tidak saja dalam upaya menanamkan


kekuasan terhadap keabsahan Pangeran Suriansyah sebagai pewaris tahta kerajaan,
tetapi juga upaya proses Islamisasi di Kalimantan. Salah seorang tokoh yang banyak
berperan dalam hal ini adalah Khatib Dayan.
Proses Islamisasi terus berjalan dengan damai, terutama sepanjang daerah aliran
sungai, bahkan sampai ke wilayah pedalaman, terutama sekali dibawa oleh para
pedagang. Dalam kaitan ini Scott berargumen, bahwa adalah kekuatan ekonomi yang
kuat yang membawa Islam ke Kalimantan (Azyumardi Azra: 1999: 231) Selanjutnya
Azyumardi Azra dalam mengutip pendapat Syamsuddin, menyatakan seperti bisa
diduga, terlibat dalam interaksi yang cukup intens dengan masyarakat Melayu
Banjar, khususnya melalui perdagangan, yang dalam sejumlah kasus berujung
dengan perkawinan. Interaksi melalui medium seperti ini mendorong orang-orang
Bakumpai memeluk Islam, atau di dalam sementara istilah masuk Melayu atau
menjadi Melayu (1999: 236) Para pedagang ini sangat mungkin sambil berdakwah,
adakalanya kawin dengan penduduk setempat yang masih belum muslim, pada
gilirannya mereka masuk Islam.
Mereka yang menjadi penganut Islam tidak saja mereka yang dinamakan masyarakat
"Banjar" sehingga setiap orang Banjar selalu identik dengan Islam. Kendati
demikian Islam juga dianut oleh penduduk asli Dayak, sehingga kasus-kasus orang
Dayak memeluk agama Islam dikatakan sebagai menjadi orang Banjar (Alfani Daud:
1997: 5)
62

Dalam proses kultural edukatif dan internalisasi norma-norma Islam selanjutnya


tidak dapat dilupakan jasa Ulama Besar Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari.
Beliau salah seorang ulama yang terkenal terutama dalam bidang Fiqih, salah satu
karya beliau adalah Sabil al Muhtadin. Kendati begitu beliau juga terkenal ahli
dalam bidang tasawuf. Ulama besar lain yang ahli dalam bidang ini adalah Syekh
Muhammad Nafis al-Banjari. Kedua tokoh ini, menurut saya (pen. Azyumardi
Azra), adalah di antara tokoh utama dalam penyebaran satu bentuk tasawuf yang
disebut dengan neosufisme (1999: 257) Kendati Syekh Muhammad Arsyad al-
Banjari sebagai seorang sufi, namun corak sufi beliau bukan Wihdah al-Wujud. Hal
ini terbukti sewaktu diadakan pengadilan terhadap Haji Abdul Hamid (seorang
penganut Wahdah al Wujud) di Kerajaan Banjar. Karel A. Steenbrink dalam
mengutip tulisan Zafri Zamzam menyatakan. Akhirnya, atas nasehat Syekh
Muhammad Arsyad al Banjari, Sultan mengambil keputusan untuk menghukum mati
Haji Abdul Hamid. Makamnya sekarang masih ada, beberapa kilometer saja dari
kampung Dalam Pagar (1984: 96)
Suatu kenyataan, pengaruh kedua ulama tersebut, terutama Syekh Muhammad
Arsyad al-Banjari dan keturunannya banyak memberikan sumbangan dalam
pengembangan Islam di Kalimantan, bahkan sampai ke Malaysia dan Petani
(Thailan).

IX
GERAKAN UMAT ISLAM DI INDONESIA DI AWAL ABAD XX
A. Timbulnya Pergerakan Nasional
Di awal abad ke-20, di Nusantara terjadi perubahan perjuangan melawan Belanda.
Dahulu, perjuangan umumnya dilakukan dengan cara:
= Perlawanan dalam bentuk bersenjata
= Perlawanan lebih bersifat lokal
= Perlawanan hanya dilakukan oleh kalangan kerajaan/bangsawan
= Kepemimpinan lebih bersifat kharismatik.
Sedangkan pada awal abad ke-20 strategi perjuangan dilakukan dengan cara:
= Perlawanan dalam bentuk organisasi
= Lebih bersifat nasional
= Lebih banyak dilakukan oleh rakyat kebanyakan
63

= Kepemimpinan berada di tangan kaum terpelajar.


Pergerakan bangsa Indonesia umumnya dan khususnya umat Islam lebih disebabkan
oleh:
1. Dalam negeri.
a. Sebagai akibat penjajahan selama kurang lebih 350 tahun, yang meliputi penindasan
dalam bidang:
1) Politik
2) Ekonomi --- monopoli
3) Sosial, budaya dan agama.
b. Timbulnya perasaan senasib dan sepenanggungan, sebagai akibat penjajahan,
sehingga melahirkan perasaan nasionalisme yang mendalam.
c. Timbulnya kesadaran terutama di kalangan golongan muda/terpelajar untuk tampil
ke depan.
2. Luar negeri.
Peristiwa kemenangan Jepang (Asia) atas Rusia (Eropah), melahirkan semangat
patriotisme.
b. Timbulnya berbagai gerakan di negara-negara tetangga dan sahabat, seperti
Philipina, India berpengaruh banyak bagi bangsa Indonesia terutama kalangan
terpelajar.
B. Lahirnya Organisasi-organisasi Sosial Kemasyarakatan
Pergerakan nasional atau disebut pula sebagai tonggak Hari kebangkitan Nasional
pada 20 Mei 1908 lebih didasari oleh lahirnya Budi Utomo. Setelah itu lahirnya
berbagai organisasi baik yang bersifat nasionalis/kebangsaan dan ada pula
keagamaan.
1. Bersifat Nasionalis/Kebangsaan:
a. Budi Utomo
b. Indische Party
c. Partai Nasional Indonesia (PNI)
d. Gerindo, dan lain-lain.
2. Bersifat Keagamaan:
a. Serikat Dagang Islam (SDI) - SI - PSII
b. Al Irsyad
c. Jami'atul Khair
64

d. Muhammadiyah
e. Nahdhatul Ulama (NU), dan lainnya.
Gerakan kebangkitan keagamaan seperti tersebut di atas, ada yang kiprahnya dalam
dunia politik, dan ada pula yang hanya dalam dimensi sosial keagamaan semata, atau
ada pula yang kedua-duanya.
1. Serikat Dagang Islam
Serikat Dagang Islam (SDI) pada awalnya berdiri di Bogor pada tahun 1909 atas
usaha R.M. Tirtohadisuryo. Kemudian pada tahun 1912 di Solo berdiri pula SDI
oleh H. Samanhudi.
Tujuan didirikannya SDI ini adalah:
= Dalam usaha untuk mempertinggi mutu perekonomian rakyat
= Mengadakan pembelaan terhadap penghinaan kolonial pada agama Islam.
Pada tanggal 10 September 1912 disahkan Anggaran Dasar SDI, kemudian dirubah
menjadi Serikat Islam (SI) atas prakarsa R.O.S. Cokroaminoto di Surabaya.
Sementara SI sendiri berdiri dilatarbelakangi oleh:
# Perlawanan terhadap dagang dengan orang Cina
# Fron terhadap penghinaan Belanda pada bumiputera
# Reaksi dari rencana Kristensasi, dan
# Reaksi kecurangan dan penindasan kesewenangan pihak ambetanaar bumiputera.
Pada zamannya organisasi ini termasuk yang paling banyak memiliki massa, sampai
tahun 1919 sudah memiliki anggota 2.250.000 orang oleh karena itu sangat ditakui
Belanda (L. Stoddard: 1966: 330). Pada tahun 1921 sewaktu berlangsung pertemuan
di Yogayakarta secara resmi SI menjadi Partai Politik dengan nama Partai Serikat
Islam, dengan tokoh-tokoh HOS. Cokroaminoto, H. Agus Salim dan Abdul Muis.
Dalam perkembangan selanjutnya PSI terpecah menjadi dua bagian, yaitu SI Putih
dan SI Merah. SI Putih dipimpin oleh HOS. Cokroaminoto dan H. Agus Salim untuk
selanjunya pada tahun 1929 menjadi Partai Serikat Islam Indonesia, sedang SI
Merah dipimpin oleh Semaun, Moso, Alimin dan lainnya pada akhirnya mendirikan
Partai Komunis Indonesia (PKI).
2. Muhammadiyah
65

Muhammadiyah, adalah sebuah organisasi keagamaan yang didirikan pada 18


November 1912 di Yogyakarta oleh K.H. Ahmad Dahlan. Menurut H. Rosihan
Anwar (1979: 248) sifat gerakan ini non-politik dan tujuannya yang utama ialah
menggiatkan pendidikan agama Islam dan studi-studi Islam di Indonesia dan
seterusnya memajukan kehidupan keagamaan di kalangan para anggotanya.
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi beraliran Salaf adalah gerakan
Reform. Gerakan yang berusaha memurnikan ajaran agama. gerakan pembaharuan
yang berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam pada relnya kaum Salaf, kembali
kepada Al Qur'an dan Hadist Rasulullah, mengikis habis bid'ah dan khurafat,
takhayul serta klenik, membuka terus pintu ijtihad dan menolak sifat membabi buta
dalapan taqlid. Selain melainkan perombakan total luar dan dalam, jiwa
dikembalikan, kemudian usaha disesuaikan dengan perkembangan zaman (L.
Stoddard: 1966: 318)
Dalam aspek ibadah, diakui organisasi ini melakukan sebagai apa yang telah dilakukan
oleh Rasulullah, apa yang tertuang dalam Al Qur'an dan Hadist itulah yang
diamalkan. Konsekuensinya, demikian tulis Azyumardi Azra (199: 67) ibadah-
ibadah kaum modernis dan reformis cenderung tidak berbunga-bunga; dengan kata
lain, cenderung sangat "bersahaja" dan, karena itu, agaknya "kering" dari
pengalaman keberagamaan yang intens.
Melihat dari gerakan organisasi ini, para ahli sebagian menyatakan bahwa lahirnya
gerakan ini salah satunya dipengaruhi oleh paham gerakan Muhammad bin Abdul
Wahab di Mekkah.
Namun juga pengaruh Pan Islamisme atau pembaharuan di Timur Tengah yang
dicetuskan oleh Abduh, Al Afghani, Rasyid Ridha dengan majalah Al Manar, Al
Liwa dan lainnya turut pula memberi pemikiran organisasi ini.
66

Kiprah Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan, terutama dalam


pengembangan sumber daya manusia sangat dipujikan, ini terlihat dalam banyaknya
lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh organisasi ini. Kendati diakui,
sekolah-sekolah yang didirikannya lebih banyak terpusat di wilayah perkotaan,
sementara di daerah pedesaan tampaknya diisi oleh organisasi Nahdhatul Ulama
adengan Pondok Pesantrennya. Sehingga wajarlah kalau ada yang mengatakan
bahwa organisasi semacam Muhammadiyah ini memiliki keanggotaan di kalangan
lapisan menengah ke atas yang umumnya berada di perkotaan. Dalam kaitan ini Dr.
Alfian seperti dikutip oleh KH. Saifuddin Zuhri (1979: 607) menyatakan bahwa,
baik Syarikat Islam maupun Muhammadiyah gagal menyusup kepedesaan, mereka
tidak dapat membawa pikiran-pikiran perjuangan memakai bahasa yang dimengerti
rakyat.
Selain aktivitasnya di bidang pendidikan, juga di bidang kesehatan dan panti sosial.
Sehingga sebagian orang berkata dan ini ada benarnya kalaulah bukan
Muhammadiyah (bukan satu-satunya) maka usaha Kristenisasi sudah lebih maju.
Karena itu tujuan kehadiran Muhammadiyah bukan semata seperti disebut di atas,
tetapi lebih dari itu, ia adalah sebagai upaya untuk menahan arus Kristenisasi di
Indonesia.
Organisasi mulai didirikan sampai kini adalah murni organisasi yang berkiprah
dalam bidang sosial keagamaan. Muhammadiyah tetap dalam bentuknya yang
semula untuk seterusnya sebagai Gerakan Islam. Namun sebagai pribadi, banyak
anggota-anggota Muhammadiyah tidak ketinggalan ikut serta duduk dalam badan-
badan perwakilan, baik yang bersifat daerah maupun pusat, anggota-anggota itu aktif
pula dalam gerakan-gerakan nasional, yang berkecimpung dalam bidang politik
kenegaraan (L. Stoddard: 1966: 315).
3. Nahdhatul Ulama (NU)
Pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya berdirilah organisasi yang diberi nama
Nahdhatul Ulama atau NU. Berdirinya organisasi "Perkumpulan para Ulama" ini
semula adalah lanjutan dari adanya "Komite Hijaz". Komite Hijaz ini adalah suatu
delagasi para ulama untuk berjumpa muka dengan raja Ibnu Sa'ud di Mekkah,
khususnya akan membicarakan perubahan-perubahan yang biasa terjadi dalam
bidang ibadah, akibat jatuhnya kota Mekkah ke dalam kekuasaan yang beraliran
Salaf.
67

Adapun maksud didirikannya organisasi ini sebagai tertuang dalam Anggaran dasar
yang disahkan oleh Belanda pada tanggal 16 Pebruari 1930 No. 23 dijelaskan
"Maksud perkumpulan ini ialah memegang teguh pada salah satu dari Mazhabnya
Imam empat, yaitu Imam Muhammad bin Idris As-Syafi'ie, Imam Malik bin Anas,
Imam Abu Hanifah dan Nu'man atau Imam Ahmad Ibn Hambal, dan mengerjakan
apa saja yang menjadikan kemaslahatan agama Islam (L. Stoddard: 1966: 323)
NU sebagai salah satu organisasi Islam memiliki masa yang cukup besar, terutama
berbasis di pedasaan, dalam gerak langkah keagamaannya lebih bersifat "tradisional"
(meminjam istilah Azyumardi Azra). Karena tradisonal, khsusu NU, cenderung
menerima hadis secara relatif longgar dan, karena itu, tidak terlalu kritis atau tidak
sangat mempersoalkan tentang apakah hadist-hadist yang mereka terima itu benar-
benar merupakan hadist shahih atau hadist dhaif, khusus dari segi sanadnya.
Pengadopsian hadits seperti itulah yang menjadikan ibadah kaum tradisional lebih
"berbunga-bunga", penuh dengan tambahan-tambahan Azyumardi Azra: 1999: 67)
yang oleh kaum modernis dan reformis disebut sebagai "bid'ah" karena semata-mata
berlandaskan pada hadist-hadist yang lemah.
Dalam menggerakkan organisasi ini, terdapat kepengurusan yang disebut Syuriah
dan Tanfidziyah. Pada dasarnya mereka duduk di Syuriah adalah para alim ulama,
atau para Kiyai yang memiliki kharismatik tinggi baik dalam bidang keilmuan atau
ibadah. Sementata pada Tanfidziyah lebih banyak diduduki oleh kalangan terpelajar
atau cerdik pandai. Saat ini (2004) sewaktu diadakan Muktamar di Solo (Jawa
Tengah) untuk kepemimpinan periode 2004-2009 Tanfidziyah kembali (dua periode)
diketuai KH. Hasyim Mudzadi, demikian pula ra’is Syuri’ah diketuai oleh KH.
Sahal Mahfudz.
Kiprah organisasi ini selain dalam bidang keagamaan, juga dalam bidang sosial dan
pendidikan. Kendati diakui kiprah NU dalam bidang pendidikan lebih banyak di
pedesaan, terutam Pondok Pesantren. Dalam bidang kesehatan NU juga memiliki
rumah sakit, puskesmas. Inilah gerak awal NU, namun dalam perjalanan sejarah
selanjutnya NU terlibat dalam bidang politik, bahkan organisasi ini menjadi Partai
Politik. Sejak tahun 1945 - 1951 Nahdhatul Ulama bersatu di dalam Partai
"Masyumi". Namun sewaktu diadakan muktamar ke-19 Jam'iyah di Palembang
tanggal 1 Mei 1952 NU secara tegas keluar dari Masyumi menjadi partai politik
tersendiri.
68

Pada tahun 1955 sewaktu diadakan Pemilu I, NU menjadi pemenang pemilu ketiga
setelah PNI, Masyumi. Dalam peran politiknya NU lebih mengadepankan
akomudatif. Namun sewaktu Abdurrahman Wahid berseberangan dengan Presiden
Soeharto, seperti dikemukakan Nakamura pada tahun 1970-an, NU tampil sebagai
kelompok pengeritik yang paling lugas terhadap pemerintah Orde Baru.
Penyimpangan dari tradisi politik akomodatif inilah yang menghasilkan apa yang
disebut Nakamura sebagai tradisionalisme radikal NU (Azyumardi Azra: 1999: 75)
Semenjak tahun 1973 struktur kepartaian mengalami perubahan dengan adanya
penyederhanaan partai politik yaitu, partai Islam menjadi Pertai Persatuan
Pembangunan (PPP), partai nasionalis menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
dan Golongan Karya.
Beberapa tahun kemudian, terutama setelah terjadinya konplik di dalam tubuh PPP,
maka dalam Muktamar Sitobondo, NU kembali ke khittah 1926, yaitu keluar dari
partai politik, dan ini dipertahankannya sampai sekarang, kendati untuk menampung
aspirasi anggota untuk berkreasi dalam kegiatan politik, warga NU ada yang di PKB,
PKU, PNU, dan Suni, di samping juga orang-orang NU tidak sedikit berkiprah di
partai lain seperti PPP, PDI-P, atau Golongan Karya.
Setelah lengsernya Presiden BJ. Habibi, mantan ketua Tanfiziyah K.H.
Abdurrahman Wahid (Deklarator PKB), terpilih sebagai Presiden Republik
Indonesia, kendati masa pemerintahannya baru berjalan sekitar satu tahun lebih,
Abdurrahman Wahid dipaksa oleh Majelis Permusyarawatan Rakyat untuk
menyerahkan jabatannya kepada Wakilnya Megawati Sokarnoputri. Dalam pemilu
presiden (2004), Presiden Megawati Sokarnoputri harus menyerahkan kekuasaannya
kepada Sosilu Bambang Yodoyono dari Partai Demokrat.
Pasca kejatuhan Orde Baru ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto, Indonesia
memasuk Orde Reformasi. Munculnya partai politik bak cendawan di musim hujan
baik yang bersifat nasionalis maupun agama. Di kalangan Islam, muncul berpuluh-
puluh partai politik. Di kalangan masyarakat yang berbasis kaum Nahdhiyin terdapat
PKB, PNU, PKU, Suni, di kalangan masyarakat muslim lain terdapat Partai
Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bulan Bintang (PBB), Masyumi Baru, dan banyak
lagi partai-partai kecil yang tumbuh berbasiskan agama (Islam). Orang-orang
Muhammdiyah banyak berada di Partai Amanat Nasional (PAN) di mana ketuanya
adalah Amin Rais (mantan Ketua Umum Muhmmadiyah).
69

Munculnya partai-partai yang berbasis Islam -kendati ada yang mengaku berpaham
nasionalis- menunjukkan bangkitnya umat Islam di kancah politik dalam upaya
memperjuangkan nasib mereka sebagai kelompok mayoritas. Kendati diakui pada
pemilu 1999 berada di tangan PDI-P, dan pada pemilu 2004 yang lalu suara
terbanyak berada di tangan Partai Golongan Karya. Artinya, umat Islam Indonesia
-kalau ini dilihat dari Partai Politik Islam- sebagai kelompok mayoritas harus
masih berjuang untuk benar-benar menjadi kelompok mayoritas dalam dinamika
politik.

You might also like